Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan peran yang sangat penting dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara. Hal ini merupakan suatu upaya untuk menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas sehingga menjadi modal utama dalam
pembangunan bangsa. Disisi lain harus diakui bahwa kualitas pendidikan
mempengaruhi secara integral pertumbuhan ekonomi suatu negara, karena
pendidikan yang memadai mampu menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas sehingga cepat tanggap serta memiliki kesiapan dalam menghadapi
perubahan dan pembangunan negara.1 Bahkan pendidikan menjadi salah satu
indikator yang sangat penting keterkaitannya dengan pembangunan suatu negara.
Bahkan banyak negara yang mengalokasikan nilai ekonomi yang besar untuk
mendukung program-program pendidikan dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan sehingga berbanding lurus dengan peningkatan kualitas sumber
daya manusia.

Walau diakui bahwa pendidikan adalah domain penting bagi suatu negara,
namun tidak semua negara memiliki kualitas pendidikan yang mumpuni, hal ini juga
dapat dilihat dari tingkat aksesibilitas masyarakat untuk menjangkau pendidikan di
negara tersebut. Permasalahan mengenai pendidikan di suatu negara tidak dapat
terlepas dari faktor ekonomi, yaitu kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Kedua hal
ini tergolong sebagai faktor utama yang menjadi penyebab munculnya
permasalahan pendidikan di suatu negara. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
pendidikan dan perekonomian merupakan dua hal yang saling mempengaruhi satu
sama lain. Pendidikan yang tidak berkualitas akan menyebabkan kemiskinan dan

1
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), 2016, “Organisasi Menteri Pendidikan Asia
Tenggara Siapkan Program Aksi Pendidikan”, diakses dari
http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/04/organisasi-menteri-pendidikan-asia-tenggara-siapkan-
program-aksi-pendidikan, pada 7 Juni 2023
keterpurukan ekonomi, serta berlaku sebaliknya bahwa kemiskinan juga akan
mempengaruhi tingkat pendidikan setiap individu yang berakibat pada kebodohan.2

Berdasarkan data yang dirilis oleh World Population Review pada tahun 2021,
diketahui bahwa Amerika Serikat menempati peringkat pertama sebagai negara
dengan sistem pendidikan terbaik, diikuti dengan Britania Raya, Jerman, Kanada,
dan Prancis.3 Sedangkan di kawasan Asia Tenggara sendiri berdasarkan data yang
dirilis oleh ASEAN Skyline pada tahun 2020 menempatkan Singapura sebagai
negara di urutan pertama yang memiliki sistem kualitas pendidikan terbaik. 4
Indonesia sendiri hingga saat ini belum bisa dikatakan sebagai negara yang memiliki
sistem pendidikan yang baik, hal ini ditunjukkan dengan posisi Indonesia dalam
sistem pendidikan yang dirilis oleh Worldtop20.org ditempatkan diurutan ke 67,
berdampingan dengan posisi Albania dan Serbia.5 Permasalahan mengenai sistem
pendidikan di Indonesia juga tidak dapat dilepaskan dari permasalahan yang terjadi
pada isu pendidikan anak usia dini.

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang memiliki cukup banyak
jumlah PAUD. Hal ini menunjukkan bentuk antusiasme masyarakat dalam merespon
program pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap
pendidikan bagi anak usia dini, mengingat masih banyak anak-anak yang pada
masa usia dini yang belum memperoleh layanan Pendidikan Anak Usia Dini.
Gencarnya program pemerintah dalam mensosialisasikan penyelenggaraan PAUD
tentu saja harus juga diiringi dengan pemantauan yang serius, sehingga para
penyelenggara tidak hanya mendirikan PAUD karena didorong adanya proyek
perintisan pendirian PAUD saja, namun juga memahami mengenai pentingnya
menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas bagi anak usia dini. Walau demikian
kondisi ini tidak serta merta membuat sektor pendidikan anak usia dini di Indonesia
tidak terlepas dari masalah. Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

2
ASEAN, 2017, “About ASEAN,” diakses melalui http://asean.org/asean/about-asean/ pada 7 Juni
2023
3
World Population Review, 2023, “Education Rankings by Country 2023,” diakses melalui
https://worldpopulationreview.com/country-rankings/education-rankings-by-country pada 7 Juni 2023
4
ASEAN Skyline, 2020, “Best Countries for Education,” diakses melalui
https://www.facebook.com/ItsAseanSkylines/photos/a.1538443799785879/2459215017708748/?
type=3 pada 8 Juni 2023
5
Rasioo, 2023, “Kualitas Pendidikan Indonesia Rendah, Peringkat ke-67,” diakses melalui
https://rasioo.id/2023/04/02/kualitas-pendidikan-indonesia-rendah-peringkat-ke-67-dunia-di-2023/
#:~:text=Berdasarkan%20data%20yang%20dirilis%20Worldtop20,Serbia%20di%20peringkat%20ke
%2D68 pada 8 Juni 2023
(Kemendikbud), akses ke pusat-pusat Pengembangan Anak Usia Dini di Indonesia
hanya 34,19% (Pusat Data Pendidikan dan Statistik dan Kebudayaan, 2019). Data
tersebut juga mengungkapkan bahwa perbedaan geografis membuat beberapa anak
memiliki akses terbatas pada layanan Pengembangan Anak Usia Dini. Masalah
lainnya adalah tentang kualitas PAUD di Indonesia yang masih menggunakan
pendekatan teacher-centered yang lebih menekankan pada kegiatan akademik
seperti membaca dan menulis daripada bermain. Jika didasarkan pada fakta bahwa
pendidikan yang dilakukan pada anak usia dini pada hakikatnya adalah upaya
memfasilitasi perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada
pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Perkembangan anak usia dini
merupakan pening-katan kesadaran dan kemampuan anak untuk mengenal dirinya
dan berinteraksi dengan lingkungannya seiring dengan pertumbuhan fisik yang
dialaminya. Pendidikan bagi anak usia dini menjembatani agar proses
perkembangan anak tidak mengalami kendala atau hambatan pada masa
perkembangannya yang sangat diperlukan untuk modal berinteraksi dengan
lingkungannya. Dimana peningkatan kualitas sistem pendidikan dalam konteks
PAUD akan berjalan searah dengan peningkatan kualitas pendidikan pada tingkatan
yang lebih tinggi.

