Anda di halaman 1dari 356

BAB I

SIAPAKAH GEMBALA ITU?

A. Pengertian Gembala Secara Umum


Pada umumnya semua orang bertanya siapakah
gembala? Apakah pekerjaan gembala? Dalam bagian ini saya
akan membahas gembala secara umum untuk menjawab –
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Gembala adalah penjaga
kawanan ternak. Dari kata dasar “menggembalakan” adalah
kata “gembala” Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dijelaskan yang dimaksud dengan kata “gembala” adalah
sebagai penjaga atau pemelihara mahluk hidup.1 Sedangkan
yang dimaksud dengan kata “menggembalakan” ialah menjaga
dan memelihara binatang (terutama ketika binatang-binatang
itu sedang di padang rumput dsb).2 Dari definisi di atas
membantu kita untuk mengerti dan mengenal siapakah
gembala? Jadi, gembala adalah sebagai penjaga seluruh
kawanan ternak yang ada di padang rumput.

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008),
hlm. 458
2
Ibid. Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm 458
1
Ditinjau dari beberapa istilah dalam bahasa, menurut
Howard Rice kata “Gembala dalam bahasa latin ialah pastor
dan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan pendeta, juga
merupakan sebutan bagi seorang imam Gereja Katolik Roma”.3
Gembala menurut Poerwadarminto ada dua arti yaitu secara
harafiah kata “gembala” memiliki arti “penjaga atau
pemelihara binatang ternak,” secara rohani berarti “penjaga
keselamatan umat Nasrani.”4 Elrath Billy Mathias dalam
Ensiklopedia Alkitab Praktis menjelaskan bahwa: “Di jaman
Alkitab gembala adalah pemelihara domba, suatu pekerjaan
yang dapat dilakukan oleh kaum pria maupun wanita baik tua
maupun muda, meskipun tugas itu cukup berat dan
berbahaya”.5
Menurut hemat saya bahwa pada umumnya banyak orang
salah mengerti tentang gembala, bahkan ada orang
beranggapan bahwa menjadi seorang gembala itu terlalu
rendah dan lingkup kekuasaannya sangat kecil sehingga
banyak pelayan Tuhan sekarang ini selalu menghindar dari
identitas gembala. Sebenarnya kalau kita telusuri kata gembala
dalam Alkitab ternyata gembala sering disebutkan dalam
Alkitab, mulai dari Kitab yang pertama, Kejadian, sampai
Kitab yang terakhir, penyingkapan, atau Wahyu. Kej. 4:2;
Wahyu 12:5. Kalau kita memeriksanya ternyata disana telah
ditulis oleh Alkitab tentang gembala tersebut. Tokoh-tokoh
seperti Abraham, Musa, dan Raja Daud, adalah gembala. Sang
pemazmur Daud dengan indahnya melukiskan tanggung jawab
3
Rice Howard, Managemen Umat, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2006), hlm. 19
4
Purwodarminto, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka,
1992), hlm. 156
5
Billy Matheas Elrath. Ensiklopedia Alkitab Praktis, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
1978), hlm. 40
2
seorang gembala yang baik. Dan, sebuah mazmur yang ditulis
oleh Asaf menyebut Daud sebagai gembala atas umat Allah
pada zaman dahulu. Maz. 23:1-6; 78:70-72. Selain dari pada itu
juga dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus mengangkat para
Rasul, Pekabar Injil, para pengajar dan gembala untuk
memperlengkapi orang-orang Kudus untuk bertumbuh dalam
kedewasaan iman. Betapa pentingnya, para gembala tersebut di
dalam Injil Yohanes, sehingga Tuhan Yesus tiga kali
memerintahkan Petrus: “Gembalakanlah domba-domba-Ku”
Yoh. 21: 15-17.
Jadi, salah satu tugas setiap orang percaya setelah
menerima keselamatan dari Allah adalah menjadi saksi-Nya
atau melayani-Nya. Rasul Paulus mengatakan bahwa pekerjaan
yang paling indah ialah orang yang menghendaki jabatan
penilik atau gembala (1 Tim. 3:1). Karena gembala secara
khusus diangkat oleh Tuhan dengan tujuan adalah untuk
mengajar, menasihati dan membimbing anak-anak Tuhan
menjadi bertumbuh kearah yang lebih baik sesuai dengan
firman Tuhan Yoh. 21:15-19.
Robert Cowles menandaskan bahwa “seorang Gembala
sungguh-sungguh, bukan dia yang memilih jabatannya,
melainkan dia dipilih untuk jabatannya. Disini letak
perbedaan yang sangat besar antara seorang gembala
sidang yang benar dengan orang-orang yang mempunyai
profesi lain. Seorang menjadi dokter kerena ia memilih
jabatan itu. Seorang menjadi pengacara karena ia
memilih jabatan itu. Seorang gembala sidang yang benar
menjadi gembala sidang bukan karena ia memilih jabatan
itu, melainkan sebab ia taat pada penggilan Ilahi.6
6
J. Oswald Sanders, Kepemimpinan Rohani, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2006),
hlm. 9
3
Di sinilah letak pentingnya peran gembala sebagai
pengajar, motivator dan inspirasi untuk menunjukkan relevansi
firman Tuhan yang begitu kaya tentang bagaimana caranya
hidup bertumbuh dan lebih baik dari hari ke hari. Gereja saat
ini sangat membutuhkan adanya gembala sidang, karena jika di
dalam gereja tidak ada pemimpin seperti domba tanpa gembala
tetapi perlu disadari bahwa menjadi gembala sidang tidak
semudah seperti pemimpin duniawi pada umumnya, karena
tugas seorang gembala sidang adalah melayani dan memberi
makanan rohani yang baik dan sesuai dengan kebenaran firman
Tuhan.
Dari penjelasan tentang gembala di atas, saya mengambil
kesimpulan bahwa apabila seorang gembala dalam peranannya
sebagai pengajar mampu mempengaruhi dan mengarahkan
selururuh anggotanya dengan cara mengajar, memperlengkapi
dan membimbing secara otomatis jemaat tersebut akan
termotivasi untuk terlibat dalam pelayanan sepenuhnya.
Oleh karena itu, gembala atau pendeta mestinya harus
memperhatikan hal ini. Sebab, tanggung jawab seorang
gembala tidak hanya berhenti sampai pada pelayanan mimbar
saja (berkhotbah), kunjungan dan berdoa bagi mereka yang
sakit tetapi ada yang lebih penting dari pada itu yaitu
menjadikan jemaat sebagai regenerasi pelayan yang dapat
diandalkan di kemudian hari, seperti yang dilakukan oleh
Tuhan Yesus kepada murid-Nya bernama Petrus, Petrus
dipanggil oleh Tuhan Yesus bukan hanya sekedar menjadi
petobat baru tetapi Petrus dipersiapkan menjadi penginjil,
pengajar dan gembala. Sebelum tanggung jawab itu diberikan
kepada Rasul Petrus, Petrus harus menjadi murid terlebih
dahulu, disana Simon Petrus dididik baik secara spirit, karakter
4
dan kehidupan bermasyarakat semuanya diajarkan oleh Tuhan
Yesus kepada mereka supaya kelak ketika sang Guru itu tidak
bersama dengan mereka, mereka bisa menjalankan tugas itu
sesuai dengan mandat yang telah dipercayakan oleh sang
gembala Agung itu.

B. Istilah Gembala dalam Alkitab


1. Gembala dalam Perjanjian Lama
Ada sekitar 84 ayat dalam Alkitab yang memuat
tentang kata gembala. Paling banyak disebutkan dalam
Perjanjian Lama yaitu sebanyak 67 ayat. Pertama sekali kata
gembala disebutkan di dalam Kitab Kejadian 4:2 terhadap
Habel. Dialah orang pertama yang memiliki pekerjaan
gembala. Kita dapat memahami mengapa gembala menjadi
sangat populer dalam kehidupan orang israel, tentunya adalah
karena ketergantungan mereka pada ternak untuk kebutuhan
sehari-hari atapun untuk kebutuhan ibadah.
Bulu domba digunakan untuk pakaian, kulitnya
dimanfaatkan untuk bahan lain seperti tas, atau tempat anggur,
sementara dagingnya dapat diperjualkan dan dipersembahkan
dalam rumah-rumah ibadah. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa gembala memiliki peranan penting dalam kehidupan
bermasyarakat di Israel. Menjadi gembala adalah suatu
pekerjaan yang amat mulia dikalangan kaum Yahudi;
pekerjaan penggembalaan dilakukan baik oleh pria maupun
wanita, anak-anak laki-laki ataupun perempuan, kaya dan
miskin. Kej 30:29; Kel 2:19.
Pekerjaan gembala adalah pekerjaan yang paling berat
dan berbahaya. Kej 31:40; 1 Sam 17:34; Yes 31:4; Luk 15:16.
5
Menurut tradisi Israel bahwa gembala diperlengkapi dengan
mantel yang dibuat dari kulit domba, kantong kecil dan kulit
atau semacam dompet, ali-ali dan kait. Kawanan domba
dibawanya kepadang rumput dipagi hari, dan pada malam
harinya dikembalikan kekandangnya.7
Gembala mengandung dua makna dalam Alkitab.
Pertama, orang yang menggembalakan ternak. Kedua, orang
yang mengasuh dan membina manusia, yaitu gembala yang
bersifat ilahi dan fana. Asuhan terhadap sesama mahluk fana
bisa bersifat politik ataupun rohani.8 Poin yang kedua adalah
gembala yang ditujukan kepada orang yang diberikan tugas
untuk melayani atau memimpin umat Allah (Ef. 4:11).
Penggunaan kata gembala tidak terbatas hanya disini, kata
gembala pun digunakan Allah untuk menyebutkan diri-Nya
sendiri.
Para raja dan penguasa berulang-ulang disebut sebagai
gembala. Pemakaian cara demikian dalam kiasan yang lebih
mendalam terdapat dalam Mazmur 23 & 80; Yesaya 40, 44 &
56; Yeremia 2, 3, 10, 23, 25 & 31; Yehezkiel 34 & 37.
Memang masih ada lagi Kitab-kitab lain dalam Perjanjian
Lama (PL) yang menceritakan tentang gembala, namun saya
melihat bahwa bagian-bagian yang akan dibahas ini telah
mewakili semua nubuatan tentang siapakah gembala dalam
PL? Khususnya dalam Kitab Yehezkiel 34.
Kitab Yehezkiel berasal dari zaman pembuangan
Babilonia. Kitab ini berisi pesan-pesan yang disampaikan Allah

7
http://alkitab.sabda.org/dictionary.php?word=gembala, di Unduh Pada hari Sabtu,
28 Juni 2015. Pukul 11.00 Wib
8
Ensiklopedia Masa Kini Jilid I, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2002), hal.
330.
6
melalui Nabi Yehezkiel pada awal pembuangan antara 593 sM
dan 571 sM.9 Secara garis besar menurut Lasor, Kitab
Yehezkiel ini dibagi menjadi 3 (tiga) bagian besar; pertama,
Hukuman atas Israel (pasal 1-24); kedua, hukuman atas
bangsa-bangsa kafir (pasal 25-32); ketiga, pembaharuan
Israel.10 Pada bagian ketiga ini, tepatnya di pasal 34 muncul
istilah gembala sebagai bagian dari pengharapan bangsa Israel
yang telah dijanjikan oleh Allah untuk memperbaharui Israel.
Dalam bagian ini secara khusus saya akan membahas tentang
siapakah sebenarnya gembala yang dimaksud dalam Yehezkiel
pasal 34 ini?
Kata gembala dalam terjemahan dari kata Ibrani “ro’eh”
sebagai qal partisip kata benda “gembala”.11 Menurut James
Strong Kata “Gembala” dalam Perjanjian Lama menggunakan
kata ‫( ָרעָה‬ra‘ah) mengandung makna to tend yang berarti
memelihara; pasture yang berarti memberi makan rumput
segar, mengembalakan.12 Istilah kata di atas hampir sama
dengan yang diungkapkan oleh Gerhard Kittel dan Gerhard
Friedrich, bahwa kata ’gembala’ memakai kata ro’eh berasal
dari kata ra’ah yang berarti ”memberi makan atau
menggembalakan.”13 Seorang gembala bertanggung jawab atas
ternaknya untuk menggembalakan, merawat dan memelihara
mereka. Pemimpin-pemimpin zaman Perjanjian Lama sering

9
W.S. Lasor, D.A. Hubbard, F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2005), hlm. 383.
10
ibid. Ensiklopedia Masa Kini Jilid I, hal. 388
11
Reed Carl. Diktat Bahasa Ibrani, (Yogyakarta: STTII, 2003), hlm. 88
12
James Strong, The New Strong’s Exhaustive Concordance of the Bible “Greek
Dictionary of the New Testament” (Kanada: Thomas Nelson Publisher’s, 1990), hlm. 27
13
Gerhard Kittel, Gerhard Friedrich, The Theological Dictionary of the New Testament,
(Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 2000), hlm. 50
7
disebut gembala-gembala.14 bagi rakyat mereka. Tentu ini
dikaitkan dengan tugas mereka untuk menggembalakan,
merawat dan memelihara rakyat yang dipercayakan oleh Allah
kepada mereka. Bahkan Allah sendiri juga disebut sebagai
Gembala bagi umat-Nya, di mana Israel dapat memanggil Dia
ketika membutuhkan perlindungan dan bimbingan/pimpinan,
misalnya. Maz. 80:1.15 Dalam kitab Yehezkiel pasal. 34
menggunakan metafora gembala untuk mengkomunikasikan
pesan ilahi yang dia terima. J.W. Miller, seperti yang dikutip
oleh Leslie C. Allen berpendapat bahwa penggunaan kata
“gembala” dalam Yeh. 34 merujuk kepada dua karakter yaitu
ayat.1-10 merujuk kepada pemimpin-pemimpin Israel,
sedangkan ayat 11-31 merujuk kepada seorang pemimpin yang
dijanjikan Allah untuk orang Israel.16
Jadi, dalam Perjanjian Lama gembala adalah suatu
jabatan yang diberikan kepada penjaga peternak hewan yang
mempunyai tugas menjaga kawanan domba dari serangan
binatang buas, membimbing domba-dombanya ke padang
rumput hijau dan membiarkan domba-domba tersebut makan
rumput, ini adalah arti “gembala” secara literal. Firman Tuhan
dalam Yer. 23:1-3 mengatakan:
“Celakalah para gembala yang membiarkan kambing
domba gembalaan-Ku hilang dan berserak!” Demikianlah
firman Tuhan. Sebab itu beginilah firman TUHAN, Allah
Israel terhadap para gembala yang menggembalakan
bangsaku: “Kamu telah membiarkan kambing dombaKu
14
Leslie C. Allen, Word Biblical Commentary, volume 29: Ezekiel 20-48, Electronic
Edition- (Dallas, Texas: Word Books, Publisher), 1998.
15
F.E. Gaeblein – ed, Expositor Bible Commentary. Electronic Edition, (Grand Rapids:
Zondervan Publishing House, 1992), hlm. 75
16
Leslie C. Alien., Word Biblical Commentary, Volume 29: Ezekiel 20-48, Electronic
Edition– (Dallas, Texas: Word Books, Publisher, 1998
8
terserak dan tercerai berai, dan kamu tidak menjaganya.
Maka ketahuilah, Aku akan membalaskan kepadamu
perbuatan-perbuatanmu yang jahat, demikianlah firman
TUHAN. Dan Aku sendiri akan mengumpulkan sisa-sisa
kambing domba-Ku dari segala negeri kemana Aku
mencerai beraikan mereka dan Aku akan membawa
mereka kembali ke padang mereka; mereka akan
berkembang biak dan bertambah banyak.”17
Berdasarkan konteks firman Tuhan di atas, kata
“gembala” tidak tepat jika ditafsirkan secara literal atau arti
sebenarnya, demikian juga kata “domba”. Firman Tuhan di atas
lebih bersifat “ungkapan”. Saya setuju dengan apa yang
diutarakan oleh Leslie C. Alien bahwa “gembala” dalam
konteks Perjanjian Lama adalah merujuk kepada “Pemimpin
Israel”, yang tidak bertanggung jawab seperti yang
disampaikan firman Tuhan di atas, membiarkan bangsa Israel
bercerai berai dan tidak bisa membawa bangsa Israel hidup
mengenal Allah secara benar.
Menurut Tidball Derek J, mengatakan bahwa gembala
pada dasarnya adalah seorang pemimpin dan untuk
menunaikan tugasnya, ia membutuhkan otoritas. Otoritas
gembala Israel yang sejati berbeda gayanya dibandingkan
dengan otoritas penguasa yang lalim dan pemerintah kafir dari
bangsa-bangsa lain.18 Sedangkan kata “domba” merupakan
ungkapan simbolis bagi bangsa Israel. Demikian juga dalam
Yeh. 34:2-5 ditulis sebagai berikut:
“Hai anak manusia, bernubuatlah melawan gembala-
gembala Israel, bernubuatlah dan katakanlah kepada

17
Alkitab, Jakarta: LAI, 2001, hlm. 841
18
Tidball Derek J, Teologi Penggembalaan (Suatu Pengantar), (Malang: Gandum Mas,
1998), hlm. 51
9
mereka, kepada gembala-gembala itu. Beginilah firman
Tuhan Allah : Celakalah gembala-gembala Israel, yang
menggembalakan dirinya sendiri! Bukankah domba-
domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-
gembala itu? Kamu menikmati susunya, dari bulunya
kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi
domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. Yang
lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati,
yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu
bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan
kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan
kekejaman. Dengan demikian mereka berserak, oleh
karena gembala tidak ada, dan mereka menjadi makanan
bagi segala binatang di hutan. Domba-dombaKu
berserak.19
Ada beberapa prinsip penting yang dapat kita pelajari
dari konteks Yehezekiel pasal 34 yang mengungkapkan tentang
kesalahan para pemimpin-pemimpin Israel dalam menjalankan
tugasnya sebagai gembala umat:20
a. Mereka hanya mementingkan dirinya sendiri (ayat 2-3)
mereka tidak mempedulikan akan kesejahteraan umat
tetapi justru memperhatikan diri mereka sendiri.
b. Mereka memperlakukan umat dengan keras dan kejam
(ay. 4).
c. Mereka memperlakukan umat dengan keji dan tidak
terhormat (ayat 5-6).
Dalam ayat 5 dan 6, 3 (tiga) kali Yehezkiel menyebutkan
bahwa umat-Nya berserakan, hal ini mengacu kepada buruknya
kualitas para pemimpin Israel dan Yehuda untuk dapat

19
Alkitab, Ibid, hlm. 932
20
John F. Walvoord dan Roy B. Zuck, The Bible Knowledge Commentary, Electronic
Edition– (USA Canada England: Victor Books, 1990)
10
memberikan perlindungan kepada umat, yang menjadikan umat
terserak ke tengah-tengah bangsa-bangsa asing sebagai orang
buangan baik ke Asyur maupun ke Babilonia.21
Dari apa yang dipaparkan dalam pasal 34 kita dapat
melihat bagaimana kasih Allah yang luar biasa dalam sejarah
umat-Nya. Kita sudah melihat kegagalan manusia dalam
menjalankan tanggung jawab dari Allah menyebabkan
kehancuran dan kecelakaan umat, tetapi Allah sendiri yang
akhirnya bertindak menunjukkan kasih karunia-Nya yang tiada
berkesudahan atas umat-Nya.
Firman Tuhan di atas adalah gambaran perilaku para
pemimpin atau para penguasa Israel pada saat itu, yang hanya
mau mengambil sisi keuntungan dari bangsanya, tetapi
mengabaikan dan tidak peduli dengan keadaan bangsanya,
bahkan menginjak-injaknya. Selain dari pada itu juga kita akan
melihat ciri-ciri gembala yang baik berdasarkan Yehezkiel 34,
sebagai berikut:
a. Dia akan melepaskan umat dari kesewenang-wenangan
pemimpin mereka. Ayat 10.
b. Dia akan mencari domba-domba-Nya yang tercerai-berai,
dan menyelamatkan mereka dari segala tempat. Ayat 11-
15.
c. Dia akan menjadi hakim antara umat-umat-Nya. Ay. 18-
22.
d. Dia akan berasal dari keturunan Daud ayat 23 dan
24, dari hal ini tentu mengacu kepada kerajaan dan
tahta, sebagai progresivitas dari janji Allah kepada
Daud dalam II Samuel 7:12-14.

21
Ibid. John F. Walvoord dan Roy B. Zuck
11
e. Dia yang akan memulihkan ibadah Israel kepada Allah
yang sejati.
Ayat 30 dan 31; Dan mereka akan mengetahui bahwa
Aku, TUHAN, Allah mereka, menyertai mereka dan mereka
kaum Israel, adalah umat-Ku, demikianlah firman Tuhan
ALLAH. Kamu adalah domba-domba-Ku, domba gembalaan-
Ku, dan Aku adalah Allahmu, demikianlah firman Tuhan
ALLAH. Ayat-ayat ini mengandung pernyataan Allah
berkenaan karya Gembala yang akan memulihkan hati Israel
kembali terpaut kepada Allah menjadikan Allah sebagai Tuhan
mereka dan mereka kembali menjadi umat-Nya. Secara ringkas
Adam Clarke menyebut ciri-ciri gembala tersebut sebagai
berikut; dia adalah seorang pemimpin yang tahu keadaan
umatnya dengan sangat baik. Dia mengenal dosa-dosa umatnya
dan mengetahui dengan pasti konsekuensi apa yang
mengikutinya. Tidak hanya mengetahui tetapi dia juga tahu
bagaimana menyelesaikan permasalahan umatnya. Dan dia
tahu bagaimana membuat cara tersebut dapat dinyatakan dalam
kehidupan umat-umatnya.22 Artinya bahwa Allah melakukan
yang terbaik bagi umat-Nya dengan memberikan perjanjian
abadi tentang kehadiran gembala sejati yang akan datang.
Dengan demikian apa yang dipaparkan di atas, saya
menyimpulkan bahwa penggunaan istilah “gembala” dalam
Perjanjian Lama memiliki pengertian; secara literal berarti
penjaga atau pemelihara hewan ternak, juga dapat berarti
pemimpin bangsa Israel atau seorang raja yang berkuasa saat
itu dan para pengajar bangsa Israel pada waktu itu.

