Anda di halaman 1dari 21

TUGAS FARMAKOLOGI III

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN KOMBINASI TRAMADOL DENGAN

INJEKSI LIDOKAIN PADA PASIEN SIRKUMSISI

Oleh :

I Gst. Ayu Agung Meidayanti

16700062

2016B

Fakultas Kedokteran

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Tahun Ajaran 2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA

sehingga tugas Farmasi dengan judul “Efektivitas Penggunaan Kombinasi

Tramadol Dengan Injeksi Lidokain Pada Pasien Sirkumsisi” ini dapat

tersusun hingga selesai. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah

pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat

memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih

banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 29 Juni 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………..4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. SIRKUMSISI
1. Pengertian…………………….......................................................................6
2. Epidemiologi Akibat Sirkumsisi……………................................................7
3. Manfaat Sirkumsisi…………………………………………………..........8
4. Komplikasi Sirkumsisi………………………………………......................8
B. TRAMADOL
1. Monografi…………………………………………………………………10
2. Farmakologi………………………………………………………………11
3. Farmakodinamik…………………………………………………………13
4. Farmakokinetik……………………………………………………………14
5. Toksisitas………………………………………………………………….16
6. Penggunaan Klinis………………………………………………………16
KESIMPULAN……………………………………………………………………….....17
DAFTAR PUSTAKA…………………….....................................................................20

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi menular seksual (IMS) terus menjadi masalah kesehatan

masyarakat yang serius dan cukup menonjol pada sebagian besar negara didunia.1

Prevalensi kasus IMS di berbagai negara tidak diketahui dengan pasti, namun

berdasarkan laporan yang dikumpulkan oleh WHO (World Health Organization)

terdapat sekitar 250 juta penderita baru dengan1 diagnosis gonorrhea, sifilis,

herpes genitalis yang menurut hasil analisis jumlah tersebut cenderung meningkat

dari waktu ke waktu.

Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mencegah meluasnya

penyebaran IMSantara lain promosi perilaku seksual yang aman, program

peningkatan penggunaan kondom, peningkatan perilaku upaya mencari

pengobatan, pengintegrasian upaya pencegahan dan perawatan IMS ke dalam

upaya pelayanan kesehatan dasar, upaya kesehatan reproduksi. Sehingga beberapa

tahun terakhir para ahli mulai merekomendasikan sirkumsisi atau sunat sebagai

salah satu upaya pencegahan penularan IMS.

Sirkumsisi pada laki-laki dilakukan dengan memotong atau

menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan penis atau prepusium

yang bertujuan untuk membersihkan penis dari berbagai kotoran penyebab

penyakit yang mungkin melekat pada ujung penis yang masih ada preputiumnya.

4
The American Academy of Pediatrics (AAP) mengakui bahwa sirkumsisi atau

sunat dapat mencegah terjadinya infeksi saluran kencing pada anak-anak

(Rabinowitz & hullbert,1995). Sirkumsisi atau sunat mencegah terjadinya tumor

(mencegah menumpuknya smegma yang diduga kuat bersifat karsinogenik)

(Ferguson DG.Kapita Selekta 2014). Bahkan pada beberapa keadaan tertentu yang

berkaitan dengan penyakit dan kelainan bawaan pada alat kelamin, sirkumsisi atau

sunat merupakan solusi tindakan yang sangat dianjurkan.

