Anda di halaman 1dari 1

Nama : Evan Daniel Sinaga

Nim : 16.3074
Mata Kuliah : Missiologi II
Dosen : Pdt.Pulo Aruan, S.Si,M.Div,M.Th

Emmanuel Levinas “Otherness”1


“Otherness” atau “Yang lain” merupakan salah satu kajian filsafat Levinas tentang
kemanusiaan. Sering kali manusia memandang manusia lainnya hanya sebagai alat pendukung
demi kemajuan dirinya sendiri. Yang tragisnya, pada peristiwa-peristiwa tertentu manusia juga
dapat berprasangka bahwa orang lain hanyalah penghambat atau juga ancaman bagi dirinya,
sehingga tidak menutup kemungkinan seseorang untuk berkonflik dengan orang lain yang ia
sangka adalah sebuah ancaman bagi dirinya, dan berujung pada arogansi yang menimbulkan
korban. Menurut Levinas, gagasannya tentang “yang lain” merupakan suatu pendobrak menuju
ketransendenan subjek. Menurutnya, manusia pada hakikatnya terpisah antara satu dengan
lainnya, maka oleh karena itu manusia memerlukan jembatan yang dapat berupa pertemuan
atau perjumpaan sebagai alat demi terwujudnya relasi antara satu dengan lainnya. Konsep
“yang lain” yang dimaksud Levinas adalah orang lain atau sesama. “yang lain” haruslah
dipandang sebagai sesama dan bukan benda yang dapat kita perdaya sesuka hati, melainkan
atas kedirian “Aku” akan selalu memerlukan “yang lain” karena keunikannya dan bukan
sebagai alter ego. Pemikiran Levinas ini dipengaruhi oleh pengalaman holocaust, yang dimana
pada peristiwa tersebut Levinas melihat bahwa terjadi “yang lain” atau sesame dilupakan atau
diabaikan, sehingga menimbulkan penindasan yang menyebabkan banyak korban jiwa
berjatuhan. Secara tidak langsung, kajian ulang atas peristiwa tersebut mengingatkan kepada
kita bahwa seringkali manusia yang mementingkan dirinya sendiri maupun kelompoknya
saja,sehingga berdampak kepada mengabaikan atau sepele terhadap kepentingan orang lain.
Disamping itu, menurutnya, tanggung jawab kita terhadap “yang lain” sama halnya dengan
kesetiaan kita terhadap diri kita sendiri.
Oleh karena pemahamannya akan “otherness” dalam diri orang lain, maka sudah
seharusnya bagi kita untuk tidak menempatkan pemahaman orang lain ke dalam suatu konteks
yang sama dengan pemahaman kita. Levinas mengingatkan bahwa keberadaan dunia diluar
kita, selain Aku dengan orang lain. Hubungan antar Aku dengan orang lain menuntut suatu
tanggung jawab terhadap banyak orang lain. Dalam arti hubungan antara Aku dan orang lain
tidak hanya menyangkut dua pihak melainkan juga pihak-pihak lainnya. Menurut Levinas,
kedirian atas “yang lain” tidaklah dapat dikuasai. Dihadapan yang lain, subjek haruslah tunduk.
Levinas sedikit banyaknya mengajarkan tentang kemanusiaan, bahwasanya manusia etis
adalah manusia yang bertanggung jawab terhadap sesamanya. Perbuatan yang etis dapat lahir
melalui respon yang diberikan atas kehadiran “yang lain”. Ketika seseorang berhadapan
dengan orang lain, maka tidak boleh tidak secara otomatis ia telah terikat dan tidak bebas lagi,
tidak boleh bersifat apatis (pengabaian) melainkan ia harus bertanggung jawab atasnya.
Sejatinya Levinas berpandangan bahwa masalah kemanusiaan sampai pada saat ini didasari
oleh anggapan terhadap sesame atau “yang lain” sebagai objek. Maka gagasan Levinas tentang
“otherness” ini mengajarkan kita untuk menjalin relasi yang harmonis dengan “yang lain”
dengan satu tujuan yaitu menciptakan bonum commune.

1
Tulisan ini merupakan ‘risalah’ dari kajian skripsi; Tennie Marlim, Vincentius Y.Jolasa, “Perjumpaan Dengan
(Wajah Yang Lain): Kajian Eksistensialisme Religius Menurut Emmanuel Levinas”,
(http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-09/S47554-Tennie%20Marlim diakses pada 14 November 2019).

Anda mungkin juga menyukai