Anda di halaman 1dari 30

SISTEM NORMA DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ilmu Perundang undangan


Dosen : Berna Sudjana Ermaya

Nama : Yamin Alya Fauziah


NPM : 211000265

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN
2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1

1.1 Latar Belakang....................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 3
1.3 Tujuan Makalah..................................................................... 3

BAB II TINAJUAN UMUM.................. ................................................. 4

2.1 Pengertian Norma..................... .......................................... 4


2.2 Sistem Norma Dan Lembaga .................................................... 9
2.3 Tata Susuna Norma Suatu Negara.............................................. 10

BAB III PEMBASAHAN.......................................................................... 13

3.1 Sistem Norma Hukum Di Indonesia ...................................... 13


3.2 Hierarki Norma Hukum Di Indonesia ................................... 14
3.3 Perundang-Undangan ............................................................ 19

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ............................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 28
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan
hukum menjadi pedoman/landasan oleh pemerintah dalam menjalankan
pemerintahan negara. Makna negara hukum menurut Pembukaan UUD RI
1945 tidak lain adalah negara hukum dalam arti materil yaitu negara yang
melindungi segenap bangsa Indonesia seluruhnya, tumpah darah Indonesia,
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut serta dalam menjaga perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan.
Perdamaian abadi dan keadilan sosial, yang disusun dalam suatu UUD RI
Tahun 1945 yang berdasarkan pancasila. Kepentingan hidup bersama dalam
menjamin, pemenuhan dan perlindungan hak konstitusional warga negara
terdapat tiga nilai dasar hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum, sehingga keharusan adanya suatu tata hukum, merupakan prinsip
yang pertama-tama harus ada dalam negara hukum.

UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan


hukum dasar tertulis, memuat dasar dan garis besar hukum dalam
penyelenggaraan negara. Suatu tata hukum yakni setiap norma hukum harus
terkait dan tersusun dalam suatu sistem, artinya norma hukum yang satu tidak
boleh mengesampingkan Norma hukum yang lain. Negara Indonesia adalah
negara hukum, hal itu sesuai dengan pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia yang menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum. Konsekuensi dari sebuah negara hukum adalah segala kewenangan
dan tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa harus diatur oleh
hokum

Wujud nyata negara Indonesia sebagai negara hukum adalah adanya


konstitusi negara beserta peraturan Perundang-Undangannya. Tata urutan
peraturan Perundang-Undangan di Indonesia telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang tata urutan peraturan
PerundangUndangan. Perundang-Undangan di Indonesia menganut system
hierarki peraturan perundang-undagan. Adanya hierarki peraturan Perundang-
Undangan tersebut berfungsi untuk menciptakan kepastian hukum dan juga
sebagai implementasi dari negara hukum. Dengan adanya hierarki peraturan
Perundang-Undangan, antara satu peraturan Perundang-Undangan diharuskan
tidak lagi bertentangan dengan peraturan yang kedudukan nya lebih tinggi.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang tata urutan peraturan
Perundang-Undangan, tata urutan peraturan Perundang-Undangan di
Indonesia adalah UUD 1945, Ketetapan MPR, UU/Perpu, Peraturan
pemerintah, peraturan presiden, perda provinsi dan perda kabupaten/kota .
Sebelum berlakunya UU Nomor 12 tahun 2011 tersebut, di Indonesia telah
ada Undang-Undang yang 1 Hakim Abdul Aziz, Negara Hukum dan
Demokrasi di Indonesia, mengatur mengenai tata urutan peraturan
Perundang-Undangan, peraturanperaturan tersebut diantaranya TAP MPR
Nomor. X/MPRS/1966, TAP MPR Nomor. III/MPR/2000, dan UU Nomor 10
tahun 2004.

Dalam hierarki peraturan Perundang-Undangan, Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang-Undang didudukkan posisinya sejajar dengan Undang-
Undang di bawah Ketetapan penjenjangan setiap jenis peraturan Perundang-
Undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan Perundang-Undangan
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan Perundang-
Undangan yang lebih tinggi. Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) merupakan hak prerogatif Presiden yang dibuat
berdasarkan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(sebut UUD 1945), Perpu dibuat oleh Presiden dalam “hal ihwal kegentingan
yang memaksa”. Sebagai konsekuensi dari ketentuan tersebut maka Perpu
bersifat sementara dan harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan
Rakyat pada persidangan untuk dibahas dalam agenda persidangan
berikutnya. Walaupun Perpu bersifat sementara namun Perpu melahirkan
norma hukum baru.
Norma hukum tersebut lahir sejak Perpu disahkan dan nasib dari norma
hukum tersebut tergantung kepada persetujuan DPR untuk menerima atau
norma hukum Perpu, namun demikian sebelum adanya pendapat DPR untuk
menyetujui Perpu, norma hukum tersebut adalah sah dan berlaku seperti
Undang-Undang.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem norma di Indonesia?
2. Bagaimana kaitan sistem norma hukum dan perundangan-undangan di
Indonesia?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sistem norma di Indonesia
2. Untuk mengetahui kaitan sistem norma hukum dan perundangan-undangan
di Indonesia
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Pengertian Norma


Secara etimologi, kata norma berasal dari bahasa Belanda norm, yang berarti
pokok kaidah, patokan, atau pedoman. Dalam Kamus Hukum Umum, kata
norma atau norm diberikan pengertian sebagai kaidah yang menjadi petunjuk,
pedoman bagi seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat, dan bertingkah
laku dalam lingkungan masyarakatnya, misalnya norma kesopanan, norma
agama, dan norma hukum.

Namun ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwas istilah norma


berasal dari bahasa latin"mos" yang merupakan bentuk jamak dari "mores",
artinya kebiasaan, tata, kelakuan, atau adat istiadat.

