Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Tujuan

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1Konsep Diri

2.1.1 Definisi Konsep Diri

Konsep diri adalah konseptualisasi individu terhadap dirinya sendiri. Ini merupakan
perasaan subjektif individu dan kombinasi yang kompleks dari pemikiran yang disadari/tidak
disadari, sikap, dan persepsi (Potter dan Perry, 2010). MenurutMead (dalam Burns, 1993)
menjelaskan konsep diri sebagai pandangan, penilaian, dan perasaan individu mengenai dirinya
yang timbul sebagai hasil dari suatu interaksi social(Novilita, 2013). Menurut Soemanto (1998),
konsep diri merupakan hal penting dalam membentuk tingkah laku sehingga terkait dengan dunia
pendidikan, saat ini pendidik semakin menyadari dampak konsep diri terhadap tingkah laku anak
dalam kelas dan terhadap prestasinya (Novilita, 2013). Konsep diri mempengaruhiharga diri dan
perasaan seseorang tentang dirinya sendiri(Potter dan Perry, 2010). Kehilangan fungsi tubuh,
penurunan toleransi aktivitas, dan kesulitan dalam menangani penyakit kronis adalah contoh dari
situasi yang mengubah konsep diri klien(Potter dan Perry, 2010).

2.1.2 Pengukuran Konsep Diri

Menurut Hurlock (1999), Skala konsep diri disusun dengan item-item yang didasari oleh
aspek-aspek konsep diri(Novilita, 2013)yaitu:

1) Aspek fisik, meliputi sejumlah konsep yang dimiliki individu mengenai


penampilan, kesesuaian dengan jenis kelamin, arti penting tubuh, dan perasaan
gengsi dihadapan orang lain yang disebabkan oleh keadaan fisiknya.
2) Aspek psikologis, meliputi penilaian individu terhadap psikis dirinya, seperti rasa
percaya diri, harga diri, serta kemampuan dan ketidakmampuanya.

Konsep diri selalu berubah dan berdasarkan pada hal-hal berikut ini(Potter dan Perry, 2010):

a) Perasaan mampu melakukan sesuatu


b) Reaksi penerimaan seseorang terhadap tubuhnya
c) Persepsi dan interpretasi berkelanjutan dari pemikiran dan perasaan seseorang
d) Hubungan personal dan professional

2
e) Akademi dan identitas yang berkaitan dengan perkerjaan
f) Karakteristik personal yang mempengaruhi harapan diri
g) Persepsi terhadap terhadap kejadian yang berdampak pada dirinya
h) Menguasai pengalaman baru dan sebelumnya
i) Etnik, ras, dan identitas spiritual.

2.1.3 Komponen yang berhubungan dengan Konsep diri

Konsep diri yang positif memberikan rasa berarti, menyeluruh, dan konsisten pada
seseorang. Konsep diri yang sehat memiliki derajat stabilitas yang tinggi dan menghasilkan
perasaan positif terhadap diri. Komponen konsep diri yang sering dipertimbangkan oleh perawat
adalah identitas, citra tubuh, dan penampilan peran(Potter dan Perry, 2010).

Identitas meliputi perasaan internal akan individualitas, menyeluruhh, dan konsistensi


seseorang pada waktu dan situasi yang berbeda. Identitas menunjukkan batasan dan pemisahan
dari yang lainnya. Menurut Erikson (1963) untuk membentuk identitas, seorang anak harus dapat
menyatukan perilaku yang telah dipelajari dan harapan ke dalam kesatuan yang saling terkait,
konsisten, dan unik(Potter dan Perry, 2010).Menurut Stuart dan Laraia (2005) pencapaian
identitas merupakan hal penting dalam menjalin hubungan dekat,karena individu
mengekspresikan identitas mereka saat berhubungan dengan orang lain.Seksualitas merupakan
bagian dari identitas. Ras dan identitas budaya merupakan komponen penting dari konsep diri
seseorang. Selama individu bertumbuh, aspek budaya dari konsep diri diperkuat melalui
hubungan social, keluarga, atau pengalaman budaya. Selain itu, konsep diri seseorang diperkuat
atau dipertanyakan melalui situasi politik, social, atau pengaruh budaya(Potter dan Perry,
2010).Adapun implikasinya:

a) Membangun suatu sikap terbuka serta tidak terbatas untuk menilai dan
mendukung praktik budaya dalam rangka meningkatkan konsep diri klien
b) Menanyakan kepada klien tentang apa yang mereka pikirkan penting untuk
membantu mereka merasa lebih baik atau mendapatkan perasaan diri yang kuat.
c) Mendukung identitas budaya dengan praktik pelayanan diri individu dan
menawarkan pilihan terapi untuk memenuhi kebutuhan konsep diri klien.

