Sirkumsisi atau yang dikenal oleh masyarakat sebagai khitan atau sunat, atau dalam budaya jawa
dikenal dengan istilah “sumpit” pada dasarnya adalah pemotongan sebagian dari preputium penis
hingga keseluruhan glans penis dan corona radiata terlihat jelas. Penis merupakan organ tubuler
yang dilewati oleh uretra. Penis berfungsi sebagai saluran kencing dan saluran untuk
menyalurkan semen kedalam vagina selama berlangsungnya hubungan seksual.
Penis dibagi menjadi tiga regio : pangkal penis, korpus penis, dan glans penis. Pangkal penis
adalah bagian yang melekat pada tubuh di daerah simphisis pubis. Korpus penis merupakan
bagian yang didalamnya terdapat saluran, sedangkan glans penis adalah bagian paling distal yang
melingkupi meatus uretra eksterna. Corona radiata merupakan bagian “leher” yang terletak
antara korpus penis dan glans penis.
Kulit yang menutupi penis menyerupai kulit skrotum, terdiri dari lapisan otot polos dan jaringan
areolar yang memungkinkan kulit bergerak elastis tanpa merusak struktur dibawahnya. Lapisan
subkutannya juga mengandung banyak arteri, vena dan pembuluh limfe superficial. Jauh
dibawah jaringan areolar, terdapat kumparan jaringan elastis yang merupakan struktur internal
penis. Sebagian besar korpus penis terdiri dari jaringan erektil, corpora cavernosa dan corpus
spongiosum. Lipatan kulit yang menutupi ujung penis disebut preputium. Preputium melekat di
sekitar corona radiata dan melanjut menutupi glans. Kelenjar-kelenjar preputium yang terdapat di
sepanjang kulit dan mukosa preputium mensekresikan waxy material yang dinamakan smegma.
Sayangnya, smegma merupakan media yang sangat baik bagi perkembangan bakteri. Inflamasi
dan infeksi sering terjadi di daerah ini, khususnya bila higienitasnya tidak dijaga dengan baik.
Salah satu cara untuk mengatasi problem ini adalah dengan sirkumsisi.
Prosedur sirkumsisi di barat khususnya USA umum dilakukan segera pada bayi baru lahir. Dari
sisi agama, budaya dan dukungan data epidemiologi, sirkumsisi dianggap memiliki pengaruh
yang baik bagi kesehatan reproduksi walaupun hal ini masih menjadi perdebatan di kalangan
ahli.
Di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 25% pria telah disirkumsisi. Bukti epidemiologi yang kuat
menunjukkan pengaruh sirkumsisi : pria yang telah disirkumsisi (dewasa dan neonatus) memiliki
resiko lebih kecil menderita infeksi saluran kemih, penyakit genitalia ulseratif, karsinoma penis,
dan infeksi HIV dibandingkan dengan pria yang tidak disirkumsisi.
Walaupun demikian, sirkumsisi pada neonatus tetap menjadi perdebatan. Sirkumsisi dianggap
memiliki risiko dan efek negative seperti nyeri, perdarahan, trauma penis, dan infeksi
postoperasi. Banyak praktisi medis yang merasa bahwa prosedur sirkumsisi pada neonatus
memiliki efek negative yang lebih besar dibandingkan bila dilakukan pada pria dewasa.
American Academy of Pediatrics dan Canadian Paediatrics Society tidak menjadikan sirkumsisi
sebagai prosedur rutin pada neonatus, tetapi keduanya dapat saja melakukannya dengan
dukungan dan persetujuan orang tua berdasarkan evaluasi medis individu dengan melihat
keuntungan dan kerugiannya.
ALAT DAN BAHAN
Alat yang dibutuhkan dalam sirkumsisi adalah :
1. Sirkumsisi set
2. Spuit 3 cc
3. Jarum jahit jaringan
4. Duk steril
5. Obat anestesi local (lidokain, prokain, bupivakain)
6. Povidon Iodine
7. Kasa steril
8. Catgut plain
9. Plester
10. Handscoen
DAFTAR PUSTAKA
Syamsuhidajat R, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC.
