BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum.
TERBATAS
2
b. Kata filsafat memiliki padanan kata cum scientia atau sekumpulan tahu,
dapat diartikan bahwa tahu, sadar, mengerti, dan bermakna dalam kehidupan,
berkorelasi dengan kualitas akal budi (mind) manusia bermartabat. Berpikir
atas dasar filsafat akan membawa keseimbangan baru pada derajat kita dalam
hidup dan kehidupan sebagai manusia luhur; pemaknaan merupakan hakekat
nilai karena ada makna yang mengandung unsur believe & values dalam
kehidupan manusia; setiap nilai memilki karakter & orientasi tersendiri.
Dikatakan bahwa derajat “tahu, sadar, mengerti, dan pemaknaan”, akan sangat
berkorelasi dengan:1) Tingkatan pengalaman; 2) Tingkatan ilmu pengetahuan;
3) Tingkatan matematik (exact, pasti, rigour); 4) Tingkatan filsafat; 5) Tingkatan
agama, dari seseorang. Masing-masing tingkatan ini, mempunyai corak, derajat
kepastian, cara berfikir, metode-metode, ukuran-ukuran dan sifat-sifat khas
tersendiri; tapi tidak berarti seakan-akan masing-masing bertentangan satu
terhadap yang lain. Pertentangan-pertentangan yang terjadi, seringkali
disebabkan kita kurang memperhatikan perbedaan level of thought.
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Ruang lingkup penyusunan naskah ini
membahas secara umum tentang Filsafat (ilmu) dari sisi pemikiran filsafat dan ilmu
(modern & rasional) beserta gambaran proses,output & outcome pembelajaran Filsafat
(ilmu) yang efektif dan efesien. Adapun, tata urut penulisan naskah ini sebagai berikut:
3
a. Bab I Pendahuluan
BAB II
azas-azas atau prinsip-prinsip realitas. Hasrat mengerti, lebih mengerti akan dirinya
sendiri, belum integrasi, belum lengkap, belum utuh, belum sempurna. Oleh sebab itu,
manusia harus mencari diluar dirinya sendiri, dengan memasukkan “dunia luar”
tersebut kedalam kesadarannya; dengan begini manusia menemukan dirinya kembali,
karena antara manusia dan “dunia luar” terdapat kesesuaian azasi. Dalam mengerti
“dunia luar” tersebut, ia mengalami dirinya sendiri, menemukan dirinya sebagai “aku”
yang berhadapan dengan realitas (bukan aku), mengerti merupakan keharusan
(necessity) bagi manusia. Dan akhirnya, pengertian yang tadinya abstrak dapat
beralih ke pandangan hidup.
5. Pengertian Filsafat. Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab,
yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien: cinta dan
sophia: kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan.
Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti
hakikat. Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf
merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan
yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan
yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya
Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi
kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa
filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maupun bagaimana hakikat yang
sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa
para ahli :
a. Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala
yang ada.
Menurut Montaigne: everything can be seen from several angles and in several
lights. Filsafat dapat ditinjau dari arti etimologi (sempit), arti terminology (luas),
maupun arti secara radix (akarnya). Secara etimologi, kata filsafat berasal dari kata
“filo & Sophia”; secara terminology, berkembang sejalan perkembangan. Misal
pendapat Cicero, mengatakan bahwa filsafat merupakan “Ibu dari semua seni”, namun
pada abad pertengahan pandangan tersebut berubah; secara radix (mendalam),
filsafat dapat diartikan memiliki multidimensi, bahkan multifacet; disisi lain filsafat dapat
juga diartikan perlu pemahaman yang mendalam (meaningfull nya dimengerti &
dihayati), kearah pemahaman intisari & benang merahnya. Berfilsafat atau berpikir
atas dasar filsafat, bukan berpikir secara repetition atau mekanikal, ia lebih ke arah
merajut konsep dan dan berpikir kritis terutama dalam proses (self) - learning capacity
dalam pembelajaran MP Filsafat. Pengertian yang sempit, akan membawa pikiran
yang sempit pula. Dengan kemampuan berfikir-philosofis akan lebih mampu untuk
berpikir luas dan dalam, hingga menyentuh teras dasarnya. Sebagai gambaran
umum, pengertian secara etimologis: Greek, philos = friend, Sophia = wise: cinta
kearifan (love of wisdom), to love or pursuit wisdom. Pecinta Kearifan sejak
Phitagoras hingga Socrates adalah “Orang yang ingin mencapai dan memiliki
pengetahuan yang luhur”, secara sederhana (benang merahnya) digambarkan sebagai
berikut:
b. Kearifan berarti memiliki sikap hidup yang baik, benar dan tepat, karena
memiliki visi pengembangan (vision development) & values; pengertian yang
dalam, yang mendorong untuk hidup yang sesuai, serasi dengan pengertian
yang dicapainya; dengan kehidupan yang didasari nilai-nilai, akan berpotensi
mengangkat derajatnya.
