PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
adanya peningkatan penyandang autis dan diperkirakan jumlahnya
berkisar 300 orang yang masih terdeteksi karena ikut dalam terapi khusus
untuk autisme.
Autisme atau Autism Spectrum Disoder (ASD) disebabkan oleh
gangguan neurobiologis akan mempengaruhi fungsi otak terutama
penyandang autis dengan kondisi status gizi kurang (Judarwanto, 2005).
Status gizi penyandang autis sering sekali bermasalah disebabkan adanya
gangguan regulasi susunan saraf pusat dalam merespon rasa lapar.
Inisiasi dan terminasi proses konsumsi makanan adalah proses kompleks
yang banyak melibatkan signal yang dikirim kesusunan saraf pusat.
Namun, karena ada gangguan pada regulasi susunan saraf pusat
penyandang autis sering sekali merasakan rasa lapar atau rasa kenyang
yang terus menerus, hal ini dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi
(Prijatmoko,2007).
Gangguan sistem imunitas seorang autis juga turut memperparah
keadaan dan menyebabkan penyandang autis rentan terhadap gangguan
malnutrisi, baik itu gizi kurang maupun gizi lebih. Hal ini diperkuat dengan
penelitian Martiani (2012) yang menunjukkan bahwa sebagian besar
subjek (47,4%) mempunyai status gizi kurang, sedangkan penelitian di
Cina tahun 2010 mendapat hasil yang berbeda dari 111 subjek anak autis
berusia 2-9 tahun diketahui memiliki status gizi normal sebesar 68,4%,
overweight 31,5% dan dan obesitas sebesar 8,1%. Salah satu zat yang
mempengaruhi terjadinya malnutrisi dengan manifestasi status gizi
dengan berbagai klasifikasi yang berbeda adalah asupan zat gizi makro
yang dikenal dengan istilah makronutrien (Rochmah , 2012)
Karbohidrat merupakan makronutrien dan menjadi sumber energi
utama bagi tubuh terutama di Indonesia. Karbohidrat diubah menjadi
glukosa membantu fungsi sel otak, saraf dan sel darah merah . Namun
bagi penyandang autis, karbohidrat yang dipecah menjadi glukosa
merupakan makanan utama untuk mikroba pada usus sehingga dapat
menyebabkan gangguan pencernaan serta dapat mengakibatkan jamur
pada dinding usus. Selain itu sisa karbohidrat yang tidak tercerna dapat
membentuk senyawa asam dan racun yang dapat merusak usus
(Kessick,2009).
2
Penelitian yang dilakukan Sidney Haas dan dilanjudkan oleh
Merrill Haas, dimana mereka menyarankan untuk membatasi makanan
karbohidrat dengan diet yang disebut Specific Carbohydrate Diet (SCG).
Diet ini menekankan pemakaian karbohidrat jenis monosakarida dan
terbukti berhasil mengurangi peradangan usus dan mengontrol
pertumbuhan microba seperti jamur. Penelitian lainnya oleh Matthews
tahun 2010 menunjukkan bahwa mengurangi konsumsi gula murni dalam
diet penyandang autis, dapat mengurangi pertumbuhan jamur (Matthews,
2010 dalam Yuanita , 2014)
Selain karbohidrat asupan protein juga sangat berperan penting
dalam tumbuh kembang anak serta merupakan zat gizi yang dapat
membantu proses pembentukan antibodi, dimana penyandang autis
sangat rentan terkena serangan penyakit. Pembatasan protein yang
mengandung gluten dan kasein tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Hal ini
sebabkan didalam usus jenis protein ini akan dipecah menjadi fraksi-fraksi
molekul yang ukurannya masih cukup besar disebut dengan peptida.
Protein ini mempunyai efek seperti morfin yang akan mempengaruhi
susunan sistem saraf pusat (SSP) dan efek yang ditimbulkan
mempengaruhi aspek perilaku, atensi, kognisi dan sensori anak (Ismawati,
2014) .
Lemak adalah makronutrien yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.
Lemak esensial adalah jenis lemak yang sangat dibutuhkan oleh
penyandang autis dalam perkembangan sistem sensorik dan motorik, dan
bermanfaat juga untuk mengatasi masalah pencernaan karena
mengandung anti-inflamansi serta bermanfaat untuk perkembangan sel
otak. Namun anak autis sering mengalami defisiensi asam lemak esensial.
Hal ini disebabkan karena penyandang autis mengalami kecacatan
enzimatik, yang mampu menghilangkan lemak ensensial dari membran sel
otak lebih cepat dari pada yang seharusnya sehingga mengakibatkan
defesiensi lemak esensial (Strickland, 2009) . Hal yang sama dijumpai
pada penelitian Blaxill 2004 dalam Bawono 2012 yang menyatakan bahwa
penyandang autis mengalami defesiensi asam lemak rantai panjang.
3
Akibat keadaan gangguan perilaku makan (memilih-milih
makanan, menolak makanan dengan tekstur keras), pembatasan-
pembatasan asupan zat gizi, serta adanya kesulitan makan yang dialami
penyandang autis dan juga gangguan pencernaan yang mengakibatkan
penyerapan zat-zat gizi terganggu. Akibatnya dikuatirkan asupan zat gizi
makro (karbohidrat, protein, lemak) yang dibutuhkan untuk tumbuh
kembang sesorang akan menjadi pemicu terjadinya keadaan malnutrisi
menjadi kurus maupun kegemukan (Williams dalam Martiani, 2012).
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan asupan (karbohidrat, protein, lemak) dengan
status gizi penyandang autis di kota Medan.
B. Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan asupan (karbohidrat,protein,lemak) dengan
status gizi penyandang autis di kota Medan.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan asupan (karbohidrat,protein,lemak) dengan
status gizi penyandang autis di kota medan
2. Tujuan Khusus
a) Menilai asupan karbohidrat pada penyandang autis di kota Medan.
b) Menilai asupan protein pada penyandang autis di kota Medan.
c) Menilai asupan lemak pada penyandang autis di kota Medan.
d) Menilai status gizi pada penyandang autis di kota Medan.
e) Menganalisis hubungan asupan karbohidrat dengan status gizi
pada penyandang autis di kota Medan.
f) Menganalisis hubungan asupan protein dengan status gizi
penyandang autis di kota Medan.
g) Menganalisis hubungan asupan lemak dengan status
penyandang autis di kota Medan.
4
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan dan wawasan
penulis dalam menyusun skripsi
2. Bagi Responden
Sebagai bahan pertimbangan kepada ibu dari penyandang autis dalam
memperhatikan asupan makronutrien (Karbohidrat, Protein, Lemak)
agar status gizi dari penyandang autis dapat terpenuhi dengan baik.
3. Bagi Institusi
Sebagai bahan bacaan, wacana, dan pengetahuan tentang hubungan
asupan makronutrien (Karbohidrat, Protein, Lemak ) dengan status gizi
penyandang autis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Autis
1. Pengertian Autis
Autisme berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti ”sendiri”
anak autisme seolah-olah hidup didunianya sendiri, mereka menghindari
atau tidak merespon terhadap kontak sosial dan lebih senang menyendiri.
Secara etimologi (ilmu asal kata) anak autis adalah anak yang memiliki
gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Autisme pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari
John Hopkins University yang menangani sekelompok anak-anak yang
mengalami kelainan sosial yang berat seperti hambatan komunikasi dan
masalah perilaku. Penyandang autisme ini biasanya menunjukkan sifat
menarik diri (Withdrawal), membisu, dengan aktivitas repetitif (berulang-
ulang) dan stereotipik (Klise) serta senantiasa memalingkan
pandangannya dari orang lain (Kharisma 2009).
Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif pada seseorang
yang ditandai dengan adanya gangguan dalam bidang kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan perkembangan pada
fungsi otak ini mengakibatkan kurangnya intelektual dan perilaku dalam
rentang dan keparahan yang luas (Wong, 2009)
Autism spectrum disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan
saraf yang biasanya didiagnosis pada anak-anak sebelum usia tiga tahun.
Kelainan ini ditandai dengan gangguan dalam interaksi sosial,
kemampuan bahasa terutama dalam komunikasi sosial dan senang
berimajinasi, bersamaan dengan kecenderungan terhadap berbagai jenis
kegiatan dan kesenangan repetiti ( Martiani, 2012)
6
2. Penyebab Autisme
Autisme belum diketahui secara pasti penyebabnya beberapa
penelitian menyatakan bahwa autisme disebabkan oleh banyak faktor
meliputi gangguan biokimia, gangguan psikiatri/ jiwa, genetik dan infeksi.
Sedangkan penelitian lain menyatakan faktor penyebab autisme adalah
karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang
terkontaminasi zat-zat beracun seperti logam berat yang mengakibatkan
kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah
laku dan fisik termasuk autisme.
Beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk mencari
penyebab dan proses terjadinya autisme. Beberapa teori penyebab
autisme adalah genetic (Herideter), teori kelebihan opioid, kolokistokinin,
tepri oksitosin dan vesopressin, teori mutilation, teori imunitas, teori
autoimun dan alergi makanan, teori zat darah penyerang kuman ke myelin
protein basis dasar, teori infeksi karena virus vaksinasi, teori sekretin, teori
kelainan salur cerna (Hipermeabilitas Instestinal/ Leaky Gut), teori
paparan aspartame, teori kekurangan vitamin, mineral nutrisi tertentu dan
teori orphanin protein. Paparan logam berat terjadi pada setiap anak,
namun sebagian kecil yang mengalami gejala autism (Judarwanto dalam
Andayani, 2015).
7
keduanya yang tidak sesuai dengan usia. Untuk memenuhi kriteria
diagnostik gangguan harus ada sekurangnya 6 bulan, menyebabkan
gangguan dalam fungsi akademik atau sosial. Dan terjadi sebelum usia 7
tahun (Lalusu, 2014).
