ROH KUDUS
Ketika kamu terbebas dari nafsu, kamu akan menyadari misteri yang
ada. Ketika kamu terjerat oleh nafsu, maka kamu hanya akan melihat
manifestasinya.
-Lao Tzy, Tao Te Ching
Semua orang tahu ungkapan “Roh Kudus”, tapi hanya ada segelintir
orang yang mencoba mendefinisikannya. Orang-orang yang
melakukan hal ini biasanya membuat sebuah percampuran antara
opini pribadi dan justifikasi-justifikasi yang ambigu, walau hal ini
memang sah dari sisi doktrin. Dalam pikiran orang banyak, teologi
yang bagai “minyak dan air” ini gagal berbaur dengan sebuah
kenyataan yang serupa. Pemahaman agama Islam, di sisi yang lain,
sangat luar biasa konkritnya, di mana agama ini mengajarkan bahwa
sang “Roh Kudus” adalah Jibril, malaikat pembawa wahyu. Ketika kita
menemui ungkapan Ruh-ul-Qudus di dalam kitab suci Alquran (lihat
QS 2:87), beberapa kalangan (seperti Yusuf Ali) menerjemahkan
“Roh Kudus”, yang lain (seperti Muhammad Al-Hilali dan Muhammad
Khan) menerjemahkan “Jibril” dan sisanya (seperti Shaheeh
internasional) menerjemahkannya dengan “Roh Kudus” dan “Jibril” –
di mana hal ini menunjukkan bahwa, dalam ajaran agama Islam,
kedua frase ini serupa.
Misalnya saja, kata pnéuma dari bahasa Yunani. Di dalam Injil, kata
pnéuma diartikan sebagai “roh”. Akan tetapi, buku karangan Kittel
dan Friedrich yang berjudul Theological Dictionary of the New
Testament (Kamus Teologi dari Perjanjian Baru) menginformasikan
kepada kita bahwa pnéuma dapat memiliki arti yang lebih luas lagi
(juga lebih sempit lagi); angin, nafas, hidup, jiwa, rasa jiwa yang
dipindahkan (secara metafora), pnéuma mantik (jiwa yang membuat
gejolak dan menginspirasi – “mantik” yang berkaitan dengan
nubuat), pnéuma ilahi (di mana hal ini dikomentari oleh penulis,
“Tapi di dalam bahasa Yunani tidak ada rasa ke-Ruh Kudusan yang
bersifat personal), pnéuma dari Stoicism/sikap tabah (sebuah filosofi
Yunani yang digunakan oleh sedikit kalangan saat ini), dan juga
perkembangan arti non-Yunani (yang dapat dikatakan di sini bahwa
arti-arti tersebut menjadi tidak otentik, karena bahasa Yunani
sekalipun bukanlah bahasa yang digunakan Yesus).
Tidak dapat disangkal lagi, terdapat ruang yang luas bagi interpretasi
kitab suci. Ada orang yang membaca Injil dan mengerti “Roh Kudus”
sebagai sebuah unsur yang tidak dapat didefinisikan sebagai bagian
dari keilahian, mirip dengan pnéuma ari Stoicism atau arti tak otentik
yang berkembang mengikuti masa turunnya wahyu. Sebagian yang
lain memahami Tuhan itu Esa, tanpa sekutu dan subdivisi, dan
mereka mencari apa yang menjadi rasional dan dapat dijustifikasi
dengan logika. Untuk kelompok kedua ini, “Roh Kudus” tidak dapat
dipahami kecuali dengan merujuk kepada sebuah entitas nyata yang
terpisah dan berbeda dengan Tuhan.
Catat kata sifat “yang lain” yang memenuhi syarat pada penggalan
kalimat “ seorang penolong yang lain”. Kata Yunani yang digunakan
di ayat ini adalah allos, yang berarti “yang lain”, di mana hal ini jelas
menunjukkan bahwa paraclete ini berjumlah lebih dari satu, dan hal
ini sejelas makna yang berhubungan dengan kata heteros, di mana
kata ini menunjukkan bahwa hanya ada dua heteros…” Pembahasaan
di sini sangat spesifik dan tidak meninggalkan ruang untuk banyak
interpretasi. Dalam ayat ini, Yesus menasehati murid-muridnya –
dan, lebih jauh lagi, umat manusia – untuk mengantisipasi akan
adanya seorang paraclete yang lain (maksudnya penolong yang lain)
setelah kenabiannya. Dan bukan sembarang penolong, tapi seorang
penolong yang diciri khaskan dengan kejujurannya (maksudnya,
“Roh Kebenaran”) dan membawa sebuah pesan abadi (maksudnya
penolong ini dapat diam bersamamu untuk selamanya).
Ayat ini tidak hanya menjelaskan kodrat manusia sebagai bagian dari
“roh” (maksudnya pnéuma), akan tetapi umat Islam mengklaim
bahwa ayat ini mengakui Muhammad sebagai bagian dari orang-
orang yang “berasal dari Tuhan”. Muhammad mengatakannya, umat
Islam mangafirmasinya, dan kitab suci Alquran mencatatnya, dan
kepercayaan ini tegak berdiri di hati satu milyar umat Islam.