Anda di halaman 1dari 6

1.

Peter Waldo
Tokoh reformasi gereja sebelum Martin Luther di antaranya ialah Peter Waldo atau
Valdes. Peter Waldo memulai gerakan reformasinya pada tahun 1170. Ia memiliki latar
belakang sebagai pedagang kaya namun kemudian membagi-bagikan kekayaannya dan
mengajarkan doktrin kemiskinan di Lyon, Perancis. Ajarannya mengenai kemiskinan
membuat ia dan pengikut-pengikutnya yang disebut sebagai Valdesians mendapat
julukan “kaum miskin dari Lyon”. Selain doktrin kemiskinan, perlawanan yang ia
lakukan dalam gerakan reformasinya adalah terhadap purgatorium (pemurnian setelah
kematian sebelum mencapai surga) dan transubstansiasi (perubahan roti dan anggur
dalam komuni menjadi tubuh dan darah Kristus yang sesungguhnya tanpa adanya
perubahan wujud fisik).
Peter Waldo meninggal pada tahun 1205, namun pengikut-pengikutnya masih bertahan
hingga sekarang walaupun sempat mengalami berbagai kecaman dan ancaman dari
Gereja Roma karena melanggar larangan untuk mengabarkan Injil.

2. Santo Fransiskus dari Asisi


Santo Fransiskus dari Asisi dikenal sebagai santo pelindung hewan dan lingkungan. Ia
lahir di Asisi, Italia pada tahun 1181/1182 dan meninggal pada 3 Oktober 1226. Terlahir
dari keluarga kaya, ia menjalani masa mudanya dalam kemewahan dan foya-foya.
Namun, pengalaman yang kemudian ia dapatkan dari menjadi tawanan perang
mengubahkan hidupnya. Ia memutuskan untuk meninggalkan kekayaannya dan melayani
di gereja.
Ia kemudian dikatakan mendengar suara Tuhan yang memintanya untuk membangun
kembali Gereja yang telah rusak. Pada zaman itu, Gereja sudah membangun kekuasaan
dan kekayaan yang besar. Atas dasar panggilan yang ia dapatkan, Fransiskus dari Asisi
kemudian mendedikasikan hidupnya dalam kemiskinan dan mengajarkan untuk hidup
seperti keteladanan Yesus Kristus, tidak mengejar kekuasaan dan kekayaan layaknya
gereja saat itu.

3. Desiderius Erasmus
Desiderius Erasmus lahir pada tanggal 27 Oktober 1469 di Rotterdam, Belanda dan
meninggal pada tanggal 12 Juli 1536 di Basel, Swiss. Gerakan reformasi Erasmus tidak
sepenuhnya terjadi sebelum Martin Luther, namun bersamaan dengan masa gerakan
reformasi Luther.
Sebagai orang yang terpelajar, Erasmus sendiri dikenal dengan partisipasinya dalam
menterjemahkan Alkitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa sehari-hari. Karena
pemahamannya akan bahasa Latin dan Yunani, ia dapat membandingkan naskah-naskah
Alkitab pada zaman itu dan menyadari bahwa pengertian akan Alkitab semestinya
terbuka bagi banyak orang.
Kitab Suci hasil terjemahan Erasmus kemudian dijadikan pegangan bagi orang-orang
dalam menterjemahkan Alkitab ke bahasa-bahasa lain di Eropa. Bahkan, hasil
terjemahan Erasmus itu dipercaya juga menjadi dasar bagi para tokoh-tokoh reformasi
yang muncul pada abad ke-16 dan seterusnya (seperti Martin Luther).
Walau demikian, ketika Luther melakukan gerakan reformasinya, Erasmus mengambil
sikap “netral”, dalam arti ia tidak sepenuhnya setuju dengan Luther. Namun, ia sendiri
juga tetap menentang Gereja Katolik Roma dalam beberapa hal dan mendukung adanya
reformasi dalam tubuh gereja.

