BUDAYA PENDIDIKAN
LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan, setidaknya manusia
diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja potensi yang dimilikinya harus
digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani hidupnya. Untuk
memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai manusia, tentunya harus ada
sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa
yang diharapkan. Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka
manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dikarenakan, pendidikan itu
adalah usaha yang disengaja dan terencana membantu mempersiapkan generasi muda untuk
terjun ke dalam kehidupan masyarakat memberi bekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Secara sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke generasi, agar
kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial
budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan
hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya. Dan pada kenyataannya
masyarakat mengalami perubahan sosial yang begitu cepat, maju dan memperlihatkan gejala
desintegratif yang meliputi berbagai sendi kehidupan dan menjadi masalah, salah satunya
dirasakan oleh dunia pendidikan. Tidak hanya perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar
dalam dunia pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara
hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan
mengetahui begitu pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat
merespon hal-hal tersebut secara baik dan bijak. Sehingga, landasan sosial budaya merupakan
landasan yang dapat memberikan pemahaman tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial, tidak dapat secara individu, selalu berkeinginan untuk tinggal
bersama dengan individu-individu lainnya. Keinginan hidup bersama ini terutama pada aktivitas hidup
yang berhubungan dengan lingkungannya. Dalam menjawab tantangan alam, manusia saling
berhubungan satu dengan yang lain, sehingga suatu masyarakat dan aturan yang menyebabkan suatu
hubungan antar individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Adanya norma-
norma, adat istiadat, kepercayaan dalam suatu masyarakat, semuanya berhubungan dengan
keseimbangan. Agar tercipta suatu hubungan yang serasi, baik dalam pengelolaan alam maupun dalam
hubungan sosial. Melihat hubungan tersebut maka kebudayaan menjadi mekanisme kontrol bagi
kelakuan manusia.
Adanya tantangan alam dan respon masyarakat, mengakibatkan kehidupan ini berkembang
menjadi masyarakat menjadi dinamis. Setiap saat timbul berbagai pemikiran untuk memberikan
respon terhadap tantangan alam tersebut. Dinamika masyarakat memberikan kesempatan
kebudayaan untuk berkembang. Sehingga secara singkat dapat dikatakan bahwa tidak ada
kebudayaan tanpa masyrakat, dan tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan sebagai wadah pendukung.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kebudayaan dan masyarakat merupakan satu kesatuan sistem.
Pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau berkat
interaksi murid dan guru dalam proses belajar-mengajar, melainkan juga oleh interaksi murid dengan
lingkungan sosialnya dalam berbagai situasi sosial yang dihadapinya di dalam maupun diluar sekolah.
Anak itu berbeda-beda bukan hanya karena berbeda bakat atau pembawaannya akan tetapi terutama
karena pengaruh lingkungan sosial yang berlain-lainan. Ia datang ke sekolah dengan membawa
kebudayaan rumah tangganya, yang mempunyai corak tertentu, bergantung antara lain pada golongan
atau status sosial, kesukuan, agama, nilai-nilai dan aspirasi orang tuanya. Di sekolah ia akan memilih
teman, kelompok, yang ada pada suatu saat akan sangat mempengaruhi tingkah lakunya. Selanjutnya
anak dipengaruhi oleh kepala sekolah dan guru-guru, yang masing-masing mempunyai kepribadian
sendiri-sendiri yang antara lain terbentuk atas golongan sosial dari mana ia berasal dari orang-orang
yang dipilihnya sebagai kelompok pergaulannya. Pendidikan sendiri dapat dipandang sebagai
sosialisasi, yang terjadi dalam interaksi sosial. Maka karena itu sudah sewajarnya seorang pendidik
harus berusaha menganalisa lapangan pendidikan dari segi sosiologi, mengenai hubungan antara
manusiawi dalam keluarga di sekolah, diluar sekolah, dalam masyarakat dan sistem-sistem sosialnya.
Selain memandang anak sebagai makhluk sosial, sebagai anggota dari berbagai macam lingkungan
sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
Ciri-Ciri Sosiologi
Sosiologi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi
terhadap kenyataan dan akal serta hasilnya bersifat sekulatif.
b. Sosilogi bersifat teoristis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun
abstraksi dari hasil-hadil observasi. Abstraksi terfsebut merupakan kerangka unsur-unsur yang
tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat, sehingga
menjadi teori.
c. Sosiologi bersifat komulatif yang berati bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori
yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas sertamemperluas teori-teori yang lama.
d. Bersifat non-etis, yakni yang mempersoalkan bukanlah buruk baiknya fakta tertentu akan tetapi
tujuannya dalah untuk menjelaskan fakata tersebut secara analistis.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa
dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan
memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Secara historis-religius bahwa pendidikan terjadi lebih dahulu dari kebudayan. Dari sisi lain
kemudian disebutkan bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan, dan pendidikan tidak
dapat dari kebudayaan. Keduanya merupakan gejala dan faktor pelengkap dan penting dalam
kehidupan manusia.Sebab manusia sebagai makhluk alam, juga berfungsi sebagai makhluk kebudayaan
atau makhluk berfikir (human rational).
