Anda di halaman 1dari 6

Konsep Ekonomi Berdasarkan 

Alkitab

Penulis memulai tulisannya dengan menggambarkan secara umum perbandingan


antara ekonomi sekuler dan ekonomi Kristen. Penulis menjelaskan bahwa analisa
dalam ekonomi sekuler disetujui oleh ekonomi Kristen, tetapi analisa mengapa dan
cara menyelesaikannya berbeda. Ekonomi sekuler tidak melihat Tuhan sebagai
Pengatur segala keadaan di dunia ini, sehingga mereka hanya menganalisa menurut
rasional mereka saja tanpa mengaitkan Tuhan di dalamnya. Ekonomi sekuler hanya
menganalisa keterkaitan dari berbagai kondisi, tetapi tidak menyadari bahwa di balik
kondisi tersebut ada otoritas yang menguasainya. Sedangkan, ekonomi orang
Kristen harus mampu melihat Tuhan dalam analisa ekonominya. Keunikan dari
ekonomi Kristen adalah analisanya yang spesifik dan memiliki dasar yang kuat, yaitu
dari Alkitab.

Kegiatan ekonomi sebenarnya telah tercipta sejak hari Penciptaan. Hal ini dimulai
sejak Allah memberikan mandat kepada manusia untuk mengusahakan bumi. Jika
dilihat dari akar katanya, ekonomi intinya adalah mengenai membuat keputusan.
Keputusan yang dibuat untuk mengalokasikan sumber daya yang ada untuk
menghasilkan sesuatu.
Akan tetapi, kegiatan-kegiatan ekonomi dalam bentuk lain muncul setelah manusia
memberontak terhadap Tuhan atau melakukan dosa. Tuhan memberi larangan yaitu
manusia jangan memakan salah satu buah dari pohon di bumi, yaitu pohon
pengetahuan yang baik dan yang jahat.Akan tetapi, manusia melanggar larangan
tersebut, mereka memakan buah dari pohon tersebut. Hal yang dilakukan manusia
ini disebut dosa. Tuhan menghukum manusia dan mengutuk bumi semenjak saat itu
sebagai dampak dari dosa yang manusia lakukan. Dampak dari dosa inillah yang
menimbulkan berbagai kegiatan ekonomi seperti yang ada sekarang. Kerja keras
manusia memang dibutuhkan dan itulah panggilan sejak awal, tetapi sejak manusia
jatuh dalam dosa manusia tidak berdamai dengan alam. Hal ini menyebabkan
manusia menguasai alam yang berdampak pada kerusakan alam. Selain itu,
kegiatan ekonomi juga dilakukan dengan cara yang tidak baik.

Dampak dosa yang pertama adalah dampak dari dosa tersebut telah menjalar ke
semua orang dan semua orang dalam kondisi “mati rohani” (Roma 5:12). Dampak
kedua adalah manusia terbatas untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya, hal
ini semenjak Tuhan memecahkan bahasa dai umat manusia (Kejadian 11). Dampak
ketiga adalah manusia menjadi butuh akan adanya yang mempersatukan mereka
untuk memimpin mereka yaitu otoritas di dunia yaitu pemerintah (Roma 13:1-7).
Dampak keempat dan kelima adalah yang paling penting karena saat manusia
pertama kali jatuh dalam dosa, dampak inilah yang Tuhan kutukkan kepada
manusia. Dampak keempat adalah bagi perempuan, yaitu perempuan akan susah
payah dalam mengandung anak dan mereka akan berada di bawah kuasa laki-laki
(semenjak inilah perempuan berada di bawah laki-laki). Dampak kelima adalah bagi
laki-laki, yaitu tanah di bumi dikututuk Tuhan karena laki-laki, sehingga laki-laki
harus susah payah dalam mencari rezeki di bumi (semenjak inilah laki-laki harus
mengusahakan tanah dan harus bekerja di bumi). Jika disimpulkan, dampak dari
dosa adalah sumber daya di muka bumi menjadi terbatas dan harus diusahakan
dengan susah payah untuk mendapatkan rezeki (makan, minum, dll.), serta manusia
sulit untuk bekerja sama dalam meningkatkan kesejahteraan karena bahasa yang
sudah dipecah-pecahkan.

Ekonomi modern atau ekonomi sekuler menganalisa ekonomi dengan menjawab


pertanyaan “apa”, tetapi tidak “mengapa”. Ekonomi Kristen menjawab pertanyaan
“mengapa”. Hal yang dilakukan oleh orang Kristen yang berekonomi bukanlah
membantah segala teori yang ada, misalnya teori bahwa kurva permintaan
bentuknya downword sloping, tetapi yang membedakan adalah ketika membahas
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam membahas cara
mengatasi masalah yang berkaitan. Orang Kristen menyadari bahwa dirinya
bertanggung jawab terhadap Tuhan untuk menggunakan skill yang diberikan untuk
mencari aplikasi ekonomi.