4. Martin Luther

Martin Luther (1483-1546) lahir di Eisleben, Jerman. Seperti beberapa tokoh


sebelumnya, Luther juga berasal dari keluarga kaya. Dengan latar belakang tersebut,
Luther dapat memperoleh pendidikan tinggi. Dalam perkembangannya, ia kemudian
menjadi biarawan dan menempuh pendidikan teologi secara lebih mendalam.
Pada masa itu sudah muncul tokoh-tokoh yang
menyuarakan perlawanan terhadap kuasa Gereja
Katolik Roma. Gereja pada saat itu mengajarkan
bahwa keselamatan dapat diperoleh melalui
perbuatan baik dan gereja juga menjual indulgensi
yang memberi pengampunan dosa sehingga memberi
izin pada orang-orang untuk indulge atau memenuhi
keinginan-keinginan yang sesungguhnya adalah
dosa.
Hal itulah yang menjadi penekanan dari latar
belakang reformasi gereja yang dilakukan Martin
Luther. Berdasarkan ajaran dari Alkitab dan karya
tulis dari Augustine, Luther menentang praktik
penjualan indulgensi karena pengampunan dosa dan keselamatan hanya dapat diperoleh
dari iman dan kasih karunia, bukan perbuatan baik manusia. Pendapatnya ini ia tuangkan
ke dalam 95 dalil atau tesis yang berjudul “Perdebatan Mengenai Kuasa Indulgensi”
yang menyatakan keselamatan oleh iman dan mempertanyakan keberhasilan indulgensi
dalam meraih keselamatan itu.
Di sinilah Luther berbeda pandangan dengan Erasmus. Erasmus tetap menekankan
pentingnya melakukan perbuatan baik yang sepertinya diabaikan oleh Martin Luther.
Selain itu, walaupun ia menentang beberapa praktik dalam Gereja Katolik Roma,
Erasmus tetap tunduk pada otoritas paus sedangkan Luther menentang kekuasaan gereja
hingga akhirnya muncullah aliran Kristen Protestan yang tidak menerapkan hirarki paus
dan keuskupan seperti pada Gereja Katolik (

5. Huldrych Zwingli

Huldrych Zwingli lahir pada 1 Januari 1484 di


Toggenburg, Swiss dan meninggal pada 11 Oktober
1531. Zwingli dalam gerakan reformasinya menyetujui
Martin Luther dalam hal keselamatan oleh iman dan
kasih karunia. Namun, Zwingli berbeda pendapat
dengan Luther mengenai kehadiran Kristus dalam
sakramen ekaristi. Menurut Luther, kehadiran nyata
Kristus dalam sakramen tersebut terkait dengan
kenyataan bahwa Kristus sebagai Tuhan ada di mana
pun, sedangkan Zwingli berpendapat bahwa kehadiran
Kristus dalam sakramen tersebut lebih bersifat
spiritual, yaitu melalui Roh Kudus.

6. John Calvin

John Calvin lahir pada 10 Juli 1509 di Noyon, Perancis dan meninggal pada 27 Mei 1564
di Jenewa, Swiss. Gerakan reformasi Calvin pada
awalnya secara tidak langsung dipengaruhi oleh
Desiderius Erasmus. Calvin sendiri berinisiatif untuk
mempelajari bahasa Latin, Ibrani, dan Yunani agar
dapat memahami Alkitab dari teks dalam bahasa
aslinya. Dari pembelajarannya tersebut Calvin,
seperti halnya Martin Luther, berpendapat bahwa
keselamatan dan pengampunan dosa hanya dapat
diperoleh melalui iman, bukan dengan perbuatan
baik. Ia menuangkan hasil pembelajaran tersebut
dalam karya tulisnya yang dinamakan
“Institutio” atau “Institusi Agama Kristen”.
John Calvin juga dikenal menyuarakan kepercayaan
‘predestinasi’ yang berarti seseorang dari awalnya telah dipilih Tuhan untuk
diselamatkan. Hal ini menimbulkan kontroversi dalam pemahamannya karena dianggap
tidak adil bahwa Tuhan telah menentukan keselamatan seseorang terlepas dari perbuatan
atau imannya. Namun, bagi Calvin sendiri predestinasi kembali menegaskan bahwa
keselamatan memang merupakan karunia-Nya yang diberikan secara cuma-cuma dan
oleh karena itu juga menegaskan kasih Tuhan untuk manusia.