3
d) Memfasilitasi kegiatan promosi kesehatan peka budaya yang mencakup
identifikasi perilaku berisiko melalui praktik berbasis bukti (seperti perilaku seks
yang berisik, serta masalah bentuk dan berat badan.

Citra tubuh meliputi perilaku yang berkaitan dengan tubuh, termasuk penampilan,
struktur, atau fungsi fisik. Rasa terhadap citra tubuh termasuk semua yang berkaitan dengan
seksualitas, feminitas dan maskulinitas, berpenampiln muda, kesehatan dan kekuatan.
Ketidakpuasan terhadap tubuh dapat juga mempengaruhi citra tubuh dan konsep diri secara
keseluruhan(Potter dan Perry, 2010).

Penampilan peran merupakan cara individu melakukan peran yang berarti. Peran yang
dimaksud mencakup peran sebagai orang tua, pengawas, atau teman dekat.Individu
mengembangkan dan menjaga perilaku yang disetujui masyarakat melalui proses-proses berikut
ini(Potter dan Perry, 2010):

a) Penguatan-pemadaman: perilaku khusus menjadi biasa atau dihindari, tergantung


apakah mereka setuju dan diperkuat, atau diperkecil dan dihukum.
b) Hambatan: Individu belajar untuk menahan diri dari suatu perilaku, meskipun saat
digoda untuk ikut serta didalamnya.
c) Subsitusi: Individu menggantikan satu perilaku dengan perilaku lainnya yang
memberikan kepuasan personal yang sama.
d) Imitasi : Individu membutuhkan pengetahuan, keterampilan, atau perilaku dari
anggots masyarakat atau kelompok budaya.
e) Identifikasi: Individu memasukkan kepercayaan, perilaku, dan nilai-nilai dari
model peran ke dalam suatu ekspresi personal diri yang unik.

Individu yang berhasil akan belajar membedakan antara harapan peran yang ideal dan
kemungkinan yang masuk akal. Agar berfungsi secara efektif dalam peran berganda, seseorang
harus mengetahui perilaku dan nilai-nilai yang diharapkan,keinginan untuk menyesuaikan diri
dengannya, dan dapat memenuhi kebutuhan peran(Potter dan Perry, 2010).

Harga diri ( self-esteem) adalah perasaan individu secara keseluruhan tentang harga diri
atau pernyataan emosional dari konsep diri.Menurut Rosenberg (1965) hal ini merupakan dasar

4
dari evaluasi diri karena mewakili keseluruhan pendapat tentang penghargaan atau nilai
personal(Potter dan Perry, 2010). Harga diri daribersifat positif saat seseorang merasa mampu,
berguna, dan kompeten. Harga diri seorang anak berhubungan dengan penilaian anak terhadap
efektivitasnya di sekolah.

Ideal diri terdiri dari aspirasi, tujuan,nilai-nilai, dan standar perilaku yang dianggap ideal
dan berusaha untuk mempercayainya. Secara umum, seseorang yang konsep dirinya mendekati
ideal dirinya akan memiliki harga diri yang tinggi, sedangkan seseorang yang konsep dirinya
berbeda jauh dari ideal dirinya akan memiliki harga diri yang rendah. Telah dibuktikan bahwa
perasaan dasar tentang diri cenderung bersifat konstan, meskipun terkadang situasi krisis
memengaruhi harga diri(Potter dan Perry, 2010).