Pendidikan merupakan kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun
sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses
pendidikan. Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia. Pendidikan pada hakekatnya
merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Tiada kehidupan masyarakat tanapa adanya
kegiatan pendidikan.
Meskipun pendidikan merupakan gejala umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namun
terlihat adanya perbedaan praktek kegiatan pendidiksn dalam masyarakat masing-masing, yang
disebabkan oleh adanya falsafah/pandangan hidupnya. Sebagai contoh, praktek pandidikan yang
dilakukan masyarakat zaman pertengahan sangat mementingkan norma kehidupan keagamaan, sedang
masyarakat zaman Renaissance lebih mementingkan nilai-nilai kehidupan duniawi.
Pendidikan di Indonesia pada zaman penjajahan kolonial belanda juga menampakkan
perbedanya dsalam praktek pendidikan oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan praktek pendidikan
Indonesia. Pendidikan Hindia Belanda menciptakan strata-strata masyarakat agar dapat menjadi
ajang politik “adu domba dan pecah belah”, sedangkan praktek pendidikan Indonesia seperti Taman
Siswa berdasarkan asas kebangsaan dan pendidikan pondok-pondok pesantren berdasarkan agama
Islam, dan sebagainya.
Kini praktek pendidikan zaman Indonessia merdeka yang berdasarkan falsafah dan asas
pancasila, harus dilaksanakan dalam dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Setiap
pendidik wajib mewujudkan falsafah Pancasila dalam segala kegiatan pendidikan, menuju terwujudnya
masyarakat yang sejahtera berdasarkan Pancasila.
Agar kebudayaan bangsa tidak hilang/pudar dari diri anak/siswa, guru perlu menumbuhkan
kemampuan untuk memahami dan mengamalkan nilai budaya daerah yang luhur dan beradab serta
menyerap nilai budaya asing yang positif untuk memperkaya budaya bangsa. Selain itu guru perlu
menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap kebudayaannya. Agar rasa cinta dan bangga terhadap
kebudayaannya tidak menjadi berlebihan seperti tidak menyukai kebudayaan orang lain atau
menghina kebudayaan orang lain, guru juga harus mengajarkan dan memberitahu agar sikap feodal,
sikap eksekutif, dan paham kedaerahan yang sempit serta pengaruh budaya asing yang bertentangan
dengan nilai budaya bangsa dihilangkan karena ini akan dapat merusak persatuan dan kesatuan baik di
masyarakat maupun di bangsa.
Dalam pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan suasana yang mendorong
tumbuh dan berkembangnya sikap serta pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai
budaya bangsa dilhilangkan karena ini akan dapat merusak persatuan dan kesatuan baik di
masyarakat maupun di bangsa.
Dalam pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan suasana yang mendorong
tumbuh dan berkembangnya sikap kerja keras. Disiplin, sikap menghargai prestasi, berani bersaing,
serta mampu menyesuaikan diri dan kreatif. Selain itu perlu menumbuhkan budaya menghormati dan
menghargai orang yang lebih tua, budaya belajar, budaya ingin maju, dan budaya ilmu pengetahuan
dan teknologi serta perlu dikembangkan pranata sosial yang dapat mendukung proses pemantapan
budaya bangsa.
Setiap bangsa, setiap individu pada umunya menginginkan pendidikan.Dalam pendidikan
dimaksud disini pendidikan formal, makin banyak formal, makin banyak dan makin tinggi pendidikan
makin baik.Bahkan diinginkan agar tiap warga negara melanjutkan pendidikannya sepanjang hidup.
Dahulu banyak tugas pendidikan yang dipegang oleh keluarga dan lembaga-lembaga lain yang lambat
laun makin banyak dialihkan menjadi beban sekolah seperti persiapan untuk mencari nafkah,
kesehatan, agama, pendidikan kesejahteraan keluarga,dan lain-lain. Namum pendidikan formal tidak
dapat diharapkan menanggung transmisi keseluruhan kebudayaan bangsa. Masyarakat masih akan
tetap memegang fungsi yang penting dalam pendidikan tranmisi kebudayaan. Pendidikan norma-
norma, sikap adat istiadat, keterampilan sosial dan lain-lain banyak diperoleh anak terutama berkat
pengalamannya dalam pergaulannya dengan anggota keluarga, teman-teman sepermainan dan
kelompok primer lainnya, bukan di sekolah.
