Anda di halaman 1dari 23

TUGAS PENGANTAR PERPAJAKAN

Nama: FITRIA AGUSTINA


Nim : 2006211020

STIE APRIN PALEMBANG


2021

i|Page
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah mamberikan rahmat
dan hidayah-Nya,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini pada mata
kuliah Perpajakan di Universitas Bangka Belitung.
Tak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah mengarahkan kepada kita satu-satunya agama yang diridhoi
Allah SWT, yakni agama Islam.Alhamdulillah penulisan makalah ini bisa diselesaikan,
walaupun kemungkinan dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan-
kekuragan baik dalam penggunaan bahasa maupun pengambilan data-data yang bisa
dibilang kurang komplit dan detail.
Mengingat keterbatasan kami yang masih belum bisa maksimal dalam
mengumpulkan data-data yang diperlukan. Dengan mengambil judul “KETENTUAN
UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DAN PAJAK PENGHASILAN” kami berharap
semoga makalah yang singkat ini dapat bermanfaat bagi kami maupun orang yang
membacanya.
Akhir kata kami menyadari bahwasanya bila segala urusan telah selesai maka akan
tampak kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran selalu kami tunggu demi
peningkatan kualitas dan mutu dari makalah yang kami susun ini. Dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat.

Palembang, Februari 2021

Penulis

ii | P a g e
DAFTAR ISI

Judul........................................................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................................... ii
Daftar Isi..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C. Tujuan dan Manfaat....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 2
A. Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan................................................ 2
B. Nomor Pokok Wajib Pajak............................................................................. 2
C. Surat Pemberitahuan...................................................................................... 2
D. Tata Cara Pembayaran Pajak......................................................................... 4
E. Surat Ketetapan Pajak.................................................................................... 8
F. Penagihan Pajak............................................................................................. 9
G. Keberatan dan Banding.................................................................................. 9
H. Pembukuan dan Pencatatan............................................................................ 11
I. Pemeriksaan................................................................................................... 12
J. Penyidikan dan Sanksi................................................................................... 13
K. Pajak Penghasilan........................................................................................... 17
L. Cara Menghitung Pajak Penghasilan............................................................. 19
BAB III PENUTUP.................................................................................................... 14
A. Kesimpulan.................................................................................................... 14
B. Saran............................................................................................................... 14

iii | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pajak adalah istilah yang tidak asing lagi bagi kita, peranannyapun dalam
pengembangan suatu Negara juga sangat besar. Karena itu, di Indonesia banyak Undang-
Undang maupun peraturan perundang-undangan yang menjelaskan tentang pajak. Dari
periode ke periode peraturan tentang pajak selalu mengalami perubahan, begitupun di
Indonesia. Sehingga muncullah istilah-istilah baru tentang perpajakan yang harus diketahui
oleh orang banyak. Selain itu perlu disadari juga bahwa sebagian besar penduduk
indonesia yang belum mempunyai NPWP, padahal NPWP tersebut sangat penting bagi
pembangunan Negara. Maka dari itu kami membuat makalah ini guna memberi tahu
pembaca tentang NPWP dan menumbuhkan kesadaran pembaca untuk membayar pajak.
Peraturan perundang-undangan di Indonesia masih banyak yang dibuat pada zaman
pemerintahan Belanda. Khususnya peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
antara lain Aturan Bea Materai Tahun 1921, Ordonasi Pajak Perseroan Tahun 1925,
Ordonasi Pajak Kekayaan Tahun 1932, Ordonasi Pajak Pendapatan Tahun 1944, juga
merupakan undang-undang yang dibuat pada zaman pemerintahan penjajahan Belanda.
Karena terdapat perbedaan falsafah yang melatarbelakangi dan sistem yang melekat pada
undang-undang tersebut, maka perundang-undangan perpajakan belum memenuhi fungsi
sebagai sarana pembangunan nasional. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan
perpajakan telah beberapa kali dilakukan perubahan penyesuaian.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan
2. Nomor Pokok Wajib Pajak
3. Surat Pemberitahuan
4. Tata Cara Pembayaran Pajak
5. Surat Ketetapan Pajak
6. Penagihan
7. Keberatan dan Banding
8. Pembukuan dan Pencatatan
9. Pemeriksaan
10. Penyidikan dan Sanksi

