Anda di halaman 1dari 10

APOLOGETIKA

Oleh: Drs. Tiopan Manihuruk, M.Th

Pengantar
Sebagai orang percaya kepada Yesus adalah sangat mungkin kita mendapat
serangan atau tuntutan untuk membela dan memberi penjelasan tentang apa
yang kita yakini. Inilah yang disebut dengan apologetika. Kata apologetika
berasal dari istilah yang digunakan pada pengadilan Yunani kuno di mana
terdakwa diberi hak untuk menjawab atau berbicara tentang dakwaan yang
dialamatkan kepadanya. Pembelaan Plato memberikan pernyataan klasik akan
sebuah pembelaan verbal. Socrates dalam pembelaannya tentang kerusakan
moral kaum muda di Athena berkata:Never mind the manner, which may or
may not be good; but think only of the truth of my words, and give heed to that:
let the speaker speaks truly and the judge decides justly 1 Apologetika berarti
membela, memberikan jawab dan mempertahankan kebenaran yang kita yakini
secara legal. Sedangkan dalam kekristenan, apologetika adalah sebuah subdivisi dalam teologia yang menyajikan suatu paket pembelaan iman Kristen
secara sistematis dan argumentatif. Dyrness mengatakan; Apologetics is a a
branch of theology that deals with the defence and proof of Christianity 2 Dalam
New Dictionary of Theology, disebutkan bahwa; Apologetics, the term
apologetics derives from a Greek term, apologia, and was used for a defence
that a person like Socrates might make of his views and actions. The apostle
Peter tells every Christian to be ready to give a reason (apologia) for the hope
that is in him (1 Ptr 3: 15). Apologetics, then, is an activity of the Christian mind
which attempts to show that the gospel message is true in what it affirms. An
apologist is one who prepared to defend the message against criticism and
distortion, and to give evidence of its credibility. Dari pernyataan di atas, dapat
diambil beberapa pengertian bahwa berapologetika berarti mempertahankan
atau membela apa yang diyakini dalam konsep/teori dan tindakan sesuai iman
kepercayaan;
setiap
orang
Kristen
harus
siap
sedia
memberi
pertanggungjawaban akan pengharapannya dalam Kristus terhadap para kritikus
dan terhadap ajaran yang dapat mendistorsi kebenaran dan mampu memberikan
bukti-bukti akan apa yang dipercayai. Apologetika sebagai cabang theologia
berfokus pada pertanyaan subjektif bagaimana seseorang mengenal dan
bagaimana dia menjadi percaya akan apa yang diyakininya. Dalam
berapologetika, metapologetika berfokus pada pondasi atau dasar epistemologi
khususnya dalam relasi orang yang belum percaya (natural theology, iman dan
alasan serta keberatan-keberatan umum). Sedangkan theodicy mencoba
1 Plato, The Works of Plato, Edited by I. Edman, New York: Modern Library, 1956,
p. 60
2 William Dyrness, Christian Apologetics in a World Community, InterVarsity
Press, Illinois, 1982, p. 7
1

menjawab semua bukti sanggahan tentang semua yang baik dan segala hal
tentang Allah.

