Anda di halaman 1dari 18

LANDASAN SOSIAL

BUDAYA PENDIDIKAN
LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan, setidaknya manusia
diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja potensi yang dimilikinya harus
digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani hidupnya. Untuk
memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai manusia, tentunya harus ada
sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa
yang diharapkan. Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka
manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dikarenakan, pendidikan itu
adalah usaha yang disengaja dan terencana membantu mempersiapkan generasi muda untuk
terjun ke dalam kehidupan masyarakat memberi bekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Secara sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke generasi, agar
kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial
budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan
hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya. Dan pada kenyataannya
masyarakat mengalami perubahan sosial yang begitu cepat, maju dan memperlihatkan gejala
desintegratif yang meliputi berbagai sendi kehidupan dan menjadi masalah, salah satunya
dirasakan oleh dunia pendidikan. Tidak hanya perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar
dalam dunia pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara
hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan
mengetahui begitu pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat
merespon hal-hal tersebut secara baik dan bijak. Sehingga, landasan sosial budaya merupakan
landasan yang dapat memberikan pemahaman tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT


Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam
suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa
dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia
yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia
sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.Perubahan sosial budaya terjadi karena
beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal, antara lain: komunikasi; cara
dan pola pikir masyarakat; perubahan jumlah penduduk; penemuan baru; terjadinya konflik atau
revolusi; dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan
pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
LANDASAN SOSIAL BUDAYA DALAM PENDIDIKAN
Aspek sosial dalam pendidikan sangat berperan pada pendidikan begitu pun dengan aspek
budaya dalam pendidikan. Dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsur
budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya,
begitu pula kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk-bentuk yang dikerjakan juga budaya. Maka,
bisa dikatakan bahwa pengertian sosiologi pendidikan yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang hubungan dan interaksi manusia, baik itu individu atau kelompok dengan peresekolahan
sehingga terjalin kerja sama yang sinergi dan berkesinambungan antara manusia dengan
pendidikan.Berikut akan dibahas mengenai sosial dan budaya pada pendidikan, sebagai berikut :
1. Sosiologi dan Pendidikan
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam
kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Salah satu bagian sosiologi, yang dapat
dipandang sebagai sosiologi khusus adalah sosiologi pendidikan.
Wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan meliputi :
1) interaksi guru-siswa;
2) dinamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah;
3) struktur dan fungsi sistem pendidikan
4) sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan.
Wujud dari sosiologi pendidikan adalah tentang konsep proses sosial. Proses sosial
merupakan suatu cara berhubungan antar idividu, antar kelompok atau antara individu
dan kelompok yang menghasilkan bentuk hubungan tertentu.
Interaksi dan proses sosial dapat terjadi sebagai akibat dari salah satu atau gabungan dari
faktor-faktor berikut:
1. Imitasi
Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif
2. Sugesti
Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan
atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas.
3. Identifikasi
Seorang anak dapat juga mensosialisasikan diri lewat identifikasi yang mencoba
menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun di bawah sadar
4. Simpati
Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain.
Adapun, sosiologi mempunyai ciri-ciri sebagai uraian berikut :
1). Empiris: bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
2). Teoretis : merupakan peningkatan fase penciptaan, bisa disimpan dalam waktu lama,
dan dapat diwariskan kepada generasi muda.
3). Komulatif : berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
4). Nonetis : menceritakan apa adanya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.
Untuk memudahkan terjadi sosialisasi dalam pendidikan, maka guru perlu menciptakan
situasi, terutama pada dirinya, agar faktor-faktor yang mendasari sosialisasi itu muncul
pada diri anak-anak.
Interaksi sosial akan terjadi apabila memenuhi dua syarat berikut :
1. Kontak sosial
Kontak sosial bisa menghasilkan interaksi positif atau interaksi negatif.
Kontak sosial berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Kontak antar individu
2. Kontak antara individu dengan kelompok atau sebalikya.
3. Kontak antar kelompok
2. Komunikasi
Adalah proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain atau
sekelompok orang. Ada sejumlah alat yang dapat dipakai mengadakan komunikasi. Alat-
alat yang dimaksud adalah:
3. Langsung : Lisan dan isyarat
4. Tidak Langsung: tulisan dan alat-alat bantu
Ada sejumlah bentuk interaksi sosial, yaitu sebagai berikut :
5. Kerjasama : belajar kelompok
6. Akomodasi : meredakan pertentangan
7. Asimilasi atau akulturasi : penyatuan pikiran
8. Persaingan : kompetisi
9. Pertikaian : pertentangan/konflik
Diketahui bersama bahwa manusia selain sebagai makhluk individu juga merupakan
mahluk sosial. Oleh karena itu dalam melakukan interaksi sosial manusia terkadang
membentuk kelompok sosial. Kelompok sosial berarti himpunan sejumlah orang, paling
sedikit dua orang, yang hidup bersama, karena cita-cita yang sama.
Ada beberapa persyaratan untuk terjadinya kelompok sosial, yaitu :
1. Setiap anggota memiliki kesadaran sebagai anggota kelompok
2. Ada interaksi timbal balik antar anggota
3. Mempunyai tujuan yang sama
4. Membentuk norma yang mengatur ikatan kelompok
5. Ada struktur dalam kelompok yang membentuk peranan dan status sebagai dasar
ikatan kegiatan kelompok
Dalam dunia pendidikan, kelompok sosial inipun dapat dibedakan menjadi 2 kelompok
yaitu, berdasarkan keakraban hubungan (kelompok primer dan sekunder) dan
berdasarkan peraturan (kelompok formal dan informal). Ada dua teori yang dipakai untuk
meningkatkan produktivitas kelompok sosial, yaitu: (Wuraji, 1988 dan Sudarja, 1988) :
10. Teori Struktural Fungsional
 Setiap struktur (bagian-bagian) kelompok memiliki fungsi masing-masing.
 Setiap bagian memiliki kebebasan untuk berkreasi, berinisiatif, dan mengembangkan ide
untuk kemajuan kelompok
1. Teori konflik
Perubahan atau perbaikan kelompok dilakukan dengan prinsip-prinsip pemaksaan melalui
peraturan
Ada implikasi konsep sosial pada pendidikan, yaitu ;
1. Sekolah dan masayarakat sekitarnya harus saling menunjang
2. Perlu dibentuk badan kerjasama antara sekolah dan tokoh masyarakat
3. Pendidikan (Sekolah) harus berfungsi secara maksimal sebagai wahana proses sosialisasi
anak.
4. Dinamika kelompok harus diarahkan untuk kepentingan belajar
2. Kebudayaan dan Pendidikan
Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan
yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran Manan, 1989). Kebudayaan produk
perseorangan ini tidak disetujui Hasan (1983) dengan mengemukakan kebudayaan adalah
keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama
manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan lain-lain kepandaian. Sedangkan Kneller mengatakan
kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat.
Dari ketiga devinisi kebudayaan diatas, tampaknya devinisi terakhir yang paling tepat, sebab
mencakup semua cara hidup ditambah dengan kehidupan manusia yang diciptakan oleh
manuasia itu sendiri sebagai warga masyarakat (Made Pidarta, 1997 : 157). Bisa dikatakan
bahwa, kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai,
kepercayaan, tigkah laku, dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh semua anggota
masyarakat.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya
berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Pendidikan membuat orang berbudaya,
pendidikan dan budaya bersama dan memajukan.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Bila
kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat
mengubah kebudayaan. Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya,
membuat orang berprilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Sekolah sebagai salah satu
dari tempat enkulturasi suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam
mengembangkan dirinya. Dapat dituliskan bahwa Hubungan antara kebudayaan dan pendidikan
adalah :
1. pendidikan membentuk atau menciptakan kebudayaan
2. pendidikan melestarikan kebudayaan
3. pendidikan menggunakan dan berdasarkan kebudayaan

