Anda di halaman 1dari 29

BAB V

DAMPAK MASIF KORUPSI DAN UPAYA PEMBERANTASAN


KORUPSI DI ERA DIGITAL

A. Pengertian korupsi

Korupsi berasal dari Bahasa latin ‘’corruptio’’ dan dipakai oleh


Aristoteles dalam bukunya de generatione et corruptione, yang berarti
perubahan atau penurunan dan tidak ada kaitannya dengan kata kekuasaan dan
uang. Kata ‘’korupsi’’ ini kemudian mengalami pergeseran dan Lord Action
menghubungkan dengan kekuasaan sebagaimana terdapat dalam suratnya
sebagai Uskup Mandell Creighton tanggal 13 April 1887 yang berbunyi
‘’power tends corrupt and absolute power corrupts absolutely’’. Sejak inilah
korupsi kemudian senantiasa dikaitkan dengan kekuasaan dan perbuatan yang
merugikan kepentingan publik atau masyarakat untuk kepentingan kelompok
tertentu.1

Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana mana.


Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara dihadapkan pada masalah
korupsi. Tidak berlebihan jika pengertian korupsi selalu berkembang dan
berubah sesuai dengan perubahan zaman.

Menurut World Bank dalam Hari yakni mengemukakan bahwa korupsi adalah
setiap transaksi antar pelaku dari sektor swasta dan sektor publik melalui
utilitas bersama yang secara illegal ditransformasikan menjadi keuntungan
pribadi. Menurut transparency international, korupsi besar terdiri dari
tindakan yang dilakukan pemerintah yang mendistorsi kebijakan atau fungsi

1
Maulana, Z.Persepsi Masyarakat terhadapFaktor-faktor yang Mempengaruhi Korupsi Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Aceh Utara. (Jurnal Manajemen Dan KeuanganUnsam,
2016 ),. Hal. 573-581.
utama negara, yang memungkinkan para pemimpin untuk mendapatkan
keuntungan dengan mengorbankan kepentingan publik.2

Menurut Syed Hussein Al atas dalambukunya “Corruption and the


Distinct of Asia” menyatakan “bahwa tindakan yang dapat dikategorikan
sebagai korupsi adalah penyuapan, pemerasan, nepotisme, dan penyalah
gunaan kepercayaan atau jabatan untuk kepentingan pribadi. Manifestasi dari
sebuah perilaku bisa dikategorikan sebagai praktek korupsi, menurut Husein
Alatas, apabila memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Korupsi selalu melibatkan lebih dari satu orang.


2. Korupsi pada umumnya dilakukan penuh kerahasiaan.
3. Korupsi melibatkan elemen saling menguntungkan dan saling
berkewajiban.
4. Pihak-pihak yang melakukan korupsi biasanya bersembunyi dibalik
justifikasi hukum.
5. Pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi adalah pihak yang berkepentingan
terhadap sebuah keputusan dan dapat mempengaruhi.
6. Tindakan korupsi adalah penipuan baik pada badan publik atau
masyarakat umum.
7. Setiap tindak korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
8. Setiap tindak korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontra diktif dari
mereka yang melakukan korupsi.
9. Suatu perubahan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggung
jawaban dalam tatanan masyarakat.3

2
Hariyani, H.F., dan Priyarsono, Dominicus Savino, Asmara, A. Analisis factor-faktor yang
mempengaruhiKosupsi di Kawasan Asia Pasifik. ( Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan ,
2016)., hal 32-44
3
Sayed HuseinAlatas, dikutipdari, Farid R. Faqih, mendulangRente di Lingkar Istana,
JurnalIlmuSoisalTransformatif, WacanaKorupsiSengketaantara Negara dan Modal, Edisi 14, tahun
III, 2002, hal 117
B. FaktorPenyebabKorupsi

1. Perilaku individu

Jika dilihat dari sudut pandang pelaku korupsi, karena koruptor


melakukan tindakan korupsi dapat berupa dorongan internal dalam bentuk
keinginan atau niat dan melakukannya dengan kesadaran penuh. Seseorang
termotivasi untuk melakukan korupsi, antara lain karena sifat rakus
manusia, gaya hidup konsumtif, kurangnya agama, lemahnya moralitas
dalam menghadapi godaan korupsi, dan kurangnya etika sebagai
pejabat.4Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2001 jo Undang Undang
No. 31 Tahun 1999 korupsi dilakukan karena dipaksakan karena tidak
memiliki uang untuk memenuhi kehidupan sehingga korupsi menjadi
alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.5Tetapi, sangat irasional jika
pejabat negara tidak memiliki uang karena pada kenyataannya pejabat
pemerintah dibayar oleh negara dengan nilai yang cukup tinggi sekitar
puluhan juta rupiah dan bahkan ratu sanjuta rupiah setiap bulan. Penyebab
sebenarnya adalah kepuasan dengan gaji, kepuasan gaji didasarkan pada
gagasan bahwa seseorang akan puas dengan gajinya ketik apersepsi gaji
dan apa yang mereka anggap tepat.6

2. FaktorKeluarga

Masalah korupsi biasanya dari keluarga. Biasanya itu terjadi


karena tuntutan isteri atau memang keinginan pribadi yang berlebihan. Hal
yang menjadikan posisi dia duduk sebagai ladang untuk memuaskan
kepentingan pribadi keluarganya. Keluarga harus menjadi benteng
tindakan korupsi, tetapi kadang-kadang penyebab korupsi sebenarnya
berasal dari keluarga. Jadi, keluarga sebenarnya bertanggung jawab atas
4
MohYamin, Pendidikan Anti Korupsi, (Bandung: PT RemajaRosdakarya Offset, 2016), hlm. 46.
5
FirmaSulistiyowati, PengaruhKepuasanGaji dan Kultur
OrganisasiTerhadapPersepsiAparaturPemerintahan Daerah TentangTindakPidanaKorupsi,
JurnalAkuntansi dan Auditing Indonesia, Volume 11, Number 1, June 2007.
6
MohYamin, Pendidikan Anti…Op.Cit., hlm. 61.
tindakan korupsi yang dilakukan oleh suami atau kepala rumah tangga.
Karena itu, keluarga sebenarnya ada di dua sisi, yaitu sisi negatif dan sisi
positif. Jika keluarga adalah pendorong korupsi, keluarga berada di sisi
negatif, sedangkan jika keluarga menjadi benteng tindakan korupsi,
keluargaberada di sisi positif dan ini merupakan faktor yang sangat
penting dalam mencegah korupsi.

3. Faktor Pendidikan

Korupsi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para intelektual.