Apologetika dalam Perjalanan Kekristenan


Sejak kelahirannya, kekristenan telah diperhadapkan untuk mempertahankan
imannya yang mengaku percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah. Dalam
penulisan kitab-kitab Injil semua didasarkan pada maksud khusus sesuai
pembaca atau penerimanya, misalnya Injil Matius dialamatkan kepada pembaca
Yahudi yang berbicara tentang Kemesiasan Yesus sesuai pengharapan dalam PL;
Injil Markus banyak menyoroti karya Kristus sebagai Mesias yang menderita; Injil
Lukas yang dialamatkan kepada pembaca Romawi yang berpendidikan
menekankan kemanusiaan Yesus dan Injil Yohanes berfokus pada ketuhanan-Nya.
Yesus dalam pelayanan-Nya juga berkali-kali mendapat desakan dari orang Farisi
dan ahli Taurat tentang status dan ajaran yang disampaikan-Nya (Mt 16: 1-4; 21:
15-116, 23; 22: 23-32). Paulus menghadapi orang Yunani yang menganggap
pemberitaan Injil adalah sebuah kebodohan dan orang Yahudi yang meminta
tanda mujizat (1 Kor 1: 1-18). Rasul Petrus dan Yohanes juga berapologetika pada
hari Pentakosta saat mereka yang penuh Roh dituduh sedang mabuk anggur (Kis
2: 13-40); Stefanus melakukan pembelaan sebelum mati martir (Kis 7: 1-53);
Petrus mempertanggungjawabkan baptisan Kornelius di Yerusalem (Kis 11: 118); sidang di Yerusalem yang dihadiri oleh Paulus dan Barnabas tentang sunat
dan makanan yang haram (Kis 15); Paulus di rumah ibadat bertukar pikiran
dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar
setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ serta di depan
golongan Epikuros dan Stoa di Athena (Kis 17: 16- 34), dan Paulus di hadapan
raja Agripa (Kis 26: 1-23). Dalam suratnya ke jemaat Kolose, Paulus mengkounter
doketisme yang mengajarkan bahwa Yesus kelihatannya saja manusia; kepada
jemaat Galatia, Paulus menekankan bahwa keselamatan adalah murni karya
Kristus dan tidak perlu ditambah dengan sunat lahiriah (Yudaisme dan
legalisme); Kepada Timotius Paulus mengingatkan akan bahaya ajaran asketisme
(1 Tim 4: 3-5); Yohanes berhadapan dengan gnostik yang mengajarkan bahwa
tidak mungkin yang ilahi itu menjadi materi (daging) karena materi itu jahat
(menolak inkarnasi Kristus) dan gnostik juga mengajarkan bahwa seseorang
tetap bisa punya hubungan yang baik dengan Tuhan secara rohani meskipun
hidupnya amoral. Paska pelayanan para rasul, gereja tidak pernah berhenti
diterpa badai ajaran (bidat), berbagai agama dan aliran kepercayaan hingga
aneka pandangan atau paham filsafat (seperti naturalisme, idealisme,
rationalisme, ateisme, humanisme, Marxisme dll) sampai pada postmodernisme
(gerakan zaman baru dan pluralisme) masa kini. Kegamangan metode Rene
Descartes (1596-1650) menjadi pardigma skeptisisme yang menentang
kekristenan selama beberapa abad yang mengatakan bahwa seseorang harus
tidak percaya pada klaim kebenaran apabila tidak ada bukti yang kuat akan hal
itu. Kemudian tantangan muncul pada masa pencerahan oleh David Hume
(1711-1776) yang menyerang konsep mujizat dalam kekristenan dan selanjutnya
2

dengan epistemologi Immanuel Kant (1724-1804) mengaburkan pengenalan


akan Allah. Pada abad ke 19 anti supra-naturalisme dengan serangan yang baru
oleh David F. Strauss (1808-1874) dan Joseph E. Renan (1803-1898) yang
memperdebatkan kelayakan Kitab Suci untuk dipercaya dan sejarah pribadi
Yesus Kristus. Filsafat kontemporer menyerang dari dua sumber utama yakni
modernitas (otonomi pikiran manusia) dan post-modernisme yang menekankan
arti atau makna berdasarkan pandangan subjektif sehingga tidak ada lagi
kebenaran yang absolut.
Dengan menyadari perkembangan ajaran yang menentang kekristenan sejak
dari dulu, karena itu selain memahami doktrin kekristenan, seorang Kristen juga
seharusnya mengetahui kesalahan ajaran atau doktrin aliran-aliran baru dan
bidat, sehingga dia siap sedia dan cakap untuk berapologetika. Sebagai contoh
apologetika, misalnya, tentang doktrin Kristologi. Apologetika menyediakan
dasar-dasar alasan mengapa kekristenan memiliki pengetahuan dan iman yang
sedemikian tentang Kristus. Ruang lingkup apologetika adalah relasi antara iman
dan alasan mengapa beriman (faith and reason). Dan harus diingat bahwa
apologetika bukan hanya ditujukan kepada orang non Kristen dan para bidat,
melainkan dalam realitanya bagian terbesar dari lingkup apolegetika seringkali
adalah orang-orang Kristen sendiri. Bagi orang percaya, apologetika adalah
sebagai penopang keyakinan (belief sustaining) dan bagi mereka yang belum
beriman kepada Kristus, apologetika adalah sebagai pembentukan keyakinan
(belief forming).

Elemen Apologetika
1. Konteks: Allah mana yang harus dipercayai? Pada umumnya semua manusia
percaya ada Allah
2. Pandangan: Kerangka dasar iman yang memberi bentuk untuk dipertahankan.
3. Starting point: Understand in order to believe atau believe in order to
understand?