Biasanya setelah dilakukan sirkumsisi ini, pasien akan mengalami atau

merasakan nyeri pada lokasi pembedahan tersebut. Nyeri tersebut dapat

dihilangkan dengan diberi terapi Tramadol. Pada dasarnya Tramadol merupakan

golongan obat analgesic sebagai obat penghilang rasa sakit derajat ringan sampai

sedang. Namun, jarang jurnal penelitian menggunakan obat Tramadol ini sendiri,

biasanya obat Tramadol ini dikombinasi dengan obat lain atau dosisnya

direndahkan. Hal tersebut di karenakan efek samping dari Tramadol yang cukup

berbahaya. Sehingga, pada makalah ini akan membahas tentang Keefektivan

Penggunaan Kombinasi Tramadol dengan Injeksi Lidocain pada Pasien

Sirkumsisi berdasarkan Karya Tulis Ilmiah dari Zakaryya pada tahun 2016 yang

berjudul “Perbandingan Efektivitas Antara Injeksi Lidokain 1mg/KgBB di

Tambah Tramadol dengan Injeksi Lidokain 1Mg/KgBB Pada Pemberian Block

Dorsum Penis Pasien”.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SIRKUMSISI

1. Definisi

Kata Sirkumsisi berasal dari bahasa Latin circum (berarti "memutar")

dan caedere (berarti "memotong"). Sirkumsisi atau yang dikenal oleh

masyarakat sebagai khitan atau Sirkumsisi pada dasarnya adalah

pemotongan sebagian dari preputium penis hingga keseluruhan glans penis

dan corona radiata terlihat jelas. Penis merupakan organ tubuler yang

dilewati oleh uretra. Penis berfungsi sebagai saluran kencing dan saluran

untuk menyalurkan semen kedalam vagina selama berlangsungnya

hubungan seksual. Penis dibagi menjadi tiga regio :

a. Pangkal penis adalah bagian yang melekat pada tubuh di daerah

simphisis pubis.

b. Korpus penis merupakan bagian yang didalamnya terdapat saluran.

c. glans penis adalah bagian paling distal yang melingkupi meatus

uretra eksterna.

Corona radiata merupakan bagian “leher” yang terletak antara korpus

penis dan glans penis. Kulit yang menutupi penis menyerupai kulit

skrotum, terdiri dari lapisan otot polos dan jaringan areolar yang

memungkinkan kulit bergerak elastis tanpa merusak struktur dibawahnya.

6
Lapisan subkutannya juga mengandung banyak arteri, vena dan pembuluh

limfe superficial. Jauh dibawah jaringan areolar, terdapat kumparan

jaringan elastis yang merupakan struktur internal penis. Sebagian besar

korpus penis terdiri dari jaringan erektil, corpora cavernosa dan corpus

spongiosum (Sander MA, 2013)

2. Epidemiologi Akibat Tidak Sirkumsisi

Sejak 150 tahun yang lalu Hutchinson melaporkan bahwa terdapat

hubungan antara sirkumsisi pada laki-laki dan infeksi menular seksual

dengan mengamati insidensi sifilis yang lebih banyak terjadi pada laki-laki

yang tidak disirkumsisi. Pendapat ini didukung oleh penelitian di Kanada

(1947) dan data dari rumah sakit Naval di Amerika (1949). Penelitian di

Perth, Australia (1983) juga menunjukkan hubungan yang bermakna

antara tidak disirkumsisi dengan penyakit sifilis, herpes genitalis dan

gonorrhea.22 Sebuah penelitian prospektif di Nairobi, Kenya (2006) juga

melaporkan terdapat hubungan bermakna antara tidak disirkumsisi dengan

kejadian penyakit ulkus genital yaitu tidak sirkumsisi meningkatkan risiko

kejadian ulkus genital sebesar 2,5 kali dan juga meningkatkan risiko

terinfeksi HIV tipe 1 sebesar 4 kali.

