Anda di halaman 1dari 12

KERAJAAN MATARAM KUNO

1.Sejarah Kerajaan Mataram Kuno


Kerajaan Mataram kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang sering disebut Bumi Mataram.
Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gununggunung, seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung
Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini
juga dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai
Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.
Kerajaan Mataram Kuno atau juga yang sering disebut Kerajaan Medang merupakan kerajaan yang
bercorak agraris. Tercatat terdapat 3 Wangsa (dinasti) yang pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno
yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan pemuluk
Agama Hindu beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan pengikut agama Budah,
Wangsa Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.
Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya yang juga merupakan pendiri Wangsa Sanjya
yang menganut agama Hindu. Setelah wafat, Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian
berpindah agama Budha beraliran Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu baik
agama Hindu dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram Kuno. Mereka yang beragama
Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara, dan mereka yang menganut agama Buddha berada di wilayah
Jawa Tengah bagian selatan.
Wangsa Sanjaya kembali memegang tangku kepemerintahan setelah anak Raja Samaratungga,
Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang menganut agama Hindu. Pernikahan tersebut
membuat Rakai Pikatan maju sebagai Raja dan memulai kembali Wangsa Sanjaya. Rakai Pikatan juga
berhasil menyingkirkan seorang anggota Wangsa Sailendra bernama Balaputradewa yang merupakan
saudara Pramodawardhani. Balaputradewa kemudian mengungsi ke Kerajaan Sriwijaya yang kemduian
menjadi Raja disana.
Wangsa Sanjaya berakhir pada masa Rakai Sumba Dyah Wawa. Berakhirnya Kepemerintahan Sumba
Dyah Wawa masih diperdebatkan. Terdapat teori yang mengatakan bahwa pada saat itu terjadi becana
alam yang membuat pusat Kerajaan Mataram Hancur. Mpu Sindok pun tampil menggantikan Rakai
Sumba Dyah Wawa sebagai raja dan memindahkan pusat Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dan
membangun wangsa baru bernama Wangsa Isana.

Pusat Kerajaan Mataram Kuno pada awal berdirinya diperkirakan terletak di daerah Mataram (dekat
Yogyakarta sekarang). Kemudian pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dipindah ke Mamrati (daerah
Kedu). Lalu, pada masa pemerintahan Dyah Balitung sudah pindah lagi ke Poh Pitu (masih di sekitar
Kedu). Kemudian pada zaman Dyah Wawa diperkirakan kembali ke daerah Mataram. Mpu Sindok
kemudian memindahkan istana Medang ke wilayah Jawa Timur sekarang.

2.Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno


Kapan tepatnya berdirinya Kerajaan Mataram Kuno masih belum jelas, namun menurut Prasasti
Mantyasih (907) menyebutkan Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya. Sanjaya sendiri
mengeluarkan Prasasti Canggal (732) tanpa menyebut jelas apa nama kerajaannya. Dalam prasasti itu,
Sanjaya menyebutkan terdapat raja yang memerintah di pulau Jawa sebelum dirinya. Raja tersebut
bernama Sanna atau yang dikenal dengan Bratasena yang merupakan raja dari Kerajaan Galuh yang
memisahkan diri dari Kerajaan Sunda (akhir dari Kerajaan Tarumanegara).
Kekuasaan Sanna digulingkan dari tahta Kerajaan Galuh oleh Purbasora dan kemudian melarikan diri
ke Kerjaan Sunda untuk memperoleh perlindungan dari Tarusbawa, Raja Sunda. Tarusbawa kemudian
mengambil Sanjaya yang merupakan keponakan dari Sanna sebagai menantunya. Setelah naik tahta,
Sanjaya pun berniat untuk menguasai Kerajaan Galuh kembali. Setelah berhasil menguasai Kerajaan
Sunda, Galuh dan Kalingga, Sanjaya memutuskan untuk membuat kerajaan baru yaitu Kerajaan Mataram
Kuno.
Dari prasasti yang dikeluarkan oleh Sanjaya pada yaitu Prasasti Canggal, bisa dipastikan Kerajaan
Mataram Kuno telah berdiri dan berkembang sejak abad ke-7 dengan rajanya yang pertama adalah
Sanjaya dengan gelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

3.Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno


Hancurnya Kerajaan Mataram Kuno dipicu permusuhan antara Jawa dan Sumatra yang dimulai saat
pengusiaran Balaputradewa oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa yang kemudian menjadi Raka Sriwijaya
menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi
permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga bersaing
untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana
berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya.
Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh
2

pihak Mpu Sindok.