22
Adam Clarke, Adam Clarke’s Commentary on The Old Testament,Electronic Edition-
(Cedar Rapids, Iowa: Parsons Technology, 1999)
12
2. Gembala dalam Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru ada beberapa istilah yang
menunjukkan kepada kata “gembala”. M. Bons Storm dalam
bukunya yang berjudul Apakah Penggembalaan Itu,
menjelaskan bahwa kata “gembala” dalam bahasa Yunani
adalah “Poimen”.23 Dan kata “gembala” banyak terdapat juga
di dalam Kitab Perjanjian Baru, seperti yang tertulis di dalam
Markus 6:34 sebagai berikut: “Ketika Yesus mendarat, Ia
melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-
Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti
domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia
mengajar banyak hal kepada mereka.”
Firman Tuhan di atas memberi suatu bukti bahwa istilah
“gembala” sudah ada dalam Perjanjian Baru. Bukan hanya
seperti yang dijelaskan sebelumnya, tetapi masih banyak istilah
“gembala” yang dapat ditemukan dalam Perjanjian Baru.
Misalnya yang terdapat di Luk. 2:20; 8, Luk. 8:2, Mat. 9:36,
dan lain-lain.
Sebelum kita melihat gembala dalam Perjanjian Baru
terlebih dahulu kita mengetahui istilah atau arti pemimpin,
pelayan dan gembala secara berurutan, sehingga kita dapat
memahami secara jelas posisi atau jabatan para pelayan di
dalam Alkitab secara menyeluruh:
1. Diaken (Inggris: ‘deakon’; Yunani ‘diakonos’).
Kata Diakon sendiri berasal dari kata Yunani diakonia
(pelayanan), diakonein (melayani), dan diakonos (pelayan).24

23
Strorm M. Bons. Apakah Penggembalaan Itu, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,
2000), hlm . 4
24
A. Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja (Teologi dalam Perspektif Reformasi),
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm. 2
13
Artinya orang yang melayani majikannya. Mat. 20:26,
Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi
besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu
(‘diakonos’). Pelayanan ‘diaken’ tidak dijelaskan dengan rinci,
namun intinya adalah mendampingi penilik.
2. Penilik (Inggris: ‘episcope’;Yunani ‘episkopos’).
Dalam jemaat-jemaat Kristen, penilik ialah peranan
kepemimpinan (‘proistêmi’, “menempatkan di muka”). Roma
12:8, jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati.
Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia
melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi
pimpinan (‘proistêmi’), hendaklah ia melakukannya dengan
rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia
melakukannya dengan sukacita. 1 Tes. 5:12, Kami minta
kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu menghormati
mereka yang bekerja keras di antara kamu, yang memimpin
(‘proistêmi’) kamu dalam Tuhan dan yang menegor kamu.
Artinya Penilik dapat pula bermakna “pengawasan” (Yunani
‘episkopeô’, dari kata inilah muncul istilah ‘episkopos’).
3. Penatua (Inggris: ‘presbyter’; Yunani ‘presbuteros’).
Beraneka ragam terjemahan LAI dari kata Yunani
‘presbuteros’ ini, misalnya “nenek moyang”, “tua-tua”, “yang
sulung”, “yang tertua”, dan lain-lain. Terjemahan “penatua”
baru muncul dalam Kisah Para Rasul 11:30. Matius 15:2
Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek
moyang (‘presbuteros’) kita? Mereka tidak membasuh tangan
sebelum makan. Markus 8:31 Kemudian mulailah Yesus
mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus
menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua

14
(‘presbuteros’), imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu
dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.
4. Imam (Inggris: ‘priest’; Ibrani ‘kohên’; Yunani
‘hiereus’).
Kata ini berasal dari kata Yunani ‘presbuteros’, “tua”,
“penatua” yang mempunyai tugas memimpin himpunan orang
beriman. Tetapi sekarang, kata ini sudah mewarisi arti kata
Yunani ‘hiereus’ (dari ‘hieros’, “kudus”). Di sini, kata ini
dibahas dalam arti yang terakhir itu. Baik dalam lingkungan
kafir maupun dalam Perjanjian Lama, kata ini menunjukkan
orang yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang kudus.
5. Guru (Yunani ‘didaskalos’).
Kata ini berasal dari kata ‘didaskô’, “mengajar”. Sebutan
“guru” diterapkan pada ahli Alkitab yang dipandang dari segi
fungsinya selaku pengajar. Lukas 2:46. Sesudah tiga hari
mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di
tengah-tengah alim ulama (‘didaskalos’), sambil mendengarkan
mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
mereka. Yohanes 3:10, Jawab Yesus: ‘Engkau adalah pengajar
(‘didaskalos’) Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu?’
Kadang-kadang istilah ini diperjelas dengan kata
‘nomodidaskalos’, “ahli hukum”. Lukas 5:17. Pada suatu hari
ketika Yesus mengajar, ada beberapa orang Farisi dan ahli
Taurat (‘nomodidaskalos’) duduk mendengarkan-Nya.
6. Rasul (Inggris ‘apostle’; Yunani ‘apostolos’).
Kata ini berasal dari kata kerja ‘apostellô’, “mengutus”
sehingga ‘apostolos’ dapat berarti “utusan”, suruhan, wakil
resmi yang diserahi misi tertentu, bukan hanya seorang
penyebar suatu ajaran ataupun pengurus suatu perkara
saja.Yohanes 13:16 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
15
seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun
seorang utusan (‘apostolos’) dari pada dia yang mengutusnya.
7. Nabi (Inggris ‘prophet’; Yunani ‘prophêtês’).
Kata ini berasal dari kata kerja ‘phêmi’, “bicara” dan
‘pro’, “sebelum”, gabungan kata ini bermakna “sebagai
ganti....”, “di muka” atau “secara umum”; sehingga kata
‘prophêtês’ dapat bermakna “juru bicara”, orang yang diutus
dan diilhami oleh Allah untuk menyatakan sesuatu yang
tersembunyi, mengungkapkan suatu nubuat, menyatakan
pikiran dan kehendak ilahi, dan juga untuk meramalkan masa
depan. Melalui Nabi, Allah mengaktualkan rencana-Nya dalam
hal keselamatan dan menyatakan firman-Nya sambil
mempengaruhi masa kini dan memberitahukan hal-hal akan
datang atau masa depan.
8. Pemberita Injil (Inggris ‘evangelist’; Yunani
‘euaggelistês’).
Dalam Perjanjian Baru, penginjil adalah orang yang
memberitakan kabar baik (dari kata kerja Yunani
‘euaggelizomai’). Kata kerja ini sering dipakai dalam
Perjanjian Baru, dikenakan kepada Allah (Galatia 3:8), kepada
Tuhan Yesus (Lukas 20:1), kepada anggota gereja biasa (Kisah
Para Rasul 8:4), begitu juga kepada para rasul dalam perjalanan
penginjilan bereka. Kata Yunani ‘euaggelistês’ yang berarti
“penginjil” atau “pemberita Injil” hanya tiga kali terdapat
dalam Perjanjian Baru. Timotius dalam 2 Timotius 4:5
dinasihati Paulus supaya melakukan pekerjaan seorang
pemberita Injil, artinya mengumumkan kenyataan-kenyataan
dari kabar baik.
9. Gembala (Inggris ‘shepherd’, ‘pastor’; Yunani
‘poimên’).
16
Ada dua macam gembala dalam Alkitab. Pertama, orang
yang menggembalakan ternak. Kedua, orang yang mengasuh
dan membina manusia, yaitu gembala yang bersifat ilahi
maupun fana. Terhadap keduanya, kata pujian atau celaan
adalah sama. Kata Ibrani dalam bentuk partisipium ialah ‫ר ֹ ֶע‬-
RO'EH, rêsy-‘âyin-hê’, kata Yunani ποιμήν-poimên. Asuhan
terhadap sesama makhluk fana bisa bersifat politik atau
rohani.25
Setelah kita mengetahui arti dan uraian di atas maka
dalam bagian ini kita akan memfokuskan kepada arti gembala
dalam Perjanjian Baru. Istilah “gembala” juga dapat disebut
“episkopos”. Libert Anthony dalam diktatnya Hukum Gereja
menguraikan kata episkopos adalah “pemelihara, penjaga atau
pengawas”.26 Dalam uraian Libert Anthony tersebut
menekankan uraian gembala atau episkopos dari sisi peran dan
tugas gembala pada umumnya. Kata “gembala” sama dengan
sebutan “presbyteros” yang berarti duta atau wakil. Kata ini
yang biasa untuk pembanding dengan menggunakan kata
“presbyteris” yaitu seorang yang lebih tua.
Jabatan yang dipergunakan untuk menyebut “gembala”
dalam Perjanjian Baru “penatua atau penilik” yang mempunyai
arti yang sama dalam tugas penggembalaan. Sedangkan kata
gembala dalam “poimen” lebih banyak dipergunakan dalam
pengertian rohani untuk Kristus.
Istilah kawanan domba, “poimnion, mempunyai akar
kata yang sama dengan kata gembala “poimaino. Kawanan
domba berada dalam pemeliharaan gembala. Hal ini

25
http://www.sarapanpagi.org/hamba-tuhan-pelayan-penatua-nabi-gembala-
vt88.html, di Unduh Pada hari Senin, 30 juni 2015, Pukul: 13.00 Wib.
26
Anthony Libert, Diktat Hukum Gereja STTII, (Yogyakarta: STTII, 1994), hlm. 29
17
menciptakan hubungan yang baik antara domba dan
gembalanya suatu hubungan yang bahkan lebih kuat dibanding
kebutuhan akan rumput atau makanan.
Dalam Alkitab kita menemukan bahwa kawanan domba
Tuhan akan mengalami ancaman, dikejar-kejar dan dianiya
(Mat. 26:31). Sekalipun mengalami ancaman, namun mereka
dipelihara oleh Gembala yang Baik (Yoh. 10:16).
Dalam Yohanes 10:11 Yesus mengatakan: “Akulah
gembala yang baik….” jadi apakah di dalam Dia nubuatan ini
digenapi?. Kita akan membandingkannya dengan ciri-ciri
gembala yang terdapat dalam Yehezkiel 34:
a. Gembala dalam Yehezkiel 34 melepaskan umat dari
kesewenang-wenangan pemimpin mereka.
Dalam Perjanjian Baru jelas sekali tindakan Yesus yang
dengan terang-terangan menentang pemimpin-pemimpin umat
dalam pemerintahan dan keagamaan yaitu kaum Farisi dan
Saduki.27 Ajaran-ajaran Yesus membongkar kelicikan dan
kebusukan para pemimpin yang membebani rakyat dengan
hukum, peraturan dan adat-istiadat. Lihat Lukas 11:43-47, 52.
Sebagaimana Allah melawan gembala-gembala dalam
Yehezkiel 34 demikian Yesus melawan pemimpin-pemimpin
yang adalah gembala umat pada masa itu, untuk
membebaskan umat-Nya dari kesewenang-wenangan mereka.
b. Gembala dalam Yehezkiel 34 mencari domba-dombanya
yang tercerai-berai, dan menyelamatkan mereka dan
segala tempat, dan menggembalakan mereka.
Memang Yesus datang tidak untuk mengadakan
pembebasan secara politik. Bagi orang Israel saat itu,
27
George R. Beasley-Murray, Word Biblical Commentary, Volume 36: John, Electronic
Edition (Dallas, Texas: Word Books, Publisher, 1998)
18
tetapi Dia melakukan pembebasan secara rohani yaitu
melepaskan umat dari keterikatan dan ketakutan akan maut
(Ibrani 2:15). Dalam PB Yesus menyatakan bahwa keadaan
umat saat itu seperti domba yang tidak bergembala Markus
6:34. Dia yang datang untuk mencari dan menyelamatkan yang
hilang. Lukas 19:1. Dalam mendatangkan keselamatan bagi
umat-Nya Dia sampai menyerahkan nyawaNya, Yohanes
10:11. Dalam Lukas 15 Dia menggambarkan kasih Allah
kepada umat-Nya yang terhilang juga digambarkan-Nya
dengan perumpamaan seorang gembala yang berusaha
mencari satu ekor dombanya yang hilang. Lukas 15:1-7.
c. Gembala dalam Yehezkiel 34, menjadi hakim antara
umat-umatnya sendiri.
Hal ini juga dilakukan oleh Yesus dengan sangat
nyata bagaimana Dia menegur orang-orang kaya yang
menindas rakyat, bagaimana dia membela perkara orang
miskin dan mengucapkan perkataan celaka kepada orang-
orang kaya saat itu. Lukas 6.
d. Gembala dalam Yehezkiel 34, berasal dari keturunan
Daud.
Dalam silsilah yang disusun oleh Matius jelas sekali
bahwa Yesus berasal dari suku Yehuda yang adalah keturunan
Daud. Matius 1:1-17. Berkaitan dengan kerajaan, Dia memang
adalah Raja segala raja yang memerintah dalam kerajaan-Nya.
Yehezkiel 34 menghubungkan gembala tersebut dari keturunan
Daud. Sedangkan keturunan Daud mengacu kepada Mesias,
jadi jelas sekali bahwa Yesus yang disebut Kristus/ Mesias
sungguh-sungguh adalah gembala yang dinubuatkan dalam
Yehezkiel 34.

19
e. Dia yang mengembalikan hati orang Israel kembali
terpaut kepada Allah.
Menentang ibadah palsu dan menuntun umat masuk
dalam ibadah yang murni dan sejati kepada satu-satunya
Allah yang benar. Expositor Bible Commentary menerangkan
hubungan antar gembala dalam Yehezkiel 34 dan Yesus yang
menyatakan Diri-Nya sebagai gembala sebagai berikut,
”Dalam Yohanes 10 Yesus ingin menyatakan Diri-Nya kepada
orang Yahudi bahwa Dialah Gembala yang dinubuatkan dalam
Yehezkiel 34. Harapan tentang gembala tentu sangat kental
dalam hati orang Yahudi, dan saat itu Yesus menyatakan Diri-
Nya untuk mengatakan bahwa penantian mereka sudah
tergenapkan di dalam kehadiran-Nya. Dia datang sebagai
gembala yang tidak memanfaatkan domba-domba-Nya tetapi
Dia datang untuk menyerahkan nyawa-Nya bagi mereka”.28
Yesus Kristus sebagai dasar penggembalaan Perjanjian
Baru, prinsip-prinsip penggembalaan sebagaimana terdapat
dalam Yoh.10:1-29 adalah:
a. Yesus menekankan perihal gembala yang sejati sebagai
lawan gembala yang mempunyai motif yang egois dan
tersembunyi.
b. Karakter gembala sejati menjadikannya seorang gembala
penjaga.
c. Gembala sejati mempunyai komitmen untuk memberikan
nyawanya bagi domba-dombanya.
d. Tujuan gembala yang baik ialah untuk memberi hidup
yang berkelimpahan kepada kawanan domba itu.

28
Ibid. F.E. Gaeblein
20
e. Gembala yang penuh kasih berusaha untuk memberi
keamanan kepada dombanya dan berusaha memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
f. Gembala yang menelantarkan dombanya secara langsung
dan tak langsung telah menempatkan kawanan dombanya
dalam ancaman bahaya.
g. Gembala jemaat tidak boleh kehilangan cinta kasihnya
kepada orang-orang yang ada di luar jemaat.
h. Tindakan Pastoral harus didasarkan pada kasih yang
memelihara hubungan dengan Allah dan ketaatan kepada
perintah-perintah Allah.
i. Mengenali kehadiran Allah yang aktif ditengah-tengah
jemaat adalah tujuan utama dari tindakan
penggembalaan.
Panggilan seorang gembala jemaat berakar di dalam
wewenang Allah. Dasar panggilan Yesaya ialah suara Allah
(Yes. 6:1-4) ; Pelayanan Amos juga diawali dengan penugasan
dari Allah (Am.7:14-16); Allah menugaskan Yehezkiel untuk
berkhotbah sekalipun umat-Nya tidak mau mendengarkan
(Yeh. 2:2-3); di dalam Perjanjian Baru asal-usul panggilan
untuk pelayanan pemberitaan Firman berakar di dalam
penugasan Allah langsung (Rom.10:14). Wewenang gembala
dapat disalahgunakan dan diselewengkan dan sebagian orang
berusaha memanipulasinya untuk keuntungan kepentingan
pribadi. Namun demikian, penugasan seorang gembala jemaat
tidak bersumber dari pikiran manusia tetapi dari belas kasihan
Allah dan perintah-Nya.
Paulus menentang orang-orang yang menyalahgunakan
pemberitaan Injil (Fil. 1:15-20 dan 2 Tim. 3:1-10), Paulus
mengklaim bahwa panggilannya berasal langsung dari Allah
21
(I Tim. 1:1; 2 Tim.1:1). Gembala jemaat dan para pelayan
gereja masa kini harus mengajukan klaim yang sama walaupun
orang lain menyalahgunakan pemberitaan Injil tersebut. Jadi,
kegiatan penggembalaan harus dipenuhi dengan Roh Kudus.
3. Kedudukan Gembala dan Arti Panggilannya
Panggilan yang diterima oleh seseorang untuk menjadi
gembala adalah panggilan yang unik. Keunikkannya terletak
pada sifatnya yang tidak membeda-bedakan orang. Jika
seseorang mempunyai satu keahlian sedangkan yang lain
memupunyai lebih, maka dari keduanya dituntut tanggung
jawab yang sama, dan upah yang mereka terima pada akhirnya
adalah sama.
Konsep tersebut di atas bertentangan dengan konsep
sekuler, oleh karena itu bukanlah hal yang mudah untuk
memahami, menerima dan menerapkannya dalam kehidupan.
Oden menunjukkan dua cara untuk mengetahui dan memahami
panggilan seseorang. Cara pertama, perhatikanlah arti istilah
inward call.29 Sedangkan menurut Oden kuantitas panggilan
seseoranglah yang menentukan tindakannnya. Jika seseorang
menerima panggilan hanya beberapa kali, disarankan untuk
tidak terburu-buru bertindak, namun jika panggilkan tersebut
sudah konsisten, disarankan untuk menanggapi dengan hati-
hat. Inward call ini dapat menjadi sangat subyektif karena
berhubungan erat dengan perasaan, tetapi bukankah perasaan
juga bisa datang dari Tuhan?30 Atas dasar inilah Oden
menyebutkan syarat yang kedua yaitu outward call. Outward

29
Oden, Thomas C. Pastoral Theology, (New York: Harper San Fransisco, 1983), hlm.
18
30
Robert C. Anderson, TheEffective Pastor, (Chicago: Moody Press, 1993), hal. 20.
22
call merupakan peneguhan dari komunitas orang percaya.31
Kepastian terhadap hal ini dapat diperoleh dengan cara menguji
diri sendiri melalui tiga cara. Pertama, bertanya apakah saya
cocok untuk pelayanan? Kedua, seberapakah sensitivitas sosial
saya? Dan terakhir bagaimanakah kemampuan saya
berhubungan dengan orang lain?.32
Dengan demikian, menentukan panggilan adalah hal
yang tidak mudah, karena memerlukan bantuan orang lain,
pandanganyang obyektif terhadap diri sendiri, kemampuan
mengendalikan emosi, serta sikap yang siap menerima
pandangan orang lain.
Dipanggil menjadi seorang gembala sidang berarti
dipanggil untuk melakukan pekerjaan yang berat. Gembala
harus siap mengerjakan tugas yang sebelumnya dia tidak
kerjakan. Seperti Daud, Ia harus melakukan pekerjaan-
pekerjaan yang beresiko.33 (I. Sam 17:34-36). Untuk hal ini,
seorang yang dipanggil harus seorang yang berjiwa pemimpin
dan dapat menguasai diri.34 Dalam perspektif Teologi Pastoral,
pemimpin seperti ini berarti pemimpin yang dapat
merendahkan diri. Inilah salah satu unsur yang membedakan
antara Teologi Pastoral dengan disiplin ilmu yang lain.
Kerendahan hati dibentuk oleh pengorbanan yang tidak
digembar-gemborkan.35 Sampai akhirnya nanti, seorang yang

31
op.cit, Oden. Hal. 20.
32
Anderson, Robert C. The Effective Pastor, (Chicago: Moody Press, 1993), hlm. 20-21
33
Oswald Sanders, Kepemimpnan Rohani, terj. Chris J. Samuel (Bandung: Penerbit
Kalam Hidup,1979), hal. 63
34
Peter Wongso, Theologia Penggembalaa, (Malang: Sekolah Alkitab Asia Tenggara,
1996), hal. 16
35
Ibid, Peter Wongso, hlm. 17
23
dipanggil dapat berkata, Dia harus makin bertambah, aku harus
makin berkurang (Yoh. 3:30).
Orang yang dipanggil oleh Allah berarti orang tersebut
harus tegas, sehingga ia mampu menjadi teladan.36 Jika seorang
gembala mempunyai dimensi hubungan vertikal dan
horizontal, maka selain bertanggung jawab untuk mengenal
lebih jauh tentang siapa Allah melalui banyak belajar,
panggilan gembala juga berarti bertanggung jawab kepada
sesama. Tanggung jawab ini dapat ditunjukkan dalam
sikapnya yang tegas, yang mengatakan kebenaran di atas
kebenaran. Sikap kepemimpinan seperti ini, selanjutnya akan
menginspirasi orang lain untuk memiliki sikap yang sama.
Sanders mendaftarkan sikap-sikap kepemimpinannya
sebagai bagian dari panggilan yang layak untuk diteladani.
Sikap-sikap tersebut antara lain, mempunyai disiplin, visi,
hikmat dan mampu mengambil sebuah keputusan serta
melaksanakannya.37 Dengan menyadari sepenuhnya dan
mempertimbangkan segala sesuatu sebelum menanggapi
panggilan dan bersedia belajar selama hidup dalam panggilan,
maka seorang yang telah terpanggil sudah mengerti arti
panggilannya.

