Anda di halaman 1dari 6

Pendahuluan

Manusia senantiasa terikat pada sejarah. Sejarah tidak hanya dilihat sebagai rentetan peristiwa
secara kronologis belaka. Tetapi lebih dari pada itu, sejarah merupakan kumpulan kejadian yang memiliki
arti dan makna sejauh manusia merefleksikannya. Melalui sejarah berbagai dimensi kehidupan dapat
dipelajari khususnya bagi setiap orang yang menjalaninya. Karena dengan sejarah, manusia mampu
belajar dari kejadian yang dialami untuk dijadikan sebagai dasar bertindak dalam kehidupan sekarang,
yang mana, berorientasi pada masa depan. Jadi, adanya kontinuitas dalam sejarah bagi perjalanan hidup
manusia. Di mana nilai-nilai dari sejarah tersebut yang selalu dipegang teguh.

Begitu pun yang terjadi pada Yesus yang diimani oleh kita sebagai Tuhan dan penyelamat umat
manusia. Namun bedanya, sejarah kehidupan Yesus dimaknai dan direfleksikan oleh orang lain dalam hal
ini para Rasul. Kisah kehidupan tentang Yesus Kristus bersifat historis teologis. Dikatakan bersifat
historis, karena pribadi Yesus itu menyejarah. Di mana, Ia adalah seorang manusia sejati, dilahirkan dari
seorang Perawan bernama Maria yang bertunangan dengan Yusuf. Mereka hidup sebagai suatu keluarga
kecil tinggal di Betlehem, lalu berpindah ke Mesir dan kembali ke Nazareth. Sedangkan secara teologis,
kehidupan dan karya Yesus direfleksikan sebagai peristiwa penyelamatan Allah bagi manusia. Di mana,
pertama-tama terjadi melalui peristiwa inkarnasi. “orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau
dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah (Yoh.
1:13)”.

Dengan berdasar pada pernyataan di atas, saya akan membuat sebuah tulisan yang bernaung di
bawah tema, “Silsilah”. Tulisan ini tidak hanya sebagai tugas untuk memperoleh nilai dalam perkuliahan
mata kuliah eksegese injil sinoptik, melainkan lebih dari itu, saya berusaha merefleksikan tentang silsilah
Yesus Kristus. Di mana tulisan ini mengkaji secara khusus makna, pesan dan nilai yang terkandum dalam
tema tersebut. Semoga tulisan sederhana ini berguna bagi para pembaca.

Posisi Dalam Injil

Tema “silsilah” terdapat dalam kedua injil yakni Matius dan Lukas. Tentunya penempatan tema
ini oleh penulis injil disesuaikan dengan maksud penulisan. Adalah hal yang sangat baik, kita berusaha
memahami posisi tema ini dengan maksud penulisan. Matius menulis Injilnya beberapa dekade setelah
Yesus naik ke sorga. Dan Matius menulis Injil ini di tengah-tengah jemaat Kristen Yahudi yang juga
dikelilingi oleh orang-orang non Kristen Yahudi. Kita tahu bahwa orang-orang Yahudi ini telah memiliki
kriteria-kriteria tertentu mengenai mesias macam apa yang mereka harapkan. Sangat masuk akal untuk
percaya bahwa orang-orang non Kristen Yahudi itu bertanya, “Jika Yesus adalah Mesias seperti yang
kalian beritakan, hal-hal apakah yang melegitimasi isi pemberitaan kalian?”. Bisa jadi pertanyaan ini
bukan hanya datang dari “pihak luar” melainkan juga “pihak dalam”, yakni mereka yang telah menjadi
Kristen saat itu. Orang-orang Kristen mula-mula memerlukan jawaban dari pertanyaan ini, baik untuk
keperluan penginjilan (bdk. Mat. 28:19-20) maupun untuk kepentingan katekisasi. Mereka sudah percaya
bahwa Yesus adalah Mesias. Namun mereka perlu diperlengkapi bukan hanya untuk makin kuat imannya
melainkan juga makin gigih memberitakan Yesus. Menariknya, langkah pertama yang ditempuh Matius
dalam menjawab pertanyaan ini adalah menyajikan daftar nama-nama leluhur Yesus pada awal
tulisannya.