Oleh karena itu perhatian bagi penigkatan akses masyarakat terhadap


pendidikan anak usia dini harus dipikirkan secara serius, karena hal ini juga
menunjukkan bahwa perkembangan yang diperoleh pada masa usia dini sangat
mempengaruhi perkembangan anak pada tahap berikutnya dan dapat meningkatkan
produktivitas kerja di masa dewasa. Hal ii sejalan dengan pendapat Tedjasaputra
(2007) yang menyatakan bahwa pendidikan tidak bisa hanya berorientasi pada
kemampuan akademis, namun harus mampu bersifat menyeluruh dengan tidak
menitik-beratkan pada aspek-aspek tertentu, melainkan diarahkan pada
pelaksanaan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan dunia dan
menerapkan konsep belajar melalui bermain.

Agenda ini pun dianggap penting oleh forum internasional. Pada 25


September 2015, untuk pertama kalinya dalam sejarah, PBB menjadikan
perkembangan anak usia dini sebagai bagian dari tujuan pembangunan global
organisasi terbesar di dunia ini.6 Sebuah agenda 2030 yang kemudian diberi nama
Sustainable Development Goals (SDGs) ini dirancang untuk pembangunan
berkelanjutan dengan tiga tujuan rencana aksi—for people, planet, and prosperity.
SDGs merupakan buah dari pemikiran bahwa untuk menciptakan pembangunan
yang simultan antara pembangunan manusia, planet (bumi), dan kesejahteraan
perlu dimulai sejak manusia itu masih berusia dini. Perumusan mengenai agenda ini
tentunya didasarkan pada fakta bahwa kesehatan, proses pembelajaran, dan
perilaku seseorang itu sangat dipengaruhi oleh kondisinya saat masih berusia dini. 7
Pencantuman mengenai pengembangan anak usia dini ini terdapat dalam Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan 4 (SDGs poin keempat), yakni memastikan semua
orang mendapatkan akses pada pendidikan berkualitas dan kesempatan belajar
sepanjang hayat.8 Poin tersebut kemudian dispesifikasi dalam subpoin 4.2 yang
berbunyi:9 “Pada tahun 2030, menjamin semua anak perempuan dan laki-laki
mendapatkan akses terhadap perkembangan dan pengasuhan anak usia dini
pengasuhan dan pendidikan pra-Sekolah Dasar yang berkualitas sehingga mereka
siap untuk menempuh pendidikan dasar.”

Hal yang kemudian menjadi target dari pemokusan pada pengembangan


anak usia dini ini adalah adanya keterkaitan yang sangat erat antara upaya
pengembangan anak usia dini berkualitas dengan pencapaian SDGs. Upaya
pengembangan anak usia dini tidak hanya berefek pada transformasi individu saja
tetapi juga pada komunitas dan masyarakat.10 Jika setiap individu mendapatkan
penanganan berkualitas dalam masa perkembangan usia dininya, maka selain akan
membuat individu tersebut menjadi lebih baik juga dapat mentransformasi tatanan
komunitas dan masyarakat menuju ke arah pembangunan. Upaya pengembangan
anak usia dini ini bisa dikatakan sebagai kunci demi mencapai semua tujuan yang
tercantum dalam SDGs. Jika setiap anak usia dini berhasil mendapatkan layanan
perkembangan yang baik, maka bukan hal mustahil pada tahun 2030 dunia akan
menjadi seperti yang ditargetkan dalam SDGs.
6
United Nations, Transforming our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development, 2015;
diakses dari https://sustainabledevelopment.un.org/post2015/transformingourworld/publication;
diunduh pada 8 Juni 2023
7
ARNEC Connections: Working Together for Early Childhood. Special Edition: Noteworthy Early
Childhood Care and Development (ECCD) Practices 2010. Singapore: ARNEC, 2011b.
8
Bappenas&UNICEF, SDG Baseline Report, terdapat di
https://www.unicef.org/indonesia/id/SDG_Baseline_report.pdf; diunduh pada 8 Juni 2023
9
Ibid
10
ARNEC Connections, Op.cit
Gagasan mengenai pentingnya perhatian terhadap pengembangan anak usia
dini ini pun semakin mendapat dukungan dari berbagai institusi terlebih setelah
disahkannya agenda PBB di tahun 2030 tersebut. World Bank, Inter-American
Development Bank, dan Asian Development Bank saat ini sering menyoroti program
pengembangan anak usia dini dalam portofolio peminjaman. Selain itu, beberapa
badan PBB seperti UNICEF, UNESCO, UNDP, dan WHO sangat mendukung dalam
mewujudkan serta menjamin perkembangan anak usia dini berkualitas. Upaya yang
dilakukan oleh keempat badan PBB tersebut adalah mengembangkan pengukuran
hasil belajar, membuat panduan dan memonitor berjalannya program.11

