Salah satu arahan menarik dari agama Islam adalah agar umat
manusia menjadi jujur dan menghindari ekstrimisme. Dalam hal
ini, memberikan ijin kepada kesusastraan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan harus dihindari. Terjemahan yang jujur
harus dapat mencegah bias-bias prasangka doktrin. Sebuah
naskah yang dipercaya sebagai wahyu Tuhan tidak boleh
disesuaikan dengan hasrat pribadi atau sektarian. Naskah seperti
ini harus dipegang dengan penuh penghormatan, dan
diterjemahkan dengan penuh keimanan. Dan tantangan bagi
umat manusia selalu terletak pada hal ini – agar orang-orang
yang beriman membawa kehidupan mereka kepada kebenaran
dan bukan sebaliknya. Konsep ini, melingkupi pengakuan
terhadap Yesus dan bersikap waspada terhadap ekstrimisme
dalam beragama, yang dengan jelas diungkapkan dalam surah
4:171 pada kitab suci Alquran:
Jadi kesimpulan apa yang bisa kita tarik ketika Kejadian 16:3
menyatakan, “Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar,
hambanya, orang Mesir itu – yakni ketika Abram telah sepuluh
tahun tinggal di tanah Kanaan – lalu memberikannya kepada
Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya” (maksud tulisan
miring)? Mungkin poligami akan menyinggung sensitifitas
Barat, biarkan saja. Intinya di sini adalah menurut hukum-
hukum di masa Abraham, Ishmael adalah anak sah.
Hanya sekedar untuk tujuan debat, mari kita lupakan semua itu
(sebagaimana dilakukan banyak orang) dan mari kita katakan
bahwa Hagar adalah selir Abraham. Bahkan klaim itupun
memiliki jawaban tersendiri. Menurut hukum Perjanjian Lama,
selir secara legal diijinkan untuk dimiliki, dan anak-anak mereka
memiliki hak yang sama. Menurut Dictionary of the Bible
karangan Hasting, “Tidak terlihat sama sekali adanya
inferioritas pada posisi selir dibanding dengan posisi istri, dan
tidak juga terdapat ide-ide mengenai keharaman, dalam
pembahasaan kami, sehubungan dengan anak-anak mereka.
Jacob M. Myers, professor di Lutheran Theological Seminary
dan seorang cendekia Perjanjian Lama yang sangat dikenal,
memberi komentar dalam bukunya yang berjudul “Invitation to
the Old Testament/ Ajakan kepada Perjanjian Lama”:
Jadi apa yang harus kita simpulkan dari buku-buku Ibrani yang
menggunakan kata monogenes untuk menggambarkan Ishak
sebagai satu-satunya anak laki-laki yang diperanakkan oleh
Abraham? Sebuah metafora, kesalahan penerjemahan, atau
sebuah kesalahan? Jika hal ini adalah sebuah metafora, maka
interpretasi harfiah dari kata monogenes sehubungan dengan
Yesus tidak dapat dipertahankan. Jika itu adalah sebuah
kesalahan penerjemahan, maka baik penerjemahan yang salah
itu, maupun doktrin itu sendiri harus dikoreksi. Akan tetapi jika
itu merupakan sebuah kesalahan, maka muncul sebuah
tantangan yang lebih besar lagi – merekonsiliasi kesalahan Injil
dengan bebasnya Tuhan dari berbuat salah.