C. TUJUAN DAN MANFAAT


Dengan adanya makalah ini, diharapkan penulis maupun pihak yang membaca
makalah ini setidaknya dapat mengetahui tentang tata cara pelaksanaan pajak yang berlaku
di Indonesia dan lebih sadar akan kewajiban sebagai warga Negara yang baik

iv | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN

A.  KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN


Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang “Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan” adalah UU No. 6 tahun 1983, sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 9 tahun 1994, dengan UU No. 16 tahun 2000, terakhir dengan UU No. 28
tahun 2007. Undang-undang tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan” 
dilandasi falsafah Pancasila dan UUD 1945. UU No. 28 tahun 2007 pada dasarnya
mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak, wewenang dan kewajiban aparat pemungut
pajak, serta sanksi perpajakan.
Sistem perpajakan yang dianut di Indonesia adalah self assesment, yaitu Wajib
Pajak diberikan kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung pajak yang terutang,
menyetornya, serta melaporkan penghitungan dan penyetoran pajak tersebut, sedangkan
fungsi Direktorat Jenderal pajak adalah melakukan pengawasan atas sistem self assesment
tersebut agar Wajib Pajak melaksanakannya sesuai dengan ketentuan undang-undang
perpajakan. Penghitungan pajak yang terutang diatur dalam undang-undang material
perpajakan sebagaimana tersebut dalam UU PPh dan UU PPN. Sementara itu pendaftaran,
penyetoran, dan pelaporan pajak, serta wewenang Direktorat Jenderal pajak diatur dalam
undang-undang formal perpajakan sebagaimana tercantum dalam UU No. 6 Tahun 1983
sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP), yang mengatur tentang hak dan
kewajiban Wajib Pajak serta wewenang Direktorat Jenderal Pajak, termasuk sanksi
perpajakan apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan

B. NOMOR POKOK WAJIB PAJAK


NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang diberikan oleh direktur
jendral pajak kepada wajib pajak sebagai suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakanya . Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya
diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga
dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan
administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib
Pajak diwajibkan mencantumkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yang dimilikinya.
Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok
Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. 

C. SURAT PEMBERITAHUAN

v|Page
a. Pengertian Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan yaitu surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. KUP:pasal 1, angka 11.

b. Fungsi SPT
1) Fungsi SPT bagi wajib pajak PPh:
a) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan
jumlah pajak yang sebenarnya terutang;
b) Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang  telah dilakukan
sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pajak lain dalam satu
tahun pajak;
c) Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang  telah dilakukan
sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pajak lain dalam satu
tahun pajak;
2) Fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut pajak :
Sabagai sarana untuk malaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang
dipotong atau dipungut dan disetorkannya
3) Fungsi SPT bagi pengusaha kena pajak
a) Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan
jumlah PPN dan PPn-BM yang seharusnya terutang;
b) Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak
yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
c) Untuk melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
c. Kewajiban terhadap SPT
 Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap,
dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor
Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau
tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak. KUP : Pasal 3 ayat (1)
 Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
 Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas
Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati
15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
 Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT
Tahunan paling lambat sebelum SPT disampaikan.
 Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan
Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan.
d. Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak

vi | P a g e
Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2%
(dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Wajib
Pajak yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali
tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
200% dari pajak yang kurang dibayar.

D. TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK


Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya harus sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri
penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
a. Kewajiban Membayar Pajak
Mekanisme Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak dapat dijelaskan sebagai berikut:
I. Membayar sendiri pajak yang terutang:
 Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran.
Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak
yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur
pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran
pajak tersebut setiap bulan.
Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha
dan pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu:
 Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu (OPPT).
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir
maupun eceran dan usaha penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih
tempat usaha termasuk yang memiliki tempat usaha yang berbeda dengan
tempat tinggal.
Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak OPPT : 0,75% x jumlah peredaran usaha
(omset) setiap bulan dari masing-masing tempat usaha
 Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha
Tertentu (OPSPT).
Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak OPSPT : Penghasilan Kena Pajak
x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan.
Tarif Pasal 17 ayat (1) a UU PPh adalah :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak    Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,-    5%
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,-    15%
di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-    25%
di atas Rp 500.000.000,-    30%
 Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang terutang
diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif PPh yang diatur di
vii | P a g e
Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pasal 17 ayat
(1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%.
Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran bruto setahun sampai dengan Rp
50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari
tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang dikenakan atas
penghasilan kena pajak dari peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-
 Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4
(2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini adalah:
 Pemberi penghasilan;
 Pemberi kerja; atau
 Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
 Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan
lebih lanjut pada bagian Pemotongan/Pemungutan (butir 2).
 Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak
yang ditunjuk pemerintah.
 Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau
nilai lainnya.
 Pembayaran Pajak-pajak lainnya:
 Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT).
 Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat
dilakukan dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel
atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin
teraan.
 Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah (kuitansi)
di atas Rp 250.000,- sampai dengan Rp1.00.000,- adalah Rp3.000,-.
b. Pemotongan / Pemungutan Pajak
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang
dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak
pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah pihak yang ditunjuk
berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang
ditunjuk tersebut adalah badan Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya. Untuk subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai
pemotong/pemungutan pajak.
Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal
23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan PPn BM. Penjelasan
lebih lanjut dari masing-masing pajak tersebut adalah sebagai berikut:
 PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi
penghasilan kepada oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan.
Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan
pemberi kerja. Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai
viii | P a g e
pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya
maupun yang bukan karyawannya. Wajib Pajak perseorangan dapat juga ditunjuk
sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat
Wajib Pajak terdaftar. Selain diwajibkan memotong PPh Pasal 21, Wajib Pajak
perseorangan bisa juga dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang
diterimanya.
 PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak tertentu yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan
barang (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan
pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu serta
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungutan PPh Pasal 22 ini antara lain adalah:
 Pemungutan PPh atas pembelian barang oleh instansi Pemerintah;
 Pemungutan PPh atas kegiatan impor barang;
 Pemungutan PPh atas produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja,
kertas, rokok, dan otomotif;
 Pemungutan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor
oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, perkebunan,
pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul;
 Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah
Wajib Pajak dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga
sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 22.
 PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi
penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty,
sewa, dan jasa kepada WP badan dalam negeri, dan BUT.
Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 23 atas jasa tertentu
(jasa service mesin atau komputer) yang pemotongannya dilakukan oleh Wajib
Pajak berbentuk badan
 PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi
penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa deviden, bunga, royalty,
hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP luar negeri.
Contohnya adalah pemotongan dan penghitungan PPh Pasal 26 atas penghasilan
tertentu (royalty) yang dilakukan oleh Wajib Pajak berbentuk badan.
 PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
Pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan
dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan,
jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya.
Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak
pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan,
penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam
penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.

ix | P a g e
 PPh Pasal 15 adalah pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak
pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma
penghitungan khusus.
 PPN dan PPnBM adalah pemungutan PPN dan PPnBM oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP) atau Pemungutan yang ditunjuk (misalnya Bendahara Pemerintah)
atas pengkonsumsian barang dan/atau jasa kena pajak.

c. Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak


Wajib Pajak wajib membayar atau menyetora pajak yang terhutang dengan
mengguanakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang
diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. KUP : Pasal 10 ayat (1)
Tempat pembayaran tersebut adalah:
a) Bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jendral anggaran;
b) Kantor pos.
Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh Undang-Undang Perpajakan
untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
2% dan kenaikan 100%.
 Batas Waktu Pembayaran
Batas waktu pembayaran atau penyetoran diatur sebagai berikut :
 Batas Waktu Pembayaran Masa:
No.    Jenis Pajak    Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran
1) PPh pasal 21    Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah
masa pajak berakhir
2) PPh pasal 21-impor    Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan
dengan pembayaran Bea Masuk.  Apabila Bea Masuk dibebaskan atau
ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokuman impor
3) PPh pasal 22-Direktorat Jendral Bea dan Cukai    1 (satu) hari setelah
pemungutan pajak dilakukan
4) PPh pasal 22- Bendaharawan Pemerintah    Pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran
5) PPh pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina    Dilunasi sendiri oleh wajib
pajak sebelum Suart Pemerintah Pengeluaran Barang (deliveryn order)
ditebus
6) PPh pasal 22 yang dipungut oleh badan tertentu    Paling lambat tanbggal
10 bulan takwim berikutnya
7) PPh pasal 23 dan 26    Paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya
setelah bulan saat terutangnya pajak
8) PPh pasal 25    Paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah
bulan saat terutangnya pajak
9) PPN dan PPn-Bm    Paling lambat tanggal 15 bulan takwim
berikutnyasetelah masa pajak berakhir

x|Page
10) PPN dan PPn-Bm impor    Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak
bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk.  Apabila Bea Masuk
dibebaskan atau ditunda, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokuman
impor
11) PPN dan PPn-Bm Direktorat Jendral Bea dan Cukai    1 (satu) hari setelah
pemungutan pajak dilakukan
12) PPN dan PPn-Bm Bendaharawan    Paling lambat tanggal 7 bulan takwim
berikutnyasetelah masa pajak berakhir

E. SURAT KETETAPAN PAJAK ( SKP ) 


Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (skp) hanya terbatas kepada WP tertentu
yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data
fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.
Fungsi Surat Ketetapan Pajak Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :
a. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau
berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban
materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar
e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
Jenis-Jenis Ketetapan Pajak
a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus
dibayar.
b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan
sebelumnya.
c) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih
besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
d) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak
terutang dan tidak ada kredit pajak.
e) Surat Tagihan Pajak (STP) Adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan dalam hal :  
- Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
- Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis
dan    atau salah hitung;
- WP dikenakan sanksi administrasi denda dan/atau bunga;
- Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undangundang PPN, tetapi tidak
melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

xi | P a g e
- Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat
Faktur    Pajak,
- Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak
tetapi tidak tepat waktu atau tidak  mengisi selengkapnya Faktur Pajak. Surat
Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan
pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.
- Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak dikeani sanksi.
- Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian
pajak  masukan diwajibkan membayar kembali.

F. PENAGIHAN PAJAK
Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya, Direktorat
Jenderal Pajak akan melakukan penagihan pajak. Tindakan ini dilakukan Apabila Wajib
Pajak tidak membayar pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan
dalam Surat Tagihan Pajak(STP), atau Surat Ketetapan Pajak (skp), Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, maka DJP dapat melakukan
tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan Surat Teguran dan dilanjutkan
dengan Surat Paksa. Dalam hal WP tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat
dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta WP yang disita tersebut untuk melunasi
pajak yang tidak/belum dibayar.
Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut:
1. Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo
pembayaran Wajib Pajak tidak membayar hutang pajaknya.
2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran
apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi hutang pajaknya.
3. Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan.
4. Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang.
Sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah
penyitaan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pencegahan dan
penyanderaan terhadap Wajib Pajak/penanggung pajak yang tidak kooperatifdalam
membayar hutang pajaknya.