Beberapa penelitian menyatakan infeksi Human Papiloma Virus

(HPV) 10 kali lebih tinggi pada laki-laki yang tidak disirkumsisi, demikian

juga dengan sebuah penelitian meta-analisis pada tahun 2007 melaporkan

bahwa sirkumsisi secara signifikan dapat mengurangi infeksi HPV. Seperti

halnya kanker servik pada perempuan, HPV juga menyebabkan kanker

7
penis pada pria. Insiden kanker penis pada laki-laki yang tidak

disirkumsisi 22 kali lebih tinggi dibandingkan yang disirkumsisi

3. Manfaat Sirkumsisi

Manfaat Sirkumsisi untuk pelaksanaan ibadah agama / ritual, juga untuk

alasan medis yang dimaksudkan untuk (Tram KH, 2014) :

a. Menjaga hygiene penis dari smegma dan sisa-sisa urine.

b. Menjaga terjadinya infeksi pada glands atau preputium penis

(balanoposthitis).

c. Mencegah terjadinya kanker penis. Iritasi kronis galand penis

dengan smegma dan balanitis (infeksi) merupakan factor

predisposisi terjadinya kanker penis. Kanker penis jarang terjadi

pada orang yang telah disirkumsi.

4. Komplikasi Sirkumsisi

Tindakan sirkumsisi seringkali timbul komplikasi, komplikasi yang

sering terjadi antara lain (Hatzold K & Mavhu W, 2014) :

a. Nyeri

Nyeri adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Biasanya terjadi

pada saat efek anestesinya berakhir yang di dahului dengan rasa panas

pada daerah genitalia. Pada saat operatif pertimbangkan penambahan obat

anestesi, apabila terjadi post sirkumsisi untuk mengatasinya segera minum

analgesik setelah tindakan sirkumsisi berakhir.

b. Edema

8
Edema sering timbul setelah tindakan sirkumsisi, biasanya pada hari

kedua. Hal ini terjadi karena pemberian anestesi subkutan dengan

konsentrasi yang tinggi menyebabkan penarikan cairan didaerah subkutan

yang longgar atau juga dipicu oleh proses infeksi awal.

c. Perdarahan

Perdarahan kerap kali terjadi beberapa jam setelah sirkumsisi berakhir.

Hal ini terjadi karena ada pembuluh darah yang tidak diligasi atau

ligasinya lepas. Ditandai dengan perban yang basah kemerahan karena

darah sampai darah menetes dari perban tersebut.

d. Haematoma

Haematoma adalah perdarahan yang terjadi di bawah kulit atau

mukosa. Terjadi karena efek penyuntikan anestesi yang mengenai

pembuluh darah atau proses insisi.

e. Infeksi

Infeksi yang terjadi biasanya diawali tanda-tanda yaitu : Calor (panas),

Dolor (Nyeri), Rubor (kemerahan), Tumor (benjolan atau pembengkakan)

dan functiolesa (gangguan fungsi). Pasien umumnya demam dan

mengeluh nyeri di sekitar genitalia, pada tempat luka biasanya didapatkan

nanah (pus).

9
B. TRAMADOL

1. Monografi

Gambar B. 1. Rumusan Kimia Tramadol

Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Tramadol

Garam tramadol hidroklorida adalah bubuk kristal putih dan

memiliki rasa pahit, mudah larut dalam air dan metil alkohol, sukar larut

dalam aseton.

Tramadol memiliki dua pusat kiral dalam cincin sikloheksana.

Akibatnya, ada empat stereoisomer yang berbeda: (1R, 2R), (1S, 2S), (1R,

2S), dan stereoisomer (1S, 2R). Produk yang tersedia secara komersial

mengandung campuran rasemat (1R, 2R) dan (1S, 2S) enantiomer, juga

ditetapkan sebagai enansiomer cis- (2-dimethylaminomethyl) -1- (3-

methoxyphenyl) cyclohexanol, masing-masing. Enantiomer (1R, 2R) dan

(1S, 2S) memiliki gugus hidroksil dan dimetilaminometil dalam

10
konfigurasi, dan gugus metoksifenil dan gugus dimetilaminometil dalam

konfigurasi trans.