Beberapa ekonom Kristen yang radikal keliru berkaitan dengan apa yang harus
dilakukannya, mereka menyangka bahwa ekonom Kristen tidak perlu
mengeksplorasi sumber daya alam. Padahal, dalam kitab Kejadian Tuhan sudah
memerintahkan untuk menguasai bumi dan segala isinya dan boleh dieksplorasi.
Salah satu cerita dari kitab Lukas dapat mendukung pernyataan ini adalah kisah tiga
hamba. Kisah ini dimulai dengan cerita bahwa terdapat seorang tuan yang memiliki
tiga hamba. Tuan itu ingin pergi untuk jangka waktu yang cukup lama, sehingga ia
menitipkan hartanya kepada tiga hambanya. Ia memiliki sembilan talenta (1 talenta =
6000 dinar). Ia memberikan 5 talenta kepada hamba yang pertama, 3 talenta kepada
hamba yang kedua, dan 1 talenta kepada hamba yang ketiga. Ia memerintahkan
agar ketiga hamba itu mengeksplorasi talenta yang diberikan dan ketika
dikembalikan ke tuannya jumlahnya harus sudah melebihi yang ia kasih, bahkan
berlipat-lipat. Singkat cerita, kedua hamba yang menerima 5 dan 3 talenta
mengeksplorasinya, sedangkan hamba yang ketiga menyimpannya saja. Hamba
yang pertama dan kedua talentanya telah bertambah menjadi 10 dan 6 talenta,
sedangkan hamba yang ketiga masih memilkiki 1 talenta. Ketika tuannya pulang, ia
meminta pertanggungjawaban ketiga hambanya. Tuannya sangat senang
mengetahui hamba yang kesatu dan kedua telah memperoleh hasil eksplorasi yang
berlipat, sedangkan tuan itu sangat marah kepada hamba yang ketiga karena hasil
talentanya sama dengan jumlah sebelumnya. Pengajaran ini disampaikan oleh
Yesus, pengajaran ini merupakan perumpamaan hubungan antara diriNya dengan
manusia. Ia telah memeberikan “talenta” kepada manusia untuk dieksplorasi
manusia, manusia bertanggung jawab kepada Yesus. Manusia yang tidak
mengeksplorasi pemberianNya akan mengalami penghukuman. Akan tetapi, bagian
yang tidak boleh dilupakan adalah hasil eksplorasi harus dikembalikan ke tuannya
atau ke Yesus, sehingga segalanya dipersembahakan untuk Yesus. Inilah salah satu
ajaran yang cukup berkaitan dengan kegiatan ekonomi yang seharusnya dilakukan
oleh ekonomi orang Kristen. Berikut disampaikan beberapa ajaran lain dari Alkitab
yang diperoleh dari buku Gary North lainnya yang menjadi buku rujukan, khususnya
dari Kitab Lukas dan Kesepuluh Hukum Taurat.

Pengajaran berikut diambil dari kitab Lukas pasal 8:18 yang mengatakan “Karena itu
perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya
akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai daripadanya akan diambil, juga apa
yang ia anggap ada pandanya.” Kalimat ini dapat mengonfirmasi apa yang seringkali
orang anggap bahwa orang kaya akan semakin kaya, dan orang yang miskin akan
semakin miskin. Apakah orang Kristen menyetujui pertanyaan ini dengan adanya
pengajaran tersebut? Konteks dari pengajaran ini sebenarnya adalah untuk orang-
orang yang tidak mengerti pengajaran dari perumpamaan Yesus, khususnya bagi
para pemimpin agama Yahudi yang pada masa itu menolak pengajaran Yesus atau
konteks ini adalah bagi orang-orang yang “miskin secara rohani”. Orang yang miskin
secara rohani apapun yang ia pahami mengenai pengajaran tentang Kristus akan
diambil daripadanya karena akan menolak pengajaran tersebut, menolak dari awal
atau beberapa periode waktu setelah adanya godaan dan pencobaan dunia.

