Anda di halaman 1dari 87

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif pada


seseorang yang ditandai dengan adanya gangguan dalam bidang kognitif,
bahasa,perilaku,komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan
perkembangan pada fungsi otak ini mengakibatkan berkurangnya
kemampuan intelektual serta perilaku dalam rentang dan keparahan yang
luas (Wong, 2009 dalam Sutinah 2012) .
United Nations Educational Scientific Organization (UNESCO)
pada tahun 2011 jumlah penyandang autis yang ada didunia mencapai 35
juta jiwa atau 6 di antara 1000 orang adalah penyandang autis, dan
prevalensi penyandang autis dunia saat ini mencapai 15-20 kasus per
10.000 anak atau berkisar 0,15 - 0,20% (Blumberg, 2012). Sedangkan
menurut World Health Organisation (WHO) penyandang autis didunia
terjadi peningkatan pada tahun 2010 tercatat jumlah penyandang autis di
dunia sekitar 60 per 10.000 kelahiran atau 1: 250 anak namun pada saat
ini penyandang autisme berkisar 1 per 160 kelahiran (WHO, 2013).
Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, Diah
Setia, menyatakan bila diasumsikan dengan prevalensi autisme 1,68 per
1.000 untuk anak di bawah 15 tahun dimana jumlah anak usia 5-19 tahun
di Indonesia mencapai 66.000.805 jiwa (BPS, 2010), diperkirakan terdapat
lebih dari 112.000 anak autis pada rentang usia 5-19 tahun (Fenny, 2013).
Berdasarkan pendataan Forum Masyarakat Peduli Autis (FMPA) pada
tahun 2012 jumlah penyandang autis di Sumatera Utara mencapai 10.000
orang sedangkan di kota Medan penyandang autis diperkirakan mencapai
250 dan akan terus bertambah dari tahun ke tahun (Octaria , 2014) .
Hasil pengamatan serta penelusuran peneliti pada tanggal, 24 dan
28 September didapatkan sekitar 13 sekolah khusus dalam menangani
masalah autis di kota Medan dengan jumlah penyandang autis berkisar
15-
30 orang. Berdasarkan fenomena yang dapat dilihat saat ini, semakin
bertambahnya jumlah sekolah penyandang autis membuktikan bahwa

1
adanya peningkatan penyandang autis dan diperkirakan jumlahnya
berkisar 300 orang yang masih terdeteksi karena ikut dalam terapi khusus
untuk autisme.
Autisme atau Autism Spectrum Disoder (ASD) disebabkan oleh
gangguan neurobiologis akan mempengaruhi fungsi otak terutama
penyandang autis dengan kondisi status gizi kurang (Judarwanto, 2005).
Status gizi penyandang autis sering sekali bermasalah disebabkan adanya
gangguan regulasi susunan saraf pusat dalam merespon rasa lapar.
Inisiasi dan terminasi proses konsumsi makanan adalah proses kompleks
yang banyak melibatkan signal yang dikirim kesusunan saraf pusat.
Namun, karena ada gangguan pada regulasi susunan saraf pusat
penyandang autis sering sekali merasakan rasa lapar atau rasa kenyang
yang terus menerus, hal ini dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi
(Prijatmoko,2007).
Gangguan sistem imunitas seorang autis juga turut memperparah
keadaan dan menyebabkan penyandang autis rentan terhadap gangguan
malnutrisi, baik itu gizi kurang maupun gizi lebih. Hal ini diperkuat dengan
penelitian Martiani (2012) yang menunjukkan bahwa sebagian besar
subjek (47,4%) mempunyai status gizi kurang, sedangkan penelitian di
Cina tahun 2010 mendapat hasil yang berbeda dari 111 subjek anak autis
berusia 2-9 tahun diketahui memiliki status gizi normal sebesar 68,4%,
overweight 31,5% dan dan obesitas sebesar 8,1%. Salah satu zat yang
mempengaruhi terjadinya malnutrisi dengan manifestasi status gizi
dengan berbagai klasifikasi yang berbeda adalah asupan zat gizi makro
yang dikenal dengan istilah makronutrien (Rochmah , 2012)
Karbohidrat merupakan makronutrien dan menjadi sumber energi
utama bagi tubuh terutama di Indonesia. Karbohidrat diubah menjadi
glukosa membantu fungsi sel otak, saraf dan sel darah merah . Namun
bagi penyandang autis, karbohidrat yang dipecah menjadi glukosa
merupakan makanan utama untuk mikroba pada usus sehingga dapat
menyebabkan gangguan pencernaan serta dapat mengakibatkan jamur
pada dinding usus. Selain itu sisa karbohidrat yang tidak tercerna dapat
membentuk senyawa asam dan racun yang dapat merusak usus
(Kessick,2009).
2
Penelitian yang dilakukan Sidney Haas dan dilanjudkan oleh
Merrill Haas, dimana mereka menyarankan untuk membatasi makanan
karbohidrat dengan diet yang disebut Specific Carbohydrate Diet (SCG).
Diet ini menekankan pemakaian karbohidrat jenis monosakarida dan
terbukti berhasil mengurangi peradangan usus dan mengontrol
pertumbuhan microba seperti jamur. Penelitian lainnya oleh Matthews
tahun 2010 menunjukkan bahwa mengurangi konsumsi gula murni dalam
diet penyandang autis, dapat mengurangi pertumbuhan jamur (Matthews,
2010 dalam Yuanita , 2014)
Selain karbohidrat asupan protein juga sangat berperan penting
dalam tumbuh kembang anak serta merupakan zat gizi yang dapat
membantu proses pembentukan antibodi, dimana penyandang autis
sangat rentan terkena serangan penyakit. Pembatasan protein yang
mengandung gluten dan kasein tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Hal ini
sebabkan didalam usus jenis protein ini akan dipecah menjadi fraksi-fraksi
molekul yang ukurannya masih cukup besar disebut dengan peptida.
Protein ini mempunyai efek seperti morfin yang akan mempengaruhi
susunan sistem saraf pusat (SSP) dan efek yang ditimbulkan
mempengaruhi aspek perilaku, atensi, kognisi dan sensori anak (Ismawati,
2014) .
Lemak adalah makronutrien yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.
Lemak esensial adalah jenis lemak yang sangat dibutuhkan oleh
penyandang autis dalam perkembangan sistem sensorik dan motorik, dan
bermanfaat juga untuk mengatasi masalah pencernaan karena
mengandung anti-inflamansi serta bermanfaat untuk perkembangan sel
otak. Namun anak autis sering mengalami defisiensi asam lemak esensial.
Hal ini disebabkan karena penyandang autis mengalami kecacatan
enzimatik, yang mampu menghilangkan lemak ensensial dari membran sel
otak lebih cepat dari pada yang seharusnya sehingga mengakibatkan
defesiensi lemak esensial (Strickland, 2009) . Hal yang sama dijumpai
pada penelitian Blaxill 2004 dalam Bawono 2012 yang menyatakan bahwa
penyandang autis mengalami defesiensi asam lemak rantai panjang.

3
Akibat keadaan gangguan perilaku makan (memilih-milih
makanan, menolak makanan dengan tekstur keras), pembatasan-
pembatasan asupan zat gizi, serta adanya kesulitan makan yang dialami
penyandang autis dan juga gangguan pencernaan yang mengakibatkan
penyerapan zat-zat gizi terganggu. Akibatnya dikuatirkan asupan zat gizi
makro (karbohidrat, protein, lemak) yang dibutuhkan untuk tumbuh
kembang sesorang akan menjadi pemicu terjadinya keadaan malnutrisi
menjadi kurus maupun kegemukan (Williams dalam Martiani, 2012).
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan asupan (karbohidrat, protein, lemak) dengan
status gizi penyandang autis di kota Medan.

B. Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan asupan (karbohidrat,protein,lemak) dengan
status gizi penyandang autis di kota Medan.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan asupan (karbohidrat,protein,lemak) dengan
status gizi penyandang autis di kota medan
2. Tujuan Khusus
a) Menilai asupan karbohidrat pada penyandang autis di kota Medan.
b) Menilai asupan protein pada penyandang autis di kota Medan.
c) Menilai asupan lemak pada penyandang autis di kota Medan.
d) Menilai status gizi pada penyandang autis di kota Medan.
e) Menganalisis hubungan asupan karbohidrat dengan status gizi
pada penyandang autis di kota Medan.
f) Menganalisis hubungan asupan protein dengan status gizi
penyandang autis di kota Medan.
g) Menganalisis hubungan asupan lemak dengan status
penyandang autis di kota Medan.

4
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan dan wawasan
penulis dalam menyusun skripsi
2. Bagi Responden
Sebagai bahan pertimbangan kepada ibu dari penyandang autis dalam
memperhatikan asupan makronutrien (Karbohidrat, Protein, Lemak)
agar status gizi dari penyandang autis dapat terpenuhi dengan baik.
3. Bagi Institusi
Sebagai bahan bacaan, wacana, dan pengetahuan tentang hubungan
asupan makronutrien (Karbohidrat, Protein, Lemak ) dengan status gizi
penyandang autis.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Autis
1. Pengertian Autis
Autisme berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti ”sendiri”
anak autisme seolah-olah hidup didunianya sendiri, mereka menghindari
atau tidak merespon terhadap kontak sosial dan lebih senang menyendiri.
Secara etimologi (ilmu asal kata) anak autis adalah anak yang memiliki
gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Autisme pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari
John Hopkins University yang menangani sekelompok anak-anak yang
mengalami kelainan sosial yang berat seperti hambatan komunikasi dan
masalah perilaku. Penyandang autisme ini biasanya menunjukkan sifat
menarik diri (Withdrawal), membisu, dengan aktivitas repetitif (berulang-
ulang) dan stereotipik (Klise) serta senantiasa memalingkan
pandangannya dari orang lain (Kharisma 2009).
Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif pada seseorang
yang ditandai dengan adanya gangguan dalam bidang kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan perkembangan pada
fungsi otak ini mengakibatkan kurangnya intelektual dan perilaku dalam
rentang dan keparahan yang luas (Wong, 2009)
Autism spectrum disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan
saraf yang biasanya didiagnosis pada anak-anak sebelum usia tiga tahun.
Kelainan ini ditandai dengan gangguan dalam interaksi sosial,
kemampuan bahasa terutama dalam komunikasi sosial dan senang
berimajinasi, bersamaan dengan kecenderungan terhadap berbagai jenis
kegiatan dan kesenangan repetiti ( Martiani, 2012)

6
2. Penyebab Autisme
Autisme belum diketahui secara pasti penyebabnya beberapa
penelitian menyatakan bahwa autisme disebabkan oleh banyak faktor
meliputi gangguan biokimia, gangguan psikiatri/ jiwa, genetik dan infeksi.
Sedangkan penelitian lain menyatakan faktor penyebab autisme adalah
karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang
terkontaminasi zat-zat beracun seperti logam berat yang mengakibatkan
kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah
laku dan fisik termasuk autisme.
Beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk mencari
penyebab dan proses terjadinya autisme. Beberapa teori penyebab
autisme adalah genetic (Herideter), teori kelebihan opioid, kolokistokinin,
tepri oksitosin dan vesopressin, teori mutilation, teori imunitas, teori
autoimun dan alergi makanan, teori zat darah penyerang kuman ke myelin
protein basis dasar, teori infeksi karena virus vaksinasi, teori sekretin, teori
kelainan salur cerna (Hipermeabilitas Instestinal/ Leaky Gut), teori
paparan aspartame, teori kekurangan vitamin, mineral nutrisi tertentu dan
teori orphanin protein. Paparan logam berat terjadi pada setiap anak,
namun sebagian kecil yang mengalami gejala autism (Judarwanto dalam
Andayani, 2015).

3. Gangguan Pada Autisme


Gangguan penyandang autisme seperti: gangguan pemusatan
perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD), autisme infantil dan keterlambatan
komunikasi (Yusuf dalam Kharisma, 2009).
a. Gangguan Pemusatan Perhatian Dengan Hiperaktivitas (GPPH)
GPPH atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah
gangguan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari – hari, baik pada
anak usia prasekolah, remaja, bahkan dewasa dapat mengalami
gangguan ini. GPPH ditandai oleh rentang perhatian yang buruk yang
tidak sesuai dengan perkembangan atau ciri hiperaktivitas dan impulsifitas
atau

7
keduanya yang tidak sesuai dengan usia. Untuk memenuhi kriteria
diagnostik gangguan harus ada sekurangnya 6 bulan, menyebabkan
gangguan dalam fungsi akademik atau sosial. Dan terjadi sebelum usia 7
tahun (Lalusu, 2014).
GPPH menunjukkan beberapa gejala meliputi aktivitas yang
berlebihan, tidak bisa diam, senantiasa bergerak, tidak dapat memusatkan
perhatian, dan impulsif. Gangguan ini disebut sebagai gangguan biologis
pada otak yang berlangsung secara kronis. Beberapa manifestasi yang
muncul akibat terganggunya fungsi kognitif ini diantaranya adalah
menurunnya derajat intelegensi anak, menurunnya prestasi belajar,
pengamatan waktu yang kurang baik, menurunnya daya ingat, baik verbal
maupun non-verbal, kurang mampu membuat perencanaan, kurang peka
terhadap kesalahan, dan kurang mampu mengarahkan perilaku yang
bertujuan. Kelemahan dalam bidang akademik yang sering timbul
diantaranya adalah kesulitan membaca, mengeja, berhitung, serta menulis
(Novriana, 2013).

b. Autisme Infantil
Autisme infantil merupakan gangguan jiwa yang dapat dilihat
sebelum usia tiga tahun ditandai dengan sikap menarik diri dan tidak
mampu berkomunikasi baik, seperti berbicara, tersenyum, menyanyi
sendiri tanpa sebab, menggunakan bahasa yang tidak dapat dimengerti,
selalu diulang-ulang, marah tanpa sebab, sering menirukan gerakan-
gerakan tertentu, melakukan gerakan yang aneh tanpa alasan yang jelas
seperti membenturkan kepala, berputar-putar, mengguncang tubuh tanpa
alasan yang jelas, mematikan menghidupkan lampu berulang, yang dapat
menimbulkan rasa benci pada orang sekitarnya (Nugraheni, 2012).

c. Keterlambatan Komunikasi
Keterlambatan komunikasi atau terlambat bicara terjadi pada anak
yang pada usia tertentu seharusnya anak sudah dapat berkomunikasi
seperti pada anak seusianya . Gangguan keterlambatan komunikasi dapat
disebabkan karena (Kharisma, 2009):

8
1) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
2) Gangguan fungsi pendengaran.
3) Keterlambatan perkembangan mental (retradai mental).
4) Kurangnya simulasi dari lingkungan.

4. Kriteria Diagnosa Autisme


Menurut American Psychiatric Association (APA) dalam Chamidah
(2015) panduan penetapan diagnosis gangguan perkembangan dan
gangguan mental yang biasa digunakan adalah DSM (Diagnostic and
Statistical Manual ot Mental Disorder).

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Autisme Berdasarkan DSM V


Kriteria A Adanya defisit atau kekurangan sosial menetap dalam
komunikasi sosial dan interaksi sosial dalam berbagai
situasi, yang tidak disebabkan karena keterlambatan
perkembangan secara umum, dan termanifestasikan
dalam semua hal di bawah ini :

1. Kendala dalam hubungan sosial - emosional sosial


balik : mulai dari cara bersosialisasi yang abnormal dan
kegagalan dalam menjalin komunikasi sosial balik
sampai pada kurangnya kemampuan untuk berbagi
tentang hal-hal yang menarik, berbagi rasa (emosi),
suasana hati, dan kurang responsive hingga kurangnya
inisiatif dalam berinteraksi sosial

2. Kendala atau kurangnya kemampuan dalam


penggunaan komunikasi non-verbal dalam interaksi
sosial : mulai dari kemampuan yang rendah dalam
mengintegrasikan komunikasi verbal-nonverbal,
sampai pada abnormalitas pada kontak mata dan
bahasa tubuh, atau kurang mampu dalam
memahami dan
menggunakan komunikasi non-verbal hingga

9
kekurangan secara total dalam ekspresi wajah atau
penggunaan bahasa tubuh.

