FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN
2022
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 28
BAB I
PENDAHULUAN
1. John J. Macionis
Menurut robert mz. Lawang norma ialah suatu gambaran yang mengenai apa
yang diinginkan baik dan pantas sehingga menjadi sejumlah anggapan yang
baik dan perlu dihargai seharusnya.
4. Ridwan Hamil
Menyatakan bahwa norma ialah segala peraturan baik tertulis ataupun tidak
tertulis yang pada intinya merupakan suatu peraturan yang berlaku sebagai
suatu acuan atau pedoman yang harus dipatuhi oleh setiap individu dalam
masyarakat.
5. Robert P. Lamm
Menurutnya bahwa norma adalah suatu strandar dari sebuah perilaku lurus
yang dipelihara oleh setiap masyarakat.
6. Soerjono Soekanto
7. Hans Kelsen
Menurut hans kelsen menyatakan bahwa norma ialah suatu perintah yang
tidak personal dan anonim.
Ketegangan yang timbul dari masyarakat membuat negara mau tidak mau
harus membuat sebuah hukum yang mengikat untuk seluruh warga negara.
Ketegangan ini yang seolah harus diafirmasi legitimasi hukum sebagaimana
dipahami oleh semua masyarakat modern sekarang ini yakni hukum tidak
hanya bersandar pada kesadaran kolektif masyarakat secara spontan
mengenai bagaimana mereka harus berperilaku, melainkan harus dikodifikasi
dalam satu sistem yang rasional, jelas, dan spesifik. Oleh karena itu maka
penciptaan hukum dalam pengertian tersebut merupakan sebuah imperatif
sosial walaupun diharapkan mereflesikan norma dan nilai suatu masyarakat di
satu sisi, namun kebutuhan-kebutuhan baru yang lahir dari proses sosial
antara berbagai kepentingan dimana nilai dan norma pada sisi lain tidak dapat
dinegasi urgensi.
Ada tiga elemen yang termuat dalam setiap norma antara lain :
1. Nilai (value)
Pada dasarnya bersifat abstrak tentang ide-ide yang relatif disukai, disenangi,
dan dicapai oleh masyarakat. Karena itu nilai memuat ide-ide penting bagi
masyarakat untuk kehidupannya.
2. Penghargaan (Reward)
Sanksi yang positif untuk semua perilaku yang sudah sesuai norma yang
dianggap benar oleh masyarakat.
3. Hukuman (Punishement)
Hukuman karena telah dai-nilai yang berlaku di anggap melanggar nilai-nilai
yang dianut masyarakat.
1. Norma formal
Norma yang pada umumnya ditulis secara spesifik yang memuat jenis-jenis
hukuman yang harsu diberikan kepada seseorang yang perilakunya tida sesuai
dengan norma yang dianut masyarakat.
2. Norma informal
Tidak memuat sanksi-sanksi secara resmi ata spesifik namun masyarakat
memiliki standar-standar yang telah mereka yakini sebagai hukuman yang
pantas bagi si pelanggar norma tersebut.
Dalam doktrin ilmu hukum, pedoman dalam menyusun peraturan perundang-
undangan pernah disampaikan oleh I.C. Van Der Vlies dan A. Hamid S.
Attamimi. Menurut I.C. Van Der Vlies membaginya menjadi 2 (dua)
klasifikasi, yaitu asas-asas yang formal dan asas-asas yang material. Asas-
asas yang formal meliputi:
1. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duideleijke doelstelling);
2. Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan);
3. Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);
4. Asas dapatnya dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);
5. Asas konsensus (het beginsel van consensus).
1. Suatu norma hukum itu bersifat “Heteronom” dalam arti bahwa norma
hukum itu datang dari luar diri seseorang. Sedangkan norma lainnya bersifat
otonom, dalam arti norma itu berasal dari diri seseorang.
2. Suatu norma hukum itu dapat dilekati dengan sanksi pidana maupun sanksi
pemaksa secara fisik, sedangkan norma yang lain tidak dapat dilekati dengan
sanksi pidana atau sanksi pemaksa secara fisik.
