Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PROBLEMATIKA IMPLEMENTASI HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

By: Jendri mamangkey

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) dapat diuraikan dengan pendekatan bahasa (etimologi) maupun
pendekatan istilah. Secara etimologi, kata „hak‟ merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai
pedoman perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia
dalam menjaga harkat dan martabatnya. Sedangkan kata „asasi‟ berarti yang bersifat paling mendasar
yang dimiliki oleh manusia sebagai fitrah, sehingga tak satupun makhluk dapat mengintervensinya
apalagi mencabutnya. Misalnya hak hidup sebagai hak paling dasar yang dimiliki manusia, sehingga tak
satupun manusia ini memiliki kewenangan untuk mencabut kehidupan manusia yang lain. Secara istilah,
beberapa tokoh dan praktisi HAM memiliki pemahaman akan makna HAM. Baharudin Lopa, dengan
mengutip pernyataan Jan Materson dari Komisi HAM PBB, mengutarakan bahwa hak asasi manusia
adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup
sebagai manusia. Sedangkan menurut John Locke seorang ahli pikir di bidang Ilmu Negara berpendapat
bahwa hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai hak yang
kodrati. Ia memperinci hak asasi sebagai berikut:

1. hak hidup (the right to life)

2. hak kemerdekaan (right to liberty)

3. hak milik (right to property).

Konsep Hak Asasi Manusia terus mengalami transformasi. Pada tanggal 6 Januari 1941, F. D. Roosevelt
memformulasikan empat macam hak-hak asasi (the four freedoms) di depan Kongres Amerika Serikat,
yaitu:

1. bebas untuk berbicara (freedom of speech)

2. bebas dalam memeluk agama (freedom of religion)

3. bebas dari rasa takut (freedom of fear) dan

4. bebas terhadap suatu keinginan/kehendak (freedom of from want).


Dimensi yang dirumuskan oleh F.D. Roosevelt menjadi inspirasi dan bagian yang tidak terpisahkan
dari Declaration of Human Right 1948, di mana seluruh umat manusia melalui wakil-wakilnya dalam
organisasi Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) sepakat dan bertekad memberikan pengakuan dan
perlindungan secara yuridis formal terhadap hak-hak asasi dan merealisasikannya. Secara teoritis, hak-
hak yang terdapat di dalam The Universal Declaration of Human Rights dapat dikelompokkan dalam tiga
bagian:

1. yang menyangkut hak-hak politik dan yuridis

2. yang menyangkut hak-hak atas martabat dan integritas manusia

3. yang menyangkut hak-hak sosial, ekonomi dan budaya

Pengertian hak asasi manusia menurut Tilaar (2001) adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia,
dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh
bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Hak asasi manusia
pada dasarnya bersifat umum atau universal, karena diyakini bahwa beberapa hak yang dimiliki manusia
tidak memandang bangsa, ras, atau jenis kelamin. Dasar dari hak asasi manusia adalah bahwa manusia
harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Hak asasi
manusia juga bersifat supralegal, artinya tidak tergantung pada negara atau undang-undang dasar, dan
kekuasaan pemerintah. Bahkan HAM memiliki kewenangan lebih tinggi karena berasal dari sumber yang
lebih tinggi, yaitu Tuhan. Di Indonesia, hal ini ditegaskan dalam UU No. 39/1999 tentang hak asasi
manusia, yang mendefinisikan hak asasi manusia sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME. Berdasarkan beberapa rumusan pengertian HAM di
atas, diperoleh kesimpulan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yangbersifat
kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi
oleh setiap individu, masyarakat, atau negara.

Dengan demikian, hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan, yaitu keseimbangan antara hak
dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum.
Upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM, menjadi kewajiban dan tanggung jawab
bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintah baik sipil maupun militer) bahkan negara.
Jadi, dalam memenuhi kebutuhan menuntut hak tidak terlepas dari pemenuhan kebutuhan kewajiban
yang harus dilaksanakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat dari asasi manusia adalah
keterpaduan antara hak asasi manusia (HAM), kewajiban asasi manusia (KAM), dan tanggung jawab
asasi manusia (TAM) yang berlangsung secara sinergis dan seimbang.

