Anda di halaman 1dari 11

LOMBA ESSAI NASIONAL

INVENTSY ESSAY COMPETITION (INSACOM) 2022

Motivasi dan Kesadaran Literasi: Problematika Sumber Daya


Manusia Menuju Generasi Emas 2045

DISUSUN OLEH:
Farhanah Aisha Mardatillah

SMAN 2 BONDOWOSO
BONDOWOSO
2022
Motivasi dan Kesadaran Literasi: Problematika Sumber Daya
Manusia Menuju Generasi Emas 2045

Indonesia saat ini sudah menjadi negara yang bertransformasi menuju negara
maju. Berbagai usaha dan perubahan digerakkan untuk mewujudkan Indonesia
sebagai negara dengan tingkat kehidupan yang lebih baik di berbagai aspek.
Namun, usaha untuk menuju Indonesia maju tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Diperlukan adanya perhatian pada semua hal, salah satu di antaranya yang
memiliki peran vital dan tidak boleh luput dari perhatian adalah berkaitan dengan
sumber daya manusia.
Di sisi lain, masih berkaitan dengan perihal sumber daya manusia, Indonesia
juga dikenal sebagai salah satu negara dengan populasi yang padat. Data Badan
Pusat Statistik (BPS) Pusat yang dikeluarkan ketika oleh Sensus Penduduk 2020
mencatat terdapat 270,2 juta jiwa di Indonesia. Total penduduk Indonesia di
dominasi oleh generasi Z dari kelahiran 1997 sampai 2012 sebesar 27,94 persen
atau 74,93 juta jiwa, sementara itu milenial dari kelahiran 1981 sampai 1996 sebesar
25,87 persen atau 69,38 juta jiwa dan generasi X dari kelahiran 1965 sampai 1980
sebesar 21,87 persen atau 58,65 juta jiwa. Dengan kata lain, Indonesia memiliki
jumlah penduduk usia produktif (15 hingga 64 tahun) yang sangat besar.
Banyaknya usia produktif dibandingkan usia non produktif itulah yang nanti
menyebabkan apa yang disebut sebaga “bonus demografi.” Bonus Demografi
tersebut merupakan suatu keuntungan ekonomis yang disebabkan menurunnya
rasio ketergantungan jumlah penduduk, sebagai hasil fertilitas jangka panjang
(Aulia Rahmanul Arby, Husnul Hadi, 2019). Sementara menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), Bonus Demografi didefinisikan sebagai peluang
(window of opportunity) yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya
proporsi penduduk produktif. Berkaitan dengan hal tersebut, maka terdapat urgensi
untuk membangun Sumber Daya Manusia supaya bisa bersaing di era yang
semakin maju, baik dalam kancah nasional maupun internasional.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sumber daya manusia adalah faktor penting
penentu daya saing suatu negara, namun pengertian sumber daya manusia tidak
hanya merujuk pada artian jumlah, melainkan lebih pada kualitas. Inilah yang
menjadi penjelas mengapa negara-negara dengan sumber daya manusia melimpah

1
tidak mempunyai daya saing yang tinggi disebabkan karena karena kualitas sumber
daya manusia itu sendiri yang masih rendah. Hal ini dikuatkan oleh data dari Global
Competitiveness Report tahun 2019 oleh World Economic Forum, dalam jurnal
ilmiahnya (Ningrum, 2016) peringkat daya saing Indonesia termasuk pula
masyarakatnya berada pada tingkat 50 dari 141 negara. Hal ini masih sedikit
dibawah Malaysia dan Thailand serta Singapura yang berada di peringkat pertama.
Beragam faktor sejatinya dapat menjadi penyebab rendahnya daya saing
Indonesia, terutama yang berkaitan dengan rendahnya sumber daya manusia. Bila
ditilik lebih dalam, salah satu aspek utama yang mempengaruhi kualitas sumber
daya manusia adalah aspek pendidikan. Sebab, indikator dalam menentukan sumber
daya manusia dapat dilihat dari rata-rata tingkat pendidikan anggota masyarakatnya
dan juga kualitas pendidikannya. Terlebih lagi, dalam rentang usia produktif yang
umumnya adalah momen bagi manusia untuk belajar, diperlukan fondasi
pendidikan yang kuat untuk dapat menyongsong Generasi Indonesia Emas tahun
2045.
Hingga saat ini, Indonesia pun masih belum lepas dari upaya untuk
meningkatkan kesadaran anak hingga remaja untuk mengenyam pendidikan.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya sekolah bagi masa depan seorang anak
masih jauh dari kata cukup. (Fahmy et al., 2021). Padahal, anak sebagai generasi
penerus bangsa perlu mendapat bekal yang cukup untuk kelak dapat hidup bersaing
di era yang tidak semakin mudah.
Dalam ketertinggalan kualitas SDM kita sekarang ini, kita juga masih harus
berjuang keras menghadapi persaingan global yang sudah mulai intens. Apabila
kita tidak mampu bersaing, maka dengan mudahnya kita akan tergeser oleh mereka-
mereka yang lebih memiliki softskill ataupun hardskill yang mumpuni.
Saat ini, pendidikan nasional di Indonesia yang diselenggarakan melalui jalur
formal, non-formal dan informal masih menjadi harapan untuk peningkatan sumber
daya manusia (Tj, 2019). Untuk menjadi Indonesia yang lebih maju diperlukan
adanya revitalisasi dan penguatan karakter sumber daya manusia yang kuat. Salah
satu aspek yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan karakter sumber daya
manusia yang kuat adalah melalui pendidikan (Subakti et al., 2021).