Ada Implikasi Konsep Kebudayaan pada Pendidikan, yaitu :


1. Materi pelajaran banyak dikaitkan dengan keadaan dan msalah masyarakat setempat
(melalui MULOK)
2. Metode belajar ditekankan pada kegiatan siswa baik individual maupun kelompok.
1. Paradigma pendidikan bergeser dari orientasi sekolah ke orientasi masyarakat.
REFERENSI :
2. Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Stimulus Ilmu Pendidikan
Bercorak Indonesia Jakarta : Rineka Cipta.
3. Ruswandi, Uus Hermawan Heris, A. Nurhamzah, 2008, Landasan Pendidikan,
Bandung : CV. Insan Mandiri.
4. Sutikno Sobry, 2008, Landasan pendidikan, Bandung : Prospect.
5. Fauzan, 2009, Landasan Sosial Budaya Sosial Budaya Pendidikan,
http://defauzan.wordpress.com, di akses 18-03-2011.
6. http://sosbud.kompasiana.com/2011/03/29/landasan-sosial-budaya-terhadap-
pendidikan/
7. http://id.wikipedia.org/wiki/Perubahan_sosial_budaya
8. http://www.scribd.com/doc/22738648/Lingkungan-Sosial-Budaya
9. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/landasan-kurikulum/
http://mardhiyanti.blogspot.com/2009/12/landasan-sosial-budaya pendidikan.html

PENGARUH SOSIAL BUDAYA TERHADAP PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial, tidak dapat secara individu, selalu berkeinginan untuk tinggal
bersama dengan individu-individu lainnya. Keinginan hidup bersama ini terutama pada aktivitas hidup
yang berhubungan dengan lingkungannya. Dalam menjawab tantangan alam, manusia saling
berhubungan satu dengan yang lain, sehingga suatu masyarakat dan aturan yang menyebabkan suatu
hubungan antar individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Adanya norma-
norma, adat istiadat, kepercayaan dalam suatu masyarakat, semuanya berhubungan dengan
keseimbangan. Agar tercipta suatu hubungan yang serasi, baik dalam pengelolaan alam maupun dalam
hubungan sosial. Melihat hubungan tersebut maka kebudayaan menjadi mekanisme kontrol bagi
kelakuan manusia.
Adanya tantangan alam dan respon masyarakat, mengakibatkan kehidupan ini berkembang
menjadi masyarakat menjadi dinamis. Setiap saat timbul berbagai pemikiran untuk memberikan
respon terhadap tantangan alam tersebut. Dinamika masyarakat memberikan kesempatan
kebudayaan untuk berkembang. Sehingga secara singkat dapat dikatakan bahwa tidak ada
kebudayaan tanpa masyrakat, dan tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan sebagai wadah pendukung.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kebudayaan dan masyarakat merupakan satu kesatuan sistem.
Pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau berkat
interaksi murid dan guru dalam proses belajar-mengajar, melainkan juga oleh interaksi murid dengan
lingkungan sosialnya dalam berbagai situasi sosial yang dihadapinya di dalam maupun diluar sekolah.
Anak itu berbeda-beda bukan hanya karena berbeda bakat atau pembawaannya akan tetapi terutama
karena pengaruh lingkungan sosial yang berlain-lainan. Ia datang ke sekolah dengan membawa
kebudayaan rumah tangganya, yang mempunyai corak tertentu, bergantung antara lain pada golongan
atau status sosial, kesukuan, agama, nilai-nilai dan aspirasi orang tuanya. Di sekolah ia akan memilih
teman, kelompok, yang ada pada suatu saat akan sangat mempengaruhi tingkah lakunya. Selanjutnya
anak dipengaruhi oleh kepala sekolah dan guru-guru, yang masing-masing mempunyai kepribadian
sendiri-sendiri yang antara lain terbentuk atas golongan sosial dari mana ia berasal dari orang-orang
yang dipilihnya sebagai kelompok pergaulannya. Pendidikan sendiri dapat dipandang sebagai
sosialisasi, yang terjadi dalam interaksi sosial. Maka karena itu sudah sewajarnya seorang pendidik
harus berusaha menganalisa lapangan pendidikan dari segi sosiologi, mengenai hubungan antara
manusiawi dalam keluarga di sekolah, diluar sekolah, dalam masyarakat dan sistem-sistem sosialnya.
Selain memandang anak sebagai makhluk sosial, sebagai anggota dari berbagai macam lingkungan
sosial.

1.2. Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah :
a. Apa yang dimaksud dengan sosiologi dalam pendidikan ?
b. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan dalam pendidikan ?
c. Apa yang dimaksud dengan sekolah dan perubahan masyarakat ?

1.3. Batasan Masalah


Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka yang menjadi batasan masalahnya adalah
bagaimana pengaruh sosial budaya terhadap pendidikan

1.4. Tujuan Pembahasan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang landasan sosial budaya
dalam pengembangan ilmu pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sosiologi dan pendidikan


Secara harfiah atau etimologis, sosiologi berasal dari bahasa latin : socius = teman, kawan,
sahabat, dan logos = ilmu pengetahuan. Jadi sosilogi adalah ilmu pengetahuan tentang cara berteman,
berkawan, dan bersahabat yang baik dalam masyarakat.
Ada beberapa pemngertian sosiologi pendidikan yaitu :
a. Menurut Prof. DR. S. Nasution, MA, sosiologi pendidikan adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui
cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih
baik.
b. Menurut F. G. Robbins dan Brown, sosiologi pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan
hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasikan
pengalaman. Sosilogi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk
mengontrolnya.