4. Tugas dan Tanggung Jawab Gembala


a. Melayani dengan penuh pengorbanan
Gembala jemaat adalah seorang yang dipercayakan oleh
Tuhan dan kepadanya dipercayakan untuk melayani firman
Tuhan. Seorang gembala harus melayani jemaat dengan baik,

36
Ibid, Peter Wongso, hlm. 17
37
Op.cit, Sanders, hal. 48-75.
24
bertanggung jawab dan penuh dengan kuasa Tuhan. Kita harus
belajar dari pelayanan Rasul Paulus. Paulus melayani bukan
dengan terpaksa, material, dan popularitas semata tetapi
pelayanan Rasul Paulus merupakan suatu pelayanan yang
didorong oleh kuasa kebangkitan yang ada pada dirinya
sehingga ia rela berkorban dan rela bersama Kristus supaya
kebangkitan Kristus semakin dinikmati oleh banyak orang.
Paulus berkata bahwa dia telah menerima gerakan kuasa
kematian didalam dirinya supaya gerakan kuasa kebangkitan
itu ada pada kita (2 Kor. 4:12). Menurut Stephen Tong, apa
yang dikatakan oleh Paulus itu adalah arti pelayanan yang
sesungguhnya.38
Seorang pelayan sejati rela berkorban demi kehidupan
anggota Jemaat yang dilayaninya seperti yang sampaikan oleh
Tuhan Yesus dalam Injil Yohanes 10:11, mengatakan bahwa
“Aku gembala yang baik” Yesus bukan hanya sekedar kata-
kata saja, tetapi Dia rela berkorban bagi kawanan dombanya,
sangat berbeda dengan gembala upahan. Gembala upahan tidak
bertanggung jawab pada domba penggembalaannya ketika
diperhadapkan suatu bahaya bahkan lari dan meninggalkan
domba-domba tersebut. Oleh sebab itu, tugas utama seorang
gembala adalah melayani dan memberitakan Injil. Menurut
Peter C.Wagner, pemberitaan Injil adalah alat utama bagi
pertumbuhan iman anggota Jemaat.39 Dengan itu, sangat
penting bagi seorang gembala menyadari akan panggilannya
sebagai pelayan Tuhan. Seorang gembala bukan saja penting
untuk memiliki hidup baru (lahir baru) tetapi juga harus jelas

38
Stephen Tong, Pelayan Yang Berkorban, (Surabaya: Lembaga Reformed Injil
Indonesia, 2009), hlm. 5
39
Peter Wagner, Manfaat Karunia Roh, (Malang: Gandum Mas, 2006), hlm. 173
25
tentang panggilan Tuhan didalam hidupnya. Sebab, tidak
cukup hanya lahir baru saja dan menjadi seorang pelayan yang
berhati pelayan, tetapi yang lebih penting disitu adalah
bagaimana ia akan menghadapi masalah dalam menjalankan
tugas pelayanan itu, jika tidak memahami panggilannya
dengan jelas, maka sudah dipastikan dia akan terbeban dengan
tugas tersebut. Martin Luther mengatakan bahwa, “Jika
seseorang tidak jelas tentang panggilan Tuhan baginya untuk
melayani, adalah lebih baik ia melarikan diri dari tugas yang
kudus itu sebab tugas sebagai gembala tidak boleh dilakukan
dengan sembarangan saja”40 Ungkapan ini menunjukkan
bahawa tugas seorang pelayan tidak boleh dipandang remeh.
b. Membimbing
Kata dasar dari kata “membimbing” adalah kata
“bimbing.” Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dijelaskan yang dimaksud dengan kata “bimbing” adalah
pimpin; asuh;41 Sedangkan yang dimaksud dengan kata
“membimbing” ialah memegang tangan untuk menuntun;
memimpin: sambil ia berjalan.42
Fungsi pembimbing adalah membantu orang-orang yang
mengalami persoalan hidup, seperti sakit penyakit,
permasalahan rumah tangga, permasalahan jodoh, pekerjaan
dan kebutuhan yang lain yang semakin melambung tinggi
tetapi penghasilan sangat rendah. Dari persolan inilah orang-
orang sudah mulai lemah dan tidak sedikit pula orang yang
mulai stres karena beban semakin menekan. Dalam situasi

40
Thomas Tsen, Nota Kuliah, Pelayanan Pastoral, Semester 2, 2000
41
Op.cit, Kamus Besar Indonesia, hlm. 201
42
Op. cit, Kamus Besar Indonesia, hlm. 202
26
seperti inilah diperlukan suatu pembimbing yang bisa
mengarahkan kepada kebenaran itu, sehingga orang-orang
tidak salah mengambil suatu keputusan-keputusan yang
berdampak pada hal yang negatif. Kehadiran gembala adalah
membimbing kejalan yang benar dan tepat sesuai dengan
firman Tuhan.
Tugas penggembalaan adalah untuk menyadarkan setiap
orang, mengarahkan dan menasihati kepada hubungan pribadi
dengan Allah, sehingga mereka tidak mengalami kebingunan
dalam menjalani hidup ini. Menurut penjelasan Hendri
Matthew bahwa tugas gembala adalah membawa umat sampai
pada tujuan yang telah ditetapkan; memotivasi, mengarahkan,
para pengikut agar dengan sukacita dan sukarela giat bersama-
sama bekerja dalam pelayanan agar mencapai hasil yang
maksimal berdasarkan visi dan misi yang sudah ditetapkan 43
Ulasan di atas dipertegas kembali oleh Judy Berinai
mengatakan bahwa seorang gembala mempunyai peranan yang
sangat penting sebagai hamba Allah karena ia bukan hanya saja
diharapkan untuk membimbing anggota Jemaat untuk
bertumbuh di dalam kehidupan rohani mereka tetapi ia juga
diharapkan untuk membimbing mereka keluar dari masalah
yang mungkin ada sangkut paut dengan masalah psikologi44.
Inilah alasan mengapa seorang gembala menjadi pembimbing
dan juga tumpuan bagi anggota Jemaat, karena ketika mereka
mengalami suatu masalah maka mereka pergi kerumah
gembala untuk meminta doa dan solusi dalam setiap persoalan
yang mereka hadapi.

43
Hendri Matthew, Tafsiran Injil Yohanes 1-11, (Surabaya : Momentum, 2010), hlm.
689
44
Judy Berinai, Nota Kuliah, Kaunseling Pastoral, Semester 1, 1999
27
Artinya bahwa gembala adalah yang paling dekat dengan
anggota Jemaat sebagai gembala yang menggembalakan
mereka. Oleh kerana itu, seorang gembala harus
memperlengkapi diri dengan pengetahuan tentang
pembimbingan atau konseling pastoral supaya ia dapat
memainkan peranannya yang serba menyeluruh dengan lebih
berkesan dalam bidang pelayanan kerohanian maupun dalam
bidang pelayanan pembimbingan. Peranan pembimbingan
Kristen dalam sebuah Jemaat semakin penting karena
keperluannya semakin nyata sebab manusia juga semakin
maju. Kemajuan yang dicapai itu datang dengan berbagai-bagai
masalah yang merumitkan tugas seorang gembala.
c. Kepedulian pada jiwa-jiwa
“Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH: Dengan
sesungguhnya Aku sendiri akan memperhatikan domba-
domba-Ku dan akan mencarinya. Seperti seorang gembala
mencari dombanya pada waktu domba itu tercerai dari
kawanan dombanya, begitulah Aku akan mencari domba-
domba-Ku dan Aku akan menyelamatkan mereka dari segala
tempat, ke mana mereka diserahkan pada hari berkabut dan
hari kegelapan. Aku akan membawa mereka keluar dari tengah
bangsa-bangsa dan mengumpulkan mereka dari negeri-negeri
dan membawa mereka ke tanahnya”(Yeh 34 : 11-13a).
Yesus adalah Gembala yang baik. Hati Yesus, yang
penuh belaskasihan selalu tertuju kepada domba-domba-Nya,
Yesus selalu memikirkan dan memperhatikan keselamatan
domba-domba-Nya, Dia mencari domba-domba yang hilang
dan tersesat, dan mengembalikan mereka ke jalan yang benar.
Yesus begitu dekat dengan para pendosa. Ia bergaul dan makan
28
bersama dengan orang-orang berdosa. Ia mengunjungi rumah
Zakeus, sehingga Zakeus bertobat dan menerima hidup baru
(Luk. 19 : 1-10).
Selain itu juga Dia berjumpa dengan perempuan Samaria
yang memiliki suami lebih dari satu orang. Ia berbicara dari
hati ke hati dengan wanita ini, Yesus menyentuh kehidupan
moralnya yang rusak, namun Yesus tidak menghakimi ataupun
menghukum, sebaliknya Yesus menyadarkan, memberi
harapan, dan menerima wanita itu apa adanya. Wanita Samaria
mengalami perubahan total setelah perjumpaan pribadi dengan
Yesus, dan mewartakan kabar gembira kepada orang-orang
sekampungnya (Yoh. 4 : 1-42).
Yesus berkeliling dari desa ke desa, dari kota ke kota
membebaskan orang-orang yang terbelenggu oleh kuasa
kegelapan. Yesus mengusir roh jahat dari orang Gerasa (Mrk.
5:1-20), Ia mengusir roh jahat dari seorang anak yang bisu
(Mrk. 9 : 14-29). Dengan penuh kuasa Yesus menyembuhkan
orang yang sakit kusta, bisu, tuli, lumpuh. Di mana saja Yesus
berbuat baik, membebaskan dan menyelamatkan orang-orang
yang sakit, menderita, terbuang, maupun terbelenggu kuasa
kegelapan. Yesus membawa kabar gembira Kerajaan Allah
bagi umat-Nya. Sebab, dalam Injil Sinoptik menyatakan
dengan jelas bahwa Kerajaan Allah merupakan hal sentral
dalam pengajaran Tuhan Yesus.45
Yesus adalah jalan, kebenaran dan hidup. Ia mengajar
para murid-Nya agar mereka semakin mengerti dan mengenal
jalan-jalan-Nya. Menemukan kebenaran dan hidup kekal di
dalam Dia. Yesus mengajar para murid-Nya berdoa,
45
Schreiner Thomas, New Testament Theology, (Yogyakarta: Andi Offset, 2016), hlm.
18
29
mengamalkan kasih dan mewartakan Kerajaan Allah di mana
pun mereka berada. Ke mana pun Yesus pergi mewartakan
Injil, umat berbondong-bondong datang untuk mendengarkan
pengajaran-Nya, untuk disembuhkan dari segala penyakit, dan
untuk dibebaskan dari segala ikatan-ikatan dan belenggu
kehidupan mereka.
Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang
yang menyerahkan nyawa bagi sahabat-sahabatnya (Yoh.
15:13). Yesus Sang Gembala Agung, tidak segan-segan
menyerahkan nyawa-Nya, rela wafat di salib untuk menebus
domba-domba-Nya. Dia begitu mengasihi umat-Nya, sehingga
memberikan hidup-Nya sendiri demi keselamatan umat yang
dikasihi-Nya. Karena kerahiman-Nya Ia datang ke dunia untuk
menyelamatkan umat kesayangan-Nya. Yesus Sang Gembala
Agung menjadi teladan bagi para gembala yang dipilih dan
dipanggil oleh-Nya untuk menggembalakan umat-Nya di dunia
ini.
Artinya bahwa kepedulian pada jiwa-jiwa adalah inti dari
seluruh tugas gembala sidang,46 karena dengan peduli pada
jiwa, maka seorang gembala sidang sedang memperdulikan
kehidupan jemaatnya. Dengan mengerjakan tugas ini, seorang
gembala sidang sedang berurusan langsung dengan bagian
terdalam dari kehidupan manusia. Secara tidak langsung,
gembala sidang sedang menyediakan dirinya untuk dipakai
Tuhan untuk merubah kehidupan manusia, bukan hanya
penampilan tetapi inti kehidupan.

46
Loc. cit, Oden., hal 186.
30
Oden menyebutkan tiga bagian dalam kehidupan
manusia yang harus dipedulikan. Pertama, kebutuhan fisik.47
Meskipun kebutuhan ini temporal namun kebutuhan fisik
adalah bagian yang sangat penting. Kedua, kebutuhan moral.
Kebutuhan ini bersifat volitional atau sukarela. Di dalamnya
gembala sidang membantu jemaat untuk melihat nilai-nilai
pilihan, pertimbangan-pertimbangan etis dan keputusan-
keputusan moral. Ketiga, kebutuhan spiritual. Kedua
kebutuhan yang lain dapat dilihat dan dirasakan, dan
keberadaannya secara langsung mempengaruhi kebutuhan
spiritual. Sebaliknya kondisi spiritual seseorang akan
mempengaruhi kedua kebutuhan yang lainnya.
Jadi, kepedulian dan perkunjungan sangat penting
dilakukan oleh para gembala sidang, kerena sangat penting
bagi pertumbuhan dan perkembangan iman jemaat. Melalui
perkunjungan pastoral kita dapat melihat kenyataan dan
pergumulan hidup yang dijalani oleh jemaat, sehingga dalam
menyusun khotbah dapat menyampaikan khotbah yang
menjawab kebutuhan jemaat. Kehidupan berjemaat masa kini
lebih kompleks dari pada kehidupan berjemaat di zaman Rasul
Paulus. Perkunjungan pastoral sangat penting bagi
pemeliharaan iman warga jemaat, untuk mempertahankan
kesaksiannya ditengah masyarakat dunia ini.

C. Gembala Sebagai Pemimpin Ilahi


Tugas gembala jemaat adalah memelihara umat Allah.
Tugas ini merupakan tugas yang sangat strategis. Pada satu sisi
manusia diperhadapkan suatu permasalahan yang semakin
47
Op.cit., hal. 198.
31
lama semakin rumit. Gereja melalui fungsi penggembalaannya
bisa menjadi tempat bagi orang-orang untuk mendapatkan
jawaban dan pertolongan dalam hidupnya. Pada sisi yang lain
dengan tingkat perkembangan sumber daya manusia dan ilmu
pengetahuan yang semakin maju, gereja sebenarnya bisa
memanfaatkannya untuk pelayanan secara maksimal.
Realitanya sekarang ini banyak orang lebih mencari jawaban
melalui apa yang ditawarkan para profesional dunia, meskipun
para gembala telah memerankan tugasnya sebagai pemimpin
dalam proses penggembalaan umat, namun kepemimpinan
gembala tidak berjalan sesuai kondisi dan tuntutan zaman.
Menurut pengakuan John Stott mengatakan bahwa dunia
masa kini ditandai oleh kelangkaan pemimpin gereja yang
berkualitas. Kita dihadapkan kepada problema-problema yang
berat. Banyak orang yang memperingatkan akan bahaya yang
bakal menimpa dunia, terutama umat Kristen, tetapi hanya
sedikit orang yang menawarkan cara-cara penangkalannya.
Keterampilan dan pengetahuan kita berlebihan, tetapi kurang
dalam hikmat dan kearifan. Dengan meminjam metafora Tuhan
Yesus, kita ini bagaikan “kawanan domba tanpa gembala”
sementara para pemimpin seringkali tampil seperti “si buta
yang memimpin orang buta”.
Artinya bahwa umat Tuhan sedang mengalami
kekurangan pemimpin yang berkualitas gembala seperti yang
ada pada diri Kristus. Dan kurangnya kepemimpinan diantara
orang-orang Kristen adalah krisis yang paling gawat dari
semuanya. Pengaruh kesalehan masyarakat Kristenlah yang
menahan lajunya kuasa kejahatan di kota-kota dan bangsa-
bangsa. Kurangnya para pemimpin Kristen yang rohani, efektif
dan kuat sangat melemahkan kesanggupan kita untuk bertahan
32
melawan kekuatan si jahat. Menurut paparan Derek J. Tidbal
bahwa ada beberapa penyebab sehingga kondisi ini terjadi
dalam kepemimpinan gembala:
Pertama. peranan gembala jemaat diganti. Banyak hal
yang secara tradisional biasanya dilakukan gembala jemaat
sebagai satu-satunya orang yang berpendidikan sejak lama
telah diambil alih oleh profesi-profesi yang lain; psikiater,
dokter, konsultan dll.
Kedua, gambaran penggembalaan sudah dianggap kuno.
Memandang pendeta serupa dengan seorang gembala yang
tidak memiliki nilai arti apa-apa, sebab dunia saat ini dalam
zaman perubahan. Perubahan struktural sosial mempengaruhi
kita secara lebih mendalam dari yang kita sadari. Kita
memaksakan suatu kerangka rasional dan ilmiah kepada dunia
kita dan tidak lagi mendekati persoalan-persoalannya sebagai
misteri-misteri besar, tetapi hanya sebagai masalah-masalah
yang perlu dipecahkan melalui kemajuan tehnologi.
Ketiga, struktur-struktur penggembalaan dalam gereja
telah dianggap ketinggalan jaman. Penyusunan struktur di
dalam birokrasi gereja dilihat terlalu sederhana dan umum,
sehingga tidak efektif dan menyentuh persoalan yang rumit dan
kompleks.
Keempat, jabatan penggembalaan sedang digugat.
Gereja sendiri sedang mengalami gejolak perubahan.
Dasarwarsa 1960-an membuyarkan pandangan bahwa hal
memiliki suatu gelar atau jabatan sudah cukup untuk membuat
orang lain menerima apa yang dikatakan tanpa bertanya lagi.
sekarang wewenang harus diperoleh sebagai imbalan dan

33
disahkan oleh pengalaman pribadi dan bukannya sebagai label
kelembagaan. Hal ini juga terjadi dalam jabatan gembala.48
Berdasarkan pengamatan saya dari paparan dari Derek J.
Tidbal bahwa apa yang disajikan oleh beliau itu memang betul
adanya dan itu bukan rekayasa. Dengan demikian penjelasan di
atas sangat berlawanan dengan apa yang di maksud oleh
Alkitab. Alkitab menerapkan bahwa pemerintahan gereja
bersifat teokratis. Bukan otokratis, bukan birokratis dan bukan
pula demokratis. Dalam sistem teokrasi, Allahlah yang
memilih, memanggil dan memperlengkapi orang-orang tertentu
menjadi pemimpin dan pemerintah bagi umat-Nya. Tuhan juga
yang mendelegasikan suatu ukuran otoritas kepada para
pemimpin-pemimpin gereja, sesuai kehendak-Nya, dan untuk
melaksanakan tugas-tugas, serta mencapai tujuan-tujuan, dalam
kerangka rencana-Nya.
Para pemimpin gereja adalah pengabdian memenuhi
panggilan, karena itu pemimpin gereja bukanlah suatu profesi,
tetapi panggilan pelayanan. Jadi, prinsip kepemimpinan
gembala adalah “melayani, bukan dilayani”. Artinya bahwa
gembala sebagai pemimpin gereja harus peduli dengan
pergumulan kehidupan jemaat dan menyediakan diri untuk
mencari solusi dari masalah tersebut. Jika prinsip ini hilang,
maka hakikat kepemimpinan gembala yang berlandaskan pada
kasih terhadap sesama juga akan lenyap. Alkitab menegaskan
prinsip dasar melayani adalah “Barangsiapa ingin menjadi
besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu
(diakonos), dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara
kamu, hendaklah ia menjadi hambamu” (doulos) (Mat. 20:26-

48
Tidball, Derek J, Teologi Penggembalaan, (Malang: Gandum Mas, 1998)
34
27). Tuhan Yesus membuktikan ucapan ini: “Sama seperti
Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk
melayani (menjadi diakonos) dan untuk memberikan nyawa-
Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat. 20:28). Oleh
karena itu, dalam bagian ini kita akan belajar tentang prinsip-
prinsip kepemimpinan gembala yang menjadi dasar bagi
gembala sebagai pemimpin masa kini.