G. KEBERATAN DAN BANDING


Keberatan yaitu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas
suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh
pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.
1. Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar  (SKPKB);
b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
c) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);

xii | P a g e
d) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e) Pemotongan atau Pemungutan  oleh  pihak ketiga.
2. Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP
terdaftar, dengan syarat:
a) Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
b) Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong
atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-
alasan yang jelas.

c) Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak.
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan
penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan
Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.
3. Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB,
SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan 
oleh pihak ketiga.
a) Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3
(tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak
dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan
diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
b) Untuk surat keberatan  yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos
tercatat),  jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT,
SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga
sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
4. Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding
Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan,
WP dapat mengajukan banding. kepada badan peradilan pajak, dengan syarat:
a. Tertulis dalam bahasa Indonesia.
b. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
c. Alasan yang jelas.
d. Dilampiri  salinan  Surat Keputusan atas keberatan.
Pengajuan permohonan Banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.
Putusan badan peradilan pajak bukan  merupakan keputusan  Tata Usaha Negara.
5. Imbalan Bunga
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau
seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan
SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan, paling lama  24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak

xiii | P a g e
tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau
Putusan Banding.
6. Gugatan
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada bpp
terhadap :
a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang;
b. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang
ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;
c. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang
berkaitan dengan STP;
d. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP; 

Jangka Waktu Pengajuan Gugatan


a. Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat
Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
b. Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal
diterima Keputusan yang digugat.

H. PEMBUKUAN DAN PENCATATAN


Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi
untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak
dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
a. Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan
1. Wajib Pajak (WP) Badan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas,
kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun
kurang dari Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah)
b. Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat
milyar delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat
memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama
dari tahun pajak yang bersangkutan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.
c. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan

xiv | P a g e
1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan
atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa
asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat
dihitung besarnya pajak yang terutang.

d. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan


1. Pencatatan harus menggambarkan antara lain :
a) Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang
diterima dan/atau diperoleh;
b) Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan
pajaknya bersifat final.
2. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha,
pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha
dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.
3. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus
menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
e. Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
Tujuannya adalah untuk mempermudah:
1. Pengisian SPT;
2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
3. Penghitungan PPN dan PPnBM;
4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil
kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
f. Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau secara program on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di
Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di
tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Perubahan Tahun Buku Dan Metode Pembukuan
Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan
dari Direktur Jenderal Pajak.

I. PEMERIKSAAN
Direktorat pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajaan wajib Pajak dan ujuan antara lain:
1. Pemberian nomr Pokok Wajib Pajak

xv | P a g e
2. Penghapusan nomr Pokok Wajib Pajak
3. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
4. Wajib pajak mengajukan keberatan
5. Pengumpulan bahan guna penyususnan Norma Penghitungan Penghaskan Netto
6. Pencocokan data atau alat ketetrangan
7. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
8. Pemenuhan permintaan informasi dari Negara mitra perjanjian penghindaran pajak
Berganda
Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di
atas dapat dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan
Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang
menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat
panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil
Pemeriksaan. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak
tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

J. PENYIDIKAN DAN SANKSI


Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk Mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
imembuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya. Penyidikan tindak pidana dibidang  perpajakan hanya dapat dilakukan oleh
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Direktoral Jendral Pajak yang diberi
wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana dibidang perpajakan.
Tindak pidana dibidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang
dilakukan oleh wajib pajak. Kealpaan adalah Wajik Pajak Alpa tidak menyampaiakn SPT
atau menyampaiakn SPT tetapi isinya tidak benar atatu tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan Negara. Kealpaan dapat diartikan tidak sengaja lalai tidak hati-hati atau kurang
menindahkan kewajibanya . Kriteria kesengajaan adalah :
1. Tidak mendaftarkan diri atau penyalahgunaan NPWP atau NPPKP
2. Tidak menyampaikan SPT
3. Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidk lengkap
4. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan
5. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu
6. Tidak menyelenggaraka pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak
meminjamkan buku catatan atau dokumen lainya atau
7. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara.
Sanksi Perpajakan
1. Sanksi Administrasi : Pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa
bunga dan kenaikan. Seperti Bunga 2% per tahun, Denda administrasi dsb.

xvi | P a g e
2. Sanksi Pidana : Siksaan/Penderitaan merupakan suatu alat terakhir atau benteng
hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Seperti denda pidana,
kurungan, dan penjara.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak,
maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak
terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Berdasarkan pemeriksaan, jenis-
jenis ketetapan yag dikeluarkan adalah: Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat
diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi
dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.Sanksi administrasi sehubungan dengan surat
ketetapan pajak dan surat taguhan pajak berdasrakan UU No 28 tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.