Pengertian norma menurut KBBI adalah sebagai berikut:

1. Aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok di masyarakat, dipakai


sebgaia panduan, tatan, dan kendalian tingkah laku yang susuai dan dapat
diterima.
2. Aturan, ukuran, atau kaidah yang dapat dipakai sebagai tolak ukur untuk
menilai atau membandingkan sesuatu.

Pengertian Norma Menurut Para Ahli :

1. John J. Macionis

Menurut John J. Macionis menyatakan bahwa norma ialah sebuah aturan-


aturan dan harapan-harapan masyarakat yang memandu sebuah perilaku
anggota-anggotanya.
2. E. Ultrecht

Menurut E. Ultrecht menyatakan bahwa norma ialah segala himpunan sebuah


petunjuk hidup yang mengatur berbagai suatu tata tertib dalam suatu
masyarakat atau bangsa yang mana peraturan itu diwajibkan untuk ditaati
oleh setiap masyarakat, jika ada yang melanggar maka akan ada tindakan dari
pemerintah.

3. Robert Mz. Lawang

Menurut robert mz. Lawang norma ialah suatu gambaran yang mengenai apa
yang diinginkan baik dan pantas sehingga menjadi sejumlah anggapan yang
baik dan perlu dihargai seharusnya.

4. Ridwan Hamil

Menyatakan bahwa norma ialah segala peraturan baik tertulis ataupun tidak
tertulis yang pada intinya merupakan suatu peraturan yang berlaku sebagai
suatu acuan atau pedoman yang harus dipatuhi oleh setiap individu dalam
masyarakat.

5. Robert P. Lamm

Menurutnya bahwa norma adalah suatu strandar dari sebuah perilaku lurus
yang dipelihara oleh setiap masyarakat.

6. Soerjono Soekanto

Menurut soerjono soekanto menyatakan bahwa norma ialah suatu perangkat


agar hubungan antar masyarakat bisa terjalin dengan baik.

7. Hans Kelsen

Menurut hans kelsen menyatakan bahwa norma ialah suatu perintah yang
tidak personal dan anonim.

Pengertian Norma Hukum

Ketegangan yang timbul dari masyarakat membuat negara mau tidak mau
harus membuat sebuah hukum yang mengikat untuk seluruh warga negara.
Ketegangan ini yang seolah harus diafirmasi legitimasi hukum sebagaimana
dipahami oleh semua masyarakat modern sekarang ini yakni hukum tidak
hanya bersandar pada kesadaran kolektif masyarakat secara spontan
mengenai bagaimana mereka harus berperilaku, melainkan harus dikodifikasi
dalam satu sistem yang rasional, jelas, dan spesifik. Oleh karena itu maka
penciptaan hukum dalam pengertian tersebut merupakan sebuah imperatif
sosial walaupun diharapkan mereflesikan norma dan nilai suatu masyarakat di
satu sisi, namun kebutuhan-kebutuhan baru yang lahir dari proses sosial
antara berbagai kepentingan dimana nilai dan norma pada sisi lain tidak dapat
dinegasi urgensi.

Ada tiga elemen yang termuat dalam setiap norma antara lain :

1. Nilai (value)
Pada dasarnya bersifat abstrak tentang ide-ide yang relatif disukai, disenangi,
dan dicapai oleh masyarakat. Karena itu nilai memuat ide-ide penting bagi
masyarakat untuk kehidupannya.
2. Penghargaan (Reward)
Sanksi yang positif untuk semua perilaku yang sudah sesuai norma yang
dianggap benar oleh masyarakat.
3. Hukuman (Punishement)
Hukuman karena telah dai-nilai yang berlaku di anggap melanggar nilai-nilai
yang dianut masyarakat.

Norma dibagi menjadi dua sifat :

1. Norma formal
Norma yang pada umumnya ditulis secara spesifik yang memuat jenis-jenis
hukuman yang harsu diberikan kepada seseorang yang perilakunya tida sesuai
dengan norma yang dianut masyarakat.
2. Norma informal
Tidak memuat sanksi-sanksi secara resmi ata spesifik namun masyarakat
memiliki standar-standar yang telah mereka yakini sebagai hukuman yang
pantas bagi si pelanggar norma tersebut.
Dalam doktrin ilmu hukum, pedoman dalam menyusun peraturan perundang-
undangan pernah disampaikan oleh I.C. Van Der Vlies dan A. Hamid S.
Attamimi. Menurut I.C. Van Der Vlies membaginya menjadi 2 (dua)
klasifikasi, yaitu asas-asas yang formal dan asas-asas yang material. Asas-
asas yang formal meliputi:
1. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duideleijke doelstelling);
2. Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan);
3. Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);
4. Asas dapatnya dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);
5. Asas konsensus (het beginsel van consensus).

Perbedaannya norma hukum dengan norma lainya adalah :

1. Suatu norma hukum itu bersifat “Heteronom” dalam arti bahwa norma
hukum itu datang dari luar diri seseorang. Sedangkan norma lainnya bersifat
otonom, dalam arti norma itu berasal dari diri seseorang.

2. Suatu norma hukum itu dapat dilekati dengan sanksi pidana maupun sanksi
pemaksa secara fisik, sedangkan norma yang lain tidak dapat dilekati dengan
sanksi pidana atau sanksi pemaksa secara fisik.

3. Dalam norma hukum sanksi pidana atau sanksi pemaksa itu dilaksanakan
oleh aparat negara (misalnya polisi, jaksa, hakim), sedangkan terhadap
pelanggaran norma-norma lainnya sanksi itu datangnya dari diri sendiri.

