Anda di halaman 1dari 4

Ajaran St.

Thomas Aquinas (1224 – 1275)

Sebagai seorang teolog abad pertengahan St. Thomas berpendapat


bahwa keselamatan manusia membutuhkan pembaptisan. Ia hidup pada
masa kejayaan kekristenan sehingga sangat wajar bahwa keyakinan
imannya juga sangat diwarnai oleh lingkungan hidupnya. Ia percaya bahwa
keselamatan hanya bisa diperoleh melalui pembaptisan. Setiap orang yang
ingin selamat perlu dibaptis. Argumen Thomas ini berdasarkan arti
pembaptisan sebagai incorporasi atau “menyatu” dengan Kristus. Jalan
pikiran Thomas ialah sbb: Keselamatan hanya ada di dalam Kristus. Di luar
Kristus tidak ada keselamatan. Setiap orang yang ingin diselamatkan harus
disatukan dengan Kristus. Oleh karena sakramen pembaptisan adalah
tanda bahwa seseorang disatukan dengan Kritus, maka untuk
mendapatkan keselamatan, setiap orang perlu dibaptis.
Terhadap pertanyaan: "apakah semua orang wajib menerima
pembaptisan supaya selamat?", Thomas berkata, "Saya menjawab bahwa
manusia terikat kewajiban pada suatu hal yang tanpanya ia tidak
mendapatkan keselamatan. Nah, telah dinyatakan bahwa tidak seorangpun
memperoleh keselamatan, kecuali melalui Kristus. Tujuan dari pembaptisan
tidak lain ialah melahirkan kembali manusia supaya diinkorporasikan ke
dalam Kristus dan menjadi anggota Tubuh Mistik-Nya. Konsekuwensinya,
jelaslah bahwa semua orang terikat kewajiban untuk menerima
pembaptisan. Tanpa pembaptisan, tidak ada keselamatan bagi mereka."
(Summa Theologiae, III, q. 68, a.1).1
Pendapat Thomas tersebut perlu dimengerti secara baik dengan
mengingat beberapa hal berikut ini. Pertama, keyakinan imannya tentang
kedudukan Yesus Kristus sebagai satu-satunya Jalan keselamatan. Yesus
Kristus adalah satu-satunya jalan menuju keselamatan abadi. Kedua,
Thomas mengandaikan bahwa Injil sudah diwartakan kepada semua orang
sehingga mereka (Orang Yahudi, Yunani, Romawi, dan bangsa-bangsa lain)
tidak bisa berdalih dengan mengatakan bahwa mereka belum mendengar
berita Injil. Ketiga, Thomas juga membedakan antara infideles (orang-orang
1
Bdk.F. Sullivan, Salvation outside the Church,58
yang tidak percaya) yang harus disalahkan (culpabiles) dan infideles yang
tidak boleh disalahkan (inculpabiles). Dalam hal ini St. Thomas berbeda dari
St. Agustinus. Agustinus menganggap semua orang yang tidak percaya
kepada Kristus dan tidak dibaptis adalah orang-orang yang bersalah;
bahkah mereka sudah ditentukan (predestinasi) demikian oleh Tuhan yang
Maha mengetahui isi hati setiap orang. Thomas berpendapat bahwa ada
orang yang tidak percaya kepada Kristus karena kesalahannya sendiri,
yaitu mereka yang dengan sengaja menolak berita Injil yang sudah
ditawarkan kepadanya. Kelompok orang semacam ini disebut infideles
culpabiles (orang-orang tak percaya yang bersalah). Seperti yang
dikeluhkan oleh Nabi Yesaya, "Siapakah yang percaya kepada berita yang
kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan Tuhan dinyatakan?"
(Yes. 53: 1). Dalam Injil, Yesus juga menyampaikan keluhan yang sama,
“Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan ini? Mereka itu seumpama
anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya:
Kami meniup seruling bagimu dan kamu tidak menari, kami menyanyikan
kidung duka tetapi kamu tidak berkabung” (Mat. 11: 16-17). Orang yang
sudah mendapat kesempatan untuk mendengarkan tawaran keselamatan
dari Tuhan dan tidak mau menanggapinya disebut orang tak percaya yang
bersalah. Menurut Thomas pembaptisan mutlak perlu bagi keselamatan