K. PAJAK PENGHASILAN
Pajak Penghasilan atau yang biasa juga disebut dengan PPh 25 merupakan pajak
yang dikenakan untuk orang pribadi, perusahaan, atau badan hukum lain atas penghasilan
yang didapat. Peraturan pajak penghasilan ini sesuai dengan peraturan Undang Undang
nomor 7 tahun 1983. Selanjutnya UU tersebut mengalami perubahan berturut-turut.
Perubahan yang terjadi mulai dari UU Nomor 7 & Tahun 1991, UU Nomor 10 &
Tahun 1994, UU Nomor 17 & Tahun 2000, serta terakhir UU Nomor 36 Tahun 2008.
Sebelum memahami tentang pengertian Pajak Penghasilan dan Cara Menghitungnya, ada
baiknya untuk mengetahui komponen-komponen pajak, seperti:
a. Subjek Pajak
Subjek pajak merupakan badan atau pribadi yang diwajibkan membayar pajak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang termasuk ke dalam subjek
pajak adalah:
- Subjek pajak pribadi. Merupakan orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia, Orang pribadi yang berada di wilayah Indonesia lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak
berada di Indonesia, dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
- Subjek pajak harta warisan belum dibagi. Merupakan warisan dari seseorang yang
sudah meninggal dan belum dibagikan tetapi menghasilkan pendapatan. Maka
pendapatan tersebut dikenakan pajak penghasilan.
- Subjek pajak badan. Merupakan badan yang didirikan atau berkedudukan di
Indonesia. Kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah
daerah.
4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

xvii | P a g e
5. Bentuk usaha tetap (BUT). Merupakan bentuk usaha yang digunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di wilayah Indonesia atau berada di
indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan
yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan
di Indonesia.
b. Bukan Subjek Pajak
Selain subjek pajak, ada juga yang disebut dengan bukan subjek pajak. Mereka adalah
yang tidak wajib membayarkan pajak penghasilan. Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun
2000, yang merupakan bukan subjek pajak adalah:
- Badan Perwakilan Negara Asing yang berada di Indonesia.
- Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia (WNI) dan
negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
- Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan
dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut
tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
- Pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak memperoleh penghasilan
dari Indonesia.
c. Objek Pajak
Objek pajak penghasilan adalah sumber penghasilan yang dikenakan pajak. Objek
pajak bisa berasal dari mana saja. Bisa berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri.
Objek pajak dikenakan sebanyak sekali dalam satu tahun. Terdapat beberapa kategori
objek PPh, diantaranya adalah:
- Penggantian atau imbalan. Objek pajak ini berkaitan dengan pekerjaan atau upah
yang diterima oleh pekerja. Termasuk juga di dalamnya adalh gaji, tunjangan,
komisi, bonus, gratifikasi, dan imbalan dalam bentuk lainnya. 
- Hadiah. Bisa berasal dari undian, pekerjaan, kegiatan, dan juga pendapatan yang
diterima.
- Laba usaha. Laba yang didapat dari usaha. Perhitungan laba biasanya setelah satu
periode penuh dalam akuntansi bisnis perusahaan.
- Keuntungan penjualan atau pengalihan harta. Termasuk di dalamnya adalah
keuntungan pengalihan harta pada perseroan, pemegang saham, keuntungan
karena likuidasi, hibah, dan juga keuntungan atas pengalihan hak penambangan.
- Penerimaan kembali pembayaran pajak.
- Bunga.
- Deviden perusahaan.
- Royalti. 
- Sewa dan penghasilan lain yang berhubungan dengan harta.
- Penerimaan pembayaran berkala.
- Keuntungan karena pembebasan utang.
- Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
- Selisih lebih karena penilaian aktiva.

xviii | P a g e
- Premi asuransi.
- Iuran dari suatu anggota perkumpulan yang anggotanya merupakan wajib pajak
dan menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
- Tambahan kekayaan yang berasal dari penghasilan belum kena pajak.
- Penghasilan dari usaha yang berbasis industri.
- Imbalan bunga.
- Surplus Bank Indonesia.