Gary North dalam membahas bagian ini menyamakan dengan kesejahteraan orang
tersebut. Ia mengatakan bahwa sekalipun secara materi kaya, orang yang miskin
rohani akan tetap disebut tidak sejahtera karena kesejahteraannya tidak berada di
seluruh aspek, khususnya kesejahteraan rohani atau kesejahteraan jiwa.
Sedangkan, orang-orang yang sejahtera secara rohani walaupun dirinya miskin
secara materi akan yang memiliki Kerajaan Kekal, kekayaan yang tidak sementara
dan musnah. Jadi, sampai disini yang dimaksud orang kaya adalah orang yang kaya
rohani (mentaati hukum Allah) dan orang yang miskin adalah miskin secara rohani
(memberontak terhadap Allah). Orang dalam kelompok tersebut dapat memiliki
kekayaan secara materi maupun tidak.
Penulis menggambarkan keadaan tersebut sebagai ketidaksamaan kesejahteraan
baik dalam rohani maupun materi. Penulis mengatakan bahwa hal ini dapat diatasi
dengan pelayanan satu sama lain. Orang yang kaya secara rohani membagikan
kekayaannya kepada orang yang miskin secara rohani agar orang tersebut berbalik
kepada Allah untuk taat, kegiatan ini disebut sebagai Pemberitaan Injil. Distribusi
kekayaan rohani akan dapat berlanjut dengan distribusi kekayaan secara materi.
Mereka dapat saling mendukung dalam kesejahteraan secara rohani maupun
materi. Sehingga orang yang kaya akan semakin kaya dan orang yang miskin akan
menjadi kaya. Hal ini yang dinamakan dengan timbal balik positif.

Hal ini dapat disimpulkan sebagai berikut. Fokus Kristus adalah menjadikan semua
umat manusia menjadi kaya rohani. Orang miskin menjadi semakin miskin jika
miskin rohani. Orang miskin menjadi kaya ketika kaya secara rohani. Orang kaya
tidak akan semakin kaya jika miskin secara rohani, bahkan ia akan disebut sebagai
orang yang tetap miskin. Kristus rela menjadi miskin demi umat manusia kaya dalam
kasih karuniaNya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ekonom Kristen seharusnya
terlebih dahulu mengejar moral / batinnya, bukan sekadar mengejar materi. Ekonom
Kristen seharusnya terlebih dahulu fokus membangun kesejahteraan jiwa disamping
tetap memangun kesejahteraan pembangunan bangsa dan negara. Kesejahteraan
jiwa dapat dibangun juga dalam kesejahteraan materi di lingkungan, seperti tertulis
dalam Yeremia 29:7, “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang,
dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah
kesejahteraanmu. Pembangunan suatu negara dimulai dengan memangun
moralnya, bukan sekadar kepintarannya. Pembangunan moral akan seiring dengan
pembangunan materi ekonomi yang terus menerus terbangun.

Berikutnya, pengajaran tentang ekonomi dapat ditarik dari kesepuluh hukum Taurat.
Sepuluh hukum Taurat disampaikan oleh Allah sendiri untuk memberi standar hidup
bagi Israel. Manusia pada masa itu tidak dapat membedakan mana yang baik dan
yang benar, oleh karena itu hukum Taurat ini disampaikan agar Israel diselamatkan
karena melakukan kebenaran. Pada masa Perjanjian Baru, keselamatan orang
benar bukan lagi karena melakukan hukup Taurat, melainkan hanya oleh Kristus.

Tujuan hukum Taurat adalah menciptakan kedamaian dan kesejahteraan di


masyarakat. Hukum Taurat dalam kitab Ulangan dapat ditafsirkan dengan bahwa
kesepuluh hukum tersebut adalah hukum untuk menciptakan kondisi yang mengarah
pada perdamaian, harmoni, dan kekayaan. Sepuluh perintah Taurat ini dapat
ditafsirkan sebagai fondasi dari pasar bebas. Kesepuluh hukum Taurat memberikan
fondasi agama, hukum, dan ekonomi terhadap pasar bebas atau kapitalisme. Hal ini
mendapat penentangan dari humanistik ekonom pasar bebas dan sosialisme
Kristen. Mereka berpendapat bahwa ekonomi pasar bebas diciptakan tanpa Allah
dan satu sisi beranggapan bahwa ekonomi dengan Allah tanpa pasar bebas.
Padahal, menurut penulis, implikasi dari keseluruhan hukum Taurat pada ekonomi
adalah adanya legalisme pasar bebas dengan kuasa Allah. Penulis mengatakan
bahwa jika kesepuluh hukum Taurat ditegakkan, konsekuensi logisnya adalah
manusia dibawah perjanjian Allah mendapat akses bebas terhadap sumber daya
ciptaan Allah. Kesepuluh hukum Taurat memberikan janji kepada manusia untuk
menikmati keadilan, keamanan, dan kesejahteraan di bawah kontrol Allah. Di
samping dari kesejahteraan dan kedamaian yang dinikmati manusia, manusia juga
harus mentaati Allah sebagai otoritas tertinggi kekuasaan hidupnya.

