Anda di halaman 1dari 7

DOKMATIKA 1

ANUGERAH

Disusun oleh:
Kelompok 10
Aprilia T. A. Souisa (12175201210121)
Marice Aprilia Bulohroy (12175201220089)
Anike L. Lehalima (12175201220011)
Dika Nunumete (12175201220031)

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU


FAKULTAS TEOLOGI
PRODI TEOLOGI KRISTEN PROTESTAN
TAHUN 2023
1.Jelaskan perjuangan mengenai pengertian tentang anugerah yang cocok dalam
Alkitab dan Gereja Purba?
Dalam Perjanjian Baru anugerah (kharis) pada hakikatnya merupa kan pemberian yang tidak
harus dibalas. Kata kharis dipakai secara sinonim dengan kata dorean (cuma-cuma), misalnya
Roma 3:24. Dorean adalah terjemahan yang cocok dengan kata Ibrani khinnam yang berasal
dari kata khen, yang artinya anugerah. Dengan demikian juga dalam Perjanjian Lama
anugerah atau kasih karunia merupakan sesuatu pemberian yang tidak harus dibalas. Dalam
pemikiran Paulus kata kasih karunia terdapat dalam perlawanan dengan usaha manusia untuk
memperoleh pahalanya sendiri: "Jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi
karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih
karunia" (Rm 11:6). Anugerah dalam Perjanjian Baru melulu merupakan pemberian yang
karena Kristus diberi kepada yang percaya dan hanya kepadanya. Dalam Injil Yohanes
dipergunakan: terang (fos), kemuliaan (doxa), kehidupan (zoe), dll. Paulus memakai istilah
lain lagi, yaitu pendamaian (katallage), kebenaran, membenarkan (dikaionne dan dikaioo),
pengangkatan sebagai anak (huiothesia), damai, keselamatan (eirene), perjanjian (diatheke)
dan kekuasaan (dunamis). Roh Kudus sebagai pemberian eskhatologis dalam soteriologi
Perjanjian Baru diberi tugas penting untuk menghadirkan keselamatan sudah pada masa
sekarang.
Dalam Gereja Purba khususnya di Barat dikembangkan suatu tipe ajaran tentang anugerah
yang tertentu. Augustinus mengajarkan bahwa anugerah tidak tergantung pada syarat tertentu,
melainkan harus dianggap sebagai pemberian belaka dari Allah. Pelagianisme mengajarkan
bahwa manusia dapat memperoleh keselamatan berdasarkan kekuatan sendiri, tetapi menurut
Augustinus ia memperolehnya hanya oleh anugerah. Anu- gerah merupakan kekuatan yang
mengubahkan dengan mana mereka yang dipilih ditarik ke luar dari orang-orang yang
terkutuk. Ajaran tentang keselamatan Augustinus bersifat "monergistis", tetapi Semi-
Pelagianisme melukiskan ajaran tentang keselamatan yang bersifat "sinergistis", yaitu
keselamatan dimengerti sebagai usaha bersama di antara kemauan bebas manusia dan
anugerah ilahi.
2.Bandingkanlah rumusan-rumusan Reformasi tentang anugerah dengan ajaran
Katolik Roma.
Reformasi berusaha menjelaskan kembali soteriologi Perjanjian Baru. Dalam hal ajaran
tentang pembenaran maka keterangannya diberi tekanan yang lebih kuat. Serentak dengan itu
ajaran tentang pembenaran dihu- bungkan dengan dualisme dari hukum Taurat dan Injil.
Hukum mendakwa manusia, Injil memvonnishchaskannya. Di dalam Konfesi Augsburg IV
di- katakan: "bahwa kita tidak dapat memperoleh pengampunan dosa dan ke- benaran di
depan Allah oleh bakti, perbuatan atau penggenapan tugas kita sendiri, melainkan kita
beroleh pengampunan dosa dan menjadi benar di depan Allah oleh anugerah, demi Kristus,
melalui iman". Dengan demikian an pembenaran mempunyai tiga landasan yaitu:
1) hanya oleh anugerah (sola gratia)
2) hanya oleh Kristus (solus Christus)
3) hanya oleh iman (sola fide)
Dengan memberi tekanan pada iman, dikatakan bahwa manusia berperan sebagai pribadi,
dan bahwa tekanan pada anugerah itu tidak mau menghilangkan personalitas kita.
Dan Menurut Luther dan pengakuan-pengakuan Lutheran, anugerah yang membenarkan
adalah sekaligus berarti bahwa manusia dikatakan benar dan dibuat benar. Tetapi kedua-
duanya berlaku dalam suatu deretan ter- tentu. Pembenaran pertama sekali berarti bahwa
manusia divonis benar dan dengan demikian dianggap benar. Baru tahap berikutnya
pembenaran dapat dimengerti dalam arti bahwa manusia dibuat benar. Anugerah wa laupun
suatu pemberian, pertama sekali toh merupakan pandangan kemu- rahan Allah terhadap
manusia. Pengakuan-pengakuan Lutheran dengan jelas mengatakan bahwa yang
membenarkan bukanlah perbuatan yang ba ik, melainkan iman saja. Meskipun demikian,
berlaku "bahwa iman yang demikian harus memberikan buah dan perbuatan yang baik, dan
kita harus melakukan segala perbuatan yang baik sebagaimana diperintahkan Allah
3.Apa yang hendak dicapai oleh perbedaan istilah sola fide dan solitaria fide?
Kita dibenarkan hanya oleh iman (sola fide) dan Karena iman yang terpisah daripada
perbuatan-perbuatan baik itu (solitaria fide)
Jadi yang hendak dicapai adalah bahwa orang percaya dijadikan benar dari pelanggaran
mereka terhadap hukum Allah adalah atas dasar iman, alih-alih atas dasar apa yang Rasul
Paulus sebutkan sebagai "melakukan hukum Taurat", yang kadang disebut sebagai perbuatan
baik. Pengampunan ini dikenal sebagai "pembenaran".
Jika kamu mengaku sudah menjadi anak - anak Bapa, pengikut Anak, dan hatimu sudah
disentuh oleh Roh Kudus.Jika kita mengaku Yesus sebagai Tuhan, tetapi kita masih menolak
Roh Kudus dan membiarkan diri membenci, iri hati, tidak bisa mengontrol diri, suka
berselisih,Manusia hanya bisa melawan dosa jika dia membiarkan Roh Kudus berkuasa di
dalam dirinya. Yesuslah yang hidup di dalam dirinya. Supaya ketika Bapa melihat dia
Yesuslah yang dilihat.