Sedangkan persamaannya adalah bahwa norma-norma itu merupakan


pedoman bagaiman seseorang harus bertindak,dan selain itu norma-norma itu
berlaku, bersumber dan berdasar pada suatu norma yang lebih tinggi, norma
yang lebih tinggi ini berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih
tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar yang disebut
dengan Grundnorm. Norma-norma hukum dan norma-norma lainnya itu
berjenjang dan berlapis-lapis, serta membentuk suatu hierarki.
Dilihat dari segi tujuannya maka norma hukum bertujuan kepada cita
kedaiman hidup antar pribadi, keadaan damai terkait dimensi lahiriah dan
batiniah yang menghasilkan keseimbangan anatara ketertiban dan
ketentraman. Tujuan kedamaian hidup bersama dimaksud dikaitkan pula
dalam perwujudan kepastian, keadilan dan kebergunaan. Dari segi isi norma
hukum dapat dibagi menjadi tiga, pertama, norma hukum yang berisi perintah
yang mau tidak mau harus dijalankan atau ditaati. Kedua, norma hukum yang
berisi larangan, dan ketiga, norma hukum berisi perkenaan yang hanya
mengikat sepanjang para pihak yang bersangkutan tidak menentukan lain
dalam perjanjian.

Sifat Norma Hukum

Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, norma hukum


memiliki sifat antara lain :

a. Imperatif, yaitu perintah yang secara apriori harus ditaati baik berupa suruhan
maupun larangan;

b. Fakultatif, yaitu tidak secara apriori mengikat atau wajib dipatuhi.

Sifat imperatif dalam norma hukum biasa disebut dengan memaksan


(dwingenrecht ), sedangkan yang bersifat fakultatif dibedakan antara norma
hukum mengatur (regelendrecht ) dan norma hukum yang menambah
(aanvullendrecht ). Terkadang terdapat pula norma hukum yang bersifat
campuran atau yang sekaligus memaksa dan mengatur.

Norma hukum dapat pula dibedakan antara yang bersifat umum dan abstrak
dan yang bersifat konkret dan individual. Norma hukum bersifat abstrak
karena ditujukan kepada semua subjek yang terkait tanpa menunjuk atau
mengaitkan dengan subjek konkret, pihak dan individu tertentu. Sedangkan
norma hukum yang konkret dan individual ditujukan kepada orang tertenu,
pihak atau subjek-subjek hukum tertentu atau peristiwa dan keadaan-keadaan
tertentu. Mengemukakan ada beberapa kategori norma hukum dengan melihat
bentuk dan sifatnya, yaitu:
a. Norma hukum umum dan norma hukum individual. Norma hukum umum
adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk orang banyak (addressatnya)
umum dan tidak tertentu. Sedangkan norma hukum individual adalah norma
hukum yang ditujukan pada seseorang, beberapa orang atau banyak orang
yang telah tertentu.
b. Norma hukum abstrak dan norma hukum konkret.
c. Norma hukum abstrak adalah suatu norma hukum yang melihat pada
perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti tidak konkret.
Sedangkan norma hukum konkret adalah suatu norma hukum yang melihat
perbuatan seseorang itu secara lebih nyata (konkret).
d. Norma hukum yang terus-menerus dan norma hukum yang sekali-selesai.
Norma hukum yang berlaku terus menerus (dauerhaftig) adalah norma hukum
yang berlakunya tidak dibatasi oleh waktu, jadi dapat berlaku kapan saja
secara terus menerus, sampai peraturan itu dicabut atau diganti dengan
peraturan yang baru.
Sedangkan norma hukum yang berlaku sekali-selesai (einmalig) adalah
norma hukum yang berlakunya hanya satu kali saja dan setelah itu selesai,
jadi sifatnya hanya menetapkan saja sehingga dengan adanya penetapan itu
norma hukum tersebut selesai.

Norma hukum tunggal dan norma hukum berpasangan. Norma hukum


tunggal adalah norma hukum yang berdiri sendiri dan tidak diikuti oleh suatu
norma hukum lainnya jadi isinya hanya merupakan suatu suruhan tentang
bagaimana seseorang hendaknya bertindak atau bertingkah laku. Sedangkan
norma hukum berpasangan terbagi menjadi dua yaitu norma hukum primer
yang berisi aturan/patokan bagaimana cara seseorang harus berperilaku di
dalam masyarakat dan norma hukum sekunder yang berisi tata cara
penanggulangannya apabila norma hukum primer tidak dipenuhi atau tidak.

2.2 Sistem Norma Dan Lembaga


Dalam membahas masalah struktur norma dan struktur lembaga kita
dihadapkan pada teori yang dikemukan oleh Benyamin Akzin yang ditulis
dalam bukunya yang diberi judul Law, State, and International Legal Order.
Benyamin Akzin mengemukakan bahwa pembentukan norma-norma hukum
publik itu berbeda dengan pembentukan norma- norma hukum privat karena
apabila kita lihat struktur norma (Norm Structure), maka hukum publik itu
berada di atas hukum privat, sedangkan apabila dilihat dari struktur lembaga
(Institutional Structure), maka Publik Authoritis terletak di atas population.23
Dalam hal pembentukannya, norma-norma hukum publik dibentuk oleh
lembaga-lembaga negara (penguasa negara, wakil-wakil rakyat) atau disebut
juga suprasturktur sehingga dalam hal ini terlihat jelas bahwa norma-norma
hukum yang diciptakan oleh lembaga-lembaga negara ini mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi daripada norma-norma hukumm yang dibentuk
oleh masyarakat atau disebut juga infrasturktur.

