Anda di halaman 1dari 13

AKADEMI TEOLOGIA AMANAT PENUAIAN TERAKHIR

Paper Mengenai Dosa ,Keselamatan dan Pertobatan

PAPER INI DISERAHKAN KEPADA

Pdt.JENUS JENIMAN,S.Th.

UNTUK MEMENUHI SYARAT MATA KULIAH

DOGMATIKA 2

OLEH:

NUSYE MANUPUTTY

NIM : 2013.03.0259

26 SEPTEMBER 2013

JAKARTA,INDONESIA
Pendahuluan

Gereja sangat identik dengan doktrin dan dogma-dogma yang ditetapkan dan dianut olehnya.
Selain zaman sekarang yang sering dikatakan sebagai zaman yang mendekati “akhir zaman”
gereja mau tidak mau juga identik dengan paham keselamatan yang dimengerti oleh gereja.
Masalah akhir zaman, merupakan masalah yang berkaitan dengan pertanyaan “masuk surga atau
masuk neraka kah kelak kita ketika Allah datang kedua kali?”. Pembahasan tentang pernyataan
ini sebenarnya bukan hanya dibahas pada masa-masa sekarang, namun telah ada sejak
kekristenan muncul. Dan pengertian tentang keselamatan yang “katanya” akan menuju surga itu,
juga telah menyebabkan perpecahan gereja mula-mula yang disebut dengan masa reformasi.

Banyak teolog yang membahas tentang dosa dan keselamatan yang mengkaitkan dengan
pertobatan. Dimana pertobatan sangat penting bagi keselamatan bahkan sangat mempengaruhi
keselamatan manusia dari api neraka tempat terdapat tangisan dan kertak gigi (Mat 22:13 ; Mat
8:12 ; Mat 25:30 ; Luk 13:28). Sehingga konsep pertobatan itu sendiri bukan hanya dibahas
namun dikritik dan diperdebatkan.

Paper ini berisi tentang pandangan gereja pra-reformasi dan reformasi beserta dengan refleksi
teologis penulis tentang dosa , keselamatan dan pertobatan dengan melihat dari kenyataan
sejarah dan perkembangan yang ada. Dengan Paper ini saya berharap saya pribadi mampu lebih
mengerti akan arti dan konsep soteriologi dan berguna untuk orang-orang yang akan membaca
paper ini.
PEMBAHASAN

Soteriologi

Soteriologi adalah sebuah pengajaran tentang penyelamatan (bahasa Yunani: Sôteria yang berarti
keselamatan). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keselamatan berarti keadaaan yang
selamat; kesejahteraan, kebahagiaan. Soteriologi berhubungan dengan pengkhususan tentang
teologi penciptaan yang berhubungan erat dengan ketritunggalan Allah. Dalam sejarah umat
manusia, karya penyelamatan itu di lakukan oleh Allah Tritunggal dalam wujud Sabda dan Roh
Kudus.

Pada pengkategorian Soteriologi sebagai pemikiran teologi, kata “selamat’ dalam


“penyelamatan” mengandung banyak arti. Diantaranya selamat bererti manusia yang tidak
berdosa karena dosa yang telah dihapuskan, dan keadaan dimana manusia menyatu dengan Allah
karena karya penyelamatan tersebut dan pengertian yang berbeda menurut teolog dan filsuf
lainnya dalam pemikiran dan zaman yang berbeda.

Penyelamatan itu ada ketika pertobatan itu ada dan pertobatan ada ketika dosa itu juga ada. Dosa
pada saat ini dianggap sebagai suatu pelanggaran pada tindakan, sikap atau dosa juga dianggap
sebagai sesuatu yang alami yang melawan atau berlawanan dengan hukum atau perintah Tuhan .

Soteriologi Pra-reformasi

Pada masa pra-reformasi, tepatnya pada masa gereja mula-mula keselamatan dipandang bukan
menjadi sesuatu yang telah dianugrahkan Sang Pencipta kepada umatnya. Keselamatan menjadi
sebuah sistem didalam gereja yang dimana keselamatan itu didapat dari pertobatan yang telah
dilakukan.