Runtuhnya Kerajaan Mataram ketika Raja Dharmawangsa Teguh yang merupakan cicit Mpu Sindok
memimpin. Waktu itu permusuhan antara Mataram Kuno dan Sriwijaya sedang memanas. Tercatat
Sriwijaya pernah menggempur Mataram Kuno tetapi pertempuran tersebut dimenangkan oleh
Dharmawangsa. Dharmawangsa juga pernah melayangkan serangan ke ibu kota Sriwijaya. Pada tahun
1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana
Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan
Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas.

4.Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno


Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi Mataram yang
tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonominan dengan pesat.
Bumi Mataram diperintah oleh dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Dinasti
Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara dengan hasil budayanya berupa candicandi seperti Gedong Songo dan Dieng. Dinasti Syailendra beragama Bundha dengan pusat
kekuasaannya di daerah selatan, dan hasil budayanya dengan mendirikan candi-candi seperti candi
Borobudur, Mendut, dan Pawon.
Semula terjadi perebutan kekuasan namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan
antara Pikatan (Sanjaya) yang beragama Hindu dengan Pramodhawardhani (Syailendra) yang beragama
Buddha. Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingn secara damai.

5.Raja-raja Kerajaan Mataram Kuno


Selama berdiri, Kerajaan Mataram Kuno pernah dipimpin oleh raja-raja dinataranya sebagai berikut:
1.

Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram Kuno

2.

Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Sailendra

3.

Rakai Panunggalan alias Dharanindra

4.

Rakai Warak alias Samaragrawira

5.

Rakai Garung alias Samaratungga

6.

Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya

7.

Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala

8.

Rakai Watuhumalang

9.

Rakai Watukura Dyah Balitung


10.Mpu Daksa
11.Rakai Layang Dyah Tulodong
3

12.Rakai Sumba Dyah Wawa


13.Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
14.Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
15.Makuthawangsawardhana
16.Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Mataram Kuno berakhir

KERAJAAN MEDANG KAMULAN


1.Sejarah Kerajaan Medang Kamulan
Kerajaan Medang Kamulan adalah kerajaan di Jawa Timur, pada abad ke 10. Kerajaan ini merupakan
kelanjutan Dinasti Sanjaya (Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah), yang memindahkan pusat
kerajaannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Mpu Sindok adalah pendiri kerajaan ini, sekaligus pendiri
Dinasti Isyana, yang menurunkan raja-raja Medang. Dinasti Isana memerintah selama 1 abad sejak tahun
929 M. Pemindahan pusat kerajaan tersebut diduga dilatar belakangi karena letusan Gunung Merapi,
kemudian Raja Mataram Kuno Mpu Sindok pada tahun 929 memindahkan pusat kerajaan Mataram dari
Jawa Tengah ke Jawa Timur. Menurut catatan sejarah ( beberapa prasasti), dapat diketahui bahwa
Kerajaan Medang Kamulan terletak di Jawa Timur, yaitu di Watu Galuh, tepi sungai Brantas. Ibu kotanya
bernama Watan Mas. Sekarang kira-kira adalah wilayah Kabupaten Jombang ( Jawa Timur ).

2.Wilayah Kekuasaan
Wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Mpu Sindok mencakup :

Daerah Nganjuk disebelah barat

Daerah Pasuruan di sebelah timur

Daerah Surabaya di sebelah utara,

Daerah Malang di sebelah selatan

Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan mencakup hampir
seluruh wilayah Jawa Timur.

3.Sumber Sejarah
1.Berita Asing

Berita India. Mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan persahabatan dengan
Kerajaan Chola. Hubungan ini bertujuan untuk membendung dan menghalangi kemajuan Kerajaan
Medang Kamulan pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa.