Setelah PBB mengakui bahwa perkembangan anak usia dini ini merupakan
suatu hal yang sangat penting dan berkontribusi dalam upaya mewujudkan agenda
2030-nya, South East Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) yang
merupakan organisasi regional kawasan Asia Tenggara pun semakin terpacu untuk
lebih gencar lagi dalam mempromosikan pentingnya perhatian pada perkembangan
anak usia dini demi mewujudkan pembangunan, khususnya di kawasan Asia
Tenggara. Beberapa agenda demi mewujudkan pengembangan anak usia dini
berkualitas ini memang sudah dilakukan SEAMEO sebelum disahkannya agenda
global tersebut dan semakin gencar bahkan dijadikan sebagai salah satu agenda
prioritasnya setelah disahkannya SDGs.

Pembentukan Southeast Asian Ministers of Education Organization


(SEAMEO) sebagai sebuah organisasi regional antarpemerintah di kawasan Asia
Tenggara bertujuan untuk mempromosikan kerjasama dalam bidang pendidikan,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.12 Melalui pendidikan, diharapkan semua
masyarakat di kawasan ini dapat menciptakan kehidupan yang lebih berkualitas,
menjaga kelestarian budaya dan tradisi, mengembangkan teknologi informasi dan
komunikasi, mengentaskan kemiskinan serta mampu mengolah sumber daya alam
dengan baik. Agar berbagai tujuan tersebut dapat tercapai, SEAMEO selalu
membuat agenda prioritas yang tentunya disesuaikan dengan situasi regional dan
internasional. Agenda prioritas terbaru yang telah disepakati oleh para menteri
pendidikan Asia Tenggara ini adalah Seven Priority Areas yang berlaku dari tahun
2015 sampai 2035. Ada tujuh agenda yang sangat penting untuk diprioritaskan
11
Ibid
12
SEAMEO, What is SEAMEO, diakses dari http://www.seameo.org/SEAMEOWeb2/index.php?
option=com_content&view=article&id=90&Itemid=518; diunduh pada 8 Juni 2023
dalam menjalankan organisasi ini, yakni: pendidikan dan pengasuhan anak usia dini
(early childhood care and education/ECCE), penyebutan berbagai hambatan dalam
pencantuman (addressing barriers to inclusion), kegembiraan dalam menghadapi
keadaan darurat (resiliency in the face of emergencies), promosi pendidikan dan
pelatihan teknis serta kejuruan (promoting technical and vocational education and
training), revitalisasi pendidikan guru (revitalising teacher education), kepaduan
pendidikan tinggi dengan penelitian (harmonizing higher education and research),
dan adopsi kurikulum abad 21 (adopting a 21st century curriculum).

Proses aktualisasi dari penyadaran akan pentingnya pendidikan dan


pengasuhan anak usia dini ini tidak terjadi dengan instan, namun telah melalui
berbagai upaya perjuangan. Setelah Konferensi Dewan Southeast Asian Ministers
of Education Organization (SEAMEO) yang ke-45 ini terlaksana, UNESCO Asia dan
Pacific Regional Bureau for Education berkolaborasi dengan Sekretariat SEAMEO
untuk menganalisis kebijakan dan sistem untuk guru ECCE di Asia Tenggara. 13
Dalam hal ini, UNESCO mengajukan sebuah proyek berjudul “Early Childhood
Teacher Development in Southeast Asia”. Pengejawantahan dari proyek ini adalah
sebuah panduan untuk manajemen dan perkembangan guru ECCE di Asia
Tenggara yang diberi nama Southeast Asian Guidelines for Early Childhood
Teacher Development and Management dan berhasil dilakukan verifikasi berkas
pada Juli-September 2015. Beriringan dengan penyusunan panduan tersebut, pada
28 Agustus 2014, Komite Eksekutif SEAMEO mensahkan beberapa pesan kunci
(key massages) yang merupakan hasil dari kajian pendidikan yang dilakukan
Sekretariat SEAMEO untuk masa depan Asia Tenggara dengan menggunakan
pendekatan futuristic.