L. CARA MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN


Ada beberapa jenis PPh di Indonesia. Masing-masing jenis PPh memiliki tarif yang
berbeda satu sama lain. Berikut ini adalah tarif dari PPh21 yang sesuai dengan peraturan
yang berlaku:
a. Tarif PPh 21
Pajak Penghasilan 21 atau PPh 21 merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain yang
diterima oleh pegawai, bukan pegawai, mantan pegawai, penerima pesangon dan lain
sebagainya.
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
32/PJ/2015, tarif pajak PPh21 dibagi menjadi yang memiliki NPWP dan yang tidak
memiliki NPWP.
b. Tarif PPh21 yang memiliki NPWP:
- 5% untuk penghasilan sampai dengan Rp50.000.000 per tahun.
- 15% untuk penghasilan Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 per tahun.
- 25% untuk penghasilan Rp 250.000.000 sampai Rp500.000.000 per tahun.
- 30% untuk penghasilan di atas Rp500.000.000 per tahun.
- Untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak),
dikenakan tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP
c. Tarif PPh21 yang tidak memiliki NPWP:
- Jumlah PPh21 yang harus dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah PPh21 yang
seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.
- Ketentuan di atas diterapkan untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak
final.
- Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima
penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun kalender yang
bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak
Desember, selisih pengenaan tarif sebesar 20% lebih tinggi tersebut
diperhitungkan untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP.

Cara Menghitung PPh

xix | P a g e
Hitung Penghasilan Bersih Selama Setahun
Pajak dikenakan pada penghasilan bersih yang diterima dalam satu tahun. Sebelum
menghitung pajak, perlu diketahui terlebih dulu jumlah penghasilan bersih yang diterima
dari pekerjaannya selama setahun.
Besaran penghasilan bukan hanya gaji/honor saja, namun termasuk tunjangan-tunjangan
yang diterima. Semua penghasilan seorang pegawai dalam setahun disebut penghasilan
kotor.
Untuk menghitung PPh, perlu ditemukan penghasilan bersih. Penghasilan bersih dihitung
dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan. Di dalamnya termasuk biaya pensiun, hutang, dan kredit bank. Selengkapnya
lihat pada Pasal 6 UU No. 36 Tahun 2008.

Hitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


Setelah menghitung penghasilan bersih, maka perlu diketahui PTKP orang tersebut. PTKP
digunakan untuk mencari Penghasilan Kena Pajak (PKP). PTKP telah ditentukan
dalam Peraturan Dirjen Pajak.
Jumlah PTKP seseorang dengan yang lain berbeda, jumlah anggota keluarga yang menjadi
tanggungan. Besaran PTKP per tahun yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak adalah sebagai
berikut:
 Rp54.000.000 untuk pribadi wajib pajak
 Rp4.500.000 tambahan untuk wajib pajak kawin
 Rp4.500.000 tambahan untuk anak/anggota keluarga lain yang menjadi
tanggungan. Setiap kepala keluarga hanya bisa mendaftarkan 3 orang tambahan
pada kategori ini

Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)


Setelah mengetahui PTKP, maka sekarang perlu untuk mengetahui PKP. PKP adalah
nominal yang akan dimasukkan ke dalam hitungan PPh. PKP diperoleh dengan melakukan
pengurangan antara penghasilan bersih dengan PTKP.
Skema Penghitungan PPh
1. Setelah PKP diketahui, kemudian tentukan persentase PPh yang diterapkan. Berikut
tetapannya:
 PKP kurang dari Rp50.000.000 dikenai tarif pajak sebesar 5 persen
 PKP antara Rp50.000.000 -- Rp250.000.000 dikenai tarif pajak sebesar 15 persen
 PKP antara Rp250.000.000 -- Rp500.000.000 dikenai tarif pajak sebesar 25 persen
 PKP di atas Rp500.000.000 dikenai tarif pajak 50 persen
2. Kalikan antara PKP yang sudah diperoleh dengan persentase di atas. Hasil perkalian
tersebut adalah PPh yang wajib dibayarkan selama dalam periode satu tahun.