8
Kearifan timbul, bila (antara lain) ada kesadaran; kesadaran adalah kondisi
intelektual person versus realita, menurut Descartes:
a. Dengan saya berpikir, maka kesadaran akan timbul, sebab saya bisa
berimajinasi bahwa saya bisa salah, bisa ragu, bahkan bisa keliru. Maka
diperlukan usaha untuk memiliki kemampuan berpikir tentang sesuatu, dengan
terkonsentrasi penuh, seolah menuju satu titik.
6. Hakekat Filsafat (Ilmu). Untuk memahami lebih jauh hakekat filsafat (ilmu),
kita perlu memahami kedudukan filsafat dalam pengetahuan maupun peranan filsafat
dalam mencari hakekat kebenaran (truth). Pada hakekatnya berfilsafat memuat aspek
“The Search For Basic Principle”; penyelidikan yang berawal dari proses inquiry
(ketelitian melalui pencermatan); suatu proses yang juga mengait pertanyaan untuk
suatu kehidupan, untuk lebih memahami kehidupan, dan untuk berkreasi terhadap apa
yang disebut pengetahuan; pengetahuan selalu diperoleh melalui tindakan (action)
yang merupakan pengalaman. Mengapa perlu filsafat? (Ber)filsafat sekurang-
kurangnya memberikan sikap jiwa yang lain terhadap dinamika mutu hidup.
Perbedaan orang yang berfilsafat dan tidak, terletak dalam sikap mereka terhadap
hidup dan kehidupan manusia. Filsafat mengajarkan kita supaya hidup dengan lebih
sadar dan insyaf, memberikan insight tentang manusia dan hidupnya, tentang realitas
dan semesta realitas; posisinya dalam realitas dan insight tadi menerobos sampai
keintisarinya sehingga kita dengan lebih tegas dapat melihat: baik keunggulan,
kebesaran maupun kelemahannya dan batas-batasnya. Berfilsafat merupakan upaya/
daya manusia untuk memikirkan seluruh kenyataan yang ada dengan sedalam-
dalamnya, yang akan membawa pengaruh terhadap mutu dinamika hidupnya dan akan
bermuara pada kehendak dan perbuatan praktis. Jika kita berfilsafat, tentu tidak
terlepas dari kegiatan berpikir; dan berpikir adalah bagian utama dari kegiatan
berfilsafat. Kualitas proses bepikir pada ahirnya akan menentukan kualitas output &
outcome kegiatan berfikir atas dasar filsafat. Mengerti & Berpikir adalah pengalaman
manusia dalam keseharian kehidupan. Manusia bergulat & berjuang untuk mencari
penjelasan tentang makna mengertinya, tentang dirinya, tentang alam semesta,
tentang dasar atau teras terahirnya. Berarti manusia bergulat untuk mencapai
KEBENARAN (Truth), dengan pertanyaan klasik apakah kebenaran itu?
Kearifan apa yang diinginkan? terkait dengan tahu, sadar, mengerti, dan
bermakna dalam arah kedalaman berpikir. Mengerti merupakan kebutuhan (needs).
Manusia tidak merasa puas dengan mengerti, tapi juga ingin mengerti mengapa (Why)
ini demikian; disini mengerti menjadi pengetahuan (pengartian yang dipertanggung
jawabkan dengan dasar-dasar, karena tahu apa yang dipikirkan). Jadi, Filsafat adalah
suatu bentuk-mengerti manusia; didasar kesadarannya manusia itu punya sifat
fundamentil bertanya (kejelasan kenyataan) yang akan menyentuh teras dan dasar
realita, menyentuh sebab sebab terakhir realita: Je sais et je suis conscient de ce que
10
je sais (saya tahu dan sadar akan apa yang saya tahu); subjek yang mengerti dan
objek yang dimengerti. Aristoteles (384 - 322 BC) dalam Metaphysica : “Menurut
kodratnya semua manusia berkeinginan untuk mengerti” memuaskan keinginan
tahunya merupakan kodratinya. Intelek manusia mempunyai kemampuan rangkap:
Kemampuan mengabstraksi dan kemampuan mengerti. Berpikir atas dasar filsafat
cenderung mengarah ke pengembangan konsep, karena menggali potensialitas
konsep. Ia harus berjuang keras untuk membentuk, menemukan, dan merajut konsep.