7. John Knox

John lahir pada tahun 1514 di Haddington dan meninggal


pada 24 November 1572 di Edinburgh, Skotlandia.
Gerakan reformasinya dipengaruhi oleh John Calvin dan ia
turut serta dalam pendirian gereja Presbitarian. Latar
belakang gereja di Skotlandia saat itu adalah rakyat yang
marah dengan kekayaan yang ditimbun oleh gereja dan
tindakan asusila yang dilakukan tokoh gereja.
Dengan latar belakang demikian, orang-orang kemudian
mulai berpaling pada Protestanisme yang masuk dari
Eropa. Namun, adanya larangan dari gereja membuat Knox
yang kemudian telah berprofesi sebagai pastur di tahun-
tahun berikutnya harus melarikan diri ke Jenewa dimana ia
bertemu dengan Calvin. Dalam perkembangannya, Knox
kemudian berkali-kali melakukan perjalanan keluar dari
dan kembali ke Skotlandia. Dalam tahun-tahun itulah ia kemudian menjadi pastur yang
memiliki pengaruh besar dalam menyebar luaskan Protestanisme di Skotlandia.
Itulah delapan tokoh-tokoh reformasi gereja dan kepercayaan yang mendorong gerakan
reformasi mereka. Semoga dengan artikel ini kita dapat lebih memahami sejarah gereja,
khususnya mengenai reformasi.

8. Philip Melanchton (1497-1560)

Melanchthon dilahirkan dari keluarga yang terhormat dan saleh pada 16 Februari 1497 di
Bretten, Palatin, Jerman. Ia adalah salah seorang sarjana Jerman yang matang sebelum
waktunya. Ia memiliki keahlian dalam banyak bidang ilmu pengetahuan terutama
philologi klasik. Pada umur 17 tahun ia telah
memperoleh gelar MA dari Universitas Tubingen. Ia
menulis dan berbicara dalam bahasa Yunani, Latin lebih
baik daripada orang Jerman lainnya. Puisi-puisinya
disusun juga dalam bahasa-bahasa itu.
Ia memulai karyanya di depan umum di Universitas
Tubingen sebagai dosen bahasa-bahasa klasik. Namanya
terkenal di mana-mana sehingga datanglah tawaran
untuk menjadi mahaguru pada Universitas Ingolstadt,
Leipzig dan Wittenberg. Ia memutuskan untuk pergi ke
Wittenberg untuk menjadi mahaguru Yunani. Di
Wittenberg, Melanchthon mendapat penghormatan yang
besar dari rekan mahagurunya serta pendengar-pendengarnya. Melanchthon adalah
seorang yang berperawakan tinggi, berdahi lebar, bermata biru yang bagus.
Kecendekiawannya tidak perlu diragukan dan demikian juga dengan kesalehan dan
hidup keagamaannya.
Melanchthon mempersiapkan suatu theologia yang sistematis untuk golongan reformatis
sementara Luther berada di Watburg. Karangannya itu disebut LOCI COMMUNES,
yang diselesaikannya pada tahun 1521. Dalam buku ini Philip Melanchthon menguraikan
ajaran-ajaran pokok reformatis terutama mengenai dosa dan anugerah; pertobatan dan
keselamatan. Loci merupakan buku dogmatik pertama dari kalangan reformatoris serta
mempersiapkan jalan kepada Pengakuan Augsburg, di mana Melanchthon menyusunnya
sendiri. Pengakuan Augsburg ini adalah salah satu surat pengakuan resmi Gereja
Lutheran.
Melanchthon memainkan peranan penting dalam diet-diet yang diadakan oleh kaisar
Karel V. Ia hadir dalam Diet Speyer, 1529; di Margburg, 1529. Dalam diet Margburg ia
menentang dengan keras ajaran Zwingli tentang perjamuan kudus. Melanchthon di masa-
masa akhir hidupnya mencurahkan perhatiannya kepada mengorganisir gerejanya di
Saksen atas dasar semi-episkopal. Karena pandangan-pandangan theologinya mirip
dengan Calvin, maka Philip Melanchthon sering dicurigai sebagai Cripto-Calvinisme
(Calvinisme tersembunyi). Melanchthon meninggal pada tahun 1560 di Wittenberg.