Pada abad permulaan, kepercayaan gereja terlihat jelas dalam Kisah Para Rasul dan surat-surat
Paulus. Kepercayaan mereka tersebut dapat dirincikan dalam lima bagian yaitu sebagai berikut,

a. Dosa memisahkan manusia dengan Allah


b. Yesus disalibkan untuk menyelamatkan manusia

c. Allah hadir dalam Roh Kudus sebagai pengganti Yesus

d. Gereja adalah kumpulan orang Kristen setempat

e. Roh Kudus memimpi umat Kristen secara langsung

Dalam surat-surat dan kitab-kitab perjanjian lama juga banyak menuliskan tentang inti dosa yang
dimana dosa berlawanan langsung dengan keselamatan ilahi. Dosa dianggap jauh lebih
mendalam dari sekedar pelanggaran hukum saja namun juga jauh dari pada gangguan dalam
relasi antara umat manusia. Hal ini dikarenakan antara Allah dan manusia, dan manusia dengan
sesama itu merupakan hal yang kait mengait. Maka, dosa menyangkut seluruh keselarasan yang
berarti keselamatan manusia. Yang dimana berdosa pada dasarnya tidak menanggapi kasih
Allah.

Selain itu banyak pihak yang pada masa pra-reformasi telah membicarakan tentang soteriologi.
Augustinus salah satu orang yang memiliki arti penting dalam perkembangan soteriologi pada
agama Kristen.

Sebelum masa Augustinus, banyak ajaran mengenai dosa, rahmat dan keselamatan. Namun pada
masa sebelum Augustinus pernyataan yang mereka belum tegas. Sejak adanya Augustinus,
pernyataan itu mulai dipertegas, hal-hal mengenai rahmat dan keselamatan yang pada masa
sebelum Augustinus memiliki batas yang tidak jelas mulai diperjelas oleh Augustinus. Rahmat
yang memiliki cakupan yang luas bersinonim dengan keselamatan kini mulai dipersempit
cakupannya oleh Augustinus. Menurut Augustinus rahmat adalah daya kekuatan Allah dalam
jiwa manusia supaya manusia dalam perseorangan. jadi Augustinus membuat suatu hubungan
atau relasi antara Allah dan manusia dalam hal rahmat.

Augustinus-lah orang pertama yang membicarakan dan mempermasalahkan tentang keselamatan


manusia secara individual. Setiap manusia berada dalam keadaan berdosa yang dimana situasi
dosa tersebut merupakan keadaan yang tidak dapat diatasi olehnya. Dalam keadaan seperti inilah
manusia membutuhkan keselamatan, dan rahmat adalah anugerah Allah untuk memperoleh
keselamatan itu. namun akan dapat lebih dimengerti konsep tentang rahmat yang dimaksud
Augustinus ketika kita juga mengerti arti dosa menurut Augustinus. Menurut Augustinus, dosa
adalah sesuatu yang mampu membelenggu, mengurung dan memperbudak manusia. Kuasa dosa
disebut dengan dosa asal. Karena dosa yang pernah dilakukan adam, manusia sudah masuk
dalam lingkaran setan yang mengukungnya. Oleh sebab itu apapun usaha yang dilakukan
manusia lewat tidakannya sehari-hari takkan membebaskannya dari belenggu setan itu, hanya
mengukuhkan perbudakan manusia terhadap dosa.

Rahmat yang dimaksudkan oleh Augustinus-lah yang dapat melepaskan dan menyelamatkan
manusia dari kuasa dan belenggu setan. Rahmat yang menyelamatkan semata-mata anugerah dari
Allah yang di berikan secara cuma-cuma. Rasa cuma-cuma tersebut semata-mata karena cinta
kasih Allah terhadap manusia.

Selain Augustinus ada juga Pelagius yang memiliki ajaran dan pengertian mengenai dosa dan
rahmat. Namun dalam hal ini, Pelagius menjurus kepada hal individualisme. Pelagius tidak
memperhatikan segi sosial dan historis pada dosa maupun rahmat tersebut. Dosa menurut
Pelagius hanya bersifat tindakan saja, hanya tindakan salah. Berbeda dengan Augustinus yang
mendefinisikan dosa dengan situasi dimana suatu kuasa yang menguasai manusia, Plagius
menganggap dosa adalah tindakan jahat yang dapat dilakukan secara bebas.