Metode Apologetika
1. Autopistic apologetics: Menyatakan pandangan Kristen sebagai satu-satunya
kebenaran yang dibuktikan dengan realita dan kehidupan moral dalam
menghadapi pandangan yang non Kristen. Iman Kristen memiliki otentisitas
sendiri atau layak dipercaya dalam dirinya sendiri (aoutos + pistos), karena
Allah sendirilah yang berotoritas menyatakan diri-Nya (Ibr. 6: 13-18).
2. Axiopistic apologetics: Allah telah merancang atau menata realita di mana
melaluinya semua ciptaan-Nya dapat mengenal kebenaran. Kebenaran yang
3

diklaim oleh kekristenan dianggap kredibel menggunakan standart yang


sama di mana semua kebenaran yang diklaim itu adalah benar. Sehingga
dengan demikian iman Kristen layak untuk dipercayai kebenarannya (axio +
pistos) dengan kriteria eksternal sebagai bukti akan hal tersebut.
3. Subjectivist apologetics: Dalam hal ini tidak ada kebenaran yang mutlak
karena semua bergantung pada pandangan subjektif (realtivisme). Namun
harus diakui bahwa hanya dengan mengalami anugerah Allah suatu
kebenaran akan diklaim oleh orang Kristen.
4. Relational apologetics: Perubahan hidup orang percaya dan kasih Allah yang
dinyatakan kepada orang lain (orang percaya dan yang belum) akan
membuktikan kebenaran kekristenan (1 Ptr. 2: 12).
5. Cultural apologetics: Melalui perjalanan sejarah dan bagaimana kebenaran
yang diimani oleh orang Kristen yang dapat mengubah hidup seseorang dan
bagaimana nilai-nilai kekristenan berdampak positif bagi kehidupan manusia
akan membuktikan kebenaran iman Kristen itu sendiri. Bd. 1 Ptr. 3: 15-16; 1
Ptr. 2: 12; 2 Kor. 12: 3; Yoh. 16: 7-11 dst

Beberapa doktrin bidat yang sering diperhadapkan dalam apologetika


Kristen
1. Doktrin Allah
a. Yudaisme: Allah terlalu jauh dari manusia. Untuk mengenalnya perlu caracara khusus karena Dia adalah misteri.
b. Agnostik dan Mistik: Allah terlalu tinggi untuk diungkapkan dengan
bahasa dan akal manusia yang terbatas. Allah lebih mudah dikenal
dengan mistis (bukan berpribadi tetapi suatu keberadaan dalam proses
besar alam semesta).
c. Ateis modern: Kristus adalah suatu kesadaran atau prinsip vitalitas
semesta alam (Teilhard de Chardin).
d. Saksi Yehowa: Menolak doktrin tritunggal dan ketuhanan Yesus (Yesus
adalah ciptaan tertinggi).
e. Christian Science: Theomanist, mengakui adanya Allah tetapi tidak jelas
dan tidak dikenal dalam pribadi Yesus.
f.

Mormon: Allah adalah proses keilahian. Seperti Allah sekarang,


demikianlah kita kelak; seperti Allah dahulu, demikianlah manusia
sekarang. Allah punya tubuh dan dapat dilihat.

2. Doktrin manusia
a. New Age Movement (NAM): Segala sesuatu adalah Allah. Manusia, alam
dan Allah satu adanya.
b. Theologia sekuler: Manusia itu otonom, baik, dapat mengandalkan ratio
dan teknologi untuk memperbaiki keadaan manusia (pengaruh humanisme
dan eksistensialisme).
c. Pelagianisme: Kerusakan manusia tidak menyeluruh (not total depravity).
d. Christian Science: Dosa adalah ilusi (khayalan rasa bersalah). Neraka juga
khayalan. Manusia adalah ekspresi Allah yang adalah satu-satunya realita.
e. Mormon: Evolusi kemanusiaan diawali dengan kejatuhan Adam.
f.

Saksi Yehowa dan Advent: Orang berdosa tidak dihukum kekal, tetapi
dimusnahkan.