9. Oswald Chambers

Oswald Chambers adalah seorang hamba Tuhan dan pengajar yang terkemuka pada awal
abad ke-20. Pria kelahiran pada 24 Juli 1874 di Aberdeen, Skotlandia dari pasangan
orang tua Kristen yang saleh. Ayahnya seorang pengkhotbah Gereja Baptis di Aberdeen,
Skotlandia, namun Chambers menerima Kristus melalui khotbah yang disampaikan oleh
Charles Spurgeon, saat dirinya sudah berusia remaja. Dalam perjalanan pulang dari
ibadah Cambers mengatakan kepada ayahnya, bahwa jika ada
kesempatan dia ingin menjadi Kristen. Iman Chambers
bertumbuh dengan cepat, tetapi dia belum berencana untuk
bergabung dalam pelayanan. Lalu ia melanjutkan pendidikan
dibidang seni dan arkeologi di London dan Edinburgh.

Saat Chambers berusia 20-an tahun dia mencari cara untuk


menggambarkan pesan penebusan Allah lewat seni, arkeologi
dan belajar teknik di London dan Edinburgh. Akan tetapi, ketika
berada di Edinburgh, dia merasa terpanggil untuk melayani dan
akhirnya dia masuk ke Dunoon College. Sebagai seorang murid yang memiliki talenta
istimewa, Chambers pun mulai mengajar dan membentuk komunitas lokal yang
didedikasikannya untuk Robert Browning, penyair favoritnya. Pada waktu itu, Chambers
tidak menemukan kepuasan dalam kekristenan. Menurutnya, Alkitab merupakan buku
yang "menjemukan" dan tidak memberi inspirasi. Namun seiring waktu berjalan, secara
perlahan Chambers mulai yakin bahwa Allah tidak menghendakinya mengejar karier
seni demi Allah, tetapi mengejar Allah demi memahami kehendak-Nya saja. Seperti
dalam tulisan selanjutnya, "Aku membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyadari
bahwa Allah tidak menghargai apa pun yang kubawa kepada Dia. Semua yang diingini-
Nya dariku adalah penyerahan diri yang tiada bersyarat."

Setelah mengalami kekeringan rohani selama beberapa waktu, Chambers menyadari


bahwa dia tidak mampu menyucikan dirinya. Setelah dia menyadari bahwa kekuatan dan
kedamaian yang dia cari hanya ada di dalam Kristus, dalam kehidupan Kristus yang
menebus dosanya, dia mengalami kebangunan rohani yang luar bisa, sehingga dia
menggambarkannya sebagai sebuah "kebebasan cemerlang dan tak terungkapkan dengan
kata-kata". Dengan kekuatan baru, Chambers menjelajahi dunia. Dia singgah di Mesir,
Jepang, dan Amerika. Dalam salah satu kunjungannya ke Amerika, dia bertemu dengan
Gertrude Hobbs. Pada tahun 1910, dia menikahi Hobbs yang panggilan sayangnya
"Biddy." Tanggal 24 Mei 1913, Biddy melahirkan anak semata wayangnya yang diberi
nama Kathleen.