Pejabat rata rata yang terjebak dalam kasus korupsi adalah mereka yang
berpendidikan tinggi, pendidikan tinggi seharusnya membuat mereka tidak
melakukan korupsi, seperti yang dikatakan Kats dan Hans bahwa peran
akademisi tampaknya masih paradoks. Memang pada kenyataannya para
pelaku tindak pidana korupsi adalah para intelektual yang sebelum
melakukan tindakannya telah melakukan persiapan dan perhitungan yang
cermat sehingga mereka dapat memanipulasi hukum sehingga kejahatan
tersebut tidak terdeteksi.7 Meskipun dalam konteks universal, pendidikan
bertujuan untuk meningkatkan martabat manusia. Oleh karena itu,
rendahnya tingkat pemahaman tentang pendidikan sebagai langkah untuk
memanusiakan manusia, pada kenyataannya lebih jauh melahirkan para
kerdil yang berpikiran kecil dan mereka sibuk mencari keuntungan sendiri
dan mengabaikan kepentingan bangsa. Karena alasan ini, pendidikan
moral sangat dibutuhkan sejak dini untuk meningkatkan moral generasi
bangsa ini.8

4. Sikap Kerja

Tindakan korupsi juga bisa datang dari sikap bekerja dengan


pandangan bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus dapat melahirkan

7
Habib SultonAsnawi, MembongkarParadigmaPositivisme Hukum dalamPemberantasanKorupsi
di Indonesia PemenuhanHakAsasiManusiadalam Negara Hukum, Supremasi Hukum, Volume 2.
Number 2, December 2013, hlm. 350.
8
MohYamin, Pendidikan Anti…Op.Cit., hlm. 61.
uang. Biasanya yang ada dalam pikiran mereka sebelum melakukan
pekerjaan adalah apakah mereka akan mendapat untung atau tidak, untung
atau rugi dan sebagainya. Dalam konteks birokrasi, pejabat yang
menggunakan perhitungan ekonomi semacam itu pasti tidak akan
menyatukan manfaat. Sebenarnya yang terjadi adalah bagaimana masing
masing pekerjaan bertujuan menghasilkan keuntungan sendiri.9

5. Hukum dan Peraturan

Tindakan korupsi akan dengan mudah muncul karena undang-


undang dan peraturan memiliki kelemahan, yang meliputi sanksi yang
terlalu ringan, penerapansanksi yang tidak konsisten dan sembarangan,
lemahnya bidang revisi dan evaluasi legislasi. Untuk mengatasi kelemahan
ini di bidang revisi dan evaluasi, pemerintah mendorong para pembuat
undang-undang untuk sebelumnya mengevaluasi efektivitas undang-
undang sebelum undang-undang dibuat.

Sikap solidaritas dan kebiasaan memberi hadiah juga merupakan


faktor penyebab korupsi. Dalam birokrasi, pemberian hadiah bahkan telah
dilembagakan, meskipun pada awalnya itu tidak dimaksudkan untuk
mempengaruhi keputusan. Lembaga eksekutif seperti bupati/ walikota dan
jajarannya dalam melakukan tindak korupsi tidak melakukannya sendiri,
tetapi ada persekongkolan dengan pengusaha atau kelompok kepentingan
lain, seperti dalam menentukan tender pengembangan wirausaha ini.
Walikota, setelah terpilih kemudian mereka bersama dengan DPRD,
bupati/walikota membuat kebijakan yang hanya menguntungkan kolega,
keluarga atau kelompok mereka. Kelompok kepentingan atau pengusaha
dengan kemampuan melobi pejabat pemerintah dengan memberikan
hadiah hibah, suap, atau berbagai bentuk hadiah yang memiliki motif
korup dengan maksud meluncurkan kegiatan bisnis yang bertentangan
dengan kehendak rakyat. Sehingga terjadinya kasus korupsi dalam APBD

9
Ibid.,,
dapat disimpulkan salah satu alasannya adalah lemahnya aspek
legislasi.10Sementara, menurut teori Ramirez Torres, korupsi adalah
kejahatan perhitungan, bukan hanya keinginan. Seseorang akan melakukan
tindakan korupsi jika hasil korupsi akan lebih tinggi dan lebih besar dari
hukuman yang didapat.11

Salah satu faktor lemah dari sanksi pidana dalam Undang-Undang


No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
telah diperbarui dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. Salah satu
kelemahan mendasar adalah perumusan sanksi pidana yang minimal tidak
khusus. sebandingdengansanksipidanamaksimal. Sangat tidaklogis dan
tidaksesuaidengan rasa keadilan jika bentuk pidana maksimal penjara
seumur hidup dan hukuman minimum adalahpenjara 1 tahun sebagaimana
diatur dalamUndang-Undang Korupsi.12Salah satu penyebab kegagalan
peradilan pidana dalam pemberantasan tindak pidana korupsi adalah cara
hukum yang legalistik-positivistik.13

6. Faktorpengawasan
Pengawasan dibagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal yang
dilakukan langsung oleh pimpinan dan pengawasan eksternal yang
dilakukan oleh instansi terkait, publik dan media. Pengawasan oleh
lembaga terkait bisa kurang efektif karena ada beberapa faktor, termasuk
pengawas yang tidak profesional, pengawasan yang tumpang tindih di
berbagai lembaga, kurangnya koordinasi antara pengawas, pengawas yang
tidakpatuh pada etika hukum atau etika pemerintah. Hal ini menyebabkan
pengawas sering terlibat dalam praktik korupsi. Padahal pengawasan

10
Isa Wahyudi, “AnalisisFaktor-Faktor yang MempengaruhiKorupsiAnggaranPendapatanBelanja
Daerah di Malang Raya”, Online Article, hlm. 2, online at https://www.academia.edu/3097182/
ANALISIS-FAKTOR-FAKTOR-YANG-MEMPENGARUHI-KORUPSI-ANGGARAN-
PENDAPATAN-BELANJA-DAERAH-APBD-DI-MALANG-RAYA?auto=download.
11
Bambang Waluyo, OptimalisasiPemberantasanKorupsi di Indonesia, JurnalYuridis, Volume 1,
Number 2, December 2014, hlm. 174.
12
Benny K. Harman, Langkah-Langkah StrategisMemberantasKorupsi di Indonesia,
JurnalMasalahMasalah Hukum, Volume, 40, Number 4, October 2011, hlm. 434.
13
Habib SultonAsnawi, MembongkarParadigma…Op.Cit., hlm. 350.
eksternal oleh masyarakat dan media juga masih lemah. Untuk alasan ini,
diperlukan reformasi hukum dan peradilan serta dorongan dari masyarakat
untuk memberantas korupsi dari pemerintah.14Semakin efektif sistem
pengawasan, semakin kecil kemungkinan korupsi akan terjadi. Sebaliknya,
jika korupsi benar-benar meningkat, itu berarti ada sesuatu yang salah
dengansistempemantauan.15
7. faktor politik