Terhadap apa yang dilakukan oleh SEAMEO untuk meningkatkan kualitas


Pendidikan Anak Usia Dini di Aisa Tenggara, menunjukkan bahwa ada kesadaran
dari tiap negara anggota ASEAN bahwa untuk memenuhi kebutuhan rakyat secara
khusus dalam akses pendidikan ini tidak terlepas dari bantuan asing, baik yang
berasal dari negara lain, maupun organisasi internasional. Ketidakmampuan negara
untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya menyebabkan negara perlu
mengadakan suatu kerjasama dengan pihak lain.
13
SEAMEO&UNESCO, Southeast Asian Guidelines for Early Childhood Teacher Development and
Management, (Bangkok: SEAMEO Secretariat&UNESCO Bangkok Office), 2016; diakses dari
http://unesdoc.unesco.org/images/0024/002443/244370e.pdf; pada 8 Juni 2023
Pendidikan merupakan sebuah bahasan yang menarik untuk dianalisis lebih
lanjut karena dapat menghasilkan sumber daya manuia yang berkualitas dan
mampu bersaing. Ditambah lagi kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu
kawasan yang sangat strategis, sehingga kualitas sumber daya manusia tentunya
lebih diutamakan karena persaingan antar negara yang semakin ketat. Oleh karena
itu adanya organisasi ASEAN dalam bidang pendidikan, pengetahuan, dan budaya
(SEAMEO) diharapkan dapat menunjukkan perannya dalam menciptakan sumber
daya manusia yang lebih terampil dan mampu bersaing.

1.1.1 Identifikasi Masalah

Berinvestasi dalam Pendidikan anak usia dini dapat menjadi cara yang ampuh
untuk mengurangi kesenjangan yang sering membuat anak - anak dengan status
sosial dan ekonomi yang rendah dirugikan namun malah sedikit anak yang
menghadiri program prasekolah. Studi menunjukkan bahwa pengembalian investasi
semacam itu paling tinggi di antara anak - anak miskin yang program - program ini
dapat berfungsi sebagai batu loncatan keluar dari kemiskinan atau pengucilan
(Octarra, 2018). Adanya organisasi yang berkaitan dengan kerjasama dalam bidang
pendidikan ilmu pengetahuan dan budaya atau dikenal dengan SEAMEO tentunya
dapat menciptakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas sehingga mampu
bersaing dalam Era Modern. SEAMEO sebagai organisasi internasional yang
mempunyai fokus di bidang pendidikan sudah menjadi kewajibannya untuk
membantu negara anggotanya yang mempunyai permasalahan pendidikan dengan
memberikan resolusi kebijakan untuk hasil jangka panjang maupun melaksanakan
program yang dinilai dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.

Melalui uraian tersebut maka penulis menemukan beberapa identifikasi


masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kerjasama yang dilakukan SEAMEO dalam meningkatkan


kualitas pendidikan usia dini di Indonesia?
2. Bagaimana program SEAMEO berdampak aktif terhadap peningkatan
aksesibilitas pendidikan anak usia dini di Indonesia?

1.1.2 Pembatasan Masalah


Batasan masalah sangat berguna dalam proses penulisan karya ilmiah,
melalui batasan masalah, penulis membahas hal - hal yang menjadi pokok
bahasannya, sehingga tidak akan keluar dari bahasan yang seharusnya dilakukan.
Pada penulisan karya ilmiah ini, materi yang terkumpulkan terbatas pada semua
aspek yang berkaitan dengan organisasi regional yang bekerja sama dalam bidang
pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya atau yang lebih dikenal dengan
Southeast Asian Ministers of Education (SEAMEO). Fokus penelitian adalah yang
menyangkut implementasi program SEAMEO dan perannya dalam meningkatkan
kualitas pendidikan usia dini di Indonesia. Adapun periode penelitian dari tahun
2015-2019

1.1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah maka penulis


mencoba merumuskan permasalahan yang terjadi sebagai berikut:

“Sejauh mana kemampuan SEAMEO CECCEP dalam menciptakan aksesibilitas


terhadap Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia guna mewujudkan penuntasan
Pendidikan Anak Usia Dini?”

1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.2.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari pada dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama yang dilakukan SEAMEO dalam


mencapai tujuannya khususnya meningkatkan kualitas pendidikan usia
dini di Indonesia.
2. Untuk mengetahui bagaimana program SEAMEO berdampak aktif
terhadap peningkatan aksesibilitas pendidikan anak usia dini di Indonesia.

1.2.2 Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:


1. Menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan peneliti secara
akademis dan praktis mengenai peran SEAMEO dalam meningkatkan
kualitas pendidikan usia dini di Indonesia.
2. Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak pihak yang menaruh
perhatian terhadap masalah pendidikan usia dini di Indonesia.
3. Sebagai salah satu media untuk mengembangkan ilmu yang diperoleh
selama kuliah dan diaplikasikan dalam bentuk tulisan.

1.3 Kajian Literatur

Ada beberapa studi terdahulu yang telah membahas mengenai informasi


seputar pengaruh pendidikan dan pengasuhan anak usia dini terhadap
kelangsungan pembangunan berkelanjutan. Dalam penelitian ini, penulis akan
mencoba menganalisis upaya yang dilakukan SEAMEO dalam mewujudkan salah
satu SDGs perihal pendidikan dan pengasuhan anak usia dini di kawasan Asia
Tenggara yang berlangsung dari tahun 2017-2018. Dengan merujuk pada beberapa
literatur yang ada, diharapkan dapat memberi kontribusi baru, baik untuk melengkapi
penelitian yang sudah dilakukan maupun dijadikan referensi bagi penulis.

Pertama, artikel yang ditulis oleh Jack P. Shonkoff, MD dan Julius B.