2
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
sumber daya manusia yang handal. Pendidikan adalah serangkaian proses belajar
yang harus dilalui oleh setiap orang untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Dalam prosesnya, pendidikan juga memerlukan sumber daya manusia yang harus
berkualitas untuk melaksanakan perannya dalam melayani kebutuhan pendidikan
masayarakat (Ndasung, 2021). Pendidikan tidak selalu membahas tentang sistem
pendidikan, tenaga pengajar, dan segala kebijakan yang ada. Kita kerap lupa bahwa
dalam pendidikan, pihak yang paling tidak boleh dilupakan adalah pelajar/siswa
sebagai aspek penting dalam pendidikan dan proses belajar mengajar. Terlebih lagi,
para pelajar adalah mereka-mereka yang berada dalam usia produktif. Maka dalam
bahasan tentang pendidikan, maka aspek pelajar tidak boleh dilupakan.
Di tengah proses memajukan sumber daya manusia yang berkualitas ini,
dunia dihadapi dengan kondisi penyebaran virus COVID-19 yang melanda berbagai
negara. Virus yang memiliki karakteristik kecepatan penyebaran yang tinggi
membuat segala aktivitas di dunia seakan berhenti demi memutus mata rantai
penyebaran COVID-19. Berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan tidak
luput dari dampak persebaran COVID-19. Akibatnya, sebagian besar negara yang
terpapar virus tersebut meliburkan hingga memindahkan aktivitas belajar siswa
sekolah ke rumah.
Krisis kesehatan yang diakibatkan oleh wabah COVID-19 membuat metode
pembelajaran berbasis online digunakan di hampir seluruh dunia, bahkan hingga
pandemi COVID-19 berakhir (Fahmy et al., 2021). Para elemen dalam
pembelajaran yang berlangsung secara online seperti guru dan pendidik, diharuskan
melakukan sebuah transmisi besar-besaran yang sebelumnya memang belum
pernah dilakukan dari pendidikan tatap muka tradisional ke pendidikan berbasis
online atau jarak jauh. Kondisi yang tidak terpikirkan sebelumnya, membuat siswa
mau tidak mau beradaptasi dengan sistem pembelajaran baru. Dengan berbagai
kendala serta mungkin ketidaksiapan yang ada, sistem pembelajaran online menjadi
satu-satunya jalan untuk dapat terus menjalankan pendidikan.
Walau berbagai upaya adaptasi telah dilakukan, tidak dapat dipungkiri bahwa
learning loss tetap terjadi selama pandemi. Learning loss merupakan hilangnya
pengetahuan dan kemampuan siswa, baik secara spesifik atau umum dari berbagai

3
faktor. Istilah ini mempunyai arti sebagai kemunduran secara akademis yang
berkaitan dengan kesenjangan yang berkepanjangan atau proses pendidikan yang
berlangsung secara tidak baik. Dalam Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di
Masa Pandemi COVID-19, learning loss sebagai salah satu bentuk penurunan
capaian belajar. Selama pandemi, pendidikan berjalan secara daring di mana terjadi
kesenjangan akses dan kualitas pembelajaran. Hanya sekitar 28% yang menyatakan
bahwa anak mereka belajar dengan menggunakan media daring baik menggunakan
media konferensi belajar maupun menggunakan aplikasi belajar online. Hal inilah
yang menyebabkan munculnya learning loss dan capaian belajar siswa yang
menurun.

