Anda di halaman 1dari 3

ETIKA TANGGUNG JAWAB EMMANUEL LEVINAS DAN

RELEVANSINYA BAGI KEHIDUPAN KOMUNITAS SEMINARI TINGGI


ST. MIKHAEL

Manusia tak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain di dalam kehidupannya.
Kenyataan ini menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang selalu bergantung.
Kebergantungannya menjadikan manusia selalu membutuhkan manusia lainnya untuk
menegaskan eksistensinya. Jozef Pieniazek sebagaimana dikutip dalam Alteritas karya Felix
Baghi, mengemukakan hal ini dengan mengatakan bahwa manusia menjadi manusia melalui
manusia yang lain.1
Kenyataan bahwa manusia selalu bergantung kepada manusia lainnya itu sekaligus
menegaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial berarti manusia
sebagai persona harus mengadakan komunikasi dengan sesamanya, dan membuka diri serta
menyerahkan diri sendiri kepada sesama. 2 Manusia wajib melakukan hal ini sebab ia hanya
bisa berkembang jika ia mampu untuk berelasi dengan orang lain.
Dalam mewujudkan hakekat dirinya sebagai makhluk sosial, manusia yang telah
membangun relasi atau hubungan dengan sesamanya, akan membentuk sebuah komunitas.
Komunitas itu terbentuk atas dasar kesamaan cita-cita, hobi, maupun kesamaan ideologi dan
penggilan hidup.
Komunitas Seminari Tinggi St. Mikhael merupakan salah satu komunitas yang
terbentuk karena adanya kesadaran akan dimensi sosial dari masing-masing anggotanya.
Lebih daripada itu, komunitas Seminari St. Mikhael ini terbentuk karena adanya kesamaan
cita-cita dan panggilan hidup.
Dalam menjalani kehidupan berkomunitas di seminari ini, sangat diperlukan sikap-
sikap yang tepat agar keberlangsungan hidup komunitas tetap terjaga. Namun dalam
kenyataannya, sikap-sikap yang tepat seperti saling menghargai dan solider dengan sesama
sulit diwujudkan. Anggota komunitas lebih sering terjebak di dalam individualisme.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, individualisme memiliki tiga arti. Dalam
arti yang pertama, individualisme merupakan paham yang menganggap manusia secara
pribadi perlu diperhatikan (kesanggupan dan kebutuhannya tidak boleh disamaratakan);
dalam arti yang kedua, individualisme merupakan paham yang mementingkan hak
1
Felix Bhagi, Alteritas; Pengakuan, Hospitalitas, Persahabatan (Etika Politik dan Postmodernisme),
(Maumere: Ledalero, 2012), hal.
2
Kasdin Sihotang, Filsafat Manusia; Upaya Membangkitkan Humanisme, (Yogyakarta: Kanisius,
2009), hal. 102.
perseorangan di samping kepentingan masyarakat atau negara; dan dalam arti yang ketiga,
individualisme merupakan paham yang menganggap diri sendiri lebih penting dari orang
lain.3 Berdasarkan ketiga pengertian ini, dapat dipahami bahwa individualisme merupakan
sebuah paham yang mengajarkan bahwa kepentingan pribadi lebih utama daripada
kepentingan banyak orang.
Dalam konteks kehidupan di Seminari Tinggi St. Mikhael dapat dikatakan bahwa
individualisme merupakan sikap acuh tak acuh atau cuek terhadap kehadiran sesama anggota
komunitas. Orang yang sangat individualis di dalam komunitas ini akan berusaha untuk
menempatkan kepentingan-kepentingan pribadinya di atas kepentingan-kepentingan
komunitas. Ada beberapa contoh tindakan individualistis di dalam komunitas ini, antara lain:
Pertama, kurangnya komunikasi antara satu orang dengan individu lainnya yang ada di
sekitarnya. Hal ini tampak dengan jelas dalam diri beberapa anggota komunitas. Misalnya
saja, ketika jam rekreasi, hanya sebagian saja anggota komunitas yang berkumpul bersama-
sama untuk sekedar berbagi cerita. Anggota komunitas lainnya mungkin sibuk di kamar
masing-masing dengan media-media teknologi komunikasi yang dimiliki. Kedua, kurangnya
kepedulian terhadap kepentingan anggota komunitas yang lain. Hal ini tampak ketika seorang
anggota komunitas kesulitan untuk memperoleh suatu barang, anggota lainnya tidak langsung
membantu. Mereka akan menunggu sampai orang yang kesulitan itu datang dan meminta
bantuan. Lebih parahnya lagi, ketika anggota komunitas yang kesulitan barang itu meminta
bantuan kepada anggota lainnya, mereka dapat mengatakan bahwa mereka tidak memiliki
barang yang dimaksud, tetapi dalam kenyataannya mereka memiliki barang itu. Ketiga,
minimnya interaksi dengan orang lain. Hal ini terbukti dengan banyak anggota komunitas
yang tidak mengetahui kamar mana yang dihuni oleh anggota komunitas lainnya. Selain itu,
ada juga anggota komunitas yang belum pernah mengunjungi semua unit di dalam asrama.
Menanggapi persoalan individualisme yang terjadi di dalam komunitas ini, penulis
berusaha untuk menawarkan sebuah solusi dengan mengangkat tema etika tanggungjawab
dari Emanuel Levinas. Emmanuel Levinas adalah seorang pemikir postmodern yang cukup
terkenal pada abad ke-20 khususnya dalam bidang etika. Pemikiran Levinas sangat
menyentuh unsur-unsur esensial dari kehidupan manusia. Pemikirannya tentang etika,
khususnya konsep tanggung jawab, sangat radikal dan menyentuh realitas hidup harian
manusia.

3
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa),
2008, hal. 551
Emmanuel Levinas memberikan suatu sikap moral ketika manusia berjumpa secara
konkret dengan orang lain yakni sikap tanggung jawab. Sikap tanggung jawab atas orang lain
itulah yang membuat dia sungguh-sungguh bereksistensi sebagai manusia. Apabila dikaji dan
dianalisis secara kritis, konsep tanggung jawab yang dikemukakan oleh Levinas sangat
memberikan inspirasi bagi pembentukan sikap seseorang ketika berelasi dengan orang lain.
Berkaitan dengan persoalan individualisme di dalam komunitas ini, hemat penulis,
pemikiran Levinas ini sangat relevan. Dengan konsep tangging jawabnya, Levinas
mendobrak persoalan seperti ini. Bagi Levinas tanggung jawab itu sifatnya selalu asimetris
(non resiprositas), melampuai aturan yang ada, konkret, dan melampuai kebebasan manusia.
Bahkan kehadiran orang lain justru mewajibkan seorang untuk bersikap tanggung jawab
terhadap sesama. Levinas mengajarkan bahwa kehadiran orang lain itu adalah sebuah
himbauan. Ia muncul dengan totalitasnya dan menyandera saya untuk tidak mengabaikannya.
Oleh karena itu, saya harus bertanggung jawab atas dia dan atas keselamatannya. Dalam
tanggung jawab itu, saya menyadari kebebasan saya. Himbauan itu tidak bersifat paksaan,
melainkan justru merangsang kebebasan saya. Terserah kepada yang dihimbau bagaimana ia
menjawab.
Para Frater di komunitas Seminari Tinggi St. Mikhael hendaknya menumbuhkan
sikap tanggung jawab terhadap yang lain ini dalam dirinya. Menumbuhkan sikap ini di dalam
diri sendiri artinya para Frater telah membukan diri terhadap sesama dan siap untuk
menerima segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan menumbuhkan sikap
tanggung jawab ini juga, sesama di dalam komunitas tidak akan dikucilkan dan bahkan
direduksi kemanusiaannya.

Anda mungkin juga menyukai