Fungsi sekolah yang utama ialah pendidikan intelektual yakni memperoleh ilmu dan
pengetahuan. Sekolah dalam kenyataan masih mengutamakan latihan mental formal yaitu suatu tugas
pada umumnya tidak dapat dipenuhi oleh keluarga atau lembaga lain, oleh sebab itu memerlukan
tenaga yang khusus dipersiapkan yakni guru. Dalam pendidikan formal yang biasa memegang peranan
utama ilah guru dengan mengontrol reaksi dan respon murid. Anak-anak biasa belajar dibawah
tekanan dan bila perlu paksaan tertentu dan kelakuannya dikuasai dan diatur dengan berbagai aturan.
Kurikulum pada umumnya juga ditentukan oleh petugas pendidikan, dan bukan oleh murid itu sendiri.
Materi yang disajikan tidak selalu menarik minat dan perhatian siswa, dalam hal ini guru berusaha
memberikan motivasi ekstrinsik.
Walaupun banyak kritik terhadap pendidikan dan guru, walaupun sistem pendidikan banyak
mengandung kelemahan, namum pada umum ya orang percaya akan manfaat pendidikan. Jumlah anak
yang memasuki sekolah senantiasa bertambah. Banyak permintaan yang telah menjalankan kewajiban
belajar, ada yang sampai berusia 12 tahun bahkan sampai 18 tahun. Dalam sistem kewajiban belajar,
kelalaian menhadiri pelajaran disekolah tanpa alasan dipandang sebagai pelanggaran yang dapat
diberikan hukuman.
Jumlah peserta didik semakin bertambah banyak dari berbagai lapisan masyarakat, mulai
dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Semuanya ini akan menjadi tanggungjawab pihak
pendidik dalam hal memberikan ilmu dan pengetahuan kepada mereka sebagai bekal dalam
menghadapi era globalisasi dimasa yang akan datang.
Ciri-ciri Kebudayaan
Adapun ciri-ciri dari kebudayaan adalah :
1. Kebudayaan adalah produk manusia. Artinya keudayaan adalah ciptaan manusia bukan ciptaan
Tuhan atau dewa. Manusia adalah pelaku sejarah dan kebudayaannya.
2. Kebudayaan selalu bersifat sosial. Artinya kebudayaan tidak pernah dihasilkan secara
individual, melainkan oleh manusia secara bersama. Kebudayaan adalah suatu karya bersama
bukan karya perorangan.
3. Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar. Artinya kebudayaan itu diwariskan dari
generasi yang satu kegenerasi yang lainnya melalui suatu proses belajar. Kebudayaan
berkembang dari waktu ke waktu karena kemampuan belajar manusia Tampak disini bahwa
kebudayaan itu selalu bersifat historis, artinya proses yang selalu berkembang.
4. Kebudayaan bersifat simbolik, sebab kebudayaan bersifat ekspresi, ungkapan kehadiran
manusia. Suatu ekspresi manusia, kebudayaan ini tidak sama dengan manusia. Kebudayaan
disebut simbolik, sebab mengekspresikan manusia dan segala upayanya untuk mewujudkan
dirinya.
5. Kebudayaan adalah sistem pemenuhan berbagai kebutuhan manusia. Tidak seperti hewan,
manusia memenuhi segala kebutuhannya dengan cara-cara yang beradab, atau dengan cara-
cara manusiawi.
Menurut Kerber dan Smith (imran Manan, 1989) menyebutkan ada 6 fungsi utama
kebudayaan dalam kehidupan manusia yaitu :
a. Penerus keturunan dan pengasuh anak
b. Pengembangan kehidupan ekonomi
c. Transmisi budaya
d. Meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
e. Pengendalian sosial
f. Rekreasi
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sosiologi ialah ilmu pengetahuan tentang cara berteman/berkawan/bersahabat atau bergaul yang baik
dalam masyarakat.
Sosiologi pendidikan adalah iklmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses
pendidikan untuk mengembangkan individu kearah yang lebih baik.
Kebudayaan adalah merupakan hasil (karya) dari cipta, rasa, dan karsa manusia.
Sistem sekolah yang dipertahankan masyarakat sangat tergantung pada kebudayannya, karena sekolah
merupakan perantara kebudayaan.
3.2. Implikasi
Sosial budaya sangat berperan dalam proses pendidikan oleh karena itu kita sebagai anggota
masyarakat perlu memberi dukungan yang positif agar pendidikan menjadi agen pembangunan di
masyarakat.
3.3. Saran
Agar hidup bermasyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai sosial budaya maka sudah seharusnya
kita sebagai pemerintah/sekolah,orang tua siswa, dan masyarakat secara bersama-sama bertanggung
jawab atas lancarnya pelaksanaan pendidikan dari segi sosial budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Ary H.,G.,(2000). Sosilogi Pendidikan Suatu Analisis Tentang Berbagai Problem Pendidikan . Jakarta : Rineka
Cipta.
Rafael R., m., (2004). Manusia & dan Kebudayaan dalam Prespektif Ilmu Budaya dasar. Jakarta : Rineke Cipta.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ariesrohmadi/landasan-sosial-budaya-terhadap-
pendidikan_5500a2bca33311981450f90c