3. Kendala dalam mengembangkan dan


mempertahankan hubungan sosial yang sesuai dengan
usia perkembangannya (selain dengan pengasuh) :
mulai dari kesulitan mengadaptasikan perilaku yang
sesuai dalam keadaan sosial yang berbeda-beda
sampai pada kesulitan dalam bermain imajinatif dan
berteman hingga tidak adanya ketertarikan pada orang
lain.

Kriteria B Pola perilaku yang terbatas dan berulang, ketertarikan


atau aktivitas termanifestasikan paling tidak pada dua
dari berikut :

1. Gerakan motorik atau penggunaan obyek yang


stereotip atau berulang: (seperti stereotip gerakan
motorik yang sederhana, ekolalia, atau distress ekstrim
yang terjadi ketika ada perubahan kecil).

2. Ketaatan pada rutinitas yang berlebihan/kaku,


adanya pola perilaku verbal dan non verbal atau
kesulitan untuk berubah: ( seperti misalnya : adanya
pola ritual motorik, pemilihan jenis makanan yang kaku,
mempertanyakan secara berulang atau terjadi distress
yang ekstrim ketika terjadi perubahan kecil).

3. Adanya keterbatasan yang tinggi, ketertarikan pada


sesuatu yang terbatas dengan intensitas dan sosial
yang abnormal ( seperti misalnya kelekatan atau
ketertarikan pada obyek-obyek yang tidak biasa,
ketertarikan yang terbatas).

10
4. Reaksi yang berlebihan (hyperreactive) atau sangat
kekurangan (hyporeactive) terhadap rangsang sensori
atau ketertarikan yang tidak biasa terhadap aspek
sensori lingkungan: (seperti misalnya rasa
sakit/panas/dingin, respon yang tidak tepat pada bunyi,
aroma atau sentuhan, terpesona secara berlebihan
pada lampu atau obyek yang berputar).

Kriteria C Simptom (gejala) harus mulai terlihat/ada pada masa


kanak awal (walaupun mungkin belum termanifestsi
secara nyata sampai kapasitas anak yang terbatas
tidak lagi dapat memenuhi tuntutatan secara sosial ).

Kriteria D Simptom (gejala) yang terjadi secara bersamaan


membatasi dan menganggu fungsi keseharian.

Sumber : American Psychiatric Association 2013

5. Gejala Autis
Penyebab autisme tidak diketahui, namun terdapat bukti yang
menunjukkan bahwa asupan gizi memiliki peran penting dalam memicu
autisme, mungkin tidak sendiri melainkan melalui interaksi yang kompleks
dengan genetika pribadi (Judarwanto, 2005 dalam Yusnita, 2014).
Gejala autis mulai tampak sebelum umur 3 tahun, mencakup
bidang interaksi, komunikasi dan perilaku serta cara bermain yang tidak
seperti anak lain (Suryawati, 2010)
Manifestasi klinik autisme timbul sebelum anak berusia 3 tahun,
sebagian kecil gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak
lahir. Gejala tersebut sangat menonjol terhadap penyandang autisme
adalah tidak adanya kontak mata dan kurangnya minat untuk berinteraksi
dengan orang lain. Perkembangan yang terganggu pada penyandang
autisme meliputi (Puspaningrum, 2010) :
Tabel 2. Gejala-Gejala Autisme Menurut Usia Anak
USIA Gejala-gejala autisme

11
0-6 bulan 1. Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
2. Terlalu sensitif, cepat terganggu/ terusik
3. Gerakan tangan dan kaki berlebihan
terutama Bila sedang mandi
4. Tidak “babbling” (mengoceh)
5. Tidak ditemukan senyum sosial di atas
10 minggu
6. Tidak ada kontak mata di atas umur 3 bulan
7. Perkembangan motorik kasar/ halus
sering tampak normal
6-12 bulan 1. Sulit bila digendong
2. Menggigit tangan dan badan orang
lain secara berlebihan
1-2 tahun 1. Kaku bila digendong
2. Tidak mau bermain permainan sederhana
(“cilukba”)
3. Tidak mengeluarkan kata
4. Memperhatikan tangannya sendiri
5. Terdapat keterlambatan dan
perkembangan motorik kasar dan halus
6. Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
2-3 tahun 1. Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan
anak lain
2. Melihat orang sebagai “benda”
3. Kontak mata terbatas
4. Tertarik pada benda tertentu
Sumber : Galih Veskarisyanti dalam Puspaningrum tahun 2010.

Penyebab autis yang kompleks akibat dari multi factor. Beberapa


diantaranya adalah sebagai berikut; kerentanan genetik, infeksi
(diantaranya virus rubella yang menginfeksi jamur dalam kandungan yang
menyebabkan cytomegallo), bahan pangan (pengawet, pewarna, perasa),

12
dan polusi (udara Pb dalam knalpot, merkuri pada ikan laut). Pasien autis
biasanya terjadi autoimun . Autoimun adalah seseorang memproduksi
kekebalan baru yang dikembangkan oleh tubuh penderita sendiri. Jenis
kekebalan yang timbul justru merugikan tubuhnya sendiri. Penderita autis
menghasilkan kekebalan justru terhadap zat-zat gizi yang bermanfaat dan
penting untuk tubuh dan kemudian menghancurkanya sendiri sehingga
tubuhnya kekurangan zat gizi esensial. Zat gizi yang diperlukan tidak lagi
dapat diserap dan dicerna oleh tubuh dan bahkan dimanfaatkan oleh
beberapa jenis jamur yang merugikan di lambung (Yusnita, 2014).

B. Asupan Makronutrien
Asupan makronutrien merupakan nutrisi yang penting untuk
seseorang dalam mempertahankan status kesehatan khususnya gizi.

a. Karbohidrat
1. Pengertian Karbohidrat
Karbohidrat merupakan nama kelompok zat gizi organik yang
mempunyai struktur molekul berbeda tetapi memiliki persamaan dari sudut
kimia dan fungsinya. Karbohidrat berfungsi sebagai penghasil energi
utama, dimana pada setiap gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.
Semua karbohidrat terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan
Oksigen (O). Molekul dasar karbohidrat disebut monosakarida. Dua
monosa dapat saling terkait membentuk disakarida, sedangkan tiga
monosakarida yang terkait disebut trisakarida (Doloksaribu dalam
Hardinsyah , 2014).

2. Jenis-jenis Karbohidrat
i. Monosakarida
Monosakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari satu gugus
gula. Monosakarida ini memiliki rasa manis dan sifatnya mudah larut
dalam air. Contoh dari monosakarida adalah heksosa, glukosa, fruktosa,
galaktosa, monosa, ribosa (penyusun RNA) dan deoksiribosa (penyusun
DNA).

13
ii. Disakarida
Disakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari dua gugus gula.
Sama seperti monosakarida, Disakarida juga memiliki rasa manis, dan
sifatnya pun mudah larut dalam air. Contoh dari disakarida adalah laktosa
(gabungan antara glukosa dan galaktosa), sukrosa (gabungan antara
glukosa dan fruktosa) dan maltosa (gabungan antara dua glukosa).

iii. Polisakarida
Polisakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari banyak gugus
gula, dan rata-rata terdiri dari lebih 10 gugus gula. Pada umumnya
polisakarida tidak berasa atau pahit, dan sifatnya sukar larut dalam air.
Contohnya dari polisakarida adalah amilum yang terdiri dari 60-300 gugus
gula berupa glukosa, glikogen atau gula otot yang tersusun dari 12-16
gugus gula, dan selulosa, pektin, lignin, serta kitin yang tersusun dari
ratusan bahkan ribuan gugus gula (Hardinsyah, 2014)

3 Fungsi Karbohidrat
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi bagi
tubuh. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori. Selain penghasil
energi karbohidrat juga memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Membantu pengeluaran Feses
Peristaltic usus diatur oleh serat makanan yang didapat pada
serat makanan. Serat yang tidak dapat dicerna berfungsi untuk
memberikan volume pada isi usus dang rangsangan mekanis yang terjadi
akan melancarkan gerak peristaltic yang melancarkan aliran bubur
makanan melalui saluran pencernaan serta memudahlan pembungan
tinja.
b. Sebagai cadangan energi
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh.
Sebagian karbohiidrat dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah
berbentuk glukosa siap pakai untuk keperluan energi yang cepat,
sebagian lagi disimpan sebagai glikogen dalam otot dan hati dan sebagian
sisanya akan

14
diubah menjadi lemak yang kemudian disimpan sebagai cadangan energi
di dalam jaringan adiposa.

c. Pemberi rasa manis dalam makanan


Karbohidrat terutama monosakarida dan disakarida memberi rasa
manis pada makanan. Jenis karbohidrat dengan tingkat kemanisan
tertinggi adalah fruktosa (Doloksaribu dalam Hardinsyah dkk 2014).

4. Metabolisme karbohidrat
Amilum ( zat tepung) sudah mulai mengalami pencernaan di mulut
oleh enzim ptialin. Makanan hanya sebentar di mulut sehingga proses
pencernaan amilum masih terus berlanjut di gaster. Cairan yang disekresi
lambung tidak mengandung enzim yang memecah karbohidrat, sehingga
apabila makanan yang di makan hanya mengandung karbohidrat akan
tinggal di lambung sebentar. Selanjutnya, pencernaan karbohidrat lebih
banyak terjadi pada usus bagian atas. Makanan yang telah melalui
lambung menjadi lebih cair berbentuk seperti bubur yang disebut chymus.
Di dalam duedenum, chymus dicampur dengan sekresi pankreas dan
sekresi dinding duedenum yang keduanya mengandung enzim yang
memecah karbohidrat (Adi dalam Hardinsyah,2017).

b. Protein
1. Pengertian Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan
bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh dipenuhi
protein, separunya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan
tulang rawan, sepersepuluh didalam kulit, dan selebihnya di dalam
jaringan lainnya dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon,
pengangkutan zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya
adalah protein. Disamping itu asam amino yang membentuk protein
bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormone, asam
nukleat, dan molekul-molekul esensial untuk kehidupan (Damayanti, 2014
dalam Hardinsyah,2017).

15
Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat
satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur
karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen, beberapa asam amino
mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan kobalt. Unsur nitrogen
adalah unsur utama protein, karena terdapat didalam semua protein akan
tetapi tidak terdapat didalam karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen
merupakan 16% dari berat protein.

2. Jenis-jenis Protein
Klasifikasi protein dapat dilakukan berdasarkan berbagi cara:
a. Berdasarkan komponen-komponen yang menyusun protein:
i. Protein Bersahaja (simple protein)
Hasil hidrolisa total protein jenis ini merupakan campuran yang
hanya terdiri atas asam asam amino.
ii. Protein Komplex (complex protein)
Hasil hidolisa total dari protein jenis ini, selain terdiri atas berbagai
jenis asam amino, juga terdapat komponen lain, misalnya unsur
logam, gugusan phosphat dan sebagi contohnya (contoh:
hemoglobin, lipoprotein, glikoprotein dan sebaginya).
iii. Protein Devirat ( derivavite protein)
Ini merupakan ikatan antara (intermediate product) sebagi hasil
hidrolisa parsial dari protein native, misalnya albumosa, peptone,
dan sebagainya.

b. Berdasarkan sumbernya, protein diklasifikasikan menjadi:


i. Protein hewani, yaitu protein yang berasal dari binatang, seperti
protein dari daging, protein susu, dan sebagainya.
ii. Protein nabati, ialah protein yang berasal dari bahan makanan
tumbuhan seperti protein dari jagung (zein), dari terigu dan
sebaginya.

16
c. Berdasarkan fungsi fisiologinya, berhubungan dengan daya
dukungannya bagi pertumbuhan badan dan bagi pemeliharaan
jaringan.
i. Protein sempurna, bila protein ini sanggup mendukung
pertumbuuhan badan dan pemeliharaan jaringan.
ii. Protein setengah sempurna, bila sanggup pendukung
pemeliharaan jaringan, tetapi tidak dapat mendukung
pertumbuhan badan.
iii. Protein tidak sempurna, bila sama sekali tidak sanggup
menyokong pertumbuhan badan, maupun pemeliharaan
jaringan.

3. Fungsi Protein
a. Pertumbuhan dan pemeliharaan
b. Pembentuk ikatan-ikatan esensial tubuh
c. Mengatur keseimbangan cairan
d. Memelihara netralisasi tubuh
e. Pembentukan antibodi
f. Mengangkut zat gizi
g. Sumber energi

4) Metabolisme protein
Pencernaan protein dimulai dari lambung (denaturasi dengan
HCL/Unfolding dan proteolisis dari pepsin). Pencernaan yang lebih banyak
selanjutnya terjadi dibagian proksimal usus kecil, dibantu oleh berbagai
ekso dan endopeptidase dalam pankreas dan cairan intestin. Dalam
proses tersebut, protein secara penuh didegradasi menjadi menjadi asam
amino bebas dan peptide-peptide kecil ( Siahaanl, 2014).

17
c. Lemak
1) Pengertian Lemak
Lemak merupakan zat gizi yang terdiri dari molekul Karbon (C),
Hidrogen (H), dan Oksigen (O 2) yang mempunyai sifat dapat larut pada
zat pelarut tertentu.

2) Jenis – Jenis Lemak


a. Trigliserida
Memiliki satu molekul gliserol dan tiga buah molekul asal lemak.
Trigliserida disebut juga lemak netral, banyak ditemukan pada pangan
hewani maupun nabati.
b. Asam lemak jenuh
Merupakan asam lemak yang terdiri dari rantai karbon yang
mengikat semua hidrogen yang dapat mengikatnya sehingga tidak dapat
mengikat hydrogen lainnya lagi. Asam lemak jenuh ditemukan pada lemak
hewani, mentega, keju, minyak kelapa, dan cokklat.
c. Asam lemak tak jenuh
i. Tidak jenuh tunggal; merupakan asam lemak esensial yang
dibutuhkan oleh tubuh tapi tidak dapat diproduksi oleh tubuh
sendiri.
ii. Tidak jenuh ganda;omega 3 dan omega 6 berfungsi untuk
perkembangan otak.
d. Fosfolipid
Merupakan lemak tak kentara dalam pangan nabati dan hewani
yang terbentuk sebagai senyawa lipidgliserol dan asam lemak bergabung
dengan karbohidrat, fosfat dan nitrogen.
e. Kolesterol
Merupakan lemak dengan tekstur cincin yang kompleks.
Kolesterol hanya ditemukan dalam jaringan hewani dan tidak terdapat
pada tumbuhan. Kolesterol dalam tubuh diperoleh dari makanan dan juga
dari hasil sintesis yang dilakukan hati dan usus.