B. Identifikasi Masalah

Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

Pengertian HAM

Perkembangan HAM
Implementasi serta pelanggaran-pelanggaran HAM di Indonesia

Bentuk Pro-Kontra hukuman mati yang berkaitan HAM di Indonesia

Upaya masyarakat beserta aparat kepemerintahan dalam pencegahan pelanggaran HAM

C. Batasan Masalah

Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokuspada masalah dan tujuan dalam hal ini
pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada
ruanglingkupProdankontraHAM dalam lingkungan masyarakat Indonesia

D. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah

1. Apa definisi HAM secara kodrati, universal, dan abadi.

2. Bagaimana perkembangan HAM di Indonesia ?

3. Apa makna dan implementasi HAM di Indonesia

4. Masih relevankah hukuman mati diterapkan di Indonesia berkaitan dengan Hak Asasi Manusia?

5. Apa saja upaya yang dilakukan masyarakat beserta aparat kepemerintahan dalam pencegahan
pelanggaran HAM

E. Metode Pembahasan

Dalam hal ini penulis menggunakan:

Metode deskriptif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau gambaran tentang
suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih.

Penelitian kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data
dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah-masalah
yang diteliti.

BAB II

PEMBAHASAN

Tak lazim lagi jika diindonesia sering terjadi pro kontra tentang perlindungan Hak Asasi Manusia
yang sering dilanggar. Bahkan semakin berjalannya waktu bangsa Indonesia kurang adanya ketidak
pedulian dalam nilai-nilai yang ada di Hak Asasi Manusia. Moral dan norma-norma yang ada didalamnya
seperti tak ada maknanya. Jika dibayangkan jika Hak Asasi Manusia di indonesia diterapkan indah
rasanya. Namun semua itu saat ini hanya mimpi yang tertunda tak ada penegakan hukum yang setimpal.
Semua itu bertolak belakang dengan apa yang diharapkan semua rakyat indonesia. Modernisasi
menghancurkan struktur masyarakat tradisional, mengisolasikan dan mengindividualisasikan manusia,
menempatkan manusia individual maupun kelompok dan golongan ke alam persaingan keras di mana
yang menang adalah yang kuat, serta melahirkan negara modern yang hampir adikuasa yang atas nama
kepentingannya cenderung mengorbankan pihak lemah dan karena kedaulatannya merasa berhak untuk
bertindak sewenang-wenang. Perlu adanya perbaikan dalam bangsa indonesia yang harus bisa
menegakkan nilai-nilai Hak Asasi Manusia saat ini. Melindungi rakyat-rakyat yang lemah dari aparat dan
pemimpin yang berkuasa saat ini. Dukungan rakyat kecil perlu adanya respon bagi pemimimpin negara
supaya Hak Asasi Manusia diindonesia tidak hanya sekedar mimpi semua rakyat Indonesia. Tak lazim lagi
jika diindonesia sering terjadi pro kontra tentang perlindungan Hak Asasi Manusia yang sering dilanggar.
Bahkan semakin berjalannya waktu bangsa Indonesia kurang adanya ketidak pedulian dalam nilai-nilai
yang ada di Hak Asasi Manusia. Moral dan norma-norma yang ada didalamnya seperti tak ada
maknanya. Jika dibayangkan jika Hak Asasi Manusia di indonesia diterapkan indah rasanya. Namun
semua itu saat ini hanya mimpi yang tertunda tak ada penegakan hukum yang setimpal. Semua itu
bertolak belakang dengan apa yang diharapkan semua rakyat indonesia. Modernisasi menghancurkan
struktur masyarakat tradisional, mengisolasikan dan mengindividualisasikan manusia, menempatkan
manusia individual maupun kelompok dan golongan ke alam persaingan keras di mana yang menang
adalah yang kuat, serta melahirkan negara modern yang hampir adikuasa yang atas nama
kepentingannya cenderung mengorbankan pihak lemah dan karena kedaulatannya merasa berhak untuk
bertindak sewenang-wenang