Richmond yang merupakan profesor FAMRI di bidang kesehatan dan
perkembangan anak dari Universitas Harvard. Artikel yang berjudul “Investment in
Early Childhood Development Lays the Foundation for a Prosperous and
Sustainable Society” ini terdapat dalam Encyclopedia on Early Childhood
Development halaman 8 dan diterbitkan pada Maret 2011. Dalam tulisannya,
Shonkoff dan Richmond menuturkan bahwa masa usia dini itu sangat penting untuk
diperhatikan. Berbagai pengalaman yang diperoleh anak, baik dalam hal pendidikan
maupun pengasuhan akan berpengaruh terhadap perilaku, cara belajar, dan
kesehatan fisik serta mental dalam jangka panjang dan akan terbawa sampai dirinya
beranjak dewasa.

Seorang anak yang sedari kecil mengalami stres akibat kemiskinan yang
serius, kekerasan atau pun pengabaian, akan mengakibatkan melemahnya proses
pengembangan otak dan secara permanen men-setting sistem respon stres dalam
tubuh secara berlebihan sehingga tidak heran jika pada gilirannya dapat
mengakibatkan penyakit yang kronis. Memahami mengenai fungsi kerja sistem saraf
dengan menyediakan kondisi yang mendukung bagi perkembangan anak itu lebih
efektif dan “murah” dibandingkan harus menanggung konsekuensi berupa
kesengsaraan di kemudian hari. Pendekatan yang seimbang pada perkembangan
emosi, sosial, kognitif, dan bahasa seorang anak akan berpengaruh pada
kesuksesannya di lingkungan sekolah, dunia kerja, dan komunitas. Pada masa
kanak-kanak, setiap lingkungan tempat dirinya berada dan belajar, kualitas
hubungannya dengan orang dewasa dan para pengasuh memiliki pengaruh yang
sangat signifikan bagi perkembangan kognitif, emosional, dan sosialnya. Oleh
kerena itu, segala hal yang berkaitan langsung dengan anak, baik dalam hal
pendidikan dan pengasuhan, perawatan kesehatan, layanan perlindungan anak,
kesehatan mental orang dewasa, dan dukungan ekonomi keluarga perlu
diperhatikan agar dapat memenuhi kebutuhan anak.

Berbeda dengan artikel tersebut, penelitian yang hendak diangkat dalam


skripsi ini lebih bersifat komprehensif. Selain dijelaskan mengenai pentingnya
pendidikan dan pengasuhan anak usia dini yang berkualitas terhadap pencapaian
tujuan pembangunan berkelanjutan, dalam skripsi ini pun dibahas mengenai upaya-
upaya yang dilakukan oleh sebuah organisasi pendidikan di Asia Tenggara
(SEAMEO) demi mewujudkan tujuan tersebut.

Kedua, sebuah laporan workshop internasional yang diterbitkan oleh


UNESCO pada tahun 2008 dengan judul “The Contribution of Early Childhood
Education to a Sustainable Society” dan diedit oleh Ingrid Pramling dan Yoshie
Kaga. Laporan tersebut menyatakan telah banyak penelitian yang membuktikan
bahwa sistem pendidikan pada masa kanak-kanak akan menjadi fondasi
pembentukan karakter dan penentu kesuksesan atau kegagalan seseorang di masa
sekolah dan pascasekolahnya. Intervensi berkualitas yang diberikan pada anak
dapat memberi efek jangka panjang terhadap proses pembelajaran dan motivasi
yang dimilikinya. Ketika negara mampu berinvestasi dengan bijak pada anak dan
keluarga, maka sejatinya ia telah mempersiapkan generasi penerus yang produktif
dan warga negara yang bertanggung jawab.
Meyakini hal ini, UNESCO yang dipercaya sebagai agen yang dapat
memimpin terwujudnya pembangunan berkelanjutan melalui program United
Nations Decade for Education for Sustainable Development dari tahun 2005-2014
memfokuskan pada pendidikan dan pengasuhan anak usia dini sebagai
implementasi guna mencapai tujuan tersebut. Ini dibuktikan dengan digelarnya
workshop internasional di Goteberg, Swedia pada 2-4 Mei 2007 dengan tema “The
Role of Early Childhood Education for a Sustainable Society”. Workshop yang
dihadiri oleh 35 peserta dari 16 negara berbeda dan merupakan salah satu
kelanjutan dari konferensi internasional “education for sustainable development” ini
digelar dengan mempertimbangkan beberapa alasan. Pertama, mengingat bumi ini
sedang mengalami degradasi, maka masyarakat membutuhkan sebuah sistem
pendidikan baru yang dapat mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah pada
planet yang kita tinggali ini. Kedua, sistem pendidikan baru ini harus dapat diakses
oleh semua pihak, tidak hanya oleh beberapa orang saja tetapi juga keluarga dan
komunitas. Ketiga, sistem pendidikan baru ini perlu dimulai sejak anak berusia dini
karena pada periode tersebut dampak yang dihasilkan bersifat jangka panjang.
Kiranya atas dasar inilah UNESCO berinisiatif untuk menciptakan pembangunan
berkelanjutan dengan meningkatkan kualitas anak-anak melalui bidang pendidikan.

