Pengantar
Sebagai orang percaya kepada Yesus adalah sangat mungkin kita mendapat
serangan atau tuntutan untuk membela dan memberi penjelasan tentang apa
yang kita yakini. Inilah yang disebut dengan apologetika. Kata apologetika
berasal dari istilah yang digunakan pada pengadilan Yunani kuno di mana
terdakwa diberi hak untuk menjawab atau berbicara tentang dakwaan yang
dialamatkan kepadanya. Pembelaan Plato memberikan pernyataan klasik akan
sebuah pembelaan verbal. Socrates dalam pembelaannya tentang kerusakan
moral kaum muda di Athena berkata:Never mind the manner, which may or
may not be good; but think only of the truth of my words, and give heed to that:
let the speaker speaks truly and the judge decides justly 1 Apologetika berarti
membela, memberikan jawab dan mempertahankan kebenaran yang kita yakini
secara legal. Sedangkan dalam kekristenan, apologetika adalah sebuah subdivisi dalam teologia yang menyajikan suatu paket pembelaan iman Kristen
secara sistematis dan argumentatif. Dyrness mengatakan; Apologetics is a a
branch of theology that deals with the defence and proof of Christianity 2 Dalam
New Dictionary of Theology, disebutkan bahwa; Apologetics, the term
apologetics derives from a Greek term, apologia, and was used for a defence
that a person like Socrates might make of his views and actions. The apostle
Peter tells every Christian to be ready to give a reason (apologia) for the hope
that is in him (1 Ptr 3: 15). Apologetics, then, is an activity of the Christian mind
which attempts to show that the gospel message is true in what it affirms. An
apologist is one who prepared to defend the message against criticism and
distortion, and to give evidence of its credibility. Dari pernyataan di atas, dapat
diambil beberapa pengertian bahwa berapologetika berarti mempertahankan
atau membela apa yang diyakini dalam konsep/teori dan tindakan sesuai iman
kepercayaan;
setiap
orang
Kristen
harus
siap
sedia
memberi
pertanggungjawaban akan pengharapannya dalam Kristus terhadap para kritikus
dan terhadap ajaran yang dapat mendistorsi kebenaran dan mampu memberikan
bukti-bukti akan apa yang dipercayai. Apologetika sebagai cabang theologia
berfokus pada pertanyaan subjektif bagaimana seseorang mengenal dan
bagaimana dia menjadi percaya akan apa yang diyakininya. Dalam
berapologetika, metapologetika berfokus pada pondasi atau dasar epistemologi
khususnya dalam relasi orang yang belum percaya (natural theology, iman dan
alasan serta keberatan-keberatan umum). Sedangkan theodicy mencoba
1 Plato, The Works of Plato, Edited by I. Edman, New York: Modern Library, 1956,
p. 60
2 William Dyrness, Christian Apologetics in a World Community, InterVarsity
Press, Illinois, 1982, p. 7
1
menjawab semua bukti sanggahan tentang semua yang baik dan segala hal
tentang Allah.
Elemen Apologetika
1. Konteks: Allah mana yang harus dipercayai? Pada umumnya semua manusia
percaya ada Allah
2. Pandangan: Kerangka dasar iman yang memberi bentuk untuk dipertahankan.
3. Starting point: Understand in order to believe atau believe in order to
understand?
Metode Apologetika
1. Autopistic apologetics: Menyatakan pandangan Kristen sebagai satu-satunya
kebenaran yang dibuktikan dengan realita dan kehidupan moral dalam
menghadapi pandangan yang non Kristen. Iman Kristen memiliki otentisitas
sendiri atau layak dipercaya dalam dirinya sendiri (aoutos + pistos), karena
Allah sendirilah yang berotoritas menyatakan diri-Nya (Ibr. 6: 13-18).
2. Axiopistic apologetics: Allah telah merancang atau menata realita di mana
melaluinya semua ciptaan-Nya dapat mengenal kebenaran. Kebenaran yang
3
2. Doktrin manusia
a. New Age Movement (NAM): Segala sesuatu adalah Allah. Manusia, alam
dan Allah satu adanya.
b. Theologia sekuler: Manusia itu otonom, baik, dapat mengandalkan ratio
dan teknologi untuk memperbaiki keadaan manusia (pengaruh humanisme
dan eksistensialisme).
c. Pelagianisme: Kerusakan manusia tidak menyeluruh (not total depravity).
d. Christian Science: Dosa adalah ilusi (khayalan rasa bersalah). Neraka juga
khayalan. Manusia adalah ekspresi Allah yang adalah satu-satunya realita.
e. Mormon: Evolusi kemanusiaan diawali dengan kejatuhan Adam.
f.
Saksi Yehowa dan Advent: Orang berdosa tidak dihukum kekal, tetapi
dimusnahkan.
Asketisme: Mengekang hawa nafsu, menyiksa diri dan taat pada peraturan
tertentu.
6. Tentang iman
a. Hampir semua bidat mendasarkan imannya atas suatu filsafat atau ajaran
tertentu (bukan Alkitab) yang biasanya disebut tafsir atau pelengkap yang
syah.
b. Menjadikan pengalaman orang tertentu (khususnya pemimpin) sebagai
ajaran iman atau ukuran kebenaran. Misl. Bahasa roh, mujizat, pelepasan,
tertawa kudus dll.
c. Beriman berarti bertarak (selibat/asketik); pengembangan diri (Gerakan
Zaman Baru).