4. Sebutkan deretan langkah dasar keselamatan (ordo salutis) menurut Ortodoksi?

Ortodoksi mengembangkan suatu skema rentetan langkah utama keselamatan (ordo salutis),
di mana diberi aksen khusus kepada pembenaran: panggilan (vocatio), kelahiran kembali
(regeneratio), pertobatan (conversio), pembenaran (iustificatio), hukuman dan pengakuan
dosa (poenitentia et confessio), persatuan mistis (unio mystica) dan pembaharuan (renovatio).
Yang diberi aksen khusus adalah pembenaran. Skema tersebut berlandaskan pemikiran Luther
dalam keterangannya tentang pasal ketiga Pengakuan Iman dalam Katekismus Kecil yang
sudah menunjukkan deret- an langkah dasar dalam proses penerimaan keselamatan: "Roh
Kudus te- lah memanggil aku melalui Injil, menerangi hatiku dengan pemberian-Nya,
menguduskan dan memelihara aku di dalam kepercayaan yang benar".

Dalam Pietisme istilah-istilah lain dari ordo salutis tampil ke depan, seperti misalnya
kelahiran kembali dan pertobatan, sedangkan iustificatio dikesampingkan. Teologi Abad
Pencerahan lebih dekat lagi dengan Pela- gianisme, di mana pengertian tentang dosa dan
anugerah menjadi semakin dangkal. Seperti teologi Pencerahan demikian pula teologi Liberal
tidak lagi mengenal kepentingan sentral Kristus dalam karya penyelamatan. Teologi dialektik
baru menonjolkan lagi pandangan reformatoris tentang Solus Christus, Sola Fide dan Sola
Gratia.