1. Prinsip-Prinsip Dasar Kepemimpinan Gembala


Di dalam melaksanakan tugasnya gembala sebagai
pemimpin mestinya harus memiliki prinsip yang membuatnya
berbeda dengan pola kepemimpinan yang lain. Dalam Injil
Yohanes 10:7-16 dinyatakan bahwa gambaran tentang Allah
sebagai gembala atau pemimpin yang baik bagi manusia itu
telah nampak dalam diri Yesus. Yohanes dalam Injilnya ini
menyatakan bahwa Yesus adalah gembala yang baik. Sebagai
gembala yang baik Yesus tidak sama dengan para pemimpin
umat Israel saat itu. Secara garis besar prinsip-prinsip dasar
kepemimpinan gembala sebagai berikut:
a. Dia mengenal domba-domba-Nya
Gembala sebagai pemimpin yang baik dia selalu
memeriksa keadaan dombanya satu persatu. Mulai dari kondisi
fisik, sampai pada sifat domba-dombanya. Dia tahu mana
domba yang lemah dan yang kuat. Dia tahu warna bulu
masing-masing, mana yang makannya lahap dan mana yang
kurang berselera. Dia mengenal sifat domba-dombanya, mana
yang senang dibelai dan yang tidak disuka. Sang gembala
mengenal domba-dombanya karena Dia ada ditengah-tengah
mereka, bergaul dekat dan terlibat dalam keseharian mereka.
35
Dengan demikian, domba-dombanya pun mengenal sang
gembala. “Akulah gembala yang baik dan aku mengenal
domba-dombaku dan domba-dombaku mengenal Aku (Yoh.
10:14).”
Gembala yang baik bukan hanya mengenal dalam
pengetahuan gembala sebagai pemimpin dan tidak hanya
sekadar mengetahui atau memahami keberadaan fisik secara
visual semata, namun aspek yang lebih penting justru unsur
lain yang tersembunyi di balik fisik tersebut, seperti naluri,
karakter, atau tabiat. Mengenal secara fisik barulah sebagian
dari keberadaan ternak secara utuh. Gembala yang baik adalah
gembala yang mengenal ternak yang digembalakannya secara
utuh. Namun, agar seorang gembala mampu mengenal
ternaknya secara utuh, maka mau tidak mau, ia harus memiliki
hubungan emosional yang intim dengan ternak gembalaannya.
Dalam pengenalan tidak terjadi secara instan, melainkan
proses yang panjang dan membutuhkan kesungguhan. Jika
seorang pemimpin ingin mengenal komunitas yang
dipimpinnya dengan berkualitas, maka beberapa tindakan yang
harus dilakukannya; pertama, larut. kedua, percaya. ketiga,
keterbukaan. keempat, komunikasi dari hati ke hati.
Jadi, artinya bahwa Yesus mengenal kita satu persatu. Ia
tahu siapa kita. Ia tahu kelemahan dan kelebihan kita. Ia
mengenal kita jauh melebihi pengenalan kita sendiri akan diri
sendiri. Ia mengenal kita karena kita berharga dimata-Nya. Ia
mengenal kita karena Ia sungguh-sungguh mengasihi kita.
Saudara, bukankah ini sesuatu yang sangat luar biasa buat kita
semua. Yesus saja mengenal, peduli dan melayani kita dengan
baik. Kebaikan Yesus tercermin dalam pelayanan-Nya selama
Dia ada di dunia, Dia mengasihi semua orang tanpa kecuali
36
sekalipun banyak orang yang menolak-Nya. Menurut Dave
Hagelberg bahwa...Dia tidak melayani karenan uang. Dia
melayani karena Dia mengenal domba-domba-Nya, dan
mereka mengenal Dia.49
Sebagai gembala atau pemimpin Yang Baik, Yesus
memenuhi tiga ciri ini yakni: pertama, memberikan nyawa
untuk domba-domba. kedua, mengenal mereka dan mereka
mengenal Dia. ketiga, mengusahakan persatuan semua
kawanan domba (bdk. Yoh 10). Maka jelas kalau Yesus
mengatakan Gembala Yang Baik berbeda dengan orang
upahan. Bedanya dimana? Injil Yohanes mengatakan orang
upahan cenderung mengutamakan kepentingan diri (lihat
serigala, lari dengan kepentingan untuk keselamatan diri).
Orang upahan sama sekali tidak peduli akan kesulitan dan
tantangan, secara otomatis saja menjalankan tugas.
Jadi, Allah mengenal kita maka kita tidak perlu ragu
dalam menjalani hidup ini. Sebab Ia mengenal kita dan
mengetahui dengan pasti apa yang menjadi kebutuhan kita.
Dalam pekerjaan, kita juga termotivasi sebab kita tahu bahwa
Allah memberi potensi khusus bagi kita untuk kita
kembangkan. Semoga semua kita dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari dan kehidupan berumah tangga lebih
rukun dan sejahtera bersama dengan Tuhan Yesus. Sebab kita
tahu bahwa Allah mengenal seluruh aspek kehidupan kita
masing-masing.

49
Dave Hagelberg, Tafsiran Yohanes (Pasal 6-12) dari Bahasa Yunani, (Yogyakarta:
Andi Offset, 2008), hlm. 147
37
b. Dia memelihara atau menjaga domba-domba-Nya
Salah satu hal yang terpenting dalam kehidupan
gembala sebagai pemimpin adalah kesediaan dan
kemampuannya untuk memelihara atau menjaga komunitas
yang dipimpinnya. Memberikan perlindungan merupakan
komitmen dasar setiap gembala sebagai pemimpin, sehingga
komunitasnya dapat menjalankan aktivitas mereka dengan
tenang. Kedamaian, kesejahteraan, keamanan, dan kenyamanan
hidup hanya bisa terselenggara jika pemimpin mempunyai
kesanggupan menyediakan perlindungan yang baik.
Kita percaya bahwa gembala yang baik tidak akan
meninggalkan domba-dombanya terlantar bergitu saja, tetapi
gembala yang baik akan menjaga dan memelihara dombanya
dengan sepenuh hati dan tidak akan pernah membiarkan
ternak-ternaknya berkeliaran tanpa pengawasan, menghabiskan
makanan tanpa kendali, mati kelaparan, atau terserang sakit-
penyakit karena tidak terurus dengan baik. Oleh karena itu, ada
beberapa hal yang di lakukan oleh gembala: pertama, terjun
langsung. kedua, aktif, bukan reaktif. ketiga, tidak perlu
publikasi. keempat, dinamis, bukan statis. kelima, sedikit
bicara, banyak bekerja.
Bill Laurence menanggapi hal di atas dan
mempertegaskan kembali bahwa gembala sebagai pemimpin
adalah seorang penjaga (Yunani, Episkopos), seorang yang
mencerminkan kepedulian Kristus terhadap domba-domba dan
yang rela mengorbankan dirinya demi orang lain. Meskipun
kata pengawas terdengar seperti seorang bos, tetapi bukan itu
maksudnya. Kata episkopos berbicara tentang mencari domba-
domba, daya tarik kasih, campur tangan aktif apabila seekor
38
domba menghilang. Petrus menulis bahwa Yesus adalah
episkopos kita. “sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi
sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara
jiwamu” (1 Ptr. 2:25).50
Penjelasan Bill Laurence didukung oleh Carson
mengatakan bahwa Tuhan Yesus tidak hanya rela, tetapi juga
dengan sengaja Dia memberikan nyawanya-Nya bagi domba-
domba-Nya.51 Kematian gembala yang baik bukan suatu
kecelakaan, melainkan tujuan-Nya dan khas-Nya (Ibrani
13:20). Pernyataan ini dipertegas kembali oleh Bill Laurence
menandaskan bahwa...Yesus memberikan nyawa-Nya bagi
mereka. Dia akan mati di kayu salib untuk menyediakan hidup
ilahi bagi mereka dan bagi kita.52
Dalam realita saat ini kita harus mengakui bahwa
keberadaan gembala sebagai pemimpin adalah penjaga
keselamatan bagi semua orang. Gembala yang baik tak akan
meninggalkan orang-orang yang dipimpinnya, dia akan
mempertaruhkan seluruh kehidupannya demi sebuah tanggung
jawab yang sudah dipercayakan kepadanya. Saya sangat yakin
bahwa ini bukan hanya sekedar ungkapkan saja, namun lebih
dari pada itu Tuhan lakukan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita
sendirian dalam menjalani dan menghadapi segala problem
yang ada saat ini, Dia selalu ada buat saya dan buat saudara.
Keyakinan kitalah membuat kita melihat dan merasakan
penjagaan dan pemiliharaan Tuhan yang sempurna itu. Salah
50
Bill Laurence, Efective Pastoring-Menggembalakan dengan Hati, (Yogyakarta: Andi
Offset, 2013), hlm. 82
51
Carson, D.A., The Gospel According to Ajohn, Inter-Varsity Press, Leicester, England
dan William B. Eerdmans Publishing Company, Grand Rapids, Michagan, 1991, hlm. 386
52
Op. cit. Dave Hagelberg, hlm. 147
39
satu ucapan Yesus yang memberikan janji pemeliharaan bagi
kita adalah dalam Injil Lukas 12:22-24, “…janganlah kamu
kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak makan dan
janganlah kuatir pula akan tubuhmu akan apa yang hendak
kamu pakai…betapa jauhnya kamu melebihi burung-burung
itu.” Bahkan dalam kitab Ratapan 3:22-23 dikatakan, “Tak
berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-
Nya; selalu baru setiap pagi…” Setiap kita bangun pagi, berkat
Allah sudah berlaku dan tersedia bagi kita. Oleh sebab itu,
keliru kalau ada orang yang berkata bahwa ia tidak pernah
diberkati oleh Tuhan.
Sebagai gembala bukan hanya sekedar memberi makan
yang cukup kepada setiap dombanya, namun ia harus juga
merawat, senantiasa menjaga mereka. Mengobati yang sakit
dan terluka, memberikan kehangatan kepada yang kedinginan
dan memberikan rasa aman dari segala ancaman, inilah prinsip
dasar gembala sebagai pemimpin yang ideal.
c. Dia melayani dengan kasih dan bukan memerintah
dengan otoriter.
Hamba identik dengan sesuatu yang tidak ada nilainya.
Oleh karena itu tidak ada seorang pun di dunia ini yang
berkeinginan untuk menjadi seorang hamba. Hal ini tidak
hanya terjadi pada zaman ini. Pada zaman pelayanan Tuhan
Yesus hal ini telah ada. Murid-murid Tuhan Yesus sendiri
memiliki persepsi yang berbeda dengan-Nya masalah
kebesaran. Murid-murid itu memikirkan tentang kebesaran
dalam pengertian umum. Tetapi Tuhan Yesus berkata, “siapa
yang mau menjadi yang terbesar diantaramu hendaklah ia
menjadi pelayanmu”. Dengan kata lain, jika seseorang ingin
menjadi yang terbesar, ia harus menjadi hamba dari orang lain.

40
Dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini hamba dijelaskan
sebagai berikut: “Kata Ibrani ‘eved, ‘budak, hamba pelayan’
artinya seseorang yang bekerja untuk keperluan orang lain,
untuk melaksanakan kehendak orang lain. Ia pekerja yang
menjadi milik tuannya. Di luar Alkitab kata itu berarti budak;
hamba yang melayani; bawahan dalam politik; keterangan
tentang diri sendiri untuk menunjukkan kerendahan hati.
Konsep tentang menjadi seorang hamba pada umumnya
dipandang rendah dalam masyarakat kita. Rata-rata pegawai
tidak suka menganggap dirinya sebagai hamba dari
majikannya. Kebanyakan menjadi manajer tidak ingin menjadi
hamba dari para pegawai. Golongan pejabat tidak mau menjadi
hamba dari tingkat manajer. Konsep melayani dipandang hina
di dunia. Dunia menginginkan suatu gelar, kedudukan, nama
besar, seorang pelayan dan seorang yang melayani mereka”.
Sikap seorang hamba sangatlah penting, tetapi itu harus
merupakan sikap yang ditunjukkan dalam setiap segi
kehidupan dan bukan dalam pelayanan saja”. Adapun gaya
kepemimpinan dalam pelayan di ladang Tuhan, harus
menggunakan pelayanan kasih yang akan mengekspresikan
kelemah-lembutan dan kesabaran.
Menjadi pemimpin yang baik dan berhasil itu harus
bersikap melayani, seperti Yesus Kristus membasuh kaki para
murid-murid-Nya, sebab melayani dengan rendah hati itu, tidak
bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dalam
memikul tanggung jawab jabatan. Justru sikap melayani seperti
itulah, keteladanan Yesus menjadi cermin bagi pemimpin-
pemimpin saat ini yang mau melayani dengan sungguh-
sungguh. Hal ini dapat dilihat dalam firman Tuhan, “Sebab aku
telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu
juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.
Aku berkata kepadamu: sesungguhnya seorang hamba tidaklah
lebih tinggi daripada tuannya, ataupun seorang utusan daripada
dia yang mengutusnya”. (Yohanes 13:15-15). Sikap pelayanan
41
Yesus inilah yang dapat menjadikan para pemimpin gereja,
dalam hal ini gembala sidang, untuk menirukan apa yang telah
diperbuat Yesus semasa hidupnya, yakni melayani dan
mengasihi.
Seorang pemimpin harus menjadi seorang hamba?
Karena “hamba itu tidak egois, seorang yang mengabdi kepada
kesejahteraan dan kebutuhan orang-orang lain. Seseorang yang
tidak terlalu sibuk dengan kehidupan dan kepentingannya
sendiri, melainkan hidup untuk melayani orang lain juga.
Karena itu seorang hamba juga tidak suka menuruti
kehendaknya sendiri”. Tuhan Yesus sebagai pemimpin besar
dijamannya juga melakukan hal ini. Dia mengatakan “bukan
kehendak-Ku, melainkan kehendak Mulah yang tejadi”. Jadi,
sebagai pemimpin harus meneladani gaya kepemimpinan
Yesus. Yesus adalah teladan dalam kepemimpinan yang
melayani, karena Dia datang untuk melayani dan memberi diri
bagi pelayanan (Mrk. 10:42-45). Karena itu, kita tidak boleh
terpengaruh oleh pola kepemimpinan dunia dengan menolak:
kepemimpinan tangan besi yang menjalankan kuasa dengan
keras dan memiliki motivasi ingin menjadi yang paling besar
dan terkemuka.

2. Ciri-Ciri Gembala Sebagai Pemimpin Pelayan


a. Mendengarkan
S.R. Levine & M.A. Crom menulis bahwa keterampilan
“mendengarkan” adalah satu-satunya keterampilan yang paling
penting dari semua keterampilan berkomunikasi yang ada.
Lebih penting dari keterampilan untuk berorasi dengan berapi-
api. Lebih penting daripada suara yang penuh kuasa. Lebih
penting daripada kemampuan untuk berbicara dalam beberapa
bahasa. Malah lebih penting dari kemampuan menulis dengan

42
kata-kata yang menawan.53 Sedangkan menurut Keith Davis &
John W. Newstrom mengutarakan bahwa “Keterampilan untuk
berkomunikasi secara interpersonal yang baik tidak sekedar
menyangkut penyampaian pesan-pesan tetapi juga penerimaan
pesan-pesan. “Mendengarkan” merupakan metode utama
dalam menerima pesan-pesan.
Sayangnya, banyak orang saat ini tidak bisa menjadi
pendengar yang baik. Riset-riset telah menunjukkan bahwa
rata-rata orang hanya menyimpan 25 % dari apa yang
didengarnya.54 Sebab, untuk menjadi pendengar yang efektif
bukan merupakan keterampilan alamiah bagi kebanyakan
orang. Tetapi bergantung siapa dulu yang akan menyampaikan
pesan tersebut (sender). Misalnya kebanyakan orang lebih
cenderung mendengarkan baik-baik atasan (orang-orang yang
di atas) mereka daripada para bawahan (orang-orang yang di
bawah) mereka. Artinya bahwa pemimpin pada umumnya
dihargai karena kemampuannya dalam berkomunikasi dan juga
dalam mengambil keputusan. Namun, dalam berkomunikasi
pemimpin pelayan juga berkomunikasi dengan mendengarkan
dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan. Selain
mendengarkan anggota-anggotanya, pemimpin pelayan juga
harus mendengarkan bimbingan dari Tuhan, tetapi yang lebih
penting daripada itu adalah mampu menjadi pendengar yang
baik kepada siapapun dan inilah ciri-ciri seorang gembala
sebagai pelayan.

53
S.R. Levine & M.A , The Leader In You: How To Win Friends, Influence People, And
Succeed In A Changing World, (New York, N.Y.: Simon & Schuster, 1993), hal. 985
54
Keith Davis & John W. Newstrom, Human Behavior At Work – Organizational
Behavior, 8th Edition: New York, N.Y., McGraw-Hill Book Company, 1989), hal. 87
43
b. Empati
Empati adalah proses kejiwaan seseorang individu larut
dalam perasaan orang lain baik suka maupun duka, dan seolah-
olah merasakan atupun mengalami apa yang dirasakan atau
dialami oleh orang tersebut. Empati merupakan kelanjutan dari
sikap simpati, yaitu perbuatan nyata untuk mewujudkan rasa
simpatinya itu. Empati dalam Bahasa Yunani εμπάθεια yang
berarti “ketertarikan fisik” didefinisikan sebagai respons afektif
dan kognitif yang kompleks pada distres emosional orang
lain.55 Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan
emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba
menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang
lain.56
Contohnya, Ucok merasa sangat bersedih dan terharu
ketika melihat Wawan temannya harus bekerja di malam hari
untuk membayar biaya sekolahnya. Ia seolah-olah merasakan
beban yang harus dipikul oleh Wawan. Oleh karena itu, Ucok
sering membantu Wawan. Jadi, para pemimpin pelayan
berusaha berempati pada orang lain mengenali keistimewaan
dan talenta mereka yang unik.
c. Menyembuhkan
Salah satu kekuatan pemimpin pelayan adalah
kemampuannya untuk menyembuhkan diri mereka sendiri dan
orang lain. Banyak orang yang merasa patah semangat dan
menderita akibat luka emosional. Jadi, disposisi pemimpin
pelayan di sini lebih berperan sebagai motivator.

55
Baron & Byrne, Psikologi Sosial Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2004, hal. 111
56
Ibid, Baron & Byrne
44
d. Persuasi
Komunikasi persuasif adalah komunikasi yang
bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi kepercayaan,
sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh komunikator. Oleh karena itu,
komunikasi yang baik harus selalu terjalin antara para
pemimpin dengan yang dipimpin dan juga pemimpin dengan
para pengikutnya juga perlu mempertahankan komunikasi.57
Pada umumnya sikap-sikap individu/ kelompok yang
hendak dipengaruhi ini terdiri dari tiga komponen: pertama,
kognitif-perilaku dimana individu mencapai tingkat “tahu”
pada objek yang diperkenalkan; kedua, afektif perilaku dimana
individu mempunyai kecenderungan untuk suka atau tidak suka
pada objek; ketiga, konatif perilaku yang sudah sampai tahap
hingga individu melakukan sesuatu (perbuatan) terhadap objek.
Karakteristik lain dari pemimpin yang melayani adalah
mengandalkan persuasi dalam pengambilan keputusan, bukan
posisi sebagai otoritas.
Pemimpin yang melayani mencoba untuk meyakinkan
orang lain, bukan memaksa orang lain untuk patuh.58 Artinya
bahwa para pemimpin pelayan mengedepankan persuasi
daripada otoritas jabatannya. Persuasi yang dimaksudkan di
sini adalah usaha untuk meyakinkan orang lain dan bukan
memaksakan penyesuaian. Itu berarti yang dilayani harus

57
Conrad Supit Abraham, Aktualisasi Pemimpin Pemenang, (Jakarta: LPR, Tt.,), hlm.
60
58
http://kiteklik.blogspot.com/2011/04/menjadi-pemimpin-yang-
melayani.html#sthash.hB6K6KjO.dpuf

45
sungguh-sungguh menemukan sendiri kesadaran akan kekuatan
dalam dirinya.
e. Komitmen untuk melayani
Dasar dari setiap komitmen yang kita lakukan adalah
karena cinta Tuhan yang telah mengasihi kita (Yohanes 3:16).
Cinta itu akan membuat kita mengasihi Dia diatas segalanya
dan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri (Matius
22:37-40). Dengan dasar itulah, maka setiap orang seharusnya
memberi diri untuk melayani Tuhan, dan bukan di atas dasar
yang lain. Firman Tuhan berkata “Apa pun juga yang kamu
perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk
Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari
Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu
sebagai upah” (Kol. 3:23-24). Komitmen adalah janji setia,
tekad atau ketetapan yang kuat untuk melakukan sesuatu yang
disertai dengan tanggung jawab. Artinya, komitmen akan
membuat suatu janji dapat dipercaya karena adanya rasa
tanggung jawab dan tekad untuk melakukan sesuatu demi
melayani kebutuhan orang lain.
f. Komitmen pada pertumbuhan semua orang
Komitmen adalah sebuah usaha untuk membangun
kepercayaan, yang seharusnya dimiliki oleh semua orang.
Menurut Samuel T. Gunawan, bahwa komitmen adalah suatu
janji pada diri sendiri atau kepada orang lain yang tercermin
dalam tindakannya. Seseorang yang berkomitmen adalah
mereka yang dapat menepati sebuah janji dan mempertahankan

46
janji itu sampai akhir, walau pun harus berkorban.59 Artinya
bahwa kita berusaha memberikan yang terbaik kepada semua
orang tanpa ada maksud-maksud lain.
Masyarakat Indonesia sangat memerlukan pemimpin
yang memiliki komitmen untuk memikirkan pertumbuhan dan
perkembangan Bangsa Idonesia ini. Begitupula dengan jemaat
saat ini, jemaat sangat merindukan pemimpin yang memiliki
komitmen dalam pertumbuhan iman jemaat. Jemaat bertumbuh
karena adanya komitmen gembala dalam melayani. Para
pemimpin pelayan harus memiliki komitmen yang mendalam
pada pertumbuhan semua individu khususnya jemaat yang di
layaninya.
g. Membangun Komunitas
Definisi komunitas secara umum adalah tempat
berkumpulnya sekelompok orang di dalam suatu tempat atau
lingkungan yang memiliki hobi, minat atau kesukaan yang
sama, di prakarsai oleh seseorang atau sekelompok orang.
Komitmen dan konsistensi dalam sebuah komunitas
membutuhkan figur. Siapkanlah “tokoh” yang siap sedia untuk
hadir ditengah-tengah massa, sehingga membawa pengaruh
positif bagi komunitas itu sendiri.
Jadi, dalam membangun sebuah komunitas sangat
membutuhkan sebuah ketulusan hati. Ketulusan adalah hal
mutlak yang harus ditonjolkan dalam sebuah komunitas.
Jangan sekali-kali menganggap komunitas sebagai sebuah
kumpulan “pengikut” yang siap dijejali iklan dan promosi kita.
Melainkan berikanlah pengetahuan tentang segala hal, baik

59
Samuel T. Gunawan,http://artikel.sabda.org/makna_sebuah_integritas, di unduh
pada hari Sabtu, 8 Agustus 2015. Pukul: 6:49 Wib
47
yang menyangkut produk maupun tidak. Tunjukkan bahwa
produk tak hanya ingin beriklan, tapi juga ingin bermanfaat
bagi anggota komunitasnya. Jadikanlah komunitas sebagai
partner, sehingga ikatan emosional tetap terjaga. Oleh karena
itu, pemimpin pelayan harus membangun komunitas yang
sejati yang berdasarkan prinsip-prisip kebenaran Alkitab.