GPPH menunjukkan beberapa gejala meliputi aktivitas yang
berlebihan, tidak bisa diam, senantiasa bergerak, tidak dapat memusatkan
perhatian, dan impulsif. Gangguan ini disebut sebagai gangguan biologis
pada otak yang berlangsung secara kronis. Beberapa manifestasi yang
muncul akibat terganggunya fungsi kognitif ini diantaranya adalah
menurunnya derajat intelegensi anak, menurunnya prestasi belajar,
pengamatan waktu yang kurang baik, menurunnya daya ingat, baik verbal
maupun non-verbal, kurang mampu membuat perencanaan, kurang peka
terhadap kesalahan, dan kurang mampu mengarahkan perilaku yang
bertujuan. Kelemahan dalam bidang akademik yang sering timbul
diantaranya adalah kesulitan membaca, mengeja, berhitung, serta menulis
(Novriana, 2013).
b. Autisme Infantil
Autisme infantil merupakan gangguan jiwa yang dapat dilihat
sebelum usia tiga tahun ditandai dengan sikap menarik diri dan tidak
mampu berkomunikasi baik, seperti berbicara, tersenyum, menyanyi
sendiri tanpa sebab, menggunakan bahasa yang tidak dapat dimengerti,
selalu diulang-ulang, marah tanpa sebab, sering menirukan gerakan-
gerakan tertentu, melakukan gerakan yang aneh tanpa alasan yang jelas
seperti membenturkan kepala, berputar-putar, mengguncang tubuh tanpa
alasan yang jelas, mematikan menghidupkan lampu berulang, yang dapat
menimbulkan rasa benci pada orang sekitarnya (Nugraheni, 2012).
c. Keterlambatan Komunikasi
Keterlambatan komunikasi atau terlambat bicara terjadi pada anak
yang pada usia tertentu seharusnya anak sudah dapat berkomunikasi
seperti pada anak seusianya . Gangguan keterlambatan komunikasi dapat
disebabkan karena (Kharisma, 2009):
8
1) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
2) Gangguan fungsi pendengaran.
3) Keterlambatan perkembangan mental (retradai mental).
4) Kurangnya simulasi dari lingkungan.
9
kekurangan secara total dalam ekspresi wajah atau
penggunaan bahasa tubuh.
10
4. Reaksi yang berlebihan (hyperreactive) atau sangat
kekurangan (hyporeactive) terhadap rangsang sensori
atau ketertarikan yang tidak biasa terhadap aspek
sensori lingkungan: (seperti misalnya rasa
sakit/panas/dingin, respon yang tidak tepat pada bunyi,
aroma atau sentuhan, terpesona secara berlebihan
pada lampu atau obyek yang berputar).
5. Gejala Autis
Penyebab autisme tidak diketahui, namun terdapat bukti yang
menunjukkan bahwa asupan gizi memiliki peran penting dalam memicu
autisme, mungkin tidak sendiri melainkan melalui interaksi yang kompleks
dengan genetika pribadi (Judarwanto, 2005 dalam Yusnita, 2014).
Gejala autis mulai tampak sebelum umur 3 tahun, mencakup
bidang interaksi, komunikasi dan perilaku serta cara bermain yang tidak
seperti anak lain (Suryawati, 2010)
Manifestasi klinik autisme timbul sebelum anak berusia 3 tahun,
sebagian kecil gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak
lahir. Gejala tersebut sangat menonjol terhadap penyandang autisme
adalah tidak adanya kontak mata dan kurangnya minat untuk berinteraksi
dengan orang lain. Perkembangan yang terganggu pada penyandang
autisme meliputi (Puspaningrum, 2010) :
Tabel 2. Gejala-Gejala Autisme Menurut Usia Anak
USIA Gejala-gejala autisme
11
0-6 bulan 1. Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
2. Terlalu sensitif, cepat terganggu/ terusik
3. Gerakan tangan dan kaki berlebihan
terutama Bila sedang mandi
4. Tidak “babbling” (mengoceh)
5. Tidak ditemukan senyum sosial di atas
10 minggu
6. Tidak ada kontak mata di atas umur 3 bulan
7. Perkembangan motorik kasar/ halus
sering tampak normal
6-12 bulan 1. Sulit bila digendong
2. Menggigit tangan dan badan orang
lain secara berlebihan
1-2 tahun 1. Kaku bila digendong
2. Tidak mau bermain permainan sederhana
(“cilukba”)
3. Tidak mengeluarkan kata
4. Memperhatikan tangannya sendiri
5. Terdapat keterlambatan dan
perkembangan motorik kasar dan halus
6. Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
2-3 tahun 1. Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan
anak lain
2. Melihat orang sebagai “benda”
3. Kontak mata terbatas
4. Tertarik pada benda tertentu
Sumber : Galih Veskarisyanti dalam Puspaningrum tahun 2010.
12
dan polusi (udara Pb dalam knalpot, merkuri pada ikan laut). Pasien autis
biasanya terjadi autoimun . Autoimun adalah seseorang memproduksi
kekebalan baru yang dikembangkan oleh tubuh penderita sendiri. Jenis
kekebalan yang timbul justru merugikan tubuhnya sendiri. Penderita autis
menghasilkan kekebalan justru terhadap zat-zat gizi yang bermanfaat dan
penting untuk tubuh dan kemudian menghancurkanya sendiri sehingga
tubuhnya kekurangan zat gizi esensial. Zat gizi yang diperlukan tidak lagi
dapat diserap dan dicerna oleh tubuh dan bahkan dimanfaatkan oleh
beberapa jenis jamur yang merugikan di lambung (Yusnita, 2014).
B. Asupan Makronutrien
Asupan makronutrien merupakan nutrisi yang penting untuk
seseorang dalam mempertahankan status kesehatan khususnya gizi.
a. Karbohidrat
1. Pengertian Karbohidrat
Karbohidrat merupakan nama kelompok zat gizi organik yang
mempunyai struktur molekul berbeda tetapi memiliki persamaan dari sudut
kimia dan fungsinya. Karbohidrat berfungsi sebagai penghasil energi
utama, dimana pada setiap gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.
Semua karbohidrat terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan
Oksigen (O). Molekul dasar karbohidrat disebut monosakarida. Dua
monosa dapat saling terkait membentuk disakarida, sedangkan tiga
monosakarida yang terkait disebut trisakarida (Doloksaribu dalam
Hardinsyah , 2014).
2. Jenis-jenis Karbohidrat
i. Monosakarida
Monosakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari satu gugus
gula. Monosakarida ini memiliki rasa manis dan sifatnya mudah larut
dalam air. Contoh dari monosakarida adalah heksosa, glukosa, fruktosa,
galaktosa, monosa, ribosa (penyusun RNA) dan deoksiribosa (penyusun
DNA).
13
ii. Disakarida
Disakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari dua gugus gula.
Sama seperti monosakarida, Disakarida juga memiliki rasa manis, dan
sifatnya pun mudah larut dalam air. Contoh dari disakarida adalah laktosa
(gabungan antara glukosa dan galaktosa), sukrosa (gabungan antara
glukosa dan fruktosa) dan maltosa (gabungan antara dua glukosa).
iii. Polisakarida
Polisakarida adalah karbohidrat yang terdiri dari banyak gugus
gula, dan rata-rata terdiri dari lebih 10 gugus gula. Pada umumnya
polisakarida tidak berasa atau pahit, dan sifatnya sukar larut dalam air.
Contohnya dari polisakarida adalah amilum yang terdiri dari 60-300 gugus
gula berupa glukosa, glikogen atau gula otot yang tersusun dari 12-16
gugus gula, dan selulosa, pektin, lignin, serta kitin yang tersusun dari
ratusan bahkan ribuan gugus gula (Hardinsyah, 2014)
3 Fungsi Karbohidrat
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi bagi
tubuh. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori. Selain penghasil
energi karbohidrat juga memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Membantu pengeluaran Feses
Peristaltic usus diatur oleh serat makanan yang didapat pada
serat makanan. Serat yang tidak dapat dicerna berfungsi untuk
memberikan volume pada isi usus dang rangsangan mekanis yang terjadi
akan melancarkan gerak peristaltic yang melancarkan aliran bubur
makanan melalui saluran pencernaan serta memudahlan pembungan
tinja.
b. Sebagai cadangan energi
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh.
Sebagian karbohiidrat dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah
berbentuk glukosa siap pakai untuk keperluan energi yang cepat,
sebagian lagi disimpan sebagai glikogen dalam otot dan hati dan sebagian
sisanya akan
14
diubah menjadi lemak yang kemudian disimpan sebagai cadangan energi
di dalam jaringan adiposa.
4. Metabolisme karbohidrat
Amilum ( zat tepung) sudah mulai mengalami pencernaan di mulut
oleh enzim ptialin. Makanan hanya sebentar di mulut sehingga proses
pencernaan amilum masih terus berlanjut di gaster. Cairan yang disekresi
lambung tidak mengandung enzim yang memecah karbohidrat, sehingga
apabila makanan yang di makan hanya mengandung karbohidrat akan
tinggal di lambung sebentar. Selanjutnya, pencernaan karbohidrat lebih
banyak terjadi pada usus bagian atas. Makanan yang telah melalui
lambung menjadi lebih cair berbentuk seperti bubur yang disebut chymus.
Di dalam duedenum, chymus dicampur dengan sekresi pankreas dan
sekresi dinding duedenum yang keduanya mengandung enzim yang
memecah karbohidrat (Adi dalam Hardinsyah,2017).
b. Protein
1. Pengertian Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan
bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh dipenuhi
protein, separunya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan
tulang rawan, sepersepuluh didalam kulit, dan selebihnya di dalam
jaringan lainnya dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon,
pengangkutan zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya
adalah protein. Disamping itu asam amino yang membentuk protein
bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormone, asam
nukleat, dan molekul-molekul esensial untuk kehidupan (Damayanti, 2014
dalam Hardinsyah,2017).