Perlu adanya perbaikan dalam bangsa indonesia yang harus bisa menegakkan nilai-nilai Hak Asasi
Manusia saat ini. Melindungi rakyat-rakyat yang lemah dari aparat dan pemimpin yang berkuasa saat ini.
Dukungan rakyat kecil perlu adanya respon bagi pemimimpin negara supaya Hak Asasi Manusia
diindonesia tidak hanya sekedar mimpi semua rakyat Indonesia. Tak lazim lagi jika diindonesia sering
terjadi pro kontra tentang perlindungan Hak Asasi Manusia yang sering dilanggar. Bahkan semakin
berjalannya waktu bangsa Indonesia kurang adanya ketidak pedulian dalam nilai-nilai yang ada di Hak
Asasi Manusia. Moral dan norma-norma yang ada didalamnya seperti tak ada maknanya. Jika
dibayangkan jika Hak Asasi Manusia di indonesia diterapkan indah rasanya. Namun semua itu saat ini
hanya mimpi yang tertunda tak ada penegakan hukum yang setimpal. Semua itu bertolak belakang
dengan apa yang diharapkan semua rakyat indonesia. Modernisasi menghancurkan struktur masyarakat
tradisional, mengisolasikan dan mengindividualisasikan manusia, menempatkan manusia individual
maupun kelompok dan golongan ke alam persaingan keras di mana yang menang adalah yang kuat,
serta melahirkan negara modern yang hampir adikuasa yang atas nama kepentingannya cenderung
mengorbankan pihak lemah dan karena kedaulatannya merasa berhak untuk bertindak sewenang-
wenang

Perlu adanya perbaikan dalam bangsa indonesia yang harus bisa menegakkan nilai-nilai Hak Asasi
Manusia saat ini. Melindungi rakyat-rakyat yang lemah dari aparat dan pemimpin yang berkuasa saat ini.
Dukungan rakyat kecil perlu adanya respon bagi pemimimpin negara supaya Hak Asasi Manusia
diindonesia tidak hanya sekedar mimpi semua rakyat Indonesia. Tak lazim lagi jika diindonesia sering
terjadi pro kontra tentang perlindungan Hak Asasi Manusia yang sering dilanggar. Bahkan semakin
berjalannya waktu bangsa Indonesia kurang adanya ketidak pedulian dalam nilai-nilai yang ada di Hak
Asasi Manusia. Moral dan norma-norma yang ada didalamnya seperti tak ada maknanya. Jika
dibayangkan jika Hak Asasi Manusia di indonesia diterapkan indah rasanya. Namun semua itu saat ini
hanya mimpi yang tertunda tak ada penegakan hukum yang setimpal. Semua itu bertolak belakang
dengan apa yang diharapkan semua rakyat indonesia. Modernisasi menghancurkan struktur masyarakat
tradisional, mengisolasikan dan mengindividualisasikan manusia, menempatkan manusia individual
maupun kelompok dan golongan ke alam persaingan keras di mana yang menang adalah yang kuat,
serta melahirkan negara modern yang hampir adikuasa yang atas nama kepentingannya cenderung
mengorbankan pihak lemah dan karena kedaulatannya merasa berhak untuk bertindak sewenang-
wenang

Perlu adanya perbaikan dalam bangsa indonesia yang harus bisa menegakkan nilai-nilai Hak Asasi
Manusia saat ini. Melindungi rakyat-rakyat yang lemah dari aparat dan pemimpin yang berkuasa saat ini.
Dukungan rakyat kecil perlu adanya respon bagi pemimimpin negara supaya Hak Asasi Manusia
diindonesia tidak hanya sekedar mimpi semua rakyat Indonesia. Tak lazim lagi jika diindonesia sering
terjadi pro kontra tentang perlindungan Hak Asasi Manusia yang sering dilanggar. Bahkan semakin
berjalannya waktu bangsa Indonesia kurang adanya ketidak pedulian dalam nilai-nilai yang ada di Hak
Asasi Manusia. Moral dan norma-norma yang ada didalamnya seperti tak ada maknanya. Jika
dibayangkan jika Hak Asasi Manusia di indonesia diterapkan indah rasanya. Namun semua itu saat ini
hanya mimpi yang tertunda tak ada penegakan hukum yang setimpal. Semua itu bertolak belakang
dengan apa yang diharapkan semua rakyat indonesia. Modernisasi menghancurkan struktur masyarakat
tradisional, mengisolasikan dan mengindividualisasikan manusia, menempatkan manusia individual
maupun kelompok dan golongan ke alam persaingan keras di mana yang menang adalah yang kuat,
serta melahirkan negara modern yang hampir adikuasa yang atas nama kepentingannya cenderung
mengorbankan pihak lemah dan karena kedaulatannya merasa berhak untuk bertindak sewenang-
wenang