Rahmat didefinisikan oleh Pelagius sebagai sesuatu yang diperlukan oleh manusia berdosa yang
berupa bantuan yang diberikan Allah “bila perlu”. Bantuan yang dimaksudkan Pelagius terdiri
dari 1) kodrat manusia yang memampukan kita untuk berbuat baik 2)hukum Musa mendidik kita
dengan memberi untuk petunjuk hidup sesuai dengan panggilan kodrat, teladan dan ajaran Yesus
Kristus itu sendiri 3) Pengampunan dosa karena pahala Kristus. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
dosa asal sejak Adam jatuh kedalam dosa menurut Plagius tidak berpengaruh pada manusia
karena manusia ditarik dari kehidupan dan diberikan contoh atau petunjuk hidup yang benar.

Pemahaman Pelagius berbeda dengan pelagianisme dan semipelagianisme yang dimana


merupakan aliran teologisnya ditentang oleh gereja. Menurut pelagianisme manusia dapat
menghindar dari dosa dengan kekuatannya sendiri dan dapat hidup sempurna apabila diberikan
pengajaran yang baik. Dengan demikian pelagianisme memperlemah dan meremehkan ajaran
gereja tentang dosa asal sebagai wujud ketidak mampuan manusia menjalin hubungan dengan
Tuhan. Dan pelagianisme melihat cara penebusan cuma sebagai pengangkatan kehidupan sampai
ketaraf lebih tinggi, sedangkan baptis hanya simbol penerimaan jemaat menjadi anggota gereja.
Sehingga dari cara berfikir pelagius dapat di lihat bahwa pelagius tidak melihat karya Allah itu
sendiri di dalamnya. hal itu yang membuat gereja secara langsung menolak Pelagianisme.
Namun juga ada beberapa kelompok yang memiliki pendapat lain yang dimana kelompok ini
mengambil jalan tengah dari Augustinus dan pelagianisme yang dimana mereka disebut
Semipelagianisme. Mereka menganggap bahwa orang yang jatuh ke dalam dosa itu seperti orang
sakit. Orang sakit dapat saja di sembuhkan, namun setelah ia sembuh ia bebas bekerja dengan
kekuatannya tanpa kehadiran. Dimana manusia yang lebih penting dari pada rahmat Allah.
Walaupun merupakan jalan tengah namun tetap saja semipelagianisme di tolak oleh Kuasa
Mengajar Gereja.

Selain kelompok-kelompok tertentu, terdapat juga Konsili yang merumuskan ajaran Gereja
universal untuk melawan pelagianisme. Konsili Kertago diadakan pada tahun 418 yang dimana
menghasilkan beberapa keputusan atau hasil yang mendefinisikan tentang dosa.1)Adam
diciptakan fana(mortalem) dan akan mati dengan atau tanpa melakukan dosa,2) dosa adam hanya
melukai dia bukan manusia, 3) karena maut atau dosa tidak membuat manusia seluruhnya mati
sehingga kebangkitan Kristus manusia juga tidak bangkit, 4) anak kecil yang baru lahir sama
seperti Adam sebelum dosanya.

Salah satu ungkapan cara pandang abad pertama mengenai dosa dan keselamatan adalah
ungkapan Pengakuan Iman Athanasius yang di tulis di Prancis sekitar tahun 500. Pengakuan ini
terdiri dari dua bagian yaitu yang pertama mengenai ketritunggalan dan diri Kristus. setiap ayat
dari pengakuan ini didahului dan diakhiri dengan ayat kutukan yang bertujuan menjelaska bahwa
pentinglah untuk mengikuti ajaran ini apa bila ingin selamat. berbeda dengan Athanasius,
Abaelardus lebih melihat pada arti kematian Yesus itu sendiri dan dampaknya pada kita.
Abaelardus melihat arti kematian Yesus karna kasihNya kepada kita, dan kita akan tergerak
menjawabNya dengan kasih.

Selain pandangan-pandangan bapa-bapa gereja berserta filsuf-filsuf mengenai dosa dan


keselamatan, gejala-gejala buruk yang terjadi pada masa Gereja Katolik Roma juga
mempengaruhi pandangan tentang dosa dan keselamatan. Gejala buruk pada masa itu berupa
takhayul dan omongan-omongan yang membuat jemaat mencari perlindungan dengan cara-cara
yang dianjurkan gereja, misalnya berdoa, berpuasa, memberi sedekah dan berziarah. Selain dari
jemaat-jemaat yang membuat gejala buruk, ternyata didalam pemerintahan gereja pun terdapat
gejala buruk itu. Pastor-pastor bawahan yang miskin dan terbelakang pendidikannya berbanding
terbalik keadaannya dengan imam-imam atasan yang hidupnya berlebihan karna berhasil
menumpuk kekayaan. Dan gejala yang sangat buruk adalah ketika ada konsiliarisme yang berarti
bahwa adanya pengajaran konsili umum merupakan kekuasaan tertinggi.