15
Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat
satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur
karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen, beberapa asam amino
mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan kobalt. Unsur nitrogen
adalah unsur utama protein, karena terdapat didalam semua protein akan
tetapi tidak terdapat didalam karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen
merupakan 16% dari berat protein.
2. Jenis-jenis Protein
Klasifikasi protein dapat dilakukan berdasarkan berbagi cara:
a. Berdasarkan komponen-komponen yang menyusun protein:
i. Protein Bersahaja (simple protein)
Hasil hidrolisa total protein jenis ini merupakan campuran yang
hanya terdiri atas asam asam amino.
ii. Protein Komplex (complex protein)
Hasil hidolisa total dari protein jenis ini, selain terdiri atas berbagai
jenis asam amino, juga terdapat komponen lain, misalnya unsur
logam, gugusan phosphat dan sebagi contohnya (contoh:
hemoglobin, lipoprotein, glikoprotein dan sebaginya).
iii. Protein Devirat ( derivavite protein)
Ini merupakan ikatan antara (intermediate product) sebagi hasil
hidrolisa parsial dari protein native, misalnya albumosa, peptone,
dan sebagainya.
16
c. Berdasarkan fungsi fisiologinya, berhubungan dengan daya
dukungannya bagi pertumbuhan badan dan bagi pemeliharaan
jaringan.
i. Protein sempurna, bila protein ini sanggup mendukung
pertumbuuhan badan dan pemeliharaan jaringan.
ii. Protein setengah sempurna, bila sanggup pendukung
pemeliharaan jaringan, tetapi tidak dapat mendukung
pertumbuhan badan.
iii. Protein tidak sempurna, bila sama sekali tidak sanggup
menyokong pertumbuhan badan, maupun pemeliharaan
jaringan.
3. Fungsi Protein
a. Pertumbuhan dan pemeliharaan
b. Pembentuk ikatan-ikatan esensial tubuh
c. Mengatur keseimbangan cairan
d. Memelihara netralisasi tubuh
e. Pembentukan antibodi
f. Mengangkut zat gizi
g. Sumber energi
4) Metabolisme protein
Pencernaan protein dimulai dari lambung (denaturasi dengan
HCL/Unfolding dan proteolisis dari pepsin). Pencernaan yang lebih banyak
selanjutnya terjadi dibagian proksimal usus kecil, dibantu oleh berbagai
ekso dan endopeptidase dalam pankreas dan cairan intestin. Dalam
proses tersebut, protein secara penuh didegradasi menjadi menjadi asam
amino bebas dan peptide-peptide kecil ( Siahaanl, 2014).
17
c. Lemak
1) Pengertian Lemak
Lemak merupakan zat gizi yang terdiri dari molekul Karbon (C),
Hidrogen (H), dan Oksigen (O 2) yang mempunyai sifat dapat larut pada
zat pelarut tertentu.
18
a) Sebagai sumber energi
b) Sebagai sumber gliserida dan kolesterol
c) Memberi rasa kenyang
d) Meningkatkan cita rasa
e) Pelarut vitamin A,D,E, dan K
f) Membantu petumbuhan sel otak
g) Menjaga suhu tubuh
4) Metabolisme Lemak
Lemak di dalam makanan baru akan dicerna di dalam duodenum
dengan adanya enzim lipase yang berasal dari sekresi pankreas. Garam
empedu yang dihasilkan empedu akan mengemulsikan lemak dan asam
lemak menjadi butiran halus dapat menembus epitel usus masuk ke dalam
limfe jaringan. Lemak diekskresikan sebagai bahan sisa CO2 dan H2O.
Gliserida dalam makanan dihidrolisis total di usus halus, dan asam
lemak diemulsikan dengan pertolongan garam empedu menjadi butir
mikroskopik yang muda menembus epitel usus. Asam lemak disintesis
kembali menjadi lemak di dalam kapiler limfe ke dalam duktus torasikus
dan masuk ke dalam aliran darah diungulus venosus.Kilomikron dialirkan
oleh darah, dibawa kehati, yang sebagian diambil sel hati terus mengalir di
dalam saluran darah untuk kemudian diambil oleh sel lemak ditempat
penimbunanan (Siahaan , 2014).
C. Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan kondisi tubuh yang disebabkan oleh karena
terjadinya keseimbangan antara asupan antara makanan dan
penggunaan zat gizi (Soekirman dalam Suwoyo, 2017). Status gizi yang
optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan
secara efesien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik dan
pertumbuhan otak dalam kemampuan kerja dan kesehatan secara umum
pada tingkat setinggi
19
mungkin. Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat
yaitu; antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan penilaian
secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu; survey konsumsi,
statistika vital dan faktor ekologi ( Supariasa, 2016).
2. Indeks Antropometri
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter.
Indeks antropometri merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu
atau lebih pengukuran atau yang biasa dihubungkan umur dan tingkat gizi.
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak,otot, dan
jumlah air dalam tubuh (Khoiri, 2009)
Penentuan klasifikasi status gizi menggunakan Z-score atau
standar deviasi unit (SD) sebagai batas ambang kategori dan digunakan
untuk meneliti dan memantau perurubahan serta mengetahui status gizi Z-
score dapat dihitung dengan rumus:
20
D. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Penyandang
Autis
Karbohidrat sangan dibutuhkan oleh tubuh. Karbohidrat diubah
menjadi glukosa membantu fungsi sel otak, saraf dan sel darah merah .
Namun bagi penyandang autis, karbohidrat yang dipecah menjadi glukosa
merupakan makanan utama untuk mikroba pada usus sehingga dapat
menyebabkan gangguan pencernaan serta dapat mengakibatkan jamur
pada dinding usus. Selain itu sisa karbohidrat yang tidak tercerna dapat
membentuk senyawa asam dan racun yang dapat merusak usus
(Kessick,2009).
Penelitian yang dilakukan Sidney Haas dan dilanjudkan oleh
Merrill Haas, dimana mereka menyarankan untuk membatasi makanan
karbohidrat dengan diet yang disebut Specific Carbohydrate Diet (SCG).
Diet ini menekankan pemakaian karbohidrat jenis monosakarida dan
terbukti berhasil mengurangi peradangan usus dan mengontrol
pertumbuhan microba seperti jamur. Penelitian lainnya oleh Matthews
tahun 2010 menunjukkan bahwa mengurangi konsumsi gula murni dalam
diet penyandang autis, dapat mengurangi pertumbuhan jamur.
21
saraf pusat (SSP) dan efek yang ditimbulkan mempengaruhi aspek
perilaku,atensi,kognisi dan sensori anak (Ismawati, 2014) .
22
b. Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur penggunaan SQ-FFQ (Fahmida, 2007) adalah;
a. Responden diwawancarai mengenai frekuensi mengkonsumsi jenis
makanan sumber zat gizi yang ingin diketahui, baik itu harian,
mingguan, bulanan, atau tahunan. Bahan makanan yang digunakan
dalam daftar kuesioner adalah bahan makanan yang dikonsumsi
dalam frekuensi yang sering dikonsumsi oleh sampel.
b. Responden diwawancarai mengenai ukuran rumah tangga dan
porsinya. Untuk memudahkan responden menjawab kuesionernya,
pewawancara menggunakan alat bantu foto ukuran bahan makanan.
URT yang digunakan berdasarkan acuan dari buku Survey Diet Total
(Kemenkes RI, 2014).
c. Mengentimasi ukuran porsi yang dikonsumsi subyek ke dalam
ukuran berat (gram).
d. Mengkonversi semua frekuensi daftar bahan makanan untuk perhari,
misalnya;
- Nasi dikonsumsi 3 kali sehari sama dengan 3/1= 3 kali per
hari.
- Tahu dikonsumsi 4 kali per minggu, sama dengan 4/7 = 0.57
kali per hari.
- Es krim dikonsumsi 5 kali dalam sebulan maka sama dengan
5/30= 0.17 kali per hari.
- Untuk bahan makanan yang musiman menggunakan
kategori tahun. Contohnya mangga dikonsumsi 10 kali
pertahun, maka sama dengan 10/365 = 0.03 kali per hari.
e. Frekuensi per hari dikalikan dengan jumlah porsi (gram) untuk
mengetahui berat yang dikonsumsi dalam gram/hari
f. hitung semua daftar bahan makanan yang dikonsumsi subyek
penelitian sesuai dengan yang terisi didalam form.
g. Setelah semua bahan makanan diketahui berat yang dikonsumsi
dalam gram/hari, maka semua berat item dijumlahkan sehingga
diperoleh total asupan zat gizi dari subyek.
23
h. cek dan teliti kembali untuk memastikan semua item bahan makanan
telah dihitung.
Kelebihan dalam menggunakan metode SQ-FFQ antara lain biaya
yang dikeluarkan relative murah, metodenya sederhana, pengisian
kuesioner dapat diisi sendiri oleh responden, tidak memerlukan keahlian
khusus, mudah didistribusikan, dan dapat menjelaskan hubungan antara
penyakit dengan kebiasaan makan , serta tepat digunakan pada penelitian
kelompok besar yang asupan pangan setiap hari sangat variatif (supariasa
2016).
24
H. Kerangka Teori
( Kromosom) Infeksi
ENZIM DPP IV
Sindroma
AUTISME
Asupan Makronutrien
STATUS GIZI
25
I. Kerangka Konsep
Karbohidrat
Lemak
26
H. Defenisi Operasional
Tabel 4. Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Skala Ukuran
27
angka kecukupan gizi
(AKG)
28
I. Hipotesis
Ha 1 = Ada hubungan asupan karbohidrat dengan status gizi
penyandang autis di kota Medan tahun 2017.