Berbagai Alasan Orang Menghindari Tanggungjawab Apologetika
1. Yang penting kita percaya saja, apapun pertanyaan dan dakwaan orang lain.
Banyak orang Kristen menghindar dari tugas apologetika karena iman yang
buta atau percaya saja kepada apa yang dikatakan Alkitab dan tidak perlu
memusingkan pandangan dan serangan pihak lain (internal maupun
eksternal). Apa yang mereka akui dan percayai sebagai kebenaran akan
dipegang teguh dan biarlah Allah sendiri berbicara kepada para kritikus dan
penyerang doktrin kekristenan.
2. Pemahaman yang salah akan perkataan Yesus dalam Matius 10: 19-20
Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan
bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu
akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang
berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam
kamu. Roh Kudus memang akan menolong dan berkata-kata bagi kita,
namun hal itu bukan berarti kita tidak perlu belajar untuk menguasai atau
6
memahami
apa
yang
kita
percaya
sehingga
mampu
memberi
pertanggungjawaban baik secara teori/konsep maupun praktika hidup.
Kesiapan berapologetika tidak bisa diartikan sebagai kurang iman dan
ketergantungan pada Roh Kudus. Sangatlah penting untuk dimengerti bahwa
jaminan akan diberikannya kekuatan dari Roh Kudus tidak diartikan sebagai
pengganti dari ketekunan dan kesetiaan dalam mempelajari dan
mempersiapkan diri untuk berapologetika.
3. Tugas pembelaan iman (berapologetika) adalah tanggungjawab para
pemimpin gereja dan ahli teologia.
Setiap orang percaya memiliki
tanggungjawab yang sama dalam membela dan mempertahankan apa yang
dia yakini benar yang bersumber dari Allah melalui Alkitab. lih. 1 Ptr 3: 15; Fil
1: 7, 16.
kita. Dan menurut William Dyrness dalam berapologetik adalah jauh lebih
penting membangun sebuah kerangka (framework) terminologi akan
dakwaan yang mungkin terjadi dari pada sekedar menjawab sejumlah
pertanyaan tentang iman percaya kita.3
3. Objek apologetika adalah mereka yang memintanya. Kata mereka yang
memintanya tidak selamanya berasal dari luar (agama lain dan bidat) tetapi
juga sering oleh warga gereja sendiri. Berapologetika tidak sedang
menggembor-gemborkan iman percaya secara bombastis, akan tetapi kita
mampu memberikan pertanggungjawaban kepada mereka yang meminta
atau membutuhkannya. Apologetika juga berbeda dengan PI meskipun
melalui hal tersebut pemberitaan Injil dapat terjadi. Memang ada
kemungkinan mereka sekedar menguji kemampuan, mempertanyakan
kebenaran, mau berdebat atau diskusi, bermaksud menyalahkan atau
menyudutkan dan lain-lain, namun sebagai orang beriman kita harus
bersedia memberi jawaban atas pertanyaan atau dakwaan mereka.
4. Metode berapologetika haruslah dengan lemah lembut, hormat dan dengan
hati nurani yang murni (ay. 16b) serta harus cerdik seperti ular dan tulus
seperti merpati (Mt 10: 16). Tujuan apologetika dan kebenaran yang
disampaikan sering kali tidak mencapai sasaran bukan karena kesahihan
kebenaran tersebut dipertanyakan atau diragukan, akan tetapi karena
metode dan sikap hidup yang salah. Ketika berapologetika kita tidak hanya
berfokus pada tujuannya, akan tetapi sangat perlu memperhatikan cara dan
karakter kita. Rasul Petrus mengatakan beberapa metode antara lain dengan
lemah lembut dan hormat (gentleness and respect, NIV), bukan dengan kasar
dan kemarahan (emosional) dan tetap menghormati mereka sebagai pribadi
yang harus dikasihi. Jika kita menunjukkan sikap lemah lembut dan hormat
(meskipun kita sedang diserang), maka hal itu akan melahirkan kesan positif
dan tanda tanya pada mereka karena ternyata kebenaran ajaran yang kita
miliki terpancar dan disertai dengan hidup atau karakter yang saleh. Selain
lemah lembut dan hormat, sikap yang perlu dikembangkan adalah hati nurani
yang murni (keeping a clear conscience). Dalam apologetika, kita murni
membela dan memberi penjelasan akan pengharapan atau keyakinan kita
tanpa bermaksud melakukan serangan balik akan keyakinan mereka. Dengan
tulus kita menjelaskan dan menjawab pertanyaan mereka tanpa ada niat lain
(bagaikan mercu suar yang memancarkan cahayanya). Kebenaran
diberitakan atau dipertahankan dengan kemurnian hati dan ketika melalui
penjelasan kita terbukti bahwa apa yang mereka imani adalah salah, namun
hal tersebut adalah sebagai dampak (side-effect not main goal). Dalam hal ini
berlakulah peribahasa latin yang berkata; Ars longa vita brevis
(agungkanlah kebenaran karena kebenaran itu pasti menang). Di bagian lain
Yesus mengajarkan para murid-Nya membangun sikap cerdik dan tulus
karena mereka diutus seperti domba ke tengah-tengah serigala (Mt. 10: 163 William Dyrness, Christian Apologetics In a World Community, InterVarsity
Press, Illinois, 1982, p. 13
8
Dampak Apologetika
Kristus Yesus secara cerdik dan tulus kepada siapapun yang meminta
pertanggungjawaban.
Selain iman dan ajaran Kristen semakin disebarkan, melalui apologetika yang
disertai hidup kudus akan membungkamkan dakwaan kelompok tertentu
sehingga serangan akan diminimalkan serta mereka akan datang kepada
Kristus, Sang Kebenaran itu.
10