Ciri-Ciri Sosiologi
Sosiologi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi
terhadap kenyataan dan akal serta hasilnya bersifat sekulatif.
b. Sosilogi bersifat teoristis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun
abstraksi dari hasil-hadil observasi. Abstraksi terfsebut merupakan kerangka unsur-unsur yang
tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat, sehingga
menjadi teori.
c. Sosiologi bersifat komulatif yang berati bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori
yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas sertamemperluas teori-teori yang lama.
d. Bersifat non-etis, yakni yang mempersoalkan bukanlah buruk baiknya fakta tertentu akan tetapi
tujuannya dalah untuk menjelaskan fakata tersebut secara analistis.

Peran Sosiologi Dalam Dunia Pendidikan


Kenyataan menjukkan bahwa masyarakat mengalami perubahan sangat cepat, progresif, dan
kerap kali menunjukkan gejala “disintegratif” (berkurangnya kesetiaan terhadap nilai-nilai umum),
perubahan sosial yang sangat cepat menimbulkan “cultural lag” (ketinggalan kebudayaan akibat
adanya hambatan-hambatan). Cultural lag ini merupakan sumber masalah-masalah sosial dalam
masyarakat. Masalah-masalah sosial juga dialami di dunia pendidikan, sehingga lembaga-lembaga
pendidikan tidak mampu mengatasinya. Maka lembaga-lembaga pendidikan mengharapkan ahli
sosiologi dapat menyumbangkan pemikirannya untuk ikut memecahkan masalah-maswalah pendidikan
yang fundamental. Dalam hal ini adalah sosiologi pendidikan.
Agar para pendidikan dapat mengajar atau memberitahu bagaimana siswa dapat memiliki
kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab maka pendidik harus memahami dan dibekali
dengan sosiologi. Mengapa para guru dan calon guru harus memahahami dan dibekali dengan sosiologi?
Guru adalah seorang administrator, informator, konduktor, dan sebagainya, dan harus berkelakuan
menurut harapan masyarakat. Dari guru, sebagai pendidik dan pembangun maka generasi baru
diharapkan memiliki tingkah laku yang bermoral tinggi demi masa depan bamngsa dan negara. Selain
itu kepribadian guru dapat mempengaruhi suasana kelas/sekolah, baik kebebasan yang dinkmati anak
dalam mengeluarkan buah pikiran, dan mengembangkan kreatifitasnya ataupun pengekangan dan
keterbatasan yang dialami dalam pengembangan pribadinya.
Proses sosial dimulai dari interaksi sosial yang didasarkan pada faktor-faktor berikut ini :
 Imitasi
Peniruan yang bisa bersifat positif atau negatif yang dilihat peserta didik dari lingkungannya
 Sugesti
Sesorang yang memiliki sifat tertarik atau menerima pada pandangan atau sikap orang lain yang
berwibawa atau berwewenang atau mayoritas.
 Identifikasi
Seorang anak akan mensosialisasikan lewat identifikasi, ia akan berusaha menyamakan dirinya dengan
orang lain baik secara sadar maupun tidak sadar.
 Simpati
Sikap ini akan terjadi jika sesorang tertarik terhadap orang lain.
Faktor perasaan disini sangat dominan dan biasanya terjadi hubungan yang akrab diantaranya.
Keempat faktor tersebut yang mendasari sosialisasi anak-anak dimana terjadi suatu
tingkatan keterlibatan hati anak-anak dalam mengadakan proses sosial. Untuk memudahkan
terjadinya sosialisasi dalam pendidikan, guru haruslah menciptakan situasi pada dirinya sendiri, agar
faktor-faktor yang mendasari sosialisasi itu muncul pada diri anak-anak.
Proses sosialisasi yang dilakukan dengan baik akan sangat membantu pelaksanaan sosiologi
pendidikan. Sosialisasi dapat diartikan sebagai proses membimbing individu ke dalam dunia sosial.
Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu/siswa pada kebudayaan yang harus dimiliki dan
diikutinya, agar ia menjadi anggota masyarakat yang baik termasuk juga kedalam berbagai kelompok
khusus. Jadi sosialisasi juga dapat dianggap sebagai pendidikan atau masyarakat atau memanusiakan
diri. Sebagai pendidikan adalah proses memanusiakan manusia secara manusiawi, disesuaikan dengan
perkembangan situasi dan kondisi sosialnya.
Dalam proses sosialisasi individu/siswa belajar bertingkah laku, kebiasaan, serta pola-pola
kebudayaan lainnya, juga belajar tentang keterampilan-keterampilan sosial seperti bahasa , bergaul,
berpakain, cara makan, dan sebagainya. Seluruh proses sosialisasi berlangsung dalam interaksi
individu/siswa dengan lingkungan seperti orang tua, saudara-saudara, guru-guru, teman
sekolah/sepermainan, informasi-informasi insidental seperti membaca buku, mendengarkan radio,
berinteraksi dengan lingkungan dan sebagainya.
Dari interaksi anak dengan lingkungannya, lambat laun ia akan memperoleh keadaan akan
dirinya sebagai pribadi. Ia juga memandang dirinya sebagai objek, seperti orang lain memandang
dirinya. Ia dapat mengatur kelakuannya seperti yang diharapkan orang lain dari padanya. Ia dapat
merasakan tentang perbuatannya yang salah, dan harus maaf. Dengan menghadapi dirinya sebagai
pribadi, ia dapat menempatkan dirinya dalam struktur sosial, dapat mengharapkan konsekuensi
positif bila berkelakuan menurut norma yang berlaku atau menerima aib yang negatif atas
kelakuannya/ tindakannya yang melanggar norma yang berlaku. Dengan demikian akhirnya ia dapat
mengenal dirinya dalam lingkungan sosialnya, dapat menyesuaikan kelakuan dan tindakannya sesuai
harapan masyarakatnya, sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang baik melalui proses
sosialisasi yang dilaluinya, jadi dalam interaksi sosial ia menemukan jati dirinya.
Dalam proses sosialisasi bisa terjadi kendala atau hambatan, hal ini terjadi karena kesulitan
komunikasi, dan adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau bertentangan. Guru dapat mengatasi
keadaan ini dalam proses belajar mengajar dengan memeberikan kebebasan kepada siswa untuk
mengekspresikan pendapatnya, sehingga anak mampu berkomunikasi dengan baik dengan teman
sebayanya maupun dengan para guru. Misalnya kepada anak yang, mereka adalah orang-orang yang
sangat sulit bersosialisasi dengan anak-anak yang lainnya, guru harus mempunyai cara agar anak
tersebut mempunyai keinginan bersosialisasi dengan teman-temannya. Selain itu guru tidak bisa
membeda-bedakan anak yang satu dengan anak yang lainnya sehingga tidak ada anak yang merasa
dikucilkan. Hal yang lain yang dapat dilakukan guru dalam proses sosialisasi dikelas misalnya kerja
kelompok, dengan adanya kerja kelompok anak akan berusaha menyesuaikan diri semaksimal mungkin
dengan temannya.