3. Dalam norma hukum sanksi pidana atau sanksi pemaksa itu dilaksanakan
oleh aparat negara (misalnya polisi, jaksa, hakim), sedangkan terhadap
pelanggaran norma-norma lainnya sanksi itu datangnya dari diri sendiri.
a. Imperatif, yaitu perintah yang secara apriori harus ditaati baik berupa suruhan
maupun larangan;
Norma hukum dapat pula dibedakan antara yang bersifat umum dan abstrak
dan yang bersifat konkret dan individual. Norma hukum bersifat abstrak
karena ditujukan kepada semua subjek yang terkait tanpa menunjuk atau
mengaitkan dengan subjek konkret, pihak dan individu tertentu. Sedangkan
norma hukum yang konkret dan individual ditujukan kepada orang tertenu,
pihak atau subjek-subjek hukum tertentu atau peristiwa dan keadaan-keadaan
tertentu. Mengemukakan ada beberapa kategori norma hukum dengan melihat
bentuk dan sifatnya, yaitu:
a. Norma hukum umum dan norma hukum individual. Norma hukum umum
adalah suatu norma hukum yang ditujukan untuk orang banyak (addressatnya)
umum dan tidak tertentu. Sedangkan norma hukum individual adalah norma
hukum yang ditujukan pada seseorang, beberapa orang atau banyak orang
yang telah tertentu.
b. Norma hukum abstrak dan norma hukum konkret.
c. Norma hukum abstrak adalah suatu norma hukum yang melihat pada
perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti tidak konkret.
Sedangkan norma hukum konkret adalah suatu norma hukum yang melihat
perbuatan seseorang itu secara lebih nyata (konkret).
d. Norma hukum yang terus-menerus dan norma hukum yang sekali-selesai.
Norma hukum yang berlaku terus menerus (dauerhaftig) adalah norma hukum
yang berlakunya tidak dibatasi oleh waktu, jadi dapat berlaku kapan saja
secara terus menerus, sampai peraturan itu dicabut atau diganti dengan
peraturan yang baru.
Sedangkan norma hukum yang berlaku sekali-selesai (einmalig) adalah
norma hukum yang berlakunya hanya satu kali saja dan setelah itu selesai,
jadi sifatnya hanya menetapkan saja sehingga dengan adanya penetapan itu
norma hukum tersebut selesai.
Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapislapis dan
berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-
kelompok, da pengelompokkan norma hukum dalam suatu negara terdiri atas
empat kelompok besar yaitu:
(1) Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan
peraturan perundang-undangan;
(2) Sumber huku terdiri atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak
tertulis;
Oleh karena itu, undangundang dasar sebagai konstitusi tertulis beserta nilai-
nilai dan norma hukum dasar yang tidak tertulis yang hidup sebagai konvensi
ketatanegaraan dalam praktik penyelenggaraan negara sehari-hari, termasuk
kedalam pengertian konstitusi atau hukum dasar (droit constitusionnel) suatu
negara.
Ada beberapa bentuk dokumen yang biasa disebut hukum, yaitu dokumen
berbentuk peraturan, dokumen berbentuk penetapan, dokumen berbentuk
keputusan, dan dokumen berbentuk akta perjanjia atau persetujuan. Keempat
dokumen tersebut dikeluarkan oleh atau terkait erat dengan empat jenis fungsi
yang dikenal dalam jabatan hukum yang resmi yaitu: legislative/regulative
body seperti parlemen, administrative body seperti badan eksekutif
pemerintahan, judicial body seperti pengadilan atau adjudicative body seperti
arbitrase, dan dokumen jabatan notaris berupa akta resmi. Dokumen lain yang
juga diakui sebagai dokumen hukum yang bersifat menunjang dalam proses
pembuktian hukum adalah persetujuan tertulis antara para pihak yang tidak
bersifat notarial, terjemahan resmi dari public interpreter, dan laporan
keuangan hasil public accountant serta berbagai dokumen yang berupa kode
hukum dan kehormatan yang berlaku internal dalam aneka bentuk
perkumpulan dan organisasi yang hidup dalam kegiatan masyarakat seperti
anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan kode etik professional. Ketiga
terakhir ini dapat disebut mencakup pengertian code of law, code of conduct,
dan code of ethics dalam setiap organisasi.
Hal ini terkait erat dengan kenyataan bahwa susunan hierarki peraturan
perundangundangan Republik Indonesia dewasa ini dirasakan tidak sesuai
lagi dengan perkembangan kebutuhan. Di samping itu, era orde baru yang
semula berusaha memurnikan kembali falsafah pancasila dalam pelaksanaan
UUD 1945 dengan menata kembali sumber tertib hukum dan tata urut
peraturan 40 peundang-undangan, dalam praktiknya selama 32 tahun belum
berhasi membangun susunan peraturan perundang-undangan yang dapat
dijadikan acuan bagi upaya memantapkan sistem peraturan perundang-
undangan di masa depan.