Gambar 1: Persentase metode belajar online versus offline selama belajar dari rumah

Sebaliknya, penggunaan media belajar offline dengan menggunakan buku


dan lembar kerja siswa adalah metode yang dominan (66%) digunakan oleh guru.
Sisanya, yaitu sekitar 6% orang tua mengatakan tidak ada pembelajaran selama
siswa diminta belajar dari rumah. Sebuah studi menemukan bahwa pembelajaran
tatap muka secara langsung bisa menghasilkan pencapaian akademik yang lebih
baik dari pada saat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Jika tidak dilakukannya
pembelajaran tatap muka memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap
motivasi belajar. Ketika biasanya dilakukan pembelajaran tatap muka, mereka
merasa diperhatikan atau diawasi secara langsung dan jelas, sehingga tingkat

4
keinginan belajar relatif lebih terjaga. Namun dengan kondisi yang seperti sekarang
ini, kesadaran akan keinginan belajar pun menurun. Pembelajaran tatap muka dirasa
lebih efektif karena akan lebih terkontrol melalui afirmasi positif yang diberikan
oleh tenaga pengajar, meski semangat belajar terbilang fluktuatif
Di sisi lain, perubahan sistem pengajaran turut berimbas pada semangat dan
motivasi siswa atau pelajar dalam kegiatan belajar yang menurun, terkikis secara
perlahan. Teknologi yang maju seperti sekarang seharusnya dapat meningkatkan
motivasi untuk belajar, namun keadaan pandemi yang menyebabkan terhentinya
aktivitas kehidupan manusia sangat mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar.
Bahkan, bukannya memberi pengaruh menjadi lebih baik, tidak jarang justru
penggunaan teknologi di era pandemi bagi pelajar justru menimbulkan rasa malash,
serta penurunan pada motivasi belajar. Motivasi belajar adalah dorongan dalam diri
seseorang untuk belajar sesuai dengan keinginannya untuk mencapai suatu tujuan.
Adanya motivasi belajar akan menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan
yang memberikan pada arah kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki
oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Anisa et al., 2021).
Ketika pandemi, motivasi belajar menurun drastis, karena pada saat dirumah
hampir semua orang yang dilakukan hanya bermalas-malasan tidak diisi dengan
kegiatan bermanfaat ataupun sekedar belajar mandiri. Turunnya motivasi belajar
siswa pada akhirnya akan berakibat pula pada penurunan daya dan kemampuan
literasi. Sebelumnya menurut data UNESCO menyebutkan Indonesia berada di
urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Melalui data tersebut, dapat diketahui
amat rendahnya minat baca penduduk Indonesia. Data tersebut menguraikan bahwa
minat baca masyarakat Indonesia berada di angka yang memprihatinkan, yakni
0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca.
Sementara dalam riset dengan tajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang
dilakukan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016 lalu,
Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara dengan tingkat literasi yang
rendah (Pratiwi, 2021). Sedangkan tingkat literasi pada peringkat yang pertama
ditempati oleh Negara Finlandia (hampir 100%).

5
Gambar 2: Peringkat literasi Indonesia

Data ini menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal jauh dari Singapura
maupun Malaysia dalam hal minat baca. Kondisi ini sangat memprihatinkan, sebab
rendahnya tingkat minat baca siswa membuktikan bahwa Indonesia belum optimal
dalam mengembangkan proses pendidikan. Untuk mengoptimalkan proses
pengembangan pendidikan diperlukan solusi untuk meningkatkan daya literasi dan
motivasi siswa. Literasi sendiri dapat diartikan sebagai pengetahuan atau
keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu. Definisi lain dari literasi artinya
adalah kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk
kecakapan hidup. melalui kemampuan berbahasa yaitu yang mencakup
kemampuan dalam menulis, berbicara, menyimak, dan kemampuan berpikir
lainnya.
Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengatasi learning
loss atas sekaligus untuk mengatasi permasalahan literasi di Indonesia adalah
dengan mencanangkan Kurikulum Merdeka yang sebelumnya disebut dengan