2.2 Kebudayaan dan Pendidikan


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan
akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.
Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu
adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi
ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink,
kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan
artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana
akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan
artefak.
 Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh.
Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika
masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga
masyarakat tersebut.
 Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-
aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
 Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua
manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa
dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan
memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Secara historis-religius bahwa pendidikan terjadi lebih dahulu dari kebudayan. Dari sisi lain
kemudian disebutkan bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan, dan pendidikan tidak
dapat dari kebudayaan. Keduanya merupakan gejala dan faktor pelengkap dan penting dalam
kehidupan manusia.Sebab manusia sebagai makhluk alam, juga berfungsi sebagai makhluk kebudayaan
atau makhluk berfikir (human rational).
Pendidikan merupakan kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun
sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses
pendidikan. Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia. Pendidikan pada hakekatnya
merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Tiada kehidupan masyarakat tanapa adanya
kegiatan pendidikan.
Meskipun pendidikan merupakan gejala umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namun
terlihat adanya perbedaan praktek kegiatan pendidiksn dalam masyarakat masing-masing, yang
disebabkan oleh adanya falsafah/pandangan hidupnya. Sebagai contoh, praktek pandidikan yang
dilakukan masyarakat zaman pertengahan sangat mementingkan norma kehidupan keagamaan, sedang
masyarakat zaman Renaissance lebih mementingkan nilai-nilai kehidupan duniawi.
Pendidikan di Indonesia pada zaman penjajahan kolonial belanda juga menampakkan
perbedanya dsalam praktek pendidikan oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan praktek pendidikan
Indonesia. Pendidikan Hindia Belanda menciptakan strata-strata masyarakat agar dapat menjadi
ajang politik “adu domba dan pecah belah”, sedangkan praktek pendidikan Indonesia seperti Taman
Siswa berdasarkan asas kebangsaan dan pendidikan pondok-pondok pesantren berdasarkan agama
Islam, dan sebagainya.
Kini praktek pendidikan zaman Indonessia merdeka yang berdasarkan falsafah dan asas
pancasila, harus dilaksanakan dalam dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Setiap
pendidik wajib mewujudkan falsafah Pancasila dalam segala kegiatan pendidikan, menuju terwujudnya
masyarakat yang sejahtera berdasarkan Pancasila.
Agar kebudayaan bangsa tidak hilang/pudar dari diri anak/siswa, guru perlu menumbuhkan
kemampuan untuk memahami dan mengamalkan nilai budaya daerah yang luhur dan beradab serta
menyerap nilai budaya asing yang positif untuk memperkaya budaya bangsa. Selain itu guru perlu
menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap kebudayaannya. Agar rasa cinta dan bangga terhadap
kebudayaannya tidak menjadi berlebihan seperti tidak menyukai kebudayaan orang lain atau
menghina kebudayaan orang lain, guru juga harus mengajarkan dan memberitahu agar sikap feodal,
sikap eksekutif, dan paham kedaerahan yang sempit serta pengaruh budaya asing yang bertentangan
dengan nilai budaya bangsa dihilangkan karena ini akan dapat merusak persatuan dan kesatuan baik di
masyarakat maupun di bangsa.
Dalam pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan suasana yang mendorong
tumbuh dan berkembangnya sikap serta pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai
budaya bangsa dilhilangkan karena ini akan dapat merusak persatuan dan kesatuan baik di
masyarakat maupun di bangsa.
Dalam pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan suasana yang mendorong
tumbuh dan berkembangnya sikap kerja keras. Disiplin, sikap menghargai prestasi, berani bersaing,
serta mampu menyesuaikan diri dan kreatif. Selain itu perlu menumbuhkan budaya menghormati dan
menghargai orang yang lebih tua, budaya belajar, budaya ingin maju, dan budaya ilmu pengetahuan
dan teknologi serta perlu dikembangkan pranata sosial yang dapat mendukung proses pemantapan
budaya bangsa.
Setiap bangsa, setiap individu pada umunya menginginkan pendidikan.Dalam pendidikan
dimaksud disini pendidikan formal, makin banyak formal, makin banyak dan makin tinggi pendidikan
makin baik.Bahkan diinginkan agar tiap warga negara melanjutkan pendidikannya sepanjang hidup.
Dahulu banyak tugas pendidikan yang dipegang oleh keluarga dan lembaga-lembaga lain yang lambat
laun makin banyak dialihkan menjadi beban sekolah seperti persiapan untuk mencari nafkah,
kesehatan, agama, pendidikan kesejahteraan keluarga,dan lain-lain. Namum pendidikan formal tidak
dapat diharapkan menanggung transmisi keseluruhan kebudayaan bangsa. Masyarakat masih akan
tetap memegang fungsi yang penting dalam pendidikan tranmisi kebudayaan. Pendidikan norma-
norma, sikap adat istiadat, keterampilan sosial dan lain-lain banyak diperoleh anak terutama berkat
pengalamannya dalam pergaulannya dengan anggota keluarga, teman-teman sepermainan dan
kelompok primer lainnya, bukan di sekolah.
Fungsi sekolah yang utama ialah pendidikan intelektual yakni memperoleh ilmu dan
pengetahuan. Sekolah dalam kenyataan masih mengutamakan latihan mental formal yaitu suatu tugas
pada umumnya tidak dapat dipenuhi oleh keluarga atau lembaga lain, oleh sebab itu memerlukan
tenaga yang khusus dipersiapkan yakni guru. Dalam pendidikan formal yang biasa memegang peranan
utama ilah guru dengan mengontrol reaksi dan respon murid. Anak-anak biasa belajar dibawah
tekanan dan bila perlu paksaan tertentu dan kelakuannya dikuasai dan diatur dengan berbagai aturan.
Kurikulum pada umumnya juga ditentukan oleh petugas pendidikan, dan bukan oleh murid itu sendiri.
Materi yang disajikan tidak selalu menarik minat dan perhatian siswa, dalam hal ini guru berusaha
memberikan motivasi ekstrinsik.
Walaupun banyak kritik terhadap pendidikan dan guru, walaupun sistem pendidikan banyak
mengandung kelemahan, namum pada umum ya orang percaya akan manfaat pendidikan. Jumlah anak
yang memasuki sekolah senantiasa bertambah. Banyak permintaan yang telah menjalankan kewajiban
belajar, ada yang sampai berusia 12 tahun bahkan sampai 18 tahun. Dalam sistem kewajiban belajar,
kelalaian menhadiri pelajaran disekolah tanpa alasan dipandang sebagai pelanggaran yang dapat
diberikan hukuman.
Jumlah peserta didik semakin bertambah banyak dari berbagai lapisan masyarakat, mulai
dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Semuanya ini akan menjadi tanggungjawab pihak
pendidik dalam hal memberikan ilmu dan pengetahuan kepada mereka sebagai bekal dalam
menghadapi era globalisasi dimasa yang akan datang.