3. Sifat-Sifat Gembala Sebagai Pemimpin yang Baik60


a. Jujur
Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan
sesuatu dengan sesungguhnya dan apa adanya, tidak di
tambahi ataupun tidak dikurangi.61 Maksudnya adalah
mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang
sesuai dengan kenyataan dan kebenaran. Biasanya, jujur hanya
diartikan sebatas mengatakan yang sebenarnya. Atau dengan
kata lain tidak berkata bohong. Dalam Alkitab menegaskan
kepada kita bahwa “Jika ya, hendaklah kamu katakana ya, jika
tidak, hendaklah kamu katakan tidak. Apa yang lebih daripada
itu berasal dari si jahat. Matius 5 : 37.
Prinsip ini menjadi perhatian bagi kita semua, karena
tanpa kejujuran akan merusak hubungan kita dengan orang
lain, antara atasan dengan bawahan dan antara bawahan dan
atasan. Ketidakjujuran terhadap orang lain adalah sangat
berbahaya dan sama lamanya dengan luka jasmani. Ada dalam
Alkitab, “Orang yang bersaksi dusta terhadap sesamanya
adalah seperti gada, atau pedang, atau panah yang tajam”

60
Op.cit, J. Oswald Sander, hal 49-75
61
http://pratiwianggun17.blogspot.com/2012/11/apa-itu-jujur-anggun-pratiwi.html,
di unduh pada hari Sabtu Tanggal, 01-08-2015. Pukul: 09:47 Wib
48
(Ams. 25:18). Tuhan tidak setuju dengan ketidak jujuran dalam
segala urusan dan bisnis. Ada dalam Alkitab,” Dua macam
batu timbangan adalah kekejian bagi TUHAN, dan neraca
serong itu tidak baik” (Amsal 20:23). Bersikaplah jujur dan
terbuka. Ada dalam Alkitab, “Sebab nasihat kami tidak lahir
dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga
tidak disertai tipu daya” (2 Tesalonika 2:3). “Karena kami
memikirkan yang baik, bukan hanya dihadapan Tuhan, tetapi
juga dihadapan manusia” ( 2 Korintus 8:21).
Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memiliki
kejujuran baik terhadap orang lain maupun diri sendiri. Jujur
berarti tidak bercabang lidah, bertindak sportif, terbuka dan
berani mengakui kesalahan serta tidak mencari “kambing
hitam”. Hal ini tidak akan menurunkan wibawa kita, malahan
membuat orang lain makin respek/menghargai kita.
b. Menjaga kesucian.
“Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka
akan melihat Allah. Matius 5:8. Kata Suci dipakai untuk
menerjemahkan kata-kata Ibrani: ‫נָקִ י‬-NAQI (kadang
diterjemahkan: tidak bersalah); ‫נִקָּ יוֹן‬-NIQAYON (harfiah, tidak
bersalah', Kejadian 20:5); ‫בּ ַָרר‬-BARAR (harfiah ‘murni’, 2
Samuel 22:27; Mazmur 18:27); ‫ ָחטָא‬-KHATA (yang juga
diterjemahkan ‘menjadi tahir'); ‫טָהוֹר‬-TAHOR (tahir, tidak
haram, Bilangan 5:28; Mazmur 19:10; Habakuk 1:13). ‫ קָ דוֹשׁ‬-
QADOSY (Ayub 15:15); ‫ק ֹדֶ שׁ‬-QODESY (Yeremia 11:15;
Ratapan 4:1); ‫ חַף‬- KHAF (harfiah ‘tidak bersalah’, Ayub
33:9); ‫נֹעַם‬-NO’AM (harfiah ‘indah, menyenangkan’ Amsal

49
15:26). LAI menerjemahkan kata “suci” tidak termasuk
“Kemah Suci” dan “Bait Suci” dari kata-kata tersebut.62
Dalam Perjanjian Baru tidak termasuk “kitab suci”, “bait
suci” diterjemahkan dari kata Yunani: ἅγιος - HAGIOS yang
biasanya diterjemahkan ‘kudus’ (Matius 4:5; Markus 6:20; 2
Petrus 3:11; Yudas 20; Wahyu 11:2), καθαρός - KATHAROS
(harfiah ‘bersih’, Matius 5:8; Roma 14:20; 1 Timotius 1:5; 3:9;
Titus 1:15), ἁγνός-HAGNOS (harfiah ‘murn’, 2 Korintus 11:2;
Filipi 4:8; Titus 2:5; 1 Yoh. 3:3); εἰλικρινής - HEILIKRINÊS
(harfiah ‘murni’, Filipi 1:10); ὅσιος - HOSIOS (1 Tim. 2:8,
yang juga diterjemahkan ‘saleh’).63
Jadi, maksud ‘suci’ dalam Perjanjian Baru ialah keadaan
hati manusia yang telah menyerahkan diri seutuhnya kepada
Allah: dalam hati itu tidak ada perlawanan kesetiaan, tidak ada
perhatian yang terbelah atau terpencar, tak ada dorongan hati
yang bercampurbaur, tidak ada kemunafikan dan tidak ada
ketidak sungguhan. Upah dari hati yang utuh seperti itulah
melihat Allah (Matius 5:8); Penglihatan seperti itu tidak akan
ditampakkan kepada suatu hati yang tidak suci, karena hati itu
tidak selaras dengan sifat dan kodrat Allah. Dalam Markus
7:14-28 Yesus mengajarkan bahwa kenajisan, dan begitu juga
kesucian ialah roh penyangkalan diri dan ketaatan, yang
‘menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus’
(2 Korintus 10:5b). Kesucian bermula di dalam hati dan
meluaskan diri ke luar ke seluruh lapangan hidup, sambil
menyucikan semua pusat kehidupan, yaitu tubuh, jiwa dan roh.

62
http://www.sarapanpagi.org/kudus-suci-vt6232.html, di unduh pada hari Sabtu, 01
Agustus 2015. Pukul: 10:35 Wib
63
Ibid, http://www.sarapanpagi.org/kudus-suci-vt6232.html
50
Menjaga kesucian merupakan hal yang penting di dalam
kehidupan kita sebagai pemimpin rohani, karena kesucian
memberikan wibawa rohani dan urapan Allah kepada seorang
pemimpin. Namun kesucian bukan berarti kita tidak pernah
gagal atau salah, tapi sikap dimana kita senantiasa rela
diperbaiki dan cepat menyelesaikan kegagalan, dosa dan
kesalahan. Makin tinggi kerohanian seseorang, makin mudah ia
mengaku dosa dan membereskannya. Orang yang mudah
mengaku dosa, mudah menerima pengampunan.
c. Memiliki pendirian rohani yang teguh.
Kepemimpinan seorang gembala yang baik sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya ialah faktor
pendirian rohani. Jika tidak memiliki pendirian rohani yang
teguh, maka akan mempengaruhi caranya menjalankan
kepemimpinannya. Karena itu seorang pemimpin kristen,
disamping harus sudah lahir baru, ia harus juga memiliki
landasan rohani yang kokoh, tidak berkompromi dalam
mengambil keputusan karena mendengar pendapat orang atau
membaca buku saja. Pemimpin juga harus tegas, artinya
konsekwen dengan apa yang sudah digariskan. Tegas berarti
berani mengoreksi anak buah yang salah, namun dengan kasih
(Ams. 28:23).
d. Disiplin.
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap
nilai-nilai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan
tertentu yang menjadi tanggung jawabnya.64 Menurut James

64
https://id.wikipedia.org/wiki/Disiplin, diunduh pada hari Senin, 21 Maret 2016.
Pukul. 14.00 Wib
51
Drever dari sisi psikologis, disiplin adalah kemampuan
mengendalikan perilaku yang berasal dari dalam diri seseorang
sesuai dengan hal-hal yang telah di atur dari luar atau norma
yang sudah ada. Dengan kata lain, disiplin dari segi psikologis
merupakan perilaku seseorang yang muncul dan mampu
menyesuaikan diri dengan aturan yang telah ditetapkan.65
Artinya sifat ini sangat penting karena tanpa disiplin
maka karunia-karunia yang lain, betapa pun besarnya, tidak
akan berkembang dengan sepenuhnya. Seorang pemimpin
dapat memimpin orang lain, karena ia telah mengalahkan
dirinya sendiri. Seorang pemimpin adalah orang yang pertama-
tama telah menyerahkan dengan sukarela dan belajar untuk
mentaati disiplin yang berasal dari luar dirinya, tetapi yang
kemudian menaklukkan dirinya sendiri pada disiplin yang lebih
keras dari dalam. Mereka yang memberontak terhadap
penguasa dan meremehkan disiplin pribadi, jarang yang cakap
menjadi pemimpin pada tingkat atas. Orang yang berkaliber
pemimpin akan bekerja sementara orang lain membuang-buang
waktu, belajar pada waktu orang lain tidur, dan berdoa pada
waktu orang lain bermain.
e. Keberanian.
Keberanian adalah sifat pikiran yang memungkinkan
orang untuk menghadapi bahaya atau kesukaran dengan
keteguhan, tanpa rasa takut atau kecil hati. Martin Luther
memiliki sifat yang penting ini dalam ukuran yang luar biasa.
Dia berkata, “Saya tidak merasa takut sedikitpun; Allah dapat
membuat orang begitu berani. Tingkat keberanian yang paling

65
http://www.duniapelajar.com/2014/07/16/pengertian-disiplin-menurut-para-ahli,
diunduh pada hari Senin, 21 Maret 2016. Pukul. 14. 02 Wib
52
tinggi dapat dilihat dalam pribadi yang paling penakut, tetapi
yang tidak mau menyerah kepada ketakutan.” Keberanian
seorang pemimpin dinyatakan dalam hal ia rela menghadapi
kenyataan yang tidak enak dengan ketenangan hati yang teguh.
f. Kerendahan hati
Di bidang politik, kerendahan hati bukanlah suatu sifat
yang diinginkan atau diperlukan. Tetapi menurut ukuran Allah,
kerendahan hati mendapat tempat yang sangat tinggi. Tidak
menonjolkan diri, tidak mengiklankan diri, adalah definisi yang
diberikan Kristus untuk kepemimpinan. Seorang pemimpin
rohani akan memilih pelayanan yang penuh pengorbanan yang
tidak digembar-gemborkan, bukan tugas yang megah dan
pujian yang berlebihan dari orang-orang yang tidak rohani.
Rendah hati beda dengan rendah diri/minder, tapi terbuka
untuk menerima kritik dan memperbaiki kekurangan diri.
Contoh: Paulus merendahkan hati agar tujuan Injil tercapai
(1 Kor. 9:22-23).
g. Rajin, mau bekerja keras
Tak ada hal besar yang bisa dicapai bila pemimpin malas
dan tidak mau bekerja keras. Kerajinan, kerja keras disertai
keuletan, itulah yang membuat kepemimpinan seseorang
menjadi efektif. Pemimpin dituntut bekerja lebih daripada
orang yang dipimpinnya. Terutama bekerja dengan pikiran,
strategi, pengertian dan kasih. Keberhasilan tidak diraih dalam
sekejap. Mereka bekerja keras di malam yang gelap ketika
orang lain tertidur lelap. Untuk itu dibutuhkan disiplin diri
yang teguh. Seorang pemimpin dapat memimpin orang lain
karena ia telah mengalahkan dirinya sendiri.

53
h. Rela berkorban/menderita.
Pemimpin yang tidak rela berkorban (termasuk
mengorbankan harta milik) tidak akan berhasil. Perhatikan
teladan Yesus yang bahkan rela mengorbankan hidup-Nya bagi
umat manusia. Pemimpin rohani juga harus sungguh-sungguh
berjuang dan bergumul dalam pelayanan. Kemajuan pekerjaan
Tuhan seringkali menuntut kerelaan menderita dari si
pengerjanya. Lihat: Mazmur 126:5-6.
i. Kesabaran
Kesabaran adalah keteguhan hati untuk tahan menderita
demi kemenangan, menerima dengan gagah dan berani segala
sesuatu yang dapat menimpa kita didalam hidup ini, dan
mengubah keadaan yang paling buruk sekalipun menjadi satu
langkah ke arah yang lebih tinggi. Kesabaran adalah
kesanggupan yang memungkinkan orang melampaui keadaan
krisis dengan tabah, dan dengan gembira selalu menyambut
yang tidak terlihat.
j. Memperhatikan.
Pemimpin harus peduli kepada pengikutnya, seperti ibu
yang mengasuh dan merawat anaknya, dan seperti bapa yang
menasihati dan menguatkan hati anaknya (I Tes. 2:7-8, 11).
Orang tidak peduli berapa banyak yang kita tahu, sampai orang
tahu berapa banyak kita peduli. Seorang pemimpin sejati
sanggup memperkaya kehidupan orang yang dipimpinnya. Ia
senang melihat mereka maju dan tidak menganggapnya sebagai
saingan. Ini terjadi karena ia memiliki “hati Bapa”.

54
k. Berhikmat
Hikmat adalah pengetahuan dengan pengertian
sedalam-dalamnya terhadap inti persoalan, dan mengenalnya
sebagaimana adanya. Di dalam hikmat termasuk pengetahuan
akan Allah dan segala seluk beluk tentang hati manusia.
Hikmat jauh lebih luas daripada pengetahuan; hikmat
merupakan penerapan yang benar daripada pengetahuan di
dalam persoalan-persoalan moral dan rohani, dalam
menghadapi keadaan yang membingungkan dan kerumitan
hubungan manusia. Hikmat lebih daripada kecerdasan manusia,
hikmat adalah ketajaman sorgawi. Menurut Theodore
Roosevelt, hikmat sembilan persepuluhnya adalah sikap
bijaksana pada waktunya. Pengetahuan diperoleh melalui
belajar, tetapi pada waktu Roh Kudus masuk, Ia memberikan
hikmat untuk memakai dan menerapkan pengetahuan itu
dengan tepat.
l. Penuh dengan roh kudus
Kepemimpinan rohani hanya dapat dilakukan oleh
orang yang penuh Roh. Ini adalah syarat mutlak. Tanpa
perlengkapan penting ini, seseorang tidak akan dapat menjadi
seorang pemimpin rohani yang sejati (Kisah 1:8; 6:3,5).

4. Kualifikasi Gembala Sebagai Pemimpin Rohani


Ada 12 kualifikasi seorang gembala sebagai pemimpin
rohani menurut Dennis McCallum66, sebagai berikut:

66
http://petrusfs.blogspot.com/2008/04/kualifikasi-kepemimpinan.html, di unduh
pada hari Jumat, 31 Juli 2015. Pukul: 10:35 Wib
55
a. Seorang Visioner
Banyak pemimpin terbaik memimpin dengan visi.
Mereka memperoleh gagasan dan membagikannya kepada
yang lain, dengan penuh harapan sambil berinteraksi dengan
Allah. Kadangkala gagasan itu merupakan gambaran mental
dari suatu masa depan yang mungkin yang didasarkan pada
prinsip-prinsip Alkitab dan digabung dengan imajinasinya.
Gagasan inilah yang menggairahkan mereka dan mengisinya
dengan hasrat yang membara.
Mereka ingin orang lain melihat apa yang mereka lihat
dan menyatakan betapa pentingnya gagasan itu. Seorang
pemimpin tidak selalu mengembangkan suatu visi yang baru
dan unik, tetapi bisa mengambil dari visi orang lain. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa pemimpin yang terbaik tidak
selalu merupakan orang yang paling kreatif dalam
kelompoknya, meskipun memang kenyataannya kreatif mereka
berada di atas rata-rata.
Apakah visi seorang pemimpin itu asli atau dari orang
lain tidaklah begitu penting. Pemimpin yang baik
menggunakan banyak cara untuk mengkomunikasikan visi
mereka, menggandeng gambaran masa depan dengan realitas
masa lalu, dengan menunjukkan bahwa gagasan itu lebih baik
dari pada tidak bertindak apa-apa (status quo). Mereka dapat
menjelaskan apa yang terutama dalam visi itu sehingga mereka
rela menderita karenanya.
b. Seorang pembelajar
Dalam konteks Kristiani, para pemimpin adalah mereka
yang menyisihkan waktu untuk merenungkan pelbagai hal
tentang kepemimpinan mereka. Banyak pemimpin besar dalam
sejarah Kristiani adalah pembelajar (misalnya Martin Luther,
56
John Calvin, John Wesley, Jonathan Edwards, dll.) Secara
umum orang tertarik kepada mereka yang tahu tentang apa
yang mereka katakan karena kedalaman pemahaman mereka.
Demikian pula, suatu perkara yang telah dipertimbangkan
dengan baik bukan hanya dari sudut pandang apa yang akan
memberikan hasil pragmatis, melainkan juga dari sudut
pandang implikasi teologis dan keseimbangan menyeluruh
teologis dan alkitabiah-biasanya (walaupun tidak selalu) lebih
persuasif. Orang Kristen mencari, bukan pemimpin yang dapat
menangani urusan mereka sendiri, melainkan mereka yang tahu
dan dapat menangani urusan Allah.
Para pemimpin memperoleh kekuatan dan stabilitas dari
dalam dari kenyataan bahwa mereka telah merefleksikan
pelbagai pengalaman yang panjang dan keras dalam kehidupan
pribadi, bergereja, pemahaman Alkitabnya, dan diyakinkan
tentang apa yang Allah inginkan.
c. Seorang pemberi pengaruh
Seseorang disebut pemimpin jika ia mempengaruhi orang
lain, baik ke arah yang baik maupun buruk. Kita memimpin
orang lain ketika kita menyebabkan mereka mengubah sikap
atau perilaku mereka, baik karena mereka melihat keteladanan
kita dan mengakuinya, atau karena kita membujuk dengan
kata-kata untuk berubah.
Refleksi yang cermat di hadapan Allah tentang apa yang
perlu diubah dari orang-orang itu, membawa kepada suatu
kemampuan besar untuk bisa membujuk. Penerapan dalam
persuasi/bujukan dan pembelajaran untuk menunjukkan kepada
orang lain tentang apa yang harus mereka raih melalui
perubahan merupakan ketrampilan dasar kepemimpinan.

57
d. Seorang pembangkit semangat
Biasanya para pemimpin tidak menyarankan sesuatu
yang baru atau berbeda dari apa yang telah dilakukan orang
lain, tetapi mereka memberikan suatu rasa urgensi, kegairahan,
atau semangat terhadap aktifitas itu. Semangat dan kegairahan
pemimpin itu sendiri menjadi menular. Orang-orang dibuat
menjadi orang-orang yang penuh semangat dan penuh gairah
ketika mereka sendiri mencari semangat dan kegairahan dalam
hidup mereka. Jika kita belajar untuk memperoleh semangat
dan kegairahan dalam pikiran kita, kepemimpinan dipastikan
menyatakan hal itu dan hasilnya orang-orang juga terpengaruh.
e. Seorang pembangun tim
Banyak pemimpin efektif dalam membawa orang lain
bersama di suatu tim. Biasanya ini merupakan perbedaan
antara para pemimpin dengan mereka yang juga mempunyai
gagasan yang baik, tetapi tak pernah mempunyai dampak
terhadap Tubuh Kristus.
Membawa banyak orang bersama dan menolong mereka
mengatasi hambatan pemahaman, ketidaksenangan pribadi, iri
hati, dan praduga merupakan pekerjaan utama seorang
pemimpin.
Pemimpin yang baik biasanya berkaitan dengan
manajemen konflik dengan hasil penuh damai. Mereka yang
mencoba menangani konflik antara orang lain tetapi berhenti
mengipasi nyala api konflik atau secara konsisten menyangkal
kelompok yang satu atau yang lain dalam konflik, biasanya
tidak dapat bertahan lama sebagai pemimpin. Cara lain untuk
melihat pembangunan tim adalah bahwa pemimpin adalah
seorang pembentuk konsensus atau kesepakatan. Ia mampu