Untuk lebih mudah memahami langkah di atas, simak contoh simulasi pembayaran PPh
berikut:
Joko merupakan seorang kepala keluarga dengan satu anak. Ia bekerja di Dinas
Perhubungan sejak Januari tahun 2017. Penghasilan bruto yang terdiri dari gaji, tunjangan,

xx | P a g e
dan pembayaran lain adalah senilai Rp100.000.000. Joko membayar iuran pensiun dan
tunjangan hari tua senilai Rp2.000.000 setiap bulan. Berapakah PPh yang harus dibayar
oleh Joko?
1. Hitung penghasilan bersih (Penghasilan Bruto - beban tanggungan)
Rp100.000.000 - Rp2.000.000 = Rp98.000.000

2. Hitung PTKP (PTKP = Pribadi + Istri + Anak)


Rp54.000.000 + Rp4.500.000 + Rp4.500.000 = Rp63.000.000

3. Hitung PKP (PKP = Penghasilan bersih - PTKP)


Rp98.000.000 - Rp63.000.000 = Rp35.000.000

4. Hitung PPh (PKP x Persentase PPh)


- Karena PKP Joko kurang dari Rp50.000.000, maka pajak yang harus ia bayarkan
adalah 5 persen dari PKP-nya
- Rp35.000.000 x 5% = Rp1.750.000

5. Maka, PPh yang harus dibayarkan Joko selama setahun adalah sebesar Rp1.750.000.
Pajak penghasilan merupakan kewajiban bagi setiap warga negara. Pajak wajib dibayarkan
tepat waktu setiap tahunnya. Bila wajib pajak telat membayar pajak, maka akan diberikan
denda.

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007, setiap wajib pajak yang membayar pajak setelah
waktu yang ditentukan (terlambat), maka diberlakukan denda sebesar 2 persen per bulan
dari jumlah total PPh.

xxi | P a g e
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Perpajakan diatur dalam Undang-Undang;
2. Undang-Undang perpajakan dapat mengalami perubahan sehingga dapat
meminbulkan munculnya isitlah-istilah baru;
3. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sangat diperlukan karena dapat digunakan sebagai
identitas Pengusaha Kena Pajak itu sensiri sdan sebagai sarana pengawasan dalam
melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPn-BM;
4. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas
negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan
5. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan
6. Hak-hak Wajib Pajak antara lain:
7. Hak Memperpanjang Jangka Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
8. Hak Membetulkan Surat Pemberitahuan
9. Hak Mengangsur Atau Menunda Pembayaran Pajak
10. Hak Memohon Restitusi
11. Hak Memohon Pembetulan Surat Tagihan Pajak/Surat Ketetapan Pajak Yang Salah
12. Hak Mengajukan Keberatan
13. Hak Mengajukan Banding
14. Wewenang dan Kewajiban Aparat Perpajakan antara lain:
15. Wewenang Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
16. Wewenang Menerbitkan Surat Tagihan Pajak
17. Wewenang Melakukan Penagihan Pajak
18. Wewenang Melakukan Pemeriksaan
19. Wewenang Melakukan Penyelidikan

xxii | P a g e
20. Wewenang Melakukan Penyegelan
21. Wewenang Mengurangkan Atau Menghapuskan Sanksi Administrasi.
22. Kewajiban Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
23. Kewajiban Memberikan Keputusan
24. Kewajiban Memberikan Keterangan
25. Kewajiban Menjaga Kerahasiaan Data

B. SARAN
Setelah mempelajari makalah ini hendaklah kita sadar akan kewajiban kita untuk
membayar pajak, agar pembangunan di segala sektor yang ada di Negara kita ini  dapat
berjalan dengan lancar sehingga bias dinikmati oleh seluruh masayarakat Indonesia.

xxiii | P a g e

Anda mungkin juga menyukai