Oleh karena norma-norma hukum publik dibentuk oleh lembaga-lembaga


negara, sebenarnya pembentukannya harus dilakukan secara berhati-hati,
sebab norma-norma hukum publik ini harus dapat memenuhi kehendak serta
keinginan masyarakat, jadi berbeda dengan pembentukannya norma-norma
hukum privat. Norma-norma hukum privat itu biasanya selalu sesuai dengan
kehendak/keinginan masyarakat oleh karena hukum privat ini dibentuk oleh
masyarakat yang bersangkutan dengan perjanjian-perjanjian atau transaksi-
transaksi yang bersifat perdata sehingga masyarakat dapat merasakan sendiri
apakah norma hukum itu sesuai atau tidak dengan kehendak atau keinginan
masyarakat

2.3 Tata Susunan Norma Hukum Negara

Hans Nawiasky berpendapat bahwa selain norma itu berlapislapis dan


berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu negara juga berkelompok-
kelompok. Hans Nawiasky mengelompokkan norma-norma hukum dalam
suatu negara itu menjadi empat kelompok besar yang terdiri atas:
1) Kelompok I, Staatfundamentalnorm (norma fundamental negara)

2) Kelompok II, Staatgrundgesetz (aturan dasar/pokok negara)

3) Kelompok III, Formell Gezetz (undang-undang formal)

4) Kelompok IV, Verodnung & Autonome Satzung (aturan pelaksana &


aturan otonom)

Kelompok-kelompok norma hukum tersebut hampir selalu ada dalam tata


susunan norma hukum setiap warga negara walaupun mempunyai istilah yang
berbeda-beda ataupun jumlah norma hukum yang berbeda dalam tiap
kelompoknya.

Norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm) Norma hukum yang


tertinggi merupakan kelompok pertama adalah staatsfundamentalnorm. Istilah
staatsfundamentalnorm ini diterjemahkan oleh Notonagoro dalam pidatonya
pada Dies Natalis Universitas Airlangga yang pertama (10 November 1955)
dengan “pokok kaidah fundamental negara” , kemudian oleh Joeniarto, dalam
bukunya yang berjudul sejarah ketatanegaraan republik Indonesia, disebut
istilah “norma pertama” ,

Norma fundamental negara yang merupakan norma tertinggi dalam suatu


negara ini adalah norma yang tidak dibentuk oleh suatu norma yang lebih
tinggi lagi, tetapi ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam suatu
negara dan merupakan suatu norma yang menjadi tempat bergantungnya
norma-norma hukum dibawahnya. Dikatakan bahwa norma-norma yang
tertinggi ini tidak dibentuk oleh norma-norma yang lebih tinggi lagi karena
kalau norma yang tertinggi itu dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi, ia
bukan merupakan norma yang tertinggi.

Staatsfundamentalnorm suatu negara merupakan landasan dasar filosofi yang


mengandung kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut.
Menurut Hans Nawiasky, istilah staatsfundamentalnorm ialah norma yang
merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang- undang dasar
suatu negara (staatsverfassung), termasuk norma pengubahnya. Hakikat
14egar suatu staatsfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu
konstitusi atau undang-undang dasar. Ia ada terlebih dahulu sebelum adanya
konstitusi atau undang-undang dasar. Konstitusi menurut Carl Schmitt
merupakan keputusan atau negarabersama tentang sifat dan bentuk suatu
kesatuan politik (eine gesammtentscheidung uber art und form einer
politischen einheit), yang disepakati suatu negara
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sistem Norma Hukum Di Indonesia


Istilah hukum Indonesia sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk
menunjuk pada sistem norma yang berlaku dan diberlakukan di Indonesia.
Secara sistematik berarti hukum dilihat sebagai suatu kesatuan, yang unsur-
unsur, sub-sistem atau elemen-elemennya saling berkaitan, saling pengaruh
mempengaruhi, serta saling memperkuat atau memperlemah antara satu
dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Sistem norma hukum yang
berlaku di Indonesia sama halnya dengan teori yang dikemukakan oleh Hans
kelsen yaitu Stuffenbau Theory, secara umum dapat dikelompokan peraturan
perundang-undangan dalam empat tingkat yaitu:

1. Kekentuan yang memuat norma dasar

2. Ketentuan legislatif yang menjabarkan norma dasar

3. Ketentuan yang dibentuk oleh pemerintahan sebagai aturan pelaksanaan;


dan

4. Ketentuan organik untuk mengoperasionalkan secara rinci peraturan


pemerintah. Berdasarkan teori Hans Kelsen, struktur tata hukum Indonesia
adalah:

1. Staatsfundamentalnorm : Pancasila (Pembukaan UUD 1945);

2. Staatsgrundgesetz : Batang Tubuh UUD 1945, TAP MPR, dan Konvensi


Ketatanegaraan;

3. Formell Gesetz : Undang-Undang;

4. Verordnung & Autonome Satzung : secara hierarkis mulai dari Peraturan


Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota
3.2 Hierarki Norma Hukum Di Indonesia

Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapislapis dan
berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-
kelompok, da pengelompokkan norma hukum dalam suatu negara terdiri atas
empat kelompok besar yaitu:

a. Kelompok I : staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara)

b. Kelompok II : staatsgrundgesetz (aturan dasar negara/aturan pokok negara)

c. Kelompok III : formell gesetz (undang-undang ‘formal’) d. Kelompok IV :


verordnung & autonome satzung (aturan pelaksana & aturan otonom)
Kelompok norma hukum tersebut hampir selalu ada dalam tata susunan
norma hukum setiap negara walaupun mempunyai istilah yang berbeda-beda
ataupun adanya jumlah norma hukum yang berbeda dalam tiap kelompoknya.

Dalam kaitanya dengan hierarki norma hukum, Hans kelsen mengemukakan


teori mengenai jenjang norma hukum (stufentheorie). Hans Kelsen
berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-
lapis dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti, suatu norma yang lebih
rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma
yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih
tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat
ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yaitu Norma Dasar
(Grundnorm). Norma dasar merupakan norma tertinggi dalam suatu sistem
norma tersebut tidak lagi dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi, tetapi
norma dasar itu ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma
dasar yang merupakan gantungan bagi norma-norma yang berada di
bawahnya, sehingga suatu norma dasar itu dikatakan presupposed.