5. Jelaskanlah konsepsi Elert, Barth dan Tillich tentang soteriologi dan argumen-
argumen mana dapat diajukan bagi masing-masing gagasan itu?
Konsepsi Elert, Barth, dan Tillich tentang soteriologi (doktrin keselamatan) dalam teologi
Kristen memang berbeda dan memiliki argumen-argumen khusus:
 Konsepsi Elert:
- Elert memahami soteriologi sebagai pemahaman tentang bagaimana Allah menyelamatkan
manusia dari dosa dan kematian.
- Argumen: Elert menekankan bahwa soteriologi harus mencakup pengertian bahwa
manusia dihadapkan pada hukuman mati sebagai konsekuensi dosa mereka. Pembenaran
dipandang sebagai hukuman bagi “manusia lama” yang menerima kematian, tetapi juga
sebagai kebangkitan bagi mereka yang percaya. Argumennya adalah untuk menggarisbawahi
seriusnya dosa dan pentingnya hukuman dalam pemahaman tentang keselamatan.
 Konsepsi Barth:
- Barth memandang soteriologi sebagai pemahaman tentang bagaimana Allah
menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus dan berfokus pada aspek monistis dalam
soteriologi.
- Argumen: Barth menekankan bahwa keselamatan sepenuhnya berasal dari Allah dan
manusia tidak dapat berkontribusi apa pun dalam penyelamatannya. Dia memandang
perjanjian Allah sebagai syarat pendamaian, yang berarti bahwa keselamatan adalah tindakan
Allah yang berdiri sendiri. Argumen utamanya adalah bahwa penyelamatan adalah anugerah
murni yang tidak dapat dihendaki atau diperoleh manusia melalui usaha sendiri.
 Konsepsi Tillich:
- Tillich memahami soteriologi sebagai pemahaman tentang bagaimana manusia mencapai
kesatuan kembali dengan Allah dalam keberadaan baru.
- Argumen: Tillich menekankan perubahan manusia dari pengasingan menjadi kesatuan
dengan Allah melalui “kelahiran kembali,” “pembenaran,” dan “pengudusan.” Argumennya
adalah bahwa keselamatan mencapai puncaknya ketika manusia didamaikan kembali dengan
Allah, dan ini mencakup transformasi eksistensi manusia.
Masing-masing teolog memiliki pandangan dan argumen uniknya sendiri mengenai
soteriologi, dengan Elert menekankan pentingnya pemahaman hukuman, Barth menyoroti
aspek monistis penyelamatan, dan Tillich menggarisbawahi transformasi eksistensi manusia
dalam pencapaian keselamatan.
6. Apa yang dimaksud Bonhoeffer dengan istilah “hadiah murah” dan apa latar
belakangnya?
Dietrich Bonhoeffer menggunakan istilah "hadiah murah" untuk mengkritik pemahaman
Kristen yang mereduksi iman menjadi sekadar aspek keagamaan yang sepele dan hanya
membutuhkan kepercayaan tanpa perubahan nyata dalam hidup seseorang. Latar belakang
pemikiran ini adalah reaksi terhadap situasi teologis pada zamannya, terutama dalam konteks
gereja di Jerman pada masa Nazi.
Bonhoeffer hidup dalam periode sulit di mana banyak orang Kristen hanya memegang iman
secara nominal tanpa perubahan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ia mendukung gagasan
bahwa iman yang benar harus diikuti oleh komitmen etika yang kuat dan perubahan hidup
yang nyata. Bagi Bonhoeffer, "hadiah murah" adalah iman yang diberikan tanpa konsekuensi
moral yang serius, yang dianggapnya sebagai pemahaman yang dangkal tentang iman Kristen
yang sejati.
Dalam gambarannya, Bonhoeffer bahkan mengingatkan gereja untuk tidak hanya berkumpul
di sekitar "mayat anugerah murahan," yang hanya memberi kesan palsu tentang iman, tetapi
untuk lebih mengutamakan usaha dalam mengikuti Yesus dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Iman yang sejati, baginya, selalu mencakup perubahan hidup dan ketaatan terhadap
ajaran moral Kristus.
7. Alasan-alasan mana dapat dikemukakan untuk memrotes ajaran Re- formed tua
tentang predestinasi ganda?