Praktik korupsi di Indonesia dilakukan di semua bidang, tetapi


yang paling umum adalah korupsi di bidang politik dan pemerintahan.
Menurut Daniel S. Lev, politik tidak berjalan sesuai dengan aturan hukum,
tetapi terjadi sesuai dengan pengaruh uang, keluarga, status sosial, dan
kekuatan militer. Pendapat ini menunjukkan korelasi antara faktor-faktor
yang tidak berfungsi dari aturan hukum, permainan politik, dan tekanan
dari kelompok korupsi yang dominan.16Penyalahgunaan kekuasaan publik
juga tidak selalu untuk keuntungan pribadi, tetapi juga untuk kepentingan
kelas, etnis, teman, dan sebagainya. .Bahkan, di banyak negara beberapa
hasil korupsi digunakan untuk membiayai kegiatan partai politik.17

Praktik politik kotor tentu menghasilkan banyak masalah baru bagi


kegagalan memberantas korupsi. Karena politik yang kotor ini adalah
penyebab tindak korupsi baik yang rendah, sedang maupun besar. Tentu
saja, bagaimana hal itu akan melahirkan negara yang beradab, sementara
praktik politik yang kotor telah menyebar di mana-mana, baik diatas

14
J. Smith, K. Obidzinski, Subarudi, and I. Suramenggala, “Illegal Logging Collusive Corruption
and Fragmented Governments in Kalimantan Indonesia”, The International Forestry Review,
2003, hlm. 294
15
1Sri Yuliani, KorupsiBirokrasiFaktorPenyebab dan Penanggulannya, Online Article, hlm. 5,
http:// sriyuliani.staff.fisip.uns.ac.id/wp-content/uploads/sites/10/2011/06/KORUPSI-blog.pdf.
16
2Iza Rumesten, KorelasiPerilakuKorupsiKepala Daerah denganPilkadaLangsung,
JurnalDinamika Hukum, Volume 14, Number 2, May 2014, hlm. 353.
17
Vito Tanzi, Corruption around The Word Causes Conseques Scope & Cures, a Working Paper of
International Monetary Fund, May 1998, hlm. 560., available online at
https://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/ wp9863.pdf
maupun dibawah telah memberikan kontribusi buruk bagi bangsa-
bangsa.18

C.Kebijakan pemberantasan Korupsi

Kebijakan politik dalam pemberantasan korupsi dari masa ke masa


dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni era orde baru dan era reformasi.
Zaman orde baru, terdapat beberapa peraturan yang dikeluarkan dalam rangka
pemberantasan korupsi, yakni:

1. Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 tentang Pembentukan Tim


Pemberantasan Korupsi tanggal Desember 1967.

2. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1970 tentang Pembentukan Komisi


Empat tanggal 31 Januari 1970.

3. Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1970 tentang Pengangkatan Dr.


Mohammad Hatta sebagai Penasehat Presiden dalam bidang
Pemberantasan Korupsi tanggal 31 Januari 1970

4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi tanggal 29 Maret 1971.

Pada zaman reformasi, belajar dari pengalaman orde baru, di era ini
merespon dengan cepat terhadap tuntutan pemberantasan korupsi, kolusi
dan nepotisme dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pemberantasan korupsi.19Peraturan tersebut antara lain
yakni:

18
MohYamin, Pendidikan Anti…Op.Cit., hlm. 61.
19
Akhiar Salmi, 2011, “KebijakanPolitikDalamPemberantasanKorupsi Dari Masa ke
Masa”, Maria Hartiningsih (ed), dalamKorupsi yang Memiskinkan, Jakarta: Kompas, hlm
265.
1. Undang-undangNomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,
disahkan dan diundangkan pada tanggal 19 Mei 1999
2. Undang-UndangNomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, disahkan dan diundangkan pada tanggal 16 Agustus
1999.
3. Undang-UndangNomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang UndangNomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 November
2001.
4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, disahkan dan diundangkan pada tanggal 27
Desember 2002
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United
Nations Convention Against Corruption, 2003. Disahkan dan
diundangkan pada tanggal 18 April 2006.
6. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi, disahkan dan diundangkan pada tanggal 29 Oktober
2009.

KPK lahir pada zaman pemerintahan Megawati. KPK muncul


sebagai lembaga pemberantasan korupsi paling efektif dalam sejarah
modern Indonesia. meskibegitu, Megawati tidak menunjukkan
tekadnyadalam mengupayakan reformasi tata kelola pemerintahan
fundamental lebihjauh.20Tiga tahun pemerintahan Megawati, justru syarat
dengan dugaan korupsi yang menguras modal politiknya, yang berujung
dengan kekalahan dalam pemilu tahun 2004.21ketika SBY menjadi Presiden
pertama yang dipilih langsung oleh rakyat pada tahun 2004, muncul
harapan yang tinggi di antara pemilih bahwa akan memenuhi janji untuk

20
VisnuJuwono, MelawanKorupsi Sejarah PemberantasanKorupsi di Indonesia 1945-2014,
Jakarta: KepustakaanPopuler Gramedia, 2018, hlm.186.
21
Ibid
memberantas korupsi dan mendorong reformasi tata kelola pemerintahan
yang baik.22 pada masa Presiden SBY yang pertama, terjadi beberapa
kemajuan dalam reformasi tata kelola pemerintahan yang didorong oleh
para menteri profesional di bidang ekonomi maupun sektor-
sektorkeamanan dan lembaga-lembaga lain.23 Akan tetapi, pengamat juga
mengkritisi kelemahan politik SBY dengan memilih ‘reformasi hatihati’,
sehingga korupsi tetap problematis.24

Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi


salah satu penyebab terpuruknya keuangan negara. Hal ini disebabkan
karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik, masif dan terstruktur
sehingga bukan saja merugikan kondisi keuangan negara, tetapi juga telah
melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Korupsi
tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.25