7) Nalar (salah satu seni berpikir, dalam antara lain kemampuan logis
& analisis) yang diarahkan pada berbagai masalah yang dianggap
penting dan fundamental, namun tetap dalam kerangka nilai moral dan
etika.
12
berpikir, dan (3) sebagai pandangan hidup; tentunya ketiganya akan saling kait
mengait, dan dapat bermuara pada sisi believes & goals, karena (a) pilihan
(keputusan) manusia berawal dari tatanan nilai (values) dan tujuan atau cita–
citanya (goals); (b) Pilihan (keputusan) manusia merupakan pengharapan
(expectation) yang melibatkan values dalam pertimbangan pilihan sebagai
keputusannya; (c) Pilihan (keputusan) manusia adalah hasil dari persepsi dari
berbagai tekanan social dalam berbagai pilihan. Pembahasan filsafat dapat pula
ditinjau dari 2 (dua) sisi: (1) Budaya, dan (2) Sistem (antara lain bidang
pendidikan. Dengan budaya manusia dapat mengetahui, melihat, memahami,
mengklasifikasikan gejala yang tampak, sekaligus menentukan strategi terhadap
lingkungannya. Dari budaya akan terpancar ethos & mindset dari warganegara
dan masyarakatnya. Dari gambaran singkat ini, diyakini bahwa kebudayaan
merupakan hasil perpaduan kemampuan manusia beradaptasi dengan
lingkungannya, dan kemampuan berpikir metaforis dengan menggunakan
simbol-simbol; jadi kebudayaan merupakan proses, kerangka acuan manusia
untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
BAB III
7. Umum. Dalam hidup secara umum penuh dengan persoalan, tugas, dan
tantangan. Dari sisi filsafat, mind pasif dan mind aktif sangat berbeda, apalagi mind
yang efektif. Penggunaan akal budi secara tepat bila ada efektifitas dan tujuan
tercapai yang selaras dengan tatanan nilai masyarakatnya. Seseorang yang
mengetahui bagaimana menggunakannya secara efektif, cenderung akan
17
8. Ciri – Ciri Pemikiran Filsafat. Dalam hidup secara umum penuh dengan
persoalan, tugas, dan tantangan. Dari sisi filsafat, mind pasif dan mind aktif sangat
berbeda, apalagi mind yang efektif. Penggunaan akal budi secara tepat bila ada
efektifitas dan tujuan tercapai yang selaras dengan tatanan nilai masyarakatnya.
Seseorang yang mengetahui bagaimana menggunakannya secara efektif, cenderung
akan menggunakan pola dasar bagi kegiatan intelektualnya. Paling tidak pola dasar
tersebut perlu melalui 3 (tiga) tahap: (a) Ia akan bekerja dengan terlebih dahulu
18
c. Filsafat mencari pengetahuan dari semua segi & bidang menyeluruh. Ilmu
mempelajari segi-segi tertentu kehidupan; filsafat mempelajari kehidupan
menyeluruh "ilmu yang sistimatis & lengkap": cakupan (denotasi), keluasan
(dimensi), & ciri penentu (konotasi).
d. Kedudukan Filsafat. Ada 2 (dua) tugas filsafat yang tidak kita temukan
dalam lapangan ilmu:
9. Filsafat Pengetahuan dan Filsafat Ilmu Pengetahuan. Gejala pada butir (a &
b) merupakan obyek material filsafat pengetahuan dan filsafat ilmu pengetahuan. ciri
khas filsafat ialah mencari sebab-musabab pertama; dapat dikatakan pula, filsafat
mencari sebab-musabab paling ahir ataupun paling dalam. Filsafat pengetahuan
maupun filsafat ilmu pengetahuan merupakan suatu epistėmė paling utama sesuai
dengan faham Arisoteles.
kerja atau metode IP yang enjadi ciri ilmu, dibandingkan dengan pengetahuan
sehari-hari.