Perlu adanya perbaikan dalam bangsa indonesia yang harus bisa menegakkan nilai-nilai Hak Asasi
Manusia saat ini. Melindungi rakyat-rakyat yang lemah dari aparat dan pemimpin yang berkuasa saat ini.
Dukungan rakyat kecil perlu adanya respon bagi pemimimpin negara supaya Hak Asasi Manusia
diindonesia tidak hanya sekedar mimpi semua rakyat Indonesia. Tak lazim lagi jika diindonesia sering
terjadi pro kontra tentang perlindungan Hak Asasi Manusia yang sering dilanggar. Bahkan semakin
berjalannya waktu bangsa Indonesia kurang adanya ketidak pedulian dalam nilai-nilai yang ada di Hak
Asasi Manusia. Moral dan norma-norma yang ada didalamnya seperti tak ada maknanya. Jika
dibayangkan jika Hak Asasi Manusia di indonesia diterapkan indah rasanya. Namun semua itu saat ini
hanya mimpi yang tertunda tak ada penegakan hukum yang setimpal. Semua itu bertolak belakang
dengan apa yang diharapkan semua rakyat indonesia. Modernisasi menghancurkan struktur masyarakat
tradisional, mengisolasikan dan mengindividualisasikan manusia, menempatkan manusia individual
maupun kelompok dan golongan ke alam persaingan keras di mana yang menang adalah yang kuat,
serta melahirkan negara modern yang hampir adikuasa yang atas nama kepentingannya cenderung
mengorbankan pihak lemah dan karena kedaulatannya merasa berhak untuk bertindak sewenang-
wenang

Perlu adanya perbaikan dalam bangsa indonesia yang harus bisa menegakkan nilai-nilai Hak Asasi
Manusia saat ini. Melindungi rakyat-rakyat yang lemah dari aparat dan pemimpin yang berkuasa saat ini.
Dukungan rakyat kecil perlu adanya respon bagi pemimimpin negara supaya Hak Asasi Manusia
diindonesia tidak hanya sekedar mimpi semua rakyat Indonesia.

1. Definisi HAM secara kodrati, universal, dan abadi

Hak adalah suatu bentuk kekuasaan, kewenangan dan kepunyaan yang dimiliki oleh setiap orang
dalam kemakmuran hidupnya dengan mematuhi peraturan hukum yang berlaku. Hak asasi dapat
dirumuskan sebagai hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak
kesejahteraan yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun, demikianlah rumusan hak asasi
manusia sebagai mana tertuang pada pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia vide Tap MPR
No.XVII/MPR/1998. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena
pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari
pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari
Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.

Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia
ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja
dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk
melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul
atau berhubungan dengan sesama manusia. Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada
hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi
terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib
untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.
Kesadaran akan hak asasi manusia , harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali sejak
manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak – hak kemanusiaan yang sudah ada sejak
manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah mencatat
berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak asasi manusia.

2. Perkembangan HAM di Indonesia

Perkembangan Pemikiran HAM dibagi dalam 4 generasi, yaitu : Generasi pertama berpendapat
bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi
pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II,
totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu
tertib hukum yang baru. Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga
hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan
pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang
mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan
hak politik.

Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan
adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang
disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM
generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi
dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga
menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar. Generasi keempat
yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan yang terfokus pada
pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negatif seperti diabaikannya aspek kesejahteraan
rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara
keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat
dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi
manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government.