Upaya pemberantasan korupsi semakin meningkatakan tetapi


masalah korupsi belum dapat segera diatasi. Berdasarkan survei
Transparency International pada tahun 2012, Indeks Persepsi Korupsi
(Corruption Perception Index/CPI) di Indonesia menempati angka 118 dari
176 Negara. Terakhir pada tahun 2014, Indonesia berada pada urutan ke-
107 denganskor 3.4.26 Indonesia masih termasuk dalam perangkat negara
yang yang tingkat korupsinya tinggi di seluruh dunia. Indeks negara hukum
Indonesia pada tahun 2014 27
menunjukkan angka pada 5,32 setelah
sebelumnya pada tahun 2013 28berada pada angka 5,12. Pada tahun 2015,
berada pada nilai 5,32 poin, meningkat dari tahun 2014 sebesar 5,18.29Pada
22
Ibid., hlm. 241.
23
Ibid., hlm 245
24
Ibid, hlm. 244-245
25
Eva Artanti, Op.Cithlm. 1
26
http://riset.ti.or.id/category/indonesia-corruption-perceptiob-index/
27
Andri Gunawan, dkk, Indeks Negara Hukum Indonesia 2014, Jakarta: Indonesian Legal
Rountable, 2014, hlm. 91.
28
Andri Gunawan, dkk, Indeks Negara Hukum Indonesia 2013, Jakarta: Indonesian Legal
Rountable, 2013, hlm. 71.
29
9 Diaksesdari website Indonesian Legal Rountable, www.ilr.or.id
tahun 2016 denganskor 5,31. Pada tahun 2017 mengalami kenaikan
dibandingkan tahun 2016, dengan Indeks negara hukum Indonesia 5,85.

D. KendalaPemberantasanKorupsi

Tantangan untuk KPK Menghadapi realita dan fenomena korupsi yang


kuat di pusat, dan desentralisasi korupsi di daerah yang sering kali secara
langsung merugikan masyarakat, maka KPK sesungguhnya mendapat
tantangan yang tidakkecil. Selamaini KPK sudah berhasil menangani
sejumlah kasus korupsi besar yang dalam pandangan publik tidak mungkin
pernah terpikirkan akan bisa ditangani tanpa adanya KPK, seperti korupsi
yang dilakukan oleh Menteri, Gubernur Bank Indonesia, anggota
DPR/DPRD, Kepala Daerah, bahkan bagian dari keluarga Presiden RI.

Memang harus diakui, KPK sudah memberikan perspektif dan harapan


baru dalam pemberantasan korupsi. Akan tetapi kritik terhadap KPK pun
bukannya tidak ada. Konsistensi KPK untuk focus pada kasus-kasus
korupsi dengan kerugian keuangan Negara yang tinggi sesuai dengan
target perolehan asset recovery yang maksimal tampaknya belum
dikerjakan secara serius oleh lembagaini. Hingga 2010, kasus dengan
kerugian Negara yang tinggi baru disentuh di sektor Kehutanan, yaitu di
Kalimantan Timur dan Pelalawan Riau. Akan tetapi, dalam kasus
Pelalawan KPK tidak berhasil mengembalikan secara maksimal kerugian
Negara yang dinikmati 15 perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari
kebijakan koruptif pemerintahan daerah. Kasus korupsi di sektor
Pertambangan pun belum ada yang sampai di tingkat penyidikan.
Kedepan, diharapkan KPK secara serius masuk di sektor-sektor sumber
daya alam mini, selain juga reformulasi strategi untuk prioritas pada mega
korupsi, terutama terkait dengan pemenuhan tugas koordinasi dan
supervisi.

Catatan lain yang menjadi tantangan KPK dan tantangan bangsa ini adalah
terus terjadinya corruptors fight back terhadap KPK. Delegitimasi dilakukan
dengan berbagaicara, baik dengan sarana hukum yang demokratis seperti
mengajukan Judicial Review keMahkamah Konstitusi RI, revisi UU KPK
untuk pembubaran dan pelemahan KPK, dan tekanan, intervensi serta
delegitimasi institusi KPK di ruang politik. Upaya pelemahan yang sama juga
pernah terjadi untuk sejumlah lembaga anti korupsi sebelum KPK ada,
sebagian dari tujuh institusi yang pernah ada tersebut dibubarkan ketika
hendak menyentuh korupsi kekuasaan.30

Dari hasil penelitian terdahulu diketahui bahwa berbagai kendala


dalam proses penanganan perkara pidana korupsi oleh korporasi di Kejaksaan
Negeri Bandar Lampung,31yakni sebagai berikut:

1. Faktor Hukum Substansi hukum (legal substance) merupakan aturan,


norma dan pola perilaku manusia yang berada di dalam sistem hukum.
Substansi hukum (legal substance) berarti produk yang dihasilkan oleh
orang yang berada di dalam sistem hukum itu, baik berupa keputusan
yang telah dikeluarkan maupun aturan aturan baru yang hendak disusun.
Substansi hukum (legal substance) tidakhanya pada hukum yang tertulis
(law in the book), tetapi juga mencakup hukum yang hidup di dalam
masyarakat. Operasi tangkap tangan (OTT) merupakan tindakan yang
dilakukan oleh KPK dalam rangka penanganan tindak pidana korupsi.
Dalam pelaksanaan OTT, sering kali mengalami kendala-kendala teknis
dan non teknis. Ditinjau dari segi faktor hukum, pelaksanaan OTT oleh
KPK masih mengalami hambatan. Firli menyatakan bahwa salah satu
hambatan KPK dalam OTT yakni belum adanya kesamaan persepsi antara
KPK dengan masyarakat mengenai OTT, mengingat OTT sendiri tidak
dikenal dalam KUHAP, sering kali tindakan OTT dianggap tidak sah
karena tidak diatur di dalam KUHAP