3. Doktrin Kristus (Kristologi)


a. Gnostik: Menyangkal Kalam menjadi manusia, karena materi itu jahat atau
najis.
b. Mormon dan Davinci Code: Yesus menikah di Kana.
c. Saksi Yehowa: Sebagai ciptaan, Yesus adalah teladan, bukan Tuhan.
d. Christian Science: Kristus itu kekal, dan Yesus adalah khayalan.
4. Doktrin Roh Kudus (Pneumatologi)
a. Mormon: Roh Kudus adalah semacam benda kekal yang disalurkan dari
atas.
b. Saksi Yehowa: Bukan pribadi, melainkan sebagai kekuatan Allah (bukan
Allah).
c. Christian Science: Bukan oknum atau pribadi.
5. Doktrin Keselamatan (Soteriologi)
a. Christian Science: Membuang anggapan adanya dosa. Yesus yang pertama
bertugas menghancurkan jerat yang mengikat manusia tentang adanya
dosa, penyakit dan maut.
b. Saksi Yehowa: Harus berjuang agar masuk ke dalam bilangan 144.000
orang pilihan yang masuk sorga (yang lain di bumi). Salib bukan
5

penggantian, tetapi membuka kesempatan untuk masuk ke dalam


kerajaan 1000 tahun.
c. Mormon: Manusia harus memenuhi 4 hukum Injil: Iman, pertobatan,
baptisan dan tumpang tangan. Ada pernikahan di akhirat.
d. Advent: Keselamatan dengan memelihara Taurat dan sabbath.
e. Karismatik ekstrim: Menekankan pengalaman tertentu sebagai bukti lahir
baru.
f.

Asketisme: Mengekang hawa nafsu, menyiksa diri dan taat pada peraturan
tertentu.

g. Theologia Modern: Yesus hanya teladan bukan juruselamat.

6. Tentang iman
a. Hampir semua bidat mendasarkan imannya atas suatu filsafat atau ajaran
tertentu (bukan Alkitab) yang biasanya disebut tafsir atau pelengkap yang
syah.
b. Menjadikan pengalaman orang tertentu (khususnya pemimpin) sebagai
ajaran iman atau ukuran kebenaran. Misl. Bahasa roh, mujizat, pelepasan,
tertawa kudus dll.
c. Beriman berarti bertarak (selibat/asketik); pengembangan diri (Gerakan
Zaman Baru).
Berbagai Alasan Orang Menghindari Tanggungjawab Apologetika
1. Yang penting kita percaya saja, apapun pertanyaan dan dakwaan orang lain.
Banyak orang Kristen menghindar dari tugas apologetika karena iman yang
buta atau percaya saja kepada apa yang dikatakan Alkitab dan tidak perlu
memusingkan pandangan dan serangan pihak lain (internal maupun
eksternal). Apa yang mereka akui dan percayai sebagai kebenaran akan
dipegang teguh dan biarlah Allah sendiri berbicara kepada para kritikus dan
penyerang doktrin kekristenan.
2. Pemahaman yang salah akan perkataan Yesus dalam Matius 10: 19-20
Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan
bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu
akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang
berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam
kamu. Roh Kudus memang akan menolong dan berkata-kata bagi kita,
namun hal itu bukan berarti kita tidak perlu belajar untuk menguasai atau
6

memahami
apa
yang
kita
percaya
sehingga
mampu
memberi
pertanggungjawaban baik secara teori/konsep maupun praktika hidup.
Kesiapan berapologetika tidak bisa diartikan sebagai kurang iman dan
ketergantungan pada Roh Kudus. Sangatlah penting untuk dimengerti bahwa
jaminan akan diberikannya kekuatan dari Roh Kudus tidak diartikan sebagai
pengganti dari ketekunan dan kesetiaan dalam mempelajari dan
mempersiapkan diri untuk berapologetika.
3. Tugas pembelaan iman (berapologetika) adalah tanggungjawab para
pemimpin gereja dan ahli teologia.
Setiap orang percaya memiliki
tanggungjawab yang sama dalam membela dan mempertahankan apa yang
dia yakini benar yang bersumber dari Allah melalui Alkitab. lih. 1 Ptr 3: 15; Fil
1: 7, 16.

Beberapa Prinsip atau Cara Berapologetika (1 Ptr 3: 15-16)