Aliran Lutheran sampai hari ini memprotes ajaran Reformed tua ten- tang predestinasi ganda.
W. Elert berpendapat bahwa ajaran Calvin tentang predestinasi merampas aspek universalitas
karya keselamatan Allah dan mengenakan jala yang membelenggu Injil. Pandangan Elert
terutama di- landaskan atas II Petrus 3:9; I Timotius 2:4; Titus 2:11; Matius 28:19. Ajar- an
Reformed tentang predestinasi telah mengalami suatu koreksi diri dari E. Brunner.
Predestinasi ganda tidak dapat diterima oleh Brunner, sebab dianggap tidak sesuai dengan
pandangan kasih Allah. Ajaran bahwa akhir- nya semua orang diselamatkan (apokatastasis
panton) ditolaknya pula, se-bab tidak cocok dengan pandangan kekudusan Allah. Menurut
Brunner, benar bahwa Alkitab mengajarkan "penyelesaian ganda dari sejarah dunia yaitu
keselamatan dan kehancuran, sorga dan neraka. Tetapi apabila di- ajarkan dengan tegas
bahwa keselamatan berdasarkan pemilihan kekal, di situ tidaklah ditarik konsekuensi yang
terbalik bahwa ketidakselamatan juga berlandaskan keputusan ketidakselamatan yang kekal".
Brunner memberikan tanggapannya bahwa kita tidak usah memperbaiki gagasan Alkitab
yang tidak simetris.

Dalam pandangan dogmatika dewasa ini ajaran predestinasi ganda (predestinatio gemina)
tidak dapat diberi tempat lagi. Ajaran itu menen- tang kasih sebagai hakikat Allah. Ajaran itu
ingin memuji Allah, tetapi efek yang sebenarnya ialah bahwa perbuatan Allah dianggap
sebagai kese- wenang-wenangan, karena manusia tidak diberi lagi kepastian tentang ke-
selamatannya. Juga pernyataan-pernyataan Paulus dalam Surat Roma ti- dak dapat dimengerti
dalam rangka ajaran predestinasi ganda. Menurut Roma 10:13 dst. ketidakselamatan
seseorang merupakan kesalahan diri sendiri sejauh ia tidak percaya.

8. Apakah artinya kalau teologi Protestan masa kini memformulasikan keselamatan


terjadi hanya oleh anugerah, tetapi bukanlah tanpa ma-nusia?

Dalam teologi Protestan masa kini, konsep keselamatan oleh anugerah (grace) tetapi bukan
tanpa manusia biasanya merujuk pada doktrin keselamatan oleh anugerah semata (sola gratia)
yang merupakan salah satu dari lima sola dalam teologi Reformation. Sola gratia adalah
ajaran bahwa keselamatan manusia hanya dapat diperoleh melalui anugerah Allah semata,
dan tidak dapat dicapai melalui usaha manusia atau perbuatan baik mereka sendiri.

Namun, dalam banyak formulasi teologi Protestan kontemporer, doktrin ini tidak berarti
bahwa peran manusia sama sekali diabaikan dalam proses keselamatan. Sebaliknya, sebagian
besar pemahaman teologi Protestan masa kini menyatakan bahwa keselamatan oleh anugerah
hanyalah awal dari perjalanan iman dan pertobatan. Manusia tetap memiliki peran aktif
dalam merespons anugerah Allah.

Dalam konteks ini, manusia dipandang sebagai rekan kerja Allah dalam pertumbuhan iman
dan pertobatan mereka. Mereka dipanggil untuk merespons anugerah Allah dengan iman,
pertobatan, dan kerja keras dalam mengembangkan hubungan mereka dengan Allah. Ini bisa
mencakup beribadah, belajar Alkitab, melayani sesama, dan melakukan perbuatan baik
lainnya. Jadi, meskipun keselamatan dalam teologi Protestan ditekankan sebagai anugerah
semata, peran manusia dalam merespons dan menghidupi iman mereka tetap penting dalam
pemahaman teologi Protestan masa kini. Konsep ini mencerminkan keyakinan bahwa
keselamatan adalah karya Allah, tetapi manusia memiliki tanggung jawab dalam menghidupi
iman mereka dan berpartisipasi dalam rencana Allah bagi mereka.