30
Febri Diansyah, LaporanPenelitian, “PenguatanPemberantasanKorupsimelaluiFungsiKoordinasi
dan SupervisiKomisiPemberantasanKorupsi (KPK),” Indonesia Corruption Watch (2011).
31
Putu DiahTrisnaPradanaSuari, “Peran KPK
dalamMelakukanOperasiTangkapTanganTerhadapPejabat Publik, JurnalFakultas Hukum
Universitas Lampung (2019).
2. Faktor Penegak Hukum Penegakan hukum tentu sangat bergantung pada
individu/orang yang bekerja sebagai penegak hukum di instansi
penegakan hukum salah satunya KPK. Ditinjau dari segi penegak hukum,
pelaksanaan Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan KPK tidak
mengalami hambatan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 UndangUndang
No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK
mempunyai lima tugasyakni, pertama KPK melakukan koordinasi dengan
instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi. Kedua, KPK dapat melakukan upaya super visi atau
pendampingan terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi. Ketiga, KPK melakukan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Keempat, KPK kemudian melakukan tindakan pencegahan tindak pidana
korupsi. Kelima, KPK melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan
pemerintahan negara
3. Faktor Sarana atau FasilitasPendukung Sarana atau fasilitas sebagai salah
satufaktor yang mempengaruhi penegakan hukum antara lain mencakup
tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik,
peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan sebagainya. Tanpa
adanya sarana dan fasilitas, tidak akan mungkin penegak hukum
menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Firli
menyatakan bahwa, terkait fasilitas yang dimiliki Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sejauhinicukupmapan. Termasuk fasilitas pendukung
dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dimiliki KPK sejauh ini
tidak menjadi hambatan, dengan kata lain KPK punya fasilitas yang
mumpuni yang mendukung Operasi Tangkap Tangan (OTT). Erna Dewi,
menyatakan bahwa sebagai lembaga super power dalam pemberantasan
korupsi, tidak mengherankan jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
memiliki sarana dan fasilitas yang baik. Namun tugas dan kewenangan
yang dimiliki KPK sebagai lembagain dependen negara yang cukup luas
mencakup banyak hal tidak berbanding lurus dengan munculnya kasus
korupsi di Indonesia. Kasuskorupsi di Indonesia sudah merajalela ini
merupakan masalah serius, terorganisir yang telah menimbulkan masalah
dan ancaman serius.
4. Faktor Masyarakat Masyarakat merupakan salah satuelemen yang
mempengaruhi penegakan hukum, oleh karena itu untuk mewujudkan
penegakan hukum yang baik harus melibatkan masyarakat. Soerjono
Soekanto dan Mustafa Abdullah menyatakan:“Dijadikannya warga
masyarakat sebagai salah satufaktor yang mempengaruhi penegakan
hukum, karena efektifitas penegakan hukum sangat tergantung pada
kepatuhan hukum masyarakat. Sebab, bagaimana pun baiknya peraturan
hukum dan bagusnya kualitas petugas serta lengkapnya fasilitas, jika
warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut tidak
memiliki kesadaran untuk mematuhi peraturan tersebut, maka ketiga
faktor tersebut tidak adagunanya.” Faktor masyarakat merupakan sikap
manusia (termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap
hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk
menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas
substansi hukum yang dibuat tanpa didukung warga masyarakat maka
penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif
5. Faktor Kebudayaan Apabila ditinjau dari faktor kebudayaan warga
masyarakat yang terkena ruang lingkup pengaturan, lebih mengarah pada
sikap masyarakat, kepercayaan masyarakat, nilai-nilai yang dianut
masyarakat dan ide-ide atau pengharapan mereka terhadap hukum dan
sistem hukum. Dalam hal ini kultur hukum merupakan gambaran dari
sikap dan perilaku terhadap hukum, serta keseluruhan faktor-faktor yang
menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh tempat yang sesuai
dan dapat diterima oleh warga masyarakat dalam kerangka budaya
masyarakat. Semakin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat maka
akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir
masyarakat selama ini.
Kendala-kendala khususnya di bidang hukum32antara lain

a. KPK dibenarkan untuk memeriksa rekening bank seseorang jika orang


tersebut telah berstatus ”tersangka” Berarti sebelum membuka
rekening bank orang tersebut, penyidik sudah harus mempunyai alat
bukti yang kuat, sementara salah satu sumber yang strategis untuk
dapat dilacak, apakah seseorang ada potensi melakukan korupsi atau
tidak, justru melalui rekening banknya. Padahal dalam undang-undang
No.30/2002, KPK tidak dibenarkan mengeluarkan SP3 (Surat Perintah
Penghentian Penyidikan) sehingga jika seseorang telah ditetapkan
sebagai tersangka, penyidik harus yakin 99 % bahwa tersangka
tersebut akan dijatuhi hukuman oleh majelis Hakim
b. Koruptor dewasa ini sangat canggih sehingga kalau mereka merasa
sudah dicurigai oleh instansi penegak hukum, secepat kilat mereka
akan menghilangkan jejak. Dalam konteks ini, KPK dibenarkan untuk
menyita dokumen atau aset tersangka yang terkait dengan dugaan
korupsi, tetapi proses penggeledahan harus seizin Pengadilan Negeri.
Jika izin dari PN dikeluarkan lewat dari sehari saja, pasti tersangka
koruptor sudah menghilangkan berkas atau bukti-bukti dokumen yang
akan menjerat dirinya
c. KPK diperintahkan oleh undang-undang untuk memberi perlindungan
hukum kepada saksi pelapor, tetapi sampai saat ini belum ada undang-
undang perlindungan saksi sehingga dengan alasan pencemaran nama
baik, seorang saksi dapatdisomasi atau ditahan oleh pejabat terkait.
Atas permintaan KPK, Kapolri telah mengeluarkan surat edaran
kepada para Kapolda agar tuduhan atau somasi terhadap saksi pelapor
kasus korupsi tidak diproses sampai masalah pokok diselesaikan.
Namun, tetapsaja para pelapor di tingkat kabupaten mengalami
intimidasi dan perlakuan tidak menyenangkan dari aparat atau konco-
konco koruptor di daerah terkait. Keadaan ini tentu mempengaruhi
32
Abdullah Hehamahua, Jihad MembrantasKorupsi (Jawa Barat: Edunews Publishing, 2016).
tingkat partisipasi masyarakat yang mau terlibat secara langsung dalam
pelaporan kasus dugaan korupsi
d. Sebagai lembaga pemberantas korupsi, sesuai dengan namanya, maka
pegawai KPK yang terlibat langsung dalam proses ini adalah Penyidik.
Namun, sesuai dengan KUHAP, Penyidik harus berasal dari kepolisian
atau kejaksaan, sehingga dengan sendirinya KPK mengalami kendala
dalam memperoleh Penyidik, yang selain masalah jumlah juga harus
berkualitas sesuai dengan kriteria KPK sendiri. Tentu KPK dapat
secara leluasa melakukan rekrutmensen diri untuk mendapatkan
Penyidiksesuai dengan yang diperlukan jika ketentuan KUHAP
tersebut sudah diubah. Atau majelis Hakim tipikor berani mengambil
resiko dengan mentolerir terobosan yang dilakukan KPK dalam hal
rekrutmen Penyidik sendiri.