Pada saat pemerintahan gereja di tangan Paus Leo X, Ia beserta tokoh gereja lainnya ingin
membangun gereja yang sangat besar dan dapat dikatakan gedung gereja raksasa dalam rangka
mengagungkan nama Gereja Katolik Roma. Dalam melaksanakan cita-citanya Paus Leo X
memaklumkan suatu penghapusan dosa bagi orang yang akan memberikan sumbangan,
sedangkan di Jerman Johan Tetzel diperdagangkan. Ajaran resmi yang dimiliki Johan Tetzel
adalah bahwa surat penghapusan siksa ini hanya berlaku bagi orang-orang yang telah menyesali
dosanya dan dosa-dosa itu telah diampuni dengan sakramen pengakuan dosa. Demi
meningkatkan lagi penjualan surat-surat penghapusan siksa Johan Tetzel menyatakan bahwa
surat-surat itu untuk penghapusan dosa dan mendamaikan manusia dengan Allah. Sehingga pada
saat itu orang berpendapat keselamatan dapat diperoleh dengan uang dan dapat diperoleh diluar
penyesalan yang tulus dari hati juga diluar dari sakramen-sakramen.

Ada tiga aspek yang dapat dibahas mengenai pandangan gereja mula-mula

1. Pengampunan dosa awal lewat pembaptisan

Dalam masa kekristenan mula-mula, sakramen merupakan cara untuk meyalurkan anugerah
Allah selama hidupnya. Pada masa pra-reformasi terdapat sakramen dengan dosa dan
keselamatan yaitu baptisan. Baptisan adalah sakramen yang menghapus dosa turunan dan
diperlukan mutlak untuk keselamatan. Dosa turunan yang dimaksud adalah dosa yang dibawa
manusia dari awal penciptaan(diturunkan oleh Adam) hingga sakramen pembabtisan.

Kepercayaan bapa-bapa gereja mengenai kehidupan orang Kristen saat itu adalah seseorang
jemaat Kristen akan memulai hidupnya yang baru ketika ia dalam keadaan yang benar-benar
baru yaitu dengan baptisan.

Namun kita tidak bisa memungkiri bahwa sekalipun kita beragama Kristen namun sebagai
manusia yang berdosa kita tidak luput dari dosa. Sehingga walaupun dengan baptisan yang
memperbaharui hidup seseorang, manusia akan terus terus terjangkit oleh dosa(1 Yoh. 1:8,10).
Dengan alasan tersebut baptisan yang dengan tujuan menghapus dosa tersebut harus dilakukan
terus menerus.

Dengan konsep gereja yang menganggap babtisan sebagai penghapusan dosa manusia, gereja
bahkan menetapkan batas antara apa yang boleh dan tidak dapat dibiarkan. Maka manusia tidak
boleh lagi jatuh kedalam dosa yang berat agar manusia tidak kehilangan rahmat yang telah
didapatnya dari baptisan tersebut. Dosa-dosa yang ringan, yaitu pelanggaran yang dianggap kecil
sehingga dapat diampuni dengan doa, puasa dan derma. sedangkan dosa yang besar tidak dapat
di toleransi, melainkan disingkirkan dari gereja.

2. Pengampunan dosa oleh pertobatan dan penebusan dosa

Baptisan yang digunakan untuk penghapusan dosa merupakan konsep yang tidak terlalu efektif,
karena ternyata tidak menghapus dosa secara utuh. Hal ini yang membuat banyak jemaat tidak
melakukan pembaptisan pada masa mudanya, namun melakukan pembaptisan sampai mereka tua
bahkan hampir mati. Hal ini diyakini jemaat sebagai cara yang efektif untuk pengampunan dosa
secara total karena penghapusan dari dosa awal hingga dosa ketika hampir mati.

Cara berpikir jemaat yang kritis dan memakai trik sedemikian rupa dalam penghapusan dosa,
tidak membuat gereja khususnya para bapa-bapa gereja berhenti berpikir. Bapa-bapa gereja tetap
menganjurkan pertobatan atau penebusan dosa sebagai obat setelah dosa telah di babtis. dalam
hal pertobatan dan penebusan dosa, bapa gereja memiliki pandangan bahwa seseorang dapat
bertobat dan diampuni berkali-kali. Namun hal ini diartikan bahwa gereja mengizinkan
jemaatnya untuk berbuat dosa.