Tramadol menunjukkan kemiripan struktural dengan kodein. Baik

tramadol dan kodein memiliki kelompok 3-metoksi pada cincin fenil dan

berbagi O-demetilasi sebagai langkah metabolisme, menghasilkan

metabolit dengan aktivitas agonis μ-opioid yang lebih kuat daripada

senyawa induk. Selain itu, bagian dimetilaminometil dari tramadol

menyerupai nitrogen cincin termetilasi morfin dan kodein, dan membentuk

bagian penting dari farmakofora yang berinteraksi dengan reseptor μ-

opioid dan transporter monoamina. N-demethylation menghasilkan

metabolit yang tidak memiliki aktivitas analgesik yang signifikan

2. Farmakologi Tramadol

Tramadol adalah analog opioid sintetis dari kodein pertama kali

disintesis pada tahun 1962 oleh perusahaan jerman Grunenthal dalam

upaya untuk mengurangi efek samping dari opioid seperti depresi

pernafasan. Secara umum, tramadol bekerja sebagai agonis opioid selektif

untuk reseptor µ, dan afinitas lemah untuk κ dan reseptor δ . Afinitas

untuk reseptor µ adalah sekitar 10 kali lipat lebih lemah dari kodein dan

6000 kali dari morfin. Tramadol adalah analgetik yang bekerja secara

sentral yang memiliki afinitas sedang pada reseptor μ yang lemah (Ifar et

al, 2011). Penggunaan obat-obat anatesi umum, hanya membuat pasien

kehilangan kesadaran, untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan obat

11
golongan opioid dan untuk merelaksasi kerja otot dapat digunakan obat

pelumpuh otot. Ketiga kombinasi diatas dikenal sebagai trias anastesi “The

triad of anesthesia” yaitu Narkosis (kehilangan kesadaran), analgesia

(mengurangi rasa sakit), dan relaksasi otot (Latief dkk, 2002),

Rumus molekul tramadol adalah C16H25NO2. Tramadol cepat

diserap setelah pemberian oral dan tingkat darah puncaknya dicapai sekitar

2-3 jam setelahnya. Waktu paruhnya sekitar 5-6 jam dan dimetabolisme di

hati oleh demetilasi (Shereen A dkk, 2017)

Tramadol umumnya dianggap sebagai obat obat dengan potensi

rendah untuk ketergantungan relatif terhadap morfin. Namun demikian,

ketergantungan tramadol dapat terjadi ketika digunakan untuk jangka

waktu yang lama (lebih dari beberapa minggu hingga bulan).

Ketergantungan pada tramadol dapat terjadi ketika digunakan dalam

rentang dosis tramadol yang dianjurkan tetapi terutama bila digunakan

pada dosis terapeutik supra (WHO, 2014).

Pada dosis supra-terapeutik dan jarang pada dosis terapeutik,

intoksikasi dapat terjadi. Gejala intoksikasi tramadol mirip dengan

analgesik opioid lainnya tetapi mungkin termasuk komponen serotonergik

dan noradrenergik. Gejalanya termasuk depresi sistem saraf pusat (SSP)

dan koma, takikardia, kolaps kardiovaskular, kejang, dan depresi

pernafasan hingga henti napas (WHO, 2014).

12
3. Farmakodinamik

Tramadol mempunyai 2 mekanisme yang berbeda pada manajemen

nyeri yang keduanya bekerja secara sinergis yaitu : agonis opioid yang

lemah dan penghambat pengambilan kembali monoamine

neurotransmitter. Tramadol mempunyai efek merugikan yang paling lazim

dalam penggunaan pada waktu yang singkat dan biasanya hanya pada awal

penggunaannya saja yaitu pusing, mual, sedasi, mulut kering, berkeringat

dengan insidensi berkisar antara 2,5 sampai 6,5%. Tidak dilaporkan

adanya depresi pernafasan yang secara kllinis relevan setelah dosis obat

yang di rekomendasikan. Depresi pernafasan telah ditunjukkan hanya pada

beberapa pasien yang diberikan tramadol sebagai kombinasi dengan

anastesi, sehingga membutuhkan nalokson pada sedikit pasien. Pada

pemberian tramadol pada nyeri waktu proses kelahiran, tramadol intravena

tidak menyebabkan depresi pernafasan pada neonates (WHO,2014)