E. Upaya pemberantasan korupsi

Secara garis besar adanya ketertiban itu dipenuhi oleh adanya


peraturan tata tertib, ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dengan tata
tertib ini dalam kaidah atau norma yang tertuang posisinya di dalam
masyarakat sebagai norma hukum. Dengan adanya tatanan norma tersebut,
maka posisi yang paling ditekankan adalah norma hukum, meskipun
norma lain tidak kalah penting perannya dalam kehidupan masyarakat.
Untuk mewujudkan tertib sosial, negara menetapkan dan mengesahkan
peraturan perundang-undangan untuk mengatur masyarakat. Peraturan-
peraturan itu mempunyai sanksi hukum yang sifatnya memaksa. Artinya
bila peraturan itu sampai dilanggar maka kepada pelanggarnya dapat
dikenakan hukuman. Jenis hukuman yang akan dikenakan terhadap
sipelanggarakan sangat tergantung pada macamnya peraturan yang
dilanggar. Pada prinsipnya setiap peraturan mengandung sifat
paksaanartinya orang-orang yang tidak mau tunduk dan dikenai sanksi
terhadap pelanggaran tersebut.
Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan dapat
berupaundang-undang atau yurisprudensi atau kombinasi keduanya. Di
Indonesia yang paling menonjol adalah perundang-undangan.
Yurisprudensi juga berperan, namun tidak seberapa. Lain halnya di
negara-negara yang menganut sistem preseden, sudah barang tentu
peranan yurisprudensi akan jauh lebih penting33

Korupsi sudah dianggap sebagai hal yang biasa, dengan dalih ‘’sudah
sesuai prosedur’’. Koruptor tidak memiliki rasa malu dan takut, sebaliknya
memamerkan hasil korupsinya secara demonstratif. Politisi tidak lagi
mengabdi kepada konstituennya. Partai politik bukannya dijadikan alat
untuk memperjuangkan kepentingan rakyat banyak, melainkan menjadi
ajang untuk mengeruk harta dan ambisi pribadi. Padahal tindak pidana
korupsi merupakan masalah yang sangat serius, karena tindak pidana
korupsi dapat membahayakan stabilitas dan keamanan Negara dan
masyarakat, membahayakan pembangunan sosial, politik dan ekonomi
masyarakat, bahkan dapat pula merusak nilai-nilai demokrasi serta
moralitas bangsa karena dapat berdampak membudayanya tindak pidana
korupsi tersebut. Sehingga harus disadari meningkatnya tindak pidana
korupsi yang tidak terkendaliakan membawa dampak yang tidak hanya
sebatas kerugian Negara dan perekonomian nasional tetapi juga pada
kehidupan berbangsa dan bernegara.34

Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-


hak sosial dan hak hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana
korupsi tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary
crimes) melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa (extra- ordinary
crimes). Melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa (extra- ordinary
crimes). Sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat
dilakukan ‘’secara biasa’’ tetapi dibutuhkan ‘’cara-cara yang luar
33
ThaniaRasjidi, 2004, Dasar-dasarFilsafat dan Teori Hukum, Bandung, Citra Aditya. hal. 79
34
2 Ermansjah Djaja, 2010, MemberantasKorupsi Bersama KPK, Jakarta, SinarGrafika. hal. 3
biasa’’extra-ordinary crimes. Penyebab terjadinya korupsi di Indonesia
menurut Abdullah Hehamahua, berdasarkan kajian dan pengalaman
setidaknya ada delapan penyebab, yaitu sebagai berikut :

a. SistemPenyelenggaraan Negara yang Keliru


b. Kompensasi PNS yang Rendah
c. Pejabat yang Serakah 
d. Law Enforcement TidakBerjalan
e. Disebabkan law enforcement tidak berjalan dimana aparat penegak
hukum bisa dibayar mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan pengacara,
maka hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor sangat ringan
sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi koruptor.
f. Pengawasan yang TidakEfektif
g. Tidak Ada KeteladananPemimpin
h. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN

Menurut UUD 1945 Aman demen Pasal 1 ayat (3) : Indonesia


adalah Negara Hukum. Sebagaimana layaknya suatu negara hukum, maka
kepentingan masyarakat banyak harus mendapat perlindungan dari
pemerintah, seperti tersebut dalam Alinea IV UUD 1945 Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi Perlindungan tersebut selanjutnya
merupakan hak-hak warga negara yang diatur dan dijabarkan dalam
berbagai peraturan perundang-undangan. Warga negara berhak untuk
hidup aman,damai,tentram,terhindar dari berbagai tindak kejahatan. Bila
mana terjadi tindak kejahatan, maka aparat penegak hukum harus segera
bertindak sesuai kewenangan yang dimiliki. Dengan adanya tindakan oleh
aparat penegak hukum, diharapkan kejahatan tidak semakin meluas.
Bilamana penegakan hukum kurang baik seperti sekarang ini maka
kejahatan semakin berkembang, korupsi semakin marak, kasus suap terjadi
dimana-mana, penyalah gunaan narkotika, dan sebagainya hanya dapat
dikendalikan dari lembaga pemasyarakatan. Akhirnya, sebaik apapun
peraturan perundang-undangan yang ada pada akhirnya tergantung pada
aparat penegak hukumnya.

Dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi terdapat


suatu kenyataan adanya praktek penegakan hukum tebang pilih. Tidak saja
hal ini bertentangan dengan prinsip hukum semua warga negara memiliki
hak untuk diperlakukan setara di depanhukumtetapi juga diperlakukan
secara tidak sama. Adapun yang menjadi sebab perlakukan penegakan
hukum aparat kepolisian dan kejaksaan bukan saja disebabkan karena
kasus korupsi sering dipandang sebagai kasus yang membawa `berkah',
utamanya bagi pengacara, tetapi juga disebabkan karena keberadaan
Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang KPK. Sikap
dualisme dalam pemberantasan kejahatan korupsi sebagaimana diatur
dalamUndang-undangT indak PidanaKorupsi dan Undang-undang
KPK.Beberapa alasan dan fakta dan bahwa tebang pilih dan perlakuan
tidak sama di depan hukum oleh penegak hukum dapat diajukan sebagai
berikut :

1.Praktek penegakan hukum dalam tebang pilih terhadap terdakwa atau


tersangka terjadi ketika baik polisi, jaksa dan juga pihak kekuatan
masyarakat, sebagai gerakan masyarakat madani membiarkan pelaku
kejahatan tidak saja dengan bebas berkeliaran bahkan menjadi calon
kepala daerah, tetapi juga setelah mendapatkan keputusan hakim
sekalipun mereka dapat kembali menduduki jabatan publik tertentu. Hal
ini biasanya terjadi ketika terdakwa, tersangka atau terhukum dapat
dijadikan sumber uang oleh karena mereka mampu membayar oknum-
oknum penegak hukum yang nakal.

2.Perlakuan penegak hukum menjadi tidak setara atau tebang pilih karena
sifat dari Undang-undang KPK yang secara sengaja memuat
pengelompokan proses penegakan hukum kedalam dua kategori.
Kategori pertama adalah korupsi yang menimbulkan kerugian negara di
bawah Rp 1 milyar diproses oleh Polisi dan Jaksa. Dalam model
penegakan kejahata nkorupsi model ini dikesankan masyarakat bahwa
aparat penegak hukum, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah
memiliki ruang fleksibel untuk menunda-nunda penyelidikan dan
penyidikan. Akibatnya, pelaku kejahatan korupsi model ini
menampakkan bukan saja tidak adanya kepastian hukum dalam
penindakannya akan tetapi dengan penundaan tersebut mengundang
ketidak puasan bagi masyarakat. Sedangkan kategori korupsi kedua
adalah perbuatan seseorang yang telah menimbulkan kerugian negara di
atas Rp 1 miliar yang kewenangan proses hukumnya melalui KPK.
Dalam kasus yang ditangani oleh KPK, dampaknya cukup membuat
guncangan yang menakutkan bagiter dakwa, tersangka dan terhukum.
KPK jauh lebih tegas dan dipandang sebagai lembaga penegak hukum
paling dipercayai di negeri ini.