3.3 Perundang-Undangan
Berbeda dengan pendapat Krems dan van der Velden, Peter Noll beranggapan
bahwa ilmu perundang-undangan yang kita bahas merupakan suatu disiplin
yuridik. Ilmu ini meneliti isi dan bentuk norma hukum dengan tujuan
mengembangkan criteria, arah dan petunjuk bagi pembentukan norma yang
rasional. Masalah pokok yang diteliti adalah bagaimana hukum melalui
perundang-undangan dapat dibentuk secara optimal sedangkan titik tolaknya
ialah bagaimana memperoleh jawaban agar keadaan social melalui norma
perundangundangan dapat dipengaruhi sesuai arah yang ditetapkan.
Burkhardt Krems membagi ilmu perundang-undangan menjadi 3 (tiga) sub
bagian yaitu:
1. Proses Perundang-undangan (gesetzgebungverfahren);
Pada saat ini masih banyak buku dan ahli yang menerjemahkan istilah wet in
formele zin dan wet in materiele zin secara harfiah sebagai “undang-undang
dalam arti formal’ dan ‘undang-undang dalam arti material’ tanpa melihat
pengertian yang terkandung didalamnya. Undang- undang dalam arti luas
atau dalam istilah belanda disebut wet, wet dalam hukum tata negara belanda,
dibedakan dalam dua pengertian, yaitu wet in formelee zin dan wet in
materiele zin. Hal yang sama dikemukakan oleh T.J Buys, bahwa undang-
undang mempunyai dua antara lain:
1. Undang-undang dalam arti formal, ialah setiap keputusan pemerintah yang
membuat undang-undang karena cara pembuatannya (terjadinya), mislanya
pengertian undang- undang, menurut ketentuan UUD 1945 hasil amandemen
adalah bentuk peraturan yang dibuat oleh pemerintah bersama- sama DPR
a. Undang-undang dalam arti materil yaitu peraturan yang berlaku umum dan
dibuat oleh penguasa, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Hal itu terjadi apabila pembentuk undang-undang tesebut merasa perlu dan
menghendaki materi tersebut diatur dengan undang-undang. Agak berbeda
dengan pendapat A. Hamid, S. Attamimi, Indonesia adalah negara
berdasarkan atas hukum, wawasan ini mengandung arti bahwa negara
republik Indonesia tidak didasarkan atas kekuasaan semata, melainkan atas
hukum, wawasan rechtstaat yang sempit bukanlah pula formal, melainkan
luas dan memberikan arti bahwa seluruh norma hukum yang law applying
tidak selalu harus didasarkan secara tegas dan nyata atas sebuah norma
hukum law creating yang sudah ada terlbih dahulu, melainkan cukup
bersumber pada norma hukum lebih tinggi dan secara tidak langsung dapat
dijadikan dasar bagi lahirnya norma hukum yang lebih rendah.46 Bertitik
tolak dari pendapatnya itu, kemudian A. Hamid. S. Atamimi mengemukakan
materi muatan sebuah undang-undang dapat meliputi hal-hal berikut ini, baik
salah satunya maupun gabungnya sebagai berikut:
2) Mengatur lebih lanjut ketetntuan dalam UUD 1945 dan ketetapan MPR
8) Mengatur kewarganegaraan
4) Materi muatan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban orang banyak
7) Materi muatan yang memuat sanksi pidana atau bertalian dengan ganti
kerugian.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hal ini terkait erat dengan kenyataan bahwa susunan hierarki peraturan
perundangundangan Republik Indonesia dewasa ini dirasakan tidak sesuai
lagi dengan perkembangan kebutuhan. Di samping itu, era orde baru yang
semula berusaha memurnikan kembali falsafah pancasila dalam pelaksanaan
UUD 1945 dengan menata kembali sumber tertib hukum dan tata urut
peraturan 40 peundang-undangan, dalam praktiknya selama 32 tahun belum
berhasi membangun susunan peraturan perundang-undangan yang dapat
dijadikan acuan bagi upaya memantapkan sistem peraturan perundang-
undangan di masa depan.
Asshiddiqie, Jimly & M. Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.