Ciri-ciri Kebudayaan
Adapun ciri-ciri dari kebudayaan adalah :
1. Kebudayaan adalah produk manusia. Artinya keudayaan adalah ciptaan manusia bukan ciptaan
Tuhan atau dewa. Manusia adalah pelaku sejarah dan kebudayaannya.
2. Kebudayaan selalu bersifat sosial. Artinya kebudayaan tidak pernah dihasilkan secara
individual, melainkan oleh manusia secara bersama. Kebudayaan adalah suatu karya bersama
bukan karya perorangan.
3. Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar. Artinya kebudayaan itu diwariskan dari
generasi yang satu kegenerasi yang lainnya melalui suatu proses belajar. Kebudayaan
berkembang dari waktu ke waktu karena kemampuan belajar manusia Tampak disini bahwa
kebudayaan itu selalu bersifat historis, artinya proses yang selalu berkembang.
4. Kebudayaan bersifat simbolik, sebab kebudayaan bersifat ekspresi, ungkapan kehadiran
manusia. Suatu ekspresi manusia, kebudayaan ini tidak sama dengan manusia. Kebudayaan
disebut simbolik, sebab mengekspresikan manusia dan segala upayanya untuk mewujudkan
dirinya.
5. Kebudayaan adalah sistem pemenuhan berbagai kebutuhan manusia. Tidak seperti hewan,
manusia memenuhi segala kebutuhannya dengan cara-cara yang beradab, atau dengan cara-
cara manusiawi.

Menurut Kerber dan Smith (imran Manan, 1989) menyebutkan ada 6 fungsi utama
kebudayaan dalam kehidupan manusia yaitu :
a. Penerus keturunan dan pengasuh anak
b. Pengembangan kehidupan ekonomi
c. Transmisi budaya
d. Meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
e. Pengendalian sosial
f. Rekreasi

Sekolah sebagai pusat Kebudayaan


Mempelajari dan memperhatikan sekolah sebagai pusat kebudayaan diharapkan akan
memperoleh manfaat ganda yaitu :
a. sebagai guru/dosen dapat membantu menciptakan lingkungan sekolah dimana ia bekerja dan
memperoleh nafkah serta mendamarbaktikan dirinya pada kehidupan.
b. Sebagai guru/dosen dapat membantu para peserta didik agar dapat menghayati bahwa lingkungan
sekolah adalah pusat kebudayaan, bekal-bekal untuk menciptakan lingkungan sekolah pada tempat
mereka bekerja nanti, dapat juga merupakan pusat kebudayaan yang bermanfaat bagi lingkungan
sosialnnya dan lingkungan kemanusiaan.
Agar dapat berperan secara aktif dalam mewujudkan sekolah sebagai pusat kebudayaan,
maka beberapa hal perlu dilakukan oleh para pendidik, beberapa hal tersebut antara lain :
1. Setiap pendidik hendaknya bersikap inovatif serta peka terhadap perkembangan dan
tuntutan masyarakat, terutama dalam era globalisasi.
2. Pendidik harus mampu membelajarkan peserta didiknya dengan menciptakan suasana belajar
yang menarik.
3. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan baik, pendidik hendaknya telah
menguasai dan mengoperasikan kompetensi profesionalnya.
4. Pendidik hendaknya dapat menjadi teladan bagi para pesreta didik serta warga masyarakat
sekitarnya dalam rangka mencioptakan sekolah sebagai pusat kebudayaan.
5. Pendidik hendaknya mampu menumbuhkembangkan kesadaran para peserta didiknya agar
selalu ingin belajar, baik di sekolah maupun diluar sekolah.

2.3. Sekolah dan Perubahan Masyarakat.


Asal mula munculnya sekolah adalah atas dasar anggapan dan kenyataan bahwa pada umumnya
para orang tua tidak mampu mendidik anak mereka secara sempurna dan lengkap. Karena itu mereka
membutuhkan bantuan orang lain untuk mendidik anak-anak mereka. Dengan sekolah mereka
berharap ia mengalami perubahan dalam kehidupannya baik untuk memperoleh pekerjaannya yang
baik maupun untuk meningkatkan derajat hidup dan prestise di dalam masyarakat. Oleh karenanya
banyak orang yang sekolah sampai ketingkat yang lebih tinggi.
1. Sekolah yang mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan
Anak yang menamatkan sekolah diharapkan sanggup melakukan pekerjaan sebagai mata pencarian
atau setidaknya mempunyai dasar untuk mencari nafkahnya. Makin tinggi pendidikan makin besar
harapannya memperoleh pekerjaan yang baik. Ijajah masih dijadikan syarat penting untuk suatu
jabatan. Walaupun ijajah itu sendiri belun menjamin kesiapan seseorang untuk melakukan pekerjaan
tertentu. Akan tetapi dengan ijajah yamng tinggi seorang dapat memahami dan menguasai pekerjaan
kepemimpinan atau tugas lain yang dipercayakan kepadanya. Memiliki ijajah perguruan tinggi
merupakan bukti akan kesanggupan intelektualnya untuk menyelesaikan studinya yang tidak mungkin
dicapai oleh orang yang rendah kemampuannya. Sekolah yang ditempuh seseorang banyak menentukan
pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang.