Dalam teori hukum pidana, bahwa sanksi hukum yang dijatuhkan


kepada pelaku kejahatan tidak saja dipandang sebagai hukum yang
menimbulkan penderitaan secara fisik dan psikis dan dibatasi kebebasan
hak-hak keperdataan dan hakpolitik, tetapi juga diharapkan agar pelaku
kejahatan merasa jera atau kapok sehingga tidak berkehendak melakukan
kembali. Terdakwa kasus korupsi hanya dijatuhi hukuman percobaan.
Alhasil dengan vonis tersebut, terdakwa korupsi tidak perlu lagi menjalani
hukuman di penjara. Pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami
kemunduran. Umumnya mereka dijatuhi vonis satu tahun penjara dengan
masa percobaanduatahun. JumlahBahwaadanyakecenderunganbagi Para
hakim untuk menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa korupsi sesuai
batas minimal hukuman yang ditentukanUndang undang-Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor)

F. Rangkuman
Kebijakan politik dalam pemberantasan korupsi dari masa ke masa
dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni era orde baru dan era reformasi.
Zaman orde baru, terdapat beberapa peraturan yang dikeluarkan dalam rangka
pemberantasan korupsi, yakni:

1. Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 tentang Pembentukan Tim


Pemberantasan Korupsi tanggal Desember 1967.

2. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1970 tentang Pembentukan Komisi


Empat tanggal 31 Januari 1970.

3. Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1970 tentang Pengangkatan Dr.


Mohammad Hatta sebagai Penasehat Presiden dalam bidang
Pemberantasan Korupsi tanggal 31 Januari 1970

4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi tanggal 29 Maret 1971.

Pada zaman reformasi, belajar dari pengalaman orde baru, di era ini merespon
dengan cepat terhadap tuntutan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme
dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pemberantasan korupsi

G. Latihan

1. Jelaskan apa pengertian dari korupsi?

Jawaban:

 Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana mana.


Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara dihadapkan pada masalah
korupsi. Tidak berlebihan jika pengertian korupsi selalu berkembang dan
berubah sesuai dengan perubahan zaman.
Menurut World Bank dalam Hari yakni mengemukakan bahwa korupsi
adalah setiap transaksi antar pelaku dari sektor swasta dan sektor publik
melalui utilitas bersama yang secara illegal ditransformasikan menjadi
keuntungan pribadi. Menurut transparency international, korupsi besar terdiri
dari tindakan yang dilakukan pemerintah yang mendistorsi kebijakan atau
fungsi

2. sebut dan jelaskanapafaktorpenyebabkorupsi?

Jawaban:

1.  Perilaku individu

Jika dilihat dari sudut pandang pelaku korupsi, karena koruptor


melakukan tindakan korupsi dapat berupa dorongan internal dalam bentuk
keinginan atau niat dan melakukannya dengan kesadaran penuh. Seseorang
termotivasi untuk melakukan korupsi, antara lain karena sifat rakus manusia,
gaya hidup konsumtif, kurangnya agama, lemahnya moralitas dalam
menghadapi godaan korupsi, dan kurangnya etika sebagai pejabat
2. Faktor keluarga
Masalah korupsi biasanya dari keluarga. Biasanya itu terjadi karena
tuntutan isteri atau memang keinginan pribadi yang berlebihan. Hal yang
menjadikan posisi dia duduk sebagai ladang untuk memuaskan kepentingan
pribadi keluarganya
3. Faktor Pendidikan
Korupsi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para intelektual. Pejabat
rata rata yang terjebak dalam kasus korupsi adalah mereka yang berpendidikan
tinggi, pendidikan tinggi seharusnya membuat mereka tidak melakukan
korupsi, seperti yang dikatakan Kats dan Hans bahwa peran akademisi
tampaknya masih paradoks
3. bagaimanakebijakanpemerintahdalampemberantasankorupsi?

Jawaban:

 Kebijakan politik dalam pemberantasan korupsi dari masa ke masa


dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni era orde baru dan era reformasi.
Zaman orde baru, terdapat beberapa peraturan yang dikeluarkan dalam rangka
pemberantasan korupsi, yakni:

1. Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 tentang Pembentukan Tim


Pemberantasan Korupsi tanggal Desember 1967.

2. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1970 tentang Pembentukan Komisi


Empat tanggal 31 Januari 1970.

3. Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1970 tentang Pengangkatan Dr.


Mohammad Hatta sebagai Penasehat Presiden dalam bidang
Pemberantasan Korupsi tanggal 31 Januari 1970

4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi tanggal 29 Maret 1971.

4. jelaskan kendala-kendala pemberantasan korupsi dalam bidang hukum?

Jawaban:

 Kendala-kendala khususnya di bidang hukum35antara lain

e. KPK dibenarkan untuk memeriksa rekening bank seseorang jika orang


tersebut telah berstatus ”tersangka” Berarti sebelum membuka
rekening bank orang tersebut, penyidik sudah harus mempunyai alat
35
Abdullah Hehamahua, Jihad MembrantasKorupsi (Jawa Barat: Edunews Publishing, 2016).
bukti yang kuat, sementara salah satu sumber yang strategis untuk
dapat dilacak, apakah seseorang ada potensi melakukan korupsi atau
tidak, justru melalui rekening banknya. Padahal dalam undang-undang
No.30/2002, KPK tidak dibenarkan mengeluarkan SP3 (Surat Perintah
Penghentian Penyidikan) sehingga jika seseorang telah ditetapkan
sebagai tersangka, penyidik harus yakin 99 % bahwa tersangka
tersebut akan dijatuhi hukuman oleh majelis Hakim
f. Koruptor dewasa ini sangat canggih sehingga kalau mereka merasa
sudah dicurigai oleh instansi penegak hukum, secepat kilat mereka
akan menghilangkan jejak. Dalam konteks ini, KPK dibenarkan untuk
menyita dokumen atau aset tersangka yang terkait dengan dugaan
korupsi, tetapi proses penggeledahan harus seizin Pengadilan Negeri.
Jika izin dari PN dikeluarkan lewat dari sehari saja, pasti tersangka
koruptor sudah menghilangkan berkas atau bukti-bukti dokumen yang
akan menjerat dirinya

KPK diperintahkan oleh undang-undang untuk memberi


perlindungan hukum kepada saksi pelapor, tetapi sampai saat ini belum
ada undang-undang perlindungan saksi sehingga dengan alasan
pencemaran nama baik, seorang saksi dapatdisomasi atau ditahan oleh
pejabat terkait. Atas permintaan KPK, Kapolri telah mengeluarkan surat
edaran kepada para Kapolda agar tuduhan atau somasi terhadap saksi
pelapor kasus korupsi tidak diproses sampai masalah pokok diselesaikan

5. bagaimana upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi?