Sejak lahirnya negara Republik Indonesia dengan Proklamasi


kemerdekaannya, serta diterapkannya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
konstitusi, terbentuklah pula sistem norma hukum Negara Republik
Indonesia. Apabila dibandingkan dengan teori jenjang norma (stufentheorie)
dari Hans Kelsen dan teori jenjang norma hukum (die Theorie vom
Stufentordnung der Rechtsnormen) dari Hans Nawiasky, maka dapat dilihat
adanya cerminan dari kedua sistem norma tersebut dalam sistem norma
hukum Negara Republik Indonesia. Dalam sistem norma hukum Negara
Republik Indonesia maka norma-norma hukum yang berlaku berada dalam
suatu sitem berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-
kelompok, dimana suatu norma itu berlaku, bersumber, dan berdasar pada
norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber, dan
berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada
suatu norma dasar negara (Staatsfundamentalnorm) Republik Indonesia yaitu
Pancasila.

Di dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia, Pancasila


merupakan Norma Fundamental Negara yang merupakan norma hukum yang
tertinggi. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hokum
negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Menempatkan
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis
negara sehingga setiap materi muatan peraturan Perundang-undangan tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang memuat


norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui proses dan prosedur
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.Selanjutnya, pasal 7
ayat 1 (satu) Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan menetapkan jenis dan hierarki perundang-
undangan Republik Indonesia. Menurut ketentuan tersebut, jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
Penjelasan pasal 2 undang-undang No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan 12 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian
Hukum, edisi revisi, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; 2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3) Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undangundang;

4) Peraturan pemerintah; 5) Peraturan presiden;

6) Peraturan daerah provinsi;

7) Peraturan daerah kabupaten kota. Pasal 8 undang-undang tersebut diatas


memerinci jenis peraturan perundang-undangan selain yang disebutkan dalam
pasal 7 tersebut, yang mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan pemeriksa
Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, Badan, Lembaga, atau
Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah
atas perintah undang-undang, dewan perwakilan rakyat daerah provinsi,
gubernur, dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota, bupati/walikota,
kepala desa atau yang setingkat.

Adapun ayat 2 (dua) pasal 8 undang-undang itu menyebutkan bahwa:


“Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud di ayat 1 (satu),
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh peraturan peundang-undangan yang lebih tinggi atau
dibentuk berdasarkan kewenangan.” Mengenai “kewenangan” ini dapat
dirujuk penjelasan pasal 8 ayat 2 (dua) yang berbunyi: “Yang dimaksud
dengan “bedasarkan kewenangan” adalah penyelenggaraan urusan tertentu
pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” Jika
bunyi penjelasan seperti itu sebenarnya masih kurang jelas juga.

Dalam hal demikian, ahli hukum dapat menggunakan keahlian keilmuannya.


Berkaitan dengan hierarki, tidak ada ketentuan yang secara tegas menetapkan
dimana kedudukan peraturan-peraturan yang disebutkan dalam pasal 8 ayat 1
(satu) itu dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Berbicara mengenai
sumber hukum sepatutnya kita merujuk pada ketetapan MPR No.
III/MPR/2000 ayat 1 ditentukan bahwa:

(1) Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan
peraturan perundang-undangan;

(2) Sumber huku terdiri atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak
tertulis;

(3) Sumber hukum dasar nasional adalah:

(i) Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam pembukaan Undang-undang


Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradap, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan

(ii) Batang tubuh Undang-undang Dasar 1945.16 Konstitusi merupakan


hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara.
Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut undang-
undang dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Tidak semua yang negara memilki
konstitusi tertulis atau undang-undang dasar. Kerajaan Inggris biasa disebut
sebagai negara konstitusional, tetapi tidak memiliki satu naskah undang-
undang dasar sebagai konstitusi tertulis, disamping karena adanya negara
yang dikenal sebagai negara konstitusional, tetapi tidak memiliki konstitusi
secara tertulis, nilai dan norma yang hidup dalam prkatik penyelenggaraan
negara juga diakui sebagai hukum dasar, dan tercakup dalam pengertian
konstitusi dalam arti luas.

Oleh karena itu, undangundang dasar sebagai konstitusi tertulis beserta nilai-
nilai dan norma hukum dasar yang tidak tertulis yang hidup sebagai konvensi
ketatanegaraan dalam praktik penyelenggaraan negara sehari-hari, termasuk
kedalam pengertian konstitusi atau hukum dasar (droit constitusionnel) suatu
negara.

Ada beberapa bentuk dokumen yang biasa disebut hukum, yaitu dokumen
berbentuk peraturan, dokumen berbentuk penetapan, dokumen berbentuk
keputusan, dan dokumen berbentuk akta perjanjia atau persetujuan. Keempat
dokumen tersebut dikeluarkan oleh atau terkait erat dengan empat jenis fungsi
yang dikenal dalam jabatan hukum yang resmi yaitu: legislative/regulative
body seperti parlemen, administrative body seperti badan eksekutif
pemerintahan, judicial body seperti pengadilan atau adjudicative body seperti
arbitrase, dan dokumen jabatan notaris berupa akta resmi. Dokumen lain yang
juga diakui sebagai dokumen hukum yang bersifat menunjang dalam proses
pembuktian hukum adalah persetujuan tertulis antara para pihak yang tidak
bersifat notarial, terjemahan resmi dari public interpreter, dan laporan
keuangan hasil public accountant serta berbagai dokumen yang berupa kode
hukum dan kehormatan yang berlaku internal dalam aneka bentuk
perkumpulan dan organisasi yang hidup dalam kegiatan masyarakat seperti
anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan kode etik professional. Ketiga
terakhir ini dapat disebut mencakup pengertian code of law, code of conduct,
dan code of ethics dalam setiap organisasi.