Analgesia Tramadol adalah analgesik aksi sentral, digunakan

untuk mengobati nyeri sedang sampai sedang.  Sebagai analgesik,

tramadol kira-kira ekuipoten sebagai kodein dan memiliki sekitar 10% dari

potensi morfin setelah pemberian parenteral. Karena tramadol memiliki

bioavailabilitas oral lebih tinggi daripada morfin, potensi relatif tramadol

oral harus sekitar 20% dari morfin oral (WHO, 2014)

Tramadol memiliki berbagai aplikasi baik di akut (misalnya, pasca

operasi, trauma) dan kronis (kanker dan non-kanker) nyeri. Keampuhan

tramadol dalam pengobatan nyeri neuropatik. Tramadol tidak dianjurkan

13
atau memiliki kontraindikasi pada penderita yang hipersensitif terhadap

tramadol atau opiate dan penderita yang mendapatkan pengobatan dengan

penghambat MAO, intoksikasi akut dengan alkohol, hiptonika, analgetika

atau obat obat yang bekerja pada SSP, seperti transquiliser, hiptonik

(WHO, 2014)

4. Farmakokinetik

a. Absorpsi

Absorpsi Tramadol hampir sepenuhnya diserap setelah

pemberian oral (> 90%), dubur dan intramuskular. Bioavailabilitas

rata-rata adalah 70%, terlepas dari asupan makanan saat ini.

Konsentrasi plasma puncak setelah pemberian oral, rektal dan

intramuskular dicapai dalam 1-2 jam, 3 jam, dan 45 menit, masing-

masing. Preparat rilis-diperpanjang menghasilkan profil konsentrasi

plasma yang lebih halus dan memiliki konsentrasi puncak yang lebih

rendah (sekitar setengah) setelah 4 hingga 6 jam. Puncak konsentrasi

tramadol plasma setelah pemberian oral dosis tunggal (100 mg) adalah

0,31  0,08 mg / L.35 Puncak konsentrasi plasma Odesmethyltramadol

biasanya 15-25% dari tramadol. Farmakokinetik tramadol oral dan

intravena tidak berbeda secara signifikan antara orang dewasa dan

anak-anak (WHO, 2014)

b. Distribusi

14
Volume distribusi tramadol adalah sekitar 2,6-2,9 L / kg berat

badan, mengikuti dosis intravena 100 mg. Protein plasma mengikat

sekitar 20% ( WHO, 2014)

c. Metabolisme

Tramadol secara ekstensif dimetabolisme di hati oleh

demetilasi, oksidasi dan konjugasi (sulfat dan glukuronidasi) . Dua

puluh tiga metabolit telah diidentifikasi. Kedua metabolit O dan N-

desmethyl terbentuk, termasuk derivatif di- dan tri-desmethyl. O-

demethylation terjadi terutama oleh enzim hati sitokrom P450 2D6

(CYP2D6) dan N-demethylation oleh sitokrom P450 3A4 (CYP 3A4).

Reaksi O-demethylation, menghasilkan metabolit aktif O-

desmethyltramadol, tergantung pada aktivitas enzim CYP 2D6. Enzim

ini menampilkan polimorfisme genetik (WHO, 2014)

Metabolisme lambat memiliki konsentrasi plasma O-

desmethyltramadol yang relatif rendah, sedangkan metaboliser (ultra)

cepat memiliki konsentrasi plasma yang relatif tinggi dari metabolit

aktif ini. Dengan demikian, aktivitas CYP 2D6 mempengaruhi

aktivitas analgesik tramadol. CYP 2D6 dapat dihambat oleh sejumlah

obat, termasuk berbagai antidepresan dan kontrasepsi oral. Terapi

bersamaan dengan inhibitor tersebut dapat mempengaruhi efek

analgesik tramadol (WHO, 2014)

15
d. Eliminasi

Tramadol oral dihilangkan dalam urin (90%) dan faeces (10%).