Jawaban:
Secara garis besar adanya ketertiban itu dipenuhi oleh adanya
peraturan tata tertib, ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dengan tata
tertib ini dalam kaidah atau norma yang tertuang posisinya di dalam
masyarakat sebagai norma hukum. Dengan adanya tatanan norma tersebut,
maka posisi yang paling ditekankan adalah norma hukum, meskipun
norma lain tidak kalah penting perannya dalam kehidupan masyarakat.
Untuk mewujudkan tertib sosial, negara menetapkan dan mengesahkan
peraturan perundang-undangan untuk mengatur masyarakat. Peraturan-
peraturan itu mempunyai sanksi hukum yang sifatnya memaksa. Artinya
bila peraturan itu sampai dilanggar maka kepada pelanggarnya dapat
dikenakan hukuman. Jenis hukuman yang akan dikenakan terhadap
sipelanggarakan sangat tergantung pada macamnya peraturan yang
dilanggar. Pada prinsipnya setiap peraturan mengandung sifat
paksaanartinya orang-orang yang tidak mau tunduk dan dikenai sanksi
terhadap pelanggaran tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

 
Akhiar Salmi, 2011, “KebijakanPolitikDalamPemberantasanKorupsi Dari Masa
ke Masa”,

Alatas, Syed Hussein, dikutipdari, Farid R. Faqih, mendulangRente di Lingkar


Istana, Jurnal

IlmuSosialTransformatif, WacanaKorupsiSengketaantara Negara dan


Modal, Edisi 14, tahun III, 2002.

Asnawi, Habib Sulton, MembongkarParadigmaPositivisme Hukum


dalamPemberantasan

Korupsi di Indonesia PemenuhanHakAsasiManusiadalam Negara Hukum,


Supremasi Hukum, Volume 2. Number 2, December 2013.

Benny K. Harman, Langkah-Langkah StrategisMemberantasKorupsi di Indonesia,


Jurnal

MasalahMasalah Hukum, Volume, 40, Number 4, October 2011.

Bambang Waluyo, OptimalisasiPemberantasanKorupsi di Indonesia,


JurnalYuridis, Volume

1, Number 2, December 2014.

Ermansjah Djaja, 2010, MemberantasKorupsi Bersama KPK, Jakarta,


SinarGrafika.

Febri Diansyah, LaporanPenelitian,


“PenguatanPemberantasanKorupsimelaluiFungsi

Koordinasi dan SupervisiKomisiPemberantasanKorupsi (KPK),”


Indonesia Corruption Watch (2011).

FirmaSulistiyowati, PengaruhKepuasanGaji dan Kultur


OrganisasiTerhadapPersepsi
AparaturPemerintahan Daerah TentangTindakPidanaKorupsi,
JurnalAkuntansi dan Auditing Indonesia, Volume 11, Number 1, June
2007.

Gunawan, Andri dkk, Indeks Negara Hukum Indonesia 2014, Jakarta: Indonesian
Legal

Round Table, 2014.

Gunawan, Andri dkk, Indeks Negara Hukum Indonesia 2013, Jakarta: Indonesian
Legal

Roundtable, 2013.

Hehamahua, Abdullah, Jihad MemberantasKorupsi (Jawa Barat: Edunews


Publishing, 2016).

ThaniaRasjidi, 2004, Dasar-dasarFilsafat dan Teori Hukum, Bandung, Citra


Aditya.

Hariyani, H.F., dan Priyarsono, Dominicus Savino, Asmara, A. Analisisfaktor-


faktor yang

mempengaruhiKorupsi di Kawasan Asia Pasifik. ( Jurnal Ekonomi dan


Kebijakan Pembangunan , 2016)., hal 32-44

Iza Rumesten, KorelasiPerilakuKorupsiKepala Daerah denganPilkadaLangsung,


Jurnal

Dinamika Hukum, Volume 14, Number 2, May 2014.

Isa Wahyudi, “AnalisisFaktor-Faktor yang


MempengaruhiKorupsiAnggaranPendapatan

Belanja Daerah di Malang Raya”, Online Article, online


athttps://www.academia.edu/3097182/ ANALISIS-FAKTOR-FAKTOR-
YANG-MEMPENGARUHI-KORUPSI-ANGGARAN-PENDAPATAN-
BELANJA-DAERAH-APBD-DI-MALANG-RAYA?auto=download.

J. Smith, K. Obidzinski, Subarudi, and I. Suranenggala, “Illegal Logging


Collusive Corruption

and Fragmented Governments in Kalimantan Indonesia”, The International


Forestry Review, 2003.

Maulana, Z. Persepsi Masyarakat terhadapFaktor-faktor yang


MempengaruhiKorupsi

AnggaranPendapatanBelanja Daerah (APBD) di Aceh Utara.


(JurnalManajemen Dan KeuanganUnsam, 2016 ),.

MohYamin, Pendidikan Anti Korupsi, (Bandung: PT RemajaRosdakarya Offset,


2016).

Maria Hartiningsih (ed), dalamKorupsi yang Memiskinkan, Jakarta: Kompas.

Putu DiahTrisnaPradanaSuari, “Peran KPK


dalamMelakukanOperasiTangkapTangan

TerhadapPejabat Publik, JurnalFakultas Hukum Universitas Lampung (2019).

Sri Mulyani, KorupsiBirokrasiFaktorPenyebab dan Penanganannya, Online


Article,

http://sriyuliani.staff.fisip.uns.ac.id/wp-content/uploads/sites/
10/2011/06/KORUPSI-blog.pdf.

Vito Tanzi, Corruption around The World Causes Consequences Scope & Cures,
a Working Paper

of International Monetary Fund, May 1998, available online at


https://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/ wp9863.pdf
Vishnu Juwono, MelawanKorupsi Sejarah PemberantasanKorupsi di Indonesia
1945-2014,

Jakarta: KepustakaanPopuler Gramedia, 2018.

http://riset.ti.or.id/category/indonesia-corruption-perceptiob-index/Diakses dari
website

Indonesian Legal Roundtable,www.ilr.or.id

Anda mungkin juga menyukai