Anda di halaman 1dari 7

Ajaran Tentang Keselamatan Menurut

Martin Luther
Oleh
Daniel Leobisa
Pendahuluan
Soteriology atau keselamatan dapat diartikan sebagai
ajaran tentang keselamatan menurut Agama Kristen.
Dalam ranah ilmu teologi, seteriologi merefleksikan
secara metodis dan sistematis apa yang sebenarnya
dimaksudkan dengan keadaan manusia yang baik dan
Bahagia karena Bersatu dengan Allah, setelah manusia
bebas dari macam-macam bahaya dan ancaman.
Soteriologi Dalam Alkitab
A. Perjanjian Lama
Di dalam perjanjian lama, keadaan manusia yang selama itu disebut keadaan yang
damai sejahtera (Syalom). Keadaan Syalom ini mencakup segala sesuatu yang berupa
kebahagian manusia seluruhnya dan seutuhnya baik rohani maupun jasmani. Dalam arti
yang begitu luasnya, syalom merupakan pemberian dari Allah. Khususnya sebagai hasil
dari Tindakan Allah yang membebaskan manusia dari bahaya apapun.
Contohnya:pembebasan di Mesir (keluaran 14:30).
B. Perjanjian Baru
Dalam perjanjian baru, keadaan selamat dan damai sejahtera disebut dalam Bahasa
Yunani yaitu Eirene. Sama halnya dengan perjanjian lama, keselamatan di dalam
perjanjian baru juga merupakan Anugerah Allah kepada manusia
Biografi Martin Luther

Martin Luther lahir pada 10 November 1483 di Eisleben, Mansfeld


County, wilayah Kekaisaran Roma Suci. Putra dari pasangan Hans Luther
dan Margarethe Lindemann. Orangtuanya merupakan petani meski Hans
juga menuai kesuksesan dalam bidang pertambangan. Hans yang ambisius
ingin Luther menjadi pengacara.
Pandangannya
Martin Luther mengajarkan bahwa keselamatan dan, konsekuensinya,
kehidupan kekal tidak diperoleh dengan perbuatan-perbuatan baik, namun
diterima oleh orang percaya semata-mata sebagai anugerah bebas dari
rahmat Allah melalui iman dalam Yesus Kristus sebagai penebus dari dosa.
Aksi Protes Luther
Pada 1512, tiga tahun setelah Luther mengajar di Universitas Wittenberg, Paus Leo X menjalankan
praktik indulgensi yang baru di mana pengampunan dosa bisa didapat oleh siapapun. Syaratnya hanya dua:
mau dan punya uang. Paus Leo memang sedang menggalang dana untuk rekonstruksi Basilika Santo Petrus
di Roma. Salah satu yang sangat mendukung langkah ini adalah biarawan Johann Tetzel dari Ordo
Dominikan. Jangankan kepada yang masih bernapas, Tetzel meyakini indulgensi bisa diberikan kepada
mereka yang sudah meninggal, asalkan dengan bayaran. Renaisans membuka pengetahuan dalam skala yang
lebih luas. Efek yang bersamaan timbul adalah aktivitas pelayaran dan perdagangan antarsamudra menjadi
lebih sering dilakukan daripada abad-abad sebelumnya. Era ini juga memunculkan intelektual seperti Luther
yang menentang tindakan gereja yang dianggap tidak masuk akal.
Luther yang geram terhadap pemahaman indulgensi gereja kemudian melakukan tindakan nekat. Baginya,
indulgensi macam itu justru bertentangan dengan doktrin bahwa pengampunan datang dari iman dan karunia
ilahi. Luther membawa palu kemudian mengayunkannya keras-keras ke paku di pintu gereja Wittenberg
pada 31 Oktober 1517. Dia mematri 95 dalil yang sebagian besar isinya mempertanyakan keputusan Paus
tentang indulgensi. Kendati sebagian orang meragukan aksi Luther, Theses 95 yang juga dikenal dengan
Disputation on the Power of Indulgences diingat sampai sekarang sebagai awal mula berdirinya Kristen
Protestan dan diperingati sebagai Hari Reformasi setiap tanggal 31 Oktober.
Tanggapan Atas Pandangan Luther
Saya secara pribadi pun meyakini akan prinsip yang sama tentang
keselamatan dari sudut pandang Martin Luther. Bagi saya keselamatan
adalah upaya atau karya yang dikerjakan sendiri oleh Allah dalam
menyelamatkan manusia, oleh karena itu apapun upaya yang dilakukan oleh
manusia untuk mencapai keselamatan itu tidak akan bisa terjadi. Sebagai
rujukannya saya mengutip firman Tuhan dalam (Efesus 2:8-9)
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil
usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada
orang yang memegahkan diri”

Anda mungkin juga menyukai