Sedangkan Lukas menulis silsilah Yesus Kristus dengan menempatkannya sesudah kisah
pembaptisan di sungai Yordan. Perlu diingat bahwa tulisan Lukas ini ditujukan kepada orang-orang bukan
Yahudi. Hal ini tampak dengan jelas di seluruh kitab Injil ini; misalnya, ia merunut silsilah Yesus sebagai
manusia sampai kepada Adam (Luk 3:23-38) dan tidak hanya sampai Abraham seperti yang dilakukan
oleh Matius (bdk. Mat 1:1-17). Dalam kitab Lukas, Yesus dengan jelas terlihat sebagai Juruselamat yang
ilahi-insani yang menjadi jawaban Allah bagi kebutuhan segenap keturunan Adam akan keselamatan.
Jadi, maksud dari penulisan injil Matius dan injil Lukas berkaitan dengan silsilah ini, yakni untuk
melegitimasi bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah, keturunan Abraham, dan keturunan Adam. Ia
adalah pemenuhan janji Allah kepada manusia. Hal ini pula menunjukkan makna keuniversalan Yesus di
dunia.1

Makna dan Pesan

Secara etimologi, kata silsilah berasal dari bahasa Arab “syajaratun” yang artinya pohon. Pohon
di sini bermakna silsilah, keluarga, dan garis keturunan. Dalam artian ini juga, terdapat sifat pertumbuhan.
Jadi, silsilah adalah garis keturunan yang selalu mengalami pertumbuhan dari satu generasi ke generasi
berikut.

Bagi orang-orang Yahudi, perihal silsilah seseorang memainkan peranan penting. Mereka
beranggapan, kehormatan dan “kelayakan” seseorang ditentukan juga oleh asal usul keluarganya. Tidak
heran, silsilah seseorang memberikan kebanggaan tersendiri. Rabi Hillel, seorang rabi ternama sebelum
Kristus, merasa sangat bangga karena ia dapat menelusuri kembali garis keturunannya sampai kepada
Daud, leluhurnya. Yosefus memulai autobiografinya dengan menyajikan garis keturunannya. Gara-gara

1
Dianne Bergant, CSA dan Robert J. Karris, OFM, Lembaga Biblika Indonesia: Tafsir Alkitab Perjanjian
Baru, Jakarta: Kanisius, 2002, hal. 34.
prestise di balik sebuah silsilah, Herodes Agung yang namanya tidak tercantum dalam daftar keturunan
resmi karena memang ia sebenarnya “setengah Yahudi” (ia berasal juga dari keturunan Edom),
mengupayakan sebuah riwayat silsilah demi prestisenya. Tujuannya jelas. Jika ada kebanggaan di balik
sebuah silsilah, sementara namanya tidak tercantum di situ, ia tidak ingin dipermalukan oleh siapa pun
karena hal itu. Daftar-daftar silsilah itu mesti ada.

Beberapa makna dan pesan yang diperoleh dari silsilah Yesus Kristus ini, di antaranya: pertama,
Yesus berdarah biru. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa silsilah bagi kehidupan orang Yahudi
sangatlah penting. Yang mana kehormatan dan kelayakan sebagai seorang Yahudi dilihat dari asal-usul
keturunannya. Dalam hubungannya dengan Mesias yang dinantikan, ada hal yang lebih urgen dan spesifik
yang lahir di dalam diri orang-orang Yahudi pasca pembuangan. Kurang lebih empat ratus tahun sesudah
periode Perjanjian Lama, orang-orang Yahudi masih menantikan Mesias. Berulang kali Perjanjian Lama
memberikan prediksi bahwa seorang Mesias akan membawa kelepasan bagi Israel. Persoalannya mereka
telah lama sekali menantikan janji ini namun tampaknya belum ada tanda-tanda bahwa Allah akan
menepati janji-Nya. Mereka bahkan sudah memiliki “kriteria” apa yang mesti melekat dalam diri seorang
Mesias. Ia haruslah seorang yang berlatar belakang Yahudi (Kel. 17:15) dari keturunan Daud (2Sam.
7:13; Yes. 9:6-7; Yer. 23:5-6). Dan berhubung mereka sedang dalam jajahan Romawi, mereka berharap
Sang Mesias mesti menaiki takhta dan menjadi raja politis. Mereka mengharapkan kelepasan, namun
kelepasan yang mereka harapkan itu ada di istana raja. Mesias itu akan berkuasa atas mereka namun
wilayah kekuasaannya menancap bersama tapal batas teritorial yang kasat mata. Jika Yesus adalah
Mesias, mengapa Ia tidak menggulingkan kedaulatan Romawi yang menjajah mereka? Yesus
memproklamirkan Diri sebagai Mesias, tetapi orang-orang sebangsa-Nya menyuruh Ia duduk kembali.
Jika Yesus adalah Mesias, harusnya Ia bercokol di atas takhta itu bukan berkelana di jalan-jalan setapak
daerah Palestina. “Yesus, duduklah. Jangan membuang waktu kami, Engkau tidak mungkin Mesias yang
dijanjikan itu!”.

