Tesis Soteriologi-Kristologi-Trinitas dalam Tradisi Keselamatan Ayii
dan Mobu di dalam Suku Ekagii
Tugas Mata Kuliah Soteriologi-Kristologi-Trinitas
Dosen Pengampu:
Dr. Yohanes Subali Pr
Dr. Agus Widodo Pr
Oleh: Thomas Mersudi Tomo (NIM: 196114045)
PROGRAM STUDI ILMU FILSAFAT KEILLAHIAN
FAKULTAS TEOLOGI WEDHABAKTI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2021 1. Status Questionis: Bagaimana masyarakat suku Ekagii yang miskin itu menerima keselamatan kekal (ayii) padahal untuk menerima ayii, mereka harus mencapai keselamatan duniawi (mobu) terlebih dahulu? 2. Pokok teologis yang terkait: Keselamatan hanya datang karena karya Allah (Soteriologi Patristik), admirabile commercium (Ireneus), keselamatan berdimensi timbal-balik, sudah dan belum, serta menyeluruh (Soteriologi Perjanjian Baru, dan Kristologi Kasper), rencana persatuan Allah-ciptaan dalam misteri cinta dan persekutuan (LaCugna), mekanisme dan dinamika beriman (Roma 10:9-15), Kerajaan Allah milik “kaum miskin” dan Yesus sebagai Mediator Allah (Kristologi Pembebasan). 3. Keselamatan kekal Allah (ayii) kepada masyarakat Suku Ekagii hanya dianugerahkan Allah melalui Yesus Kristus pada semua orang sejak awal mula menurut rencana persatuan Allah dan manusia dalam misteri cinta dan persekutuan dengan berdimensi timbal balik (Roma 10:9-15) Penjelasan: Masyarakat suku Ekagii (Mee), Kabupaten Paniai, Papua memandang keselamatan sebagai suatu proses kini dan nanti (temporal) atau dalam konsep ayii dan mobu. Keselamatan di dunia adalah syarat untuk mencapai keselamatan di akhirat. Bentuk keselamatan mobu adalah semua kebutuhan di dunia tercukupi (jasmani dan rohani), dan mobu-nya mampu dipertahankan hingga mati. Bentuk keselamatan ayii adalah hidup di Ayiitaida (surga) yang tanpa rasa sakit, tak pernah tua dan hidup bahagia. Hal yang menjadi masalah adalah orang Ekagii yang miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya selama hidup memiliki kesulitaan besar dalam mencapai keselamatan mobu, meskipun ada bantuan dari sesama. Kesulitan dalam mencapai keselamatan mobu itu membuat mereka sulit mencapai keselamatan ayii. Keselamatan yang datang dari Allah adalah keselamatan eskatologi. Allah adalah sumber dari keselamatan itu (Roma 10:13). Bapa-bapa patristik mengajarkan bahwa keselamatan kekal hanya merupakan karya Allah, bukan semata-mata karya manusia. Manusia diselamatkan dari perbudakan dosa oleh karena inkarnasiNya menjadi manusia di dalam Yesus. Oleh karena Allah berinkarnasi menjadi manusia, maka manusia diangkat menjadi anak-anak Allah (admirabile commercium). Keselamatan Mee (Manusia Ekagii) pun semata-mata karena karya Allah, bukan karena bentuk kelanjutan dari mobu. Keselamatan itu adalah anugerah dan inisiatif dari Allah untuk menyelamatkan manusia dari kuasa dosa. Dalam Perjanjian Lama sudah terbukti bahwa keselamatan yang ditawarkan Allah pada manusia tidak bisa diusahakan manusia sendiri, sehingga harus ada campur tangan Allah untuk membantu manusia dengan mengutus Yesus sebagai Mediator Allah yang mewartakan Kerajaan Allah (Jon Sobrino). Keselamatan kekal Mee adalah suatu anugerah dan inisiatif Allah, bukan karena keselamatan mobu sepenuhnya. Pemberian diri Bapa pada Putra tak hanya berdimensi ke dalam saja, tetapi ke luar, dan melebar ke semua orang yang mengakui bahwa Yesus Kristus adalah jalan keselamatan, dan ke semua orang yang ambil bagian dalam tugas perutusan Kristus ke dunia (Kasper). Dimensi ke luar itu adalah karya Roh Kudus yang membawa kita pada kepenuhan eskatologi bagi semua bangsa, termasuk bagi masyarakat suku Ekagii. Teologi keselamatan Perjanjian Baru juga menekankan bahwa keselamatan yang sudah terjadi dalam diri Yesus Kristus itu dialamatkan pada semua orang, termasuk pada Mee. Sejak awal, Allah memiliki keputusan dalam keabadian untuk terlibat dalam kemanusiaan. Keputusan itu terpenuhi melalui inkarnasi yang membuat keselamatan itu ternyatakan pada manusia sampai akhir dunia (Barth). Sebelum kelompok Ekagii ini terbentuk, keputusan Allah akan keselamatan seluruh Mee sudah ada dan sedang terlaksana dalam Kristus melalui Roh Kudus. Dalam oikonomia Allah, Allah dan seluruh ciptaan berada bersama dalam misteri cinta dan persekutuan. Misteri cinta itu mengikat Allah dengan manusia, sehingga keduanya menjadi suatu persekutuan yang mencerminkan persekutuan dan cinta di antara Allah Tritunggal. Allah dan seluruh Mee merupakan suatu persekutuan yang didasari cinta kasih. Mee memperoleh keselamatan oleh karena adanya cinta kasih dari Allah. Wahyu keselamatan dari Allah itu menuntut tanggapan iman manusia. Keselamatan kekal dari Allah itu adalah suatu tawaran pada manusia. Tawaran itu dapat benar-benar membuat pribadi selamat apabila ada tanggapan dari manusia, yaitu iman. Iman itu diwujudkan dengan mengakui dengan mulut dan percaya dari dalam hati bahwa Yesus adalah Tuhan, dan Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati (Roma 10:4-15). Selain itu, menurut teologi keselamatan perjanjian baru, kita harus menanggapi wahyu itu secara personal dengan terlibat dalam misi keselamatan Yesus sesuai situasi aktual kita sambil menantikan keselamatan penuh. Misi keselamatan itu senantiasa kita dengarkan sebagai panggilan Allah, dan sikap taat dalam melaksanakannya adalah jalan untuk sampai pada kepenuhan diri kita bersama Allah (Balthazar). Melalui tindakan iman, keselamatan yang merupakan rahmat Allah itu mampu bekerja dan dialami oleh manusia (Karl Barth). Sebenarnya, Kerajaan Allah itu adalah milik kaum miskin karena Yesus diutus untuk mewartakan kabar baik kepada yang sakit, miskin, dan terpinggirkan. Di samping itu, orang kaya pun menjadi objek pewartaan Yesus karena mereka memiliki potensi untuk jatuh ke dalam dosa. Kaum miskin di sini menunjuk pada orang yang mau berbagi, tak terikat dari harta milik, dan kuasa. Dalam pendek kata, keselamatan itu diperoleh ketika tindakan-tindakan dari manusia itu merupakan pengungkapan kembali kehidupan Yesus di dalam kehidupan kita sendiri. Keselamatan kekal dapat diterima Mee apabila wahyu Allah yang ditawarkan Allah melalui Yesus Kristus itu ditanggapi Mee dengan iman dan perwujudan konkretnya yang mengungkapkan kehidupan Yesus. Dari Argumentasi di atas, masyarakat suku Ekagii yang miskin itu tetap dapat menerima keselamatan kekal (ayii) tanpa harus mencapai keselamatan duniawi (mobu) terlebih dahulu.