2.1.4 Stresor yang Memengaruhi Konsep Diri

Stresor konsep diri adalah perubahan yang nyata atau dapat diterima yang mengancam
identitas, sitra tubuh atau penampilan peran. Tekanan dapat mengganggu kemampuan adaptasi
seseorang. Perubahan yang terjadi pada kesehatan fisik, spiritual, emosional, seksual, keturunan,
dan sosial budaya akan memengaruhi konsep diri. Menurut Collins dan Smyer (2005) tidak
seperti kehilangan harga diri yang ditunjukkan pada lansia yang rentan, kegembiraan yang
ditunjukkan pada beberapa individu usia lanjut mencerminkan strategi kognitif berpengalaman
untuk mengatasi rasa kehilangan(Potter dan Perry, 2010).

Stresor yang timbul sebagai hasil dari krisis juga memengaruhi kesehatan seseorang. Jika
hasilnya seperti kebingungan identitas, gangguan citra tubuh,harga diri rendah, atau konflik
peran tidak diatasi, maka kemungkinan besar akan menyebabkan penyakit(Potter dan Perry,
2010).

Stresor identitas. Stresor akan memengaruhi identitas seseorang sepanjang hidupnya, tapi
biasanya individu menjadi rentan pada masa remaja. Remaja berusaha menyesuaikan diri
terhadap perubahan fisik, emsional, dan mental akibat proses pematangan, yang menghasilkan
ketidakamanan dan rasa cemas. Hal ini merupakan saat dimana remaja mengembangkan
kompetensi psikososial, termasuk strategi koping(Potter dan Perry, 2010).

5
Orang dewasa biasanya memiliki identitas yang lebih stabil dan lebih kuat dalam
mengembangkan konsep diri. Dibandingkan dengan tekanan personal, budaya, dan tekanan
social memiliki dampak yang lebih besar bagi identitas individu. Sebagai contoh, seorang
dewasa harus dapat menyeimbangkan antara karier dan keluarga,atau membuat pilihan terhadap
kehormatan tradisi keagamaan dari salah satu asal keluarga. Kebingungan identitas (identity
confusions) timbul saat individu tidak dapat mempertahankan kesadaran identitas personal yang
bersih, konsisten, dan terus menerus(Potter dan Perry, 2010).

Stresor bagi citra tubuh. Perubahan dalam penampilan, stuktur, atau fungsi tubuh
memerlukan penyesuaian citra tubuh. Persepsi individu terhadap perubahan dan kepentingan
bentuk tubuh relative akan memengaruhi kehilangan fungsi yang signifikan atau perubahan
dalam penampilan(Potter dan Perry, 2010).

Stressor bagi penampilan peran. Sepanjang kehidupan, individu mengalami berbagai


perubahan peran. Transisi situasional terjadi ketika orang tua, suami/istri, anak-anak atau teman
dekat meninggal atau individu pindah, menikah, bercerai, atau berganti pekerjaan. Penting untuk
mengenali bahwa tekanan selama perubahan mulai dari sakit sampai sehat kembali sama dengan
selama perubahan dari sehat menjadi sakit. Semua transisi ini dapat menyebabkan konflik,
ambigu, ketegangan, atau kelebihan peran(Potter dan Perry, 2010).

Stresor harga diri. Individu dengan harga diri yang tinggi biasanya lebih dapat bertahan
dan beradaptasi dengan kebutuhan dan tekanan secara lebih baik dibandingkan dengan yang
memiliki harga diri rendah. Harga diri rendah menyeebabkan perasaaan kosong dan terpisah
orang lain, dan terkadang menyebabkan depresi, rasa gelisah, atau rasa cemas yang
berkepanjangan. Menurut Wilburn dan Smith (2005) penyakit, operasi, atau kecelakaan, yang
mengubah pola hidup juga mempengaruhi perasaan harga diri. Harga diri yang rendah dan
pengalaman hidup yang penuh tekanan pada masa remaja berpotensi memicu pemikiran dan
perilaku bunuh diri.