Ilmu mempertentangkan obyek dan subyek; obyek itu dipersoalkan satu demi
satu (karena ada pembatasan itu, ia dapat diuji). Filsafat mempersoalkan subyek
dan obyek keseluruhannya (karena itu hasilnya tidak dapat diuji)
10. Pengetahuan Yang Benar. Baik ilmu maupun filsafat sama-sama mencari
pengetahuan; dan pengetahuan yang dicari ialah pengetahuan yang benar. Tetapi
dalam persamaan itu ada perbedaan: (1) Pengetahuan ilmu melukiskan (ilmu
mengklasifikasikan, merumuskan, dan melukiskan); dan (2) Pengetahuan filsafat
21
menafsirkan (Filsafat menafsirkan dunia kita). Bertolak dari sifat pelukisan, Arthur
Thomson mendefinisikan ilmu sebagai “Pelukisan fakta-fakta pengalaman secara
lengkap dan konsisten dalam istilah istilah sesederhana mungkin”. Ilmu dan fakta,
ibarat dua sisi dari keeping uang yang sama, saling berkaitan dan tak dapat dipisahkan;
fakta inilah yang dihimpun oleh riset dan/atau eksperimen. Sedangkan pelukisan dan
penjelasannya menjadi tugas pikiran. Pelukisan fakta fakta pengalaman secara
konsisten dalam istilah-istilah yang sesederhana mungkin; pelukisan fakta dengan (1)
membentuk definisi & gambaran umum, (2) melakukan analisa tentang fakta fakta itu;
(3) klasifikasikan fakta fakta itu. Pengetahuan Ilmu = Pengetahuan yang pasti, eksak,
teratur, & tersusun; dengan ciri ilmu: 1. berobyektif, 2. bermetoda, 3. bersistem, & 4.
universal. Kepastian & ke-eksakan pengetahuan ilmu tersusun melalui 2 hal: (1)
Riset & Eksperimen yang menguji kebenaran pengetahuan ilmu; dan (2) Hasil
inquiry & berpikir yang sistimatik, terstruktur, radikal, & universal. Dari sisi ilmu,
scientific fact dikatakan (1) only through the most disciplines thinking those facts
linked together in various abstractive & conceptual ways; (2) Motivated by a desire to
Extend Knowledge. Disamping itu, dikatakan bahwa scientific useful knowledge
aims to be: (1) Descriptive; (2) Explanatory; (3) Predictive; (4) Understanding /
Awareness (Controversial objective of research is to provide a sense of
Understanding or Awareness (Gouldner 1970) distinguished between Knowledge
For Information And Knowledge For Awareness. For him, "Knowledge as awareness . .
. . has no existence apart from the persons that pursue and express it".
dimengerti, disadari, & nampak (bisa abstrak), yang akan mengubah atau
memperkokoh pendirian kita. Tangkapan-tangkapan itu, berisi kesadaran yang
dilihat ada, diyakini ada, ada kebenaran. Idealisme adalah suatu filsafat, yang
mengajarkan bahwa yang ada itu kesadaran, dan diluar itu tidak ada sesuatu (nihil).
Pada hakekatnya "dunia atau alam semesta itu tak lain tak bukan hanyalah seperti
yang kita ketemukan".
BAB IV
12. Umum. Dalam gambaran statis, jika filsafat ditempatkan dalam konteks hidup
orang yang beriman, maka kata akhirat dapat digantikan dengan kata Tuhan; dengan
pemikiran yang sama, muncullah filsafat manusia dan filsafat alam; ketiganya terpaut
satu sama lain, intinya perjalanan manusia menuju akhirat. Dalam gambaran
dinamis, perlu diungkap di & menggembara menuju; dinamika adalah “suatu
keterarahan yang diharapkan dapat terwujud dengan baik”; ini akan menghasilkan
cabang filsafat lainnya, filsafat etika. Namun pembagian cabang-cabang filsafat ini
“belum bulat”, karena focus dan pembahasan atas Manusia – Alam – Ketuhanan
maupun patokan-patokan etis harus terjadi dengan benar; hal ini membawa cabang
filsafat pengetahuan (yang tugasnya menyoroti gejala pengetahuan manusia
berdasarkan sudut pandang benar). Pengetahuan individu atau kolektif, berlangsung
dalam 2 (dua) bentuk dasar yang berbeda: (i). Pengetahuan untuk informasi; dan (ii).
