Sebagai seorang teolog abad pertengahan St. Thomas berpendapat
bahwa keselamatan manusia membutuhkan pembaptisan. Ia hidup pada masa kejayaan kekristenan sehingga sangat wajar bahwa keyakinan imannya juga sangat diwarnai oleh lingkungan hidupnya. Ia percaya bahwa keselamatan hanya bisa diperoleh melalui pembaptisan. Setiap orang yang ingin selamat perlu dibaptis. Argumen Thomas ini berdasarkan arti pembaptisan sebagai incorporasi atau “menyatu” dengan Kristus. Jalan pikiran Thomas ialah sbb: Keselamatan hanya ada di dalam Kristus. Di luar Kristus tidak ada keselamatan. Setiap orang yang ingin diselamatkan harus disatukan dengan Kristus. Oleh karena sakramen pembaptisan adalah tanda bahwa seseorang disatukan dengan Kritus, maka untuk mendapatkan keselamatan, setiap orang perlu dibaptis. Terhadap pertanyaan: "apakah semua orang wajib menerima pembaptisan supaya selamat?", Thomas berkata, "Saya menjawab bahwa manusia terikat kewajiban pada suatu hal yang tanpanya ia tidak mendapatkan keselamatan. Nah, telah dinyatakan bahwa tidak seorangpun memperoleh keselamatan, kecuali melalui Kristus. Tujuan dari pembaptisan tidak lain ialah melahirkan kembali manusia supaya diinkorporasikan ke dalam Kristus dan menjadi anggota Tubuh Mistik-Nya. Konsekuwensinya, jelaslah bahwa semua orang terikat kewajiban untuk menerima pembaptisan. Tanpa pembaptisan, tidak ada keselamatan bagi mereka." (Summa Theologiae, III, q. 68, a.1).1 Pendapat Thomas tersebut perlu dimengerti secara baik dengan mengingat beberapa hal berikut ini. Pertama, keyakinan imannya tentang kedudukan Yesus Kristus sebagai satu-satunya Jalan keselamatan. Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan menuju keselamatan abadi. Kedua, Thomas mengandaikan bahwa Injil sudah diwartakan kepada semua orang sehingga mereka (Orang Yahudi, Yunani, Romawi, dan bangsa-bangsa lain) tidak bisa berdalih dengan mengatakan bahwa mereka belum mendengar berita Injil. Ketiga, Thomas juga membedakan antara infideles (orang-orang 1 Bdk.F. Sullivan, Salvation outside the Church,58 yang tidak percaya) yang harus disalahkan (culpabiles) dan infideles yang tidak boleh disalahkan (inculpabiles). Dalam hal ini St. Thomas berbeda dari St. Agustinus. Agustinus menganggap semua orang yang tidak percaya kepada Kristus dan tidak dibaptis adalah orang-orang yang bersalah; bahkah mereka sudah ditentukan (predestinasi) demikian oleh Tuhan yang Maha mengetahui isi hati setiap orang. Thomas berpendapat bahwa ada orang yang tidak percaya kepada Kristus karena kesalahannya sendiri, yaitu mereka yang dengan sengaja menolak berita Injil yang sudah ditawarkan kepadanya. Kelompok orang semacam ini disebut infideles culpabiles (orang-orang tak percaya yang bersalah). Seperti yang dikeluhkan oleh Nabi Yesaya, "Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan Tuhan dinyatakan?" (Yes. 53: 1). Dalam Injil, Yesus juga menyampaikan keluhan yang sama, “Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya: Kami meniup seruling bagimu dan kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka tetapi kamu tidak berkabung” (Mat. 11: 16-17). Orang yang sudah mendapat kesempatan untuk mendengarkan tawaran keselamatan dari Tuhan dan tidak mau menanggapinya disebut orang tak percaya yang bersalah. Menurut Thomas pembaptisan mutlak perlu bagi keselamatan mereka yang seharusnya percaya, yaitu orang-orang yang sudah mengetahui berita Injil