Kapitalisme yang diajarkan oleh kesepuluh hukum Taurat bukanlah kapital yang
“manusia memakan manusia.” Melainkan kapital yang membebaskan ketimpangan
kesejahteraan. Salah satu konteks adanya kesepuluh hukum Taurat adalah
membebaskan perbudakan yang lama pada masa itu. Inti hukum Taurat adalah
mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan mengasihi sesama manusia seperti
dirinya sendiri. Jadi, kesepuluh hukum Taurat sebenarnya membebaskan akses
setiap manusia dalam ekonomi. Selain itu, kesepuluh hukum Taurat mengajarkan
untuk salnig mengasihi di antara manusia dengan meminimalisasi persaingan yang
merugikan, tetapi mengusahakan kesejahteraan bersama yang adil. Inilah yang
dimaksud kapitalisme Kristen. Selain itu, kesepuluh hukum Taurat mengajarkan
bahwa yang berkuasa mengatur sekala perekonomian bukanlah manusia (elit,
pemerintah, dll.), tetapi Tuhan sendirilah yang memiliki kekuasaan ekonomi. Oleh
karena itu, terlebih dahulu Tuhan menghendaki agar manusia mentaati perintahNya.

Penerapan ekonomi Kristen yang baik secara nyata dapat disaksikan di Alkitab oleh
jemaat Kristen yang mula-mula. Jemaat Kristen mula-mula adalah orang Kristen
yang taat kepada Tuhan. Mereka mengutamakan untuk mendengar dan mentaati
pengajaran yang disampaikan oleh Allah, yaitu mereka berkumpul di Bait Allah
(Gereja pada masa itu). Bagaimana mereka memenuhi kebutuhan hidupnya?
Mereka menganggap bahwa kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Hal ini
ditunjukkan dengan mereka yang menjual harta miliknya lalu membagi-bagikannya
ke semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Kebutuhan ekonomi
dipenuhi secara bersama dan tidak ada yang lebih kaya dan lebih miskin di antara
mereka karena mereka menganggap segala hal yang mereka miliki adalah milik
bersama.

Kehidupan jemaat mula-mula Kristen menjadi seperti kesimpulan dalam pandangan


Alkitab terhadap ekonomi atau kesimpulan mengenai bagaimana seharusnya sikap
yang dimiliki dalam analisa seorang ekonom Kristen. Setelah manusia jatuh dalam
dosa, kegiatan ekonomi harus diusahakan dengan susah payah untuk memenuhi
kebutuhan. Manusia berkembang semakin banyak sehingga dengan sumber daya
yang ada perlu dipikirkan bagaimana memenuuhi kebutuhan. Dalam memenuhi
kebutuhan, tidak boleh dilupakan bahwa Tuhanlah yang menguasai kebutuhan
manusia. Tuhan menghendaki manusia terlebih dahulu mentaati kehendakNya
disamping memperkaya kebutuhan, karena Dia sendirilah yang memberikan
kebutuhan itu. Definisi orang kaya yang terpenting adalah orang yang kaya rohani,
bukan sekadar kaya materi. Alkitab mengajarkan bahwa manusia bebas dalam
mengakses segala kebutuhan karena kepunyaan kebutuhan adalah Allah. Akan
tetapi, karena kehidupan semakin kompleks, timbul ada orang-orang yang
menguasai kapital. Orang-orang tersebut harus menyebarkan kapitalnya kepada
orang yang tidak memiliki (miskin).

Kesimpulan tersebut tergambar di kehidupan jemaat mula-mula. Mereka sehari-


harinya hidup mendengar dan mentaati Firman Allah. Mereka menyadari bahwa
kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama karena mereka adalah sama-sama
jemaat Tuhan, semua yang mereka miliki adalah milik Tuhan dan artinya milik
bersama. Tidak ada dari mereka yang tidak dapat mengakses kegiatan ekonomi.
Semua menikmati kesejahteraan dan keadilan, sesuai esensi dengan kapitalisme
Kristen. Inilah pandangan Alkitab dan aplikasinya secara sederhana oleh jemaat
Kristen terhadap kehidupan ekonomi. Bukan melakukan kegiatan ekonomi (mencari
kebutuhan, kekayaan, dll) yang utama, melainkan kehidupan pencarian “kebutuhan
rohani”lah yang utama.

Sumber:

North, Gary.. 1974. An Introduction to Christian Economics : The Craig Press

North, Gary. 1986. Honest Money : Dominion Press

Heiska, Nina. 2003. The Economy and Livelihoods of the Early Christian
Monasteries in Palestine : University of Helsinki

North, Gary. 1986. The Sinai Strategy : The Institute for Christian Economics

Anda mungkin juga menyukai