mereka yang seharusnya percaya, yaitu orang-orang yang sudah
mengetahui berita Injil dan tidak mau dibaptis. Sedangkan kelompok yang
disebut infideles inculpabiles adalah mereka yang memang belum pernah
mendengar berita Injil. Thomas tidak sependapat dengan Agustinus yang
memberi penjelasan bahwa orang semacam itu sudah di-predestinasi
terlebih dahulu oleh Tuhan yang mahatahu bahwa kendati pun mereka
mendengarkan berita Injil, maka mereka toh tidak akan percaya. Thomas
tidak mau membuat pengandaian semacam itu, melainkan berangkat dari
kenyataan bahwa kalau seseorang tidak tahu apa yang perlu bagi
keselamatannya, maka hal itu tidak bisa dituntut daripadanya. Orang-
orang semacam itu disebut orang tak percaya yang tidak bisa disalahkan.
Pembaptisan tidak dapat diwajibkan bagi orang-orang semacam itu sesuai
dengan prinsip Thomas bahwa atas hal yang mustahil tidak seorang pun
bisa dituntut (ad impossibile nemo tenetur).
Dengan jawaban di atas Thomas juga sudah menjawab pertanyaan-
pertanyaan tentang: baptisan perlu bagi siapa dan tidak perlu bagi siapa.
Baptisan perlu bagi mereka yang sudah mendengarkan warta Injil dan tidak
perlu bagi mereka yang belum pernah mendengar berita tentang Injil.
Kejelian Thomas untuk membedakan infideles culpabiles dan infideles
inculpabiles membuat kita mampu menjawab pertanyaan tentang siapa
yang membutuhkan baptisan dan siapa yang tidak. Dalam zaman modern
yang ditandai oleh pluralisme agama dan hormat terhadap kebebasan
beragama ini, teologi Thomas tetap relevan.
St. Thomas Aquinas adalah seorang teolog dan filsuf yang cerdas dan
berhati baik. Ia memiliki sikap yang realistis dan manusiawi. Ia
membedakan orang-orang yang tidak percaya kepada Injil menjadi dua
macam seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Namun bukan hanya itu
saja. St. Thomas masih menyebutkan kemungkinan lain lagi. Ia melihat
kemungkinan adanya orang-orang baik dan jujur yang hidup sesuai dengan
hati nurani, namun mereka tidak pernah mendengar berita Injil. Secara
material mereka bisa disebut infideles (orang-orang yang tidak percaya),
namun secara formal dan moral mereka adalah fideles (orang-orang yang
percaya). Mereka disebut demikian karena mereka memiliki kerinduan di
dalam hatinya untuk mengenal kebaikan dan kebenaran. Mereka dianggap
sebagai orang-orang yang dibaptis dalam kerinduan. St. Thomas
mengajarkan, "Sakramen pembaptisan bisa dipenuhi dalam dua cara. Cara
pertama ialah secara eksplisit menerima baptisan. Cara kedua ialah secara
implisit dalam kerinduan saja. Misalnya dalam diri katekumen yang belum
sempat dibaptis, namun ia sudah meninggal. Orang semacam itu bisa
memperoleh keselamatan, walaupun belum dibaptis. Ia diselamatkan atas
dasar kerinduannya untuk menerima pembaptisan. (S.T. III. q.68, a.2)2
Pemikiran Thomas ini adalah cikal bakal permenungan teologis yang
panjang tentang peranan pembaptisan, peranan Gereja bahkan peranan
Kristus sendiri, bagi keselamatan. Umumnya diakui bahwa Kristus, Gereja-
Nya dan pembaptisan adalah mutlak perlu bagi keselamatan manusia.
2
F. Sullivan, Salvation outside the Church, 59.
Tetapi persoalannya ialah manusia yang mana yang dikenai kewajiban
tersebut? Dan orang-orang yang mana yang tidak diwajibkan untuk
menerima baptisan? Jawabannya secara sederhana ialah: bagi orang
kristen, menerima baptisan adalah wajib hukumnya. Sedangkan bagi
orang-orang bergama lain, tidak ada kewajiban. Tetapi penjelasannya
bagaimana? Itulah yang akan terus kita dalami dalam tulisan ini.

Anda mungkin juga menyukai