Berita Cina. Berasal dari catatan-catatan yang ditulis pada zaman Dinasti Sung. Catatancatatan Kerajaan Sung itu menyatakan bahwa antara kerajaan yang berada di Jawa dan Kerajaan
4

Sriwijaya sedang terjadi permusuhan dan pertikaian, sehingga ketika Duta Sriwijaya pulang dari
Negeri Cina (tahun 990 M), terpaksa harus tinggal dulu di Campa sampai peperangan itu reda. Pada
tahun 992 M, pasukan dari Jawa telah meninggalkan Sriwijaya dan pada saat itu Kerajaan Medang
Kamulan dapat memajukan pelayaran dan perdagangan.
2. Prasasti

Prasasti Tangeran (933 m) dari Desa Tangeran ( daerah Jombang ), isinya Mpu Sindok
memerintah bersama permaisurinya Sri Wardhani;

Prasasti Bangil, isinya Mpu Sindok memerintahkan pembangunan candi untuk tempat
peristirahatan mertuanya yang bernama Rakyan Bawang

Prasasti Lor (939 M) dari Lor ( dekat Ngajuk ), isinya Mpu Sindok memerintahkan
membangun Candi Jayamrata dan Jayamstambho (tugu kemenangan) di Desa Anyok Lodang;

Prasasti Kalkuta, isinya tentang peristiwa hancurnya istana milik Dharmawangsa juga
memuat silsilah raja-raja Medang Kamulan.

4.Kehidupan Politik

Mpu Sindok ( 929 M 949 M ). Merupakan raja pertama yang memerintah selama 20 tahun.
Mpu Sindok bergelar Sri Maharaja Raka i Hino Sri Isana Wikrama Dharmatunggadewa. Dan dalam
pemerintahannya di bantu oleh permaisurinya yang bernama Sri Wardhani Pu Kbin. Kekuasaan dia
jalani dengan penuhrasa adil dan bijaksana. Kebijakan: Membangun bendungan/tanggul untuk
pengairan; Melarang rakyat menangkap ikan pada siang hari guna pelestarian sumber daya alam; Mpu
Sindok memperhatikan usaha pengubahan kitab budha mahayana menjadi kitab sang hyang
kamahayanikan

Dharmawangsa Teguh ( 990M-1016M). Menjadi raja karena menjadi cucu Mpu Sindok.
Memiliki tekat untuk memperluas daerah perdagangan yang dikuasai oleh sriwijaya. Kebijakan.
Meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan meningkatkan pertanian dan perdagangan akan tetapi
terhalang kekuasaan sriwijaya maka kerajaan medang menyerang sriwijaya.Tetapi serangan itu tidak
berhasil bahkan sriwijaya dapat membalas melalui Kerajaan Wurawari ,serangan tersebut di beri nama
Pralaya Medang. Pada peristiwa itu, Dharmawangsa gugur

Airlangga/Erlangga ( 1019M-1042) Airlangga adalah putera dari Raja Bali Udayana dan
Mahendradatta, saudari Dharmawangsa Teguh. Ia dinikahkan dengan putri Dharmawangsa Teguh Saat
pernikahan itulah, terjadi Pralaya Medang Tetapi Airlangga dapat melarikan diri ke hutan Wonogiri
hingga pada tahun 1019 M ia dinobatkan sebagai raja. Airlangga dapat memulihkan kewibawaan
Medang dengan menaklukan raja-raja terdahulu yaitu: Raja Bisaprabhawa (1029); Raja
Wijayawarman (1030); Raja Adhamapanuda (1031); Raja Wuwari (1035). Kebijakan Airlangga:
Memperbaiki pelabuhan Hujung Galung yang letaknya di Kali Brantas; Membangun waduk waringin

sapta guna mencegah banjir; Membangun jalan antara pesisir dengan pusat kerajaan. Berkat jerih
payah Airlangga, Medang Kamulan mencapai kejayaan dan kemakmuran.

5.Kehidupan Ekonomi

Mpu Sindok memerintah dengan bijaksana dilihat dari usaha yang ia lakukan, seperti banyak
membangun bendungan dan kebijaka yang lainnya.

Dharmawangsa yakni dengan meningkatkan perdagangan dan pertanian rakyat.

Begitu pula pada masa pemerintahan Airlangga, ia berusaha memperbaiki Pelabuhan Hujung
Galuh di muara Sungai Berantas dengan memberi tanggul-tanggul untuk mencegah banjir dan
kebijakan lainnya

6.Kehidupan sosial-budaya
Dalam bidang toleransi dan sastra, Mpu Sindok mengizinkan penyusunan kitab Sanghyang
Kamahayamikan (Kitab Suci Agama Buddha), padahal Mpu Sindok sendiri beragama Hindu. Pada
masa pemerintahan Airlangga tercipta karya sastra Arjunawiwaha yang dikarang oleh Mpu Kanwa.
Begitu pula seni wayang berkembang dengan baik, ceritanya diambil dari karya sastra Ramayana dan
Mahabharata yang ditulis ulang dan dipadukan dengan budaya Jawa dan banyak karya sastra yang
dihasilkan.