dan tidak mau dibaptis. Sedangkan kelompok yang disebut infideles inculpabiles adalah mereka yang memang belum pernah mendengar berita Injil. Thomas tidak sependapat dengan Agustinus yang memberi penjelasan bahwa orang semacam itu sudah di-predestinasi terlebih dahulu oleh Tuhan yang mahatahu bahwa kendati pun mereka mendengarkan berita Injil, maka mereka toh tidak akan percaya. Thomas tidak mau membuat pengandaian semacam itu, melainkan berangkat dari kenyataan bahwa kalau seseorang tidak tahu apa yang perlu bagi keselamatannya, maka hal itu tidak bisa dituntut daripadanya. Orang- orang semacam itu disebut orang tak percaya yang tidak bisa disalahkan. Pembaptisan tidak dapat diwajibkan bagi orang-orang semacam itu sesuai dengan prinsip Thomas bahwa atas hal yang mustahil tidak seorang pun bisa dituntut (ad impossibile nemo tenetur). Dengan jawaban di atas Thomas juga sudah menjawab pertanyaan- pertanyaan tentang: baptisan perlu bagi siapa dan tidak perlu bagi siapa. Baptisan perlu bagi mereka yang sudah mendengarkan warta Injil dan tidak perlu bagi mereka yang belum pernah mendengar berita tentang Injil. Kejelian Thomas untuk membedakan infideles culpabiles dan infideles inculpabiles membuat kita mampu menjawab pertanyaan tentang siapa yang membutuhkan baptisan dan siapa yang tidak. Dalam zaman modern yang ditandai oleh pluralisme agama dan hormat terhadap kebebasan beragama ini, teologi Thomas tetap relevan. St. Thomas Aquinas adalah seorang teolog dan filsuf yang cerdas dan berhati baik. Ia memiliki sikap yang realistis dan manusiawi. Ia membedakan orang-orang yang tidak percaya kepada Injil menjadi dua macam seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Namun bukan hanya itu saja. St. Thomas masih menyebutkan kemungkinan lain lagi. Ia melihat kemungkinan adanya orang-orang baik dan jujur yang hidup sesuai dengan hati nurani, namun mereka tidak pernah mendengar berita Injil. Secara material mereka bisa disebut infideles (orang-orang yang tidak percaya), namun secara formal dan moral mereka adalah fideles (orang-orang yang percaya). Mereka disebut demikian karena mereka memiliki kerinduan di dalam hatinya untuk mengenal kebaikan dan kebenaran. Mereka dianggap sebagai orang-orang yang dibaptis dalam kerinduan. St. Thomas mengajarkan, "Sakramen pembaptisan bisa dipenuhi dalam dua cara. Cara pertama ialah secara eksplisit menerima baptisan. Cara kedua ialah secara implisit dalam kerinduan saja. Misalnya dalam diri katekumen yang belum sempat dibaptis, namun ia sudah meninggal. Orang semacam itu bisa memperoleh keselamatan, walaupun belum dibaptis. Ia diselamatkan atas dasar kerinduannya untuk menerima pembaptisan. (S.T. III. q.68, a.2)2 Pemikiran Thomas ini adalah cikal bakal permenungan teologis yang panjang tentang peranan pembaptisan, peranan Gereja bahkan peranan Kristus sendiri, bagi keselamatan. Umumnya diakui bahwa Kristus, Gereja- Nya dan pembaptisan adalah mutlak perlu bagi keselamatan manusia. 2 F. Sullivan, Salvation outside the Church, 59. Tetapi persoalannya ialah manusia yang mana yang dikenai kewajiban tersebut? Dan orang-orang yang mana yang tidak diwajibkan untuk menerima baptisan? Jawabannya secara sederhana ialah: bagi orang kristen, menerima baptisan adalah wajib hukumnya. Sedangkan bagi orang-orang bergama lain, tidak ada kewajiban. Tetapi penjelasannya bagaimana? Itulah yang akan terus kita dalami dalam tulisan ini.