3. Makna dan Implementasi Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Dalam sejarahnya bangsa Indonesia terlahir dari suatu bangsa yang terjajah selama 350 tahun
yang penuh kesengsaraan dan penderitaan akibat penjajahan. Oleh karenanya konstitusi Indonesia
sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 bangsa Indonesia sangat menentang segala bentuk
penjajahan di atas dunia sebagai implementasi penghormatan terhadap hak asasi manusia, juga dalam
batang tubuh UUD 1945 memuat beberapa pasal sebagai implementasi hak asasi manusia, seperti; pasal
27 (1) tentang kesamaan kedudukan warga negara di muka hukum, pasal 27 (2) tentang hak warga
negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, pasal 28 tentang kebebasan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, pasal 29 (1) tentang
kebebasan memeluk agama, dan pasal 33 mengatur tentang kesejahteraan sosial. UUD RIS 1949 dan
UUD Sementara 1950 memuat secara rinci ketentuan-ketentuan tentang hak asasi manusia. Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dengan Tap MPRS No.XIV/1966 membentuk Panitia Ad hoc
untuk menyiapkan Rancangan Piagam Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara,
pada Sidang Umum MPRS tahun 1968 Rancangan tersebut tidak dibahas dengan maksud agar
Rancangan tersebut dibahas oleh MPR hasil Pemilu. Beberapa kali Sidang MPR di Era Orde Baru
Rancangan tentang Rancangan Piagam Hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta Kewajiban Warga Negara
tidak pernah dibahas lagi. Atas desakan dan tuntutan berbagai lapisan masyarakat baru pada Sidang
Istimewa MPR bulan Nopember 1998 dihasilkan Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia, yang kemudian diikuti dengan dibuatnya beberapa perundang-undangan tentang Hak Asasi
Manusia; UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia, Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang No. 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Hal ini sebagai tanda langkah maju dalam
penegakan hak asasi manusia di Indonesia di tengah keperihatinan atas terjadinya berbagai macam
pelanggaran hak asasi manusia.
4. Bentuk Pro-Kontra hukuman mati yang berkaitan HAM di Indonesia

Perdebatan tentang hukuman mati sudah cukup lama berlangsung dalam wacana hukum pidana di
Indonesia. Dari pendekatan historis dan teoritik, hukuman mati adalah pengembangan teori absolut
dalam ilmu hukum pidana. Teori ini mengajarkan tentang pentingnya efek jera (detterence effect) dalam
pemidanaan. Dari pendekatan secara historis dan teoritik tersebut maka hukuman mati menjadi
wacana pro dan kontra di Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. Bagi yang kontra didasarkan pada
alasan atau menyangkut HAM (Hak Asasi Manusia), salah satunya ialah hak manusia untuk hidup hal ini
didasarkan pada Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi "Setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Keabsahan hukuman mati terus
dipertanyakan. ini terkait dengan pandangan “Hukum Kodrat” yang menyatakan bahwa hak untuk hidup
adalah hak yang melekat pada setiap individu yang tidak dapat dirampas dan dikurang-kurang (non-
derogable rights) oleh siapapun, atas nama apapun dan dalam situasi apapun termasuk oleh negara,
atas nama hukum atau dalam situasi darurat. Sebagai hak yang dianugerahkan Tuhan, hak hidup tidak
bisa diambil oleh manusia manapun meski atasnama Tuhan sekalipun. berangkat dari alasan inilah maka
hukuman mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.

Sebaliknya bagi yang pro berpendapat bahwa penjatuhan hukuman mati tidak ada hubungannya
dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). sebab segala bentuk hukuman pada dasarnya melanggar
hak asasi orang. Penjara seumur hidup itu juga merampas hak asasi, sebab pemidanaan dijatuhkan
dengan melihat tindak pidana atau perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Hukuman mati dilakukan
terhadap pelanggaran norma hukum yang mengancam suatu perbuatan sehingga harus dihukum
demikian. Secara normatif hukuman mati diterapkan di negara-negara modern khususnya Indonesia
atas perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan subversi, makar, terorisme, pembunuhan
berencana dan lain-lain. Dengan demikian pantaslah orang yang melakukan demikian dijatuhi hukuman
mati.

Sebelum kita membahas tentang hukuman mati terlebih dahulu kita bahas tentang Hak Asasi Manusia
(HAM). Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap
perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak
disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau
mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan
tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang
HAM).

