DKI JAKARTA
Disusun Oleh :
030.11.112
Pembimbing:
JAKARTA, 2017
Jakarta Barat, DKI Jakarta
1. Letak Geografis
Secara geografis Jakarta Barat terletak diantara 106 2242 106 5818 Bujur
Timur dan 5 1912 6 2354 Lintang selatan. Luas wilayah Jakarta Barat
mencapai 129.54 km2. Disebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Larangan dan
Kecamatan Pesanggrahan, barat berbatasan dengan Kecamatan Karang Tengah, timur
berbatasan dengan Kecamatan Kebon Jeruk dan di sebelah utara berbatasan dengan
Kecamatan Cengkareng.
1
2. Iklim
Keadaan iklim Jakarta Barat termasuk iklim tropis, terdapat curah hujan yang
signifikan di sebagian besar bulan dalam setahun. Musim kemarau singkat sedikit
pengaruh pada iklim secara menyeluruh. Temperatur udara rata-rata 27C dengan
rata-rata curah hujan 350 mm. curah hujan di wilayah Jakarta pada umumnya bertipe
nonsunal dengan satu puncak pada bulan November hingga Maret yang dipengaruhi
oleh monsoon barat laut yang basah dan satu palung pada bulan Mei hingga
September yang dipengaruhi oleh monsoon tenggara yang kering.
3 . Pembagian Wilayah
Ketinggian daerah
Jakarta terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian rat-rata 7 meter diatas
permukaan laut.
1. Hazard
Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata dibawah
permukaan airlaut. DKI Jakarta merupakan pertemuan sungai dari bagian Selatan dengan
kemiringan dan curah hujan yang tinggi. Terdepat 13 sungai yang melewati dan bermuara ke
Teluk Jakarta. Secara alamiah, kondisi ini memposisikan wilayah DKI Jakarta memiliki
kerawanan yang tinggi terhadap banjir.
2. Vulnerability
2
Kerentanan adalah keadaan atau suatu sifat atau perilaku manusia yang menyebabkan
ketidakmampuan untuk menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan di Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat diantaranya adalah :
a. Kerentanan Fisik :
Pertumbuhan permukiman dan perkotaan yang tak terkendali disepanjang dan
disekitar daerah aliran sungai, tidak berfungsinya kanal-kanal dan tiadanya sistem
drainase yang memadai mengakibatkan semakin terhambatnya aliran air ke laut yang
mengakibatkan Jakarta dan kawasan di sepanjang daerah aliran sungai menjadi sangat
rentan terhadap banjir. Terjadinya banjir di Jakarta pada dasarnya disebabkan oleh
sulitnya pemeliharan sungai karena sebagian bantaran sungai telah digunakan sebagai
pemukiman, pola pengelolaan sampah yang buruk dan kurangnya kesadaran
masyarakat dalam kebersihan lingkungan.
b. Kerentanan Sosial :
Jumlah penduduk Kecamatan Kembangan mencapai 300,000 jiwa, dan merupakan
wilayah terpadat di Provinsi DKI Jakarta dengan kepadatan penduduknya 19.020
jiwa/km2. Tingkat pendidikan penduduk penduduk DKI Jakarta umumnya SLTA
sebanyak 26.4 % dan hanya 13,55 % yang merupakan lulusan Perguruan Tinggi. Hal
tersebut tentunya mempengaruhi kualitas tenaga kerja dan ekonomi di Jakarta.
c. Kerentanan Ekonomi :
Secara ekonomi, masyarakat di DKI Jakarta memiliki ekonomi menengah ke atas
dengan tingkat kesejahteraan yang baik. Hal tersebut meningkatkan kerentanan,
karena penduduk dengan ekonomi menengah ke bawah memiliki kemungkinan untuk
membuat pemukiman di daerah bantaran sungai. Pada tahun 2014, terjadi
pengingkatan angka kemiskinan sebesar 0,17 poin dari tahun lalu menjadi 3.92%.
d. Kerentanan Lingkungan :
Kota Jakarta berada dalam daerah kota delta sehingga pengaruh utama tantangan dan
kendala daerah delta melalui pengelolaan tata air, analisa resiko bencana dan
perbaikan ekosistem menjadi perhatian utama dalam penataan ruang. Curah hujan
yang tinggi serta naiknya permukaan air laut dan sungai yang dipengaruhi oleh
pemanasan global dan kondisi geografis 40% wilayah DKI Jakarta lebih rendah dari
permukaan laut.