6
kurikulum prototype. Pada kurikulum tersebut, literasi menjadi fokus utama dalam
pengembangan Kurikulum Merdeka bersamaan dengan keterampilan numerasi.
Selain dari kebijakan pemerintah melalui Kurikulum merdeka, terdapat opsi
lain yang dapat penulis sampaikan sebagai solusi untuk meningkatkan daya literasi
siswa dan mengatasi learning loss, yaitu dengan membentuk sebuah komunitas
sadar literasi. Sebagai contoh, dengan membentuk gerakan atau kelompok di setiap
sekolah tingkat pertama dan menengah yang bernama “Gerakan Pelita (Pentingnya
Literasi)”.
Gerakan Pelita nantinya dapat membantu siswa untuk memahami literasi
melalui sosialisasi-sosialisasi antar teman sebaya. Sosialiasi ini nantinya berisi
tentang informasi terkait dampak negatif rendahnya literasi bagi generasi muda
yang berada di usia produktif. Dampak negatif yang membuat banyak generasi yang
pemalas, tidak memiliki pengetahuan yang luas sehingga tidak dapat bersaing
dengan daerah lain maupun negara luar. Bahkan yang paling sering adalah bahwa
masyarakat Indonesia masih mudah termakan oleh berita yang belum tentu
kebenarannya kemudian menyebarkannya atau bisa disebut juga dengan berita
hoaks.
Di sisi lain, siswa atau pelajar yang tergabung dalam Gerakan Pelita akan
mengenalkan apa itu literasi secara lebih asik dan menyenangkan dengan harapan
untuk menghapus stigma bahwa literasi artinya membaca buku yang tebal. Sebab,
literasi kerap diartikan sebagai kegiatan membaca buku yang membosankan. Hal
ini yang menjadi tujuan Gerakan Pelita yaitu untuk menghapus stigma buruk literasi
dan mendorong siswa untuk lebih paham literasi tidak melalui paksaan, tetapi
metode yang menyenangkan seperti menonton film bersama, diskusi, dan lain
sebagainya.
Opsi lainnya, setiap sekolah dapat melakukan adanya kegiatan reading day
yang diikuti oleh siswa tingkat dasar yang dilaksanakannya di hari Sabtu. Kegiatan
reading day dapat dilakukan di masing-masing perpustakaan sekolah. Namun
sebelum itu, sekolah perlu memaksimalkan perpustakaan sekolah dengan
melengkapi buku-buku yang sesuai dengan ketertarikan siswa.
Pada akhirnya, Learning loss akibat pandemi COVID-19 yang menyebabkan
berbagai perubahan, sistem, metode, hingga menimbulkan turunnya literasi serta

7
motivasi belajar siswa memang tidak dapat dihindari. Namun, kita semua harus
sadar bahwa pendidikan adalah kunci utama dalam majunya kualitas sumber daya
manusia sebuah negara. Pelajar sebagai calon agen perubahan perlu membawa
bekal yang cukup untuk dapat memajukan negara menjadi lebih baik. Sehingga,
pendidikan yang optimal tetap harus dapat terlaksana sebagai persiapan bagi para
generasi-generasi penerus bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Sebab, bekal yang
kurang tidak hanya gagal membawa Indonesia menuju kesuksesan, melainkan
justru akan mengantarkan Indonesia pada pintu gerbang kehancuran. Karena
kemajuan suatu negara dapat dilihat dari masyarakat dalam kehidupannya, tentang
bagaimana mereka berperilaku dan berpikir dapat dijadikan pedoman dalam
menentukan seberapa besar tingkat pendidikan yang mereka peroleh dan mereka
aplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya.

8
DAFTAR PUSTAKA
Anisa, A. R., Ipungkarti, A. A., & Saffanah, K. N. (2021). Pengaruh Kurangnya
Literasi serta Kemampuan dalam Berpikir Kritis yang Masih Rendah dalam
Pendidikan di Indonesia. Current Research in Education Series Journal,
01(1), 1–12.
Aulia Rahmanul Arby, Husnul Hadi, F. A. (2019). Keefektifan Budaya Literasi
terhadap Motivasi Belajar. Mimbar PGSD Undiksha, 7(3), 181–188.
Fahmy, Z., Purwo Yudi Utomo, A., Edy Nugroho, Y., Tetty Maharani, A., Akhla
Alfatimi, N., Izmi Liyana, N., Galih Kesuma, R., & Titi Wuryani, dan. (2021).
Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Minat Baca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal
Sastra Indonesia, 10(2), 121–126. https://doi.org/10.15294/jsi.v10i2.48469
Ndasung, D. J. (2021). Pendidikan di Indonesia Pada Masa Pandemi Covid-19.
Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(2), 3014–3018.
https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/1334
Ningrum, E. (2016). Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang Pendidikan.
Jurnal Geografi Gea, 9(1). https://doi.org/10.17509/gea.v9i1.1681
Pratiwi, S. H. (2021). Upaya Meningkatkan Literasi Membaca Di Masa Pandemi
Melalui Kegiatan Seminggu Sebuku. Fitrah, 3(1), 27–48.
Subakti, H., Oktaviani, S., & Anggraini, K. (2021). Implementasi Gerakan Literasi
Sekolah Pada Masa Pandemi Covid-19 Dalam Meningkatkan Minat Baca
Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 5(4), 2489–2495.
https://jbasic.org/index.php/basicedu/article/view/1209
Tj, H. W. (2019). Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia (Menghadapi
Asean-China Free Trade Area). Ilmiah Manajemen Bisnis, 155–160.

Anda mungkin juga menyukai