Anda di halaman 1dari 7

Pedagogi Tertindas dan

Humanis Revolusioner
1.Pendidikan Humanis
2.Biophily vs Necrophily
3.Kognitif dan Narasi
1.Pendidikan Humanis
Konsep pendidikan humanis tidak bisa dipisahkan dari makna
kata humanis itu sendiri sebagai kata sifatnya. Lorenz Bagus
menggambarkan bahwa kata humanis paling tidak dapat digambarkan
sebagai salah satu karakteristik yang dimiliki oleh aliran dalam filsafat
yang bertujuan menghidupkan rasa kemanusiaan dengan pergaulan yang
lebih menghargai sisi kemanusiaan itu sendiri. Pendidikan humanis pada
dasanya merupakan suatu respon pendidikan terhadap sisi kemanusiaan
manusia mengingat manusia pada dasarnya disebut sebagai makhluk
pedagogik yang dapat diartikan sebagai makluk yang dapat mengajar
sekaligus diajar.
Di samping itu, konsep pendidikan humanis tidak bisa dipisahkan
dari beberapa pandangan yang melihat pendidikan itu sendiri. Ki Hajar
Dewantara misalnya sebagai salah satu tokoh pendidikan nasional
melihat bahwa pendidikan menuntut pengembangan segala potensi
(kodrat) yang melekat pada diri peserta didik sebagai manusia dan
anggota masyarakat untuk selanjutnya diarahkan mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Akan tetapi, konsep perbankan pendidikan tidak mengakui
kemitraan tersebut. Memang konsepsi perbankan pendidikan dibangun
demikian dan harus demikian. Upaya mengatasi kontradiksi guru-murid,
bertukar peran deposan, resep, domestikator, dan menguatkan peran
siswa dan sesama siswa akan melemahkan kekuatan penindasan dan
menyuburkan semangat pembebasan.
2. Biophily vs Necrophily
Karena perbankan pendidikan dimulai dengan pemahan yang palsu, dimana
laki-laki dan perempuan hanya sebagai objek, maka tidak bisa mempromosikan
perkembangan yang Eric Fromm disebut “biophily” (hidup rasa cinta) melainkan
hanya melahirkan “necrophily” (mati rasa cinta). Pada sisi lain hidup dicirikan oleh
pertumbuhan secara terstuktur dan fungsional. Sayangnya, orang necrophilous
mencintai semua yang tidak tumbuh, semua yang mekanis. Orang necrophilous
didorong oleh keinginan untuk mengubah materi organik menjadi anorganik,
mendekati hidup secara mekanis, seolah-olah semua orang hidup dalam banyak
hal. Orang necrophilous dapat berhubungan dengan sebuah objek – bunga atau
orang – hanya jika ia memilikinya, maka ancaman terhadap miliknya adalah
ancaman bagi dirinya. Dia berusahan memegang kendali atau kontrol, dan dalam
tindakan mengendalikan itu, dia membunuh kehidupan sejati.
Mengikuti Penindas
Pendidikan sebagai latihan mudah merangsang dominasi kepercayaan siswa,
dengan tujuan ideologis yang sering tidak dirasakan oleh pendidik, dimana
bertindak mengindoktrinasi mereka agar mampu beradaptasi dengan dunia
penindasan. Upaya untuk mengubahnya hanya sebatas dipersepsi sebagai tuduhan
dengan harapan yang naif, bahwa elit memang dominan, dan dengan demikian
hanya akan meninggalkan praktik tersebut. Tujuannya adalah untuk menimbulkan
perhatian humanis dengan fakta bahwa mereka tidak dapat menggunakan metode
perbankan dalam mencapai pembebasan, karena mereka hanya sebatas akan
meniadakan “pengejaran” atau “indimidasi” yang keterlaluan. Mungkin juga
masyarakat revolusioner yang menolak metode ini dari masyarakat penindas.
Masyarakat revolusioner yang menolak praktik perbankan pendidikan justru bias
tersesat,karena sudah terlalu lama mengikuti pola pikirkaum penindasnya.
3. Kognitif dan Narasi
Metode pemecahan masalah tidak mendikotomikan aktivitas siswa-guru: pembelajaran tidak
bersifat “kognitif” pada satu titik dan “narasi” pada titik yang lain. Pembelajaran selalu “kognitif”,
apakah mempersiapkan proyek pembelajaran atau terlibat dalam dialog dengan siswa. Proses
pembelajaran tidak menganggap benda yang dapat diketahui sebagai milik pribadi, tetapi sebagai
obyek refleksi sendiri dan siswa. Dengan cara ini, pendidik selalu tampil kembali ke bentuk refleksi
pada refleksi siswa. Siswa tidak lagi menjadi pendengar tang jinak.
Mereka bisa tampil kritis, menjadi semacam pendamping dalam dialog dengan guru. Guru
menyajikan materi kepada siswa untuk pertimbangan mereka dan melakukan pertimbangan ulang
sebelum memposisikan dirinya selayaknya siswa mengungkapkan keadaan mereka sendiri. Peran
pendidik adalah untuk menciptakan kondisi dimana pengetahuan pada tingkat narasi ini digantikan
oleh pengetahuan yang benar pada tingkat aplikasi bersama-sama dengan siswa.
Kesimpulan
Pendidikan sebagai praktik kebebasan, sebagai lawan dari
pendidikan sebagai praktik dominasi, menyangkal bahwa manusia
adalah abstrak, terisolasi, independen, dan tidak terikat pada dunianya.
Sebaliknya, juga menangkal bahwa dunia ada sebagai sebuah realitas
terpisah dari orang – orang. Refleksi otentuk tidak menganggap subjek
yang dipelajari selalu abstrak, melainkan berhubungan dengan realitas
disekitar dunia kehidupan siswa dan masyarakat. Dalam hubungan
kesadaran dan dunia kehidupan yang simultan: kesadaran itu
sesungguhnya tidakk emndahului dunia kehidupan siswa maupun
mengikutinya.

Anda mungkin juga menyukai