2.1.5 Pengaruh Keluarga pada Perkembangan Konsep Diri

Menurut Ruiz (2002) keluarga berperan dalam menciptakan dan memelihara konsep diri
setiap anggotanya(Potter dan Perry, 2010). Menurut Parker dan Benson (2004) secara spesifik,
hubungan tercipta antara orang tua yang merespons masalah dengan hangat dan konsisten, harga

6
diri anak yang positif, dan pencapaian di sekolah(Potter dan Perry, 2010). Dukungan dan monitor
orang tua yang tinggi akan menciptakan harga diri yang tinggi dan perilaku berisiko yang
rendah. Orang tua yang keras, tidak konsisten, atau memiliki harga diri rendah cenderung
menanamkan konsep diri yang negative pada anak-anak mereka. Menurut Birndorf (2005)
komunikasi dan dukungan social yang positif membantu perkembangan harga diri dan
kesejahteraan remaja (Potter dan Perry, 2010).

2.1.6 Pengaruh perawat pada konsep diri klien

Dukungan perawat pada klien dengan gangguan perubahan konsep diri akan membantu
menciptakan perubahan yang positif(Potter dan Perry, 2010). Perawat perlu mengkaji dan
menjelaskan masalah konsep diri terkait dirinya berikut ini:

a) Pikiran dan perasaan tentang gaya hidup, kesehatan, dan penyakit


b) Kewaspadaan terhadap bagaimana komunikasi nonverbal mereka dapat
memengaruhi klien dan keluarga
c) Nilai dan harapan-harapan personal dan bagaimana hal itu mempengaruhi
klien
d) Kemampuan untuk menunjukkan sikap tidak menghakimi
e) Mempertimbangkan sikap terhadap perbedaan budaya dalam konsep diri dan
harga diri

Beberapa klien dengan perubahan penampilan atau fungsi tubuh cenderung sangat
sensitif terhadap respons verbal dan nonverbal dari tim pelayanan kesehatan. Perawat
memberikan pengaruh yang signifikan pada klien dengan menunjukkan kertertarikan dan
penerimaan yang tulus. Mengenal dan memasukkan masalah konsep diri dalam perancanaan dan
intervensi perawatan akan memberikan klien hasil yang positif. Perawat juga memiliki dampak
yang signifikan pada citra tubuh klien. Perilaku nonverbal dapat membantu untuk menunjukkan
tingkat perawatan yang memperhatikan harga diri klien(Potter dan Perry, 2010).

2.2 Kesehatan Spiritualitas

7
2.2.1 Definisi Kesehatan Spritualitas

Menurut McEwan (2005) kata spiritualitas berasal dari bahasa latin spiritusyang berarti
bernafas atau angin. Jiwa memberikan kehidupan bagi seseorang(Potter dan Perry, 2010). Ini
berarti segala sesuatu yang menjadi pusat semua aspek dari kehidupan seseorang. Menurut
Florence Nightingle spiritualitas adalah suatu dorongan yang menyediakan energy yang
dibutuhkan untuk mempromosikan lingkungan rumah sakit yang sehat dan melayani kehidupan
spiritual sama pentingnya dengan melayani kebutuhan fisik (Potter dan Perry, 2010).

Penelitian pelayanan kesehatan menunjukkan hubungan antara spiritualitas dan


kesehatan. Ada keuntungan yang didapatkan ketika individu dapat menggabungkan
kepercayaannya pada kekuatan yang lebih tinggi dan merasakan sumber kekuatan atau
dukungan. Sebagai contoh Spurlock (2005) menemukan bahwa pemberi layanan yang memiliki
tingkat kesejahteraan spiritual lebih tinggi mengalami sedikit beban ketika melakukan perawatan
rumah untuk anggota keluarga yang didiagnosis menderita penyakit Alzhaimer(Potter dan Perry,
2010). Banyak individu menggunakan doa sebagai metode adaptasi karena bersifat efektif dalam
meminimalkan tekanan fisik. Menurut Aaron (2003datang kegereja dan berdoa sering memberi
dampak positif pada kesehatan dan keputusan untuk beradaptasi dalam praktik promosi
kesehatan(Potter dan Perry, 2010).

Menurut Smith (2006) hubungan antara spiritualitas dan penyembuhan tidak begitu
dipahami. Namun, hal tersebut merupakan factor instrinsik individu yang menjadi factor penting
dalam penyembuhan. Kepercayaan dan harapan individu akan mempengaruhi kesjahteraan fisik
dan psikologis seseorang (Potter dan Perry, 2010).