7.Runtuhnya Medang Kamulan

Pada tahun 1042, Airlangga mengundurkan diri dari takhta kerajaan, lalu hidup sebagai
petapa dengan nama Resi Gentayu (Djatinindra). Menjelang akhir pemerintahannya Airlangga
menyerahkan kekuasaannya kepada putrinya Sangrama Wijaya Tunggadewi. Namun, putrinya lebih
memilih untuk menjadi seorang petapa dengan nama Ratu Giriputri.

Dan tahta beralih kedua putra Airlangga yang lahir dari seorang selir

Untuk menghindari perang saudara maka Kerajaan Medang Kamulan dibagi menjadi dua oleh
Mpu Bharada yakni: Kerajaan Janggala di sebelah timur diberikan kepada putra sulungnya yang
bernama Garasakan (Jayengrana), dengan ibu kota di Kahuripan (Jiwana) meliputi daerah sekitar
Surabaya sampai Pasuruan, Kerjaan Kediri ( Panjalu ) di sebelah barat diberikan kepada putra
bungsunya yang bernama Samarawijaya (Jayawarsa), dengan ibu kota di Kediri (Daha), meliputi
daerah sekitar Kediri dan Madiun.

KERAJAAN BALI
1.Sejarah Kerajaan Bali
Meskipun tidak banyak yang tahu tentang sejarah kerajaan Bali, yang pasti adalah kerajaan Bedahulu
atau yang biasa juga disebut Bedulu merupakan kerajaan awal yang muncul di Bali. Kerajaan yang
terpusat di Pejeng atau Bedulu, Gianyar, Kerajaan Bali ini berdiri pada sekitar abad ke-8 hingga abad ke14. Konon katanya, kerajaan ini diperintah oleh salah satu kelompok bangsawan yang bernama dinasti
Warmadewa dengan Sri Kesari Warmadewa sebagai raja pertamanya.
Sri Kesari Warmadewa adalah salah satu dari Wangsa Warmadewa, dimana mereka merupakan salah
satu keluarga bangsawan yang memiliki kuasa besar akan pulau Bali di masa lalu. Sri Kesari sendiri,
menurut riwayat lisan yang beredar telah berkuasa sejak abad ke-10, dan namanya bisa ditemukan dalam
sebuah prasasti di Sanur, bernama prasasti Blanjong. Tertulisnya nama Sri Kesari di dalam prasasti tadi
membuatnya menjadi raja pertama di Bali yang namanya ada dalam catatan tertulis. Dari prasati tadi
juga, diketahui bahwa Sri Kesari ternyata merupakan seorang penganut Buddha Mahayana dan bahwa
dinasti ini memiliki sebuah hubungan yang amat dekat dengan penguasa kerajaan Medang di Jawa Timur
sekitar abad 10 hingga 11.
Setelah Sri Kesari turun jabatan, kerajaan Bali yang saat itu dikenal dengan kerajaan Bedahulu,
dilanjutkan oleh Sang Ratu Ugrasena. Ugrasena diperkirakan memerintah pada jaman yang sama dengan
Mpu Sendok di Jawa Timur, yaitu sekitar 915 hingga 942. Pada masa pemerintahan Ugrasena, ia terkenal
sering merilis prasasti yang memiliki hubungan dengan kegiatan-kegiatan yang sering diadakan oleh
masyarakat kerajaannya seperti perpajakan, penganugerahan, upacara agama, pembangunan penginapan,
hingga pendirian tempat sembahyang bagi mereka yang ingin berziarah. Bukti fisik tentang
kepemimpinan Ugrasena tercatat dalam beberapa prasasti, antara lain Prasasti Srokada A dan Goblek
Pura Batur A. Seluruh prasasti yang memuat namanya selalu tertulis dalam bahasa Bali kuno, dan
dimulai dengan sebuah perkataan yang berbunyi yumu pakatahu, berarti ketahuilah oleh kalian semua.
Setelah Ugrasena turun, penerusnya adalah Sri Tabanendra Warmadewa yang dari namanya jelas
diketahui bahwa ia masih anggota Wangsa Warmadewa. Sri Tabanendra merupakan anak dari Ugrasena,
dan istrinya merupakan seorang putri dariJawa yang secara kebetulan adalah anak dari Mpu Sendok.
Beliau memerintah dari tahun 943 hingga 961, dan penerus kerajaan Bali setelah Sri Tabanendra adalah:

Sri Candrabaya Singa Warmadewa, pada tahun 961 hingga tahun 975.