Cara Sirkumsisi
A. Pengertian Sirkumsisi
Sirkumsisi adalah tindakan pengangkatan sebagian/seluruh prepusium penis dengan tujuan
tertentu (Arif Mansjoer, 2000: 409).
Tujuan sirkumsisi, selain untuk pelaksanaan ibadah agama / ritual, juga untuk
alasan medis yang dimaksudkan untuk :
1. Menjaga hygiene penis dari smegma dan sisa-sisa urine.
2. Menjaga terjadinya infeksi pada glands atau preputium penis (balanoposthitis). Resiko untuk
terjadinya infeksi traktur urinarius (ISK) pada anak-anak umur 1 tahun yang belum disirkumsisi
10 kali lipat dari yang sudah dilakukan sirkumsisi (Wiswell 1992, American Academy of
Pediatrics 1999). Peningkatan resiko ini terjadi akibat kolonisasi kuman-kuman pathogen dari
urine diaatara glands penis dan lapisan kulit preputium bagian dalam (Jack S. Elder, Curchill
Livingstone 2002).
3. Mencegah terjadinya kanker penis. Iritasi kronis galand penis dengan smegma dan balanitis
(infeksi) merupakan factor predisposisi terjadinya kanker penis. Kanker penis jarang terjadi pada
orang yang telah disirkumsisi (John Reynard et al, Oxford University Press 2006).
Indikasi untuk dilakukan sirkumsisi adalah seperti tersebut di bawah ini:
1. Fimosis dimana preputium tidak dapat ditarik ke proximal karena lengket dengan gland penis
diakibatkan oleh smegma yang terkumpul diantaranya.
2. Parafimosis dimana preputium yang telah ditarik ke proximal, tidak dapat dikembalikan lagi
ke distal. Akibatnya dapat terjadi udem pada kulit preputium yang menjepit, kemudian terjadi
iskemi pada glands penis akibat jepitan itu. Lama kelamaan glands penis dapat nekrosis. Pada
kasus parafimosis, tindakan sirkumsisi harus segera dilakukan.
3. Balanitis recurrent
4. Kondiloma akuminata, merupakan suatu lesi pre kanker pada penis yang diakibatkan oleh
HPV (human papiloma virus). Karsinoma sel squamosa pada preputium penis, namun dilaporkan
terjadi rekurensi local pada 22-50% kasus (John Reynard et al, Oxford University Press 2006).
B. Indikasi Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 409) indikasi sirkumsisi adalah:
1) Agama
2) Sosial
3) Medis:
a) Fimosis (prepusium tidak dapat ditarik ke belakang atau tidak dapat membuka
b) Parafimosis (prepusium tidak dapat ditarik ke depan)
c) Kondiloma akuminata
d) Pencegahan terjadinya tumor (mencega penumpukan smegma yang diduga kuat bersifat
karsninogenik)
C. Kontraindikasi Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 409) kontraindikasi sirkumsisi adalah:
1) Absolute: hipospadia, epispadia
2) Relatif: gangguan pembekuan darah (misalnya hemofilia), infeksi local, infeksi umum, dibetes
melitus.
D. Komplikasi Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 409) komplikasi sirkumsisi adalah:
Perdarahan, hematoma, infeksi.
Sirkumsisi yang dilakukan dengan benar dan perawatan hemostasi yang cermat, hamper tidak
menimbulkan penyulit. Secara umum penyulit yang trjadi pada tindakan ini rata-rata adalah 0,2-
0,5%, yang terdiri atas :
1. Perdarahan (0,1-35%)
2. 2 Infeksi (0,4%)
3. Pengangkatan kulit penis tidak adekuat
4. Terjadinya amputasi glans penis
5. Timbul fistula uretrokutan
6. Nekrosis penis.
Sirkumsisi yang tergesa-gesa dan tidak memperhatikan perdarahan yang msih berlangsung
menyebabkan perdarahan pasca sirkumsisi. Perdarahan terutama pada arteri frenulum yang ada
di sebelah ventral penis. Sterilisasi yang kurang baik pada saat sirkumsisi dan hygiene pasaca
sirkumsisi yang tidak terjaga menyebabkan infeksi luka operasi. Terjadinya nekrosis penis
disebabkan iskemia yang karena infeksi, pemakaian campuran anestesi local dengan konsentrasi
adrenalin yang terlalu tinggi, dan kain pembungkus verban yang terlalu ketat. Di negara turki
dilaporkan oleh Odzemir (1997) bahwa penyyulit akibat sirkumsisi 5% disebabkan oleh dokter,
10% oleh tenaga kesehatan selain dokter, dan 85% dikerjakan oleh tukang sunat tradisional.
E. Peralatan Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 409) peralatan untuk sirkumsisi antara lain:
1) Gunting jaringan 1 buah
2) Klem arteri lurus 3 buah
3) Klem arteri bengkok 1 buah
4) Pinset anatomis 1 buah
5) Pemegang jarum (needle holder) 1 buah
6) Jarum jahit kulit 1 buah
F. Perlengkapan Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 409) perlengkapan untuk sirkumsisi antara lain:
1) Kapas
2) Kassa steril
3) Plester
4) Kain penutup steril yang berlubang di tengahnya (duk)
5) Spuit 3 ml atau 5 ml
6) Benang plain cat gut ukuran 3.0
7) Sarung tangan steril
8) Larutan NaCl 0,9 % atau aqua destilata
G. Obat-obatan Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 410) obat-obatan untuk sirkumsisi antara lain:
1) Lidokain HCL 2% (tanpa campuran adrenalin)
2) Larutan antiseptik: larutan sublimate, povidon iodin 10%, dan alkohol 70%.
3) Salep antibiotik (kloramfenikol 2% atau tetrasiklin 2%)
4) Analgesik oral (antalgin atau parasetamol)
5) Antibiotik oral (ampisilin/amoksisilin/eritromisin)
6) Adrenalin 1 : 1000
H. Tahap-tahap Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 410) tahap-tahap melakukan sirkumsisi antara lain:
1) Persiapan operasi
a) Persiapan pasien. Sebelum dilakukan sirkumsisi, kita tentukan tidak ada kontraindikasi untuk
melakukan tindakan sirkumsisi. Hal ini diketahui dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis ditelusuri:
(1) Riwayat gangguan hemostasis dan kelainan darah.
(2) Riwayat alergi obat, khususnya zat anatesi lokal, antibiotik, maupun obat lainnya.
(3) Penyakit yang pernah/sedang diderita, misalnya demam, sakit jantung, asma.
Pada pemeriksaan fisik dicari:
(1) Status generalis: demam, tanda stres fisik, kelainan jantung dan paru
(2) Status lokalis: hipospadia, epispadia, atau kelainan congenital lainnya.
b) Persiapan alat dan obat-obatan sirkumsisi.
c) Persiapan alat dan obat-obatan penunjang hidup bila terjadi syok anafilaksis.
2) Asepsis dan antisepsis
a) Pasien telah mandi dengan membersihkan alat kelamin (genetaliannya) dengan sabun
b) Bersihkan daerah genetalia dengan alkohol 70% untuk menghilangkan lapisan lemak.
c) Bersikan daerah genetalia dengan povidon iodin 10% dengan kapas dari sentral ke perifer
membentuk lingkaran ke arah luar (sentrifigal) dengan batas atas tepi pusar dan batas bawah
meliputi seluruh skrotum.
d) Letakkan kain penutup stril yang berlubang
3) Anestesi lokal
Digunakan anestesi local dengan menggunakan lidokain 2%
a) Lakukan anastesi blok pada n. dorsalis penis dengan memasukkan jarum pada garis medial di
bawah simpisis pubis sampai menembus fascia Buck (seperti menembus kertas) suntikkan 1,5
ml, tarik jarum sedikit, tusukkan kembali miring kanan/kiri menenbus fascia dan suntikkan
masing-masing 0,5 ml; lakukan aspirasi dahulu sebelum menyuntik untuk mengetahui apakah
ujung jarum berada dalam pembuluh darah atau tidak. Jika darah yang teraspirasi maka
pindahkan posisi ujung jarum, aspirasi kembali. Bila tidak ada yang teraspirasi, masukanlah zat
anastesi.
b) Lakukan anastesi infiltrasi di lapisan subkutis ventral penis 0,5-0,75 ml untuk kedua sisi.
4) Pembersihan glans penis
Buka glans penis sampai sampai sulkus korona penis terpapar. Bila ada perlengketan, bebaskan
dengan klem arteri atau dengan kassa steril. Bila ada smegma, bersihkan dengan kassa
mengandung larutan sublimat.
5) Periksa apa anestesi sudah efektif
Caranya dengan melakukan penjepitan pada daerah frenulum dengan klem.
6) Pengguntingan dan penjahitan
a) Pasang klem pada prepusium di arah jam 6, 11, dan 1 dengan ujung klem mencapai ± 1,5 cm
dari sulkus korona penis. Tujuannya sebagai pemandu tindakan dorsumsisi dan sarana
hemostasis.
b) Lakukan dorsomsisi dengan menggunting kulit dorsum penis pada jam 12 menyusur dari
distal ke proksimal sampai dengan 0,3-0,5 cm dari korona.
c) Pasang jahitan kendali dengan menjahit batas ujung dorsomsisi kulit agar pemotongan kulit
selanjutnya lebih mudah dan simetris.
d) Gunting secara melingkar (tindakan sirkumsisi) dimulai dari dorsal pada titik jahitan jam 12
melingkari penis, sisakan mukosa sekitar 0,5 cm. Pada sisi frenulum, pengguntingan membentuk
huruf V di kiri dan kanan klem. Pemotongan harus simetris, dan sama panjang antara kulit dan
mukosa.
e) Atasi perdarahan yang timbul ada jepitan klem, kemudian lakukan penjahitan hemostasis
dengan benang cutgut.
f) Lakukan penjahitan aproksimasi kulit dengan mukosa jahit kiri dan kanan glans biasanya
masing-masing 2-3 simpul. Prinsipnya adalah mempertemukan pinggir kulit dan pinggir mukosa.
g) Jahit mukosa distal frenulum (jam 6) dengan jahitan angka 8 atau 0.
h) Setelah penjahitan selesai, gunting mukosa frenulum di sebelah distal dari jahitan sebelumnya,
dan bersihkan dengan iodine 10% lalu beri salep kloramfenikol 2%
7) Pembalutan
a) Gunakan kassa yang telah diolesi salep antibiotik.
b) Jangan sampai penis terpuntir saat membalut.
8) Pemberian obat-obatan
a) Analgasik oral (antalgin atau parasetamol)
b) Antibiotik oral (ampisilin, amoksisilin, eritromisin)
c) Pemberian obat-obatan ini dapat dimulai 2-3 jam sebelum sirkumsisi
9) Anjuran pasca operasi
a) Penjelasan pada pasien atau orang tua..
b) Balutan dibuka 4-5 hari kemudian membasahi perban dengan rivanol.
c) Bila ada infeksi, pemberian antibiotik diteruskan hingga hari ke 6-7
I. Metode Sirkumsisi
Menurut Akbidyo (2007) dalam (http://pikkr.wordpress.com) ada beberapa metode sirkumsisi,
yaitu antara lain :
1) Metode klasik dan dorsumsisi, metode klasik sudah banyak ditinggalkan tetapi masih bisa kita
temui di daerah pedalaman. Alat yang digunakan adalah sebilah bambu tajam/pisau/silet. Para
bong supit alias mantri sunat langsung memotong kulup dengan bambu tajam tersebut tanpa
pembiusan. Bekas luka tidak dijahit dan langsung dibungkus dengan kassa/verban sehingga
metode ini paling cepat dibandingkan metode yang lain. Cara ini mengandung risiko terjadinya
perdarahan dan infeksi, bila tidak dilakukan dengan benar dan steril. Metode Klasik kemudian
disempurnakan dengan metode Dorsumsisi, Khitan metode ini sudah menggunakan peralatan
medis standar dan merupakan khitan klasik yang masih banyak dipakai sampai saat ini.,
umumnya bekas luka tidak dijahit walaupun beberapa ahli sunat sudah memodifikasi dengan
melakukan pembiusan lokal dan jahitan minimal untuk mengurangi risiko perdarahan.
2) Metode standart sirkumsisi konvensional, merupakan metode yang paling banyak digunakan
hingga saat ini, cara ini merupakan penyempurnaan dari metode dorsumsisi dan merupakan
metode standar yang digunakan oleh banyak tenaga dokter maupun mantri (perawat). Alat yang
digunakan semuanya sesuai dengan standar medis dan membutuhkan keahlian khusus untuk
melakukan metode ini.
3) Metode lonceng, pada metode ini tidak dilakukan pemotongan kulup. Ujung penis hanya
diikat erat sehingga bentuknya mirip lonceng, akibatnya peredaran darahnya tersumbat yang
mengakibatkan ujung kulit ini tidak mendapatkan suplai darah, lalu menjadi nekrotik, mati dan
nantinya terlepas sendiri. Metode ini memerlukan waktu yang cukup lama, sekitar dua minggu.
4) Metode klamp, metode Klamp ini prinsipnya sama, yakni kulup (preputium) dijepit dengan
suatu alat (umumnya sekali pakai) kemudian dipotong dengan pisau bedah tanpa harus dilakukan
penjahitan.
5) Metode laser elektrokautery, lebih dikenal dengan sebutan “Khitan Laser”. Penamaan ini
sesunnguhnya kurang tepat karena alat yang digunakan samasekali tidak menggunakan Laser
akan tetapi menggunakan “elemen” yang dipanaskan. Alatnya berbentuk seperti pistol dengan
dua buah lempeng kawat di ujungnya yang saling berhubungan. Jika dialiri listrik, ujung logam
akan panas dan memerah. Elemen yang memerah tersebut digunakan untuk memotong kulup.
Khitan dengan solder panas ini kelebihannya adalah cepat, mudah menghentikan perdarahan
yang ringan serta cocok untuk anak dibawah usia 3 tahun dimana pembuluh darahnya kecil.
Setelah preputium dipotong dilakukan penjahitan dan difiksasi dengan kasa steril. Untuk proses
penyembuhan, dibandingkan dengan cara konvensional itu sifatnya relatif karena tergantung dari
sterilisasi alat yang dipakai, proses pengerjaanya dan kebersihan individu yang disunat.
6) Metode flashcutter, metode ini merupakan pengembangan dari metode elektrokautery.
Bedanya terletak pada pisaunya yang terbuat dari logam yang lurus (kencang) dan tajam. Setelah
preputium dipotong dilakukan penjahitan dan difiksasi dengan kasa steril.
Sirkumsisi atau sunat sudah dilakukan sejak jaman pra sejarah (Journal of Men’s Studies, Amerika
Serikat). Sirkumsisi juga diharuskan dalam agama, misalnya Islam dan Yahudi. Bahkan pada awalnya para
pendeta Kristenpun diharuskan sunat.
Sirkumsisi (circumcision) dapat dilakukan dengan cara tradisional dan medis, di dalam dunia kedokteran,
ada beberapa langkah yang dilakukan ketika melakukan sunat:
Pertama-tama mengiris kulit di bagian punggung penis (dorsumsisi). Ini dilakukan untuk mengeluarkan
ujung bagian dalam penis. Kedua, mengiris kulit kulup yang mengelilingi penis (sirkumsisi). Dengan
begitu, penis jadi terbuka. Setelah itu menjahit luka irisan tersebut agar penyembuhannya berlangsung
cepat dan tidak timbul komplikasi.
Selain cara klasik di atas, masih ada banyak cara untuk menyunat. Di antaranya adalah:
Cara kuno
Dengan menggunakan sebilah bambu tajam. Para bong supit alias mantri sunat langsung memotong
kulup dengan bambu tajam tersebut. Namun cara ini mengandung risiko terjadinya perdarahan dan
infeksi, bila tidak dilakukan dengan steril.
Metode cincin
Dicetuskan oleh oleh dr. Sofin, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, dan
sudah dipatenkan sejak tahun 2001.
Pada metode ini, ujung kulup dilebarkan, lalu ditahan agar tetap meregang dengan cara memasang
semacam cincin dari karet. Biasanya, ujung kulup akan menghitam dan terlepas dengan sendirinya.
Prosesnya cukup singkat sekitar 3-5 menit.
Metode mangkuk.
Metode ini lebih cocok dilakukan untuk balita atau anak yang memiliki pembuluh darah pada kulup lebih
kecil dari ukuran normal.
Metode lonceng.
Di sini, tidak dilakukan pemotongan kulup. Ujung penis hanya diikat erat sehingga bentuknya mirip
lonceng. Setelah itu, jaringan akan mati dan terlepas dengan sendirinya dari jaringan sehat. Hanya saja
metode ini waktu yang cukup lama, sekitar dua minggu. Alatnya diproduksi di beberapa negara Eropa,
Amerika, dan Asia dengan nama Circumcision Cord Device.
Dengan laser CO2.
Fasilitas Laser CO2 sudah tersedia di Indonesia. Salah satunya, di Jakarta. Laser yang digunakan adalah
laser CO2 Suretouch dari Sharplan. Berikut tahapan sunat dengan laser tersebut:
setelah disuntik kebal (anaestesi lokal), preputium ditarik, dan dijepit dengan klem. Laser CO2 digunakan
untuk memotong kulit yang berlebih.Setelah klem dilepas,kulit telah terpotong dan tersambung dengan
baik, tanpa setetes darahpun keluar. Walaupun demikian kulit harus tetap dijahit supaya penyembuhan
sempurna. Dalam 10-15 menit, sunat selesai. Cara sirkumsisi seperti ini cocok untuk anak pra-pubertal,
namun kurang cocok untuk dibawa-bawa kelapangan misalkan pada khitan masal, karena disamping alat
ini mahal dan berat dalam pengoperasiannya mutlak memerlukan jaringan listrik.
Khitan metode Electrocautery
Metode pemotongan dengan solder panas ini sempat booming beberapa tahun belakangan ini,
masyarakat awam menyebutnya khitan laser. Metode pemotongan elektrokauter inipun mutlak
membutuhkan energi listrik (PLN) sebagai sumber dayanya. Namun belakangan ini metode
elektrokauter ini banyak mendapat sorotan karena :
- Dapat menimbulkan luka bakar yang cukup serius.
- Tidak praktis karena mutlak membutuhkan jaringan listrik (PLN)
- Jika ada kebocoran (kerusakan) alat, dapat terjadi sengatan listrik yang sangat berbahaya bagi pasien
maupun operator.
Perlengketan yang dimaksud disini adalah antara prepusium dan gland penis, kususnya didaerah korona
glandis. Hal ini diakibatkan adanya smegma yang menumpuk dan mengeras, akibat higiene yang kurang
baik atau karena kelainan phimosis.
Smegma yang terlanjur menumpuk dan mengeras sulit dibersihkan dengan tangan tanpa alat bantu.
Namun hal itu tidak akan dapat dilakukan sebelum kita membebaskan perlengketan gland penis dan
mukosa prepusium. Ada beberapa cara untuk melakukan hal ini diantaranya:
Teknik klem
Caranya, tarik preputium ke proksimal kemudian klem dibuka sambil didorong ke arah perlengketan.
Cara ini dilakukan berulang-ulang kearah proksimal dan lateral sampai terlihat sulkus korona glandis dan
pangkal mukosa prepusium di sekeliling sulkus korona glan penis.
Keuntungan tehnik ini adalah dapat membebaskan perlengketan dengan cepat sedangkan
keurangannya adalah dapat menyebabkan lecet didaerah gland dan mukosa. Yang harus diperhatikan
dalam tehnik ini bahwa ujung klem harus benar-benar tumpul.
Teknik kasa
Caranya sama, preputium ditarik dengan tangan kiri ke arah proksimal sampai meregang sehingga
terlihat perlengketan, tangan kanan memegang kasa steril untuk membebaskan perlengketan.
Kemudian daerah perlengketan didorong dengan kasa dan didorong ke arah proksimal sehingga
perlengketan terlepas sedikit demi sedikit. Keuntungan tehnik ini adalah minimnya resiko lecet atau
trauma pada gland penis, namun kerugiannya adalah prosesnya memakan waktu relatif lama.
Ciri perlengketan yang sudah lepas.
Yang harus diperhatikan dari beberapa tehnik diatas adalah perlengketan sekeliling perbatasan
mukosa dan gland penis harus benar-benar bebas / lepas seluruhnya. Ciri perlengketan sudah lepas
adalah sudah terlihat batas mukosa-batang penis dan sulkus korona glandis secara utuh, terlihat sebagai
sudut tumpul yang melingkar sepanjang lingkaran penis.
2. Membersihkan smegma
Smegma yaitu sekret dari kelenjar yang dapat mengeras, berupa butiran-butiran putih seperti kapur
yang berkumpul antara mukosa dan gland penis, utamanya didaerah korona glandis. Membersihkannya
dengan didorong kasa steril sedikit demi sedikit. Namun jika smegma sulit dilepaskan basahilah kasa
dengan iodin povidon kemudian lakukan cara yang sama dengan diatas. Jika dengan cara ini smegma
masih sulit terlepas, dapat diatasi dengan klem mosquito dengan cara menjepit gumpalan smegma satu
persatu, kemudian bersihkan dengan kasa yang telah dicelup iodin povidon 10%.
Kerugian :
Preputium dijepit dengan klem bengkok dan frenulum dijepit dengan kocher
Preputium diinsisi pada jam 12 diantara jepitan klem dengan menggunakan gunting kearah sulcus
coronarius, sisakan mukosa kulit secukupnya dari bagian distal sulcus pasang tali kendali
Pindahkan klem (dari jam 1 dan 11 ) ke ujung distal sayatan (jam 12 dan 12’)
Insisi meingkar kekiri dan kekanan dengan arah serong menuju frenulum di distal penis (pada frenulum
insisi dibuat agak meruncing (huruf V), buat tali kendali )
HEMOSTASIS
Perawatan perdarahan di lakukan dengan mencari sumber perdarahan dengan menghapus daerah luka
dengan menggunakan kasa, bila di dapatkan sumber perdarahan segera di jepit dengan klem/pean arteri
kecil. Tarik klem, ligasi dengan mengikat jaringan sumber perdarahan dengan catgut. Potong ikatan
sependek mungkin. Cari seluruh sumber perdarahan lain dan lakukan hal yang serupa.
Jika anda mempergunakan flashcutter, cukup menyentuh pendarahan dengan probe bipolar, seketika
langsung terhenti.
WOUND SUTURE
Jahitan Frenulum Frenulum biasanya dijahit dengan matras horizontal atau boleh dengan matras 8
(cross) ataupun matras horizontal. Setelah dijahit sisakan benang untuk digunakan sebagai kendali.·
Jahitan Dorsal
Jahitan pada dorsal penis mengunakan jahitan simpul. Sisakan benang untuk dibuat tali kendali.
(Gambar 18 Simpul pada jam 12)·
Jahitan bagian kulit mukosa yang lain
Dengan menggunakan kendali untuk mengarahkan posisi penis jahit sekeliling luka dengan jahitan
simpul (jam 12). Jahitan simpul bisa dilakukan pada jam 3 dan 9 atau jam 2,4, 8 dan 10. Tidak diianjurkan
Mengikatnya terlalu erat. Tidak dianjurkan menggunakan jahitan jelujur (Continuous Suture). Bila telah
dijahit semua maka lihat apakah ada bagian yang renggang yang memerlukan jahitan.
WOUND CARE
Setelah selesai di jahit olesi tepi luka dengan betadine, bila perlu beri dan olesi dengan salep antibiotik.
Perawatan luka bisa dilakukan dengan metode tertutup atau terbuka.
Metode terbuka (Open Care )
Perawatan ini bisa dilakukan bila ada jaminan penderita mampu menjaga kebersihan luka. Setelah
diolesi betadine dan salep antibiotika biarkan secara terbuka (dianjurkan urologi).
Metode tertutup (Close Care)
Setelah diberi betadine dan salep antibiotika, berikan sufratule secara melingkar. Tutup denga kasa
steril, ujung kain kasa dipilin sebagai tempat fiksasi supra pubic dengan menggunakan plester (Balutan
Suspensorium) atau biarkan berbentuk cincin (Balutan Ring).
POST OPERATION CARE
Medikamentosa
Analgetika : Antalgin 500mg PO 3dd1
Asam Mefenamat 500mg PO 3dd1
Antibiotika : Amoksisilin 500mg PO 3dd1
Eritromisin 500mg 3dd1
Roboransia : Vitamin B Complex
Vitamin C
Edukasi
Luka dalam 3 hari jangan kena air.
Hati hati dengan perdarahan post circumsisi, bila ada segera kontrol
Perbanyak istirahat
Bila selesai kencing hapus sisa air kencing dengan tisue atau kasa
Perbanyak dengan makan dan minum yang bergizi terutama yang banyak mengandung protein, tidak
ada larangan makan.
Setelah 3-5 hari post circumsisi buka perban di rumah segera kontrol.
Keuntungan.
- Peralatan lebih murah dan sederhana, sudah banyak dikenal masyarakat.
- Biaya relative lebih murah.
Kerugian atau resiko :
- Resiko glan terpotong / tersayat sangat tinggi, terutama jika sayatan dibawah koher.
- Proses memakan waktu cukup lama, kurang cocok untuk acara khitan masal yang lagi marak terahir ini.
- Mukosa kadang lebih panjang sehingga membutuhkan pemotongan ulang.
- Bisa terjadi nekrosis jika jepitan koher terlalu lama .
- Resiko pendarahan operasi relative sangat tinggi,demikian halnya paska operasi.
Teknik khitan standar ( konvensional )
a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah
mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Faktor-faktor pembeku da-rah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan
menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.
a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah
mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak
terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.
Seberapa banyak penderita hemofilia ditemukan ?
Hemofilia A atau B adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Hemofilia A terjadi sekurang -
kurangnya 1 di antara 10.000 orang. Hemofilia B lebih jarang ditemukan, yaitu 1 di antara 50.000 orang.
Siapa saja yang dapat mengalami hemofilia ?
Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau suku bangsa.
Hemofilia paling banyak di derita hanya pada pria. Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika
ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah pemabawa sifat (carrier). Dan ini sangat jarang
terjadi. (Lihat penurunan Hemofilia)
Sebagai penyakit yang di turunkan, orang akan terkena hemofilia sejak ia dilahirkan, akan tetapi pada
kenyataannya hemofilia selalu terditeksi di tahun pertama kelahirannya.
Tingkatan Hemofilia
Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu :
Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari
jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang -
kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.
Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat.
Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.
Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan
hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita
hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.