18
a) Sebagai sumber energi
b) Sebagai sumber gliserida dan kolesterol
c) Memberi rasa kenyang
d) Meningkatkan cita rasa
e) Pelarut vitamin A,D,E, dan K
f) Membantu petumbuhan sel otak
g) Menjaga suhu tubuh

4) Metabolisme Lemak
Lemak di dalam makanan baru akan dicerna di dalam duodenum
dengan adanya enzim lipase yang berasal dari sekresi pankreas. Garam
empedu yang dihasilkan empedu akan mengemulsikan lemak dan asam
lemak menjadi butiran halus dapat menembus epitel usus masuk ke dalam
limfe jaringan. Lemak diekskresikan sebagai bahan sisa CO2 dan H2O.
Gliserida dalam makanan dihidrolisis total di usus halus, dan asam
lemak diemulsikan dengan pertolongan garam empedu menjadi butir
mikroskopik yang muda menembus epitel usus. Asam lemak disintesis
kembali menjadi lemak di dalam kapiler limfe ke dalam duktus torasikus
dan masuk ke dalam aliran darah diungulus venosus.Kilomikron dialirkan
oleh darah, dibawa kehati, yang sebagian diambil sel hati terus mengalir di
dalam saluran darah untuk kemudian diambil oleh sel lemak ditempat
penimbunanan (Siahaan , 2014).

C. Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan kondisi tubuh yang disebabkan oleh karena
terjadinya keseimbangan antara asupan antara makanan dan
penggunaan zat gizi (Soekirman dalam Suwoyo, 2017). Status gizi yang
optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan
secara efesien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik dan
pertumbuhan otak dalam kemampuan kerja dan kesehatan secara umum
pada tingkat setinggi

19
mungkin. Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat
yaitu; antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan penilaian
secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu; survey konsumsi,
statistika vital dan faktor ekologi ( Supariasa, 2016).

2. Indeks Antropometri
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter.
Indeks antropometri merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu
atau lebih pengukuran atau yang biasa dihubungkan umur dan tingkat gizi.
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak,otot, dan
jumlah air dalam tubuh (Khoiri, 2009)
Penentuan klasifikasi status gizi menggunakan Z-score atau
standar deviasi unit (SD) sebagai batas ambang kategori dan digunakan
untuk meneliti dan memantau perurubahan serta mengetahui status gizi Z-
score dapat dihitung dengan rumus:

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑢𝑏𝑦𝑒𝑘 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑟𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛


𝑍 − 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑟𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛

Tabel 3. Indeks Masa Tubuh Menurut Umur


(WHO Antropometri 2005)
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas ( Z-Skor)

Indeks masa tubuh Gizi buruk Z-score<-3 SD


menurut umur
Gizi kurang Z-score -3 SD s.d <-2SD

Gizi baik Z-score -2 SD s.d 2 SD

Gizi lebih Z-score> 2 SD

20
D. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Penyandang
Autis
Karbohidrat sangan dibutuhkan oleh tubuh. Karbohidrat diubah
menjadi glukosa membantu fungsi sel otak, saraf dan sel darah merah .
Namun bagi penyandang autis, karbohidrat yang dipecah menjadi glukosa
merupakan makanan utama untuk mikroba pada usus sehingga dapat
menyebabkan gangguan pencernaan serta dapat mengakibatkan jamur
pada dinding usus. Selain itu sisa karbohidrat yang tidak tercerna dapat
membentuk senyawa asam dan racun yang dapat merusak usus
(Kessick,2009).
Penelitian yang dilakukan Sidney Haas dan dilanjudkan oleh
Merrill Haas, dimana mereka menyarankan untuk membatasi makanan
karbohidrat dengan diet yang disebut Specific Carbohydrate Diet (SCG).
Diet ini menekankan pemakaian karbohidrat jenis monosakarida dan
terbukti berhasil mengurangi peradangan usus dan mengontrol
pertumbuhan microba seperti jamur. Penelitian lainnya oleh Matthews
tahun 2010 menunjukkan bahwa mengurangi konsumsi gula murni dalam
diet penyandang autis, dapat mengurangi pertumbuhan jamur.

E. Hubungan Asupan Protein dengan status Gizi Penyandang Autis


Protein sangat diperlukan oleh tubuh, hal ini dikarenakan protein
dapat menjadi antibodi. protein juga sangat berperan penting dalam
tumbuh kembang anak serta merupakan zat gizi yang dapat membantu
proses pembentukan antibodi, dimana penyandang autis sangat rentan
terkena serangan penyakit.
Namun tidak semua protein dapat dikonsumsi oleh penyandang
autis. protein yang mengandung gluten dan kasein tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi. Hal ini sebabkan penyandang autis kekurangan enzim DPP
IV didalam usus sehingga jenis protein ini akan dipec ah menjadi fraksi-
fraksi molekul yang ukurannya masih cukup besar disebut dengan
peptida. Protein ini berefek seperti morfin yang akan mempengaruhi
susunan sistem

21
saraf pusat (SSP) dan efek yang ditimbulkan mempengaruhi aspek
perilaku,atensi,kognisi dan sensori anak (Ismawati, 2014) .

F. Hungan Asupan Lemak dengan Status Gizi Penyandang Autis


Lemak sangat dibutuhkan oleh tubuh. Lemak esensial merupakan
lemak yang dibutuhkan untuk perkembangan sel otak seseorang. Begitu
halnya dengan penyandang autis. Lemak esensial sangat dibutuhkan
dalam perkembangan sistem sensorik dan motorik, dan bermanfaat juga
untuk mengatasi masalah pencernaan karena mengandung anti-
inflamansi serta bermanfaat untuk perkembangan sel otak. Namun anak
autis sering mengalami defisiensi asam lemak esensial. Hal ini disebabkan
karena anak autis mengalami kecacatan enzimatik yang mampu
menghilangkan lemak ensensial dari membran sel otak lebih cepat dari
pada yang seharusnya sehingga mengakibatkan defesiensi lemak
esensial (Strickland, 2009) . Hal senada dijumpai pada penelitian Blaxill
2004 dalam Bawono 2012 yang menyatakan bahwa penyandang autis
mengalami defesiensi asam lemak rantai panjang.

G. Pengukuran Asupan Makronutrien dengan Menggunakan


Metode Semi Quantitative Food Frequency Questionnare (SQ-
FFQ)
a. Pengertian
SQ-FFQ adalah Quantitative FFQ dengan penambahan
ukuran porsi perkiraan sebagai standar ukuran kecil,sedang,besar
(Fahmida, 2007). SQ-FFQ digunakan untuk memperoleh data tentang
frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan dan makanan jadi selama
periode tertentu ( hari, minggu, bulan dan tahun) yang selanjutnya
dikonversikan menjadi rata-rata berat asupan per hari. SQ-FFQ digunakan
untuk memperoleh kebiasaan konsumsi makanan serta dapat
memperoleh informasi nilai gizi yang dikonsumsi dalam lembar FFQ semi
kuantitatif tersebut karena ketersediaanya kolom ukuran rumah tangga
(URT) di form SQ-FFQ.

22
b. Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur penggunaan SQ-FFQ (Fahmida, 2007) adalah;
a. Responden diwawancarai mengenai frekuensi mengkonsumsi jenis
makanan sumber zat gizi yang ingin diketahui, baik itu harian,
mingguan, bulanan, atau tahunan. Bahan makanan yang digunakan
dalam daftar kuesioner adalah bahan makanan yang dikonsumsi
dalam frekuensi yang sering dikonsumsi oleh sampel.
b. Responden diwawancarai mengenai ukuran rumah tangga dan
porsinya. Untuk memudahkan responden menjawab kuesionernya,
pewawancara menggunakan alat bantu foto ukuran bahan makanan.
URT yang digunakan berdasarkan acuan dari buku Survey Diet Total
(Kemenkes RI, 2014).
c. Mengentimasi ukuran porsi yang dikonsumsi subyek ke dalam
ukuran berat (gram).
d. Mengkonversi semua frekuensi daftar bahan makanan untuk perhari,
misalnya;
- Nasi dikonsumsi 3 kali sehari sama dengan 3/1= 3 kali per
hari.
- Tahu dikonsumsi 4 kali per minggu, sama dengan 4/7 = 0.57
kali per hari.
- Es krim dikonsumsi 5 kali dalam sebulan maka sama dengan
5/30= 0.17 kali per hari.
- Untuk bahan makanan yang musiman menggunakan
kategori tahun. Contohnya mangga dikonsumsi 10 kali
pertahun, maka sama dengan 10/365 = 0.03 kali per hari.
e. Frekuensi per hari dikalikan dengan jumlah porsi (gram) untuk
mengetahui berat yang dikonsumsi dalam gram/hari
f. hitung semua daftar bahan makanan yang dikonsumsi subyek
penelitian sesuai dengan yang terisi didalam form.
g. Setelah semua bahan makanan diketahui berat yang dikonsumsi
dalam gram/hari, maka semua berat item dijumlahkan sehingga
diperoleh total asupan zat gizi dari subyek.

23
h. cek dan teliti kembali untuk memastikan semua item bahan makanan
telah dihitung.
Kelebihan dalam menggunakan metode SQ-FFQ antara lain biaya
yang dikeluarkan relative murah, metodenya sederhana, pengisian
kuesioner dapat diisi sendiri oleh responden, tidak memerlukan keahlian
khusus, mudah didistribusikan, dan dapat menjelaskan hubungan antara
penyakit dengan kebiasaan makan , serta tepat digunakan pada penelitian
kelompok besar yang asupan pangan setiap hari sangat variatif (supariasa
2016).

24
H. Kerangka Teori

Lingkungan yang tercemar logam berat (Pb,Cu, Hg) Asupan Makanan


Genetika (Gluten dan Casein)

( Kromosom) Infeksi

ENZIM DPP IV

Sindroma

AUTISME

Asupan Makronutrien

Karbohidrat Protein Lemak

STATUS GIZI

Gambar 1. Kerangka Konsep


(Sumber : Kessick,2009 ; Kharisma 2009; Siahaan, 2014; Ismawati, 2014; Onibala, 2016;)

25
I. Kerangka Konsep

Karbohidrat

Status gizi Penyandang Autis


Protein
Makronutrien

Lemak

Gambar 2. Kerangka Konsep Hubungan Makronutrien (Karbohidrat,


Protein, Lemak) dengan Status Gizi Penyandang Autis

Dari gambar diatas menjelaskan bahwa asupan makronutrien baik itu


karbohidrat, protein dan lemak pada penyandang autis di kota Medan
dapat mempengaruhi berbagai status gizi yang dapat diukur berdasarkan
IMT penyandang autis. Dalam Penelitian ini asupan makronutrien
(karbohidrat, protein, lemak) adalah variabel independen sedangkan
status gizi dijadikan sebagai variabel dependent.

26
H. Defenisi Operasional
Tabel 4. Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Skala Ukuran

1 Asupan Jumlah asupan Ordinal Dikategorikan


Karbohidrat karbohidrat jenis yaitu
(Monosakari monosakarida yang (Supariasa,2016
da) dikonsumsi sehari-hari )
meliputi makanan pagi,
 Kategori baik
siang, malam dan
jika ≥80%
snack yang dikonsumsi
 Kategori
diperoleh dengan
defisit < 80%
menggunakan formulir
SQ-FFQ dengan
metode wawancara,
kemudian
dibandingkan dengan
angka kecukupan gizi
(AKG)

2 Asupan Jumlah asupan protein Ordinal Dikategorikan


Protein yang mengandung yaitu
(Casein dan gluten dan casein yang (Supariasa,2016
Gluten) dikonsumsi sehari-hari )
meliputi makanan pagi,
 Kategori baik
siang, malam dan
jika ≥80%
snack yang dikonsumsi
 Kategori
diperoleh dengan
defisit < 80%
menggunakan formulir
SQ-FFQ dengan
metode wawancara,
kemudian
dibandingkan dengan

27
angka kecukupan gizi
(AKG)

3 Asupan Jumlah asupan lemak Dikategorikan


Lemak esensial dikonsumsi yaitu
(Esensial) sehari-hari meliputi (Supariasa,2016
makanan pagi, siang, )
malam dan snack yang
 Kategori baik
dikonsumsi diperoleh
jika ≥80%
dengan menggunakan
 Kategori
formulir SQ-FFQ
defisit < 80%
dengan metode
wawancara, kemudian
dibandingkan dengan
angka kecukupan gizi
(AKG)

4 Status Gizi Zat gizi makro diukur Dikategorikan


menggunakan indeks (Antropometri,
antropometri IMT/U 2010) :
dengan perhitungan z-
 Z-score <-3
score (Standar
SD gizi buruk
Deviasi)
 Z-score -3 SD
. Pengukuran BB
s/d <-2 SD gizi
menggunakan
kurang
timbangan digital
 Z-score -2 SD
camry dengan
s/d 2 SD gizi
ketelitian 0,1 kg
baik
 Z-score > 2
SD gizi lebih

28
I. Hipotesis
Ha 1 = Ada hubungan asupan karbohidrat dengan status gizi
penyandang autis di kota Medan tahun 2017.
Ha 2 = Ada hubungan asupan protein dengan statuus gizi
penyandang autis di kota Medan tahun 2017.
Ha 3 = Ada hubungan asupan Lemak dengan statuus gizi
penyandang autis di kota Medan tahun 201

29
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di sekolah khusus penyandang autis
yang berada di kota Medan. Lokasi penelitian dilakukan di 4 sekolah
penyandang autis yang memberi izin untuk dijadikan lokasi penelitian,
diantaranya Yayasan Pondok Peduli Autis, Rumah Sarah Terapi, Bina
Ananda Madiri, dan Yayasan Tali Kasih. Survei pendahuluan dan
pengurusan perizinan dilakukan pada November- Desember 2017.

B. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat observasional dengan desain cross
sectional, yaitu dengan menganalisis hubungan asupan makronutrien
(karbohidrat,protein,lemak) dengan status gizi penyandang autis di
kota Medan. Pengumpulan data untuk variabel independent dan
variable dependent dilakukan secara bersamaan dalam kurun waktu
penelitian yang sama (Siagian, 2010).

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penyandang autis
yang telah ditelusuri di 13 sekolah penyandang autis dengan rentang
usia 5-19 tahun yang berjumlah 63 orang

2. Sampel
Sampel pada penelitian ini merupakan bagian dari populasi,
yaitu penyandang autis yang dimana sekolahnya memberi izin untuk
dijadikan sebagai lokasi penelitian. Sampel ditentukan dengan
melakukan screening terlebih dahulu sesuai dengan kriteria inklusi
sebagai berikut:

30
a. Sampel tergolong penyandang autis yang ikut di sekolah
berkebutuhan khusus
b. Usia anak autis yang diteliti 5-19 tahun,dengan jenis kelamin
laki-laki dan perempuan.
c. Tidak mengalami komplikasi penyakit diluar gejala autisme
d. Bersedia menjadi sampel dengan mengisi informad consent.

Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah ibu dari


penyandang autis yang bersekolah di Yayasan pondok Peduli Autis,
Rumah Sarah Terapi, Bina Amanda Mandiri, dan Yayasan Tali Kasih

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data


1. Jenis data
Pada penelitian ini jenis data yang dikumpulkan selama
penelitian ini bersifat data primer dan data sekunder.

2. Cara Pengumpulan Data


Sebelum mengumpulkan data, peneliti terlebih dahulu
melakukan hal-hal berikut ini:
1) Mencari jurnal dan buku referensi yang berkaitan dengan
masalah yang hendak diteliti
2) Mengurus surat izin lokasi penelitian
3) Meninjau lokasi sekolah penyandang autis
4) Melakukan screening untuk menentukan sampel sesuai dengan
kriteria inklusi yang telah ditetapkan.
5) Menentukan jadwal penelitian

Pada saat penelitian, peneliti dibantu oleh 8 orang


enumerator yang merupakan mahasiswa semester V dan VII
Jurusan Gizi Lubuk Pakam yang terlebih dahulu sudah mengikuti
briefing tentang tujuan penelitian.

31
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari
data primer dan sekunder.