Sri Janasadu Warmadewa, pada tahun 975 hingga 983.

Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi, di tahun 983 hingga 989.

Sri Udayana Warmadewa pada tahun 989 hingga 1011. Sri Udayana memiliki tiga anak, yaitu
Airlangga, dan Marakata, serta Anak Wungsu.

Sri Adnyadewi (Darmawangsa Wardana) yang berkuasa di tahun 1011 hingga 1022.
7

Sri Darmawangsa Wardana Marakatapangkaja, tahun 1022 hingga 1025.

Anak Wungsu (meskipun tanpa marga Warmadewa, masih merupakan keturunan dinasti
tersebut mengingat ia anak dari Sri Udayana) di tahun 1049 hingga tahun 1077.

Sri Walaprabu di tahun 1079 hingga 1088.

Sri Sakalendukirana 1088 hingga 1098.

Terjadi kekosongan kekuasaan hingga akhirnya Sri Suradipa memerintah pada tahun 1115
hingga 1119.

Banyak lagi raja yang bukan keturunan Warmadewa.

mencapai babak baru ketika pada masa pemerintahan Sri Astatura Ratna Bumi Banten pada tahun
1332 hingga 1343, terjadi ekspedisi Gajah Mada ke Bali. Ekspedisi Gajah Mada dimulai dengan
membunuh Kebo Iwa yang ia anggap sebagai sebuah penghalang misi ini. Cara pembunuhannya adalah
dengan menawarkan perdamaian pada raja Bali sehingga Kebo Iwa dapat dikirim untuk datang ke
Majapahit dan kemudian dinikahkan. Alih-alih dijemput oleh pengantin, yang menjemput Kebo Iwa
begitu ia tiba di Majapahit adalah kematian. Tewasnya Kebo Iwa ini mempermudah Adityawarman
menaklukkan Bali di tahun 1343.
Penundukkan Bali ini kemudian mendorong didirikannya sebuah dinasti boneka di Samprangan yang
kini bernama Gianyar, dekat dengan Bedulu. Pendirian dinasti ini mengambil waktu saat Gajah Mada
masih memimpin, dan dinasti yang bernama Samprangan ini memiliki raja pertama bernama Sri Aji
Kresna Kepakisan. Sri Aji memiliki tiga orang anak, dan satu di antaranya adalah Dalem Samprangan
yang setelah menjabat dinilai tidak pantas menjadi raja dan digantikan oleh adiknya yang paling muda,
Dalem Ketut. Raja terakhir dalam periode yang disebut dengan nama periode Gelgel adalah Dalem Di
Made pada tahun 1605 hingga 1686.
Sejarah kerajaan Bali berakhir dengan periode kerajaan Klungkung yang sebenarnya masih tetap
bagian dari dinasti Gelgel. Diketahui pada akhirnya bahwa yang mengakhiri masa pemerintahan dinasti
Gelgel adalah pemberontakan oleh I Gusti Agung Maruti karena kesal kekalahannya tidak berarti
pemulihan kembali oleh Dalem Di Made. Pemimpin pertama dari era Klungkung ini bernama Dewa
Agung Jambe yang memerintah pada tahun 1710 hingga tahun 1775. Di masa ini, kerajaan bali terpecah
menjadi delapan buah kerajaan kecil (sembilan jika menghitung Klungkung sendiri), yaitu: Badung,
Mengwi, Bangli, Buleleng, Gianyar, Karangasem, Tabanan, dan Denpasar.

2. Kehidupan Ekonomi
Kegiatan ekonomi masyarakat Bali dititikberatkan pada sektor pertanian. Hal itu didasarkan pada
beberapa prasasti Bali yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bercocok tanam. Beberapa
istilah itu, antara lain sawah, parlak (sawah kering), kebwan (kebun), gaga (ladang), dan kasuwakan
(irigasi).
8

Di luar kegiatan pertanian pada masyarakat Bali juga ditemukan kehidupan sebagai berikut.
1. Pande (Pandai = Perajin)
Mereka mempunyai kepandaian membuat kerajaan perhiasan dari bahan emas dan perak,
membuat peralatan rumah tangga, alat-alat pertanian, dan senjata.
2. Undagi
Mereka mempunyai kepandaian memahat, melukis, dan membuat bangunan.
3. Pedagang
Pedagang pada masa Bali Kuno dibedakan atas pedagang laki-laki (wanigrama) dan pedagang
perempuan (wanigrami). Mereka sudah melakukan perdagangan antarpulau (Prasasti Banwa
Bharu).