2.2.2 Konsep terkini dalam kesehatan spiritual

Konsep yang menggambarkan kesehatan spiritual begitu beragam. Untuk


menyelenggarakan pelayanan spiritual dan supportif dan penuh arti penting bagi perawatan
untuk memahami konsep-konsep spiritualitas, kesejahteraan spiritual, kepercayaan, agama dan
harapan(Potter dan Perry, 2010).

Spiritualitas. Menurut Mauk dan Schmidt (2004) spiritualitas merupakan konsep


kompleks yang unik pada individu, dan tergantung pada budaya, perkembangan, pengalamaan
hidup, kepercayaan, dan ide-ide tentang kehidupan seseorang. Ada dua karakteristik spiritualitas

8
yang penting disetujui oleh sebagian besar penulis yaitu: (1) merupakan kesatuan tema dalam
kehidupan individu, (2) merupakan keadaan tubuh. Definisi terkini tentang spiritualitas
melibatkan 8 (delapan) batas, tapi konsep-konsepnya saling tumpang tindih(Potter dan Perry,
2010).

SPIRITUALITAS
Energi
Harmoni dan
Transedensi diri
kedamaian nurani

INDIVIDU

Kekuatan batiniah Keterhubungan

Keyakinan dan Kepercayaan


nilai-nilai

Realitas Eksistensial

Spiritualitas memberikan individu energyyang dibutuhkan untuk menemukan diri mereka, untuk
beradaptasi dengan situasi yang sulit, dan untuk memelihara kesehatan. Menurut Chiu (2004)
energi yang berasal dari spiritualitas membantu klien merasa sehat dan membantu membuat
pilihan sepanjang kehidupan (. Transedensi diri atau self transcendence adalah kepercayaan yang
merupakan dorongan dari luar dan lebih besar dari individu. Spiritualitas melibatkan realitas

9
eksistensial yang menyediakan pengalamaan yang unik dan subjektif bagi semua individu.
Perjalanan sepanjang hidup seseorang membuat individu menemukan dan membangun rasa arti
dan tujuan hidup. Menurut Delgado (2005) pencarian tujuan biasanya dihubungkan dengan
pekerjaan atau oengalaman hidup. Menurut Chiu (2004) realitas eksistensial membantu individu
bersama dengan yang tidak terduga yang memperbolehkan individu untuk mencintai, menghibur
dan memaafkan orang lain). Ada individu yang tidak mempercayai adanya tuhan (ateis) atau
yang percaya bahwa tidak ada keyakinan kenyataan akhir yang tidak diketahui
(agnostic).Menurut Taylor(2002)ini tidak berarti bahwa spiritualitas bukan merupakan konsep
penting bagi ateis dan agnostic. Ateis mencari arti kehidupan melalui pekerjaan mereka dan
hubungan mereka dengan orang lain(Potter dan Perry, 2010).

Kesejahteraan Spiritual. Konsep kesejahteraan spiritual (SpiritualWell-Being) sering


digambarkan memiliki dua dimensi. Dimensi vertical mendukung hubungan yang melampaui
antara individu dan tuhan atau beberapan kekuasaan tertinggi lainnya. Menurut Gray (2006)
dimensi horizontal menggambarkan hubungan positif yang menghubungkan individu dengan
orang lain (Potter dan Perry, 2010). Kesejahteraan spiritual memiliki efek yang positif pada
kesehatan. Kesejahteraan spiritual akanmenciptakan kesehatan spiritual.

Kepercayaan merupakan agama dan budaya atau istitusional, seperti yahudi, Buddha,
islam, atau Kristen.Menurut Benner (1985) kepercayaan juga berbentuk hubungan dengan dewa,
kekuatan tinggi, otoritas, atau jiwa yang menggabungkan kepercayaan yang beralasan
(keyakinan) dan kepercayaan yang terpercaya (tindakan). Kepercayaan juga merupakan sesuatu
dimana seseorang memilih untuk hidup. Menurut Perry (2004) keyakinan yang timbul bersama-
sama dengan kepercayaan akan menimbulkan transedensi diri.Banyak klien yang sedang sakit
memiliki pandangan yang positif tentang hidup dan mengikuti kegiatan setiap harinya
dibandingkan dengan menyerahkan diri mereka pada gejala penyakit(Potter dan Perry, 2010).