Pengetahuan untuk diterapkan. Dari sisi moral & kesusilaan, dikatakan bahwa Ilmu
& Moral merupakan kontroversi yang tak pernah kunjung padam. Dalam Diri-Manusia
perlu norma-moral sebatas tahu dan tidak tahunya maupun tanggung jawab sebagai
manusia yang berakal-budi dalam konteks hidup dan kehidupan dengan alam
sekelilingnya. Moral atau kesusilaan menurut Max Scheler adalah "Bersatunya
Manusia dan nilai-nilai tertinggi". Jika manusia memeluk nilai-nilai tertinggi, dan
menyerahkan diri kepada nilai-nilai tertingi, itulah moral. Scheler memandang unsur
25
pertama dari kehidupan adalah nilai, dan bukan pikiran-pikiran (ide-ide). Nilai bukan
sesuatu yang ada dalam pikiran, ide atau cita-cita. Nilai adalah sesuatu yang konkrit.
d. 2 (Dua) Cara Berilmu. 2 cara berilmu atau ke–2 macam model tersebut
mewakili 2 kelompok ilmu)
15. Agama. Dari sisi moral & kesusilaan, dikatakan bahwa Ilmu & Moral
merupakan kontroversi yang tak pernah kunjung padam. Dalam diri manusia perlu
norma-moral sebatas tahu dan tidak tahunya maupun tanggung jawab sebagai
manusia yang berakal-budi dalam konteks hidup dan kehidupan dengan alam
sekelilingnya. Moral atau kesusilaan menurut Max Scheler adalah "Bersatunya
Manusia dan nilai-nilai tertinggi". Jika manusia memeluk nilai-nilai tertinggi, dan
menyerahkan diri kepada nilai-nilai tertingi, itulah moral. Scheler memandang unsur
pertama dari kehidupan adalah nilai, dan bukan pikiran-pikiran (ide-ide). Nilai
bukanlah sesuatu yang ada dalam pikiran, ide, atau cita-cita. Nilai adalah sesuatu
yang konkrit. Nilai tidak dimengerti secara intellektuil atau dengan hati yang dingin.
Nilai adalah sesuatu yang kita alami, dengan dan dalam pelukan getaran jiwa manusia.
Mengerti nilai bukanlah dari definisi, melainkan dari pengalaman. Ada nilai kalau ada
pengalaman merasakan. Oleh sebab itu dikatakan The growth of intellectual wisdom,
reflecting the life & learning balanced in act of faith and act of reason, is competitive of
understanding of nowdays. Dalam hidup perlu ada eros (cinta), egon (perjuangan),
dan ethos (karakter); the beauty of innersight in balanced with ability to understand the
real world problem. Arahnya “Man upon human dignity”. Perlu digaris bawahi kembali,
29
bahwa ranah moral tidaklah sama dengan ranah moral; kemampuan bernalar berbeda
dengan kemampuan bertindak atas moral, dua hal berbeda & perlu strategy tersendiri.
BAB V
METODE-METODE FILSAFAT
16. Umum. Metode dari bahasa latin methodos, yang berarti jalan, cara. Baik
ilmu maupun filsafat sama-sama mencari pengetahuan; dan pengetahuan yang dicari
ialah pengetahuan yang benar. Pada dasarnya filsafat memiliki ciri sistimatik,
terstruktur, radikal, dan universal, sedangkan ilmu memiliki ciri: berobyektif,
bermethoda, sistimatik, dan universal; ilmu yang sistimatis dan lengkap memiliki
cakupan (denotasi), keluasan (dimensi), dan cirri penentu (konotasi). Berpikir ilmiah
merupakan gabungan berpikir nalar deduktif dan nalar induktif. Berpikir saintifik akan
mempertajam pemikiran kritisnya dalam berbagai tantangan yang bersifat ilmiah
maupun kemasyarakatan. Sebenarnya jumlah metode filsafat hampir sama banyaknya
dengan defenisi dari para ahli dan filsuf sendiri karena metode ini adalah suatu alat
pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri
Berpikir ilmiah merupakan gabungan berpikir nalar deduktif dan nalar induktif.
Berpikir saintifik akan mempertajam pemikiran kritisnya dalam berbagai tantangan yang
bersifat ilmiah maupun kemasyarakatan. Kecakapan dalam berpikir kritis (critical
thinking) perlu memperhatikan:
a. Selalu bertanya pada akal budi (menurut Albert Einstein: The important
thing is never stop questioning atau jangan pernah berhenti bertanya;
e. Menghimpun dan menilai system informasi. Oleh sebab itu, dalam filsafat
ilmu, tidak hanya logika tapi juga perlu etika dan estetika.