Di dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 juga dapat dipahami bahwa Indonesia sangat
menekankan pentingnya perlindungan Hak Asasi Manusia. Di dalam Pasal 28 A Undang-Undang Dasar
1945 amandemen kedua dijelaskan: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya. Di dalam Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua
dijelaskan: hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum yang
berlaku surat adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Pasal 28 A
dan Pasal 28 I Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua merupakan pengaturan hak asasi
manusia, perbedaanya pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua hanya mengatur
tentang hak hidup seseorang tetapi Pasal 28 I Undang-Undang Dasar 1945 hak asasi manusia tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun. Baik dalam keadaan normal (tidak dalam keadaan darurat, tidak
dalam keadaan perang atau tidak dalam keadaan sengketa bersenjata) maupun dalam keadaan tidak
normal (keadaan darurat, dalam keadaan perang dan dalam keadaan sengketa bersenjata) hak hidup
tidak dapat dikurangi oleh Negara, Pemerintah, maupun masyarakat. Hak hidup bersifat non deregoble
human right artinya hak hidup seseorang tidak dapat disimpangi dalam keadaan apapun. Hak hidup
tidak bersifat deregoble human right artinya dapat disimpangi dalam keadaan daraurat atau ada alasan
yang diatur di dalam peraturan perundang undangan, misalnya melakukan tindak pidana yang diancam
dengan hukuman mati. Dari pembahasan tentang Hak Asasi Manusia diatas dapat kita simpulkan bahwa
Negara menjamin hak hak asasi tiap tiap warga negaranya yang terdapat dalam Undang-Undang 1945.

5. Upaya masyarakat beserta aparat kepemerintahan dalam pencegahan pelanggaran HAM

Pendekatan Security yang terjadi di era orde baru dengan mengedepankan upaya represif
menghasilkan stabilitas keamanan semu dan berpeluang besar menimbulkan terjadinya pelanggaran hak
asasi manusia tidak boleh terulang kembali, untuk itu supremasi hukum dan demokrasi harus
ditegakkan, pendekatan hukum dan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi
masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini
terbukti tidak memuaskan masyarakat, bahkan berdampak terhadap timbulnya berbagai pelanggaran
hak asasi manusia, untuk itu desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan, otonomi daerah
sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjutkan
dan dilakukan pembenahan atas segala kekurangan yang terjadi. Reformasi aparat pemerintah dengan
merubah paradigma penguasa menjadi pelayan masyarakat dengan cara mengadakan reformasi di
bidang struktural, infromental, dan kultular mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan public untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia oleh
pemerintah. Perlu penyelesaian terhadap berbagai Konflik Horizontal dan Konflik Vertikal di tanah air
yang telah melahirkan berbagai tindakan kekerasan yang melanggar hak asasi manusia baik oleh sesama
kelompok masyarakat dengan acara menyelesaikan akar permasalahan secara terencana, adil, dan
menyeluruh.

Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan yang sama bagi
semua hak asasi manusia di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan bidang lainnya, termasuk
hak untuk hidup, persamaan, kebebasan dan keamanan pribadi, perlindungan yang sama menurut
hukum, bebas dari diskriminasi, kondisi kerja yang adil. Untuk itu badan-badan penegak hukum tidak
boleh melakukan diskriminasi terhadap perempuan, lebih konsekuen dalam mematuhi Konvensi
Perempuan sebagaimana yang telah diratifikasi dalam Undang undang No.7 Tahun 1984, mengartikan
fungsi Komnas anti Kekerasan Terhadap Perempuan harus dibuat perundang-undangan yang memadai
yang menjamin perlindungan hak asasi perempuan dengan mencantumkan sanksi yang memadai
terhadap semua jenis pelanggarannya. Anak sebagai generasi muda penerus bangsa harus mendapatkan
manfaat dari semua jaminan hak asasi manusia yang tersedia bagi orang dewasa. Anak harus
diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat dan harga dirinya, yang memudahkan mereka
berintraksi di dalam masyarakat, anak tidak boleh dikenai siksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam
dan tidak manusiawi, pemenjaraan atau penahanan terhadap anak merupakan tindakan ekstrim
terakhir, perlakuan hukum terhadap anak harus berbeda dengan orang dewasa, anak harus
mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana phisik dan psikologis yang
memungkinkan anak berkembang secara normal dan baik, untuk itu perlu dibuat aturan hukum yang
memberikan perlindungan hak asasi anak, setiap pelanggaran terhadap aturan harus ditegakan secara
profesional tanpa pandang bulu. Supremasi hukum harus ditegakan, sistem peradilan harus berjalan
dengan baik dan adil, para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan
kepadanya dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat pencari keadilan,
memberikan perlindungan kepada semua orang dari perbuatan melawan hukum, menghindari tindakan
kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakan hukum. Perlu adanya kontrol dari
masyarakat (Social control) dan pengawasan dari lembaga politik terhadap upaya-upaya penegakan hak
asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan makalah ini, maka dapat ditarik suatu simpulan bahwa:

1. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal,
dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak
kesejahteraan yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun, demikianlah rumusan hak asasi
manusia sebagai mana tertuang pada pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia vide Tap MPR
No.XVII/MPR/1998.

2. Perkembangan Pemikiran HAM dibagi dalam 4 generasi, yaitu : Generasi pertama berpendapat
bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Generasi kedua pemikiran HAM
tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Generasi
ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan
antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-
hak melaksanakan pembangunan. Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat
dominan dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan
dampak negatif seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat.
3. Konstitusi Indonesia sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 bangsa Indonesia sangat
menentang segala bentuk penjajahan di atas dunia sebagai implementasi penghormatan terhadap hak
asasi manusia, juga dalam batang tubuh UUD 1945 memuat beberapa pasal sebagai implementasi hak
asasi manusia, seperti; pasal 27 (1) tentang kesamaan kedudukan warga negara di muka hukum, pasal
27 (2) tentang hak warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, pasal 28
tentang kebebasan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, pasal 29
(1) tentang kebebasan memeluk agama, dan pasal 33 mengatur tentang kesejahteraan sosial. UUD RIS
1949 dan UUD Sementara 1950 memuat secara rinci ketentuan-ketentuan tentang hak asasi manusia.

4. Bagi yang kontra didasarkan pada alasan atau menyangkut HAM (Hak Asasi Manusia), salah satunya
ialah hak manusia untuk hidup hal ini didasarkan pada Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 yang
berbunyi "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya".
Sebagai hak yang dianugerahkan Tuhan, hak hidup tidak bisa diambil oleh manusia manapun meski atas
nama Tuhan sekalipun. berangkat dari alasan inilah maka hukuman mati bertentangan dengan Hak Asasi
Manusia. hukuman mati masih relevan diterapkan di Indonesia jika dilihat dari kacamata hubungan
hukum dan ilmu sosial yang tumbuh dalam masyarakat walaupun dalam Undang-undang Dasar 1945
telah dirumuskan bahwa Hak Asasi Manusia dalam hal ini tentang Hak Hidup wajib dilindungi oleh
negara yang bersifat non deregoble human right artinya hak hidup seseorang tidak dapat disimpangi
dalam keadaan apapun akan tetapi demi kepentingan umum negara wajib memberi pembatasan HAM
tentang hak hidup berdasarkan perbuatan sesorang agar tujuan-tujuan dari hukum dapat berjalan
dengan baik.

5. Upaya masyarakat beserta aparat kepemerintahan dalam pencegahan pelanggaran HAM dengan
pendekatan Security yakni supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan, pendekatan hukum dan
dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara serta reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa
menjadi pelayan masyarakat dengan cara mengadakan reformasi di bidang struktural, infromental, dan
kultular mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan public untuk mencegah
terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah. Masyarakat perlu
memahami kebijakan pemerintah yang berlaku sesuai ketentuan hukum

B. Saran

Saran yang dapat saya ajukan melalui makalah ini adalah setiap orang memiliki hak individual yang
harus dilindungi oleh pemerintah dengan mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku, selaras dengan
itu perlu ditopangi oleh pemenuhan kewajuban oleh setiap warga negara dalam menaati ketentuan-
ketentuan hukum yang ada di Indonesia demi keutuhan bangsa Indonesia, dan kita sebagai kaum
intelektual berhak mensosialisasikannya kepada masyarakat sekitar betapa pentingnya kestabilan sosial
dan hukum dalam meneta kehidupan lebih baik.
Referensi

ICCE UIN. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyaraktat Madani.
UIN dan Prenada Media

Kansil dan Kansil. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi . Pradnya Paramita,
Jakarta dan UUD 1945. Yogyakarta: UII Press.

Suseno, Franz Magnis. 1999. Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern.
PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai