ANUGERAH
Disusun oleh:
Kelompok 10
Aprilia T. A. Souisa (12175201210121)
Marice Aprilia Bulohroy (12175201220089)
Anike L. Lehalima (12175201220011)
Dika Nunumete (12175201220031)
Ortodoksi mengembangkan suatu skema rentetan langkah utama keselamatan (ordo salutis),
di mana diberi aksen khusus kepada pembenaran: panggilan (vocatio), kelahiran kembali
(regeneratio), pertobatan (conversio), pembenaran (iustificatio), hukuman dan pengakuan
dosa (poenitentia et confessio), persatuan mistis (unio mystica) dan pembaharuan (renovatio).
Yang diberi aksen khusus adalah pembenaran. Skema tersebut berlandaskan pemikiran Luther
dalam keterangannya tentang pasal ketiga Pengakuan Iman dalam Katekismus Kecil yang
sudah menunjukkan deret- an langkah dasar dalam proses penerimaan keselamatan: "Roh
Kudus te- lah memanggil aku melalui Injil, menerangi hatiku dengan pemberian-Nya,
menguduskan dan memelihara aku di dalam kepercayaan yang benar".
Dalam Pietisme istilah-istilah lain dari ordo salutis tampil ke depan, seperti misalnya
kelahiran kembali dan pertobatan, sedangkan iustificatio dikesampingkan. Teologi Abad
Pencerahan lebih dekat lagi dengan Pela- gianisme, di mana pengertian tentang dosa dan
anugerah menjadi semakin dangkal. Seperti teologi Pencerahan demikian pula teologi Liberal
tidak lagi mengenal kepentingan sentral Kristus dalam karya penyelamatan. Teologi dialektik
baru menonjolkan lagi pandangan reformatoris tentang Solus Christus, Sola Fide dan Sola
Gratia.
5. Jelaskanlah konsepsi Elert, Barth dan Tillich tentang soteriologi dan argumen-
argumen mana dapat diajukan bagi masing-masing gagasan itu?
Konsepsi Elert, Barth, dan Tillich tentang soteriologi (doktrin keselamatan) dalam teologi
Kristen memang berbeda dan memiliki argumen-argumen khusus:
Konsepsi Elert:
- Elert memahami soteriologi sebagai pemahaman tentang bagaimana Allah menyelamatkan
manusia dari dosa dan kematian.
- Argumen: Elert menekankan bahwa soteriologi harus mencakup pengertian bahwa
manusia dihadapkan pada hukuman mati sebagai konsekuensi dosa mereka. Pembenaran
dipandang sebagai hukuman bagi “manusia lama” yang menerima kematian, tetapi juga
sebagai kebangkitan bagi mereka yang percaya. Argumennya adalah untuk menggarisbawahi
seriusnya dosa dan pentingnya hukuman dalam pemahaman tentang keselamatan.
Konsepsi Barth:
- Barth memandang soteriologi sebagai pemahaman tentang bagaimana Allah
menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus dan berfokus pada aspek monistis dalam
soteriologi.
- Argumen: Barth menekankan bahwa keselamatan sepenuhnya berasal dari Allah dan
manusia tidak dapat berkontribusi apa pun dalam penyelamatannya. Dia memandang
perjanjian Allah sebagai syarat pendamaian, yang berarti bahwa keselamatan adalah tindakan
Allah yang berdiri sendiri. Argumen utamanya adalah bahwa penyelamatan adalah anugerah
murni yang tidak dapat dihendaki atau diperoleh manusia melalui usaha sendiri.
Konsepsi Tillich:
- Tillich memahami soteriologi sebagai pemahaman tentang bagaimana manusia mencapai
kesatuan kembali dengan Allah dalam keberadaan baru.
- Argumen: Tillich menekankan perubahan manusia dari pengasingan menjadi kesatuan
dengan Allah melalui “kelahiran kembali,” “pembenaran,” dan “pengudusan.” Argumennya
adalah bahwa keselamatan mencapai puncaknya ketika manusia didamaikan kembali dengan
Allah, dan ini mencakup transformasi eksistensi manusia.
Masing-masing teolog memiliki pandangan dan argumen uniknya sendiri mengenai
soteriologi, dengan Elert menekankan pentingnya pemahaman hukuman, Barth menyoroti
aspek monistis penyelamatan, dan Tillich menggarisbawahi transformasi eksistensi manusia
dalam pencapaian keselamatan.
6. Apa yang dimaksud Bonhoeffer dengan istilah “hadiah murah” dan apa latar
belakangnya?
Dietrich Bonhoeffer menggunakan istilah "hadiah murah" untuk mengkritik pemahaman
Kristen yang mereduksi iman menjadi sekadar aspek keagamaan yang sepele dan hanya
membutuhkan kepercayaan tanpa perubahan nyata dalam hidup seseorang. Latar belakang
pemikiran ini adalah reaksi terhadap situasi teologis pada zamannya, terutama dalam konteks
gereja di Jerman pada masa Nazi.
Bonhoeffer hidup dalam periode sulit di mana banyak orang Kristen hanya memegang iman
secara nominal tanpa perubahan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ia mendukung gagasan
bahwa iman yang benar harus diikuti oleh komitmen etika yang kuat dan perubahan hidup
yang nyata. Bagi Bonhoeffer, "hadiah murah" adalah iman yang diberikan tanpa konsekuensi
moral yang serius, yang dianggapnya sebagai pemahaman yang dangkal tentang iman Kristen
yang sejati.
Dalam gambarannya, Bonhoeffer bahkan mengingatkan gereja untuk tidak hanya berkumpul
di sekitar "mayat anugerah murahan," yang hanya memberi kesan palsu tentang iman, tetapi
untuk lebih mengutamakan usaha dalam mengikuti Yesus dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Iman yang sejati, baginya, selalu mencakup perubahan hidup dan ketaatan terhadap
ajaran moral Kristus.
7. Alasan-alasan mana dapat dikemukakan untuk memrotes ajaran Re- formed tua
tentang predestinasi ganda?
Aliran Lutheran sampai hari ini memprotes ajaran Reformed tua ten- tang predestinasi ganda.
W. Elert berpendapat bahwa ajaran Calvin tentang predestinasi merampas aspek universalitas
karya keselamatan Allah dan mengenakan jala yang membelenggu Injil. Pandangan Elert
terutama di- landaskan atas II Petrus 3:9; I Timotius 2:4; Titus 2:11; Matius 28:19. Ajar- an
Reformed tentang predestinasi telah mengalami suatu koreksi diri dari E. Brunner.
Predestinasi ganda tidak dapat diterima oleh Brunner, sebab dianggap tidak sesuai dengan
pandangan kasih Allah. Ajaran bahwa akhir- nya semua orang diselamatkan (apokatastasis
panton) ditolaknya pula, se-bab tidak cocok dengan pandangan kekudusan Allah. Menurut
Brunner, benar bahwa Alkitab mengajarkan "penyelesaian ganda dari sejarah dunia yaitu
keselamatan dan kehancuran, sorga dan neraka. Tetapi apabila di- ajarkan dengan tegas
bahwa keselamatan berdasarkan pemilihan kekal, di situ tidaklah ditarik konsekuensi yang
terbalik bahwa ketidakselamatan juga berlandaskan keputusan ketidakselamatan yang kekal".
Brunner memberikan tanggapannya bahwa kita tidak usah memperbaiki gagasan Alkitab
yang tidak simetris.
Dalam pandangan dogmatika dewasa ini ajaran predestinasi ganda (predestinatio gemina)
tidak dapat diberi tempat lagi. Ajaran itu menen- tang kasih sebagai hakikat Allah. Ajaran itu
ingin memuji Allah, tetapi efek yang sebenarnya ialah bahwa perbuatan Allah dianggap
sebagai kese- wenang-wenangan, karena manusia tidak diberi lagi kepastian tentang ke-
selamatannya. Juga pernyataan-pernyataan Paulus dalam Surat Roma ti- dak dapat dimengerti
dalam rangka ajaran predestinasi ganda. Menurut Roma 10:13 dst. ketidakselamatan
seseorang merupakan kesalahan diri sendiri sejauh ia tidak percaya.
Dalam teologi Protestan masa kini, konsep keselamatan oleh anugerah (grace) tetapi bukan
tanpa manusia biasanya merujuk pada doktrin keselamatan oleh anugerah semata (sola gratia)
yang merupakan salah satu dari lima sola dalam teologi Reformation. Sola gratia adalah
ajaran bahwa keselamatan manusia hanya dapat diperoleh melalui anugerah Allah semata,
dan tidak dapat dicapai melalui usaha manusia atau perbuatan baik mereka sendiri.
Namun, dalam banyak formulasi teologi Protestan kontemporer, doktrin ini tidak berarti
bahwa peran manusia sama sekali diabaikan dalam proses keselamatan. Sebaliknya, sebagian
besar pemahaman teologi Protestan masa kini menyatakan bahwa keselamatan oleh anugerah
hanyalah awal dari perjalanan iman dan pertobatan. Manusia tetap memiliki peran aktif
dalam merespons anugerah Allah.
Dalam konteks ini, manusia dipandang sebagai rekan kerja Allah dalam pertumbuhan iman
dan pertobatan mereka. Mereka dipanggil untuk merespons anugerah Allah dengan iman,
pertobatan, dan kerja keras dalam mengembangkan hubungan mereka dengan Allah. Ini bisa
mencakup beribadah, belajar Alkitab, melayani sesama, dan melakukan perbuatan baik
lainnya. Jadi, meskipun keselamatan dalam teologi Protestan ditekankan sebagai anugerah
semata, peran manusia dalam merespons dan menghidupi iman mereka tetap penting dalam
pemahaman teologi Protestan masa kini. Konsep ini mencerminkan keyakinan bahwa
keselamatan adalah karya Allah, tetapi manusia memiliki tanggung jawab dalam menghidupi
iman mereka dan berpartisipasi dalam rencana Allah bagi mereka.
Pemahaman pembenaran secara "forensis" atau "forensic justification" sering kali dikaitkan
dengan pemahaman tradisional teologi Kristen, terutama dalam tradisi Reformasi Protestan.
Dalam konteks ini, pembenaran dipandang sebagai suatu tindakan hukum atau deklarasi
hukum dari Allah yang menyatakan bahwa seseorang dianggap benar di hadapan Allah
melalui iman dalam Yesus Kristus. Dalam pemahaman ini, manusia dianggap bersalah oleh
hukum Allah karena dosa mereka, tetapi Allah memberikan pengampunan dan kebenaran
kepada mereka melalui iman dalam Kristus. Ini seperti pengampunan hukum yang membuat
seseorang dianggap tidak bersalah di hadapan hukum Allah.
Di sisi lain, pemahaman pembenaran secara "efektif" atau "effective justification" dapat
menyoroti aspek lebih aktif dalam proses keselamatan. Pemahaman ini dapat mengemukakan
bahwa pembenaran tidak hanya berarti dianggap benar secara hukum, tetapi juga membawa
perubahan yang efektif dalam hidup seseorang. Artinya, iman dalam Kristus harus
menghasilkan buah-buah atau perubahan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ini bisa
mencakup pertobatan, kudus, dan transformasi rohani.
10. Dimensi-dimensi pengertian mana yang menurut para teolog Asia di- eakup dalam
istilah penyelamatan dan pendamaian?
Pandangan para teolog Asia terhadap istilah "penyelamatan" dan "pendamaian" dapat
mencakup dimensi-dimensi berikut:
1) Sosial dan Kontekstual: Teolog Asia sering menekankan pentingnya memahami konsep
penyelamatan dan pendamaian dalam konteks sosial dan budaya Asia yang beragam. Mereka
cenderung menafsirkan teologi Kristen dengan mempertimbangkan realitas sosial, budaya,
dan politik Asia. Ini bisa mencakup pemberdayaan masyarakat miskin, pelayanan kepada
yang tertindas, dan pembelaan hak asasi manusia dalam konteks Asia.