Berbeda dengan laporan tersebut, penelitian yang akan ditulis dalam skripsi
ini lebih ke upaya yang dilakukan oleh organisasi regional khusus bidang pendidikan
(SEAMEO) dalam menciptakan pendidikan dan pengasuhan anak usia dini
berkualitas demi mewujudkan poin keempat sub poin kedua (4.2) dari sustainable
development goals (SDGs).

1.4 Kerangka Pemikiran

1.4.1 Teori Strategi Komunikasi Politik

Strategi Komunikasi adalah salah satu cara untuk mengatur pelaksanaan


sebuah proses komunikasi, mulai dari perencanaan (planning), pelaksanaan
(implementation) hingga evaluasi (evaluation) untuk mencapai suatu tujuan. Strategi
komunikasi adalah salah satu aspek penting yang memungkinkan adanya proses
akselerasi dan keberlanjutan suatu program pembangunan khususnya pada
pemasaran (Heris, 2016: 1). Effendy (2015) menjelaskan bahwa strategi komunikasi
pada hakikatnya adalah sebuah perencanaan dan manajemen komunikasi dalam
mencapai suatu tujuan tertentu. Bidang ini harus disusun secara mengalir, sehingga
dalam operasionalnya dapat disesuaikan dengan kondisi atau faktor yang
berpengaru, untuk mencapai tujuan komunikasi yang efektif, seorang yang
melaksanakan strategi komunikasi wajib memiliki pemahaman tentang sifat
komunikasi dan pesan, guna dapat menentukan sebuah media yang akan diambil
dan teknik komunikasi yang akan ditetapkan.

Menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert Jr. dalam (Tjiptono, 2008: 3), strategi
memiliki konsep yang dapat didefinisikan, ada pun 2 perspektif yang berbeda, yaitu:

1. Perspektif apa yang ingin dilakukan oleh organisasi (intens to do), strategi
dapat di artikan sebagai program untuk menentukan dalam mencapai
tujuan sebuah organisasi dan menjalankan misinya. Artinya pihak
manager memiliki peranan khusus dalam memainkan perjalanan sebuah
organisasi, sikap yang aktif, sadar dan rasional dalam menentukan strategi
organisasi.
2. Orgasnisasi memiliki perspektif yang akan dilakukannya (eventually does),
strategi diartikan sebagai cara menanggap dan merespon organisasi pada
lingkungannya sepanjang waktu. Hanya manager yang reaktif yang
memliki pandangan seperti ini, yaitu hanya memiliki tanggapan dan
menyesuaikan terhadap lingkungan secara pasif ketika dibutuhkan.

Komunikasi politik merupakan ilmu multi disipliner antara teori komunikasi


dengan sebuah sistem politik. Politik disini mempunyai dimensi yang beragam mulai
dari politik internal sebuah partai, partai dengan masyarakat, sampai dengan negara
dengan masyarakat. Seperti Model Laswell, yang berasal dari dunia politik, bukan
komunikasi. Komunikasi politik terdiri atas berbagai unsur, yakni komunikator politik
(siapa), pesan politik (berkata apa), khalayak politik (kepada siapa), media (melalui
saluran apa), dan efek politik.

1.4.2 Teori Framing

Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa. Eriyanto


mendefinisikan framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih
menonjol, menempatkan informasi lebih dari pada yang lain sehingga khalayak lebih
tertuju pada pesan tersebut. Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari
framing yang saling berkaitan. Yaitu Pertama, dalam konsepsi psikologi. Framing
dalam konsepsi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses
informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif,
bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema
tertentu.14 Sobur mengatakan bahwa analisis framing digunakan untuk mengetahui
bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan dalam
menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang dan perspektif itu menentukan
fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan serta hendak
dibawa kemana berita tersebut.15

Menggunakan paradigma Peter D. Moss (1999), wacana media massa,


merupakan konstruk kultural yang dihasilkan ideologi karena, sebagai produk media
massa, berita menggunakan kerangka tertentu untuk memahami realitas sosial.
Lewat narasinya, berita menawarkan definisi-definisi tertentu mengenai kehidupan
manusia: siapa pahlawan dan siapa penjahat; apa yang baik dan apa yang buruk
bagi rakyat; apa yang layak dan apa yang tidak layak untuk dilakukan seorang
pemimpin; tindakan apa yang disebut perjuangan (demi membela kebenaran dan
keadilan) dan pemberontakan atau terorisme; isu apa yang relevan dan tidak; alasan
apa yang masuk akal dan tidak; dan solusi apa yang harus diambil dan ditinggalkan.

Analisis framing cocok digunakan untuk melihat konteks sosialbudaya suatu


wacana, khususnya hubungan antar berita dan ideologi, yakni proses atau
mekanisme mengenai bagaimana berita membangun, mempertahankan,
mereproduksi, mengubah, dan meruntuhkan ideologi. Analisis framing dapat
digunakan untuk melihat siapa mengendalikan siapa dalam suatu struktur
kekuasaan, pihak mana yang diuntungkan dan dirugikan, siapa si pendindas dan si
tertindas, tindakan politik mana yang konstitusional dan yang inkonstitusional,
kebijakan publik mana yang harus didukung dan tidak boleh didukung, dsb.