Peraturan perundang-undangan mestilah disusun mulai yang paling tinggi,


yaitu undang-undang dasar sampai tingkatan paling rendah, yaitu peraturan
daerah kabupaten/kota atau bahkan peraturan desa. Pada prinsipnya, peaturan
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan materi peraturan yang
lebih tinggi. Untuk menjamin konsistensi antarperaturan ini dimungkinkan
adanya mekanisme judicial review atau pengujian materi peraturan terhadap
peraturan yang lebih tinggi. Dalam sistem check and balances yang
didasarkan atas doktrin pemisahan kekuasaan (separation of power), kegiatan
pengujian materi peraturan ini biasanya dikaitkan dengan fungsi tambahan
yang diberikan kepada lembaga pengadilan, yaitu Mahkamah Agung.

Namun dalam perkembangan modern, muncul kecenderungan di berbagai


negara demokrasi baru untuk membentuk Mahkamah Konstitusi
(Constitutional Court) yang dapat difungsikan sebagai lembaga peradilan
terhadap peraturan perundangundangan. Mahkamah Konstitusi inilah
idealnya menjadi tempat untuk melaksanakan fungsi judicial review tersebut
secara penuh dan utuh, sedangkan Mahkamah Agung lebih memusatkan
perhatiannya pada upaya mewujudkan keadilan bagi setiap warga negara.
Berkenaan dengan produk peraturan perundang-undangan, dalam rangka
pembaruan hukum nasional, penataan kembali susunan hierarki peraturan
perundang-undangan tersebut sangat dirasakan pentingnya.

Hal ini terkait erat dengan kenyataan bahwa susunan hierarki peraturan
perundangundangan Republik Indonesia dewasa ini dirasakan tidak sesuai
lagi dengan perkembangan kebutuhan. Di samping itu, era orde baru yang
semula berusaha memurnikan kembali falsafah pancasila dalam pelaksanaan
UUD 1945 dengan menata kembali sumber tertib hukum dan tata urut
peraturan 40 peundang-undangan, dalam praktiknya selama 32 tahun belum
berhasi membangun susunan peraturan perundang-undangan yang dapat
dijadikan acuan bagi upaya memantapkan sistem peraturan perundang-
undangan di masa depan.

Lebih-lebih dalam praktiknya, masih banyak produk peratuan yang tumpang


tindih dan tidak mengikuti sistem yang baku, termasuk dalam soal
nomenklatur yang digunakan oleh tiap-tiap kementerian. Bentuk peraturan
perundang-undangan yang dikenal dalam UUD 1945 adalah Undang-Undang,
peraturan pemerintah sebagai pengganti undangundang, dan peraturan
pemerintah. Dalam penjelasan juga disebutkan bahwa UUD adalah bentuk
konstitusi tertulis. Disamping yang tertulis itu masih ada pengertian konstitusi
yang tidak tertulis yang hidup dalam kesadaran hukum masyarakat.

3.3 Perundang-Undangan

Istilah “perundang-undangan” dan “peraturan perundang-undangan” berasal


dari kata “undang-undang” yang merujuk kepada jenis atau bentuk peraturan
yang dibuat oleh negara.Peraturan perundang-undangan jika dilihat dari
peristilahan merupakan terjemahan dari wettelijke regeling. Kata wettelijk
berarti sesuai dengan wet atau berdasarkan wet. Kata wet pada umumnya
diterjemahkan dengan undang-undang sehubungan dengan kata dasar undang-
undang maka terjemahan wettelijkeregeling ialah peraturan perundang-
undangan. Dalam literature Belanda dikenal istilah “wet” yang mempunyai
dua macam arti yaitu “wet in formele zin” dan “wet in materiele zin” yaitu
pengertian undang-undang yang didasarkan kepada bentuk dan cara
terbentuknya serta pengertian undangundang yang didasarkan kepada isi atau
substansinya.

Pengertian undang-undang dalam arti formil (wet in formele zin) menyangkut


undang-undang dilihat dari segi bentuknya dan pembentuknya sedangkan
undang-undang dalam arti materiil (wet in materiele zin ) terkait undang-
undang yang dilihat dari segi isi, materi, atau substansinya. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dari segi penekanan atau sudut penglihatannya yaitu
undangundang yang dapat dilihat dari segi bentuknya atau dari segi materinya
yang dapat dilihat sebagai dua hal yang sama sekali terpisah. Menurut
Burkhardt Krems, ilmu pengetahuan-perundang-undangan adalah ilmu
pengetahuan tentang pembentukan negara, yang merupakan ilmu yang
bersifat interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi,
dan secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Teori Perundang-undangan (gesetzgebungstheorie), yang berorientasi pada


mencari kejelasan dan kejernihan makna atau pengertianpengertian dan
bersifat kognitif; dan

2. Ilmu perundang-undangan (gesetzgebungslehre), yang berorientasi pada


melakukan perbuatan dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan
dan bersifat normative.

Berbeda dengan pendapat Krems dan van der Velden, Peter Noll beranggapan
bahwa ilmu perundang-undangan yang kita bahas merupakan suatu disiplin
yuridik. Ilmu ini meneliti isi dan bentuk norma hukum dengan tujuan
mengembangkan criteria, arah dan petunjuk bagi pembentukan norma yang
rasional. Masalah pokok yang diteliti adalah bagaimana hukum melalui
perundang-undangan dapat dibentuk secara optimal sedangkan titik tolaknya
ialah bagaimana memperoleh jawaban agar keadaan social melalui norma
perundangundangan dapat dipengaruhi sesuai arah yang ditetapkan.
Burkhardt Krems membagi ilmu perundang-undangan menjadi 3 (tiga) sub
bagian yaitu:
1. Proses Perundang-undangan (gesetzgebungverfahren);