1) Data Primer
Data primer dikumpulakan oleh peneliti langsung dari objek
penelitian melalui wawancara dengan mengisi form yang sudah
disediakan dan diobservasi langsung ke lokasi penelitian. Ada pun
data primer menyangkut :
a. Data identitas sampel meliputi nama, jenis kelamin, umur,
alamat, pendidikan terakhir yang didapatkan dari hasil
wawancara responden, dalam hal ini yang menjadi
responden adalah ibu dari penyandang autis.

b. Data asupan makronutrien (karbohidrat, protein, lemak )


diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara dengan
metode SQ-FFQ dibulan november.
Adapun langkah-langkah SQ-FFQ adalah sebagai berikut:
1) Enumerator menanyakan apakah bahan makanan yang
terdapat di form SQ-FFQ di konsumsi oleh sampel.
2) Jika iya , maka enumerator menanyakkan berapa jumlah
frekuensinya, baik itu perhari,minggu, bulan, atau tahun.
3) Kemudian responden diminta untuk mengingat berapa
jumlah porsi konsumsi sampel untuk sekali makan.
4) Untuk memudahkan responden menjawab,
pewawancara menggunakan alat bantu foto ukuran
bahan makanan pada buku survey diet total (SDT),
sehingga didapatkan berapa URT serta gram bahan
makanan yang dikonsumsi.
5) Menganalisis bahan makanan kedalam zat gizi dengan
menggunakan program komputer dengan aplikasi
Nutrisurvey.

32
c. Data status gizi diperoleh dengan cara mengukur berat
badan dengan menggunakan timbangan digital merek camry
dengan ketelitian 0,01 kg , serta mencatat tanggal lahir
penyandang autis yang dijadikan sebagai sampel. Data
tanggal lahir penyandang di kumpulkan ketika pertama sekali
melakukan wawancara kuesioner SQ-FFQl pada bulan
november, sedangkan pengukuran berat badan, tinggi
badan, serta mencatat tagggal lahir dilakukan pada waktu
yang bersamaan..

2) Data Sekunder
Data sekunder dikumpulkan meliputi jumlah penyandang autis
yang telah memberi izin untuk dijadikan sebagai tempat penelitian,
diantaranya yaitu jumlah penyandang autis Medan yang berada di
Yayasan Pondok Peduli Autis, Rumah Sarah Terapi, Bina Amanda
Mandiri, dan Yayasan Tali Kasih.

E. Pengolahan dan Analisa Data


1. Pengolahan Data
Keseluruhan data diolah secara manual melalui tahapan-tahapan
proses yang dimulai editing, coding, entry data, tabulasi dan cleaning
dengan alat bantu komputer.

a) Data Asupan Makronutrien


i. Karbohidrat
Pada penelitian ini tidak semua jenis karbohidrat dianalisis,
dikarenakan pada penyandang autis penggunaan karbohidrat
jenis monosakarida dibatasi. Hal ini dikarenakan karbohidrat
jenis monosakari lebih cepat dipecah menjadi glukosa didalam
usus sehingga karena adanya kecacatan ezimatik maka gula
yang ada dalam karbohidrat jenis monosakarida tersebut tidak
dapat dipecah menjadi partike-partikel yang lebih kecil dan
dikirim ke

33
seluruh tubuh yang membutuhkannya melainnya mengendap
diusus dan merupakan makanan utama untuk mikroba yang
terdapat di usus sehingga dapat menyebabkan gangguan
pencernaan serta dapat mengakibatkan jamur pada dinding
usus. Selain itu sisa karbohidrat yang tidak tercerna dapat
membentuk senyawa asam dan racun yang dapat merusak usus
(Kessick,2009).
Monosakarida adalah karbohidrat yang memiliki satu
ikatan monosa yang terdiri yang terdiri dari 5 atau 6 buah atom
karbon.
Adapun jenis dan sumber monosakarida diantaranya;
a. Glukosa yang terdapat pada gula,buah buahan, madu,
mampel, beras putih.
b. Fruktosa atau dinamakan juga dengan levulosa merupakan
jenis sakarida yang memiliki rasa paling manis yang terdapat
pada mahkota bunga, madu dan hasil hidrolisa dari gula
tebu.
c. Galaktosa terdapat dalam tubuh yang merupakan hasil dari
pencernaan laktosa.
d. Manosa terdapat didalam mana yang diolah untuk membuat
roti, ini jarang terdapat di dalam makanan dan hanya
terdapat didaerah tertentu seperti di Israel.
e. Pentosa merupakan bagian sel-sel semua bahan makanan
alami. Jumlah sangat kecil, sehingga tidak penting sebagai
energi. Ribose dan deosribosa merupakan bagian asam
nukleat.

ii. Protein
Jenis protein yang dianalisis pada penelitian ini adalah jenis
protein yang mengandung gluten dan casein. Hal ini sebabkan
didalam usus jenis protein ini akan dipecah menjadi fraksi-fraksi
molekul yang ukurannya masih cukup besar disebut dengan
peptida. Protein ini mempunyai efek seperti morfin yang akan

34
mempengaruhi susunan sistem saraf pusat (SSP) dan efek yang
ditimbulkan mempengaruhi aspek perilaku, atensi, kognisi dan
sensori anak (Ismawati, 2014) .Gluten biasa ditemukan dalam
tepung terigu dan hasil olahannya, sedangkan casein biasa
ditemukan dalam susu hewani dan hasil olahannya.

iii. Lemak
Lemak yang dianalisis di dalam penelitian ini adalah lemak
esensial. Lemak esensial adalah lemak yang dibutuhkan dalam
perkembangan sensorik dan motorik seseorang termasuk
penyandang autis. Penyandang autis mengalami kecacatan
enzimatik, yang mampu menghilangkan lemak ensensial dari
membran sel otak lebih cepat dari pada yang seharusnya
sehingga mengakibatkan defesiensi lemak esensial (Strickland,
2009).
Lemak esensial dapat diperoleh dari ikan dan hasil
tangkapan laut, ada juga yang bersumber dari kacang-kacangan,
telur dan minyak tertentu.

Jumlah asupan ketiga makronutrien ini dapat di peroleh


melalui wawancara menggunakan form SQ-FFQ kemudian
dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG).
Setelah diperoleh data frekuensi konsumsi subyek
selanjutnya dikonversi menjadi rata-rata frekuensi konsumsi per
hari. Sedangkan data porsi konsumsi yang diperoleh dijumlahkan
rata-rata intake konsumsi (gr/hari) yaitu dengan menggunakan
rumus :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖


𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑎𝑠𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑔𝑖𝑧𝑖 𝑝𝑒𝑟ℎ𝑎𝑟𝑖 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖

35
Setelah diperoleh rata-rata asupan gizi per hari, selanjutnya dinilai
kandungan zat gizi karbohidrat, protein, lemak dengan menggunakan
daftar tingkat konsumsi pangan Indonesia (TKPI) yang dibantu oleh
program nutrisurvey hingga didapatkan nilai gizi yang dikonsumsi.
Untuk mendapatkan kategori konsumsi, terlebih dahulu dicari AKG
individu dengan menggunakan rumus (Supariasa dkk, 2016):

𝐵𝐵 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎
𝐴𝐾𝐺 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 = 𝑥 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑘𝑒𝑐𝑢𝑘𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑧𝑎𝑡 𝑔𝑖𝑧𝑖
𝐵𝐵 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

Setelah hasilnya diketahui, kemudian klasifikasikan tingkat kategori


konsumsi menjadi(Supariasa,2016)
 baik : > 80%
 Defisit : ≤ 80%

b) Data Status Gizi Penyandang Autis


Data status gizi diolah dengan menggunakan program WHO
Antropometri 2010 menggunakan Indeks masa tubuh menurut umur
dengan rumus IMT/U sesuai dengan standar WHO antropometri
2010 dan dikategorikan menjadi :
 Gizi buruk : <-3 SD
 Gizi kurang : -3 SD s/d 2 SD
 Gizi baik : -2 SD s/d 2 SD
 Gizi lebih : > 2SD

Untuk memudahkan pengolahan data, peneliti


menggabungkan variabel gizi buruk, gizi kurang dan lebih disatuukan
menjadi gizi tidak normal.

36
3. Analisis Data
Data yang sudah peroleh kemudian diolah menggunakan alat
bantu komputer lalu dianalisis :
a. Analisis univariat untuk menggambarkan masing-masing
variabel yang disajikan dalam distribusi frekuensi dan analisis
berdasarkan presentase.
b. Analisis bivariat untuk melihat hubungan asupan makronutrien
(karbohidrat, protein, lemak) dengan status gizi penyandang
autis di kota Medan dengan menggunakan program SPSS.
Sebelum dilakukan analisis bivariat, maka masing-masing
data dilakukan uji kenormalan data dengan uji Non-parametrik
kemudian dilakukan uji chi quare dengan mengambil
kesimpulan berdasarkan signifikan, jika nilai p< 0,05 maka Ho
ditolak, artinya ada hubungan asupan makronutrien
(karbohidrat, protein, lemak) dengan status gizi penyandang
autis di kota Medan.
c. Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling
dominan berpengaruh dilanjutkan dengan analisis jalur. Analisis
jalur dapat dikatakan sebagai analisis regresi logistic, dapat
digambarkan dengan rumus:
Z = a +B1X1

Syarat uji Regresi Logistik adalah :


1. Melakukan analisis bivariat antara masing – masing variabel
dengan variabel dependentnya dengan uji chi – square. Bila
hasil uji bivariat mempunyai nilai p < 0,05 maka variabel
tersebut boleh masuk dalam model multivariate.
2. Memilih variabel yang dianggap penting yang masuk dengan
model, dengan cara mempertahankan variabel yang
mempunyai p value < 0.05 dengan mengeluarkan variabel yang
p valuenya
> 0.05. pengeluaran variabel tidak serentak semua yang p
valuenya > 0.05, namun dilakukan secara bertahap dimulai dari
variabel yang mempunyai p value terbesar.

37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Peneitian
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 4 lokasi di Kota Medan
Provinsi Sumatera Utara yaitu di empat sekolah berkebutuhan
khusus bagi penyandang autis. diantaranya yaitu Yayasan Tali
Kasih sebagai Centre Of Autism yang memiliki peserta didik
sekitar 10-15 siswa. Lokasi yayasan terletak di Jln. Sei Alas no.
18 Medan. Yayasan ini didirikan oleh Ibu Sari dan Bapak
Rudyanto.
Kemudian tempat penelitian selanjutnya yaitu Pondok
Peduli Autis yang merupakan lokasi penelitian kedua. Sekolah ini
terletak di jalan Bhayangkara Medan, namun sebelumnya lokasi
yayasan ini terletak di Jln. Bilal Ujung gg. Mesjid Ar-Ridha No 38
D Pulo Brayan Darat I Medan Timur. Pondok Peduli Autis ini
berdiri awalnya dengan dibukanya home schooling Kak Seto di
Medan, tepatnya di jalan Sei Bekala. Pondok ini sekarang
memiliki sekitar 25-35 siswa yang kebanyakan berasal dari
sekitar daerah industri di Medan seperti KIM.
Lokasi penelitian yang ketiga yaitu Rumah Sarah Terapi
yang merupakan tempat menangani terapi anak-anak
berkebutuhan khusus seperti autis, hiperaktif, terlambar bicara,
terlambat berkembang, diskeksia, gangguan konsentrasi,
gangguan perilaku, gangguan belajar anak. Lokasi sekolah ini
terletak di jalan Bersama Medan Tembung dan memiliki peserta
terapi sekitar 12-25 orang.
Berikutnya Yayasan Bina Ananda Mandiri, dijadikan lokasi
penelitian yang keempat dan merupakan yayasan yang didirikan
untuk menangani dan mendidik anak-anak dengan berkebutuhan
khusus. Lokasi yayasan ini berada di pasar 1 Marelan dengan
letak geografis yang dekat dengan Kawasan Industri Medan

38
(KIM). Yayasan ini mengelola sekitar 21-25 peserta didik anak
autisme.

2. Gambaran Karakteristik Sampel


2.1 Umur
Umur adalah rentang lamanya seseorang menjalani
kehidupan yang dimulai sejak lahir hingga sekarang yang diukur
dengan patokan skala tahun. Pada penelitian ini yang menjadi
sampel adalah penyandang autis dengan umur 5-19 tahun.
Distribusi sampel berdasarkan umur dapat dilihat pada gambar
dibahwah ini:

Kelompok Umur
10% 8% 5-6 tahun
35%
7-9 tahun
22%
10-12 tahun
25%
13-15 tahun

16-18 tahun

Gambar 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa dari 63 sampel anak


autis presentase umur terbesar berdasarkan penggolongan usia
didapati kelompok usia 5-6 tahun merupakan proporsi terbesar
yaitu 22 orang (35%), usia 7-9 tahun sebanyak 16 orang (25%),
usia 10-12 tahun sebanyak 14 orang (22%), usia 13-15 tahun
sebanyak 6 orang (10%), usia 16-19 tahun sebanyak 5 orang (8%).

39
2.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan gender seseorang yang engarah pada
identitas atau perannya dalam masyarakat, yang dibedakan menjadi
2 varian yaitu laki-laki dan perempuan yang dilihat berdasarkan ciri-
ciri seseorang yang melekat padanya. Distribusi sampel berdasarkan
jenis kelamin dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Jenis Kelamin
19%

Laki-laki
81%
Perempuan

Gambar 4. Distribusi sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa anak autis usia 5-19


tahun yang didasarkan karakteristik jenis kelamin, ditemukan
sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 51 orang (81%)
sedangkan perempuan hanya sebesar 12 orang (19%).

3. Asupan Karbohidrat
Karbohidrat adalah zat gizi berupa senyawa organik yang terdiri
dari atom karbon,hidrogen,dan oksigen yang digunakan sebagai
bahan pembentuk energi. Pada setiap gram karbohidrat
menghasilkan
4 kalori. Karbohidrat terdiri dari monosakarida, disakarida dan
polisakariada, yang penggolongan didasarkan ikatan dasar
monosanya. (Doloksaribu dalam Hardinsyah, 2014).
Asupan karbohidrat khususnya monosakarida pada
penyandang autis dengan rentang usia 5-19 tahun diklasifikasi
menjadi 2 kategori
40
yaitu baik dan defisit . Berikut ini adalah distribusi sampel berdasarkan
asupan karbohidrat dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Asupan Karbohidrat

21%
13
baik defisit
79%

Gambar 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Asupan Karbohidrat


Menurut AKG 2013.

Gambar 5 menunjukkan bahwai asupan karbohidrat dengan


presentasi terbesar ada pada kategori asupan baik sebesar 79%,
sedangkan kategori defisit sebesar 21%. Tingkat konsumsi
karbohidrat penyandanng autis umur 5-19 tahun disesuaikan
berdasarkan standar AKG 2013, cenderung tercukupi bahkan
melebihi.

4. Asupan Protein
Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang penting bagi
kehidupan manusia selain karbohidrat dan lemak. Pada tubuh
manusia protein dapat ditemukan pad rambut,kuku,,otot,tulang dan
hampir diseluruh bagian dan jaringan tubuh (Dammayanty,2017).
Pada penyandang autis protein yang mengandung gluten dan
casein seharusnya dibatasi karena protein ini mempunyai efek
seperti morfin yang akan mempengaruhi susunan sistem saraf pusat
(SSP) dan efek yang ditimbulkan mempengaruhi aspek perilaku,
atensi, kognisi dan sensori anak (Ismawati, 2014) .

41
Asupan protein pada penyandang autis, diklasifikasikan menjadi
2 kategori yaitu baik dan defisit . Distribusi sampel berdasarkan
asupan protein dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Asupan Protein

24%

baik defisit
76%

Gambar 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Asupan Protein


Menurut AKG 2013

Gambar 6 menunjukkan bahwa asupan protein dengan


presentasi terbesar ada pada kategori asupan defisit 76%,
sedangkan kategori baik sebesar 24%. Rata-rata tingkat konsumsi
protein penyandang autis umur 5-19 berdasarkan standar AKG 2013,
cenderung belum tercukupi.

5. Asupan Lemak
Lemak adalah makronutrien yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh. Lemak esensial adalah jenis lemak yang sangat dibutuhkan
oleh penyandang autis dalam perkembangan sistem sensorik dan
motorik, dan bermanfaat juga untuk mengatasi masalah pencernaan
karena mengandung anti-inflamansi serta bermanfaat untuk
perkembangan sel otak. Berikut ini adalah distribusi sampel
berdasarkan asupan lemak dapat dilihat pada gambar berikut ini:

42
Asupan Lemak

2
6
41%
59% baik
defisit

Gambar 7. Distribusi Sampel Asupan Lemak Protein menurut


AKG 2013
Gambar 7 menunjukkan bahwa asupan lemak dengan
presentase terbesar ada pada kategori asupan defisit sebesar 59%
sedangkan kategori asupan baik sebesar 41%. Rata-rata tingkat
konsumsi lemak penyandang autis umur 5-19 berdasarkan standar
AKG 2013, cenderung belum tercukupi.

6. Status Gizi
Status gizi merupakan kondisi tubuh yang disebabkan karena
terjadinya keseimbangan antara asupan antara makanan dan
penggunaan zat gizi (Soekirman dalam Suwoyo, 2017). Status gizi
penyandanng autis yang dihitung dengan indeks masa tubuh menurut
u mur dan kemudian dikategorikan sesuai dengan Who Antropometri
2005, yaitu gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih. Distribusi
sampel berdasarkan status gizi dapat dilihat pada gambar berikut ini:

43
Status Gizi
11

17%
37%
gizi kurang gizi23
baik
29 gizi lebih
46%

Gambar 8. Distribusi Sampel berdasarkan Status Gizi ( WHO


Antropometri,2010).
Gambar 8 menunjukkan bahwa kategori status gizi baik
sebanyak 46%, gizi kurang 37% dan gizi lebih 17%. Hal ini sejalan
dengan penelitian Prijatmoko,2007 yang mengatakan bahwa ada
gangguan pada regulasi susunan saraf pusat penyandang autis sering
sekali merasakan rasa lapar atau rasa kenyang yang terus menerus
sehingga mengakibatkan penyandang autis cenderung memiliki
masalah gizi.

7. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi


Karbohidrat merupakan makronutrien yang berperan penting
dalam pertumbuhan seseoarang dan merupakan nama kelompok zat
gizi organik yang mempunyai struktur molekul berbeda tetapi memiliki
persamaan dari sudut kimia dan fungsinya. Karbohidrat berfungsi
sebagai penghasil energi utama, dimana pada setiap gram karbohidrat
menghasilkan 4 kalori. Semua karbohidrat terdiri dari unsur karbon
(C), hidrogen (H), dan Oksigen (O) dan merupakan salah satu
penentu gizi seseorang. Distribusi hubungan asupan karbohidrat
dengan status gizi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

44
Tabel 5. Distribusi Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status
Gizi Penyandang Autis
Kategori Status Gizi (IMT/U) Total P-
Asupan Normal Tidak Normal Value
Karbohidrat n % n %
Baik 18 36 32 64 50 0.008
Defisit 10 77 3 23 13
Total 28 45 35 55 63

Dari tabel 5 menunjukkan bahwa asupan karbohidrat dengan


kategori asupan baik memiliki presentase terbesar pada status gizi
tidak normal sebesar 64%, sedangkan kategori asupan defisit memiliki
presentase terbesar pasa status gizi normal sebesar 10%.
Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p Value 0.008 < α maka Ho
ditolak, yang menyatakan bahwa adanya hubungan asupan
karbohidrat dengan status gizi penyandang autis di medan.

8. Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi


Protein merupakan makronutrien yang sangat penting dalam
perkembangan seseorang. Protein adalah bagian dari semua sel
hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Semua
enzim, berbagai hormon, pengangkutan zat-zat gizi dan darah, matriks
intraseluler dan sebagainya adalah protein. Disamping itu asam amino
yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar
koenzim, hormone, asam nukleat, dan molekul-molekul esensial untuk
kehidupan. Distribusi hubungan asupan protein dengan status gizi
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

45
Tabel 6. Distribusi Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi
Penyandang Autis
Kategori Status Gizi (IMT/U) Total P-
Asupan Normal Tidak Normal Value
Protein n % N %
Baik 5 33 10 67 15 0,047
Defisit 30 63 18 37 48
Total 35 55 28 45 63

Dari tabel 6 menunjukkan bahwa asupan protein dengan kategori


asupan baik memiliki presentase terbesar pada status gizi tidak
normal sebesar 67%, sedangkan kategori asupan defisit memiliki
presentase terbesar pasa status gizi normal sebesar 63%.
Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p Value 0.047 < α maka Ho
ditolak, yang menyatakan bahwa adanya hubungan asupan protein
dengan status gizi penyandang autis di medan.

9. Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi


Lemak merupakan salah satu makronutrien yang berperan
penting bagi tubuh manusia dalam melaksanakan aktifitas dan
perkembangan sensorik maupun motorik anak. Lemak merupakan zat
gizi yang terdiri dari molekul Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen
(O2) yang mempunyai sifat dapat larut pada zat pelarut tertentu.
Distribusi hubungan asupan lemak dengan status gizi dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:

46
Tabel 7. Distribusi Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi
Penyandang Autis
Kategori Status Gizi (IMT/U) Total P-
Asupan Normal Tidak Normal Value
Lemak n % n %
Baik 16 62 10 38 26 0.022
Defisit 12 33 25 67 37
Total 28 45 35 55 63

Dari tabel 7 menunjukkan bahwa asupan lemak dengan kategori


asupan baik memiliki presentase terbesar pada status gizi normal
sebesar 62%, sedangkan kategori asupan defisit memiliki presentase
terbesar pada status gizi tidak normal sebesar 67 %.
Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p Value 0.022 < α maka Ho
ditolak, yang menyatakan bahwa adanya hubungan asupan lemak
dengan status gizi penyandang autis di medan.

10. Hasil Uji Multivariat Hubungan Asupan Karbohidrat, Protein,


Lemak dengan Status Gizi
Uji Multivariante dilakukan untuk mengetahui variabel mana yang
paling berpengaruh terhadap status gizi anak autis dengan melakukan
analisis regresi logistik. Hasil uji multivariante asupan
karbohidrat,protein dan lemak dengan status gizi dapat dilihat dalam
tabel dibawah ini:

47
Tabel 8. Analisis regresi Logistic Asupan Karbohidrat,Protein dan Lemak
dengan status gizi
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
Step Kat_kh(1) 1.386 .627 4.879 1 .027 3.998
1a
kat_protein(1) .953 .696 1.875 1 .171 2.594
Kat_lemak(1) -2.218 .791 7.852 1 .005 .109
Constant -.831 .620 1.798 1 .180 .436

Berdasarkan tabel 8 menunjukkan variabel yang berpengaruh


paling besar terhadap status gizi penyadang autis adalah karbohidrat
dengan nilai p value 0,027 < 0,05 dengan nilai keeratan Exp (B)= 3.998
atau disebut juga OR (Odd Ratio) menjelaskan seberapa kali variabel
independent mempengaruhi variabel dependent. Hal ini sejalan dengan teori
yang mengatakan bahwa karbohidrat merupakan sumber utama atau
salah satu sumber energi terbesar yang dibutuhkan oleh balita (Depkes,
2004). Setiap nilai karbohidrat yaitu 1 gram karbohidrat akan
menghasilkan 4 kalori. Mengkonsumsi cukup karbohodrat sebagai
sumber energy dapat mencegah terjadinya malnutrisi ,pada anak yang
selanjutnya dapat memcegah kejadian penyakit infeksi (Nilawati, 2006).

48
B. Pembahasan
1. Karakteristik Sampel

a. Umur Sampel
Jenis kelamin merupakan petanda gender seseorang yaitu laki-
laki dan perempuan yang dinilai berdasarkan karakteristiknya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 63 sampel penyandang autis yang
berusia 5-18 tahun, golongan usia terbanyak terdapat pada kelompok
usia 5-6 tahun sebanyak 22 orang (35%), usia 7-9 tahun sebanyak 16
orang (25%), usia 10-12 tahun sebanyak 14 orang (22%), usia 13-15
tahun sebanyak 6 orang (10%), usia 16-19 tahun sebanyak 5 orang
(8%). Hal ini sejalan dengan penelitian dalam skala kecil yang
diterbitkan dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry (2010)
yang menunjukkan bahwa anak autis akan sembuh pada usia delapan
belas tahun atau dua puluh satu tahun. Selain itu, anak autis yang
berumur lima sampai sembilan belas tahun masih dalam masa
pendidikan atau masih bersekolah.

b. Jenis Kelamin Sampel


Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif pada
seseorang yang ditandai dengan adanya gangguan dalam bidang
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan
perkembangan pada fungsi otak ini mengakibatkan kurangnya
intelektual dan perilaku dalam rentang dan keparahan yang luas
(Wong, 2009).
Gangguan perkembangan saraf didiagnosis pada anak-anak
sebelum usia tiga tahun atau yang biasa disebut Autism spectrum
disorder (ASD). Kelainan ini ditandai dengan gangguan dalam
interaksi sosial, kemampuan bahasa terutama dalam komunikasi
sosial dan senang berimajinasi, bersamaan dengan kecenderungan
terhadap berbagai jenis kegiatan dan kesenangan repetiti ( Martiani,
2012).

49
Penyebab autis yang kompleks akibat dari multi factor.
Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut; kerentanan genetik,
infeksi (diantaranya virus rubella yang menginfeksi jamur dalam
kandungan yang menyebabkan cytomegallo), dan akibat bahan
pangan.
Sampel yang diteliti dalam penelitian ini sebanyak 63 dan
sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 51 orang (81%)
sedangkan perempuan yaitu sebanyak 12 orang (19%). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Ramadayanti tahun 2012 dan
Pratiwi tahun 2013 yang menyatakan bahwa pravalensi penderita
autis lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan dan kemudian dilanjutkan dengan penelitian Octiara tahun
2014 ditemukan dari 50 subjek penelitian didapati 44 subjek dengan
jenis kelamin laki- laki. Hal ini disebabkan hormon seks laki-laki lebih
banyak memproduksi testosteron sementara perempuan lebih banyak
memproduksi hormon esterogen. Kedua hormon itu memiliki efek
bertolak belakang terhadap suatu gen pengatur fungsi otak yang
disebut retinoic acid-related orphan receptor-alpha atau RORA.
Testosteron menghambat kerja RORA, sementara esterogen
justru meningkatkan kinerjanya.Terhambatnya kinerja RORA
menyebabkan berbagai masalah koordinasi tubuh, antara lain
terganggunya jam biologis atau circardian rythm yang berdampak
pada pola tidur. Kerusakan saraf akibat stres dan inflamasi (radang)
jaringan otak juga meningkat ketika aktivitas RORA terhambat. Meski
bukan menjadi penyebab langsung, kadar testosteron yang tinggi
berhubungan dengan risiko autisme. Gangguan pola tidur serta
kerusakan saraf akibat stres dan inflamasi di otak merupakan
beberapa keluhan yang sering dialami para penderita autis (Alter,
2013).

50
2. Asupan Karbohidrat
Zat karbohidrat penting bagi tubuh manusia dalam
melangsungkan kehidupannya, bagi penyandang autis mengonsumsi
karbohidrat jenis monosakarida terlalu banyak dan sering merupakan
hal yang dapat mengakibatkan masalah gizi bagi penderita autis
tersebut.
Hal ini dikarenakan karbohidrat yang dipecah menjadi glukosa
merupakan makanan utama untuk mikroba pada usus sehingga dapat
menyebabkan gangguan pencernaan dan dapat mengakibatkan
adanya jamur pada dinding usus. Selain itu sisa karbohidrat yang tidak
tercerna dapat membentuk senyawa asam dan racun yang dapat
merusak usus (Kessick,2009).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan karbohidrat
presentasi terbesar ada pada kategori asupan baik sebesar 79%,
sedangkan kategori defisit sebesar 13%. Tingkat konsumsi
karbohidrat penyandanng autis umur 5-19 tahun disesuaikan
berdasarkan standar AKG 2013, cenderung tercukupi bahkan
melebihi. Bila dilihat berdasarkan presentase rata-rata , tingkat
konsumsi karbohidrat penyandang autis mencapai sebesar 128%.
Dari 128% asupan karbohidrat terdapat 75% karbohidrat sederhana
yang mudah diubah menjadi monosakarida.
Tingkat asupan karbohidrat sederhana pada penyandang autis
tinggi disebabkan karena penyandang autis memiliki kecenderungan
mengonsumsi makanan yang sama berulang-ulang, hipotalamus
penyandang autis memberi informasi bersifat seperti morfin yang
akan terus ketagihan mengonsumsi suatu bahan makanan yang
sama. Faktor lain yang menyebabkan tingginya konsumsi
karbohidrat sederhana yaitu karena pada umumnya anak-anak usia
sekolah senang mengonsumsi makanan yang manis-manis seperti
gula,coklat,teh manis, sirup dan makanan manis jenis monosakarida
lainnya (Machfoedz,2005 dalam Lestari,2016).

51
Bagi anak normal asupan karbohidrat 128% adalah baik,namun
bagi anak autis asupan karbohidrat 128% yang mengandung
karbohidrat sederhana sebanyak 75% merupakan hal yang buruk bagi
anak autis, karena dapat merusak pencernaannya. Jenis karbohidrat
monosakarida yang sering dikonsumsi oleh penyandang autis adalah
monosakarida yang bersumber dari nasi,permen dan gula.

3. Asupan protein
Protein merupakan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh untuk
pertumbuhan, membangun struktur tubuh, antibodi serta sebagai
enzim memecah asam amino (Almatsier, 2013).
Bagi penyandang autis protein khususnya yang mengandung
gluten dan casein tidak dianjurkan untuk dikonsumsi penyandang
autis, hal ini dikarenakan mengonsumsi protein yang mengandung
gluten dan casein akan dipecah menjadi fraksi-fraksi molekul yang
ukurannya masih cukup besar disebut dengan peptida. Protein ini
mempunyai efek seperti morfin yang akan mempengaruhi susunan
sistem saraf pusat (SSP) dan efek yang ditimbulkan mempengaruhi
aspek perilaku, atensi, kognisi dan sensori anak (Ismawati, 2014) .
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan protein
dengan presentasi terbesar ada pada kategori asupan defisit 76%,
sedangkan kategori baik sebesar 24%. Rata-rata tingkat konsumsi
protein penyandang autis umur 5-19 berdasarkan standar AKG 2013,
cenderung belum tercukupi. Bila dilihat berdasarkan persentase rata-
rata, tingkat konsumsi penyandang autis sebesar 68%. Dari 68%
asupan protein terdapat 85% jenis protein yang mengandung gluten
dan casein. Sedangkan bagi penyandang autis,tidak diperbolehkan
mengonsumsi gluten dan casein. Dari hasil penelitian menggunakan
SQ-FFQ dapat ketahui bahwa asupan protein jenis gluten dan kasein
yang sering dikonsumsi oleh penyandang autis adalah roti,mie
instan,kue basah,keju,eskrim yang merupakan makanan yang
biasanya disukai oleh anak-anak seusia mereka. Bila dilihat dari hasil

52
persentasi rata-rata asupan berdasarkan AKG 2013,Asupan protein
belum tercukupi yaitu 65% dan 85% asupan protein mengandung
gluten dan casein. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan
penyandang autis serta dapat berdampak pada status gizi.