Padanan kata ethics pada hakekatnya dinding; intinya, manusia perlu diingatkan
akan pentingnya “tahu dinding pembatas”; untuk itu, diperlukan rambu-rambu
kesadaran, karena manusia sering kearah “banyak tidak tahunya” atau cenderung
31
“banyak tidak sadarnya”. Untuk senantiasa “eling dan waspada” , manusia perlu
norma-moral sebatas tahu dan tidak tahunya maupun tanggung jawab sebagai
manusia yang berakal-budi.Secara pandangan filsafat akan “sejumlah tahunya” (Cum –
Scientia), sistem operasi (pengerjaan, tindakan) sesuatu diyakini dalam “tahu”nya akan
membangun sikap “sadar dan mengerti”. Kemandirian berpikirnya akan membawanya
ke karakter adaptatif, solutif, dan kontributif. Tahu adalah kekuatan basis berpikir dan
bertindak; derajat know dan knowing dari seorang knower yang ber-knowledge,
tentunya dari satu individu ke individu lainnya akan berbeda. Kumpulan Tahu
merupakan dasar “pencarian” pengetahuannya; “Kumpulan (CUM) Tahu menjadi pusat
kekuatan bagi “scientia (~ science, tahu)” melalui pembelajaran: (1) Tahu [Tahu
melalui pemahaman spirit “realitas berpikir”; kumpulan pengetahuan yang sistimatik,
didapat dengan aktivitas mental abstrak], (2) Tahu Berpikir (intelektual tahu dalam
“realita berpikir realita dan ada objek berpikir & alternatif berpikir), (3) Tahu
Menimbang & Memutuskan (untuk mendapatkan prinsip pertama dari berfilsafat yakni
inquiry dalam “saya mencari kebenaran”), (4) tahu berbuat (Tindakan yang
mendasarkan pada pengetahuan & kemampuan berpikir), dan (5) Tahu Hidup (dan
kehidupan di masyarakat, ada logika – etika – estetetika bagi makna hidup &
kehidupan; ada seni – hidup manusia dengan alamnya). Jika “Konsep Tahu (1 s/d 5)”
difahami, berakibat pada perluasan “Konsep Tahu – Sadar – Mengerti”; jika konsep ini
kuat, maka implikasi berikut adalah pada perluasan “Konsep Tahu, Mau, dan Mampu”.
BAB VI
19. Umum. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa dengan belajar filsafat
menjadikan orang mampu menangani berbagai pertanyaan mendasar yang tidak
terletak dalam wewenang metodis ilmu-ilmu khusus. Jadi filsafat membantu untuk
mendalami berbagai pertanyaan asasi manusia tentang makna realita dan lingkup
tanggungjawabnya, sedangkan kemampuan itu dipelajari dari dua jalur yakni secara
sistematis dan historis.
rasa kemanusiaan, realisasi terhadap nilai – nilai dalam tindakan yang arif, penuh
pertimbangan, dan tanggung jawab dalam hidup & kehidupannya. Kepribadian akan
berkaitan dengan inti nilai, dan akan mempengaruhi kesatuan nilai sosialnya; ada
garis tegas intensionalitas dalam arah yang lebih pasti. Oleh sebab itu, Filsafat
dianggap sangat strategis karena mengait kemampuan intellectual wisdom dan nilai
budaya bagi meninggikan derajat bangsa. Filsafat senantiasa mengingatkan kita akan:
(a) We achieve our best through character & conscience; (b) Knowledge is power, but
character is more powerful; & (c) Mental Act & Act of will, plus Ethics deals with
questions of Values Human Action (Act of reason & Act of faith). Dalam kehidupan
millennium, sekalipun cerdas mengait kemampuan adaptatif, solutif, dan kontributif,
maturity personal perlu seimbang dengan maturity profesional; ini makna pembelajaran
filsafat dalam meninggikan derajat bangsa yang berdaulat dan bermartabat.
BAB VII
PENUTUP
21. Demikian naskah buku tentang filsafat (ilmu) dalam budaya, masyarakat, sains
dan teknologi disusun, semoga dapat memenuhi perluasan cakrawala pandang akan
essensi strategis, relevansi, dan pentingnya memahami (spirit) MP Filsafat (ilmu) dari
sisi pemikiran filsafat dan ilmu (modern & rasional). Penyajian pembahasaan materi
buku ini masih perlu penyempurnaan sehingga adanya kritik dan saran yang mengarah
kepada perbaikan isi buku ini.
DEPARTEMEN. IPTEK
37
TERBATAS
TERBATAS