Untuk menjawab kebutuhan ini Matius menampilkan garis keturunan Yesus dan memberikan
penekanan besar akan “darah raja” Yesus yang berasal dari Daud. Di mana ia merunut silsilah Yesus
mengikuti hukum (yuridis) melalui garis keturunan Yusuf.2 Perhatikan, Matius mengawali (1:1),
menengahi (1:6) dan mengakhiri (1:17) silsilah Yesus dengan menyebut nama Daud. Matius bahkan
membalik urutan yang seharusnya: “Abraham – Daud” menjadi “Daud – Abraham” (1:1). Yesus
adalah khristos (terjemahan Yunani dari kata bahasa Ibrani yang berarti Mesias) yang sah. Silsilahnya
membuktikan keabsahan itu. Yesus adalah Mesias berdarah biru.

2
Drs. J.J. de Heer, Tafsiran Alkitab: Injil Matius Pasal 1-22, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990, hal. 12.
Kedua, Mesias bagi Bangsa-bangsa. Matius menampilkan garis keturunan Yesus bukan hanya
berhenti sampai ke Daud, melainkan sampai ke Abraham. Dan orang-orang Yahudi tahu persis bahwa
janji yang diberikan kepada Abraham adalah bahwa melalui Abraham segala bangsa akan diberkati (Kej.
12:2; 18:18; 28:18). Matius bahkan mengikutsertakan nama empat orang perempuan. Tamar adalah
perempuan kanaii (Kej. 38), Rahab adalah seorang perempuan kanaii yang berasal dari Yerikho (Yos. 2),
Rut adalah berasal dari Moab, dan Batsyeba, walaupun orang Israel, telah menjadi “bangsa asing” sebab
menikah dengan Uria, orang Het itu.3 Dan kita tahu bahwa pada masa itu para wanita biasanya tidak
diikutsertakan dalam sebuah silsilah, kecuali ayah seseorang tidak diketahui, atau terdapat garis keturunan
bercabang di mana dua orang istri menghasilkan dua deret keturunan lelaki yang berbeda, atau jika para
wanita itu adalah tokoh terkenal atau terkait dengan tokoh terkenal. Para penafsir juga melihat bahwa
bahwa perihal “skandal” dari kehidupan para wanita ini ikut mendapat perhatian Matius. Matius seolah
ingin menyerukan bahwa para wanita ini, memang pernah hidup dalam skandal juga berasal dari bangsa
non Yahudi, kecuali Maria, namun tetap dipakai sebagai alat perwujudan rencana Allah dalam
menghadirkan para raja, bahkan Mesias bagi Israel dan juga bagi segala bangsa.

Sampai di sini kita mendapati kegeniusan komposisi Matius. Matius membuktikan keabsahan
Yesus sebagai Mesias berdasarkan garis keturunan-Nya yang “berdarah biru”. Orang-orang Yahudi tidak
dapat membantah ini. Mereka pun mengharapkan hal yang sama. Persoalannya menurut mereka, Mesias
ini dari mereka, untuk mereka, dan bagi mereka saja. Matius menolak limitasi ini. Ia mengoreksi limitasi
jangkauan kekuasaan Mesias yang diyakini oleh orang-orang Yahudi eksklusif milik mereka, juga dengan
fakta-fakta yang tidak dapat dibantah. Yesus adalah keturunan Abraham. Yesus sah sebagai Mesias bagi
bangsa Yahudi; Yesus juga sah sebagai Mesias bagi bangsa-bangsa lain. Yesus, Sang Mesias adalah orang
Yahudi, keturunan Daud. Tetapi Ia juga adalah Mesias bagi bangsa-bangsa lain karena Ia keturunan
Abraham.

Penutup

Silsilah Yesus dalam Matius 1:1-17 mempunyai dua arah yakni, menekankan kesinambungan
Yesus dengan tokoh-tokoh besar umat Allah (Anak Abraham . . . Anak Daud) dan juga mempersiapkan
hal paling luar biasa dan unik kelahiran Yesus. Ketika penulis mencantumkan bagian perikop ini pada
bagian awal tulisannya, penulis hendak menghantar orang percaya untuk melihat adanya kontinuitas janji
Allah dalam Perjanjian Lama dengan kehadiran Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru. Rencana
keselamatan Allah ini diawali dengan pemilihan dan pemanggilan Abraham dan keturunannya, pemilihan
Daud dan keturunannya, dan berujung pada kehadiran Yesus Kristus.
3
Ibid., hal. 14.
Pemilihan Allah terhadap Abraham dan Daud (serta keturunan mereka) hendak menjelaskan
bahwa ada kasih dan anugerah Allah yang mau dinyatakan bagi umatNya, bukan hanya pada masa
Abraham dan Daud tetapi juga keturunan mereka, bahkan sampai saat ini. Jadi, ada kasih, anugerah, dan
juga janji yang tidak pernah berubah dan ‘lekang dimakan waktu’, tetapi akan selalu baru dan terus
menerus ‘diperbaharui’.

Ada banyak nama dan tokoh yang terlibat di dalam rencana keselamatan Allah, dan itu dicatat
oleh penulis Injil Matius. Keterlibatan tokoh-tokoh ini tidak terjadi secara kebetulan (melalui hubungan
darah), tetapi ada prakarsa Allah di dalamnya. Allah – dalam otoritasnya – berkenan memilih dan
memakai mereka menjadi alatNya.

Di antara sekian banyak tokoh yang dicatat oleh penulis Injil, ada beberapa nama yang patut
dipertanyakan keberadaannya, misalnya Yakub, Yehuda, Tamar, Rahab, Ruth, dan Batsyeba, dan Maria.
Pantaskah orang-orang seperti ini ikut ambil bagian dalam rencana dan karya keselamatan Allah? Secara
logika manusiawi, mereka tidak pantas untuk memperoleh kehormatan seperti ini. Tapi Allah punya
penilaian tersendiri terhadap mereka. Penilaian Allah inilah yang membuat mereka menjadi pantas. Lebih
daripada itu, pemilihan Allah atas diri mereka, hendak menjelaskan kasih Allah yang tak berbatas. Kasih
yang besar, yang mampu menerobos setiap sekat dan batas duniawi. Kasih yang memulihkan segala
sesuatu. Kasih yang berbela rasa dengan setiap unsur yang tertindas.

Hal ini pun yang hendaknya dipegang oleh gereja dewasa ini. Para pewarta hendaknya melihat
nilai-nilai dari silsilah yang ditekankan dalam injil Matius dan Lukas. Nilai-nilai itu di antaranya: terdapat
kasih, anugerah dan janji Allah kepada manusia yang tak termakan oleh waktu, senantiasa diperbarui
menurut kehendak-Nya. Kedua, Allah dengan segala kehendak-Nya, memilih setiap orang untuk menjadi
“alat” untuk mewartakan injil. Di mana mau menunjukkan bahwa kasih Allah itu tidak terbatas. Kasih-
Nya senantiasa diberikan kepada semua orang. Ketiga, keselamatan itu berlaku secara universal. Di mana
kehadiran, karya dan pengorbanan-Nya di dunia berlaku bagi semua orang yang senantiasa beriman teguh
pada-Nya.

DAFTAR PUSTAKA
Bergant, CSA, Dianne, dan Robert J. Karris, OFM, Lembaga Biblika Indonesia: Tafsir Alkitab
Perjanjian Baru, Jakarta: Kanisius, 2002

de Heer, J.J., Tafsiran Alkitab: Injil Matius Pasal 1-22, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990

Anda mungkin juga menyukai