3. Pertobatan yang diartikan sebagai penyesalan dan pengakuan sebagai tindakan penebusan.

Bapa gereja mengajarkan bahwa untuk mendapatkan keselamatan dari penghukuman kekal
seseorang harus merasa bersalah untuk dan mengakui dosa setelah baptisan kepada pendeta dan
kemudian melakukan tindakan penebusan dosa yang ditunjukan oleh pendeta. Gereja pada masa
Katolik Roma juga ingin mengupayakan kesalehan orang-orang dengan sakramen. Maka dari itu
orang Kristen pada masa itu beranggapan bahwa kasih karunia Allah turun secara otomatis
melalui sakramen dan perbuatan-perbuatan amal, bahkan dengan membayar uang tanpa
perobahan hati tertentu.
Soteriologi Reformasi

Pada masa-masa selanjutnya teologi rahmat seperti yang diungkapkan Augustinus berkembang
sesuai dengan zamannya dan dengan ciri khasnya masing-masing.

Melihat pandangan gereja tentang doa dan keselamatan, juga melihat keputusan-keputusan
tentang pengampunan itu sendiri banyak pihak yang melihat dosa dan keselamatan secara kritis.
Pihak-pihak tersebut merupakan kaum reformer yang merasa bahwa anggapan dan tindakan
gereja pra-reformasi mengenai dosa dan keselamatan adalah salah membuat mereka mencari cara
untuk keluar dari sistem gereja pra-reformasi dan menentang ajaran yang mereka anggap salah
tersebut.

Dosa Asal

Pemikiran-pemikiran kritis ini ternyata bukan diawali oleh para reformator, namun pengertian
tentang dosa yang sering diperdebatkan telah terjawab melalui Konsili Trente yang dilakukan
pada tahun 1545 sampai dengan tahun 1563. Konsili ini tidak hanya membahas mengenai dosa
dan rahmat, namun juga ajaran tentang Kitab Suci dan Tradisi serta ajaran mengenai sakramen
yang ditetapkan oleh konsili ini secara universal.

Walau didasari dengan ajaran Augustinus, namun Konsili ini tidak meresmikan secara penuh
ajaran Augustinus mengenai dosa asal. Konsili ini menyaring ajaran tersebut terus menerus dan
merumuskannya berupa dogma Trente. Dalam Kanon 1 merumuskan baik arti maupun akibat
dosa adam yaitu; Arti dosa Adam adalah manusia pertama itu kehilangan kesucian dan
kebenaran yang didalamnya ia diadakan. Akibat dosa Adam tersebut adalah ia kehilangan
segalasesuatu yang dibawa serta soleh kebenaran asali tersebut, khususnya kebebasan dari maut
dan kebebasan dari kokupisensi.Arti kokupisensi tersebut ialah ditahan dibawah kekuatan setan
dan berubah menjadi lebih buruk lagi. Hakikat dosa itu sendiri memang satu adanya dan berasal
usul satu yaitu dosa Adam. Namun itu menjadi dosa turunan yang sampai saat ini dimiliki oleh
setiap manusia. Jadi bukan merupakan dosa tiruan seperti yang pernah dikatakan oleh bapa-bapa
gereja. Namun untuk penghapusan dosa itu sendiri konsili ini masih memakai cara pandang
gereja abad pertama yaitu dengan memakai baptisan. Efek baptisan itu sendiri adalah
memnghapuskan dosa-dosa hingga tidak ada yang tertinggal namun kokupisensi masih akan
tetap ada.

Calvin dan sedikit Luther mengajarkan bahwa semua dosa seseorang, baik pra and pasca-
baptisan, telah diampuni saat seseorang menjadi Kristen. Pengajaran seperti itu dengan jelas
menandai perpecahan dari Roma. Bagaimana dengan pengakuan dosa pada pendeta dan
melakukan tindakan penebusan dosa? Secara logis, itu akan dihilangkan dalam gereja yang
mengadopsi pemikiran reformasi tentang pengampunan dosa.