3
3. Capacity
Kapasitas yang dimiliki Jakarta Barat adalah tingkat gotongroyong masyarakat
tinggi dalam menghadapi bencana serta pemahaman masyarakat tentang bagaimana
mengatasi suatu bencana yang umum terjadi di daerahnya seperti banjir. Berikut merupakan
daftar rumah sakit dan puskesmas yang terdapat di Jakarta Barat:
4
13 Kel. Kapuk Jl. Kapuk Raya
Kel. Kedaung Kali
14 Komp. Departemen Agama
Angke
15 Kec. Pal Merah Jl. Pal Merah barat 120
16 Kel. Jati Pulo Jl. Semangka II 006/007
17 Kel. Kota Bambu Selatan Jl. K.S. Tubun I / 27
18 Kel. Kota Bambu Utara Jl. Pondok Bandung 005/005
19 Kel. Slipi Jl. Petamburan III 013/001
20 Kel. Kemanggisan Jl. Anggrek Garuda Blok D IV
21 Kec. Taman Sari Jl. Madu No.10
22 Kel. Mangga Besar Jl. Blustru No.116
23 Kel. Keagungan Jl. Ketentraman No.1
24 Kel. Krukut Jl. Ketapanga Utara VII RT 13/04
25 Kel. Maphar Jl. Kebon Jeruk I 007/005
26 Kel. Taman Sari Jl. Mangga Besar IV 011/005
27 Kec. Tambora Jl. Kali Cibubur No.4
28 Kel. Roa Malaka Jl. Tiang Bendera Selatan 07/03
29 Kel. Tambora Jl. Tambora Dalam Mesjid
30 Kel. Angke Jl. H. Zamhar I No.10
31 Kec. Kebon Jeruk Jl. Raya Kebon Jeruk No.2
32 Kel. Kedoya Selatan Jl. Raya Kedoya No.47
33 Kel. Kebon Jeruk Jl. Karael Raya 002/004
34 Kec. Kembangan Jl. Raya Meruya Utara 004/004
35 Kel. Kembangan Utara Jl. Raya Kembangan 008/002
36 Kel. Meruya Selatan II Jl. Raya Meruya Selatan 007/004
37 Kel. Joglo Jl. Komp. Perusahaan DKI
38 Kel. Srengseng Jl. Raya Srengseng 001/002
5
Gambar 3. Siklus Bencana
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:
1. Penyebarluasan peraturan perundang-undangan atau informasi dari pemerintah yang
berkaitan dengan pencegahan banjir
6
2. Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pencegahan banjir
3. Mengembangkan radio komunitas untuk penyebarluasan informasi
4. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
5. Pemindahan penduduk dari daerah rawan bencana ke daerah yang lebih aman.
6. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
7. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi
bencana.
8. Membangun sarana pengelolaan sampah dan upaya pencegahan pembuangan sampah
pada badan perairan dengan cara memfasilitasi tempat sampah yang memadai
disekitar area perairan.
9. Membangun sistem pengelolaan sampah pada selokan dan got seperti incinerator
untuk mencegah terjadinya hambatan pada saluran air.
10. Perencanaan supply logistik bagi korban bencana seperti air minum, roti, baju, selimut
dan obat obatan.
11. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, sumur
resapan, reboisasi.
Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi,
tindakan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
2. Pelatihan teknis bagi setiap sektor penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan,
prasarana dan pekerjaan umum).
3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung
tugas kebencanaan.
6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini
7. Puskesmas melakukan fase kesiapsiagaan seperti :
a. Revitalisasi sarana dan pra sarana PPPK
b. Menyiagakan Brigada Siaga Bencana (BSB)
7
c. Melaksanakan pendelegasian tugas dengan membentuk Gugus Tugas untuk
menempati pos tertentu yang sudah ditentukan melalui kesepakatan rapat evaluasi
bencana.
Fase Rekonstruksi :
8
1. Inventarisasi dan dokumentasi kerusakan sarana dan prasarana serta perkiraan
kerugian yang ditimbulkan
2. Merencanakan dan melaksanakan program pemulihan, berupa pembangunan baru
atau memperbaiki sarana dan prasarana yang rusak
9
Penyediaan tablet penambah darah dan vitamin A bagi ibu hamil dan ibu
menyusui
Penyediaan alat kontrasepsi dan pembalut wanita,
Penyediaan plastik tempat sampah,
Penyuluhan kesehatan, dan lain-lain.
8. Puskesmas menentukan triase untuk perawatan korban bencana: Digunakan kartu
merah, kuning, hijau, dan hitam untuk mengklasifikasikan korban.
a. Kartu merah
Korban yang mengalami syok oleh berbagai kausa, gangguan pernapasan, trauma
kepala dengan pupil anisokor, dan perdarahan eksternal yang masif. Perawatan
lapangan intensif ditujukan pada korban yang mempunyai kemungkinan hidup
lebih besar, sehingga setelah perawatan di lapangan penderita lebih dapat
mentoleransi transfer ke rumah sakit.
b. Kartu kuning
Penanda korban yang memerlukan pengawasan, sebagai tanda bagi korban yang
membutuhkan stabilisasi segera dan korban dengan status yang tidak jelas.
Korban dengan kartu kuning harus diberikan infus, pengawasan ketat, terhadap
kemungkinan timbulnya komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera mungkin.
c. Kartu hijau
Merupakan penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau
pemberian pengobatan dapat ditunda.
d. Kartu hitam
Penanda korban yang telah meninggal dunia.
10