Tahun 1911, Chambers mendirikan sekaligus menjadi pimpinan Kolese Bible Training
di Clapham, London. Pada tahun 1915, Chambers mengajukan diri dan diterima sebagai
pendeta YMCA karena dia merasa terpanggil dalam upaya perang (PD I). Dia
menyampaikan bahwa Kolese Bible Training dinonaktifkan selama perang berlangsung.
Chambers ditugaskan ke Zeitoun di Mesir. Di sana dia melayani pasukan Australia dan
New Zealand yang menjadi korban amukan perang Gallipoli. Di sana, dia dan istrinya
menginjili para tentara. Entah berkhotbah kepada para tentara atau mahasiswa, Chambers
mengajak para pendengarnya untuk hidup sungguh-sungguh bagi Allah. Dia berkata,
kehendak Allah bisa ditemukan di setiap peristiwa dalam hidup, selama masing-masing
pribadi mau memiliki hubungan pribadi dengan Kristus dan meninggalkan kehidupannya
sepenuhnya bagi Dia. "Perkataan Yesus yang agung telah diabaikan ...." tulisnya.
"Perkataan Yesus yang agung kepada para murid-Nya telah diabaikan. Ketika Allah
membawa kita ke dalam hubungan murid, kita harus siap menaati
firman-Nya; percaya kepada-Nya dengan sepenuh hati dan
mengerti bahwa ketika Dia membawa kita kepada ketaatan, kita
dimampukan untuk menjalaninya."

Setelah 15 tahun terlibat dalam pelayanan umum, Chambers


mendadak wafat pada usia 43 tahun, tepatnya pada 15 November
1917 di Mesir akibat penyakit usus buntu kronis. Dia sudah
menderita sakit usus buntu kronis selama 3 hari, sebelum dia
mendapatkan penanganan medis lebih lanjut. Dia tidak mau dirawat di rumah sakit,
karena tempat-tempat di rumah sakit lebih dibutuhkan oleh para tentara yang terluka.
Kematiannya tidak membuat Chambers hilang pengaruh pelayanan dan kesetiaannya
pada Tuhan.

Allah dapat terus memakai apa yang kita kerjakan dengan setia bagi kemuliaan-Nya dari
generasi ke generasi. Lihat saja bagaimana Dia memakai karya-karya Oswald Chambers.
Chambers mungkin tidak pernah membayangkan akan menjadi seorang tokoh yang
terkenal semasa hidupnya. Tahun 1917, saat ia meninggal di usia 43 tahun, hanya tiga
buku bertuliskan namanya yang telah diterbitkan. Di kalangan sekelompok kecil orang
Kristen di Inggris dan Amerika Serikat, Oswald sangat dihargai sebagai pengajar dengan
pemikiran dan cara penyampaian yang unik, tetapi ia tidak dikenal secara luas.

Meski demikian, Allah memperhatikan kesetiaan Oswald mempelajari dan


memberitakan kebenaran firman-Nya. Dia memakai Biddy Chambers, istri Oswald,
untuk mengumpulkan dan menerbitkan tulisan-tulisan Oswald. Beberapa dekade
kemudian, setidaknya ada 30 karya Oswald yang dikenal luas dan mempengaruhi hidup
jutaan orang. Banyak karyanya dikenal sebagai buku Kristen klasik, misalnya: Baffled to
Fight Better, If Ye Shall Ask, Studies in the Sermon on the Mount, dan tentu saja My
Utmost for His Highest (Pengabdianku Bagi Kemuliaan-Nya).

10. Cornelius Otto Jansen 1585-1638

Akhirnya buku penting itu diterbitkan. Setelah sekian lama mengalami proses penulisan
dan menunggu saat yang tepat, di tahun 1640, dua tahun sepeninggal penulisnya, buku
bertajuk "Agustinus" itu pun dapat dinikmati khalayak. Cornelius Otto Jansen, penulis
buku "Agustinus", melalui karyanya itu hendak mewarnai dunia teologi dengan
pemikiran yang sebenarnya bukanlah baru, tapi romantisme dan daur ulang dari wacana
teologis Aurelius Agustinus, seorang santo dan Doktor teologi yang terkenal di masanya.
Agustinus juga dikenal sebagai salah satu tokoh terpenting dalam perkembangan
Kekristenan Barat.