Sekitar 30% dari dosis oral diekskresikan tidak berubah dalam urin,

dan sekitar 60% dalam bentuk metabolit bebas dan terkonjugasi (WHO,

2014)

5. Toksisitas

Intoksikasi tramadol mirip dengan analgesik opioid lainnya. Ini

termasuk depresi sistem saraf pusat (SSP), termasuk koma, mual dan

muntah, takikardia, kolaps kardiovaskular, kejang, dan depresi pernafasan

hingga gangguan pernafasan. Selain itu, dalam kombinasi dengan agen

serotonergik (khususnya, inhibitor reuptake serotonin selektif dan

monoamina inhibitor oksidase) tramadol dapat menginduksi sindrom

serotonin. Hipertermia pada sindrom serotonin berpotensi fatal ( WHO,

2014)

6. Penggunaan Klinis

Tramadol memiliki berbagai aplikasi baik pada penyakit akut

(misalnya, pasca operasi, trauma) dan kronis (kanker dan non-kanker)

nyeri. Keampuhan tramadol dalam pengobatan nyeri neuropatik ( WHO,

2014)

16
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Sirkumsisi adalah tindakan memotong bagian pars skotalis pada penis,

yang berfungsi untuk kesehatan genetalia. Tetapi walaupun dapat

berfungsi sebagai kesehatan genetalia, nyatanya pada jurnal penelitian

dikatakan bahwa tindakan sirkumsisi dapat menimbulkan komplikasi

diantaranya : infeksi, nyeri, edema, pendarahan.

2. Pemberian Tramadol dosis tunggal efektik untuk menghilangkan rasa

nyeri akut, kronis dan pascabedah. Namun pada keadaan pasien yang

sedang sirkumsisi, pemberian tramadol lebih efektik jika dikombinasikan

dengan Lidokain.