2. Sekolah memberikan keterampilan dasar


Orang yang telah bersekolah setidak-tidaknya pandai membaca, menulis, dan berhitung yang
diperlukan dalam tiap masyarakat modern. Selain tiu diperoleh sejumlah pengetahuan lain seperti
sejarah, geograpi, kesehatan, kewarganegaraan, fisika dan lain-lain yang membekali anak untuk
melanjutkan pelajarannya, atau memperluas pandangan dan pemahamanya tentang masalah-masalah
dunia.

3. Sekolah yang membuka kesempatan memperbaiki nasib.


Sekolah sering dipandang jalan bagi mobilitas sosial. Melalui pendidikan orang dari golongan rendah
dapat meningkat ke golongan yang lebih tinggi. Orang tua mengharapkan agar anank-anak mempunyai
nasib yang baik dan bkarena itu berusaha untuk menyekolahkan anaknya jika mungkin sampai
memperoleh gelar dari suatu perguruan tinggi, walaupun sering dengan pengorbanan besar mengenai
pembiayaan.

4. Sekolah menyediakan tenaga pembanguna sekolah mambantu memecahkan masalah-masalah


sosial.
Masalah-masalah sosial di harapkan dapat diatasi dengan mendidik generasi muda untuk mengelakkan
atau mencegah penyakit-penyakit sosial seperti kejahatan, pertumbuhan penduduk yang melewati
batas, pengrusakan lingkungan,kecelakaan lalu lintas,narkotika dan sebagaainya.
5. Sekolah mentransmisi kebudayaan.
6. Sekolah membantu manusia yang sosial.
7. Sekolah merupakan alat menstraformasi kebudayaan

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
 Sosiologi ialah ilmu pengetahuan tentang cara berteman/berkawan/bersahabat atau bergaul yang baik
dalam masyarakat.
 Sosiologi pendidikan adalah iklmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses
pendidikan untuk mengembangkan individu kearah yang lebih baik.
 Kebudayaan adalah merupakan hasil (karya) dari cipta, rasa, dan karsa manusia.
 Sistem sekolah yang dipertahankan masyarakat sangat tergantung pada kebudayannya, karena sekolah
merupakan perantara kebudayaan.

3.2. Implikasi
Sosial budaya sangat berperan dalam proses pendidikan oleh karena itu kita sebagai anggota
masyarakat perlu memberi dukungan yang positif agar pendidikan menjadi agen pembangunan di
masyarakat.

3.3. Saran
Agar hidup bermasyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai sosial budaya maka sudah seharusnya
kita sebagai pemerintah/sekolah,orang tua siswa, dan masyarakat secara bersama-sama bertanggung
jawab atas lancarnya pelaksanaan pendidikan dari segi sosial budaya.

DAFTAR PUSTAKA

Ary H.,G.,(2000). Sosilogi Pendidikan Suatu Analisis Tentang Berbagai Problem Pendidikan . Jakarta : Rineka
Cipta.

Hassan S.,(1993). Sosiologi Untuk Masyrakat Indonesia. Jakarta :Rineka Cipta.

Nasution S., (1999). Sosilogi Pendidikan. Jakarta : bumi Aksara.

Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta

Rafael R., m., (2004). Manusia & dan Kebudayaan dalam Prespektif Ilmu Budaya dasar. Jakarta : Rineke Cipta.