Maka, adalah perlu untuk memahami pendekatan konstruktivis mengenai


proses pembuatan berita, sebagaimana dinyatakan Gamson dan Modigliani,

14
Sobur, Alex, Analisa Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisa Wacana, Analisa Semiotika dan
Analisa Framing. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002) hal 162
15
Sobur, Alex op.cit hal 162
“Wacana media dapat dikonsepsikan sebagai seperangkat kemasan interpretif yang
memberi makna pada suatu isu. Suatu kemasan memiliki struktur internal. Intinya
adalah suatu gagasan yang mengorganisasikan, atau suatu kerangka (frame), untuk
memahami peristiwaperistiwa yang relevan, menyarankan apakah isu tersebut.
Menurut Gamson dan Modigliani, kerangka ini lazimnya mengisyaratkan suatu
rentang pandangan, alih-alih satu pandangan saja, memungkinkan suatu
perdebatan diantara mereka yang berbagi kerangka yang sama. Kerangka atau
seperangkat simbol yang padat dalam kemasan berita ini adalah sejenis steno, yang
dapat menunjukkan kemasan tersebut sebagai keseluruhan dengan metaphor yang
tangkas, frase kunci, atau sarana simbolik lainnya.

1.4.3 Pendekatan Konstruktivisme

Penulis berusaha mengantarkan pembaca untuk memahami terlebih dahulu


bagaimana teori konstruktivisme muncul dan dapat dipahami seperti sekarang ini,
serta mengapa teori konstruktivisme dianggap tepat untuk menjadi alat yang dapat
menjelaskan topik yang diangkat oleh penulis dalam penelitian ini. Dalam teori
realisme dipahami bahwa semua aktor internasional terlibat dalam kompetisi yang
aktif karena situasi dunia adalah situasi anarki. Sedangkan dalam teori liberalisme,
pada dasarnya nature aktor internasional tetap egois dan cenderung melakukan hal
yang tidak baik. Dalam hal ini negara juga merupakan aktor internasional dan
ternyata mampu berkompetisi dan berkerja sama disaat yang bersamaan. Teori
konstruktivisme memberikan pemahaman mengapa dalam situasi internasional yang
anarki, negara sebagai aktor internasional disaat yang bersamaan dapat
berkompetisi sekaligus bekerja sama.

Menurut Onuf, konstruktivisme adalah teori kerja sama. Sebagai contoh,


politik internasional adalah dunia yang dibuat atau diciptakan oleh manusia. Oleh
karena itu, politik internasional tidak boleh lepas dari nilai– nilai norma yang dibentuk
oleh aktor–aktor politik internasional. Logika dari social construction (Constructivism)
menawarkan pemahaman pada kita untuk memahami konteksnya. Melalui
pemaparannya ini banyak orang akhirnya menaruh perhatian pada pemikiran Onuf,
dan pada akhirnya berhasil menginspirasi Alexander Wendt.

Berbeda dengan Onuf, Wendt memahami kerja sama sebagai kepercayaan


pada nilai–nilai yang sama; sedangkan kompetisi adalah ketidakpercayaan pada
nilai yang disepakati bersama. Menurut Wendt, konstruktivis dipahami sebagai suatu
teori untuk menetapkan identitas. Melalui kerjasama dan kepercayaan pada nilai
yang sama, suatu kelompok kemudian mulai menetapkan identitasnya. Identitas
tersebut dibentuk oleh struktur yang didapat dari respon aktor dari struktur yang ada,
yang mana melalui identitas tersebut aktor (negara) memilih dengan siapa akan
bekerja sama atau bahkan berkompetisi (Baylis, Smith & Owens, 2011). Sebagai
contoh ketika Perang Dingin terjadi, Amerika mengabarkan bahwa pihaknya
menganut paham liberal, dan Uni Soviet mengabarkan pihaknya menganut paham
komunis. Wendt menjelaskan bahwa anarki adalah situasi yang dibentuk melalui
penyebaran ide dan kepercayaan. Oleh karena itu, kerja sama internasional akan
terjadi jika aktor melegitimasi diri pada nilai– nilai tertentu untuk mencapai
kepentingannya.

Teori konstruktivisme menyadari bahwa suatu fenomena tidak hanya


melibatkan individu, tetapi juga melibatkan orang lain. Hubungan yang terjalin adalah
hubungan antar individu dengan individu, bukan hanya individu saja (self–centric).
Terjadi pendekatan serta proses belajar, dan pada akhirnya masuk ke dalam proses
identifikasi untuk membantu menentukan apakah kehadiran aktor lain berdiri sebagai
teman atau lawan. Kesemuanya ini turut dipengaruhi oleh aktor lain dan
lingkungannya–social being. Dalam struktur internasionalnya, konstruktivisme
memberi penekanan pada agen (agen disini dapat dipahami sebagai subjek/aktor
internasional). Struktur internasional menjadi arena bagi agen untuk bertukar nilai
(share value). Terciptanya arena dan nilai–nilai yang ada dalam struktur
internasional tidak terjadi secara natural, tetapi dibentuk. Politik internasional dalam
kaca mata konstruktivisme dilihat sebagai hal yang tidak statis, tapi dinamis (tidak
melulu berbicara mengenai kepentingan, tergantung pada kebutuhan ruang dan
waktu). Hal tersebut ditentukan oleh bagaimana interaksi yang terjadi antar aktor.
Konstruktivisme meletakkan kepentingan berdasarkan kepentingan masing–masing
aktor internasional. Menurut Wendt, kepentingan tidak dapat dilepaskan dari
identitas.