2. Metoda Perundang-undangan (gesetzgebungmethode);

3. Teknik Perundag-undangan (gesetzgebungtechnik).

Jika kita menyebut undang-undang yang ditetapkan oleh parlemen dalam


bentuk yang ditentukan oleh konstitusi, sebagai suatu “perintah” atau, dengan
ungkapan yang sama, “kehendak” dari pembuat undang-undangan , maka
suatu “perintah” dalam pengertian yang sesungguhnya. Kelompok norma
hukum yang berada dibawah aturan dasar pokok negara adalah undang-
undang. Berbeda dengan kelompok-kelompok norma diatasnya. Maka norma-
norma dalam suatu undang-undang sudah merupakan norma hukum yang
lebih konkrit dan terperinci serta sudah dapat langsung berlaku didalam
masyarakat.36 Norma-norma hukum dalam undang-undang ini tidak saja
hanya bersifat tunggal, tetapi norma-norma hukum itu sudah dapat dilekati
oleh norma-norma sekunder disamping norma primernya, sehingga suatu
undang-undang sudah dapat mencantumkan norma-norma yang bersifat
sanksi, baik itu pidana maupun sanksi pemaksa. Selain itu, undang-undang ini
berbeda dengan peraturan- peraturan lainnya karena suatu undang-undang
merupakan norma-norma hukum yang selalu dibentuk oleh suatu lembaga
legislatif.

Pada saat ini masih banyak buku dan ahli yang menerjemahkan istilah wet in
formele zin dan wet in materiele zin secara harfiah sebagai “undang-undang
dalam arti formal’ dan ‘undang-undang dalam arti material’ tanpa melihat
pengertian yang terkandung didalamnya. Undang- undang dalam arti luas
atau dalam istilah belanda disebut wet, wet dalam hukum tata negara belanda,
dibedakan dalam dua pengertian, yaitu wet in formelee zin dan wet in
materiele zin. Hal yang sama dikemukakan oleh T.J Buys, bahwa undang-
undang mempunyai dua antara lain:
1. Undang-undang dalam arti formal, ialah setiap keputusan pemerintah yang
membuat undang-undang karena cara pembuatannya (terjadinya), mislanya
pengertian undang- undang, menurut ketentuan UUD 1945 hasil amandemen
adalah bentuk peraturan yang dibuat oleh pemerintah bersama- sama DPR

2. Undang-undang dalam arti maeriil ialah setipa keputusan pemerintah yang


menurut isinya mengikkat langsung setiap penduduk. Undang-undang yang
dibentuk oleh pemerintah Indonesia belumlah banyak. Aturan perundang-
undangan yang berlaku masih banyak memperlakukan aturan perudang-
undangan pemerintahan Hindia Belanda yang keberlakuannya itu sebagai
akibat dari pelaksanaan aturan peralihan UUD 1945. Undang-undang adalah
salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang diadakan untuk
melaksanakan UUD dan ketetapan MPR.Undang-undang mengandung dua
pengertian, yakni undang- undang dalam arti meterial dan formal.

Adapun maksud dari undang-undang dalam arti materil maupun formal


adalah sebagai berikut:

a. Undang-undang dalam arti materil yaitu peraturan yang berlaku umum dan
dibuat oleh penguasa, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

b. Undang-undang dalam arti formal yaitu keputusan tertulis yang dibentuk


dalam arti formal sebagai sumber hukum dapat dilihat di pasal 5 ayat (1) dan
Pasal 20 ayat (1) UUD 1945.

Penjelasan umum UUD 1945 menjelaskan hanya aturan-aturan pokok saja


harus ditetapkan UUD, sedangkan hal-hal yang perlu untuk
menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu harus diserahkan kepada undang-
undang.

A. Hamid S. Atamimi berpendapat bahwa MPR tidak dapat setiap waktu


bersidang mengingat anggota-anggota selain terdiri dari anggota DPR juga
dari utusan daerah dan golongan. Namun lebih yang penting dan lebih pokok
ialah norma hukum yang terkandung oleh ketetapan MPR masih berupa
aturan aturan dasar juga, sejenis norma hukum batang tubuh UUD
1945,sedangkan yang terdapat pada undang-undang adalah peraturan
perundang-undangan. Menurut Bahder Johan nst, tidak hanya aturan dasar
saja yang ditegaskan sebab UUD 1945 penyebutan materi yang oleh UUD
1945, harus diatur dengan undang-undang liminatif, serta terhadap materi
lain dapat juga diatur dengan undang-undang.

Hal itu terjadi apabila pembentuk undang-undang tesebut merasa perlu dan
menghendaki materi tersebut diatur dengan undang-undang. Agak berbeda
dengan pendapat A. Hamid, S. Attamimi, Indonesia adalah negara
berdasarkan atas hukum, wawasan ini mengandung arti bahwa negara
republik Indonesia tidak didasarkan atas kekuasaan semata, melainkan atas
hukum, wawasan rechtstaat yang sempit bukanlah pula formal, melainkan
luas dan memberikan arti bahwa seluruh norma hukum yang law applying
tidak selalu harus didasarkan secara tegas dan nyata atas sebuah norma
hukum law creating yang sudah ada terlbih dahulu, melainkan cukup
bersumber pada norma hukum lebih tinggi dan secara tidak langsung dapat
dijadikan dasar bagi lahirnya norma hukum yang lebih rendah.46 Bertitik
tolak dari pendapatnya itu, kemudian A. Hamid. S. Atamimi mengemukakan
materi muatan sebuah undang-undang dapat meliputi hal-hal berikut ini, baik
salah satunya maupun gabungnya sebagai berikut:

1) Secara tegas diperintah UUD 1945

2) Mengatur lebih lanjut ketetntuan dalam UUD 1945 dan ketetapan MPR

3) Mengatur hak-hak asasi manusia

4) Mengatur hak dan kewajiban warga negara 5) Mengatur pembagian


kekuasaan

6) Mengatur organisasi pokok lembaga-lembaga tertinggi dan tinggi negara

7) Mengatur pembagian daerah/wilayah negara

8) Mengatur kewarganegaraan

9) Hal-hal yang oleh suatu undang-undang harus diatur dalam udang-undang.