1. Kuduskan Kristus di dalam hati sebagai Tuhan (ay. 15a). Hal ini penting
supaya apabila mereka memfitnah kita akan hidup kita yang saleh dalam
Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu (ay. 16b). Harus disadari
bahwa salah satu bukti keabsahan kebenaran ajaran yang kita yakini adalah
selaras dengan hidup yang saleh dan menjadi teladan. Dalam suratnya
kepada jemaat di Korintus, Paulus mengatakan; Aku melatih tubuhku dan
menguasai seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil aku sendiri tidak
ditolak
( 1 Kor 9: 27), dan lihat juga 2 Tim 3: 10; Tetapi engkau telah
mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku
dan ketekunanku. Seorang apologet harus menyadari bahwa siapa kita dan
apa yang kita kerjakan berbicara lebih keras daripada apa yang kita ucapkan
(who we are and what we do, speaks louder than what we say). Kebenaran
Firman Tuhan yang kita sampaikan (sebagai pembelaan) akan mendapat
resistensi yang kuat apabila tidak disertai dengan hidup yang saleh dan
tindakan kasih sebagai buah iman kepada Kristus. Justru ajaran yang benar
disertai dengan kesalehan hidup akan menciptakan apologetika yang efektif.
lih 1 Tim 4: 16 Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah
dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan
menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau
2. Siap sedia pada segala waktu untuk memberikan pertanggungjawaban
tentang pengharapan yang ada padamu (ay. 15b) bd. Mt 10: 17-18. Untuk
mampu berapologetika pada segala waktu haruslah disertai dengan
penguasaan pokok-pokok inti (dasar) dari apa yang kita imani (pengharapan
kita) seperti doktrin Allah dan Tritunggal, Kristologi, pneumatologi, bibliologi,
soteriologi, hamartiologi, ekklesiologi, eskatologi, sakramen (baptisan dan
perjamuan kudus) dan seterusnya. Serangan atau dakwaan dapat terjadi
setiap saat dan keadaan, karena itu akan lebih baik apabila memahami
semua kebenaran yang kita imani atau minimal doktrin dasar kepercayaan
7

kita. Dan menurut William Dyrness dalam berapologetik adalah jauh lebih
penting membangun sebuah kerangka (framework) terminologi akan
dakwaan yang mungkin terjadi dari pada sekedar menjawab sejumlah
pertanyaan tentang iman percaya kita.3
3. Objek apologetika adalah mereka yang memintanya. Kata mereka yang
memintanya tidak selamanya berasal dari luar (agama lain dan bidat) tetapi
juga sering oleh warga gereja sendiri. Berapologetika tidak sedang
menggembor-gemborkan iman percaya secara bombastis, akan tetapi kita
mampu memberikan pertanggungjawaban kepada mereka yang meminta
atau membutuhkannya. Apologetika juga berbeda dengan PI meskipun
melalui hal tersebut pemberitaan Injil dapat terjadi. Memang ada
kemungkinan mereka sekedar menguji kemampuan, mempertanyakan
kebenaran, mau berdebat atau diskusi, bermaksud menyalahkan atau
menyudutkan dan lain-lain, namun sebagai orang beriman kita harus
bersedia memberi jawaban atas pertanyaan atau dakwaan mereka.
4. Metode berapologetika haruslah dengan lemah lembut, hormat dan dengan
hati nurani yang murni (ay. 16b) serta harus cerdik seperti ular dan tulus
seperti merpati (Mt 10: 16). Tujuan apologetika dan kebenaran yang
disampaikan sering kali tidak mencapai sasaran bukan karena kesahihan
kebenaran tersebut dipertanyakan atau diragukan, akan tetapi karena
metode dan sikap hidup yang salah. Ketika berapologetika kita tidak hanya
berfokus pada tujuannya, akan tetapi sangat perlu memperhatikan cara dan
karakter kita. Rasul Petrus mengatakan beberapa metode antara lain dengan
lemah lembut dan hormat (gentleness and respect, NIV), bukan dengan kasar
dan kemarahan (emosional) dan tetap menghormati mereka sebagai pribadi
yang harus dikasihi. Jika kita menunjukkan sikap lemah lembut dan hormat
(meskipun kita sedang diserang), maka hal itu akan melahirkan kesan positif
dan tanda tanya pada mereka karena ternyata kebenaran ajaran yang kita
miliki terpancar dan disertai dengan hidup atau karakter yang saleh. Selain
lemah lembut dan hormat, sikap yang perlu dikembangkan adalah hati nurani
yang murni (keeping a clear conscience). Dalam apologetika, kita murni
membela dan memberi penjelasan akan pengharapan atau keyakinan kita
tanpa bermaksud melakukan serangan balik akan keyakinan mereka. Dengan
tulus kita menjelaskan dan menjawab pertanyaan mereka tanpa ada niat lain
(bagaikan mercu suar yang memancarkan cahayanya). Kebenaran
diberitakan atau dipertahankan dengan kemurnian hati dan ketika melalui
penjelasan kita terbukti bahwa apa yang mereka imani adalah salah, namun
hal tersebut adalah sebagai dampak (side-effect not main goal). Dalam hal ini
berlakulah peribahasa latin yang berkata; Ars longa vita brevis
(agungkanlah kebenaran karena kebenaran itu pasti menang). Di bagian lain
Yesus mengajarkan para murid-Nya membangun sikap cerdik dan tulus
karena mereka diutus seperti domba ke tengah-tengah serigala (Mt. 10: 163 William Dyrness, Christian Apologetics In a World Community, InterVarsity
Press, Illinois, 1982, p. 13
8

