Anda di halaman 1dari 5

POST HUMANISME

Moch Ighfar Muflihul Hakim/126309213125

Jika mendengar istilah humanisme maka yang terbesit dalam benak mayoritas orang
adalah tentang bagaimana manusia memperlakukan manusia lainnya. Humanisme merupakan
salah satu teori dalam disiplin ilmu pendidikan. Humanisme adalah suatu konsep belajar yang
berfokus pada sisi perkembangan kepribadian manuasia untuk menemukan kemampuannya
dan bagaimana cara pengembangannya. Istilah humanisme ini ada sejak abad 20 yang pada
awalnya digunakan dalam dunia psikologi saja.

Dalam dunia pendidikan, humanisme sangat erat hubungannya dengan bagaimana


semua komponen pendidikan menjalankan tugasnya masing-masing tetapi masih
memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan. Dalam lingkup yang lebih sempit yaitu sekolah,
proses humanisme sangat erat hubungannya dengan bagaimana perlakuan guru terhadap siswa.

Dalam era yang lebih moderm ini, sikap humanisme semakin jarang diterapkan. Banyak
sekali faktor yang mempengaruhinya. Seperti, perkembangan teknologi, pandangan, pengaruh
budaya luar, serta lingkungan yang semakin tidak terkontrol. Perlu sekali adanya pembiasaan
sikap humanistik yang diterapkan dalam sekolah. Mengapa? Karena dalam proses
pembelajaran, hal utama yang memang harus diperhatikan adalah mengenai bagaimana siswa
menemukan kenyamanan dan ketertarikan kepada materi yang disampaikan, entah materi
akademik atau materi berupa pengamalan karakter.

Di sekolah tentu saja ada dua macam tipe siswa yang memiliki persepsi belajar berbeda.
Yang pertama adalah siswa yang mampu mengikuti pembelajaran sesuai apa yang telah
diperintahkan oleh guru. Yang kedua adalah siswa yang memiliki persepsi pembelajaran yang
berbeda dengan guru, siswa tersebut memilih untuk tidak terikat dengan pendapat orang lain
yang mengatur pribadinya sendiri. Teori humanisme tersebut patut diterapkan untuk siswa
yang memiliki tipe kedua.

Dalam penerapan teori humanisme di sekolah tentu saja memiliki beberapa kelebihan.
Yang pertama adalah teori ini cocok diterapkan dalam materi pembelajaran pembentukan
karakter siswa. Kedua, memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian siswa.
Ketiga, teori ini mengedepankan aspek memanusiakan manusia atau lebih tepatnya adalah
memberi kesempatan siswa untuk bergerak bebas. Disamping itu, teori humanisme memiliki
kekurangan yaitu, proses pembelajaran siswa lebih difokuskan kepada pengembangan potensi
saja, sehingga pengembangan intelektual siswa tidak terasah.

Humanisme dalam pendidikan itu perlu agar para peserta didik mampu membangun
empati dan simpati atas penderitaan orang lain. Pendidikan yang efektif adalah yang berpusat
pada siswa. Dasar pendidikannya adalah apa yang menjadi dunia, minat dan kebutuhan-
kebutuhan peserta didik. Pendidik membantu peserta didik untuk menemukan,
mengembangkan dan mencoba mempraktekan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki
(the learner centered teaching). Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa bahwa siswa
menghormati, menghargai dan menerima siswa sebagai mana adanya komunikasi dan relasi
yang efektif sangat diperlukan sebab suasana komunikasi yang efektif peserta didik akan dapat
mengeksplorasi dirinya, mengembangkan dirinya dan kemudian memfungsikan dirinya dalam
masyarakat secara optimal.

Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya teori humanisme yang diterapkan juga harus
diimbangi dengan pengembangan intelektual siswa. Sehingga akan tercipta keseimbangan
antara potensi siswa dengan kemampuan intelektualnya. Selain itu, apabila keduanya tampak
seimbang maka emosi diri siswa akan terkontrol dengan baik. Emosi yang terkontrol dengan
baik itulah yang akan memacu siswa untuk melakukan kegiatan yang baik pula.
lstilah humanisme tentu saja sangat asing didengar dalam kehidupan sehari-hari.
Humanisme merupakan salah satu teori dalam disiplin ilmu pendidikan. Humanisme adalah
suatu konsep belajar yang berfokus pada sisi perkembangan kepribadian manusia untuk
menemukan kemampuannya dan bagaimana cara pengembangannya. Istilah humanisme ini
ada sejak abad 20 yang pada awalnya digunakan dalam dunia psikologi saja. Salah satu tokoh
yang sangat berperan atas lahirnya teori humanisme adalah Arthur Combs, yang menyatakan
bahwa “apabila kita ingin memahami perilaku orang lain, maka kita harus mencoba memahami
dunia persepsi orang itu”.

Seperti yang telah dikatakan Arthur Combs, kita dapat mengambil contoh kasus di
sekolah. Di sekolah tentu saja ada dua macam tipe siswa yang memiliki persepsi belajar
berbeda. Yang pertama adalah siswa yang mampu mengikuti pembelajaran sesuai apa yang
telah diperintahkan oleh guru. Yang kedua adalah siswa yang memiliki persepsi pembelajaran
yang berbeda dengan guru, siswa tersebut memilih untuk tidak terikat dengan pendapat orang
lain yang mengatur pribadinya sendiri. Teori humanisme tersebut patut diterapkan untuk siswa
yang memiliki tipe kedua.

Sebagai contoh penerapan humanisme dalam pendidikan yaitu Confluent Education,


Open Education dan Cooperative Education. Confluent Education adalah cara melibatkan para
siswa secara pribadi di dalam pembelajaran tersebut. Melalui Confluent Education, diharapkan
siswa dapat memperoleh kesadaran antar pribadi yang lebih baik. Yang kedua adalah Open
Education, yaitu pembelajaran terbuka. Maksud dari Open Education tersebut adalah
memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih aktivitas belajar mereka sendiri, namun
tetap dengan bimbingan guru. Sedangkan Cooperative Education adalah cara pembelajaran
dengan membentuk kelompok belajar agar dapat saling membantu dalam mempelajari bahan
yang bersifaat akademik maupun non akademik. Selain itu, adanya ektrakurikuler di sekolah
juga termasuk penerapan humanisme untuk mengembangkan potensi siswa.

Dalam penerapan teori humanisme di sekolah tentu saja memiliki beberapa kelebihan.
Yang pertama adalah teori ini cocok diterapkan dalam materi pembelajaran pembentuk
karekter siswa. Kedua, memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian siswa.
Ketiga, teori ini mengedepankan aspek memanusiakan manusia atau lebih tepatnya adalah
memberi kesempatan siswa untuk bergerak bebas. Disamping itu, teori humanisme memiliki
kekurangan yaitu, proses pembelajaran siswa lebih difokuskan kepada pengembangan potensi
saja, sehingga pengembangan intelektual siswa tidak terasah.
Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya teori humanisme yang diterapkan juga harus
diimbangi dengan pengembangan intelektual siswa. Sehingga akan tercipta keseimbangan
antara potensi siswa dengan kemampuan intelektualnya. Selain itu, apabila keduanya tampak
seimbang maka emosi diri siswa akan terkontrol dengan baik. Emosi yang terkontrol dengan
baik itulah yang akan memacu siswa untuk melakukan kegiatan yang baik pula.

Posthuman didefinisikan oleh kompleksitas konseptualnya. Ini bukan ciptaan


sementara dari apa yang akan terjadi setelah manusia, tetapi sering dipikirkan dalam bentuk
masa depan. Akan jadi apa manusia selanjutnya? Atau, posthuman, seperti postmodernitas,
sering tumpang tindih dengan modern dan pra-modern. Posthuman dapat ditemukan dalam
tulisan-tulisan etis Spinoza (Braidotti 2013), Leviathan karya Thomas Hobbes (Shapin dan
Schaffer 1985), dan Creature karya Mary Shelley (Carretaro-Gonzalez 2016). Posthuman bisa
menjadi 'lebih dari manusia' (Massumi 2014) atau pemahaman etis tentang subjek yang dapat
melintasi dunia, baik manusia maupun bukan manusia (Braidotti 2013; Mitchell 2014).

Memikirkan posthuman adalah bagian dari tradisi yang mengetahui bahwa setiap teori
subjektivitas harus mencakup sifat yang terkandung dari apa yang kemudian kita namakan
'subjek' (Braidotti 2006). Ini mempertanyakan pembagian yang telah kita buat antara subjek
dan objek ini, manusia dan hewan. Meskipun tidak selalu merupakan entitas biologis atau
evolusi hewan manusia, ia terjerat dengan sistem alam dan teknologi. Sebagai cyborg,
posthuman dapat mendefinisikan kembali hubungan kita dengan alam (Haraway 1991) atau
menjadi jumlah ketakutan manusia bahwa teknologi kita akan mengatasi dan mengendalikan
kita.[1] The Terminator berada di urutan teratas daftar film pahlawan dan penjahat favorit
secara bersamaan (Penyanyi 2008).

Seperti definisi Lyotard (1984, xxiv) tentang postmodern, posthumanisme cenderung


tidak percaya ketika melintasi metanarasi. Oleh karena itu, posthuman dapat disejajarkan
dengan pendekatan dan teknik lain yang mempertanyakan universalitas, rasionalitas, dan
objektivitas ilmiah. Seperti namanya yang berimplikasi pada posthuman dalam tradisi humanis,
menggunakan bahasa—seperti bahasa lisan dan tulisan dipandang sebagai apa yang membuat
manusia luar biasa dalam rantai besar keberadaan—sering mengaburkan pemahaman lain
tentang dunia melalui pengaruh, seni, dan keinginan. Mereka yang membayangkan posthuman
harus bertanya apakah alat tuannya bisa membongkar rumah tuannya (Lorde 2007, 110-114?
Ini termasuk wacana, sejarah, sains, dan teknologi—setidaknya mereka yang lahir dari
peradaban Barat sangat terlibat dalam apa yang mungkin ingin ditinggalkan oleh posthuman.
'Jadi bagaimana dengan humaniora,' Colebrook (2014, 169-70) bertanya, 'jika ada, bisakah kita
katakan layak diselamatkan?' Humanisme sebenarnya sangat tidak manusiawi, jawabnya, tapi
apa yang bisa ditawarkan posthumanisme? Mungkin itu terkontaminasi dan dimiliki oleh yang
tertindas, oleh semua kolonialisme dan kapitalisme yang telah dikubur dan coba
disembunyikan, dibunuh, dan disiksa. Posthuman tahu bahwa subjek, seperti yang telah kita
ciptakan, memiliki hubungan khusus dengan degradasi dan penghilangan objek dan
objektifikasi subjek. Perbedaan antara keduanya adalah cerita tentang pembuatan dunia
modern kita dan kisah tentang jalinan ini perlu diceritakan kembali untuk menciptakan
hubungan yang lebih adil dan damai.

Anda mungkin juga menyukai