Berkaitan dengan hal-hal yang dapat diatur dengan undang- undang, Bagir
Manan mengemukakan beberapa patokan yang mengharuskan pembentukan
undang-undang, sebagai berikut:

1) Melaksanakan perintah UUD yang lazim disebut undang- undang organik

2) Melaksanakan petunjuk undang-undang terdahulu.

3) Mengganti, menggubah, atau menghapus undang-undang yang sudah ada.

4) Materi muatan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban orang banyak

5) Materi muatan yang berkaitan dengan hak asasi manusia

6) Dalam rangka memenuhi syarat konstitusional suatu perjanjian


internasional

7) Materi muatan yang memuat sanksi pidana atau bertalian dengan ganti
kerugian.

Perlu diketahui bahwa tidak semua undang-undang tersebut, menjadi sumber


hukum tata negara dan hanya undang-undang yang berkaitan dengan sistem
ketatanegaraan saja yang menjadi sumber hukum tata negara
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Istilah hukum Indonesia sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk


menunjuk pada sistem norma yang berlaku dan diberlakukan di Indonesia.
Secara sistematik berarti hukum dilihat sebagai suatu kesatuan, yang unsur-
unsur, sub-sistem atau elemen-elemennya saling berkaitan, saling pengaruh
mempengaruhi, serta saling memperkuat atau memperlemah antara satu
dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Norma hukum berasal dari norma-norma yang ada di masyarakat. Norma


hukum bersifat memaksa bagi seluruh lapisan masyarakat, tidak mengenal
perbedaan golongan. Negara perlu adanya hukum yang mengikat dan pasti
karena pada hakikatnya semua manusia butuh kepastian dalam menajlankan
kehidupannya. Untuk itu dibuatlah hukum berdasarkan kesepakatan bersama.
Hukum seharusnya bersikap flesibel agar konflik-konflik yang terjadi dapat
diminimalisr keberadaanya. Sehingga keamanan negara dapat bertahan dan
cita-cita bangsa dapat terwujud.
Norma hukum diambil berbagai macam pendekatan. Maka dari itu hukum
tidaklah bersifat absolut agar hukum dapat berkembang sesuai zaman.
Keputusan hakim dan pembuatan undang-undang selayaknya di dasari atas
banyaknya pertimbangan. Sehingga hukum dapat ditaati bersama oelh seluruh
warga negara.

Norma-norma hukum publik dibentuk oleh lembaga-lembaga negara,


sebenarnya pembentukannya harus dilakukan secara berhati-hati, sebab
norma-norma hukum publik ini harus dapat memenuhi kehendak serta
keinginan masyarakat, jadi berbeda dengan pembentukannya norma-norma
hukum privat. Norma-norma hukum privat itu biasanya selalu sesuai dengan
kehendak/keinginan masyarakat oleh karena hukum privat ini dibentuk oleh
masyarakat yang bersangkutan dengan perjanjian-perjanjian atau transaksi-
transaksi yang bersifat perdata sehingga masyarakat dapat merasakan sendiri
apakah norma hukum itu sesuai atau tidak dengan kehendak atau keinginan
masyarakat.

Hal ini terkait erat dengan kenyataan bahwa susunan hierarki peraturan
perundangundangan Republik Indonesia dewasa ini dirasakan tidak sesuai
lagi dengan perkembangan kebutuhan. Di samping itu, era orde baru yang
semula berusaha memurnikan kembali falsafah pancasila dalam pelaksanaan
UUD 1945 dengan menata kembali sumber tertib hukum dan tata urut
peraturan 40 peundang-undangan, dalam praktiknya selama 32 tahun belum
berhasi membangun susunan peraturan perundang-undangan yang dapat
dijadikan acuan bagi upaya memantapkan sistem peraturan perundang-
undangan di masa depan.

ilmu pengetahuan-perundang-undangan adalah ilmu pengetahuan tentang


pembentukan negara, yang merupakan ilmu yang bersifat interdisipliner yang
berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi, dan secara garis besar dapat
dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Teori Perundang-undangan (gesetzgebungstheorie), yang berorientasi pada


mencari kejelasan dan kejernihan makna atau pengertianpengertian dan
bersifat kognitif; dan

2. Ilmu perundang-undangan (gesetzgebungslehre), yang berorientasi pada


melakukan perbuatan dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan
dan bersifat normative.

Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang memuat


norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui proses dan prosedur
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.Selanjutnya, pasal 7
ayat 1 (satu) Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan menetapkan jenis dan hierarki perundang-
undangan Republik Indonesia.
Peraturan perundang-undangan mestilah disusun mulai yang paling tinggi,
yaitu undang-undang dasar sampai tingkatan paling rendah, yaitu peraturan
daerah kabupaten/kota atau bahkan peraturan desa. Pada prinsipnya, peaturan
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan materi peraturan yang
lebih tinggi. Untuk menjamin konsistensi antarperaturan ini dimungkinkan
adanya mekanisme judicial review atau pengujian materi peraturan terhadap
peraturan yang lebih tinggi. Dalam sistem check and balances yang
didasarkan atas doktrin pemisahan kekuasaan (separation of power), kegiatan
pengujian materi peraturan ini biasanya dikaitkan dengan fungsi tambahan
yang diberikan kepada lembaga pengadilan, yaitu Mahkamah Agung.
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly & M. Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.

Chaidir, Ellydar & Sudi Fahmi, Hukum Perbandingan Konstitusi, Total


Media, Yogyakarta, 2010, halaman 73-74.

Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan Proses dan


Teknik Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 2007.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-Undangan.

Anda mungkin juga menyukai