Anda di halaman 1dari 4

Pancasila adalah dasar ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Fakta Pancasila
merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur yang ada dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Pancasila dengan demikian menjadi pedoman bagi masyarakat Indonesia di dalam
menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Notonagoro mengatakan bahwasannya pancasila
adalah “perkataan atau suatu sebutan, suatu istilah untuk memberi nama kepada dasar filsafat
atau dasar kerohanian Negara kita.”1 Secara fisiologis, Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia merupakan susunan dari lima prinsip dasar yang khas dan unik.

Kelima prinsip ini pada hakikatnya merupakan satu-kesatuan yang membangun


Pancasila. Keterkaitan itu ditandai dengan fakta bahwa sila yang satu saling mengisi dan
mengkualifikasi sila yang lain.2 Arti dari relasi sila-sila ini menandaskan bahwa setiap sila
memiliki karakter yang kompleks dan utuh serta merepresentasikan sila yang lain secara khas. Di
dalam tulisan ini, secara khusus membahas tentang sila keempat Pancasila. Secara prinsipil
intisari sila ke-empat Pancasila adalah kedaulatan rakyat dan demokrasi pancasila. Rakyat
menjadi sentral dalam sebuah kehidupan berbangsa dan bernegara.

A. KEDAULATAN BERADA DI TANGAN RAKYAT

Hakikat pertama sila ke-empat pancasila adalah rakyat. Rakyat menjadi sentral kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Hal ini juga secara jelas termaktub secara legitim dalam
UUD 1945 pasal 1 ayat 2: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.” Bunyi ayat ini merupakan hasil amandemen II (18 September 2000)
terhadap bunyi ayat yang lama: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Perubahan ini secara substansial menekankan bahwa
Negara Indoesia menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.

Tentang kedaulatan rakyat hal penting yang perlu ditelisik lebih jauh adalah dengan
penyelenggaraan negara, kedaulatan rakyat memegang peranan penting dalam konteks ini. Hal
ini ditampilkan dengan adanya pemberian mandat kepada para wakil rakyat yang dimaksudkan
sebagai bentuk konkrit dari kedaulatan rakyat dalam kaitan dengan hak dan kewajiban mengatur
tata kehidupan berbangsa dan negara. Dasar dari kedaulatan di tangan rakyat ialah “berdasarkan

1
Prof. Dr. H.C. Mr. Drs. Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, (Djakarta: Pantjuran Tudjuh,
1980) Cet-III, hlm. 1980.
2
H. Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila: Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis, dan Aktualisasinya,
(Yogyakarta: Paradigma. 2013), hlm. 327.
kerakyatan dan dalam permusyawaratan perwakilan.”3 Hal ini dapat dilihat dalam
penyelenggaraan pemilu dalam perjalanan bangsa dan Negara Indonesia sebagai bentuk
musyawarah dan mufakat kerakyatan yang berlangsung dari pusat hingg daerah.

Kedaulatan berada di tangan rakyat mengandung konskuensi bahwa para elit politik
sebagai struktur negara berperan sebagai wakil rakyat. Oleh karena itu, adalah contradictio in
terminis jika wakil rakyat tidak berperan sebagai sungguh-sungguh wakil dari rakyat.Menipisnya
lapisan kesadaran para elit politik secara umum maupun anggota DPR secara khusus mengenai
peran dan posisi mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menunjukkan bahwa
amnesia politik sejati telah menginfeksi kesadaran para elit legislatif. Dengan demikian, butuh
penyadaran kembali akan hakikat para wakil rakyat yang sejati.

Dasar terdalam dari kekacauan lapisan kesadaran ini adalah tumpulnya moralitas pribadi
yang seharusnya sanggup meminggirkan kepentingan pribadi demi prospek kesejahteraan umum
khususnya bagi mereka yang termarginalkan dari titik kesejahteraan. Dengan demikian,
pembangunan moralitas pribadi menjadi upaya fundamental yang perlu diusahakan secara
menyeluruh dalam membangun pribadi para elit legislatif yang memiliki integritas diri.

B. DEMOKRASI PANCASILA

Negara Indonesia adalah negara kersatuan yang sistem demokrasinya berdasarkan pada
asas “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawartan/perwakilan”.
Hal ini mengandung arti suatu negara demokrasi dari bangsa multikultural, multi etnis serta
pluralitas dalam kehidupan agama. Hal ini akan bertahan kokoh manakala berlandaskan pada
pengelolaan pemerintahan yang sanggup menjamin keseimbangan antara pemenuhan prinsip
kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan yang berlaku bagi segenap warga dan elemen
kebangsaan. Hal yang diutamakan di sini bukan pemenuhan hak-hak individu (individual rights),
atau hanya hak-hak kelompok masyarakat (collective rigths) tertentu, melainkan juga kewajiban
untuk mengembangkan solidaritas sosial (gotong royong) di antara seluruh warga dalam rangka
kemaslahatan dan kebahagiaan hidup bangsa secara keseluruhan.4

3
Prof. Dr. H.C. Mr. Drs. Notonagoro, Op. Cit., hlm 121.
4
H. Kaelan,Op.Cit., hlm. 359.
Terkait dengan demokrasi, negara Indonesia adalah salah satu negara dengan sistem
pemerintahan demokrasi. Dalam konteks ini, perlu diperhatikan bahwa demokrasi dalam konteks
Indonesia adalah demokrasi pancasila. Demokrasi pancasila

Sejak diberlakukannya pemilu bagi para anggota DPR di Indonesia maka demokrasi
prosedural ditegakkan. Secara konstitusional, dalam pasal 19 ayat 1: “Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.” Pemilihan umum merupakan manifestasi
demokrasi modern. Dengan memberikan suaranya secara langsung, rakyat merealisasikan
kedaulatannya. Oleh sebab itu, pemilu merupakan jantung demokrasi prosedural negara modern.
Namun, hal ini masih dalam tataran konseptual, yakni pemilu hanya akan tetap menjadi ideal
demokrasi jika dijalankan secara baik dan benar sesuai dengan asas luberjurdil sebagaimana
tertera pasal 22E ayat 1: “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.”

Realitas pemilu di Indonesia masih terjerembab dalam bayang-bayang pertarungan


kepentingan. Idealisme pemilu sebagai ajang pesta politik yang penting bagi rakyat Indonesia
kini dinodai dengan praktek money politics, black campaign, politik SARA, dan lain sebagainya.
Ada gap antara demokrasi prosedural dan demokrasi substansial. Pemilu yang diselewengkan
dari hakikatnya yang sejati juga menjadi dalang bagi masalah lemahnya kinerja elit legislatif di
DPR. Politik investasi dan penjualan kursi mereduksi ranah politik menjadi pasar untuk mencari
laba demi memperkaya diri.

Demokrasi di Indonesia adalah demokrasi Pancasila yakni demokrasi yang menjunjung


tinggi nilai-nilai Pancasila yakni nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan.

FAKTA KORUPSI

Menoropong kinerja elit legislatif di Indonesia perspektif sila IV Pancasila adalah sebuah
gagasan yang berusaha mempertemukan dialektika antara etika politik dan praktek politik. Etika
politik yang menjunjung tinggi nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam sila IV
Pancasila; “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan”perlu diterjemahkan dalam aplikasinya terhadap dinamika praktek politik praktis di
Indonesia. Praktek politik tanpa etika politik Pancasila ibarat tubuh tanpa jiwa.
Praktek politik tanpa etika poltik Pancasila menyebabkan kenyataan korupsi merajalela di
kalangan para wakil rakyat. Anggota DPR yang seharusnya mengemban tugas yang sangat mulia
dalam prospek kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia justru bertindak secara feudal tradisional
dengan memaksakan dan mengutamakan kehendaknya di atas kehendak rakyat yang berciri
bonum commune. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan pemusyawaratan
berubah menjadi sikap egoisme yang berciri pragmantaris, primodialisme,

KORUPSI DALAM

TANGGAPAN FILOSOFIS

SOLUSI

Anda mungkin juga menyukai