Ha 2 = Ada hubungan asupan protein dengan statuus gizi
penyandang autis di kota Medan tahun 2017.
Ha 3 = Ada hubungan asupan Lemak dengan statuus gizi
penyandang autis di kota Medan tahun 201
29
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat observasional dengan desain cross
sectional, yaitu dengan menganalisis hubungan asupan makronutrien
(karbohidrat,protein,lemak) dengan status gizi penyandang autis di
kota Medan. Pengumpulan data untuk variabel independent dan
variable dependent dilakukan secara bersamaan dalam kurun waktu
penelitian yang sama (Siagian, 2010).
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini merupakan bagian dari populasi,
yaitu penyandang autis yang dimana sekolahnya memberi izin untuk
dijadikan sebagai lokasi penelitian. Sampel ditentukan dengan
melakukan screening terlebih dahulu sesuai dengan kriteria inklusi
sebagai berikut:
30
a. Sampel tergolong penyandang autis yang ikut di sekolah
berkebutuhan khusus
b. Usia anak autis yang diteliti 5-19 tahun,dengan jenis kelamin
laki-laki dan perempuan.
c. Tidak mengalami komplikasi penyakit diluar gejala autisme
d. Bersedia menjadi sampel dengan mengisi informad consent.
31
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari
data primer dan sekunder.
1) Data Primer
Data primer dikumpulakan oleh peneliti langsung dari objek
penelitian melalui wawancara dengan mengisi form yang sudah
disediakan dan diobservasi langsung ke lokasi penelitian. Ada pun
data primer menyangkut :
a. Data identitas sampel meliputi nama, jenis kelamin, umur,
alamat, pendidikan terakhir yang didapatkan dari hasil
wawancara responden, dalam hal ini yang menjadi
responden adalah ibu dari penyandang autis.
32
c. Data status gizi diperoleh dengan cara mengukur berat
badan dengan menggunakan timbangan digital merek camry
dengan ketelitian 0,01 kg , serta mencatat tanggal lahir
penyandang autis yang dijadikan sebagai sampel. Data
tanggal lahir penyandang di kumpulkan ketika pertama sekali
melakukan wawancara kuesioner SQ-FFQl pada bulan
november, sedangkan pengukuran berat badan, tinggi
badan, serta mencatat tagggal lahir dilakukan pada waktu
yang bersamaan..
2) Data Sekunder
Data sekunder dikumpulkan meliputi jumlah penyandang autis
yang telah memberi izin untuk dijadikan sebagai tempat penelitian,
diantaranya yaitu jumlah penyandang autis Medan yang berada di
Yayasan Pondok Peduli Autis, Rumah Sarah Terapi, Bina Amanda
Mandiri, dan Yayasan Tali Kasih.
33
seluruh tubuh yang membutuhkannya melainnya mengendap
diusus dan merupakan makanan utama untuk mikroba yang
terdapat di usus sehingga dapat menyebabkan gangguan
pencernaan serta dapat mengakibatkan jamur pada dinding
usus. Selain itu sisa karbohidrat yang tidak tercerna dapat
membentuk senyawa asam dan racun yang dapat merusak usus
(Kessick,2009).
Monosakarida adalah karbohidrat yang memiliki satu
ikatan monosa yang terdiri yang terdiri dari 5 atau 6 buah atom
karbon.
Adapun jenis dan sumber monosakarida diantaranya;
a. Glukosa yang terdapat pada gula,buah buahan, madu,
mampel, beras putih.
b. Fruktosa atau dinamakan juga dengan levulosa merupakan
jenis sakarida yang memiliki rasa paling manis yang terdapat
pada mahkota bunga, madu dan hasil hidrolisa dari gula
tebu.
c. Galaktosa terdapat dalam tubuh yang merupakan hasil dari
pencernaan laktosa.
d. Manosa terdapat didalam mana yang diolah untuk membuat
roti, ini jarang terdapat di dalam makanan dan hanya
terdapat didaerah tertentu seperti di Israel.
e. Pentosa merupakan bagian sel-sel semua bahan makanan
alami. Jumlah sangat kecil, sehingga tidak penting sebagai
energi. Ribose dan deosribosa merupakan bagian asam
nukleat.
ii. Protein
Jenis protein yang dianalisis pada penelitian ini adalah jenis
protein yang mengandung gluten dan casein. Hal ini sebabkan
didalam usus jenis protein ini akan dipecah menjadi fraksi-fraksi
molekul yang ukurannya masih cukup besar disebut dengan
peptida. Protein ini mempunyai efek seperti morfin yang akan
34
mempengaruhi susunan sistem saraf pusat (SSP) dan efek yang
ditimbulkan mempengaruhi aspek perilaku, atensi, kognisi dan
sensori anak (Ismawati, 2014) .Gluten biasa ditemukan dalam
tepung terigu dan hasil olahannya, sedangkan casein biasa
ditemukan dalam susu hewani dan hasil olahannya.
iii. Lemak
Lemak yang dianalisis di dalam penelitian ini adalah lemak
esensial. Lemak esensial adalah lemak yang dibutuhkan dalam
perkembangan sensorik dan motorik seseorang termasuk
penyandang autis. Penyandang autis mengalami kecacatan
enzimatik, yang mampu menghilangkan lemak ensensial dari
membran sel otak lebih cepat dari pada yang seharusnya
sehingga mengakibatkan defesiensi lemak esensial (Strickland,
2009).
Lemak esensial dapat diperoleh dari ikan dan hasil
tangkapan laut, ada juga yang bersumber dari kacang-kacangan,
telur dan minyak tertentu.
35
Setelah diperoleh rata-rata asupan gizi per hari, selanjutnya dinilai
kandungan zat gizi karbohidrat, protein, lemak dengan menggunakan
daftar tingkat konsumsi pangan Indonesia (TKPI) yang dibantu oleh
program nutrisurvey hingga didapatkan nilai gizi yang dikonsumsi.
Untuk mendapatkan kategori konsumsi, terlebih dahulu dicari AKG
individu dengan menggunakan rumus (Supariasa dkk, 2016):
𝐵𝐵 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎
𝐴𝐾𝐺 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 = 𝑥 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑘𝑒𝑐𝑢𝑘𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑧𝑎𝑡 𝑔𝑖𝑧𝑖
𝐵𝐵 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
36
3. Analisis Data
Data yang sudah peroleh kemudian diolah menggunakan alat
bantu komputer lalu dianalisis :
a. Analisis univariat untuk menggambarkan masing-masing
variabel yang disajikan dalam distribusi frekuensi dan analisis
berdasarkan presentase.
b. Analisis bivariat untuk melihat hubungan asupan makronutrien
(karbohidrat, protein, lemak) dengan status gizi penyandang
autis di kota Medan dengan menggunakan program SPSS.
Sebelum dilakukan analisis bivariat, maka masing-masing
data dilakukan uji kenormalan data dengan uji Non-parametrik
kemudian dilakukan uji chi quare dengan mengambil
kesimpulan berdasarkan signifikan, jika nilai p< 0,05 maka Ho
ditolak, artinya ada hubungan asupan makronutrien
(karbohidrat, protein, lemak) dengan status gizi penyandang
autis di kota Medan.
c. Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling
dominan berpengaruh dilanjutkan dengan analisis jalur. Analisis
jalur dapat dikatakan sebagai analisis regresi logistic, dapat
digambarkan dengan rumus:
Z = a +B1X1
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Peneitian
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 4 lokasi di Kota Medan
Provinsi Sumatera Utara yaitu di empat sekolah berkebutuhan
khusus bagi penyandang autis. diantaranya yaitu Yayasan Tali
Kasih sebagai Centre Of Autism yang memiliki peserta didik
sekitar 10-15 siswa. Lokasi yayasan terletak di Jln. Sei Alas no.
18 Medan. Yayasan ini didirikan oleh Ibu Sari dan Bapak
Rudyanto.
Kemudian tempat penelitian selanjutnya yaitu Pondok
Peduli Autis yang merupakan lokasi penelitian kedua. Sekolah ini
terletak di jalan Bhayangkara Medan, namun sebelumnya lokasi
yayasan ini terletak di Jln. Bilal Ujung gg. Mesjid Ar-Ridha No 38
D Pulo Brayan Darat I Medan Timur. Pondok Peduli Autis ini
berdiri awalnya dengan dibukanya home schooling Kak Seto di
Medan, tepatnya di jalan Sei Bekala. Pondok ini sekarang
memiliki sekitar 25-35 siswa yang kebanyakan berasal dari
sekitar daerah industri di Medan seperti KIM.
Lokasi penelitian yang ketiga yaitu Rumah Sarah Terapi
yang merupakan tempat menangani terapi anak-anak
berkebutuhan khusus seperti autis, hiperaktif, terlambar bicara,
terlambat berkembang, diskeksia, gangguan konsentrasi,
gangguan perilaku, gangguan belajar anak. Lokasi sekolah ini
terletak di jalan Bersama Medan Tembung dan memiliki peserta
terapi sekitar 12-25 orang.
Berikutnya Yayasan Bina Ananda Mandiri, dijadikan lokasi
penelitian yang keempat dan merupakan yayasan yang didirikan
untuk menangani dan mendidik anak-anak dengan berkebutuhan
khusus. Lokasi yayasan ini berada di pasar 1 Marelan dengan
letak geografis yang dekat dengan Kawasan Industri Medan
38
(KIM). Yayasan ini mengelola sekitar 21-25 peserta didik anak
autisme.