4. Asupan Lemak
Lemak esensial adalah jenis lemak yang sangat dibutuhkan
oleh penyandang autis dalam perkembangan sistem sensorik dan
motorik, dan bermanfaat juga untuk mengatasi masalah pencernaan
karena mengandung anti-inflamansi serta bermanfaat untuk
perkembangan sel otak.

Penyandang autis mengalami kecacatan enzimatik, yang


mampu menghilangkan lemak ensensial dari membran sel otak lebih
cepat dari pada yang seharusnya sehingga dapat mengakibatkan
defesiensi lemak esensial (Strickland, 2009), untuk itu asupan lemak
esensial sangat dibutuhkan oleh penyandang autis .

Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa


asupan lemak dengan presentase terbesar ada pada kategori
asupan defisit sebesar 59% sedangkan kategori asupan baik
sebesar 41%. Rata- rata tingkat konsumsi lemak penyandang autis
belum mencukupi standar AKG 2013, berdasarkan standar AKG
2013, cenderung belum tercukupi. Bila dilihat berdasarkan
persentase rata-rata, tingkat konsumsi penyandang autis sebesar
36% dan hanya terdapat 40% yang mengandung lemak esensial.
Kurangnya asupan lemak esensial menyebabkan penyandang autis
cenderung mengalami defisit asam lemak. Sehingga perkembangan
sensorik dan motorik penyandang autis terganggu. Berdasarkan
penelitian menggunakan SQ-FFQ dapat diketahui suber lemak
esensial yang sering dikonsumsi penyandang autis hanyalah telur
ayam dan ikan sarden.

53
5. Status Gizi
Status gizi merupakan kondisi tubuh yang disebabkan oleh
karena terjadinya keseimbangan antara asupan antara makanan dan
penggunaan zat gizi. Status gizi yang optimal terjadi bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efesien,
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik dan pertumbuhan otak
dalam kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin (Soekirman dalam Suwoyo, 2017).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
kategori status gizi baik sebanyak 46%, gizi kurang 37% dan gizi lebih
17%,sedangkan gizi buruk 0%). Dari hasil tabel diatas dapat
disimpulkan bahwa ada 54% penyandang autis yang memiliki gizi
tidak normal, diantaranya gizi kurang dan gizi lebih.Gizi lebih dan
kurang pada penyandang autis diakibatkan karena tinggi konsumsi
karbohidrat (128%) dan rendahnya konsumsi protein (68%).
Karbohidrat terutama karbohidrat sederhana selanjutnya akan diubah
menjadi asam lemak bebas yang kemudian terakumulasi dalam
bentuk trigliserida di hati dan jaringan adiposa sehingga dapat
mengakibatkan obesitas (Siahaan, 2015), terutama pada penyandang
autis yang bersifat apatis atau tidak banyak melakukan aktifitas,
sedangkan pada penyandang yang hiperaktif justru mengalami hal
yang sebaliknya, karbohidrat langsung dipecah menjadi tenaga dalam
hiperaktifitas penyandang autis sehingga dapat mengakibatkan
penyandang mengalami gizi kurang .
Dari penelitian yang telah dilakukan asupan protein rendah dan
cenderung komponennya mengandung gluten dan casein yang tidak
disarankan untuk dikonsumsi. Fraksi-fraksi molekul gluten dan casein
yang susah dipecah akan menembus dinding usus mengakibatkan
alergi dan gangguan pencernaan. Hal ini mengakibatkan efek seperti
morfin yang akan mempengaruhi susunan sistem saraf pusat (SSP)
sehingga mengalami masalah dalam menyampaikan informasi dan
efek yang ditimbulkan mempengaruhi aspek perilaku, atensi, kognisi

54
dan sensori anak serta kecenderungan alergi pada beberapa bahan
makananan sehingga mengakibatkan gizi kurang (Ismawati, 2014)
Hal ini sejalan dengan penelitian Prijatmoko,2007 yang
mengatakan bahwa ada gangguan pada regulasi susunan saraf pusat,
penyandang autis sering sekali merasakan rasa lapar atau rasa
kenyang yang terus menerus sehingga mengakibatkan penyandang
autis cenderung memiliki masalah gizi.
Williams dalam Martiani, 2012 mengatakan bahwa asupan zat
gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) yang dibutuhkan untuk tumbuh
kembang sesorang akan menjadi pemicu terjadinya keadaan
malnutrisi menjadi kurus maupun kegemukan. Hal ini disebabkan oleh
dua faktor yaitu asupan dan infeksi yang diderita oleh penyandang
autis.
Hal ini juga didukung dengan pernyataan Yusnita,2014 yang
mengatakan bahwa penyandang autis cenderung mengahasilkan
autoimun. Autoimun adalah seseorang memproduksi kekebalan baru
yang dikembangkan oleh tubuh penderita sendiri. Jenis kekebalan
yang timbul justru merugikan tubuhnya sendiri. Penderita autis
menghasilkan kekebalan justru terhadap zat-zat gizi yang bermanfaat
dan penting untuk tubuh dan kemudian menghancurkanya sendiri
sehingga tubuhnya kekurangan zat gizi esensial. Zat gizi yang
diperlukan tidak lagi dapat diserap dan dicerna oleh tubuh dan bahkan
dimanfaatkan oleh beberapa jenis jamur yang merugikan di lambung.

6. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi


Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
asupan karbohidrat dapat mempengaruhi status gizi anak autis. Nilai
p Value
0.008 < α yang menunjukkan adanya hubungan bermakna antara
asupan karbohidrat dengan status gizi. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Williams dalam Martiani 2012 yang mengatakan bahwa
dikuatirkan asupan zat gizi makro karbohidrat yang dibutuhkan untuk
tumbuh kembang sesorang akan menjadi pemicu terjadinya keadaan

55
malnutrisi menjadi kurus maupun kegemukan pada penyandang autis
(Williams dalam Martiani, 2012).
Pada penelitian ini status gizi digolongkan sesuai dengan
antropometri,2010 yang terdiri dari gizi buruk, gizi kurang, gizi baik
dan gizi lebih yang kemudian penulis membuat menjadi sederhana
menjadi gizi normal dan tidak normal. Gizi normal terdiri dari gizi baik,
sedangkan gizi tidak normal terdiri dari gizi buruk,gizi kurang dan gizi
lebih karena bagi penyandang autis gizi lebih merupakan masalah gizi
yang dapat membuat seorang tidak enak dipandang,mempengaruhi
kesehatan dan mempengaruhi pergerakan aktifitasnya, sedangkan
status gizi buruk dan kurang juga merupakan masalah gizi yang dapat
membuat seseorang selain fisiknya tidak enak dipandang ,cenderung
lebih cepat terkena penyakit sehingga terganggunya kesehatan.
Tabel 9 menunjukkan bahwa asupan karbohidrat jenis
monosakarida yang berlebih dapat mengakibatkan status gizi tidak
normal sebesar 64%,Ini artinya bahwa semakin tinggi asupan
karbohidrat monosakarida bagi anak autis maka status gizinya
semakin tidak normal. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa gizi
tidak normal pada anak autis adalah status gizi kurang dan status gizi
lebih. Hal ini terjadi karena karbohidrat monosakarida adalah jenis
karbohidrat yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Jenis
karbohidrat yang dikonsumsi penyandang autis secara terus menerus
dapat mengakibatkan penumpukkan glukosa didalam hati kemudian
disimpan dalam bentuk glikogen, dan bila berlangsung lama glikogen
tersebut akan di ubah menjadi jaringan lemak kemudian disimpan
dijaringan adiposa yang merupakan tempat terbentukknya sel-sel
lemak, sehingga mengakibatkan obesitas, terutama pada penyandang
autis yang bersifat apatis atau tidak banyak melakukan aktifitas.
Berbeda halnya dengan penyandang autis yang memiliki gizi kurang.
Hal ini disebabkan karena karbohidrat jenis monosakarida yang
dikonsumsi merupakan makanan jamur dan bakteri-bakteri jahat
dalam usus. Akibatnya dinding usus dapat bocor, sehingga banyak
zat-zat gizi yang

56
terbuang atau tidak dicerna oleh tubuh sehingga mengakibatkan
status gizi kurang, terutama pada pada penyandanng autis yang
bersifat hipertensi, karena aktifitas mereka yang hiper mengakibatkan
berkurangnya cadangan energi dan lemak di dalam tubuh.
Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan teori Kessick,2009
yang mengatakan bahwa karbohidrat adalah zat gizi makronutrien
yang sangat penting dalam kehidupan berbagai sel terutama KH jenis
monosakarida (glukosa). Selain itu pemenuhan asupan karbohidrat
juga diperuntukkan untuk tumbuh kembang seorang anak. Berbeda
halnya dengan penyandang autis, mengkonsumsi karbohidrat yang
bersumber monosakarida terlalu banyak dan sering merupakan hal
yang dapat mengakibatkan masalah gizi bagi penderita autis
tersebut,hal ini disebabkan karena sistem pencernaan pada
penyandang autis tidak normal. Hypochlorhydrat atau kondisi produksi
asam perut terlalu rendah dan kelainan pada fungsi motor penggerak
usus dapat mengganggu kinerja gerak peristaltik dan mengakibatkan
pertumbuhan bakteri jahat pesat sehingga menyebabkan luka pada
dinding usus secara terus – menerus. Asupan karbohidrat khususnya
jenis monosakarida seharusnya dihindari oleh penyandang autis
karena dapat mengakibatkan masalah gizi bagi penyandang autis,
baik itu gizi buruk, gizi kurang, maupun gizi lebih.

7. Hubungan Protein Dengan Status Gizi


Pada penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan
metode SQ-FFQ menunjukkan asupan protein khususnya yang
mengandung gluten dan casein dapat mempengaruhi status gizi
penyandang autis. Ini dibuktikan dengan hasil uji statistik Chi Square
dimana diperoleh nilai p Value 0.047 < α yang menunjukkan bahwa
ada hubungan bermakna antara asupan protein dengan status gizi
penyandang autis.
Selain karbohidrat asupan protein juga sangat berperan penting
dalam tumbuh kembang anak serta merupakan zat gizi yang dapat

57
membantu proses pembentukan antibodi, dimana penyandang autis
sangat rentan terkena serangan penyakit.
Dari tabel 10 menunjukkan bahwa asupan protein yang
mengandung gluten dan casein mengakibatkan presentase gizi tidak
normal tinggi sebesar 67%, ini artinya bahwa semakin tinggi
penyandang autis mengonsumsi protein jenis gluten dan casein maka
status gizinya semakin tidak normal. Dari hasil penelitian status gizi
tidak normal cenderung gizi kurang dan gizi lebih. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Ismawati, 2014 yang mengatakan bahwa protein
yang mengandung gluten dan casein tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi oleh penyandang autis. Hal ini disebabkan didalam usus
jenis protein ini akan dipecah menjadi fraksi-fraksi molekul yang
ukurannya masih cukup besar disebut dengan peptida sehingga susah
dicerna dan menjadi morfin yang akan mempengaruhi susunan sistem
saraf pusat (SSP) dan efek yang ditimbulkan mempengaruhi aspek
perilaku, atensi, kognisi dan sensori anak, sehingga anak cenderung
merasa lapar ataupun merasa kekenyangan.

8. Hubungan Lemak Dengan Status Gizi

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa


asupan lemak dapat mempengaruhi status gizi anak autis. Berdasarkan
hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p Value 0.022 < α yang
menunjukkan adanya hubungan bermakna antara asupan karbohidrat
dengan status gizi.
Tabel 11 menunjukkan bahwa asupan lemak yang rendah dapat
mengakibatkan status gizi tidak normal sebesar 59%, ini artinya bahwa
semakin rendah asupan lemak maka status gizi penyandang autis
dalam kategori tidak normal. Hal ini terjadi karena Lemak di dalam
makanan baru akan dicerna di dalam duodenum dengan adanya enzim
lipase yang berasal dari sekresi pankreas. Garam empedu yang
dihasilkan empedu akan mengemulsikan lemak dan asam lemak
menjadi butiran halus

58
dapat menembus epitel usus masuk ke dalam limfe jaringan. Asam
lemak kembali menjadi lemak di dalam kapiler limfe ke dalam duktus
torasikus dan masuk ke dalam aliran darah diungulus
venosus.Kilomikron dialirkan oleh darah, dibawa kehati, yang sebagian
diambil sel hati terus mengalir di dalam saluran darah untuk kemudian
diambil oleh sel lemak ditempat penimbunanan (Siahaan dkk, 2014).
Namun, berbeda halnya dengan penyandang autis lemak-lemak tidak
dapat diserap serap oleh tubuh dengan sempurna, hal ini disebabkan
ukuran lemak yang masih berukuran besar dapat menembus dinding
usus dan tidak dapat disimpan dalam waktu lama karena penyandang
autis mengalami kecacatan enzimatik yang dapat menghilangkan
lemak- lemak secara cepat terutama lemak esensial dijaringan otak
yang bermanfaat untuk perkembangan sensorik dan motorik
penyandanng.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Strickland (2009)
yang mengatakan bahwa penyandang autis dianjurkan mengonsumsi
lemak esensial karena penyandang autis mengalami kecacatan
enzimatik yang mampu menghilangkan lemak ensensial dari membran
sel otak lebih cepat dari pada yang seharusnya sehingga
mengakibatkan defesiensi lemak esensial, untuk itu dibutuhkan asupan
lemak esensial lebih banyak dari anak normal lainnya untuk
menggantikan lemak esensial yang hilang. Hal senada dijumpai pada
penelitian Blaxill 2004 dalam Bawono (2012) yang menyatakan bahwa
penyandang autis mengalami defesiensi asam lemak rantai panjang.

9. Uji Multivariat
Hasil uji multivariant regresi logistik pada asupan
karbohidrat,protein dan lemak terhadap status gizi, menunjukkan
bahwa asupan karbohidrat berpengaruh sangat nyata (p= 0,027 <α)
pada status gizi penyandang autis dengan keeratan hubungan Ro
3.998 dibandingkan dengan asupan protein dan lemak.
Hasil ini sejalan dengan Ginting (2014) yang menyatakan
bahwa Karbohidrat merupakan sum ber utama atau salah satu

59
sumber energi

60
terbesar yang dibutuhkan anak. Setiap nilai karbohidrat yaitu 1 gram
karbohidrat akan menghasilkan 4 kalori, selain itu sumber makanan
yang mengandung karbohidrat mudah didapat dan merupakan
makanan pokok bagi orang-orang indonesia, seperti nasi,ubi, dan
sumber karbohidrat lainnya.
Mengkonsumsi cukup karbohidrat sebagai sumber energy dapat
mencegah terjadinya malnutrisi dan dapat mencegah kejadian
penyakit infeksi. Selain itu juga karbohidrat jenis monosakarida lebih
cepat diserap oleh tubuh untuk dijadikan sumber energi dan cadangan
lemak. Bagi penyandang autis mengonsumsi karbohidrat terutama
yang bersumber monosakarida terlalu banyak dan sering merupakan
hal yang dapat mengakibatkan masalah gizi bagi penderita autis
tersebut. Hal ini dikarenakan karbohidrat yang dipecah menjadi
glukosa merupakan makanan utama untuk mikroba pada usus
sehingga dapat menyebabkan gangguan pencernaan serta dapat
mengakibatkan jamur pada dinding usus. Selain itu sisa karbohidrat
yang tidak tercerna dapat membentuk senyawa asam dan racun yang
dapat merusak usus.

61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN

1. Asupan karbohidrat penyandang autis dengan


presentasi terbesar ada pada kategori baik sebesar 79%
.
2. Asupan protein penyandang autis masih berada pada
kategori defisit sebesar 24%.
3. Asupan lemak penyandang autis masih berada pada
kategori asupan defisit sebesar 59%
4. Hasil uji statistik menunjukkan status gizi penyandang autis di
kota Medan adalah 46%, gizi kurang 37% dan gizi lebih
17%.sedangkan gizi buruk 0%) Sedangkan yang memiliki gizi
baik hanya 46,0 %.
5. Hasil uji multivariate (regresi logistic) menunjukkan bahwa
asupan karbohidrat paling berpengaruh terhadap status
gizi anak autis (p=0.027) dengan keeratan (Ro=3.998).

B. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang zat yang
mempengaruhi status gizi penyandang autis.
2. Memberikan penyuluhan seputar zat gizi makronutrien
(karbohidrat,protein,dan lemak) terutama karbohidrat jenis
monosakarida, protein yang mengandung gluten dan casein,
serta lemak esensial.

62
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,


2009.

Alter, Mark D. Autism and Increased Paternal Age Related Changes in


Global Levels of Gene Expression Regulation. Public Libarary of
Science One Journal. Febuari 2013. At http://www.plos.org diakses
pada tanggal 20 Oktober 2017.
Arfiriana, Rifmie, Fillah dieny. 2013. Hubungan Skor Frekuensi Diet Bebas
Gluten Bebas Casein dengan Skor Perilaku Autis. Semarang :
Universitas Diponegoro.
Bonny Danuatmaja,2004. Menu Autis.Jakarta:Perpustakaan Nasional RI
Danuatmaja, B. 2004. Menu Autis. Wisma Hijau : Jakarta

Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional Kategori Umur. Jakarta.


Damayanti, Didit.2017.Ilmu Gizi:Teori & Aplikasi.Medan

Fenny, M .2013. Anak Indonesia Diperkirakan Menyandang Autisme.


Jurnal Republika Online. Diakses pada tanggal
06 September 2017.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/09/mkz2un-
112000

Siahaan,Ginta, Effendi N, Dini L.2015.Hubungan Asupan Zat Gizi dengan


trigliserida dan Kadar Glukosa Darah pada Vegetarian.Medan

Ginting,Marim.2014. Hubungan Tingkat Kecukupan dan Status Gizi


(BB/TB) dengan Kejadian Bronkopneumonia Pada Balita Usia 1-5
tahun di Puskesmas Purwoyosos. Semarang: Universitas
Muhammadiyah
.
Hardinsyah, I Dewa N. S. 2014. Ilmu Gizi. Medan

Ismawati, R. 2014. Hubungan Asupan Makanan Dengan Status Gizi Dan


Perilaku Adaptif Anak Autis Di Paud ABK Mutiara Kasih Trenggalek
Surabaya

Judarwanto, W. 2005. Alergi Makanan, Diet Dan Autisme. Jurnal e-Clinic


(eCl). Jakarta.

Kemenkes RI (Ed). 2014. Buku Foto Makanan Survei Konsumsi Makanan


Individu (SKMI-2014). Jakarta: Badan Litbangkes

63
Kharisma, Diah Curie. 2009. Hubungan antara kadar Pb, Cu dan Zn
Rambut dengan gejala autisme pada anak. Unversitas Brawijaya
Program Pascasarjana. Malang.

Lalusu, R, Theresia M, D,Kaunang L, F,Joyce K. 2014. Hubungan


Gangguan Pemusatan Perhatian Dan Hiperaktivitas Dengan Prestasi
Belajar Pada Anak Sd Kelas 1 Di Kecamatan Wenang Kota Manado.
Jurnal e-CliniC (eCl), Volume 2, Nomor 1, Maret 2014.

Liu, X, Juan L, Xueqin X, Ting Y, Nali H, Xiaohua L, Jie C, Qian C and


Tingyu L. 2016. Correlation between Nutrition and
Symptoms:Nutritional Survey of Children with AutismSpectrum
Disorder in Chongqing, China. Journal.Nutrients 2016, 8, 294;
doi:10.3390/nu8050294 www.mdpi.com/journal/nutrients.Chongqing

Linder, M. C. 2010. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme Dengan Pemakaian


Secara Klinis. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Martiani, M. 2012. Pengetahuan Dan Sikap Orangtua Hubungannya


Dengan Pola Konsumsi Dan Status Gizi Anak Autis. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia, Volume 8, Nomor 2. Yogyakarta

Matthew. 2010. Diet And Nutricion In Autism Advocate. Diunduh pada


tanggal 29 September 2017. http://www.autism-
society.org/news/diet.pdf

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineke Cipta.


Jakarta.

Novriana, Dita E, Amel Y, Machdawaty M. 2013. Prevalensi Gangguan


Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas pada Siswa dan Siswi
Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Padang Timur Kota Padang
Tahun 2013. http://jurnal.fk.unand.ac.id

Nugraheni, S. A. 2009. Diet dan Autisme. Pustaka Zaman. Semarang

Nurhidayati, Z. 2015. Pengaruh Pola Konsumsi Makanan Bebas Gluten


Bebas Kasein dengan Gangguan Perilaku Pada Anak Autistik.
Majority, Vol 4, No. 7, Juni 2015.

Octiara, E, Zilda F. 2014. Percentage Of Malocclusion In Autis And Normal


Children in Medan.Dentika Dental Journal, Vol 18, No. 2, 2014: 141-
146
.
Onibala, E, Anita E. Dundu, dan Lisbeth F. J. Kandou. 2016. Kebiasaan
makan pada anak gangguan spektrum autisme. Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 4, Nomor 2,. Manado.

64
Prianti, D. 2011. Studi Fenomologi Tentang Pengalaman Komunikasi
Antar Pribadi Orang tua-Anak Terhadap Pemahaman Anak Pada
Norma- Norma Perilaku. Jurnal Ilmiah Komunikasi MAKNA, Volume
2, Nomor 1.

Puspaningrum, C. 2010. Landasan Konseptual Perenc Anaan Dan Peran


Cangan Pusat Terapi Anak Autis Di Yogyakarta. Program Studi
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

S. A. Nugraheni. 2012. Menguak Belantara Autisme. Buletin Psikologi


Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Volume 20, No. 1-2,
2012: 9 – 17 Issn: 0854-7108 Buletin Psikologi 9.

Sari, D. 2015. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Konsumsi Sumber


Casein, Glutein Dan Suplemen Pada Anak Autis Di Yayasan
Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan Tahun 20015. Medan

Siahaan,G, Bernike D, Novriani T, Mincu Manalu. 2014. Ilmu Gizi. Medan

Supariasa. 2016. Penilaian Status Gizi. Informasi Kedoketeran EGC:


Jakarta.

Suparjo, D. O, Jafar, N., & Najamuddin, U. 2013. Studi Validasi Semi-


Quantitatif Food Frequency Questionnaire (FFQ) dan Recall 24 Jam
Terhadap Asupan Zat Gizi Makro Ibu Hamil Di Kecamatan
Bontonompo Kabupaten Gowa. Jurnal Fakultas Keehatan
Masyarakat, FKM Unhas Makassar, 1-10.

Suryawati, I. 2010. Model Komunikasi Penanganan Anak Autis Melalui


Terapi Bicara Metode Lovaas. Jurnal Ilmiah fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik, Volume 1, Nomor 1. Bali

Suswati,Irma, fathiyah 2011. Diet Rotasi Makanan dan Manifestasi Klinis


Penyandang Spektrum Autis.Malang

Sutadi, R, Lucky A, Nia T. 2003. Penatalaksanaan Holistik Autisme. Pusat


Informasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Sutardi .R. Dr. 2011. Jangan Bingung Dengan Istilah Autisme, Autistik,
PDD, PDD-NOS, dlsb. http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-
anak/2011/08/13/jangan-bingung-dengan-istilah-autisme-autistik-
pdd-pdd-nos-dlsb/.

Sutinah. 2016. Analisis Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak


Autisme Di Yayasan Harapan Mulia Jambi. Jambi

65
World Health Organization. 2013. Autism spectrum disorders & other
developmental disorders From raising awareness to building
capacity. WHO document Production Services. Geneva, Switzerland

Yudesti I, Prayitno N. 2012. Perbedaan status gizi anak SD kelas IV dan V


Di SD Unggulan (06 Pagi Makasar) dan SD Non Unggulan (09 Pagi
Pinang Ranti) Kecamatan Makasar Jakarta Timur Tahun 2012. Jurnal
Ilmiah Kesehatan: 5(1):1-5
Yusnita, N. 2014. Hubungan Asupan Makanan Dengan Status Gizi Dan
Perilaku Adaptif Anak Autis Di Paud Abk Mutiara Kasih Trenggalek.
journal boga, Volume 03, Nomor 1, hal.184-19.Surabaya.

66
Lampiran 1. Master Tabel Hubungan Makronutrien (Karbohidrat,Protein,Lemak) dengan Status Gizi Anak Autis di Kota Medan

Jenis Nama BB TB ASUPAN MAKRONUTRIEN


NO Nama Umur IMT/U Ket
protein % %
Kelamin Responden kg cm AKG I asupan kategori Lemak(gr) AKG I asupan kategori KH (gr) AKG I %asupan kategori
(gr
1 Agung Laki-laki 11 Agita 53,7 151,4 35,8 88,4 40 defisit 28,7 110,6 26 defisit 545 456,5 119 baik 2,11 lebih
2 Azzam Laki-laki 7 Yenni Rosali 17,6 1234,2 24 32,4 74 defisit 3,3 57,4 71 defisit 300 203,8 98 baik -3,36 kurang
3 Kenzi Laki-laki 5 Rini Sundari 25,5 155 24,8 47 53 defisit 13,2 83,2 14 defisit 300 295,3 102 baik -3,03 kurang
4 Rizky Laki-laki 11 Dwi Wulan 28,7 131,4 11,7 47,3 25 defisit 50 59,1 84 baik 153,9 244 63,1 defisit -0,47 baik
5 Hilmy Laki-laki 8 Nur Afiana 47,3 138 50,8 85,8 59 defisit 39,5 126,1 31 defisit 548,8 445 123 baik 3,6 lebih
6 Davin Laki-laki 8 Mariana 39,9 136 12,14 72,4 17 defisit 4,4 106,4 4 defisit 400 375,4 107 baik 2,95 lebih
7 Azmi Laki-laki 11 Aisyah 58,3 153,4 35,8 96 37 defisit 28,7 120 63 defisit 545 495,6 110 baik 2,11 lebih
8 Muzakki Laki-laki 5 Fahmi 15,4 98,3 59,9 28,4 211 baik 48,5 50,3 97 baik 283,7 178,3 159 baik 0,25 baik
9 M.Faisal Laki-laki 12 Henny 45,5 168,9 28,7 74,9 38 defisit 19,7 93,7 21 defisit 358,9 386,8 93 baik -0,92 baik
10 Fahrizi Laki-laki 10 Asnah 25,6 132,8 40,4 42,2 96 baik 24 52,7 46 defisit 130 217,6 60 defisit -1,51 baik
11 Laksamana Laki-laki 8 Ana Safitri 40,9 121,1 35,4 74,2 48 defisit 28,7 109,1 26 defisit 398,4 384,8 104 baik 4,51 lebih
12 Aji Laki-laki 12 Sabrina Lubis 60,7 151,4 35,8 100 36 defisit 28,7 125 76 defisit 545 516 106 baik 2,11 lebih
Ahmad
13 Laki-laki 6 Mitra Ningsih 13,2 97,3 50,8 24,3 209 baik 39,6 43,1 92 baik 497,4 152,8 326 baik -1,14 baik
Fathoni
M.Rasyid
14 Laki-laki 6 Idayati 28,5 135 12,8 52,5 24 defisit 13,2 93 14 defisit 400 330 121 baik -3,03 kurang
ridho
15 Raizel Laki-laki 6 Widya 25,5 155 12,8 47 27 baik 13,2 83,2 26 defisit 320 295,3 108 baik -3,03 kurang
16 Arbyan Laki-laki 5 Nurleni 14,6 134 12,6 26,9 47 defisit 4,4 47,6 29 defisit 132 169,1 78 defisit -6,55 buruk
17 M. Akbar Laki-laki 10 Nuraisah 24,2 128,9 48,7 39,9 122 baik 52,6 49,8 106 baik 423,8 205,7 206 baik -1,29 baik
18 Kevin Laki-laki 7 Yuliani 27,2 110,5 54,5 49,4 110 baik 60,8 72,5 84 baik 438,8 255,9 171 baik 3,27 lebih

6
19 Maria Purba Laki-laki 12 Nuraini 39,7 148,4 12,1 65,4 19 defisit 4,1 81,7 5 defisit 128,8 337,5 38 defisit 0,55 baik
20 Al Hakim Laki-laki 6 Jamilah 24,4 154 12,8 44,9 29 defisit 13,2 79,6 6 defisit 300 282,5 106 baik -3,03 kurang
21 Ratu Perempuan 8 Setiawati 17,3 124,2 26 31,9 82 baik 4,4 56,5 30 defisit 230 200,3 115 baik -3,36 kurang
22 Faris Laki-laki 13 Mariani 27,1 135,9 11,8 40,7 29 defisit 50 48,9 102,2 baik 120 200,3 60 defisit 1,28 baik
23 M. Kevin Laki-laki 12 Yenita 28 136,2 28,7 46,1 62 defisit 59 57,6 102,4 baik 358,9 238 151 baik -1,42 baik
24 Misyari Laki-laki 5 Hasan 25,5 155 24,8 47 53 defisit 13,2 83,2 28 defisit 437 295,3 148 baik -3,03 kurang
25 Habibunsa Laki-laki 13 Rahma 45 156 12 67,5 18 defisit 89 81,2 109,6 baik 270 332,6 81 baik 0,07 baik
26 M. Zahram Laki-laki 5 Dewi 26,5 138 12,9 48,8 26 defisit 13,2 86,5 9 defisit 400 306,8 130 baik -3,03 kurang
27 M. Ilham Laki-laki 7 Sumiati 15 125 28,9 27,2 106 baik 19,7 40 49 defisit 358,8 141,1 254 baik -5,98 buruk
28 Fredi Laki-laki 17 Maya 51,9 156,5 66,7 66,7 100 baik 89 73,7 120,7 baik 447 341,1 131 baik -0,01 baik
29 Andika Laki-laki 13 Hasmi Siregar 45,2 160,5 11,7 67,8 17 defisit 90 81,6 110,2 baik 178,6 334,1 53 defisit -0,43 baik
30 Kevin Hafizul Laki-laki 6 Lisa Kartika 17,5 108 11,1 32,2 34 defisit 3,09 57,1 5 defisit 127 202,6 63 defisit -0,23 baik
Angel
31 Andreas Laki-laki 16 28,9 148,2 66,7 53,2 125 baik 20 41 48 defisit 447 189,9 235 baik -4,43 buruk
Pauloba
32 Fathan Laki-laki 5 Nurliyah 26,5 135 12,8 48,8 26 defisit 13,2 86,5 7 defisit 530 306,8 173 baik -3,03 kurang
33 M. Rasyid Laki-laki 5 Sukma 13,3 96,2 28,7 24,5 117 baik 50 43,4 115 baik 90 154 58 defisit -0,73 baik
34 Al Khalifi Laki-laki 5 Oktavauziah 20,2 130,2 11,5 37,2 31 defisit 4,4 65,9 9 defisit 400 233,9 171 baik -3,55 kurang
35 Farhan Laki-laki 9 Mariani 18 125 25,1 32,7 77 defisit 21 48 43 defisit 321,4 169,3 190 baik -4,13 buruk
Ahmad
36 Laki-laki 18 drh, Julina 50 160 12,5 34,9 36 defisit 4,4 71 6 defisit 180 328,6 55 defisit -0,97 baik
Hilmy
37 Assifa Aura Perempuan 9 Irmayani 29,6 129,7 23,9 53,7 45 defisit 89 78,9 112,8 baik 253,5 278,5 91 baik 0,65 baik
38 Syakila Perempuan 5 Sri Wahyuni 24,5 136 12,8 45,1 28 defisit 70 79,9 87 baik 350 283,7 123 baik -3,03 kurang
39 Dafa Laki-laki 7 Salma 19,5 144,2 12,29 35,4 35 defisit 4,05 52 8 defisit 200 183,4 109 baik -6,14 buruk
40 Meuthia Perempuan 13 Nora Zulaika 36,4 148 27,8 54,6 51 defisit 19,7 65,7 30 defisit 298 269 111 baik -0,87 baik
41 Faris Laki-laki 10 Novita 27,1 135,9 28,7 44,6 64 defisit 55 55,8 98 baik 358,9 230,4 156 baik -2,28 baik