Calvin yang menolak pemikiran bahwa seseorang harus melakukan tindakan penebusan dosa
untuk menebus dosa setelah baptisan agar keselamatannya tetap ada. Dia mengajarkan bahwa
kematian Kristus, sekali didapat, menebus seluruh dosa yang sudah dan akan dilakukan. Dalam
buku Institutio yang ditulis oleh Calvin, ia menuliskan protes besar terhadap pemahaman dahulu
mengenai dosa dan pertobatan. Ia mengatakan bahwa hanya dengan kekuatan Allah saja
kemauan manusia bisa bertobat.

Luther dengan misi pribadi dan dengan jiwa yang dengan emosi dan pemarah, namun dalam
kemarahannya ia menganggap bahwa itu berguna. Hal yang berguna itu misalnya dalam hal
reformasinya dan pertentangannya . Dalam terang pengertian tentang pertobatan, ia berpendapat
bahwa walau tindakan penebusan dosa itu sendiri tidak diperlukan, seseorang yang mengabaikan
imannya dalam Kristus dan jatuh dalam dosa akan binasa kecuali dia kembali kepada Kristus
untuk memperbaharui iman. Luther secara formal menolak tindakan penebusan dosa. Dia merasa
hal itu “menyiksa batin sampai mati. Bagaimanapun, secara praktek dia tetap memegang
pentingnya hal seperti itu. Untuk diselamatkan dalam penghakiman, menurut Luther, seseorang
harus berusaha dalam iman, baik secara moral dan doktrin. Luther marah dengan sistem yang
dibuat oleh Katolik Roma dengan sistem pengapusan dosa yang dimiliki oleh gereja tanpa
berdamai dengan Allah dengan katalain pertobatan. Dengan berdasarkan 1 Yohane 5 : 15 martin
luther dan pengikutnya marah agar mereka melakukan apa yang di perintahkan Tuhan.

Pendapat dan ajaran Luther tentang tentang dosa dan pertobatan, terlihat dalam beberapa dalil
yang ia keluarkan, yaitu :
1. Tuhan dan Guru kita Yesus Kristus, ketika Ia mengucapkan "Bertobatlah," dan seterusnya,
menyatakan bahwa seluruh hidup orang-orang yang percaya harus diwarnai dengan pertobatan.

2. Kata ini tidak boleh dimengerti mengacu kepada hukuman sakramental; maksudnya, berkaitan
dengan proses pengakuan dan pelepasan (dosa), yang diberikan oleh imam-imam yang dilakukan
di bawah pelayanan imam-imam.

3. Dan, pertobatan tidak hanya mengacu pada penyesalan batiniah; tidak, penyesalan batiniah
semacam itu tidak ada artinya, kecuali secara lahiriah menghasilkan pendisiplinan diri terhadap
keinginan daging.

4. Jadi, hukuman itu terus berlanjut selama ada kebencian pada diri sendiri - maksudnya,
penyesalan batin yang sejati berlanjut: yaitu, sampai kita masuk ke dalam kerajaan surga.

5. Allah tidak pernah mengampuni dosa apa pun, tanpa pada saat yang sama Dia menundukkan
diri manusia itu, merendahkan diri da1am sega1a sesuatu, kepada otoritas imam, wakilnya.

6. Peraturan pengakuan dosa hanya dikenakan pada orang yang hidup dan tidak seharusnya
dikenakan pada orang yang mati; menurut peraturan tersebut.

Dalam hal pertobatan, gereja pada pra-reformasi menganggap bahwa pertobatan yang sebagai
penyesalan dan pengakuan sebagai tindakan penebusan. Berbeda dengan definisi gereja akan
pertobatan(metanoia) yang meliputi penyesalan, pengakuan dan tindakan penebusan dosa, Calvin
dan Luther menyimpulkan bahwa itu membantu suatu "perubahan pikiran." “Perubahan pikiran”
adalah penyadaran bahwa manusia melakukan kesalahan dan jatuh kedalam dosa yang membuat
ia sadar bahwa ia perlu pengampunan yang membuat imannnya berbalik kepada Tuhan sehinga
mendapat pengampunan dari Allah itu sendiri. Dari hal ini terlihat bahwa Calvin dan Luther
melihat bahwa pertobatan dan pengampunan merupakan sesuatu yang penting.