Kelompok Umur
10% 8% 5-6 tahun
35%
7-9 tahun
22%
10-12 tahun
25%
13-15 tahun
16-18 tahun
39
2.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan gender seseorang yang engarah pada
identitas atau perannya dalam masyarakat, yang dibedakan menjadi
2 varian yaitu laki-laki dan perempuan yang dilihat berdasarkan ciri-
ciri seseorang yang melekat padanya. Distribusi sampel berdasarkan
jenis kelamin dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Jenis Kelamin
19%
Laki-laki
81%
Perempuan
3. Asupan Karbohidrat
Karbohidrat adalah zat gizi berupa senyawa organik yang terdiri
dari atom karbon,hidrogen,dan oksigen yang digunakan sebagai
bahan pembentuk energi. Pada setiap gram karbohidrat
menghasilkan
4 kalori. Karbohidrat terdiri dari monosakarida, disakarida dan
polisakariada, yang penggolongan didasarkan ikatan dasar
monosanya. (Doloksaribu dalam Hardinsyah, 2014).
Asupan karbohidrat khususnya monosakarida pada
penyandang autis dengan rentang usia 5-19 tahun diklasifikasi
menjadi 2 kategori
40
yaitu baik dan defisit . Berikut ini adalah distribusi sampel berdasarkan
asupan karbohidrat dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Asupan Karbohidrat
21%
13
baik defisit
79%
4. Asupan Protein
Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang penting bagi
kehidupan manusia selain karbohidrat dan lemak. Pada tubuh
manusia protein dapat ditemukan pad rambut,kuku,,otot,tulang dan
hampir diseluruh bagian dan jaringan tubuh (Dammayanty,2017).
Pada penyandang autis protein yang mengandung gluten dan
casein seharusnya dibatasi karena protein ini mempunyai efek
seperti morfin yang akan mempengaruhi susunan sistem saraf pusat
(SSP) dan efek yang ditimbulkan mempengaruhi aspek perilaku,
atensi, kognisi dan sensori anak (Ismawati, 2014) .
41
Asupan protein pada penyandang autis, diklasifikasikan menjadi
2 kategori yaitu baik dan defisit . Distribusi sampel berdasarkan
asupan protein dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Asupan Protein
24%
baik defisit
76%
5. Asupan Lemak
Lemak adalah makronutrien yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh. Lemak esensial adalah jenis lemak yang sangat dibutuhkan
oleh penyandang autis dalam perkembangan sistem sensorik dan
motorik, dan bermanfaat juga untuk mengatasi masalah pencernaan
karena mengandung anti-inflamansi serta bermanfaat untuk
perkembangan sel otak. Berikut ini adalah distribusi sampel
berdasarkan asupan lemak dapat dilihat pada gambar berikut ini:
42
Asupan Lemak
2
6
41%
59% baik
defisit
6. Status Gizi
Status gizi merupakan kondisi tubuh yang disebabkan karena
terjadinya keseimbangan antara asupan antara makanan dan
penggunaan zat gizi (Soekirman dalam Suwoyo, 2017). Status gizi
penyandanng autis yang dihitung dengan indeks masa tubuh menurut
u mur dan kemudian dikategorikan sesuai dengan Who Antropometri
2005, yaitu gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih. Distribusi
sampel berdasarkan status gizi dapat dilihat pada gambar berikut ini:
43
Status Gizi
11
17%
37%
gizi kurang gizi23
baik
29 gizi lebih
46%
44
Tabel 5. Distribusi Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status
Gizi Penyandang Autis
Kategori Status Gizi (IMT/U) Total P-
Asupan Normal Tidak Normal Value
Karbohidrat n % n %
Baik 18 36 32 64 50 0.008
Defisit 10 77 3 23 13
Total 28 45 35 55 63
45
Tabel 6. Distribusi Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi
Penyandang Autis
Kategori Status Gizi (IMT/U) Total P-
Asupan Normal Tidak Normal Value
Protein n % N %
Baik 5 33 10 67 15 0,047
Defisit 30 63 18 37 48
Total 35 55 28 45 63
46
Tabel 7. Distribusi Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi
Penyandang Autis
Kategori Status Gizi (IMT/U) Total P-
Asupan Normal Tidak Normal Value
Lemak n % n %
Baik 16 62 10 38 26 0.022
Defisit 12 33 25 67 37
Total 28 45 35 55 63
47
Tabel 8. Analisis regresi Logistic Asupan Karbohidrat,Protein dan Lemak
dengan status gizi
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
Step Kat_kh(1) 1.386 .627 4.879 1 .027 3.998
1a
kat_protein(1) .953 .696 1.875 1 .171 2.594
Kat_lemak(1) -2.218 .791 7.852 1 .005 .109
Constant -.831 .620 1.798 1 .180 .436
48
B. Pembahasan
1. Karakteristik Sampel
a. Umur Sampel
Jenis kelamin merupakan petanda gender seseorang yaitu laki-
laki dan perempuan yang dinilai berdasarkan karakteristiknya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 63 sampel penyandang autis yang
berusia 5-18 tahun, golongan usia terbanyak terdapat pada kelompok
usia 5-6 tahun sebanyak 22 orang (35%), usia 7-9 tahun sebanyak 16
orang (25%), usia 10-12 tahun sebanyak 14 orang (22%), usia 13-15
tahun sebanyak 6 orang (10%), usia 16-19 tahun sebanyak 5 orang
(8%). Hal ini sejalan dengan penelitian dalam skala kecil yang
diterbitkan dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry (2010)
yang menunjukkan bahwa anak autis akan sembuh pada usia delapan
belas tahun atau dua puluh satu tahun. Selain itu, anak autis yang
berumur lima sampai sembilan belas tahun masih dalam masa
pendidikan atau masih bersekolah.
49
Penyebab autis yang kompleks akibat dari multi factor.
Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut; kerentanan genetik,
infeksi (diantaranya virus rubella yang menginfeksi jamur dalam
kandungan yang menyebabkan cytomegallo), dan akibat bahan
pangan.
Sampel yang diteliti dalam penelitian ini sebanyak 63 dan
sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 51 orang (81%)
sedangkan perempuan yaitu sebanyak 12 orang (19%). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Ramadayanti tahun 2012 dan
Pratiwi tahun 2013 yang menyatakan bahwa pravalensi penderita
autis lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan dan kemudian dilanjutkan dengan penelitian Octiara tahun
2014 ditemukan dari 50 subjek penelitian didapati 44 subjek dengan
jenis kelamin laki- laki. Hal ini disebabkan hormon seks laki-laki lebih
banyak memproduksi testosteron sementara perempuan lebih banyak
memproduksi hormon esterogen. Kedua hormon itu memiliki efek
bertolak belakang terhadap suatu gen pengatur fungsi otak yang
disebut retinoic acid-related orphan receptor-alpha atau RORA.
Testosteron menghambat kerja RORA, sementara esterogen
justru meningkatkan kinerjanya.Terhambatnya kinerja RORA
menyebabkan berbagai masalah koordinasi tubuh, antara lain
terganggunya jam biologis atau circardian rythm yang berdampak
pada pola tidur. Kerusakan saraf akibat stres dan inflamasi (radang)
jaringan otak juga meningkat ketika aktivitas RORA terhambat. Meski
bukan menjadi penyebab langsung, kadar testosteron yang tinggi
berhubungan dengan risiko autisme. Gangguan pola tidur serta
kerusakan saraf akibat stres dan inflamasi di otak merupakan
beberapa keluhan yang sering dialami para penderita autis (Alter,
2013).
50
2. Asupan Karbohidrat
Zat karbohidrat penting bagi tubuh manusia dalam
melangsungkan kehidupannya, bagi penyandang autis mengonsumsi
karbohidrat jenis monosakarida terlalu banyak dan sering merupakan
hal yang dapat mengakibatkan masalah gizi bagi penderita autis
tersebut.
Hal ini dikarenakan karbohidrat yang dipecah menjadi glukosa
merupakan makanan utama untuk mikroba pada usus sehingga dapat
menyebabkan gangguan pencernaan dan dapat mengakibatkan
adanya jamur pada dinding usus. Selain itu sisa karbohidrat yang tidak
tercerna dapat membentuk senyawa asam dan racun yang dapat
merusak usus (Kessick,2009).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan karbohidrat
presentasi terbesar ada pada kategori asupan baik sebesar 79%,
sedangkan kategori defisit sebesar 13%. Tingkat konsumsi
karbohidrat penyandanng autis umur 5-19 tahun disesuaikan
berdasarkan standar AKG 2013, cenderung tercukupi bahkan
melebihi. Bila dilihat berdasarkan presentase rata-rata , tingkat
konsumsi karbohidrat penyandang autis mencapai sebesar 128%.
Dari 128% asupan karbohidrat terdapat 75% karbohidrat sederhana
yang mudah diubah menjadi monosakarida.
Tingkat asupan karbohidrat sederhana pada penyandang autis
tinggi disebabkan karena penyandang autis memiliki kecenderungan
mengonsumsi makanan yang sama berulang-ulang, hipotalamus
penyandang autis memberi informasi bersifat seperti morfin yang
akan terus ketagihan mengonsumsi suatu bahan makanan yang
sama. Faktor lain yang menyebabkan tingginya konsumsi
karbohidrat sederhana yaitu karena pada umumnya anak-anak usia
sekolah senang mengonsumsi makanan yang manis-manis seperti
gula,coklat,teh manis, sirup dan makanan manis jenis monosakarida
lainnya (Machfoedz,2005 dalam Lestari,2016).
51
Bagi anak normal asupan karbohidrat 128% adalah baik,namun
bagi anak autis asupan karbohidrat 128% yang mengandung
karbohidrat sederhana sebanyak 75% merupakan hal yang buruk bagi
anak autis, karena dapat merusak pencernaannya. Jenis karbohidrat
monosakarida yang sering dikonsumsi oleh penyandang autis adalah
monosakarida yang bersumber dari nasi,permen dan gula.