Menurut Tanyi (2002) agama merupakan system kepercayaan yang terorganisasi dan
pemujaan yang dipraktikkan seseorang untuk mengekspresikan spiritualitas dari luar(Potter dan
Perry, 2010). Menurut McSherry (2004) individu dari agama yang berbeda memandang
spiritualitas secara berbeda pula(Potter dan Perry, 2010). Sebagai contoh seorang yang beragama
Buddha mempercayai empat kebenaran mulia, yaitu : hidup dalam penderitaan; penderitaan
disebabkan oleh ketergantungan; penderitaan dapat dihilangkan dengan menghilangkan

10
ketergantungan; dan untuk menghilangkan ketergantungan dan penderitaan, seseorang harus
mengikuti delapan rangkap jalan. Menurut Mauk dan Schmidt (2004) jalan tersebut adalah
pemahaman, tujuan, bicara, tindakan, mata pencaharian, usaha, kesadaran, dan konsentrasi yang
benar(Potter dan Perry, 2010). Jalan kecil ini meningkatkan kebijaksanaan, perilaku moral, dan
meditasi

Harapan. Menurut Buckly dan Herth (2004) spiritualitas dan kepercayaan mengandung
harapan.Menurut Buckly dan Herth (2004) harapan merupakan konsep multidimensional yang
memberikan kenyamanan selama individu menjalani situasi yang mengancam hidup,
penderitaan, dan tantangan personal lainnya (Potter dan Perry, 2010).Harapan sangat
berhubungan dengan kepercayaan. Harapan adalah energy, memberikan individu motivasi untuk
mencapai sumber daya yang diguanakan pencapaian tersebut.

2.2.3 Kesehatan Spiritual

Kesehatan Spiritual. Individu mendapat kesehatan spiritual dengan menemukan


keseimbangan antara nilai- nilai, tujuan, kepercayaan mereka, serta hubungan dalam diri mereka
dan hubungan dengan orang lain. Sepanjang kehidupannya, individu menanamkan banyak nilai
spiritual, menjadi lebih menyadari arti, tujuan, dan nilai-nilai hidup. Saat mengalami tekanan,
penyakit, kehilangan atau pemulihan,Menurut McEvoy (2003) individu biasanya akan
menggunakan cara sebelumnya atau menyesuaikan diri dengan keadaan(Potter dan Perry, 2010).
Kepercayaan spiritual berubah selama klien tumbuh dan berkembang. Perawat yang memahami
kepercayaan spiritual akan mampu merawat dan memberi kenyamanan pada anak. Kemampuan
untuk merawat orang lain dan diri sendiri dengan penuh arti merupakan bukti spiritual yang
sehat(Potter dan Perry, 2010).

2.2.4 Masalah Spiritual

Ketika sakit, kehilangan, dukacita, atau perubahan hidup yang besar, individu
menggunakan sumber daya spiritual untuk membantu mereka beradaptasi atau menimbulkan
kebutuhan dan masalah spiritual. Menurut Nanda International (2007) tekanan spiritual adalah,
gangguan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan asti dan tujuan hidup melalui

11
hubungan dengan diri sendiri, orang lain, kesenian, music, literature, alam, dan/atau kekuatan
lebih tinggi dari diri sendiri (Potter dan Perry, 2010).

.Tekanan spiritual juga timbul saat ada konflik antara kepercayaan seseorang dan regimen
kesehatan yang diresepkan atau ketidak mampuan untuk mempraktikkan ritual seperti biasanya.

Penyakit akut. Keadaan spiritualitas klien memengaruhi bagaimana klien beradaptasi


dengan penyakit yang tiba-tiba dan seberapa cepat klien beralih ke masa pemulihan. Menurut
Grant (2004) perawat menggunakan pengetahuan kesejahteraan individu dan menerapkan
intervensi spiritual untuk memaksimalkan perasaan damai dan penyembuhan dari dalam (Potter
dan Perry, 2010).