3. Efektivitas pemberian obat kombinasi tramadol dengan injeksi lidokain

mampu menekan rasa nyeri pada pasien sirkumsisi. Hal ini ditinjau dari

penelitian yang telah dilakukan oleh Zakarrya pada tahun 2016, di Rumah

Sakit KIA Sadewa Sleman Yogyakarta menggunakan penelitian uji quasi

eksperimental untuk mengetahui pengaruh perbedaan pemberian suntikan

anastesi local lidokain 1 mg/kgbb di tambah Tramadol dengan lidocain 1

mg/kgbb pada sirkumsisi, membagi subjek menjadi 2 kelompok. Dalam

menguji Ho bahwa tidak ada perbedaan efektivitas antara injeksi Lidokain

1 mg/KgBB di tambah tramadol dengan injeksi Lidokain 1 mg/KgBB pada

pemberian block dorsum penis pasien sirkumsisi. Namun jika dilihat dari

rata-rata yaitu bahwa pemberian kombinasi lidokain 1 mg/KgBB dengan

tramadol lebih efektif mengurangi rasa nyeri pada pasien sirkumsisi yang

17
diperoleh yaitu sebesar 3,39 pada lidokain 1 mg/KgBB ditambah tramadol

dan 5,56 pada lidokain 1mm/KgBB. Maka dari itu, kombinasi kedua obat

tersebut memiliki kegunaan yang multimodal yaitu Lidokain sebagai

anastesi (menghilangkan kesadaran) serta tramadol sebagai analgesic

(menghilangkan rasa nyeri ketika pembedahan dilakukan) serta pengaturan

atau pemberian dosis terapi yang diberikan dengan tepat sehingga

keefektivitasan kombinasi obat tersebut dapat berhasil digunakan. Selain

itu juga, penambahan tramadol berperan penting dalam pembedahan ini,

dilihat dari mekanisme yang dimiliki oleh Tramadol bahwa ia memiliki 2

mekanisme yang berbeda yaitu agonis opioid yang lemah dan penghambat

pengambilan kembali monoamine neurotransmitter. Serta dilihat juga dari

penelitian yang telah dilakukan bahwa jika Lidokain diberikan dengan

dosis tunggal tanpa ditambahkan Tramadol keefektivitasannya berkurang,

hal tersebut kembali lagi dilihat dari kegunaan serta mekanisme dari

Tramadol. Kegunaan atau aplikasi klinis dari Tramadol juga perlu

diperhatikan untuk pasien sirkumsisi ini, karena indikasi dari pemberian

tramadol yaitu untuk nyeri akut, kronis dan pascabedah.

4. Penggunaan Lidokain pada pasien sirkumsisi kurang memiliki

keefektivitasan untuk menghilangkan rasa nyeri saat operasi atau

pascaoperasi, hal ini berdasarkan hasil penelitian dari Zakarrya tahun

2016, diperoleh yaitu sebesar 3,39 pada lidokain 1 mg/KgBB ditambah

tramadol dan 5,56 pada lidokain 1mm/KgBB.

18
5. Banyak peneliti meneliti bahwa penggunaan tramadol ini sering kali

dikombinasikan untuk mengatasi nyeri sedang sampai berat dengan

analgetik lain atau obat lain. Seperti pada jurnal penelitian yang dilakukan

oleh Surahman,dkk pada tahun 2015, dengan menggunakan eksperimen

untuk mengetahui perbandingan kombinasi tramadol parasetamol

intravena dengan tramadol ketorolak intravena terhadap

Pascahisterektomi.

6. Terapi Tramadol untuk nyeri pascabedah masih efektif digunakan

dibeberapa rumah sakit salah satu contohnya di Rumah Sakit Dr. Hasan

Sadikin (RSHS) Bandung.

19
DAFTAR PUSTAKA

Fitria. 2014. Peran Sirkumsisi dalam Infeksi Penyakit Menular. Jurnal Online :
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 14 Nomor 1 April
2014 ( diaksesn tanggal 29 Juni 2018
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/3273 )

Indra Imai. 2013. Farmakologi Tramadol. Jurnal online : JURNAL


KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 1 April 2013
( diakses tanggal 29 Juni 2018
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=428759&val=3947&title=FARMAKOLOGI%20TRAMADOL )

Karmena D, dkk. 2015. Perbandingan Kombinasi Tramadol Parasetamol


Intravena dengan Tramadol Ketorolak Intravena terhadap Nilai Numeric
Rating Scale dan Kebutuhan Opioid Pascahisterektomi. Jurnal online :
Jurnal Jurnal Anestesi Perioperatif ( diakses tanggal 29 Juni 2018
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=380179&val=5105&title=Perbandingan%20Kombinasi
%20Tramadol%20Parasetamol%20Intravena%20dengan%20Tramadol
%20Ketorolak%20Intravena%20terhadap%20Nilai%20Numeric
%20Rating%20Scale%20dan%20Kebutuhan%20Opioid
%20Pascahisterektomi)

Tacae H, et.al. 2009. Dose-Independent Occurrence of Seizure with Tramadol.


Jurnal online : JOURNAL OF MEDICAL TOXICOLOGY VOLUME 5,
NUMBER 2 JUNE 2009 ( diaskes tgl 29 Juni 2018
https://link.springer.com/content/pdf/10.1007%2FBF03161089.pdf )

World Health Organization. 2014. TRAMADOL. Update Review Report Agenda


item 6.1 Expert Committee on Drug Dependence Thirty‐sixth Meeting
(Diakses tanggal 29 Juni 2018
http://www.who.int/medicines/areas/quality_safety/6_1_Update.pdf)

20
21

Anda mungkin juga menyukai