18). Dalam menghadapi serangan atau ancaman yang sedemikian itu


memang sangat diperlukan kolaborasi iman, keberanian, kecerdikan dan
ketulusan. Yesus sangat menekankan perpaduan kecerdikan dan ketulusan
dalam menghadapi para musuh, sebab cerdik tanpa tulus akan menjadi
penipu; tulus tanpa cerdik akan tertipu. Orang percaya diajarkan Yesus untuk
tidak menipu dan tertipu dalam menghadapi serangan dan ancaman
khususnya ketika berapologetika.
5. Sadari dan yakinilah bahwa Tuhan melalui Roh-Nya akan menyertai dan
mengajari kita (Mt 10: 19-20). Tidak semua (mungkin kebanyakan) orang
Kristen adalah sebagai jemaat biasa yang kurang memahami doktrin atau
azas kepercayaannya. Karena itu setiap jemaat dituntut untuk mempelajari
dan memahami melalui diskusi dan belajar sendiri agar dia bertumbuh
sehingga tidak diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran oleh
permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan (Ef 4:
14; Kol 2: 8-9). Namun perlu diingat juga bahwa orang yang banyak
mengetahui atau menguasai doktrin kekristenan tidak otomatis mampu
menjadi seorang apologet yang handal. Tidak seorangpun mampu
berapologetika dengan tepat tanpa pertolongan Roh Kudus. Sebab hanya
dengan pekerjaan Roh Kuduslah manusia diinsafkan akan dosa, kebenaran
dan penghakiman (Yoh 16: 8-11), serta hanya dengan karya Roh Kudus
seseorang dapat percaya dan mengaku Yesus adalah Tuhan (1 Kor 12: 3).
Karena itu baik mereka yang kurang memahami dan mereka yang mahir
akan doktrin kekristenan sangat membutuhkan pertolongan dan kuasa Tuhan
(1 Tes 1: 5). Itulah sebabnya selain hidup kudus dan menjadi teladan,
ketergantungan kepada Roh Kudus merupakan hal yang mutlak dalam
memberikan pertanggungjawaban iman dan pengharapan kita.

Dampak Apologetika

Apologetika sebagai jalan penginjilan. Kemampuan untuk mempertahankan


kepercayaan dan pengharapan kita akan melahirkan peluang penginjilan.
Dalam apologetika seorang Kristen mempersiapkan diri bukan hanya ketika
diminta pertanggungjawaban imannya, melainkan juga menyediakan waktu
untuk membangun sebuah jembatan dan kesempatan menyatakan iman
Kristen melalui sebuah diskusi. Inilah yang disebut dengan apologetika positif.
G. C. Berkouwer mengatakan; Apologetic should be seen not as a defensive
movement, but as a courageously ventured witness to the truth in the
strength of the Christian faith.4
Saat kita berapologetika, kebenaran
otomatis akan disampaikan secara langsung. Karena itu kita tidak perlu
sungkan atau takut dalam menyampaikan iman dan pengharapan kita dalam

4 G. C. Berouwer, A Half Century of Theology, Grand Rapids, Michigan,


Eerdmans, 1977, p. 26
9

Kristus Yesus secara cerdik dan tulus kepada siapapun yang meminta
pertanggungjawaban.

Menguatkan iman orang percaya. Orang Kristen sering kali mengalami


keraguan. Dengan mempelajari kebenaran firman Tuhan, seseorang akan
lebih siap berapologetika (karena bertumbuh dalam pengenalan dan
pengetahuan akan kebenaran) yang tentunya sekaligus juga membuat dia
bertambah yakin dan lebih semangat untuk taat sebagai anak Tuhan.

Selain iman dan ajaran Kristen semakin disebarkan, melalui apologetika yang
disertai hidup kudus akan membungkamkan dakwaan kelompok tertentu
sehingga serangan akan diminimalkan serta mereka akan datang kepada
Kristus, Sang Kebenaran itu.

Selamat melayani melalui apologetika!

10

Anda mungkin juga menyukai