Penyakit kronis. Penyakit terminal biasanya menyebabkan ketakutan terhadap nyeri fisik,
isolasi, hal yang tak terduga, dan kematian. Penyakit terminal menciptakan ketidak pastian
tentang apa arti kematian dan membuat klien rentan terhadap tekanan spiritual. Individu yang
mengalami penyakit terminal biasanya yang menyembuhkan diri mereke meninjau ulang
kehidupan mereka dan mengajukan pertanyaan tentang artinya. Pertanyaan yang sering mereka
anjukan adalah “mengapa ini terjadi pada saya?” atau “apa yang telah keluarga dan teman sama
banyaknya dengan klien”. Menurut Peters dan Selick (2006) menyelenggarakan pelayanan
holistic merupakan hal yang penting karena kematian merupakan bagian dari kehidupan yang
meliputi kehidupan fisik, social, psikologis, dan kesehatan spiritual(Potter dan Perry, 2010).

Pengalaman mendekati kematian, beberapa perawat akan merawat klien yang memiliki
pengalaman mendekati kematian (Near-death experience). NDE merupakan fenomena psikologis
individu yang mendekati kematian klinis yang telah dipulihkan setelah ditetapkan meninggal.
Hal ini tidak ada hubungannya dengan kelainan mental. Sebagian besar individu
menggambarkan mereka melewati sebuah terowongan ke suatu cahaya yang sangat terang
menemui seseorang yang membawa mereka dalam kematian dan merasakan ketenangan dan
kedamaian dari dalam. Menurut James (2004) selain berpindah kea rah cahaya, individu belajar
bahwa ini bukan saatnya bagi mereka untuk meninggal, dan mereka kembali hidup (Potter dan
Perry, 2010).

12
Klien yang mengalami NDE sering merasa segan untuk mendiskusikannya, dia berpikir
bahwa keluarga atau pemberi layanan tidak mengerti. Namun, individu yang mengalami NDE
yang mendiskusikannya dengan keluarga atau pemberi layanan menemukan penerimaan dan arti
dari pengalaman penuh kekuatan tersebut. Mereka sering tidak merasa takut lagi terhadap
kematian. Setelah klien selamat dari NDE penting untuk tetap terbuka dan memberikan klien
kesempatan untuk menggali apa yang telah terjadi. Menurut James (2004) memberikan
dukungan jika klien memutuskan untuk berbagi pengalaman dengan orang-orang terdekat
(Potter dan Perry, 2010).

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesehatan spiritual berkaitan erat dengan dimensi lain dan dapat dicapai jika
terjadi keseimbangan dengan dimensi lain (Psikologis, fisiologis, sosiologis, kultural). Kesehatan
spiritual sangan berpengaruh terhadap koping yang dimiliki individu. Semakin tinggi tingkat
spiritual individu, maka koping yang dimiliki oleh individu tersebut juga akan semakin
meningkat. Sehingga mampu meningkatkan respon adaptif terhadap berbagai perubahan yang
terjadi pada diri individu tersebut. Peran perawat adalah bagaimana perawat mampu mendorong

13
klien untuk meningkatkan spiritualitasnya dalam berbagai kondisi. Sehingga klien mampu
menghadapi, menerima dan mempersiapkan diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi pada
individu tersebut.

3.2 Saran

Peningkatan spiritualitas dalam diri setiap individu sangat penting untuk diupayakan.
Upaya untuk melakukan peningkatan spiritualitas dapat dilakukan dengan berbagai cara
misalnya dengan latihan yoga dan melakukan meditasi. Penting juga diperhatikan pemenuhan
nutrisi spiritual. Hal tersebut tentunya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, akan
lebih baik jika dilaksanakan secara berkesinambungan. Dengan meningkatkan spiritualitas
dlamdiri maka koping yang kita miliki juga akan meningkat. Sehingga mampu berperilaku dan
mempertahan kesehatn dalam kondisi yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Perry, Potter. 2010. Fundamental Keperawatan, Buku 2, Edisi 7 .Jakarta: Salemba Medika

Novilita, Hairina.2013.Konsep Diri Adversity Quotient dan Kemandirian belajar siswa. Jurnal
Psikologi, Volume 8 No.1, 619-632

14

Anda mungkin juga menyukai