6
42 Alfero Laki-laki 5 Marini 17,2 120,2 11,5 31,7 36 defisit 70 56,1 125 baik 276 199,2 139 baik -3,12 kurang
43 Rachel Perempuan 7 Vina 25,1 124,5 20,3 45,6 45 defisit 66 66,9 98 baik 280 236,1 119 baik -1,16 baik
44 Jolin Laki-laki 12 Anawi 25 135,2 25,5 41,2 62 defisit 18,7 51,5 36 defisit 256 212,5 120 baik -2,28 baik
45 Wilson Laki-laki 10 Nelly 22,8 132,0 28,7 37,6 76 defisit 19,7 46,9 42 defisit 358,9 193,8 185 baik -1 baik
46 Rudolf Laki-laki 7 Lamtiar 16,3 123,2 23 30,0 77 defisit 67 53,2 125,9 baik 280 188,7 148 baik -3,36 kurang
47 Lionel Laki-laki 6 Srimah 16,3 123,2 12,5 30,0 42 defisit 50 53,2 94 baik 269 188,7 143 baik -3,36 kurang
48 Febriso Laki-laki 10 Ayu 60,6 149,0 28,7 101,0 28 defisit 19,7 124,8 34 defisit 398 462,9 86 baik 2,34 lebih
49 Hendriko Laki-laki 13 Ningsih 36,4 148 27,8 54,6 51 defisit 19,7 65,7 30 defisit 298 269 111 baik 1 baik
50 Aurel Perempuan 5 Lilis 15,2 120,2 11,5 28,0 41 defisit 38 49,6 76,6 defisit 234 176 133 baik -3,36 kurang
51 M Rafi Laki-laki 17 Ratih 62,1 161,3 28,7 17,6 163 baik 24,9 88,2 28 defisit 220 408,1 54 defisit 0,82 baik
52 M. Aidil Laki-laki 5 Siti Aisyah 14,9 104,3 27,8 27,4 101 baik 60 48,6 146,3 baik 298 172,5 173 baik -1,14 baik
53 Ahmad Zaky Laki-laki 6 Winda 22,9 106,4 59,9 42,2 142 baik 90 74,7 129 baik 383,3 265,2 145 baik 2,73 lebih
54 Fatih Alvaro Laki-laki 5 Nurlela 16,2 120,2 11,5 29,8 39 defisit 50 52,9 94 baik 300 187,6 160 baik -3,36 kurang
55 Gladies Perempuan 6 Ratu Yopie 24,6 113,3 11,6 45,3 26 defisit 5,7 80,3 7 defisit 152,9 284,8 54 defisit 1,85 baik
56 Aqila Putri Perempuan 7 Rahmayanti 16,4 108,8 24 29,8 81 baik 28,9 43,7 66 defisit 286 154,3 185 baik -1,36 baik
57 Rendi Albar Laki-laki 7 Fatima Reda 17,6 109,1 76,7 31,9 240 baik 54,5 46,9 116 baik 547,07 165,6 330 baik -0,56 baik
58 Keila Perempuan 14 Fatma 18,7 100 58,58 28,1 209 baik 62,2 28,9 216 baik 485,5 118,7 409 baik 0,85 baik
59 Delone Perempuan 12 Supmawati 61,6 149,0 28,7 102,7 28 defisit 19,7 126,8 16 defisit 290 470,6 61 defisit 2,34 lebih
60 Felix Laki-laki 8 Angraini 21,6 125,4 12,2 39,2 31 defisit 4,4 57,6 8 defisit 168 203,2 83 baik 2,95 lebih
61 Kenjo Laki-laki 5 Lira 14,2 120,2 11,5 26,2 44 defisit 50 46,3 170 baik 280 164,4 170 baik -3 kurang
62 William Laki-laki 6 Lindawati 15,3 123,2 11,5 28,2 41 defisit 50 49,9 100 baik 32 177,2 18 defisit -3,5 kurang
63 Candy Perempuan 10 Viska 22,5 126,5 11,6 37,5 31 defisit 45 41,9 107 baik 152,9 171,9 89 baik -0,01 baik

6
Lampiran 2.

Frekuensi Variabel
1. Frekuensi Umur
Kat_Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 5-6 22 34.9 34.9 34.9
7-9 16 25.4 25.4 60.3
10-12 14 22.2 22.2 82.5
13-15 6 9.5 9.5 92.1
16-18 5 7.9 7.9 100.0
Total 63 100.0 100.0

2. Frekuensi Jenis Kelamin

Jenis Kelamin
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid Laki-Laki 51 81.0 81.0 81.0
Perempuan 12 19.0 19.0 100.0
Total 63 100.0 100.0

3. Asupan karbohidrat

Kat_kh
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid baik 50 79.4 79.4 79.4
defisit 13 20.6 20.6 100.0
Total 63 100.0 100.0

6
4. Asupan Protein

kat_protein
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid baik 15 23.8 23.8 23.8
defisit 48 76.2 76.2 100.0
Total 63 100.0 100.0

5. Asupan Lemak

Kat_lemak
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid baik 26 41.3 41.3 41.3
defisit 37 58.7 58.7 100.0
Total 63 100.0 100.0

6. Status gizi

IMT_U
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid gizi kurang 23 36.5 36.5 36.5
gizi baik 29 46.0 46.0 82.5
gizi lebih 11 17.5 17.5 100.0
Total 63 100.0 100.0

7
Lampiran 3

1. Hubungan asupan karbohidrat dengan status gizi

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kat_kh *
63 100.0% 0 .0% 63 100.0%
Kat_IMT_U

Kat_kh * Kat_IMT_U Crosstabulation


Kat_IMT_U
Tidak
Normal Norma Total
l
Kat_kh baik Count 18 32 50
% within Kat_kh 36.0% 64.0% 100.0%
% within
64.3% 91.4% 79.4%
Kat_IMT_U
defisit Count 10 3 13
% within Kat_kh 76.9% 23.1% 100.0%
% within
35.7% 8.6% 20.6%
Kat_IMT_U
Total Count 28 35 63
% within Kat_kh 44.4% 55.6% 100.0%
% within
100.0% 100.0% 100.0%
Kat_IMT_U

7
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Exact
Value df Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.998a 1 .008
Continuity Correctionb 5.439 1 .020
Likelihood Ratio 7.170 1 .007
Fisher's Exact Test .012 .010
Linear-by-Linear
6.887 1 .009
Association
N of Valid Casesb 63
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 5,78.
b. Computed only for a
2x2 table

2. Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kat_protein *
63 100.0 0 .0 63 100.0
Kat_IMT_U % % %

7
kat_protein * Kat_IMT_U Crosstabulation
Kat_IMT_U
Tidak
Normal Norma Total
l
kat_prote baik Count 10 5 15
in % within
66.7% 33.3% 100.0%
kat_protei
n
% within
35.7% 14.3% 23.8%
Kat_IMT_
U
defisit Count 18 30 48
% within
37.5% 62.5% 100.0%
kat_protei
n
% within
64.3% 85.7% 76.2%
Kat_IMT_
U
Total Count 28 35 63
% within
44.4% 55.6% 100.0%
kat_protei
n
% within
100.0% 100.0% 100.0%
Kat_IMT_
U

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Exact
Value df Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3.938a 1 .047
Continuity Correctionb 2.845 1 .002
Likelihood Ratio 3.952 1 .047
Fisher's Exact Test .073 .046
Linear-by-Linear
3.875 1 .049
Association
N of Valid Casesb 63

7
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 6,67.
b. Computed only for a
2x2 table

7
3. Hubungan Asupan Lemak dengan status gizi

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kat_lemak *
63 100.0 0 .0 63 100.0
Kat_IMT_U % % %

Kat_lemak * Kat_IMT_U Crosstabulation


Kat_IMT_U
Tidak
Normal Norma Total
l
Kat_lem baik Count 16 10 26
ak % within
61.5% 38.5% 100.0%
Kat_lemak
% within
57.1% 28.6% 41.3%
Kat_IMT_U
defisit Count 12 25 37
% within
32.4% 67.6% 100.0%
Kat_lemak
% within
42.9% 71.4% 58.7%
Kat_IMT_U
Total Count 28 35 63
% within
44.4% 55.6% 100.0%
Kat_lemak
% within
100.0% 100.0% 100.0%
Kat_IMT_U

7
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Exact
Value df Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.239a 1 .022
Continuity Correctionb 4.127 1 .042
Likelihood Ratio 5.284 1 .022
Fisher's Exact Test .039 .021
Linear-by-Linear
5.156 1 .023
Association
N of Valid Casesb 63
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 11,56.
b. Computed only for a
2x2 table

4. Multivariante

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a Kat_kh(1) 1.386 .627 4.879 1 .027 3.998

kat_protein(1) .953 .696 1.875 1 .171 2.594

Kat_lemak(1) -2.218 .791 1.798 1 .005 .109

Constant -.831 .620 1.798 1 .180 .436

a. Variable(s) entered on step 1: Kat_kh, kat_protein, Kat_lemak.

7
Lampiran 4

PERNYATAAN KETERSEDIAAN MENJADI SUBJEK PENELITIAN


(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

Nama : ……………………………………………………………

Tempat Tgl Lahir : ……………………………………………………………

Alamat :…………………………………………………………….

Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi responden penelitian


dengan judul “Hubungan Asupan (karbohidrat,protein,lemak) dengan
status gizi penyandang autis di kota Medan.” yang akan dilakukan
oleh: Nama : Trilis Y.N Bidaya

Alamat : Jln. Prona I No 37 Petapahan Lubuk Pakam

Instansi : Poltekkes Kemenkes Medan Jurusan

Gizi Prodi D-IV

No HP 085361896313

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sesungguhnya


tanpa ada paksaan dari siapapun.
Medan,….............................2017

Peneliti Responden

(Trilis Y.N Bidaya) (…....................................)

7
Lampiran 5

Formulir SQ-FFQ
Nama Anak :
Tanggal Lahir anak :
Nama Ibu/Responden :
Alamat :
Nama makanan Frekuensi (H=hari, M=Mingguan, Porsi
B=Bulan,T=Tahunan TP=Tidak
Pernah)

H M B T TP URT Gram

Sumber Monosakarida

Nasi

Sirup

Gula pasir

Kecap manis

Cuka

Oatmeal instan

Markisa squash

Teh manis

Permen

Kembang gula

Tebu

Sumber Gluten

Crakers

Roti

Makaroni

7
Spageti

Sereal energen

Mie basah

Mie instan

Kue basah

Pansit

Havermouth

Sumber Casein

Susu sapi

Tepung susu

Susu skin

Susu kental manis

Keju

Yougurt

Eskrim

Permen

Sop buah

Chocolat

Mentega

Sumber Gluten dan Casein

Cake

Wafer

Pizza

Biskuit

Donat

7
Lue kering

Sumber Lemak Esensial

Telur ayam

Ikan Tuna

Ikan sarden

Ikan salmon

Udang

Kerang

Kepiting

Minyak zaitun

Minyak ikan

Kacang almond

Kacang walnut

Kacang mete

Kacang kenari

8
Lampiran 6
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah

ini : Nama : Trilis Y.N Bidaya

NIM : P01031214094

Menyatakan bahwa data penelitian yang terdapat di Skripsi saya adalah


benar saya ambil dan bila tidak saya bersedia mengikuti ujian ulang (ujian
utama saya dibatalkan).

Yang membuat

pernyataan

(Trilis Y.N Bidaya)

8
Lampiran 7

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Trilis Y.N Bidaya

Tempat/Tanggal Lahir : Bawomataluo, 22 November 1995

Jumlah Anggota Keluarga : 4 orang

Alamat Rumah : jln.Saonigeho Km.2 Kec.Telukdalam Kab.Nias

Selatan

No Handphone 085361896313

Riwayat Pendidikan : 1. SD Swasta Bintang Laut nias selatan

(kelas 3 pindah)

2. SDN Impres kab.telukdalam (selesai)

3. SMP Dharma Caraka Selesai

4. SMA Negeri 1 (kelas 2 pindah)

5. SMA Swasta Katolik Sibolga (sSelesai)

6. Poltekkes Kemenkes Medan Jurusan Gizi

Hobby : Bernyanyi

Motto : Berusaha dan berdoa

8
Lampiran 8
LEMBAR BUKTI BIMBINGAN SKRIPSI
MAHASISWA D-IV JURUSAN GIZI POLTEKKES KEMENKES MEDAN
TAHUN AJARAN 2017/2018

NAMA MAHASISWA : Trilis Y.N Bidaya

NIM : P01031214094

JUDUL SKRIPSI :Hubungan Asupan Makronutrien


(karbohidrat,protein,lemak) dengan Status
Gizi Penyandang Auutis di Kota Medan

BIDANG PEMINATAN : Gizi Masyarakat

NAMA PEMBIMBING UTAMA : Ginta Siahaan, DCN, M.Kes

NIP 196508041986031004

8
Lampiran 9

Bukti Bimbingan Skripsi

Nama : Trilis Y.N Bidaya


Nim : P01031214094
Nama Pembimbing Utama : Ginta Siahaan, DCN, M.Kes

T. Tangan T.Tangan
No Tanggal Judul/Topik Bimbingan
Mahasiswa Pembimbing

1 25 Mei 2018 Melakukan kegiatan cleaning data :

- Menkoversikan frekuensi makan


dalam bentuk hari
- Penentuan jumlah bahan
makanan

2 03 Juni 2018 Melakukan kegiatan cleaning data :

- Menjumlahkan hasil konsumsi


makanan dengan freekuensi
makan
- Memperbaiki bab 1 sampai bab 3

3 04 Juni 2018 - Melakukan analisa konsumsi


seng dan protein dengan
program nutrisurvey.
- Membuat format spss dan
memulai entry data univariat

4 11 Juni 2018 - Melanjutkan entry data spss


- Mulai analisis data univariat
(umur, jenis kelamin, asupan
seng dan protein dan kadar Zn
rambut)

5 12 Juni 2018 - Memulai analisis data dengan uji


kenormalan data

8
- Analisis data bivariat asupan seng
dengan kadar zn rambut dan
asupan protein dengan kadar zn
rambut

6 13 Juni 2018 - Mulai menyusun bab IV


gambaran umum penelitian, hasil
univariat sampe dan responden
- Membuat master tabel penelitian

7 20 Juni 2018 - Mulai membuat pembahasan


hasil penelitian
- Mencari kepustakaan yang
berhubungan dengan penelitian

8 21 Juni 2018 - Mengerjakan bab IV


pembahasan hasil penelitian
- Menambah teori kepustakaan
untuk menguatkan hasil
penelitian dibagian pembahasan
- Merapikan daftar pustaka
- Menyusun bab V
- Menyusun seluruh lampiran
terkai skripsi
9 22 Juni 2018 - Menyelesaikan seluruh lampiran
dan bab v
- Menyatukan bab I sampai
dengan bab V serta daftar
lampiran
- Membuat power point untuk
sidang skripsi

8
Lampiran 10

DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai