Anda di halaman 1dari 4

RESUME BUKU

Judul : Keselamatan Pelayaran di Lingkungan Teritorial Pelabuhan dan Pemanduan Kapal


Pengarang : Dr. D.A. Lasse, S.H., M.M
Penerbit : RajaGrafindo Persada
(Cetakan Pertama, Juni 2014)

BAB I
PENDAHULUAN
Kapal niaga yang berlayar mengarungi samudera luas dan berkunjung ke syuatu pelabuhan
senantiasa dipimpin oleh seorang nahkoda yang sarat dengan pengetahuan dan pengalaman lengkap
bernavigasi. Namun dari sekian andal kemampuan serta keunggulan yang dimiliki seorang nahkoda
kapal, ada satu soal yang tidak dapat diselesaikannya sendiri, yaitu berkenaan dengan tidak adanya
pelabuhan yang sama antara yang satu dengan yang lain.
Pengertian pandu yang diberikan Francis Rose dikuatkan dengan pendapat Dr. AG. Corbet
yang menyatakan bahwa setiap orang bukan awak kapal menuntun kapal adalah pandu. Definisi
lebih rinci dibuat oleh Nautical Institute dalam salah satu paper working group, antara lain
dikatakan bahwa pandu terikat membantu navigasi pada alur pelayaran dan memfasilitasi
penambatan serta pemberangkatan kapal.
Perairan pandu dalam istilah lain dinamakan pilotage areas yaitu area dekat daratan di lokasi
mana navigasi kapal berhadapan dengan lalu lintas kapal dan kondisi alam yang penuh risiko sesuai
dengan situasi setempat, seperti angina, keadaan laut, arus laut serta pasang surut, keterbatasan
penglihatan dan sebagainya.
Indonesia sebagai Negara ke-19 yang meratifikasi KOnvensi HUkum Laut ke III Tahun
1982 yaitu dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 berhak mengatur alur laut atau route
pelayaran dalam lingkungan laut teritorialnya.

BAB II
TIGA FUNGSI UTAMA PANDU
Pandu menjadi orang yang pertama dan terakhir bertugas di atas kapal yang berkunjung ke
palbuhan. Kehadiran pandu di atas kapal adalah untuk bertindak sebagai penasihat bagi nahkoda.
Pertimbangan utama pemakaian bantuan pandu adalah karena keterbatasan pengetahuan nahkoda
atas lajur laut yang diterapkan pemerintah sebagai perairan wajib pandu. Dalam kedudukannya
sebagai penasihat, hubungan kerja antara pandu dan nahkoda adalah hubungan subordinatif, pandu
dibawah komando nahkoda.
Untuk keselamatan pelayaran, pandu berwenang menasehati dan menyarankan kepada
nahkoda agar mematuhi semua perangkat hukum nasional atau local yang berlaku di bidang
perkapalan dan pelayaran. Dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum, pandu
berada pada kesetaraan dengan nahkoda. Pandu maupun nahkoda secara bersama-sama
menundukkan diri kepada perangkat peraturan perundang-undangan dan konvensi internasional
yang berlaku. Keberadaan pandu sebagai penasihat, pemberi jasa, dan penegak hukum tidak
mengurangi tanggung jawab nahkoda maupun pemilik atau operator kapal.
BAB III
PROFESIONALISME PANDU
Pandu dikatakan sebagai professional sebagaimana halnya dengan dokter, arsitek, dosen,
notaris, pengacara dan lain sebagainya. Dikatakan demikian karena pandu memiliki keahlian,
komitmen kuat terhadap disiplin, tepat waktu, bekerja tekun, dan berkemauan keras menambah
pengetahuan.
Predikat ahli diberikan pada personel pandu secara universal karena pandu mengenali
lingkungan unik perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa, dan mahir memanfaatkan
teknik-teknik atau metode kerja navigasi untuk lolos dari berbagai bentuk rintangan baik dari kapal
yang dipandu maupun dari luar kapal berupa rintangan alam, kekuatan angina, arus, pasang-surut,
keterbatasan penglihatan akibat hujan, debu, kabut, badai, gelombang dan kepadatan lalu lintas
kapal.
Pendidikan dan pelatihan pandu diselenggarakan secara teratur dan berkesinambungan
untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan, keterampilan dan sikap antara yang dimiliki dengan
kebutuhan-kebutuhan sertifikasi dan pola karier jabatan. Bahwa diklat pandu adalah bagian dari
pembinaan untuk menghasilkan pandu berprestasi, berdedikasi tinggi dan memiliki motivasi kuat
yang secara dinamis mengikuti dinamika organisasi perusahaan.
Tanpa pelatihan terprogram, personel pandu akan tertinggal dari perubahan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam dunia perkapalan dan pelayaran. Bahkan secara individual tidak
mendapat kesempatan memperbaiki peringkat dan predikat sebagai personel pandu bertaraf kelas
dunia.

BAB IV
OPERASI PEMANDUAN
Gerakan kapal pada suatu pelayaran dipengaruhi oleh berbagai factor baik dari kapal sendiri
maupun dari luar kapal. Pengaruh dari kapal sendiri terhadap keselamatan pelayaran ditentukan
oleh mesin, baling-baling, kemudi, jangkar, tali tunda, tali tambat, tangga pandu, awak kapal, dan
sarana komunikasi. Sedangkan pengaruh eksternal antara lain ditentukan oleh rambu-rambu
navigasi, aksebilitas, pasang surut, panjang lebar dan bantuk alur, angina, arus, gelombang, cuaca,
kapal tunda, dan system kendali lalu lintas kapal.
Proses dan keberanian mengambil keputusan pandu dialaskan pada penguasaan seluruh
factor pengaruh tersebut di atas. Tanpa menguasai sepenuhnya pengetahuan maupun informasi atas
serangkaian factor pengaruh yang dimaksud, pandu akan mengahadapi kesulitan karenanya yang
bersangkutan harus melawan keragu-raguananya sendiri.

BAB V
BUDAYA KERJA PANDU
Budaya kerja adalah inti dari budaya perusahaan dan budaya perusahaan adalah bagian dari
budaya organisasi. Budaya organisasi adalah suatu kesepakatan yang diterima seluruh anggotanya
sebagai unsur pembeda dengan organisasi yang lain sekaligus merupakan kepribadian organisasi.
Secara universal pandu memiliki bduaya keselamatan, budaya keadilan hukum, budaya
belajarm dan budaya lapor. Dalam budaya keselamatan termasuk juga kemampuan pandu
mengelola kelemahannya sendiri berupa kondisi stress yakni perasaan gugup dalam membuat
keputusan.
Budaya keadilan hukum adalah kebiasaan membedakan keadaan yang menutut hukum dan
yang melanggar hukum. Budaya belajar adalah kegemaran para professional mengikuti perubahan
ilmu pengetahuan dan teknologi kemaritiman.

BAB VI
PERFORMANSI PANDU
Pandu yang berprestasi adalah pandu yang professional, berhasil mengatasi berbagai
hambatan dan rintangan. Hambatan dan rintangan inilah yang merupakan ujian dalam setiap
pelayanan yang dilakukannya. Ujian yang dimaksud, sebagian terbentang di luar da nada pula yang
muncul dari dalam dirinya sendiri.
Upaya meningkatkan prestasi pandu dapat dilakukan dengan meningkatkan penguasaan
terhadap lingkungan perairan pandu, menyelenggarakan pelatihan keterampilan, sikap dan kognisi
untuk menjaga jangan sampai para pandu tertinggal dalam mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi baik pelatihan di dalam negeri maupun di luar negeri. Begitu pula peningkatan
prestasi kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan kedekatan antara pandu dengan sesame
karyawan, pandu dengan manajemen, dan pandu dengan pengguna jasa.

BAB VII
PERATURAN MANAJEMEN KESELAMATAN INTERNASIONAL
Untuk menghindari risiko, kecelakaan kapal dan pencemaran laut maka perusahaan
pelayaran mengaplikasikan satu perangkat system manajemen keselamatan sehingga tercipta
harmonisasi manajemen darat dan kapal. Keamanan dan keselamatan operasi kapal ditentukan oleh
berbagai factor. Pertama, adalah kondisi kelaiklautan kapal, ruang muatan, dan awak kapal. Kedua,
yaitu keahlian nahkoda menjalankan kapal, menghindari risiko dan kemampuannya memimpin
seluruh anak buah kapal. Ketiga, adalah factor eksternal atau factor alam. Keempat, factor eksternal
yang diluar control nahkoda berupa kekerasan, pembajakan, peperangan dan sejenisnya.
Dalam rangka melindungi dan memelihara kelestarian lingkungan laut dari berbagai macam
pencemaran terlebih pencemaran minyak yang bersumber dari kapal, perangkat hukum nasional dan
internasional telah diberlakukan yakni (1) Undang-Undang Pelayaran pasal-pasal 226-240 dan 302-
328; (2) konvensi MARPOL ‘73/78 yang terdiri dari 20 pasal, 3 protokol, 5 lampiran (annex I dan
II mandatory), dan beberapa lampiran tambahan; dan (3) konvensi PBB tentang hukum laut atau
UNCLOS ’82 pada padapart XII pasal 192-237 mengatur pencemaran bersumber dari kapal dan
non kapal.

BAB VIII
PENGAWASAN PENGUASA PELABUHAN ATAS KAPAL ASING
ISM code berikut dengan SMS dan serangkaian peraturan berstandar internasional lain yang
mengatur keselamatan pelayaran dan perlindungan serta pemeliharaan lingkuan laut, diawasi
dengan menjalankan port state control. Peraturan-peraturan standar internasional yang dimaksud
adalah :
1) SOLAS convention
2) MARPOL convention
3) Load Line convention
4) STCW convention
5) Gas Carrier code
6) Bulk Chemical code
7) Dangerous Goods code
8) Safety Management code
Hasil dari inspeksi menjadi dasar pertimbangan untuk memutuskan apakah kapal diizinkan
berlayar atau tidak. Jika semua persyaratan dalam peraturan-peraturan terpenuhi, maka kapal diberi
izin berlayar. Namun apabila terdapat temuan ketidaksesuaian antara keadaan nyata di lapangan
dengan yang disyaratkan, maka PSCO berwenang menerapkan tindakan pemeriksaan lebih rinci dan
tindakan penahanan kapal untuk diperbaiki. PSCO dalam menjalankan tugas inspeksinya
menggunakan instrument berupa check list dan laporan yang memuat judgement serta konklusi
yang menjadi dokumen bukti, diteruskan kepada Negara bendera kapla, pelabuhan berikutnya dan
penguasa pelabuhan.

BAB IX
SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN
Sarana bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) adalah konstruksi atau instalasi di luar kapal yang
berfungsi untuk memberikan panduan bagi kapal-kapal sehingga dalam pelayarannya kapal selamat
dan aman, terhindar dari marabahaya ataupun rintangan alam.
SBNP diinstalasikan di daratan dan di perairan pada titik-titik tertentu dimana di lingkungan
sekitarnya terdapat gangguan atau rintangan yang dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan kapal.
SBNP menurut karakteristiknya terdiri dari : (a) visual meliputi menara suar, rambu suar,
pelampung suar, dan tanda siang; (b) elektronik meliputi GPS, DGPS, RADAR, RDF, Radar
Surveylance dan Medium Wave Radio Beacon ; dan (c) audible.
Kedudukan tiap unit SBNP selain dicantumkan pada peta navigasi, dipublikasikan melalui
media cetak maupun elektronik kemaritiman internasional dilengkapi informasi tentang nama
lokasi, jenis SBNP, nomor daftar suar, posisi geografis, warna dan irama cahaya lampu, jarak
tampak, elevasi dari permukaan laut dan kondisi up to date.

Anda mungkin juga menyukai