58
menarik lebih dari satu orang untuk setuju tentang nilai-nilai
atau arah gerakan tertentu.
f. Seorang yang rela menderita
Seorang yang memimpin selalu menderita, sama seperti
yang lain, dan kadang lebih dari orang lain. Perbedaannya
adalah bahwa para pemimpin dapat menderita dengan anugerah
dan bahkan dengan penuh ucapan syukur. Mereka tetap
berfokus dan berfungsi selama masa penderitaan dan tidak
kehilangan keyakinan dalam prinsip sebanyak yang orang lain
bisa lakukan.
Para pemimpin tahu bagaimana menghindari hanya
berfokus pada penderitaan mereka sendiri sekalipun dalam
masa yang sulit. Mereka tetap dapat berkonsentrasi secara
rohani sepanjang masa itu. Orang mengakui heroisme dari
mereka yang mau menderita tanpa kehilangan keyakinan
mereka kepada Allah atau komitmen mereka kepada yang lain.
Mereka akan tercengang sejenak bagaimana memperoleh
kemampuan semacam itu bagi diri mereka sendiri dan menjadi
berniat mengikuti sang pemimpin. Para pemimpin yang
kehilangan kesabaran terlalu sering atau terlalu lengkap ketika
penderitaan berlangsung biasanya mempengaruhi orang yang
mereka pimpin.
g. Seorang pejuang
Para pemimpin harus memerangi kecenderungan negatif
atau keyakinan yang keliru yang berkembang di dalam
kelompoknya. Pemimpin yang baik dengan cermat
merenungkan dihadapan Allah tentang faktor apa saja yang
mendorong kecenderungan atau pandangan negatif di kalangan
para sahabatnya tersebut; dan mengurangi sikap-sikap kontra
produktif. Para pemimpin tahu bahwa setan melancarkan
59
serangan atas kehidupan orang Kristiani yang akan
menghasilkan hal-hal yang kurang baik didalam kehidupan
setiap orang percaya. Oleh karena itu, para pemimpin Kristen
harus jelit dan peka terhadap gangguan Iblis ini.
h. Seorang penolong dan pemberi. Neh. 5:l8b
Yesus mengajarkan bahwa seorang pemimpin rohani
adalah seorang pelayan (Mrk. 10:43,44). Orang akan tertarik
kepada mereka yang melayani mereka dan menolong mereka di
masa lalu, dan akan selalu mengikuti nasihatnya. Pemimpin
tidak akan pernah merasa mereka mampu memenuhi seluruh
kebutuhan dalam gereja, tetapi dengan teratur rela melayani
dan memberikan yang terbaik. Orang akan menghindari
mereka yang hanya berada di awan-awan dan menganggap diri
terlalu penting untuk pekerjaan biasa. Pemimpin yang
semacam itu mengabaikan pengaruh.
i. Seorang yang berintegritas. Yoh. 6:66, 69
Secara teratur ada pemimpin yang dipacu oleh
lingkungan dan oleh bawahannya sendiri. Semua pemimpin
yang baik menyatakan bahwa mereka dapat mengatasi itu
semua tanpa kehilangan tujuan. Orang tertarik kepada karakter
yang kuat, dan cenderung percaya kepada apa yang dikuatkan
orang yang kuat. Meskipun mereka bersimpati dengan mereka
yang lemah, tetapi tidak akan pernah mengikutinya. Ini bukan
berarti para pemimpin harus menghindari penderitaan, tetapi
justru di tengah penderitaan tetap memiliki integritas. Bahkan
sekali pun tak ada seorang pun yang mau mengikutinya, ia
tetap mengarah pada tujuan yang benar dan hidup bagi Allah.
Pemimpin yang baik tidak takut ditolak oleh pengikutnya
karena ia menekankan kepada apa yang benar, bukan kepada
ada atau tidaknya pengikut. Yesus mengajarkan bahwa
60
Gembala Yang Baik “berjalan di depan mereka” yang berarti
bahwa sang gembala, menetapkan sesuatu dulu baru diikuti
oleh domba-dombanya. Ketika orang tahu bahwa sang
pemimpin lebih mencari pengikut dari pada melakukan apa
yang Allah inginkan, mereka menjadi sinis. Bahkan mereka
akan menguji pemimpin mereka dengan tidak mengikuti
mereka. Hanya jika mereka melihat bahwa sang pemimpin
tidak bisa dimanipulasi, barulah mereka memilih untuk
mengikutinya.
j. Seorang yang stabil
Pemimpin yang baik pada umumnya stabil selama
bertahun-tahun. Pemimpin yang buruk secara periodik
berpaling secara radikal ke arah yang berbeda, sementara
pemimpin yang baik berpijak teguh pada nilai dan keyakinan
utamanya. Inovasi mengambil bentuk penemuan cara-cara baru
dan berbeda untuk mencapai tujuan lama yang tak berubah
selama puluhan tahun dalam kehidupan pemimpin. Bentuk
umum ketidakstabilan lainnya adalah penghentian dari
pekerjaan. Pemimpin yang tak stabil meninggalkan pekerjaan
karena pelbagai alasan, sedangkan pemimpin yang baik tetap
setia dari waktu ke waktu. Banyak yang pada awalnya
menunjukkan kemampuan kepemimpinan yang alami tetapi
berakhir menjadi pemimpin yang buruk karena beberapa
kesalahan dalam hidupnya, sementara yang lain yang pada
mulanya nampak biasa tetapi berakhir dengan menjadi
pemimpin yang dihormati dan efektif karena fokus mereka
pada prinsip rohani yang paling mendasar.
Pada saat krisis, orang cenderung jatuh dan panik, dan
kadang menghasilkan penyelesaian radikal yang bersifat
menghancurkan. Pemimpin yang baik adalah mereka yang
61
tetap tegak di masa krisis dan kokoh, pada dasar kebenaran.
Orang tertarik pada kestabilan dan reliabilitas, yang dengan
benar dapat menyatakan bahwa reliabilitas semacam itu
merupakan hasil visi yang jelas akan jalan Tuhan.
k. Seorang yang mampu bertenggang rasa
Ironisnya, pemimpin yang baik juga adalah seorang yang
bisa bertenggang rasa. Kemantapan dan kegigihan itu penting,
tetapi perfeksionisme itu bertentangan dengan kepemimpinan
yang efektif. Kita hidup dalam dunia yang berdosa dimana visi
kita tidak pernah benar-benar terpenuhi, Orang tak pernah
berhenti melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, dan
kehidupan selalu memberikan kepada kita hal-hal yang tak
diharapkan. Hasilnya, para pemimpin menyadari bahwa
mereka harus sedapat mungkin mencapai yang terbaik, tetapi
tidak mengharapkan kesempurnaan atau kesepakatan yang
tuntas.
Pemimpin yang bijaksana sadar bahwa semakin mereka
dekat dengan tujuan maka semakin baik keadanya dari pada
tidak ada gerakan sama sekali. Para pemimpin yang baik perlu
menyadari bahwa mereka harus memprioritaskan tujuan dan
merasa baik ketika tujuan utama tetap dipegang sementara
tujuan yang kurang utama tidak. Para pemimpin yang gagal
meletakkan prioritas, atau mereka yang perfeksionis,
menghadapi bahaya menghancurkan diri mereka sendiri dan
orang yang ada di sekitarnya. Mereka buruk dalam
membangun tim, dan tidak dapat bernegosiasi secara efektif.
Pada akhirnya, mereka selalu akan kehilangan pengikut.
l. Seorang yang membangun semangat
Memang bisa memimpin tanpa membangun semangat,
tetapi pemimpin yang baik menggunakan sarana rohani sebagai
62
pondasi yang penting. Alkitab mengajarkan agar kita saling
membangun, dan pemimpin harus menunjukkan hal ini (1 Tes.
5:11). Para pemimpin adalah mereka yang dapat membangun
semangat dan memulihkan kepercayaan dan antusiasme
kelompok orang yang patah hati dan depresi.
Pemimpin yang baik secara tetap mengingatkan orang
akan nilai mereka, akan kasih Allah, akan janji Firman Tuhan,
dan bahwa kegagalan bukan berarti kiamat. Karena para
pengikut sering kali gagal, peran pembangun semangat, yang
secara eksklusif tidak dimiliki pemimpin, sangat penting bagi
kemampuan pemimpin untuk menjaga moral. Penguatan yang
datang dari seorang pemimpin memberikan dampak yang lebih
dibandingkan yang datang dari orang lain.

5. Aplikasi Kepemimpinan Gembala Sebagai Pemimpin


Yang Profesional
Profesionalisme adalah salah satu isu utama dunia
modern. Setiap orang dituntut keahlian dalam bidangnya.
Kondisi ini terjadi karena permasalahan dunia semakin
kompleks, sehingga kebutuhan akan kualitas adalah hal yang
mutlak dan persaingan untuk menjadi yang terbaik tidak bisa
dihindarkan.
Kualitas berbicara tentang solusi terbaik, persaingan
adalah mencari yang terbaik. Orang akan mencari yang terbaik
dan yang dianggap tidak baik akan ditinggalkan. Dalam
konteks seperti inilah sekarang gereja berada. Saat ini gereja
bukanlah pilihan utama dan satu-satunya. Ada bidang-bidang
keahlian yang menyediakan jalan keluar bagi permasalahan
manusia: Ilmu medis, psikologi, hukum, sosiologi, manajemen
63
dan berbagai bidang lainnya dengan bermacami sistim serta
fasilitas canggih tersedia. Di dunia modern manusia dengan
berbagai pengetahuannya dianggap bisa menjawab kebutuhan
sendiri.
Gembala atau pemimpin rohani bukan lagi dipandang
sebagai profesi yang bisa menjawab seluruh persoalan
manusia. Bahkan dalam bidang kepemimpinan dengan pola
penggembalaan oleh gereja sudah dianggap ketinggalan jaman.
Kepemimpinan sekuler dianggap lebih efektif dan efesien dari
pada kepemimpinan gereja. Ini adalah fakta riil yang sedang
terjadi disekitar kita saat ini khususnya dalam gereja dan
bahkan tidak sedikit juga jemaat meninggalkan gereja saat ini,
disebabkan ketidak profesional gembala dalam menjalankan
dan menyelesaikan setiap permasalahan yang ada dalam gereja.
Dalam menghadapi situasi seperti ini mau tak mau
gembala harus meningkatkan kualitas kepemimpinannya demi
mengatasi persoalan-persoalan yang ada. Oleh karena itu,
setiap pemimpin memiliki tugas utama yang harus
diperhatikan, sebagai berikut:
a. Mengambil keputusan yang bijaksana
Pengambilan keputusan yang bijaksana harus
berdasarkan data-data yang dikumpulkan dari orang yang di
pimpin dan materi-materi yang dibahas. Dalam hal ini sebagai
seorang pemimpin harus dapat menentukan arah kebijaksanaan
yang jelas, yang memungkinkan tiap anggota di dalam
organisasi bersama-sama menerima arah kebijaksanaan itu.
Ada beberapa prinsip dalam pengambilan keputusan
berdasarkan kebenaran:
 Dalam pengambilan keputusan yang bijaksana ialah
mendapatkan fakta-fakta. Ada dalam Alkitab, “Sungguh
64
memalukan bila dalam-pengambilan keputusan di
putuskan tanpa mengetahui fakta-fakta!” (Amsal 18:13).
 Dalam pengambilan keputusan ialah bersikap terbuka
untuk gagasan-gagasan baru. Ada dalam Alkitab, “Orang
berbudi selalu haus akan pengetahuan; orang bijaksana
selalu ingin mendapat ajaran” (Amsal 18:15, BIS).
“Orang pintar selalu terbuka kepada gagasan-gagasan
baru. Malahan, ia mencarinya” (Amsal 18:15, TLB).
 Dalam pengambilan keputusan ialah mendengar kedua
sisi dari suatu cerita. Ada dalam Alkitab, “Pembicara
pertama dalam sidang pengadilan selalu nampaknya
benar, tapi pernyataannya mulai diuji apabila datang
lawannya” (Amsal 18:17, BIS). “Setiap cerita
kedengaran benar sampai seseorang menceritakan sisi
lainnya dan meluruskan catatan itu” (Amsal 18:17, TLB).
b. Menentukan metoda/sistem yang dipakai
Dalam organisasi terdapat segi-segi positif dan negatif,
oleh karena itu menemukan metode yang tepat agar segi-segi
positif dapat berkembang dengan baik dan segi-segi negatif
dapat dikurangi. Banyak organisasi sering gagal dalam
menentukan metode atau sistem yang tepat, oleh karena itu
metode atau sistem yang dipakai harus memungkinkan
kebijaksanaan yang jelas dan dapat tercapai. Jadi, metode
merupakan sarana untuk mencapai sasaran-sasaran yang dapat
menampung kebijaksanaan dan arah pekerjaan.
c. Menentukan prosedur yang berlaku
Walaupun metode sudah ditentukan, tetapi prosedur
harus dijajaki, diperhitungkan dan dianalisa. Metode yang baik
tanpa prosedur yang tepat dapat mengakibatkan kegagalan atau
kemunduran dengan hasil yang hanya minimal. Prosedur,
65
menyangkut manusia dengan hasil yang hanya minimal.
Prosedur, menyangkut manusia yang harus diatur, menjaga
materi yang harus disusun serta prioritas-prioritas yang harus
dilaksanakan.
d. Mengawasi dan menegakkan disiplin
Prosedur lancer, metode baik, kebijaksanaan tepat, tetapi
tanpa disiplin kerja, gerak maju suatu organisasi akan
tersendat-sendat. Sebab manusia cenderung untuk mencari
yang enak, mencari yang lebih santai, menjadi malas. Semua
itu bisa terjadi. Di dalam pekerjaan boleh jadi kita tidak
mempedulikan berapa hasil pekerjaan yang harus dicapai, oleh
karena itu, target dan disiplin harus dibuat dan diawasi.
Pengawasan itu tidak hanya datang dari pemimpin, tetapi juga
datang dari orang yang dipimpin, apalagi dalam hal keuangan.
Hal kepercayaan memang sangat diperlukan, tetapi percaya
saja tanpa pengawasan dan disiplin, maka kepercayaan itu akan
bisa menjadi sesuatu yang menyusahkan. Sangat penting
memimpin dan mengawasi, namun buka memata-matai. Ini
berarti, bahwa pemimpin juga dapat mengambil tindakan yang
berhubungan dengan disiplin.
e. Mengontrol secara keseluruhan
Selain mengawasi dan memberi disiplin seperti halnya
pada point keempat, jangan lupa setiap pekerjaan yang berhasil
senantiasa merupakan hasil pekerjaan dari keseluruhan pula.
Oleh karena itu betapa penting seorang pemimpin memberikan
tempat kepada bawahan apakah itu anggota atau staf, untuk
memberi kebebasan berkreasi mencapai kemajuan.
Pengontrolan keseluruhan tidak berarti suatu usaha untuk
membuat orang takut, melainkan justru sebaliknya. Baiklah
kita sebagai pemimpin berusaha menggerakkan setiap anggota
66
untuk bersama-sama maju mencapai sasaran itu secara
keseluruhan.

67
BAB II
GEMBALA SEBAGAI PENGAJAR

A. Pengertian Pengajar
Pengajar berasal dari kata dasar ajar, dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia artinya petunjuk kepada orang supaya
diketahui (dituruti). Dari sini dapat dipahami bahwa ajar;
mengajar adalah suatu tindakan untuk membuat orang lain
mengerti, atau paham akan sesuatu.67 Mengajar secara umum
diartikan sebagai suatu aktifitas mengorganisasi dan mengatur
lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak
didik sehingga terjadi proses belajar mengajar dengan kondisi
yang kondusif.68 Kegiatan mengajar pada peserta didik akan
tercipta jika ada usaha yang dilakukan oleh pengajar (guru),
usaha dari pihak ini kita kenal dengan istilah mengajar.
I. L. Pasaribu dan B. Simanjuntak (1983:7)
mengemukakan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan yang
mengorganisasikan (mengatur) lingkungan sebaik-baiknya
dan menghubungkannya dengan anak didik, sehingga terjadi

67
https://tubagusranggaefarasti.wordpress.com/2012/05/20/perbedaan-antara-
pendidik-dan-pengajar, diunduh pada hari Senin, 28 Maret 2016. Pukul. 08:53 Wib
68
http://afshis.blogspot.com/2010/08/istilah-mengajar.html, di unduh pada hari
senin tanggal 23 desember 2013. Pk 20:43 wib
68
proses belajar mendidik. Mengajar merupakan suatu kegiatan
yang disengaja yang dilakukan untuk membantu siswa dalam
proses belajarnya. Seperti yang diungkapkan oleh Mohamad
Ali (1985:12) bahwa mengajar adalah segala upaya yang
disengaja dalam memberi kemungkinan bagi siswa untuk
terjadinya proses belajar siswa dengan tujuan yang telah
dirumuskan.69
Namun lagi-lagi hal ini dikomentar oleh Sardiman
bahwa, tugas guru tidak hanya sebagai “pengajar” yang hanya
mentransfer pengetahuan, tetapi juga sebagai “pendidik” yang
mentransfer values dan sekaligus sebagai “pembimbing” yang
memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar.
Guru (pengajar) juga memiliki peran sebagai komunikator
yang memberikan nasihat-nasihat kepada objek/siswa, sebagai
motivator yang memberikan dorongan, sebagai fasilitator yang
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan sebagai
mediator, menjadi penengah yang menengahi kesulitan siswa
dalam belajar.70 Seperti yang di tandaskan oleh Ronald W.
Leigh bahwa “Mengajar adalah mencakup banyak hal:
mempertunjukkan, memperbaiki, menjadi teladan, memberikan
kuliah, berdiskusi dan banyak lagi.71
Lanjutnya menjelaskan bahwa sinonim terbaik untuk
“mengajar” adalah kata “membimbing”, kerena
membimbing dapat dilakukan dalam suasana apa pun dan
hampir dalam segala cara. Bila kita berpikir tentang
mengajar sebagai membimbing, kita pun diingatkan akan
69
htt p://panduanguru.com/pengertian-belajar-dan-mengajar/ di unduh pada hari
senin tanggal 23 desember 2013. Pk 21:11 wib
70
Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), 123
71
Ronald W. Leigh, Melayani dengan Efektif 34 Prinsip Pelayanan bagi Pendeta dan
Kaum Awam, (Jakarta: Gunung Mulya, 2011), hlm. 145
69
dua hal yang penting dalam pengajaran yang baik.
Pertama, kita diingatkan bahwa murid dibimbing ke arah
sesuatu dan bahwa para murid sendiri harus secara
pribadi terlibat dan bergerak ke arah tujuan tersebut.
Kedua, hal ini, yang lebih dikenal sebagai sasaran dan
ketelibatan siswa yang bermakna, adalah hal-hal yang
mutlak bila guru ingin efektif dalam pengajarannya.72
Jadi, mengajar adalah salah satu tugas utama dari
gembala sidang. Melalui pengajaran gembala sidang bisa
memberi arahan, nasihat, didikkan dan motivasi. Melaui
pengajaran gembala sidang bisa juga menyelesaikan dan
menjawab tantangan yang sering di hadapi oleh jemaat Tuhan
masa kini, karena dalam gereja saat ini banyak problem-prolem
yang sering dihadapi oleh setiap orang percaya, seperti
pengajaran-pengajaran palsu yang kadang tidak sesuai dengan
pengajaran Alkitabiah. Mau tidak mau harus gembala memberi
pengajaran-pengajaran yang mendasar sesuai dengan ajaran
Alkitab itu sendiri.
Tugas ini sama pentingnya dengan tugas penggembalaan.
Tentu seorang gembala harus mampu mendesain cara
menyampaikan firman Tuhan secara baik. Bisa dalam bentuk
khotbah di mimbar maupun mengajar di ruangan gereja secara
khusus. Mengajar dalam kelas katekisasi, kelas-kelas khusus
untuk kaum pria maupun kaum wanita, remaja dan pemuda.
Mengajar di seminar-seminar yang diadakan oleh gereja, dan
sebagainya.
Penekanan utama dalam hal mengajar disini adalah
kemampuan gembala dalam mengatur ketersediaan pengajaran
firman Tuhan secara teratur agar diterima oleh jemaat dengan

72
Ibid, 72 Ronald W. Leigh, hlm. 145-146
70
baik. Pengaturan tersebut bisa berupa pengajaran langsung
oleh gembala maupun oleh orang lain seperti pendeta yang
menjadi rekan dalam pelayanan di gereja yang dipimpinnya.
Bisa juga dilakukan dengan mendatangkan pengkhotbah tamu
yaitu pengkhotbah dari gereja lain yang diundang untuk
menyampaikan firman Tuhan.
Menurut hemat saya bahwa kegiatan mengajar bukan
hanya di lakukan dalam kelas pendidikan formal saja tetapi
kegiatan mengajar bisa di lakukan dimana saja terutama di
dalam gereja. Intinya dalam melakukan kegiatan mengajar ini
adalah ada yang dididik dan pengajar maka kegiatan belajar
dan mengajar akan terlaksanakan dengan baik apapun
bentuknya.

B. Kualifikasi Seorang Gembala Sebagai Pengajar


1. Kualifikasi secara spiritual
a. Yakin dengan panggilannya
Syarat menjadi seorang gembala diawali dengan
meyakini terlebih dahulu bahwa panggilan yang sudah Tuhan
tetapkan pada dirinya adalah memang benar untuk mengemban
tugas penggembalaan tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh
Yakob Tomatala bahwa gembala atau pemimpin Kristen harus
memahami dasar kepemimpinan Kristen bahwa ia terpanggil
sebagai “pelayan-hamba” (Mrk. 10:42-45). Seorang gembala
atau pemimpin Kristen terpanggil oleh Allah kepada tugas dan
tanggung jawab sebagai seorang pelayan dengan status sebagai
hamba Allah. Gembala atau pemimpin Kristen bukanya
terpanggil kepada suatu posisi atau jabatan tertentu tetapi ia
terpanggil kepada tugas dan tanggung jawab sebagai pelayan/
71
hamba Allah.73 Artinya bahwa panggilan Tuhan merupakan
kekuatan yang akan mengarahkan pikiran pemimpin pastoral
dalam tugas dan tanggung jawab penggembalaannya untuk
memakai prinsip Alkitab. Tuhan yang memanggil adalah
Tuhan yang setia menyertai orang-orang pilihannya, yang
menyerahkan diri untuk melayani Tuhan secara penuh waktu /
full time. Mereka harus orang yang telah lahir baru dan punya
panggilan yang jelas dalam pelayanan.
Dari penjelasan Yakob Tomatala, sebenarnya ada hal
yang terpenting yang perlu kita ketahui, mengapa Allah
memanggil dan melibatkan kita dalam pelayanan itu. Alasan
Allah melibatkan kita dalam pelayanan adalah karena jauh
sebelumnya Allah sudah mengenal kita. Rick Warren
mengungkapkan bahwa “Jauh sebelum anda ada dalam benak
orang-tua anda, anda sudah ada dalam pikiran Allah”.74 Bila
kita sampai pada tingkat pemahaman ini saya percaya bahwa
secara otomatis kesadaran dalam panggilan Allah itu akan
mengalir dalam hidup kita tanpa di pengaruhi siapapun. Karena
panggilan ini bukan karena keinginan kita sebagai manusia dan
orang lain, tetapi ini adalah keinginan Allah sendiri. Paulus
katakan dalam 1 Tim. 3:1: “Orang yang menghendaki jabatan
penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah.” Dan tugas
penggembalaan adalah bagian dari perintah Amanat Agung,
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,
dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah

73
Yakob Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis, (Malang: Gandum Mas, 2002), hlm.
46
74
Rick Warren, The Purpose Driven Life, (Malang: Gandum Mas, 2005), hlm. 24
72
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai
kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:19-20).
Oleh sebab itu, seorang gembala atau seorang hamba
Tuhan yang harus memahami benar keagungan jabatan atau
pelayanan yang dipercayakan kepada kita. Seperti yang
dilakukan oleh Yesus kepada Petrus. Yesus memberikan
tanggung jawab penggembalaan kepada Petrus, tiga kali Ia
bertanya kepada Petrus dengan pertanyaan yang sama yaitu,
apakah Petrus mengasihi Dia. Dalam pertanyaan yang sama
sebenarnya mengandung syarat penting menjadi seorang
pemimpin jemaat atau gembala atau hamba Tuhan. Ada dua
syarat mutlak seorang hamba Tuhan yang dapat dipercayai
untuk menggembalakan domba Allah, yaitu:
Pertama, Ia harus mengasihi Kristus.
Tiga kali Yesus bertanya dengan pertanyaan yang sama,
“Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?”
Menunjukkan bahwa syarat mutlak seorang gembala adalah
bahwa Ia mengasihi Kristus yang telah menyelamatkan
jiwanya dan yang telah memanggilnya untuk menerima jabatan
yang mulia itu. Kasih kepada Kristus adalah syarat mutlak.
Kedua, Ia harus mengasihi kawanan domba Allah.
Petrus adalah tokoh Rasul yang sangat berpengaruh di
antara teman-teman rasul lainnya. Ini terbukti sebelum Yesus
memberikan tugas penggembalaan ini. Dalam pasal yang sama,
yaitu Yohanes pasal 21 dikisahkan, “Di pantai itu berkumpul
Simon Petrus, Tomas yang disebut Didimus, Natanael dari
Kana yang di Galilea, anak-anak Zebedeus dan dua orang
murid-Nya yang lain. Kata Simon Petrus kepada mereka: “Aku
pergi menangkap ikan.” Kata mereka kepadanya: “Kami pergi
juga dengan engkau.” Mereka berangkat lalu naik ke perahu”
73
(Yoh. 21:2-3). Pengaruh yang dimiliki Petrus bisa membawa
kawanan domba Allah tetap terjaga, terpelihara, dilayani atau
sebaliknya tercerai berai oleh karena sang gembala
meninggalkan komitmen tugas penggembalaan dan kembali ke
dalam profesi sebelumnya, yaitu menjadi penjala ikan.
Komitmen panggilan menjadi seorang gembala tidak
boleh pudar atau bahkan hilang sama sekali dari dalam diri
gembala itu sendiri. Oleh sebab itu, seorang gembala yang
dapat dipercayai adalah seorang gembala yang benar-benar
mengasihi jemaat Allah. Hanya kasihnya kepada Tuhan dan
kawanan domba Allah yang akan membuatnya bertahan dalam
pelayanan penggembalaan, walaupun seberat apapun
tantangannya. Kita dinasihati oleh C.H. Spurgeon, bahwa
“Carilah domba yang tersesat satu per satu, jangan membenci
pekerjaan Anda ini, karena Tuhan Anda dalam perumpamaan-
Nya menceritakan gembala yang baik selalu memperhatikan
dombanya, bukan dalam suatu kawanan, namun satu per
satu.”75 Dan Richard Baxter juga menasihatkan kepada para
gembala,
“Para pelayan tidak hanya melulu menjadi pengkhotbah
publik, namun juga dikenal sebagai konselor bagi jiwa-
jiwa mereka, sebagai dokter untuk tubuh mereka…
sampai di sini Anda sangat perlu memahami masalah-
masalah praktis, dan terutama agar Anda harus
memahami dengan natur anugerah yang menyelamatkan,
dan dapat membantu mereka menguji keadaannya, dan
memecahkan pertanyaan utama berhubungan dengan
kehidupan atau kematian kekal mereka. Satu perkataan
yang dapat dipertanggung jawabkan, nasihat yang
75
C. H. Spurgeon, Lectures to My Students, (New York: Robert Carter & Brothers,
1889), pp. 60-61
74
bijaksana, yang diberikan oleh hamba Tuhan kepada
orang-orang yang membutuhkan, mungkin lebih berguna
dari pada banyak khotbah.”76
Jadi, kasih kepada Kristus dan kasih kepada kawanan
domba adalah syarat mutlak untuk menjadi seorang gembala
atau menerima panggilan menjadi gembala.
b. Lahir baru
Saya sengaja mengangkat tentang lahir baru sebagai
kualifikasi seorang hamba Tuhan atau gembala dalam bagian
ini supaya kita semua mengerti apa sebenarnya lahir baru, tentu
banyak orang beranggap bahwa ketika saya percaya kepada
Tuhan tentu saya sudah lahir baru. Tetapi perlu kita ingat
bahwa lahir baru bukan hanya sekedar ucapan atau slogan
untuk meyakinkan diri sendiri atau orang lain, tetapi ada yang
lebih esensial di dalam lahir baru adalah implikasinya bagi diri
sendiri dan orang lain, ketimbang kita hanya mengakui bahwa
saya sudah lahir baru.
Bagi saya hal-hal itu sepertinya sah-sah saja asalkan kita
tidak berdusta di hadapan Tuhan. Oleh karena, itu dalam
pembahasan ini saya mengutip beberapa istilah lahir baru
dalam Sarapan Pagi Biblika untuk memudahkan kita dalam
memahami arti lahir baru yang sebenarnya. Pertama, gennêthê
anôthen-dilahirkan/diperanakkan kembali. (Yoh. 3:1-8).
Kedua, aggennaô-memperanakkan kembali. Dalam 1 Petrus
1:3,23 terdapat kata “aggennaô” (memperanakkan kembali atau
melahirkan kembali). Kata “aggennaô” ini menggambarkan
tindakan mula-mula dari Roh Kudus dalam memperbarui

76
Richard Baxter, The Reformed Pastor, (Edinburgh, Scotland: Banner of Truth Trust,
1989, reprinted from the 1656 edition), pp. 94-97
75
kehidupan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus.
Ketiga, anakainôsis-memperbaharui. Kelahiran baru adalah
tindakan dari Roh yang memperbaharui hidup seseorang,
perhatikan ayat dibawah ini : “Janganlah kamu menjadi serupa
dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu,
sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:
apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang
sempurna”. Roma 12:2. Keempat, Paliggenesia-regenerasi.
Paulus dalam Titus 3:5 menggunakan kata “paliggenesia”
(spiritual renovation; specially, Messianic restoratio-
regeneration) yaitu pembaharuan yang dilakukan oleh Roh
Kudus. Kelima, Kainê ktisis-ciptaan baru. Yang jelas "lahir
baru" ini menggambarkan seseorang memiliki kehidupan baru
dimana manusia lama lenyap dan digantikan dengan ciptaan
baru / manusia baru. Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia
adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya
yang baru sudah datang. (2 Korintus 5:17). Keenam, Kainos
anthropôs-manusia baru. “sebab dengan mati-Nya sebagai
manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala
perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya
menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu
mengadakan damai sejahtera. (Efesus 2:15). Ketujuh,
Suzoopôieô-menghidupkanbersama-sama.“telah
menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun
kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita-oleh kasih
karunia kamu diselamatkan”. (Efesus 2:5). Kedelapan,
Apokueô-melahirkan. “Maka menurut kehendak-Nya sendiri Ia
sudah menjadikan kita dengan firman-Nya yang benar, supaya
kita menjadi suatu jenis buah yang sulung di antara segala
makhluk-Nya. (Yakobus 1:18).
76
Semua istilah-istilah di atas menunjukkan suatu
perubahan menyeluruh secara terpadu dan dramatis yang dapat
disamakan dengan kelahiran kembali; kejadian kembali; dan
bahkan kebangkitan. Beberapa istilah diatas dalam ayat-ayat
yang disajikan menunjukkan bahwa perubahan ini mempunyai
dampak yang tetap dan luas pada diri orang yang
mengalaminya.77
Artinya bahwa “kelahiran kembali adalah asas
pengajaran yang sangat penting, dan patut diketahui dengan
benar. Hanya melaluli kelahiran kembali kita dapat masuk
kedalam kerajaan Allah.78 Tujuannya adalah Allah
mengaruniakan hidup baru di dalam Kristus Yesus oleh
pekerjaan Roh kudus, dengan perantaraan Firman Allah,
kepada jiwa yang mati dalam dosa dan kejahatan.
Dr. A.J. Gordon menjelaskan tentang kelahiran kembali
demikian: “Dilahirkann kembali berati menerima kodrat ilahi
oleh pekerjaan Roh Kudus dengan perantaraan Firman Allah.79
Dan bukan hanya itu saja yang kita terima dalam kelahiran
baru tetapi kita mandapat status baru, seperti yang dijelaskan
oleh Dr. Erastus Sabdono bahwa “kelahiran baru menjadikan
orang percaya berstatus sebagai anak Allah (Yoh 1:12; Gal
3:26; Rom 8:16-17). Disini orang percaya bukan saja diberi
hak memanggil Allah sebagai Bapa, tetapi juga kuasa atau
fasilitas untuk menjadi anak-anak Allah. Inilah exousia yang
dimaksud dalam Yohanes 1:12 yaitu penebusan darah Yesus,
materai Roh Kudus, firman kebenaran, pengharapan Allah

77
http://www.sarapanpagi.org/lahir-baru-vt909.html, di unduh pada hari Jumat
Tanggal 17-07-2015. Pukul 21:30 Wib.
78
J. Wesley Brill, Dasar Yang Teguh, (Bandung: Kalam Hidup, 2012), hlm. 218
79
Ibid, J. Wesley Brill, hlm. 219
77
untuk menyempurnakan kita melalui segala peristiwa
kehidupan dan pemeliharaan yang sempurna. Semua itu
disediakan agar kita menjadi serupa dengan Tuhan Yesus.80
Inilah kerinduan Yesus Kristus kepada kita semua
sebenarnya. Yesus mengingikan kita menjadi manusia baru,
manusia yang hidup di dalam Dia dan manusia yang dibaharui
di dalam roh dan pikiran. Paulus menegur Jemaat di Efesus
untuk meninggalkan manusia lama mereka “Sebab itu
kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan:
Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak
mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan
pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan
Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena
kedegilan hati mereka. (Ef. 4:17-18). Artinya bahwa lahir baru
memulai hidup yang berarti dalam Yesus Kristus, yaitu masuk
dalam hidup baru. Hidup baru berarti suatu keadaan dimana
kehidupannya sudah berubah tidak sama seperti sebelumnya.
Jadi, persyaratan mutlak menjadi seorang gembala adalah
harus lahir baru. Orang-orang yang berdiri di mimbar
penggembalaan tanpa mengalami kelahiran baru terlebih
dahulu sesungguhnya sedang “mempersembahkan api yang
asing” (Imam. 10:1). Perlu diingat bahwa hukuman Allah atas
Nadab dan Abihu (Imam. 10:2), serta Uza (II Sam. 6:7),
menjadi peringatan keras bagi orang-orang yang memasuki
pelayanan kudus dengan tangan dan hati yang tidak suci.

80
Erastus Sabdono, http://v1.rhemachurch.org.au/videogallery_items/kelahiran-
baru-07-ciri-orang-yang-mengalami-kelahiran-baru, di unduh pada hari Jumat 17-07-2015.
Pukul 20:19 Wib.
78
c. Memiliki Roh kudus
Kunci keberhasilan seorang gembala atau pemimpin
Kristen adalah mengandalkan Roh Kudus. Karena Roh
kuduslah yang memberi kekuatan dalam menjalankan
kepemimpinannya sebagai gembala atau Pemimpin. Menurut
Yosafat bahwa “Tuhan yang memilih para pemimpin pastoral
untuk mengerjakan misi-Nya. Dia juga memperlengkapi
dengan Roh-Nya. Tanpa Roh Tuhan, mereka tidakakan mampu
mengemban tugas ini karena sangat berat. Firman Tuhan
kepada Zerubabel: Bukan dengan keperkasaan dan bukan
dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN
semesta alam.” (Zak. 4:6).81 Senada dengan apa yang di
sampaikan oleh Reihard Bonnke bahwa “Tanpa Roh Kudus,
kita bukanlah seperti apa yang Allah gambarkan. “Tetapi kamu
tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang
Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak
memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus’ (Rm.8:9).
“Bukan milik Kristus” menunjuk pada suatu tantanan yang
melenceng. Kita tidak sesuai dengan rancangan tangan-Nya.
Tanpa Roh kudus, kita tidak memenuhi syarat sebagai sesuatu
yang berguna bagi Tuhan, dan kita ditolak bagi rencana
puncak-Nya.82
Dalam Perjanjian Lama jawatan strategis pada umat
Israel yaitu Raja, Imam dan Nabi, dilantik atau disahkan
dengan cara pengurapan minyak. Dalam Perjanjian Baru
minyak urapan adalah metáfora untuk Roh Kudus. Yesus

81
Yosafat, Integritas Pemimpin Pastoral, (Yogyakarta: Andi Offset, 2014), hlm.32
82
Reihard Bonnke, Holy Spirit Revelation & Revolution (Pewahyuan & Pembebasan
Roh Kudus), (Yogyakarta: Andi Offset, 2011), hlm. 12
79
Kristus, Kepala Gereja, menjadi contoh. Ia diurapi dengan Roh
Kudus dan kuat kuasa (Kisah 10:38). Rasul-rasul harus
menunggu di Yerusalem untuk menerima Roh Kudus (Kis. 2:1-
4). Paulus juga mengalami pengurapan yang sama untuk
panggilannya (Kisah 9:17). Diurapi dengan Roh Kudus dan
Kuasa, menurut hemat saya, bukan sekedar pengalaman
kepenuhan Roh Kudus dengan tanda bahasa roh, melainkan
juga pengurapan khusus untuk misi atau tugas khusus, seperti
Yesus (Kis. 10:38, Mat. 3:16-17). Roh Kudus mengaruniakan
kuasa dan kesanggupan (dunamis Kisah 1:8) kepemimpinan,
baik kemampuan intelektual maupun spiritual.
Pengurapan harus dipelihara, harus proaktif, harus aktual
dan selalu dibaharui. Pemimpin gereja mutlak memerlukan
pengurapan Roh Kudus, sebagai keabsahan pelayanannya. Jadi,
kemampuan mengerjakan tugas penggembalaan tidak terletak
pada kemampuan diri semata, tetapi karena hikmat, kuasa,
pertolongan, penghiburan, dan penyertaan Roh Allah yang
Maha Kuasa, yang berdiam dalam hati kita semua.
d. Beriman
Beriman menjadi dasar penting bagi kita sebagai
gembala sidang dalam melakukan segala hal. Iman adalah
dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari
segala sesuatu yang tidak kita lihat. Dasar dan keyakinan ini
ialah firman Allah (Ibrani 11:1).83 Tanpa iman kepada Tuhan
maka mustahil terjadi apa yang kita kerjakan saat ini. Menurut
J.Wsley Brill ada tiga hal tentang iman. Pertama, keyakinan
yang timbul berdasarkan pengetahuan (Mazmur 9:11; Roma
10:17). Kedua, keyakinan sehingga mengakui kebenarannya
83
op. cit, J.Wsley Brill, hlm. 214
80
(Markus 12;32). Ketiga, keyakinan sehingga bertindak untuk
menerapkan bagi diri sendiri, Yohanes 1:12; 2; 24.
Iman adalah bagaikan seorang yang menerima cek dari
bank, tetapi ia harus pergi ke bank itu untuk
menandatanganinya, baru ia menerima uang itu.84 Artinya
bahwa iman adalah percaya pada karya Allah, Karena Allah
mengerjakan karya-Nya di luar pada kekuatan dan kesadaran
manusia itu sendiri. Kata iman berasal dari bahasa Yunani
‘Pisteo’, yang artinya ‘aku percaya’.
Pengertian iman yang diajarkan oleh Alkitab berbeda
dengan penegrtian iman dari agama lain. Iman Kristen bersifat
supernatural. Iman kristen membuat kita dapat mempercayai
hal yang seolah-olah “tidak masuk akal”. Misalnya mukjizat
yang diceritakan Alkitab. Bagi orang-orang yang tidak
beriman, itu sangat tidak masuk akal dan kontra dengan rasio.
Namun bagi orang-orang yang beriman, mukjizat-mukjizat itu
dapat diterima akal atau rasio karena iman.85 Menurut Daniel
Nuhamara bahwa “Iman Kristen dapat diartikan sebagai suatu
kehidupan yang dijalani sebagai respons terhadap kerajaan
Allah di dalam Yesus Kristus.86
Berdasarkan konsep Alkitab, iman mempunyai tiga
penegrtian yang lebih jelas dalam bahasa Ingris:
1. Iman sebagi kepercayaan (Believing)
Kata ‘belief’, dapat berarti: “The conviction that
something is true, esp. The teaching of a religion. The
conviction that something exists. The conviction that something

84
op. cit, J.Wsley Brill, hlm. 214
85
Op. cit, Yosafat, hlm. 34
86
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK Pendidikan Agama Kristen, (Bandung: Jurnal
Info Media, 2007), hlm 42
81
is right. Something accepted as true (meyakini bahwa sesuatu
benar, secara khusus ajaran agama. Meyakini sesuatu ada.
Meyakini bahwa sesuatu tepat.”87
Menurut pengamatan Yosafat berdasarkan pengertian di
atas, ada tiga unsur yang terkandung dalam kata ‘belief’ yaitu
mengakui dan mempercayai keberdaan Allah, bahwa Allah
benar-benar ada dan menerima tanpa ragu bahwa Allah benar-
benar ada.88 Daniel Nuhamara mengakui bahwa “iman Kristen
menghendaki agar di dalamnya ada suatu keyakinan dan
percaya tentang kebenaran-kebenaran yang diakui sebagai
esensi dalam iman Kristen.89
Jadi iman kita sabagai pemimpin rohani harus sampai
pada titik ini.
2. Iman sebagai keyakinan (Trusting)
Memiliki iman bukan hanya sekedar mempercayai
sejumlah doktrin, tapi juga memepercaya diri kepada sosok
yang dipercayai. Dalam bahasa latin, iman disebut fidera yang
berarti “meyakini atau mempercayai diri” jika aktivitas
mempercayai lebih tertuju kepada dimensi kognitis, maka
aktivitas memepercayai lebih tertuju kepada dimensi afektif.
Dimensi afektif dari iman Kristen ini mengambil bentuk
dalam hubungan mempercayakan diri, serta yakin akan Allah
yang pribadi, yang menyelamatkan melalui Yesus Kristus.90
Sebenarnya kalimat Trust lebih kepada sikap kerendahan hati
untu mempercayai Tuhan. “Trust’ atau percaya merupakan

87
Donal O. Bolander, (et.al), New Webster’s and Thesaurus of the English Lan-
guange, (New York: Lexicon Publications, INC, 1991) p.88
88
Loc. cit, Yosafat, hlm. 35
89
Op.cit, Daniel Nuhamara, hlm. 43
90
Loc.cit, Daniel Nuhamara, hlm. 44
82
suatu sikap hati pikiran yang mempercayakan hidup kepada
satu pribadi yang terpercaya, jujur, dan tidak punya niat yang
jahat.91 Sama seperti yang di ungkapkan oleh J.Wsley Brill
bahwa iman atau percaya kepada Allah berarti bersandar
kepada Dia, dan mendapat sokongan dari padanya. Itu berarti
kita yakin bahwa Ia akan melakukan semua hal itu (II Tim.
1:12, TKB; FAY Kalau kita bersandar pada Dia kita tidak akan
jatuh atau kecewa (Yoh. 14:1; Mat. 9:21,22,29; Luk. 7:48-50:
Yoh.14:12; Mat. 15:25, 28; 8:8-10).92 Bila kita mepercayakan
diri kepada Allah maka ada dua hal yang terkandung di
dalamnya: Pertama, percaya pada pemeliharaan Allah (Fil.
4:19). Kedua, percaya pada pertolongan Tuhan dalam masalah
(Fil. 4:13)
3. Iman sebagai tindakan (Doing)
Iman tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya tindakan.
Iman tidak bisa bekerja jika kita berdiam diri. Abraham
mempunyai iman dan Tuhan menguji iman milik Abraham.
Saat Tuhan menyuruh Abraham untuk mempersembahkan
anaknya Ishak. Abraham tidak berdiam diri saja, namun
Abraham bertindak atau melakukan apa yang Tuhan
perintahkan. Iman akan bekerja seiring dengan tindakan kita.
Artinya bahwa “Iman Kristen sebagai respons terhadap
Kerajaan Allah dalam Kristus harus mencakup melakukan
kehendak Allah. Secara lebih khusus, melakukan kehendak
Allah harus diwujudkan dalam kehidupan Agape yang hidup-
mengasihi Allah dengan mengasi sesama seperti mengasihi diri

91
op. cit, Yosafat, hlm. 37
92
Loc.cit, J.Wsley Brill, hlm 215
83
sendiri.93 Karena iman yang bertindak ini adalah suatu karunia
yang dianugerahkan kepada kita oleh karya Roh kudus, maka
sangat penting bagi kita untuk terus mendekat kepada Tuhan
Yesus dan Firman-Nya serta memperdalam penyerahan dan
keyakinan kita kepada-Nya (Fil. 3:8-15). Kita harus bergantung
sepenuhnya kepada Kristus dalam segala hal karena di luar Dia
tidak dapat berbuat apa-apa. Karena itu, dapat juga dikatakan
bahwa iman dan tindakan, berjalan bersama-sama. Dengan kata
lain, iman ada dalam tindakan kita.
Oleh sebab itu, dalam Yokobus dikatakan bahwa iman
tanpa perbuatan adalah mati. Saat kita melakukan sebuah usaha
secara maksimal dalam iman, maka disitulah Tuhan akan
membuat mujizat yang tak terduga. Kita sebagai gembala atau
pemimpin rohani harus memahami ini tanpa harus memakai
kognitif kita untuk memahami keajaiban karya Allah itu
sendiri.
e. Berkarakter yang baik
Karakter…! Apa itu karakter? Menurut bahasa, karakter
adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli
psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan
kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu.
Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu
dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu
tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu.94 Dilihat
dari sudut pengertian, ternyata karakter dan akhlak tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan

93
Thomas H. Groome, Christian Religious Education-Pendidikan Agama Kristen,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hlm. 90
94
N.K. Singh dan Mr. A.R. Agwan, Encyclopaedia of the Holy Qur’ân, (New Delhi:
Balaji Offset, 2000) Edisi I h. 175
84
sebagai suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran
lagi karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan kata
lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan. Karakter
memang tidak kelihatan, namun faktanya karakter itu nyata.
Percaya atau tidak karakter itu sangat mempengaruhi
seluruh aspek kehidupan manusia. Segala tindak tanduk
manusia akan di dasarkan oleh karakternya yang ia miliki. lalu
apa itu karakter? karakter merupakan watak atau sifat yang
dimiliki oleh seseorang yang terlihat dari tindakannya setiap
hari, dari karakter inilah terlihat sikap hidup manusia tersebut.
W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter
adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu,
sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.Sedangkan
menurut penjelasan B.S. Sidjabat bahwa lebih suka memakai
istilah watak, sekalipun yang populer saat ini adalah karakter.
Beliau mendefiniskan istilah watak adalah sifat, tabiat, atau
kebiasaan dalam diri dan kehidupan kita, yangsudah begitu
tertanam dan berurat berakar serta telah menjadi ciri khas diri
kita sendiri (personalitas).95
Lalu bagaimana dengan karakter seorang hamba Tuhan?
Tentu saja penilain banyak orang hamba Tuhan itu ibarat
malaikat suci dan orang yang tidak berdosa yang berfungsi
untuk mengarahkan orang ke jalan yang benar, namun apakah
gelar itu membuktikan hal demikian dalam diri seorang hamba
Tuhan? Tidakkah hal itu bertentangan dengan karakter seorang
hamba Tuhan atau lebih buruk dari hal itu?
Sangat tragis gelar itu hanya ucapan semata yang
mencoba membangkitkan semangat seorang hamba Tuhan
95
B.S. Sidjabat, Membangun Pribadi Unggul, (Yogyakarta: Andi Offset, 2015), hlm. 1-
2
85
untuk membanggakan dirinya kepada dunia bahwa hal itu
benar. Merasa lebih baik, lebih rohani dari orang yang ada
sekitarnya. Lalu apa yang membuat hamba Tuhan tersebut
bertindak seolah-olah perbuatannya itu baik untuk dapat dilihat
orang? Tidak lepas adalah karakternya.
Karakter seorang hamba Tuhan harus berpadanan dengan
karakter Kristus yang adalah kebenaran. Hamba Tuhan bukan
sekedar hamba Tuhan, hamba Tuhan bukanlah jabatan dan
hamba Tuhan bukanlah kebanggaan. Hamba Tuhan adalah
hamba yang mempunyai hati seperti hamba. Hamba Tuhan
adalah hamba yang mempunyai karakter seperti Kristus yang
adalah hamba Allah. Hamba Tuhan di ibaratkan seperti ikan di
dalam aquarium.
Oleh karena itu ada beberapa kualifikasi karakter hamba
Tuhan yang didaftar dari 1 Timotius 3:1-13 dan Titus 1:5-9
dimana ada sejumlah standar kedewasaan:
1. Karakter kepribadian seorang hamba Tuhan:
 Sungguh bersih tak bercacat; orang yang sempurna
 Dia harus mempunya reputasi yang baik dimata orang
luas; ia harus dihormati di lingkungannya bahkan orang-
orang non Kristen
 Disegani; Jemaat Tuhan harus segan terhap
pemimpinnya, walaupun sulit untuk menghormati orang
yang memang kurang patut dihormati
 Tenang, artinya ia tidak cepat marah, tidaak melakukan
hal-hal ekstrim.
 Disiplin, ia disiplin dalam melakukan tugas-tugas rutin.