Salam, Burhannudin. 2002. Pengantar Paedagogik. Jakarta : Rineka Cipta


A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan
berbagai potensi oleh Tuhan, setidaknya manusia diberikan panca indera dalam hidupnya.
Namun tentu saja potensi yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal
dalam menjalani hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai
manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan
dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan. Mengingat begitu besar dan berharganya potensi
yang dimiliki manusia, maka manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini.
Dilain pihak manusia juga memiliki kemampuan dan diberikan akal pikiran yang berbeda dengan
makhluk yang lain. Sedangkan pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan terencana untuk
membantu perkembangan potensi dan kemampuan manusia. Secara sosiologi pendidikan adalah
sebuah warisan budaya dari generasi kegenerasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan
identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang
paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas
dari unsursosialbudaya. Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan
terjadi banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi. Dan
pada kenyataannya masyarakat mengalami perubahan sosial yang begitu cepat, maju dan
memperlihatkan gejala desintegratif yang meliputi berbagai sendi kehidupan dan menjadi
masalah, salah satunya dirasakan oleh dunia pendidikan. Tidak hanya perubahan sosial, budaya
pun berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan
yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai
kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia
pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut secara baik dan bijak. 2. Rumusan Masalah Dari
latar belakang masalah diatas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah : bagaimanakah
landasan sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia ? B. PEMBAHASAN 1. Pengertian
Sosiologi pendidikan Ada sejumlah definisi tentang sosiologi, namun walaupun berbeda-beda
bentuk kalimatnya, semuanya memiliki makna yang mirip. Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya.
Dengan demikian sosiologi mempelajari bagaimana manusia itu berhubungan satu dengan yang
lain dalam kelompoknya dan bagaimna susunan unit-unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah
serta kaitannya satu dengan yang lain (Made Pidarta, 1997 : 145). Sama halnya dengan
pengertian manusia, pengertian pendidikan banyak sekali ragam dan berbeda satu dengan
lainnya. Hal ini tergantung dari sudut pandang masing-masing. Menurut Driyakarya, pendidikan
adalah upaya memanusiakan manusia muda. Crow and Corw berpendapat bahwa pendidikan
adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan
sosialnya, membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke
generasi. Sedangkan Ki Hajar Dewantara juga berpendapat bahwa pendidikan berarti daya upaya
untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek)danjasmanianak.
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 bab 1 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan adalah asas, dasar atau
fondasi yang memperkuat dan memperkokoh dunia pendidikan dalam rangka untuk menciptakan
pendidikan yang berkualitasdanbermutu. Dari beberapa pendapat tentang pengertian pendidikan
di atas, pada dasarnya pendidikan merupakan suatu proses mendidik, yakni proses dalam rangka
mempengaruhi peserta didik agar mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dalam
lingkungannya sehingga akan menimbulkan perubahan dalam dirinya, yang dilakuakan dalam
bentuk pembimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan. Dengan demikian pengerian sosiologi
pendidikan yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan dan interaksi manusia,
baik itu individu atau kelompok dengan peresekolahan sehingga terjalin kerja sama yang sinergi
dan berkesinambungan antara manusia dengan pendidikan. 2. Sosiolagi dan Pendidikan
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok
dan struktur sosialnya. Salah satu bagian sosiologi, yang dapat dipandang sebagai sosiologi
khusus adalah sosiologi pendidikan. Wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan
meliputi : 1) interaksi guru-siswa; 2) dinamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah;
3) struktur dan fungsi sistem pendidikan dan; 4) sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap
pendidikan. Wujud dari sosiologi pendidikan adalah tentang konsep proses sosial. Untuk
mempermudah sosialisasi dalam pendidikan, maka seorang guru harus menciptakan situasi,
terutama pada dirinya, agar faktor-faktor yang mendasari sosialisasi itu muncul pada diri peserta
didik. Interaksi sosial akan terjadi apabila memenuhi dua syarat yaitu kontak sosial dan
komunikasi. Kini kita lanjutkan dengan pembahasan kelompok sosial, dimana kelompok sosial
ini berarti himpunan sejumlah orang, paling sedikit dua orang, yang hidup bersama, atau karena
cita-cita yang sama. Dalam dunia pendidikan kelompok sosial ini dapat berbentuk kelompok
personalia sekolah, kelompok guru, kelompok siswa, kelas, subkelas, kelompok belajar di rumah
dan sebagainya. Berbicara tentang dinamika kelompok, maka perlu diketahui tentang istilah
dinamika yang stabil. Suatu kelompok sosial dinamis yang stabil, artinya kelompok ini berusaha
maju mengikuti arah perkembangan zaman atau mengantisipasi perkembangan ilmu dan
teknologi dengan tetap memperhatikan kestabilan kelompok. Wuradji (1988) menyebutkan tiga
prisip yang melandasi kestabilan kelompok, yaitu integritas, ketenangan dan konsensus. Untuk
menciptakan dinamika yang stabil di sekolah, sebaiknya sekolah sebagai micro order atau
keteraturan kecil (Broom,1988) atau sekolah kecil sebagai masyarakatkecil. Dalam sosiologi,
perilaku manusia bertalian dengan nilai-nilai, dan sekolah-sekolah harus memperhatikan
pengembangan nilai-nilai ini pada peserta didik di sekolah. Wuradji (1988) mengemukakan
sekolah sebagai kontrol sosial dan sebagai perubahan sosial. Tugas-tugas pembinaan mental
tersebut harus sejalan dengan salah satu pasal dalam UU pendidikan RI yang mengatakan bahwa
sekolah/pemerintah, orang tua, siswa dan masyarakat secara bersama-sama bertanggung jawab
atas lancarnya pelaksanaan pendidikan (Fauzan, 2009:4). 3. Kebudayaan dan Pendidikan
Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan
yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran Manan, 1989). Kebudayaan produk
perseorangan ini tidak disetujui Hasan (1983) dengan mengemukakan kebudayaan adalah
keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama
manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan lain-lain kepandaian. Sedangkan Kneller mengatakan
kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat. Dari
ketiga devinisi kebudayaan diatas, tampaknya devinisi terakhir yang paling tepat, sebab
mencakup semua cara hidup ditambah dengan kehidupan manusia yang diciptakan oleh
manuasia itu sendiri sebagai warga masyarakat (Made Pidarta, 1997 : 157). Antara pendidikan
dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan
suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Pendidikan membuat orang berbudaya, pendidikan dan
budaya bersama dan memajukan. Makin banyak orang menerima pendidikan makin berbudaya
orang itu dan makin tinggi kebudayaan makin tinggipula pendidikan atau cara mendidiknya.
Karena ruang lingkup kebudayaan sangat luas, mencakup segala aspek kehidupan manusia, maka
pendidikan sebagai salah satu aspek kehidupan dalam kebudayaan. Pendidikan yang terlepas dari
kebudayaan akan menyebabkan alienasi dari subjek yang dididik dan seterusnya kemungkinan
matinya kebudayaan itu sendiri. Oleh karena itu kebudayaan umum harus diajarkan pada semua
sekolah. Sedangkan kebudayaan daerah dapat dikaitkan dengan kurikulum muatan lokal, dan
kebudayaan populer juga diajarkan dengan proporsi yang kecil. Dengan demikian dapat kita
simpulkan bahwa pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Bila kebudayaan berubah maka
pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan.
Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berprilaku
mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Sekolah sebagai salah satu dari tempat enkulturasi
suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam mengembangkan
dirinya. 4. Masyarakat dan Sekolah Asal mula munculnya sekolah adalah atas dasar anggapan
dan kenyataan bahwa pada umumnya para orang tua tidak mampu mendidik anak mereka secara
sempurna dan lengkap. Karena itu mereka membutuhkan bantuan kepada pihak lain, dalam hal
ini adalah Lembaga Pendidikan, untuk mengembangkan anak-anak mereka secara relatif
sempurna, walaupun cita-cita ini tidak otomatis tercapai. Warga masyarakat dan parapersonalia
sekolah masih memerlukan perjuangan keras untuk mencapai cita-cita itu, yang sampai sekarang
belum pernah berhenti. Sebab sejalan dengan perkembangan kebudayaan, makin banyak yang
perlu dipelajari dan perjuangan di sekolah. Sekolah tidak dibenarkan sebagai menara air, yaitu
melebur menjadi satu dengan masyarakat tanpa memberikan identitas apa-apa. Ia juga tidak
dibenarkan sebagai menara gading yang mengisolasi diri terhadap masyarakat sekitarnya.
Lembaga pendidikan yang benar adalah ibarat menara mercusuar yakni menara penerang, yaitu
berada di masyarakat dan sekaligus memberi penerangan kepada masyarakat setempat. Lembaga
pendidikan harus tetap berakar pada masyarakat setempat, memperhatikan ide-ide masyarakat
setempat, melaksanakan aspirasi mereka, memanfaatkan fasilitas setempat untuk belajar, dan
menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat setempat. Sementara itu ia
berusaha meningkatkan cara hidup dan kehidupan masyarakat dengan cara memberi penerangan,
menciptakan bibit unggul, menciptakan teknologi baru, merintis cara beternak dan bertani yang
lebih baik, dan sebagainya. Manfaat pendidikan bagi masyarakat adalah untuk meningkatkan
peranan mereka sebagai warga masyarakat, baik yang berkaitandengan kewajiban maupun
dengan hak mereka. Dalam rangka pendidikan seumur hidup misalnya, warga belajar bisa belajar
tentang apa saja sesuai dengan minat dan bakat mereka, sehingga pemahaman, keterampilan
tertentu, dan sikap mereka semakin meningkat. Hal ini membuat mereka merasa semakin mantap
sebagai warga negara (Made Pidarta, 1997 : 170). Hubungan yang erat antara sekolah dengan
masyarakat karena saling membutuhkan satu dengan yang lain, membuat kemungkinan
terbentuknya badan kerja sama yang relatif lama. Badan kerja sama ini yang anggota-anggotanya
adalah wakil-wakil oarang tua siswa, para tokohasyarakat, dan beberapa guru bertugas
membantu mensukseskan misi pendidikan. Pada masa sekarang badan ini banyak berkecimpung
dalam perencanaan dan pelaksanaan kurikulum muatan lokal, di samping mengurusi dukungan-
dukungan masyarakat terhadap sekolah seperti telah diuraikan di atas. Berdasarkan uaraian di
atas, dapatlah kita sarikan penjelasan masyarakat dan sekolah ini sebagai berikut: 1) Sekolah
tidak dapat dipisahkan dari masyarakat 2) Sekolah bermanfaat bagi kemajuan budaya
masyarakat, khususnya pendidikan anak-anak. 3) Masyarakat memberi sejumlah dukungan
kepada sekolah. 4) Perlu ada badan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat dalam
mensukseskan pendidikan (Made Pidarta, 1997 : 174). 5. Fungsi Sosiologi Terhadap Pendidikan
Dalam perkembangan landasan sosial budaya memiliki fungsi yang amat penting dalam dunia
pendidikan yaitu: 1) Mewujudkan Masyarakat yang Cerdas Yaitu masyarakat yang pancasilais
yang memiliki cita-cita dan harapan dapat demokratis dan beradab, menjunjung tinggi hak-hak
asasi manusia dan bertanggung jawab dan berakhlak mulia tertib dan sadar hukum, kooperatif
dan kompetitif serta memiliki kesadaran dan solidaritas antar generasi dan antara bengsa. 2)
Transmisi Budaya Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai
pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan
tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan
tinggi. 3) Pengendalian Sosial Pengendalian sosial berfungsi memberantas atau memperbaiki
suatu perilaku menyimpang dan menyimpang terjadinya perilaku menyimpang. Pengendalian
sosial juga berfungsi melindungi kesejahteraan masyarakat seperti lembaga pemasyarakatan dan
lembaga pendidikan. 4) Meningkatkan Iman dan Taqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa
Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat anak-anak mengembangkan kata hati dan
perasaannya taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya. 5) Analisis Kedudukan
Pendidikan dalam Masyarakat Hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat dapat
dianalogikan sebagai selembar kain batik. Dalam hal ini motif-motif atau pola-pola gambarnya
adalah lembaga pendidikan dan kain latarnya adalah masyarakat. Antara lembaga pendidikan
dengan masyarakat terjadi hubungan timbal balik simbiosis mutualisme. Pendidikan atau sekolah
memberi manfaat untuk meningkatkan peranan mereka sebagai warga masyrakat 6. Dampak
Konsep Pendidikan Konsep pendidikan mengangkat derajat manusia sebagai makhluk budaya
yaitu makhluk yang diberkati kemampuan untuk menciptakan nilai kebudayaan dan fungsi
budaya dan pendidikan adalah kegiatan melontarkan nilai-nilai kebudayaan dari generasi ke
generasi. Kebudayaan masyarakat jika dikaitkan dengan pendidikan maka ditemukan sejumlah
konsep pendidikansebagai berikut: 1) Keberadaan sekolah tidak dapat dipisahkan dengan
masyarakat sekitarnya, keduanya saling menunjang. Sekolah seharusnya menjadi agen
pembangunan di masyarakat. 2) Perlu dibentuk badan kerja sama antara sekolah dengan tokoh-
tokoh masyarakat, termasuk wakil-wakil orang tua siswa untuk ikut memajukan pendidikan. 3)
Proses sosialisasi anak-anak perlu ditingkatkan. 4) Dinamika kelompok dimanfaatkan untuk
belajar. 5) Kebudayaan menyangkut seluruh cara hidup dan kehidupan manusia yang diciptakan
oleh manusia ikut mempengaruhi pendidikan atau perkembangan anak. Sebaliknya pendidikan
juga dapat mengubah kebudayaan. 6) Akibat kebudayaan masa kini, ada kemungkinan
pergeseran paradigma pendidikan, yaitu dari sekolah ke masyarakat luas dengan berbagai
pengalaman yang luas (Made Pidarta, 1997 : 183). C. PENUTUP 1. Simpulan Dari uaraian di
atas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Sosiologi merupakan ilmu yang membahas atau
mempelajari interaksi dan pergaulan antara manusia dalam kelompok dan struktur sosial. 2)
Kebudayaan adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni,
hukum, moral, adat dan kemampuan-kemampuan serat kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh
orang sebagai anggota masyarakat. 3) Sosiologi pendidikan, yaitu ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang hubungan dan interaksi manusia, baik itu individu atau kelompok dengan
persekolahan sehingga terjalin kerja sama yang sinergi dan berkesinambungan antara manusia
dengan pendidikan. 4) Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Apabila kebudayaan berubah
maka pendidikan juga berubah, dan apabila pendidikan berubah akan dapat mengubah
kebudayaan. 5) Hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat dapat dianalogikan
sebagai selembar kain batik. Dalam hal ini motif-motif atau pola-pola gambarnya adalah
lembaga pendidikan, sedangkan kain latarnya adalah masyarakat itu sendiri. Antara lembaga
pendidikan dengan masyarakat akan terjadi hubungan timbal balik simbiosis mutualisme, yakni
lembaga pendidikan memberi manfaat untuk me3ningkatkan peranan mereka sebagai
masyarakat. 2. Saran 1) Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih
mendalami isi makalah dapat dibaca dalam buku-buku rujukan yang tercantum dalam daftar
pustaka. 2) Kritik dan aran yang membangun untuk perbaikan makalah ini sangat diharapkan
untuk penulisan makalah di masa-masa mendatang. DAFTAR PUSTAKA Pidarta, Made. 1997.
Landasan Kependidikan. Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak IndonesiaJakarta : Rineka Cipta.
Ruswandi, Uus Hermawan Heris, A. Nurhamzah, 2008, Landasan Pendidikan, Bandung : CV.
Insan Mandiri. Sutikno Sobry, 2008, Landasan pendidikan, Bandung : Prospect. Fauzan, 2009,
Landasan Sosial Budaya Sosial Budaya Pendidikan, http://defauzan.wordpress.com, di akses 18-
03-2011.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ariesrohmadi/landasan-sosial-budaya-terhadap-
pendidikan_5500a2bca33311981450f90c

Anda mungkin juga menyukai