REFLEKSI TEOLOGIS

Dalam kehidupan berorganisasi digereja, kita dapat melihat bahwa setiap gereja memiliki
struktur organisasi sendiri dan setiap gereja berbeda. Sama seperti gereja pada abad awal yang
juga memiliki struktur yang sangat ketat, khususnya tentang dosa dan keselamatan dan cara
pertobatannya. Menurut saya(sebagai refleksi teologis pertama) struktural atau aturan aturan
yang dibentuk oleh gereja membuat arti dari dosa, keselamatan dan pertobatan yang sebenarnya
tersebut hilang. Doktrin-doktrin dan dogma-dogma membuat jemaat kristen menjadi tidak dapat
merenungkan dan mengerti arti dosa, keselamatan dan perobatan dengan akal budi dan hati yang
telah diciptakan pada awal penciptaan.

Hal diatas dapat dibuktikan dari kepatuhan jemaat zaman dahulu terhadap aturan yang dibuat
gereja. Mulai dari arti dosa hingga pertobatan yang dianggap mudah dan disetarakan dengan
barang yang dapat dibeli misalnya indulgesia, baptisan yang berkali-kali yang dilakukan untuk
penghapusan dosa dan memperoleh keselamatan.

Hal ini juga sebenarnya berlaku pada zaman reformasi yang membuat semakin banyak orang-
orang yang berpikiran kritis dan gereja pun semakin terpecah. Perpecahan tersebut karena orang-
orang yang didalamnya merasa terlalu terikat dengan dogma dan doktrin yang mereka miliki.

Hal kedua yang saya refleksikan ialah mengenai paham gereja, yang dihasilkan dari reformasi
pada abad ke 16. Dari abad permulaan hingga reformasi, banyak orang-orang yang berpendapat
tentang dosa, keselamatan dan pertobatan, namun semua pendapat tersebut memilik kekurangan
dan mendapat kritik dari berbagai pihak. Hal ini mendakan bahwa tidak ada pendapat dan
pemahaman yang sempurna mengenai dosa, keselamatan dan pertobatan itu.

Misalnya pemahaman yang dimiliki Calvin dan Luther tentang dosa, keselamatan dan
pertobatan. Seharusnya sebagai jemaat kristen kita harus menyadari bahwa para reformator kita
tersebut hanyalah manusia biasa yang tidak sempurna. Begitu pula dengan ajarannya yang so
pasti tidak sempurna walau pun ajaran mereka terpusat pada Alkitab yang menjadi dasar
ajarannya. Pada zaman sekarang gereja dengan alirannya juga menganggap bahwa pendapat dan
ajaran reformator yang dianut gereja adalah yang paling benar. Padahal tanpa disadari bahwa
ajaran para reformatornya merupakan sesuatu yang sempurna. Benar memang mereka memiliki
ajaran dengan dasar Alkitab yang berisi firman Tuhan, namun para reformator ini tidak tahu apa
dan bagaimana konsep Tuhan sendiri tentang dosa, keselamatan dan pertobatan dan apa mau
Tuhan yang sebenarnya.

Sebagai jemaat yang menganut paham Calvinis, saya harus berfikiran kritis dan tidak fanatis
terhadap paham dan ajaran yang dianut gereja saya. Dan dengan memakai dan mempraktekkan
kata-kata bahwa sebenarnya reformasi adalah perubahan terus menerus, saya akan juga terus
berprotes dan bersikap kritis yang akan memberi pemahaman tersendiri tentang apa itu
sebenarnya arti dosa, keselamatan, dan pertobatan yang sesungguhnya.

Daftar Pustaka

Berkhof, H dan I.H. Enklaar. 2009. Sejarah Gereja. Jakarta : BPK Gunung Mulia

Calvin, Yohanes. 2008. Institutio: Pengajaran Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Dister, Nico Syukur. 2004. Teologi Sistematika 2: Ekonomi Keselamatan. Jogjakarta: Kanisius

Edwards, Mark U. 1983. Luther’s Last Battels : Polotics and Polemics. 1531-46. United States :
Leiden E.J. Brill

Gronoen, C. 2000. Soteriologi Aliktabiah: Keselamatan Yang Diberitakan Alkitab.


Jogjakarta:Kanisius

Heath, W. Stanley.2005. Pelurusan Teologi Akhir Zaman. Bandung: Yayasan Kalam Hidup

Lane, Tony. 2009. Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani. Jakarta. BPK Gunung Mulia

Luther, Martin. 2003. Katekismus Besar. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Anda mungkin juga menyukai