9. Apakah maksud dan tujuan membedakan antara pemahaman akan pembenaran


secara "forensis" atau "efektif"?

Pembedaan antara pemahaman pembenaran secara "forensis" (forensic justification) dan


"efektif" (effective justification) adalah sebuah perdebatan dalam teologi Kristen, terutama
dalam teologi Soteriologi (pemahaman tentang keselamatan) yang mencoba untuk
menjelaskan secara lebih mendalam bagaimana keselamatan manusia bekerja dalam
pandangan teologi Kristen. Perdebatan ini terutama terkait dengan konsep pembenaran
(justification), yaitu bagaimana manusia dibenarkan atau dibuat benar di hadapan Allah.

Pembenaran Forensis (Forensic Justification):

Pemahaman pembenaran secara "forensis" atau "forensic justification" sering kali dikaitkan
dengan pemahaman tradisional teologi Kristen, terutama dalam tradisi Reformasi Protestan.
Dalam konteks ini, pembenaran dipandang sebagai suatu tindakan hukum atau deklarasi
hukum dari Allah yang menyatakan bahwa seseorang dianggap benar di hadapan Allah
melalui iman dalam Yesus Kristus. Dalam pemahaman ini, manusia dianggap bersalah oleh
hukum Allah karena dosa mereka, tetapi Allah memberikan pengampunan dan kebenaran
kepada mereka melalui iman dalam Kristus. Ini seperti pengampunan hukum yang membuat
seseorang dianggap tidak bersalah di hadapan hukum Allah.

Pembenaran Efektif (Effective Justification):

Di sisi lain, pemahaman pembenaran secara "efektif" atau "effective justification" dapat
menyoroti aspek lebih aktif dalam proses keselamatan. Pemahaman ini dapat mengemukakan
bahwa pembenaran tidak hanya berarti dianggap benar secara hukum, tetapi juga membawa
perubahan yang efektif dalam hidup seseorang. Artinya, iman dalam Kristus harus
menghasilkan buah-buah atau perubahan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ini bisa
mencakup pertobatan, kudus, dan transformasi rohani.

10. Dimensi-dimensi pengertian mana yang menurut para teolog Asia di- eakup dalam
istilah penyelamatan dan pendamaian?

Pandangan para teolog Asia terhadap istilah "penyelamatan" dan "pendamaian" dapat
mencakup dimensi-dimensi berikut:

1) Sosial dan Kontekstual: Teolog Asia sering menekankan pentingnya memahami konsep
penyelamatan dan pendamaian dalam konteks sosial dan budaya Asia yang beragam. Mereka
cenderung menafsirkan teologi Kristen dengan mempertimbangkan realitas sosial, budaya,
dan politik Asia. Ini bisa mencakup pemberdayaan masyarakat miskin, pelayanan kepada
yang tertindas, dan pembelaan hak asasi manusia dalam konteks Asia.

2) Kebijaksanaan Kosmik: Beberapa teolog Asia mungkin menekankan dimensi kosmik


dalam pemahaman penyelamatan dan pendamaian. Mereka bisa memandang bahwa
penyelamatan melibatkan pemulihan hubungan manusia dengan seluruh ciptaan Allah, bukan
hanya manusia saja. Hal ini mencerminkan pandangan yang lebih luas tentang peran Allah
dalam penciptaan dan pemulihan seluruh kosmos.

3) Pembelaan Terhadap Marginalisasi: Dalam banyak masyarakat Asia, terdapat


ketidaksetaraan sosial dan diskriminasi terhadap kelompok tertentu. Teolog Asia sering
menyoroti peran penyelamatan dan pendamaian dalam memerangi ketidaksetaraan sosial,
penindasan, dan marginalisasi. Mereka bisa menekankan bahwa penyelamatan dan
pendamaian harus mengubah struktur sosial yang merugikan dan mempromosikan keadilan.

Anda mungkin juga menyukai