3. Asupan protein
Protein merupakan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh untuk
pertumbuhan, membangun struktur tubuh, antibodi serta sebagai
enzim memecah asam amino (Almatsier, 2013).
Bagi penyandang autis protein khususnya yang mengandung
gluten dan casein tidak dianjurkan untuk dikonsumsi penyandang
autis, hal ini dikarenakan mengonsumsi protein yang mengandung
gluten dan casein akan dipecah menjadi fraksi-fraksi molekul yang
ukurannya masih cukup besar disebut dengan peptida. Protein ini
mempunyai efek seperti morfin yang akan mempengaruhi susunan
sistem saraf pusat (SSP) dan efek yang ditimbulkan mempengaruhi
aspek perilaku, atensi, kognisi dan sensori anak (Ismawati, 2014) .
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan protein
dengan presentasi terbesar ada pada kategori asupan defisit 76%,
sedangkan kategori baik sebesar 24%. Rata-rata tingkat konsumsi
protein penyandang autis umur 5-19 berdasarkan standar AKG 2013,
cenderung belum tercukupi. Bila dilihat berdasarkan persentase rata-
rata, tingkat konsumsi penyandang autis sebesar 68%. Dari 68%
asupan protein terdapat 85% jenis protein yang mengandung gluten
dan casein. Sedangkan bagi penyandang autis,tidak diperbolehkan
mengonsumsi gluten dan casein. Dari hasil penelitian menggunakan
SQ-FFQ dapat ketahui bahwa asupan protein jenis gluten dan kasein
yang sering dikonsumsi oleh penyandang autis adalah roti,mie
instan,kue basah,keju,eskrim yang merupakan makanan yang
biasanya disukai oleh anak-anak seusia mereka. Bila dilihat dari hasil
52
persentasi rata-rata asupan berdasarkan AKG 2013,Asupan protein
belum tercukupi yaitu 65% dan 85% asupan protein mengandung
gluten dan casein. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan
penyandang autis serta dapat berdampak pada status gizi.
4. Asupan Lemak
Lemak esensial adalah jenis lemak yang sangat dibutuhkan
oleh penyandang autis dalam perkembangan sistem sensorik dan
motorik, dan bermanfaat juga untuk mengatasi masalah pencernaan
karena mengandung anti-inflamansi serta bermanfaat untuk
perkembangan sel otak.
53
5. Status Gizi
Status gizi merupakan kondisi tubuh yang disebabkan oleh
karena terjadinya keseimbangan antara asupan antara makanan dan
penggunaan zat gizi. Status gizi yang optimal terjadi bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efesien,
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik dan pertumbuhan otak
dalam kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin (Soekirman dalam Suwoyo, 2017).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
kategori status gizi baik sebanyak 46%, gizi kurang 37% dan gizi lebih
17%,sedangkan gizi buruk 0%). Dari hasil tabel diatas dapat
disimpulkan bahwa ada 54% penyandang autis yang memiliki gizi
tidak normal, diantaranya gizi kurang dan gizi lebih.Gizi lebih dan
kurang pada penyandang autis diakibatkan karena tinggi konsumsi
karbohidrat (128%) dan rendahnya konsumsi protein (68%).
Karbohidrat terutama karbohidrat sederhana selanjutnya akan diubah
menjadi asam lemak bebas yang kemudian terakumulasi dalam
bentuk trigliserida di hati dan jaringan adiposa sehingga dapat
mengakibatkan obesitas (Siahaan, 2015), terutama pada penyandang
autis yang bersifat apatis atau tidak banyak melakukan aktifitas,
sedangkan pada penyandang yang hiperaktif justru mengalami hal
yang sebaliknya, karbohidrat langsung dipecah menjadi tenaga dalam
hiperaktifitas penyandang autis sehingga dapat mengakibatkan
penyandang mengalami gizi kurang .
Dari penelitian yang telah dilakukan asupan protein rendah dan
cenderung komponennya mengandung gluten dan casein yang tidak
disarankan untuk dikonsumsi. Fraksi-fraksi molekul gluten dan casein
yang susah dipecah akan menembus dinding usus mengakibatkan
alergi dan gangguan pencernaan. Hal ini mengakibatkan efek seperti
morfin yang akan mempengaruhi susunan sistem saraf pusat (SSP)
sehingga mengalami masalah dalam menyampaikan informasi dan
efek yang ditimbulkan mempengaruhi aspek perilaku, atensi, kognisi
54
dan sensori anak serta kecenderungan alergi pada beberapa bahan
makananan sehingga mengakibatkan gizi kurang (Ismawati, 2014)
Hal ini sejalan dengan penelitian Prijatmoko,2007 yang
mengatakan bahwa ada gangguan pada regulasi susunan saraf pusat,
penyandang autis sering sekali merasakan rasa lapar atau rasa
kenyang yang terus menerus sehingga mengakibatkan penyandang
autis cenderung memiliki masalah gizi.
Williams dalam Martiani, 2012 mengatakan bahwa asupan zat
gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) yang dibutuhkan untuk tumbuh
kembang sesorang akan menjadi pemicu terjadinya keadaan
malnutrisi menjadi kurus maupun kegemukan. Hal ini disebabkan oleh
dua faktor yaitu asupan dan infeksi yang diderita oleh penyandang
autis.
Hal ini juga didukung dengan pernyataan Yusnita,2014 yang
mengatakan bahwa penyandang autis cenderung mengahasilkan
autoimun. Autoimun adalah seseorang memproduksi kekebalan baru
yang dikembangkan oleh tubuh penderita sendiri. Jenis kekebalan
yang timbul justru merugikan tubuhnya sendiri. Penderita autis
menghasilkan kekebalan justru terhadap zat-zat gizi yang bermanfaat
dan penting untuk tubuh dan kemudian menghancurkanya sendiri
sehingga tubuhnya kekurangan zat gizi esensial. Zat gizi yang
diperlukan tidak lagi dapat diserap dan dicerna oleh tubuh dan bahkan
dimanfaatkan oleh beberapa jenis jamur yang merugikan di lambung.
55
malnutrisi menjadi kurus maupun kegemukan pada penyandang autis
(Williams dalam Martiani, 2012).
Pada penelitian ini status gizi digolongkan sesuai dengan
antropometri,2010 yang terdiri dari gizi buruk, gizi kurang, gizi baik
dan gizi lebih yang kemudian penulis membuat menjadi sederhana
menjadi gizi normal dan tidak normal. Gizi normal terdiri dari gizi baik,
sedangkan gizi tidak normal terdiri dari gizi buruk,gizi kurang dan gizi
lebih karena bagi penyandang autis gizi lebih merupakan masalah gizi
yang dapat membuat seorang tidak enak dipandang,mempengaruhi
kesehatan dan mempengaruhi pergerakan aktifitasnya, sedangkan
status gizi buruk dan kurang juga merupakan masalah gizi yang dapat
membuat seseorang selain fisiknya tidak enak dipandang ,cenderung
lebih cepat terkena penyakit sehingga terganggunya kesehatan.
Tabel 9 menunjukkan bahwa asupan karbohidrat jenis
monosakarida yang berlebih dapat mengakibatkan status gizi tidak
normal sebesar 64%,Ini artinya bahwa semakin tinggi asupan
karbohidrat monosakarida bagi anak autis maka status gizinya
semakin tidak normal. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa gizi
tidak normal pada anak autis adalah status gizi kurang dan status gizi
lebih. Hal ini terjadi karena karbohidrat monosakarida adalah jenis
karbohidrat yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Jenis
karbohidrat yang dikonsumsi penyandang autis secara terus menerus
dapat mengakibatkan penumpukkan glukosa didalam hati kemudian
disimpan dalam bentuk glikogen, dan bila berlangsung lama glikogen
tersebut akan di ubah menjadi jaringan lemak kemudian disimpan
dijaringan adiposa yang merupakan tempat terbentukknya sel-sel
lemak, sehingga mengakibatkan obesitas, terutama pada penyandang
autis yang bersifat apatis atau tidak banyak melakukan aktifitas.
Berbeda halnya dengan penyandang autis yang memiliki gizi kurang.
Hal ini disebabkan karena karbohidrat jenis monosakarida yang
dikonsumsi merupakan makanan jamur dan bakteri-bakteri jahat
dalam usus. Akibatnya dinding usus dapat bocor, sehingga banyak
zat-zat gizi yang
56
terbuang atau tidak dicerna oleh tubuh sehingga mengakibatkan
status gizi kurang, terutama pada pada penyandanng autis yang
bersifat hipertensi, karena aktifitas mereka yang hiper mengakibatkan
berkurangnya cadangan energi dan lemak di dalam tubuh.
Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan teori Kessick,2009
yang mengatakan bahwa karbohidrat adalah zat gizi makronutrien
yang sangat penting dalam kehidupan berbagai sel terutama KH jenis
monosakarida (glukosa). Selain itu pemenuhan asupan karbohidrat
juga diperuntukkan untuk tumbuh kembang seorang anak. Berbeda
halnya dengan penyandang autis, mengkonsumsi karbohidrat yang
bersumber monosakarida terlalu banyak dan sering merupakan hal
yang dapat mengakibatkan masalah gizi bagi penderita autis
tersebut,hal ini disebabkan karena sistem pencernaan pada
penyandang autis tidak normal. Hypochlorhydrat atau kondisi produksi
asam perut terlalu rendah dan kelainan pada fungsi motor penggerak
usus dapat mengganggu kinerja gerak peristaltik dan mengakibatkan
pertumbuhan bakteri jahat pesat sehingga menyebabkan luka pada
dinding usus secara terus – menerus. Asupan karbohidrat khususnya
jenis monosakarida seharusnya dihindari oleh penyandang autis
karena dapat mengakibatkan masalah gizi bagi penyandang autis,
baik itu gizi buruk, gizi kurang, maupun gizi lebih.
57
membantu proses pembentukan antibodi, dimana penyandang autis
sangat rentan terkena serangan penyakit.
Dari tabel 10 menunjukkan bahwa asupan protein yang
mengandung gluten dan casein mengakibatkan presentase gizi tidak
normal tinggi sebesar 67%, ini artinya bahwa semakin tinggi
penyandang autis mengonsumsi protein jenis gluten dan casein maka
status gizinya semakin tidak normal. Dari hasil penelitian status gizi
tidak normal cenderung gizi kurang dan gizi lebih. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Ismawati, 2014 yang mengatakan bahwa protein
yang mengandung gluten dan casein tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi oleh penyandang autis. Hal ini disebabkan didalam usus
jenis protein ini akan dipecah menjadi fraksi-fraksi molekul yang
ukurannya masih cukup besar disebut dengan peptida sehingga susah
dicerna dan menjadi morfin yang akan mempengaruhi susunan sistem
saraf pusat (SSP) dan efek yang ditimbulkan mempengaruhi aspek
perilaku, atensi, kognisi dan sensori anak, sehingga anak cenderung
merasa lapar ataupun merasa kekenyangan.
58
dapat menembus epitel usus masuk ke dalam limfe jaringan. Asam
lemak kembali menjadi lemak di dalam kapiler limfe ke dalam duktus
torasikus dan masuk ke dalam aliran darah diungulus
venosus.Kilomikron dialirkan oleh darah, dibawa kehati, yang sebagian
diambil sel hati terus mengalir di dalam saluran darah untuk kemudian
diambil oleh sel lemak ditempat penimbunanan (Siahaan dkk, 2014).
Namun, berbeda halnya dengan penyandang autis lemak-lemak tidak
dapat diserap serap oleh tubuh dengan sempurna, hal ini disebabkan
ukuran lemak yang masih berukuran besar dapat menembus dinding
usus dan tidak dapat disimpan dalam waktu lama karena penyandang
autis mengalami kecacatan enzimatik yang dapat menghilangkan
lemak- lemak secara cepat terutama lemak esensial dijaringan otak
yang bermanfaat untuk perkembangan sensorik dan motorik
penyandanng.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Strickland (2009)
yang mengatakan bahwa penyandang autis dianjurkan mengonsumsi
lemak esensial karena penyandang autis mengalami kecacatan
enzimatik yang mampu menghilangkan lemak ensensial dari membran
sel otak lebih cepat dari pada yang seharusnya sehingga
mengakibatkan defesiensi lemak esensial, untuk itu dibutuhkan asupan
lemak esensial lebih banyak dari anak normal lainnya untuk
menggantikan lemak esensial yang hilang. Hal senada dijumpai pada
penelitian Blaxill 2004 dalam Bawono (2012) yang menyatakan bahwa
penyandang autis mengalami defesiensi asam lemak rantai panjang.
9. Uji Multivariat
Hasil uji multivariant regresi logistik pada asupan
karbohidrat,protein dan lemak terhadap status gizi, menunjukkan
bahwa asupan karbohidrat berpengaruh sangat nyata (p= 0,027 <α)
pada status gizi penyandang autis dengan keeratan hubungan Ro
3.998 dibandingkan dengan asupan protein dan lemak.
Hasil ini sejalan dengan Ginting (2014) yang menyatakan
bahwa Karbohidrat merupakan sum ber utama atau salah satu
59
sumber energi
60
terbesar yang dibutuhkan anak. Setiap nilai karbohidrat yaitu 1 gram
karbohidrat akan menghasilkan 4 kalori, selain itu sumber makanan
yang mengandung karbohidrat mudah didapat dan merupakan
makanan pokok bagi orang-orang indonesia, seperti nasi,ubi, dan
sumber karbohidrat lainnya.
Mengkonsumsi cukup karbohidrat sebagai sumber energy dapat
mencegah terjadinya malnutrisi dan dapat mencegah kejadian
penyakit infeksi. Selain itu juga karbohidrat jenis monosakarida lebih
cepat diserap oleh tubuh untuk dijadikan sumber energi dan cadangan
lemak. Bagi penyandang autis mengonsumsi karbohidrat terutama
yang bersumber monosakarida terlalu banyak dan sering merupakan
hal yang dapat mengakibatkan masalah gizi bagi penderita autis
tersebut. Hal ini dikarenakan karbohidrat yang dipecah menjadi
glukosa merupakan makanan utama untuk mikroba pada usus
sehingga dapat menyebabkan gangguan pencernaan serta dapat
mengakibatkan jamur pada dinding usus. Selain itu sisa karbohidrat
yang tidak tercerna dapat membentuk senyawa asam dan racun yang
dapat merusak usus.
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang zat yang
mempengaruhi status gizi penyandang autis.
2. Memberikan penyuluhan seputar zat gizi makronutrien
(karbohidrat,protein,dan lemak) terutama karbohidrat jenis
monosakarida, protein yang mengandung gluten dan casein,
serta lemak esensial.
62
DAFTAR PUSTAKA
63
Kharisma, Diah Curie. 2009. Hubungan antara kadar Pb, Cu dan Zn
Rambut dengan gejala autisme pada anak. Unversitas Brawijaya
Program Pascasarjana. Malang.
64
Prianti, D. 2011. Studi Fenomologi Tentang Pengalaman Komunikasi
Antar Pribadi Orang tua-Anak Terhadap Pemahaman Anak Pada
Norma- Norma Perilaku. Jurnal Ilmiah Komunikasi MAKNA, Volume
2, Nomor 1.
Sutardi .R. Dr. 2011. Jangan Bingung Dengan Istilah Autisme, Autistik,
PDD, PDD-NOS, dlsb. http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-
anak/2011/08/13/jangan-bingung-dengan-istilah-autisme-autistik-
pdd-pdd-nos-dlsb/.
65
World Health Organization. 2013. Autism spectrum disorders & other
developmental disorders From raising awareness to building
capacity. WHO document Production Services. Geneva, Switzerland
66
Lampiran 1. Master Tabel Hubungan Makronutrien (Karbohidrat,Protein,Lemak) dengan Status Gizi Anak Autis di Kota Medan
6
19 Maria Purba Laki-laki 12 Nuraini 39,7 148,4 12,1 65,4 19 defisit 4,1 81,7 5 defisit 128,8 337,5 38 defisit 0,55 baik
20 Al Hakim Laki-laki 6 Jamilah 24,4 154 12,8 44,9 29 defisit 13,2 79,6 6 defisit 300 282,5 106 baik -3,03 kurang
21 Ratu Perempuan 8 Setiawati 17,3 124,2 26 31,9 82 baik 4,4 56,5 30 defisit 230 200,3 115 baik -3,36 kurang
22 Faris Laki-laki 13 Mariani 27,1 135,9 11,8 40,7 29 defisit 50 48,9 102,2 baik 120 200,3 60 defisit 1,28 baik
23 M. Kevin Laki-laki 12 Yenita 28 136,2 28,7 46,1 62 defisit 59 57,6 102,4 baik 358,9 238 151 baik -1,42 baik
24 Misyari Laki-laki 5 Hasan 25,5 155 24,8 47 53 defisit 13,2 83,2 28 defisit 437 295,3 148 baik -3,03 kurang
25 Habibunsa Laki-laki 13 Rahma 45 156 12 67,5 18 defisit 89 81,2 109,6 baik 270 332,6 81 baik 0,07 baik
26 M. Zahram Laki-laki 5 Dewi 26,5 138 12,9 48,8 26 defisit 13,2 86,5 9 defisit 400 306,8 130 baik -3,03 kurang
27 M. Ilham Laki-laki 7 Sumiati 15 125 28,9 27,2 106 baik 19,7 40 49 defisit 358,8 141,1 254 baik -5,98 buruk
28 Fredi Laki-laki 17 Maya 51,9 156,5 66,7 66,7 100 baik 89 73,7 120,7 baik 447 341,1 131 baik -0,01 baik
29 Andika Laki-laki 13 Hasmi Siregar 45,2 160,5 11,7 67,8 17 defisit 90 81,6 110,2 baik 178,6 334,1 53 defisit -0,43 baik
30 Kevin Hafizul Laki-laki 6 Lisa Kartika 17,5 108 11,1 32,2 34 defisit 3,09 57,1 5 defisit 127 202,6 63 defisit -0,23 baik
Angel
31 Andreas Laki-laki 16 28,9 148,2 66,7 53,2 125 baik 20 41 48 defisit 447 189,9 235 baik -4,43 buruk
Pauloba
32 Fathan Laki-laki 5 Nurliyah 26,5 135 12,8 48,8 26 defisit 13,2 86,5 7 defisit 530 306,8 173 baik -3,03 kurang
33 M. Rasyid Laki-laki 5 Sukma 13,3 96,2 28,7 24,5 117 baik 50 43,4 115 baik 90 154 58 defisit -0,73 baik
34 Al Khalifi Laki-laki 5 Oktavauziah 20,2 130,2 11,5 37,2 31 defisit 4,4 65,9 9 defisit 400 233,9 171 baik -3,55 kurang
35 Farhan Laki-laki 9 Mariani 18 125 25,1 32,7 77 defisit 21 48 43 defisit 321,4 169,3 190 baik -4,13 buruk
Ahmad
36 Laki-laki 18 drh, Julina 50 160 12,5 34,9 36 defisit 4,4 71 6 defisit 180 328,6 55 defisit -0,97 baik
Hilmy
37 Assifa Aura Perempuan 9 Irmayani 29,6 129,7 23,9 53,7 45 defisit 89 78,9 112,8 baik 253,5 278,5 91 baik 0,65 baik
38 Syakila Perempuan 5 Sri Wahyuni 24,5 136 12,8 45,1 28 defisit 70 79,9 87 baik 350 283,7 123 baik -3,03 kurang
39 Dafa Laki-laki 7 Salma 19,5 144,2 12,29 35,4 35 defisit 4,05 52 8 defisit 200 183,4 109 baik -6,14 buruk
40 Meuthia Perempuan 13 Nora Zulaika 36,4 148 27,8 54,6 51 defisit 19,7 65,7 30 defisit 298 269 111 baik -0,87 baik
41 Faris Laki-laki 10 Novita 27,1 135,9 28,7 44,6 64 defisit 55 55,8 98 baik 358,9 230,4 156 baik -2,28 baik
6
42 Alfero Laki-laki 5 Marini 17,2 120,2 11,5 31,7 36 defisit 70 56,1 125 baik 276 199,2 139 baik -3,12 kurang
43 Rachel Perempuan 7 Vina 25,1 124,5 20,3 45,6 45 defisit 66 66,9 98 baik 280 236,1 119 baik -1,16 baik
44 Jolin Laki-laki 12 Anawi 25 135,2 25,5 41,2 62 defisit 18,7 51,5 36 defisit 256 212,5 120 baik -2,28 baik
45 Wilson Laki-laki 10 Nelly 22,8 132,0 28,7 37,6 76 defisit 19,7 46,9 42 defisit 358,9 193,8 185 baik -1 baik
46 Rudolf Laki-laki 7 Lamtiar 16,3 123,2 23 30,0 77 defisit 67 53,2 125,9 baik 280 188,7 148 baik -3,36 kurang
47 Lionel Laki-laki 6 Srimah 16,3 123,2 12,5 30,0 42 defisit 50 53,2 94 baik 269 188,7 143 baik -3,36 kurang
48 Febriso Laki-laki 10 Ayu 60,6 149,0 28,7 101,0 28 defisit 19,7 124,8 34 defisit 398 462,9 86 baik 2,34 lebih
49 Hendriko Laki-laki 13 Ningsih 36,4 148 27,8 54,6 51 defisit 19,7 65,7 30 defisit 298 269 111 baik 1 baik
50 Aurel Perempuan 5 Lilis 15,2 120,2 11,5 28,0 41 defisit 38 49,6 76,6 defisit 234 176 133 baik -3,36 kurang
51 M Rafi Laki-laki 17 Ratih 62,1 161,3 28,7 17,6 163 baik 24,9 88,2 28 defisit 220 408,1 54 defisit 0,82 baik
52 M. Aidil Laki-laki 5 Siti Aisyah 14,9 104,3 27,8 27,4 101 baik 60 48,6 146,3 baik 298 172,5 173 baik -1,14 baik
53 Ahmad Zaky Laki-laki 6 Winda 22,9 106,4 59,9 42,2 142 baik 90 74,7 129 baik 383,3 265,2 145 baik 2,73 lebih
54 Fatih Alvaro Laki-laki 5 Nurlela 16,2 120,2 11,5 29,8 39 defisit 50 52,9 94 baik 300 187,6 160 baik -3,36 kurang
55 Gladies Perempuan 6 Ratu Yopie 24,6 113,3 11,6 45,3 26 defisit 5,7 80,3 7 defisit 152,9 284,8 54 defisit 1,85 baik
56 Aqila Putri Perempuan 7 Rahmayanti 16,4 108,8 24 29,8 81 baik 28,9 43,7 66 defisit 286 154,3 185 baik -1,36 baik
57 Rendi Albar Laki-laki 7 Fatima Reda 17,6 109,1 76,7 31,9 240 baik 54,5 46,9 116 baik 547,07 165,6 330 baik -0,56 baik
58 Keila Perempuan 14 Fatma 18,7 100 58,58 28,1 209 baik 62,2 28,9 216 baik 485,5 118,7 409 baik 0,85 baik
59 Delone Perempuan 12 Supmawati 61,6 149,0 28,7 102,7 28 defisit 19,7 126,8 16 defisit 290 470,6 61 defisit 2,34 lebih
60 Felix Laki-laki 8 Angraini 21,6 125,4 12,2 39,2 31 defisit 4,4 57,6 8 defisit 168 203,2 83 baik 2,95 lebih
61 Kenjo Laki-laki 5 Lira 14,2 120,2 11,5 26,2 44 defisit 50 46,3 170 baik 280 164,4 170 baik -3 kurang
62 William Laki-laki 6 Lindawati 15,3 123,2 11,5 28,2 41 defisit 50 49,9 100 baik 32 177,2 18 defisit -3,5 kurang
63 Candy Perempuan 10 Viska 22,5 126,5 11,6 37,5 31 defisit 45 41,9 107 baik 152,9 171,9 89 baik -0,01 baik
6
Lampiran 2.
Frekuensi Variabel
1. Frekuensi Umur
Kat_Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 5-6 22 34.9 34.9 34.9
7-9 16 25.4 25.4 60.3
10-12 14 22.2 22.2 82.5
13-15 6 9.5 9.5 92.1
16-18 5 7.9 7.9 100.0
Total 63 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid Laki-Laki 51 81.0 81.0 81.0
Perempuan 12 19.0 19.0 100.0
Total 63 100.0 100.0
3. Asupan karbohidrat
Kat_kh
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid baik 50 79.4 79.4 79.4
defisit 13 20.6 20.6 100.0
Total 63 100.0 100.0
6
4. Asupan Protein
kat_protein
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid baik 15 23.8 23.8 23.8
defisit 48 76.2 76.2 100.0
Total 63 100.0 100.0
5. Asupan Lemak
Kat_lemak
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid baik 26 41.3 41.3 41.3
defisit 37 58.7 58.7 100.0
Total 63 100.0 100.0
6. Status gizi
IMT_U
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid gizi kurang 23 36.5 36.5 36.5
gizi baik 29 46.0 46.0 82.5
gizi lebih 11 17.5 17.5 100.0
Total 63 100.0 100.0
7
Lampiran 3
7
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Exact
Value df Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.998a 1 .008
Continuity Correctionb 5.439 1 .020
Likelihood Ratio 7.170 1 .007
Fisher's Exact Test .012 .010
Linear-by-Linear
6.887 1 .009
Association
N of Valid Casesb 63
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 5,78.
b. Computed only for a
2x2 table
7
kat_protein * Kat_IMT_U Crosstabulation
Kat_IMT_U
Tidak
Normal Norma Total
l
kat_prote baik Count 10 5 15
in % within
66.7% 33.3% 100.0%
kat_protei
n
% within
35.7% 14.3% 23.8%
Kat_IMT_
U
defisit Count 18 30 48
% within
37.5% 62.5% 100.0%
kat_protei
n
% within
64.3% 85.7% 76.2%
Kat_IMT_
U
Total Count 28 35 63
% within
44.4% 55.6% 100.0%
kat_protei
n
% within
100.0% 100.0% 100.0%
Kat_IMT_
U
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Exact
Value df Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3.938a 1 .047
Continuity Correctionb 2.845 1 .002
Likelihood Ratio 3.952 1 .047
Fisher's Exact Test .073 .046
Linear-by-Linear
3.875 1 .049
Association
N of Valid Casesb 63
7
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 6,67.
b. Computed only for a
2x2 table
7
3. Hubungan Asupan Lemak dengan status gizi
7
Chi-Square Tests
Asymp. Exact Exact
Value df Sig. (2- Sig. (2- Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.239a 1 .022
Continuity Correctionb 4.127 1 .042
Likelihood Ratio 5.284 1 .022
Fisher's Exact Test .039 .021
Linear-by-Linear
5.156 1 .023
Association
N of Valid Casesb 63
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 11,56.
b. Computed only for a
2x2 table
4. Multivariante
7
Lampiran 4
Nama : ……………………………………………………………
Alamat :…………………………………………………………….
No HP 085361896313
Peneliti Responden
7
Lampiran 5
Formulir SQ-FFQ
Nama Anak :
Tanggal Lahir anak :
Nama Ibu/Responden :
Alamat :
Nama makanan Frekuensi (H=hari, M=Mingguan, Porsi
B=Bulan,T=Tahunan TP=Tidak
Pernah)
H M B T TP URT Gram
Sumber Monosakarida
Nasi
Sirup
Gula pasir
Kecap manis
Cuka
Oatmeal instan
Markisa squash
Teh manis
Permen
Kembang gula
Tebu
Sumber Gluten
Crakers
Roti
Makaroni
7
Spageti
Sereal energen
Mie basah
Mie instan
Kue basah
Pansit
Havermouth
Sumber Casein
Susu sapi
Tepung susu
Susu skin
Keju
Yougurt
Eskrim
Permen
Sop buah
Chocolat
Mentega
Cake
Wafer
Pizza
Biskuit
Donat
7
Lue kering
Telur ayam
Ikan Tuna
Ikan sarden
Ikan salmon
Udang
Kerang
Kepiting
Minyak zaitun
Minyak ikan
Kacang almond
Kacang walnut
Kacang mete
Kacang kenari
8
Lampiran 6
PERNYATAAN
NIM : P01031214094
Yang membuat
pernyataan
8
Lampiran 7
Selatan
No Handphone 085361896313
(kelas 3 pindah)
Hobby : Bernyanyi
8
Lampiran 8
LEMBAR BUKTI BIMBINGAN SKRIPSI
MAHASISWA D-IV JURUSAN GIZI POLTEKKES KEMENKES MEDAN
TAHUN AJARAN 2017/2018
NIM : P01031214094
NIP 196508041986031004
8
Lampiran 9
T. Tangan T.Tangan
No Tanggal Judul/Topik Bimbingan
Mahasiswa Pembimbing
8
- Analisis data bivariat asupan seng
dengan kadar zn rambut dan
asupan protein dengan kadar zn
rambut
8
Lampiran 10
DOKUMENTASI