Dalam menerjemahkan politik global yang dimaksud, konstruktivisme memiliki


tiga proposisi, yakni: (1) pentingnya unsur ideasional di samping struktur material
dalam sistem dengan persamaan nilai, kepercayaan, dan ide dikarenakan mereka
juga mempengaruhi dan membentuk identitas sosial dan perilaku politis para aktor;
(2) identitas menyatakan kepentingan yang kemudian direalisasikan melalui sebuah
aksi sebagaimana pernyataan Alexander Wendt bahwa identitas adalah landasan
kepentingan; dan (3) agen serta struktur bersifat saling membentuk satu sama lain
(mutually constituted) sehingga konteks praktis atau pola interaksi dalam kehidupan
sosial akan memelihara dan mengubah struktur tersebut (Reus-Smit 2005). Lebih
lanjut, Reus-Smit (2005) juga menyatakan bahwa struktur ideasional dan normatif
membentuk kepentingan dan identitas aktor melalui tiga mekanisme, yakni imajinasi,
komunikasi, dan batasan yang mengikat dan memaksa. Dengan ini, institusionalisasi
ide dan norma akan memiliki kedudukan tinggi dalam politik global dan pengambilan
kebijakan aktor, memberikan rujukan bagi perilakunya mengenai apa yang
dibutuhkan dan diperlukan, baik secara praktis maupun etis. Sehubungan dengan
hal tersebut, Jackson dan Sorenson (2013) mengatakan bahwa norma masyarakat
yang kemudian diadopsi oleh organisasi internasional akan membentuk kebijakan
yang ‘mengajarkan’ negara apa yang menjadi kepentingannya.

Premis konstruktivisme memberikan kacamata baru dalam analisis Hubungan


Internasional yang semula didominasi oleh perspektif neo-neo dengan determinasi
strategisnya. Ontologi konstruktivis bersebarangan dengan rasionalis.
Konstruktivisme mengangkat tema-tema seperti: (1) pentingnya konteks historis
dalam melihat ‘perubahan’ pada sistem internasional; (2) penekanan atas dimensi
sosial dalam hubungan internasional melalui pentingnya norma, aturan, dan bahasa,
terutama saat ‘Pemikiran Baru’ Mikhail Gorbachev menuntaskan Perang Dingin; (3)
dan terlepas dari realita objektif, politik internasional adalah ‘dunia yang kita bentuk’
melalui proses interaksi serta merupakan konstruksi sosial (Fierke 2013).
Selanjutnya, terdapat tiga prinsip dasar konstruktivis yang dikemukakan Wendt
(1995) dalam (Weber 2005) yaitu: (1) pengetahuan sosial di mana manusia
bertindak berdasarkan objek termasuk aktor lainnya dan objek tersebut ada untuk
mereka; (2) praktik sosial, bahwa perilaku aktor berasal dari proses interaksi; (3)
kepentingan dan identitas sosial, yang diciptakan melalui aktivitas dalam keadaan
tertentu (situated activity). Berdasarkan proposisi-proposisi konstruktivis tersebut,
maka peran SEAMEO CECCEP dalam menuntaskan permasalahan akses
pendidikan anak usia dini di Indonesia dapat dianalisis. Melalui pembentukan forum
dialog sebagai rangkaian implementasi mekanisme normatif ASEAN Way telah
menunjukkan bahwa aspek ideasional dapat mempengaruhi perilaku aktor.
1.5 Metode Penelitian

Tesisn ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Patton berpendapat bahwa


penelitian kualitatif berusaha memahami suatu kejadian secara alamiah (peneliti
tidak memanipulasi suatu kejadian) dan mengamati suatu kejadian secara alamiah
(munculnya kejadian bukan karena manipulasi peneliti). Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian kualitatif karena berusaha menjelaskan upaya Southeast Asian
Ministers of Education Organization (SEAMEO) dalam mewujudkan tujuan
pembangunan berkelanjutan (SDGs) melalui penyediaan layanan Early Childhood
Care and Education (ECCE) berkualitas secara khusus di Indonesia.

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini mengacu
pada teknik referensi Turabian Documentation Style, yaitu menggunakan catatan
kaki sebagai metode pelampiran referensinya. Penelitian ini menggunakan data
yang bersifat primer dan sekunder dalam penyusunannya. Untuk mendapatkan data
primer, penelitian ini menggunakan metode wawancara sedangkan untuk data
sekunder melalui metode studi pustaka. Berbagai publikasi yang dikeluarkan oleh
website resmi SEAMEO, PBB, SEAMEO CECCEP, dan institusi-institusi lain yang
terkait, buku cetak dan elektronik, dan jurnal adalah sumber yang digunakan dalam
melakukan studi pustaka. Sedangkan untuk teknik analisis, penelitian ini
menggunakan teknik deskriptif analitis. Sugiyono berpendapat bahwa untuk
menjalankan teknik ini peneliti perlu memusatkan fokus pada fenomena yang terjadi
secara apa adanya, kemudian memilih data, melaksanakan penelitian, dan
menyajikan hasil penelitian dalam bentuk narasi.16

16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2010).

Anda mungkin juga menyukai