3. Kehidupan Sosial Budaya


Struktur masyarakat yang berkembang pada masa Kerajaan Bali Kuno didasarkan pada hal sebagai
berikut.
1. Sistem Kasta (Caturwarna)
Sesuai dengan kebudayaan Hindu di India, pada awal perkembangan Hindu di Bali sistem
kemasyarakatannya juga dibedakan dalam beberapa kasta. Namun, untuk masyarakat yang
berada di luar kasta disebut budak atau njaba.
2. Sistem Hak Waris
Pewarisan harta benda dalam suatu keluarga dibedakan atas anak laki-laki dan anak
perempuan. Anak laki-laki memiliki hak waris lebih besar dibandingkan anak perempuan.
3. Sistem Kesenian
Kesenian yang berkembang pada masyarakat Bali Kuno dibedakan atas sistem kesenian
keraton dan sistem kesenian rakyat.
4. Agama dan Kepercayaan
Masyarakat Bali Kuno meskipun sangat terbuka dalam menerima pengaruh dari luar, mereka
tetap mempertahankan tradisi kepercayaan nenek moyangnya. Dengan demikian, di Bali
dikenal ada penganut agama Hindu, Buddha, dan kepercayaan animisme.

4. Peninggalan Kerajaan Bali


- Prasasti Blanjong
- Prasasti Panglapuan
- Prasasti Gunung Panulisan
- Prasasti-prasasti peninggalan Anak Wungsu
- Candi Padas di Gunung Kawi
9

- Pura Agung Besakih


- Candi Mengening
- Candi Wasan.

KERAJAAN PAJAJARAN
1.Sejarah kerajaan pajajaran
Sejarah menyebutkan bahwa awal berdirinya Kerajaan Pajajaran ini adalah pada tahun 923 dan
pendirinya adalah Sri Jayabhupati. Bukti-bukti ini didapat dari Prasasti Sanghyang berumur 1030 Masehi
yang ada di Suka Bumi. Lebih lanjut, rupanya Kerajaan Pajajaran ini didirikan setelah perpecahan
Kerajaan Galuh yang dipimpin oleh Rahyang Wastu. Saat Rahyang Wastu meninggal maka Kerajaan
Galuh terpecah menjadi dua. Satu dipimpin oleh Dewa Niskala dan yang satunya lagi dipimpin oleh
Susuktunggal. Meskipun terpecah menjadi dua namun mereka memiliki derajat kedudukan yang sama.
Asal muasal Kerajaan Pajajaran dimulai dari runtuhnya Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400
masehi. Saat itu Majapahit semakin lemah apalagi ditandai dengan keruntuhan masa pemerintahan Prabu
Kertabumi atau Brawijaya ke lima, sehingga ada beberapa anggota kerajaan serta rakyat mereka yang
mengungsi ke ibu kota Galuh di Kawali, wilayah Kuningan, di mana masuk provinsi Jawa Barat.
Wilayah ini merupakan daerah kekusaaan dari Raja Dewa Niskala.
Raja Dewa Niskala pun menyambut para pengungsi dengan baik, bahkan kerabat dari Prabu
Kertabumi yaitu Raden Baribin dijodohkan dengan salah seorang putrinya. Tidak sampai di situ, Raja
Dewa Niskala juga mengambil istri dari salah seorang pengungsi anggota kerajaan. Sayangnya,
pernikahan antara Raja Dewa Niskala dengan anggota Kerajaan Majapahit tidak disetujui oleh Raja
Susuktunggal karena ada peraturan bahwa pernikahan antara keturunan Sunda-Galuh dengan keturunan
Kerajaan Majapahit tidak diperbolehkan. Peraturan ini ada sejak peristiwa Bubat.
Karena ketidaksetujuan dari pihak Raja Susuktunggal terjadilah peperangan antara Susuktunggal
dengan Raja Dewa Niskala. Agar perang tidak terus menerus berlanjut maka Dewan Penasehat ke dua
kerajaan menyarankan jalan perdamaian. Jalan perdamaian tersebut ditempuh dengan menunjuk
penguasa baru sedangkan Raja Dewa Niskala dan Raja Susuktunggal harus turun tahta. Kemudian
ditunjuklah Jayadewata atau dikenal juga dengan sebutan Prabu Siliwangi yang merupakan putra dari
Dewa Niskala sekaligus menantu dari Raja Susuktunggal. Jayadewata yang telah menjadi penguasa
bergelar Sri Baduga Maharaja memutuskan untuk menyatukan kembali ke dua kerajaan. Dari persatuan
ke dua kerajaan tersebut maka lahirlah Kerajaan Pajajaran pada tahun 1482. Oleh sebab itu,
lahirnya Kerajaan Pajajaran ini dihitung saat Sri Baduga Maharaha berkuasa.
10