Melalui rumusan teologi ala Agustinus, Cornelius Otto Jansen, seorang pelopor gerakan
pembaharuan dalam Gereja Katolik Roma di Prancis pada abad ke-17 dan 18 ini
membuat gebrakan radikal yang mengejutkan. Tidak mengherankan jika kemudian
pandangan-pandangannya menyebabkan pertikaian antara gereja Katolik Roma dengan
Ordo Jesuit.

Wacana-wacana teologi ala Jansen sebenarnya serupa dengan pandangan para reformator
Protestan, namun hal itu tidak menjadi alasan bagi Jansen untuk kemudian berniat
bergabung ke dalamnya. Jansen lebih memilih tetap tinggal dalam gereja Katolik Roma.
Perbedaan teologi Jansen dengan para teolog reformator protestan terletak pada
penolakannya pada doktrin pembenaran oleh iman sebagaimana diajarkan oleh tokoh-
tokoh reformator Kristen. Sebab menurut Jansen, kehidupan Kristen yang sempurna
hanya dapat diperoleh melalui gereja Katolik Roma.

Penyelidikan mandiri teolog kelahiran Acquoi, dekat Leerdam 28 Oktober 1585 ini
terhadap pemikiran Santo Agustinus menyedot perhatian banyak orang. Tak pelak,
beragam dukungan hingga kutukan pun kerap menghampiri. Dalam buku "Augustinus",
karyanya yang terdiri dari tiga bagian itu, Jansen menyajikan analisis yang seksama dan
sistematis tentang pemikiran-pemikiran Agustinus mengenai doktrin pre-determinasi,
kedosaan manusia, dan rahmat keselamatan Allah melalui Tuhan Yesus Kristus. Ajaran-
ajaran Jansen yang kontroversial menyebabkan bukunya yang berjudul Augustinus itu
dimasukkan dalam Indeks Buku-buku Terlarang oleh Paus Urbanus VIII pada tahun
1643. Tidak hanya satu pimpinan gereja, pada 1653, Paus Innocentius X juga mengutuk
proposisi-proposisi yang berasal dari Jansen, khususnya yang berkaitan dengan doktrin
pre-determinasi. Kata-kata bidat juga sempat disematkan dalam nama dan karyanya,
bahkan para Jansenis, oleh Paus Klemens XI pada 1713.

Jansen tidak sendiri, ada begitu banyak orang yang pada akhirnya mendukungnya.
Alumni Universitas Leuven (Louvain) di Spanish Netherlands pada tahun 1602 ini juga
mendapat pengikut yang cukup banyak, bahkan beberapa di antaranya adalah nama-
nama yang sudah tidak asing lagi di telinga orang, yakni Antoine Arnauld dan Blaise
Pascal.

Teologi dan pergerakan Jansen ini kemudian dikenal dengan nama Jansenisme, sebuah
teologi dan pergerakan yang muncul pada masanya untuk menyerang pokok-pokok
teologi etika para Yesuit. Para Jansenis kerap mempersalahkan para Yesuit karena ajaran
mereka yang penuh optimisme tentang manusia. Kaum Jansenis juga menentang kaum
Yesuit yang memberikan absolusi kepada orang-orang yang mengaku dosa. Tentang hal
ini para Jansenis memiliki prinsip yang teguh, bahwa absolusi hanya diberikan kepada
orang-orang yang sungguh-sungguh mampu membuktikan pertobatannya. Mereka juga
berpandangan bahwa komuni harus diterima dengan penuh khidmat dan hormat.

Anda mungkin juga menyukai