2.Puncak Kejayaan/ Keemasan Kerajaan Pajajaran


Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja mengalami masa keemasan.
Alasan ini pula yang banyak diingat dan dituturkan masyarakat Jawa Barat, seolah-olah Sri Baduga atau
Siliwangi adalah Raja yang tak pernah purna, senantiasa hidup abadi dihati dan pikiran masyarakat.
Pembangunan Pajajaran di masa Sri Baduga menyangkut seluruh aspek kehidupan. Tentang
pembangunan spiritual dikisahkan dalam Carita Parahyangan.
Sang Maharaja membuat karya besar, yaitu ; membuat talaga besar yang bernama Maharena Wijaya,
membuat jalan yang menuju ke ibukota Pakuan dan Wanagiri. Ia memperteguh (pertahanan) ibu kota,
memberikan desa perdikan kepada semua pendeta dan pengikutnya untuk menggairahkan kegiatan
agama yang menjadi penuntun kehidupan rakyat. Kemudian membuat Kabinihajian (kaputren),
kesatriaan (asrama prajurit), pagelaran (bermacam-macam formasi tempur), pamingtonan (tempat
pertunjukan), memperkuat angkatan perang, mengatur pemungutan upeti dari raja-raja bawahan dan
menyusun undang-undang kerajaan
Pembangunan yang bersifat material tersebut terlacak pula didalam Prasasti Kabantenan dan
Batutulis, di kisahkan para Juru Pantun dan penulis Babad, saat ini masih bisa terjejaki, namun tak
kurang yang musnah termakan jaman.
Dari kedua Prasasti serta Cerita Pantun dan Kisah-kisah Babad tersebut diketahui bahwa Sri Baduga
telah memerintahkan untuk membuat wilayah perdikan; membuat Talaga Maharena Wijaya;
memperteguh ibu kota; membuat Kabinihajian, kesatriaan, pagelaran, pamingtonan, memperkuat
angkatan perang, mengatur pemungutan upeti dari raja-raja bawahan dan menyusun undang-undang
kerajaan

3.Puncak Kehancuran
Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan
Banten. Berakhirnya zaman Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana
(singgahsana raja), dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.
Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik agar di Pakuan
Pajajaran tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru, dan menandakan Maulana Yusuf adalah penerus
kekuasaan Sunda yang sah karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja. Palangka
Sriman Sriwacana tersebut saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surosowan di Banten.
Masyarakat Banten menyebutnya Watu Gilang, berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata
Sriman.

11

4.Kondisi Kehidupan Ekonomi


Pada umumnya masyarakat Kerajaan Pajajaran hidup dari pertanian, terutama perladangan. Di
samping itu, Pajajaran juga mengembangkan pelayaran dan perdagangan. Kerajaan Pajajaran memiliki
enam pelabuhan penting, yaitu Pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda Kelapa (Jakarta),
dan Cimanuk (Pamanukan)

5.Kondisi Kehidupan Sosial


Kehidupan masyarakat Pajajaran dapat di golongan menjadi golongan seniman (pemain gamelan,
penari, dan badut), golongan petani, golongan perdagangan, golongan yang di anggap jahat (tukang
copet, tukang rampas, begal, maling, prampok, dll)

6.Kehidupan Budaya
Kehidupan budaya masyarakat Pajajaran sangat di pengaruhi oleh agama Hindu. Peninggalanpeninggalannya berupa kitab Cerita Parahyangan dan kitab Sangyang Siksakanda, prasasti-prasasti, dan
jenis-jenis batik.

12

Anda mungkin juga menyukai