86
 Terkendali, ia harus dapat dikendalikan Tuhan dan dapat
mengendalikan diri sendiri, bukan dikendalikan oleh istri
atau dikendalikan orang-orang.
 Lurus, artinya melakukan hal-hal yang baik yang
berhungan dengan orang lain. Suci, artinya hidup dalam
Tuhan
 Pencinta hal-hal yang baik, ia mencintai hal-hal yang
baik, kegiatan-kegiatan baik dan mencintai pergaulan
dengan orang-orang baik
 Ramah –tamah dan murah hati, artinya senang menerima
siapapun
 Lembut, ia harus merupakan gambaran kepribadian
Yesus yang seimbang.
 Tidak suka bertengkar, ia harus cinta damai.
 Tidak cepat marah (Yokobus 1:19)
 Tidak keras, bukan yang suka bertempur (bertengkar)
 Bukan orang-orang yang memakai cara-cara tak jujur,
tidak berusaha mendapatkan uang dengan tidak jujur
 Bukan orang yang mencintai uang
 Tidak sombong, tidak arogan dan mendominasi orang
lain
 Bukan pemabuk, penatua janganlah seorang pemabuk.
2. Kehidupan keluarga seorang hamba Tuhan:
1. Suami satu istri.
 Banyak tokoh dalam Perjanjian Lama mempunyai lebih
dari satu istri
 Seorang penatua dalam Perjanjian Baru diperintahkan
untuk tidak memiliki dari satu istri
2. Ia harus mengatur keluarga dengan baik
87
 Keluarga adalah jemaat yang pertama
 Ia harus mengantur masalah-masalah kelurga dengan
baik
3. Anak-anaknya patuh padanya dengan rasa hormat:
 Anak-anaknya harus orang yang dapat dipercaya
 Anak-anaknya tidak bergaul dengan sebebas-bebasnya
 Anak-anaknya menjadi teladan bagi banyak orang
4. Konsisten, berpengaruh dan dapat dipercaya:
 Ia harus berpegang pada berita yang dapat dipercaya
 Ia harus bisa mengajar
 Ia harus dapat memberi dorongan kepada orang lain
dengan dokrin (kaidah) yang benar dan menunjukkan
kesalahan lawan-lawannya
 Ia bukan orang yang baru saja bertobat
5. Aplikasi kehidupan seorang hamba Tuhan berdasarkan
karakter:
 Dasar pelayanan seorang hamba Tuhan
adalah Karakter bukan Karunia(1Sam 16:7)
 Sifat pelayanan seorang hamba Tuhan
adalah Melayani bukan dilayani (Matius 20:28)
 Motivasi seorang hamba Tuhan adalah Kasih bukan
Uang atau Popularitas (Mat 22:37,30)
 Ukuran seorang hamba Tuhan adalah Pengorbanan bukan
Kesuksesan (Ibrani 13: 15,16)
 Otoritas seorang hamba Tuhan adalah Ketaatan bukan
Kepangkatan (Yesaya 56:1)
 Tujuan seoranghamba Tuhan adalah Kemuliaan
Allah bukan diri sendiri (2 Kor 3:18; Kol 3:23)

88
 Alat seorang hamba Tuhan adalah Doa & Firman bukan
Mabuk (Mark 1:35; Mat 26:41)
 Hasil seorang hamba Tuhan adalah Kualitas bukan
Kuantitas (Ibrani 11 :1)
 Kuasa seorang hamba Tuhan adalah Urapan Roh
Kudus bukan Program(1 Yoh 2: 20,27)
 Model seorang hamba Tuhan adalah Yesus Kristus bukan
Pribadi Manusia (all Bible)

2. Kualifikasi Pendidikan Seorang Gembala


Pendidikan sangat penting karena untuk melengkapi
kita dalam dunia pelayanan serta membantu kita dalam
mewujudkan tujuan pelayanan itu sendiri. Keahlian merupakan
pengetahuan yang mendalam mengenai suatu bidang tertentu
khususnya dalam bidang teologi. Sehingga dengan adanya
pendidikan yang layak dan baik maka dapat membantu kita
untuk memahami maksud-maksud Tuhan dengan baik dan
benar.
Perkembangan dunia semakin maju dan terus
berkembang secara dinamis. Seorang gembala harus bisa
mengimbanginya, karena apabila ia tidak berusaha untuk
senantiasa meng-upgrade dirinya, ia akan tergilas oleh
kemajuan zaman saat ini. Meng-upgrade kemampuan diri
melalui pendidikan. Ralph M. Riggs telah menuliskan dalam
bukunya, bahwa “Seorang pekerja Kristen yang tidak
berpendidikan biasanya hanya dapat melayani kepada orang-
orang yang juga tidak berpendidikan. Sedangkan orang yang
lebih bernasib baik dan rajin dalam mengejar pendidikan yang
lengkap dapat melayani tidak saja orang-orang yang tidak
89
berpendidikan, tetapi juga melayani orang-orang yang
berpendidikan yang jumlahnya meningkat terus.”96 Melihat
perkembangan zaman saat ini semakin berkembang, mau tak
mau para pelayan Tuhan juga harus berkembang dalam bidang
pendidikan teologi. Yosafat mengusulkan bahwa “pemimpin
pastoral harus sadar bahwa ibadah harus teologis (alkitabiah
atau sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab) dan teologi harus
beribadah (membawa jemaat menyembah Tuhan dalam Roh
dan kebenaran). 97 Karena pendidikan teologi tampak berbeda
dari pendidikan tinggi lainnya. Namun, dalam teori dan praktik
pendidikan, sebenarnya perbedaan utama terletak pada
komitmen terhadap kebenaran, iman, serta inspirasi dari Allah,
tetapi bukan hanya itu saja yang membedakannya, namun ada
yang lebih prinsip dalam pendidikan teologi, yaitu
mengajarkan tentang pengenalan akan Allah yang benar.
Gembala dan pemimpin Kristen harus memperhatikan hal ini
dengan baik dan benar.
Artinya seorang gembala dan pemimpin Kristen harus
belajar dan mempunya pengetahuan yang cukup memadai
khususnya dalam bidang teologi, sehingga pengajaran Alkitab
itu lebih mendalam dan berkualitas baik dari segi penelusuran
sejarah, teks, konteks, budaya dan tata bahasanya. Ini adalah
tanggung jawab dan tugas utama gembala dan pemimpin
Kristen sebelum menunaikan pekerjaanya sebagai pengajar
baik di dalam gereja maupun di luar gereja.
Menurut pemikiran saya bahwa tanpa pendidikan atau
pengetahuan teologi yang cukup baik dan memadai, maka

96
Ralph M. Riggs, Gembala Sidang yang Berhasil, Gandum Mas, Malang, 1984, hlm
16
97
Op.cit, Yosafat, hlm.44
90
mustahil adanya perkembangan di dalam jemaat khususnya
dalam pertumbuhan iman dan pengenalan akan Tuhan. Dengan
stekmen saya ini pasti ada di antara saudara-saudari tidak
senang bahkan mungkin menuding saya, sepertinya saya tidak
percaya dengan pekerjaaan Roh kudus. Lagi-lagi bukan itu
maksud saya, saya percaya bahwa sampai hari ini dan detik ini
karya Roh kudus masih bekerja di dalam kehidupan kita, tetapi
alangkah baiknya seorang gembala harus memiliki
pengetahuan teologi dengan baik dan benar seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya. Dan bukan cerita dan rekayasa yang
terjadi hari-hari ini di dalam gereja bahwa pertumbuhan iman
jemaat di dalam gereja saat ini terus-menerus dihadang oleh
ancaman: “Kehancuran moral dan penyesatan dokrinal
(ajaran).98
Tantangan moral dan dokrinal inilah yang sering menjadi
‘mesin penghancur’ Gembala jemaat dalam pelayananya.
Moralitas gembala makin rendah. Penyesatan makin marak
dalam berbagai macam wujudnya. Benteng moralitas para
hamba Tuhan telah diruntuhkan sehingga mereka kembali lagi
pada dunia lamanya. Kembali melakukan seks bebas, mencari
popularitas semu, dan keserakahan materialistis. Bukan rahasia
lagi bahwa banyak hamba Tuhan telah tersandung skandal
seksual. Akibatnya, dirinya dipermalukan, rumah tangganya
kacau, pelayanannya hancur berantakan. Sementara sebagian
yang lain, membangun pelayanan dengan popularitas diri
sendiri. Akibatnya, mimbar pelayanan berubah menjadi pentas
entertainment.

98
G Sudarmanto, Menjadi Pelayan Kristus yang Baik. (Malang: Departemen
Multimedia (bidang literatur) YPPII, 2009), hlm. vi
91
Para hamba Tuhan berubah menjadi idol yang membius
massa dengan kepuasan perasaan sesaat. Keruntuhan moralitas
dan munculnya penyesat-penyesat dari para gembala tersebut
disebabkan oleh minimnya besik teologi dan rapuhnya dasar
bangunan rohani yang benar, karena gembala tersebut tidak
berpendidikan “teologi” yang cukup memadai. Akibatnya
karakter dari gembala tersebut tidak mencerminkan pribadi
seorang gembala jemaat yang seharusnya memberi teladan
hidup yang benar. Atau, sebaliknya ada yang sudah memiliki
dasar rohani yang kokoh, jelas dan benar namun dalam
pelaksanaannya kehilangan keseimbangan sehingga mulai
menyesatkan jemaat dengan pengajaran-pengajaran yang sudah
mulai menyimpang dari Alkitab. Wagiyono Sumarto
berpendapat bahwa “peran pendidikan teologi dan…sangat
besar dalam dan ikut membentuk karakter para hamba Tuhan
tanpa mengesampingkan peran orang tua dalam
mentranformasikan karakter dasar dan perkembangan
kepribadian.99
Berdasarkan penjelasan di atas, sebenarnya bertujuan
untuk memberi dorongan bagi kita sebagai pengajar dan
pendidik teolog agar lebih sungguh-sungguh mendalami dan
meningkatkan kualitas kita dalam mempelajari teologi secara
Biblika. Syarat untuk hal ini adalah:

99
Petrus Octavianus, Dipanggil untuk Melayani. (Malang: Departemen Literatur
YPPII, 1998), hlm. 261
92
a. Memiliki kualitas pribadi sebagai pendidik teologi secara
akademis
Dalam bagian ini kita akan melihat yang berkaitan
dengan kualitas pendidikan teologi dalam dimensi kualitas
dasar, ketahanan, estetika, fleksibilitas yang harus dimiliki:
1. Kualitas dasar dalam pendidikan teologi
Ukuran utama suatu pendidikan teologi adalah
penguasaan serta keahlian seseorang dalam menjalankan
pendidikannya. Dengan kata lain, seseorang yang telah dididik
dalam bidang teologi harus dianggap bisa memiliki
kemampuan dan ketrampilan untuk menguasai Firman Tuhan,
kebenaran Alkitabiah, serta doktrin-doktrin dasar dan
pengetahuan teologis untuk mempraktikkan teologi dengan
baik. Sebab, “Teologi alkibiah mendapat tempat yang tepat
sebagai gudang dari mana teologi sistematika mengambil data,
dan teologi sistematika mengakui bahwa ia hanya dapat
berbicara dengan otoritas yang alkitabiah jika ia mengambil
kategori-kategorinya maupun subtansinya dari Alkitab yang
disampaikan melalui teologi alkitabiah”.100
Selain itu ia juga harus memiliki keahlian dasar untuk
menguasai pengetahuan umum dalam pendidikan umum dan
humaniora. Tidak perlu diragukan bahwa setiap institusi
teologi memiliki kekhususan tersendiri. Sekalipun demikian,
seseorang yang lulus dari seminari harus dipercaya memiliki
keahlian yang cukup dalam menggali Kitab Suci dan
melakukan refleksi teologis.

100
B. Zuck Roy, A Biblical Theology Of The Old Testament (Teologi Alkitabiah
Perjanjian Lama), (Malang: Gandum Mas, 2005), hlm. 20
93
2. Kualitas ketahanan dan keandalan produk
Kualitas ketahanan dan keandalan produk pendidikan
teologi mirip dengan hasil produksi suatu perusahaan.
Keandalan (realibility) berkaitan erat dengan strategi
operasional yang dirumuskan sebagai waktu rata-rata
kegagalan suatu produk. Dengan kata lain, kualitas keandalan
produk adalah tingkat kepercayaan pemakai produk. Dengan
kata lain keandalan berarti pemilik mobil dapat memercayakan
hidup, rencana, dan pekerjaannya kepada mobil tersebut dalam
pengertian bahwa mobil tersebut tidak akan menimbulkan
masalah atau kesulitan. Jika ukuran ini diterapkan dalam
pendidikan teologi berarti, apakah gereja dapat memercayakan
pelayanannya kepada lulusan dari teologi; apakah gereja
percaya bahwa lulusan-lulusan seminari dapat bertindak
sebagai kapten sebuah kapal yang mampu memimpin
pelayaran selamat ke pelabuhan selama di samudra luas.
3. Estetika dalam pendidikan teologi
Alexander Gottheb Baumgarten (1714-1762), memberi
istilah aisthesis ini terdapat beberapa macam. Selain yang
disebutkan tadi, ada pula mengartikan perasaan atau
sensitivitas; dan ada yang mengartikan pencerapan, persepsi,
pengalaman, perasaan, atau pandangan. Istilah Aesthetica yang
digunakan Baumgarten di dalam Bahasa Inggris disebut
aesthetic atau esthetic yang kemudian menggantikan istilah
filsafat, teori, atau ilmu tentang keindahan/cita rasa/ seni.101
Kata estetika memiliki banyak arti, lebih dari sekedar
cantik dan suka. Hal estetika berhubungan dengan kecantikan
dan kebaikan. Dari prespektif ontologis, estetika berkaitan
101
http://kiossahabatbaru.blogspot.com/2012/06/estetika.html, di unduh pada hari
selasa tanggal, 21-07-2015.Pukul. 14.40 Wib
94
dengan otentisitas dan ontologika kebajikan dan keindahan.
Menghadapi tantangan estetika, seseorang tidak dapat bertahan
sebaliknya dia harus menyetujui dan mengizinkan kecantikan
otentik itu mengatur intelektual dan emosinya, mengendalikan
kehendaknya sehingga dia dapat memiliki sebuah kehidupan
yang lebih baik dan lebih tinggi. Hal ini akan membentuk
temperamen dan etos orang tersebut.
Dengan kata lain, estetika merupakan sebuah pola,
perwujudan keindahan dan kebaikan yang murni. Estetika akan
mendorong dan mendesak seseorang untuk menempuh
kehidupan yang lebih baik dan ideal sesuai dengan apa yang
diciptakan oleh Allah.
4. Kualitas fleksibilitas dan adaptabilitas
Fleksibilitas dan adaptabilitas adalah kriteria khusus lain
dalam menentukan kualitas sebuah produk. Hal ini juga
menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat menghargai
seorang lulusan perguruan tinggi atau universitas umum lebih
dari pada perguruan tinggi profesi atau politeknik. Lembaga
pendidikan politeknik dan sekolah profesi biasanya
berkonsentrasi pada keahlian khusus di luar pengetahuan
umum, sehingga kurikulumnya lebih berorientasi pada
pengetahuan praktis dan kurang memperhatikan pendidikan
umum. Dalam hal ini fleksibilitas menjadi terbatas. Dahulu,
pendidikan teologi dianggap sebagai puncak dari semua
pendidikan. Pendidikan teologi menjadi persyaratan utama bagi
setiap mahasiswa yang hendak menyelesaikan studi di bidang
ilmu-ilmu kemanusiaan, sejarah, filsafat dan lain-lain.
5. Kualitas ketahanan uji
Dalam hal ini, ketahanan dekat dengan kepercayaan.
Dalam pengertian umum, ketahanan mengacu pada ujian
95
waktu. Mahasiswa Teologi biasanya menghabiskan tiga sampai
lima tahun untuk belajar. Meskipun demikian setelah lulus,
mereka memiliki jangka waktu pelayanan yang lama. Tuhan
Allah adalah Tuhan yang menghendaki hamba-Nya menjadi
setia sampai akhir hidup.
Dalam praktiknya, tidak ada satu pun seminari yang
dapat menjamin dan memaksa lulusannya mengabdikan diri
selama hidup. Ini adalah tanggung jawab pribadi. Pengetahuan
seorang mahasiswa seminari tentang kebenaran Firman Allah
dan pengalaman pribadinya dengan Tuhan selama masa studi
akan menjadi ukuran kekuatan bagi masa kehidupan
pelayanannya kelak. Dan hal ini merupakan salah satu alasan
mengapa seminari tradisional menuntut para mahasiswa
mempraktikkan iman dan kepercayaan pada kuasa Allah dalam
doa.
Mereka diminta untuk hidup seperti Elia saat berada di
pinggir sungai Kerit dan di rumah janda di Sarfat. Seperti
Yesus saat hidup di dunia tanpa rumah atau kebun. Seperti
Paulus yang telah melihat pemeliharaan Allah setiap hari dalam
perjalanan misinya, yang tidak memiliki emas atau perak selain
nama Yesus Kristus. Begitulah seharusnya menjadi seorang
hamba Tuhan mestinya memiliki ketahanan dalam menghadapi
berbagai tantangan baik secara eksternal maupun secara
internal.
6. Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan (serverbility) mengacu kepada
respons sang pengusaha terhadap produknya, terutama
bagaimana ia tetap dapat memelihara citra produk tersebut saat
kegagalan muncul. Sebagai contoh perusahaan mobil. Kualitas
pelayanannya dapat dipertanyakan melalui ketersediaan jasa
96
pelayanan reparasi yang baik. Dalam masalah sepele misalnya,
dapatkah sang penyedia layanan mendeteksi masalah dengan
cepat dan segera memperbaikinya dengan teknisi yang handal?
Jika tidak maka sang pemilik mobil akan merasa tidak tenang
dan nyaman. Mobil Rolls Royce terkenal karena penyediaan
status formal bagi konsumennya, pernah digoyang oleh
perusahan mobil Toyota yang selangkah lebih unggul dalam
pelayanan purna jual mereka. Kedua perusahaan tersebut sama-
sama terkenal karena cara mereka memberi pelayanan.
Kegagalan utama dari pendidikan tinggi teologia
sekarang ini adalah lahirnya produk lulusan yang angkuh, keras
kepala, tidak rendah hati, merasa benar sendiri, dan tidak mau
diajar. Tuhan ingin agar kita semua tidak menjadi seperti kuda
atau bagal, yang tidak berakal, yang kegarangannya harus
dikendalikan dengan tali les dan kekang (Maz. 32:9).
Seseorang yang kaku lehernya segera akan mendapati
lehernya patah, tidak baik untuk apa pun juga. Tuhan kita telah
memberi sebuah model yang baik yaitu model menjadi baik ,
rendah hati dan lembut. Hamba Tuhan harus selalu menjaga
temperamennya. Ia harus selalu memeriksa apakah ia cukup
rendah hati dan mudah diajar atau tidak. Dengan cara ini
seseorang tidak akan mengalami banyak kesulitan dalam
pelayanan di hari kelak.102
b. Aplikasi kualitas pribadi seorang gembala sebagai
pendidik teologi
1. Untuk mengenal diri sendiri
Tidak ada manusia yang sempurna. Setiap manusia
diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.
102
http://www.sabda.org/pesta/pentingnya_kualitas_dalam_pendidikan_teologi, di
unduh pada hari Selasa, 21-07-2015. Pukul. 15.01 Wib
97
Semua itu akan lebih bermanfaat jika kita sanggup
mengenalinya. Ya, mengenal diri sendiri. Mengenal diri sendiri
berarti mengetahui kelebihan dan kelemahan yang ada dalam
diri kita. Tidak hanya itu, kita juga harus dapat memanfaatkan
kelebihan itu semaksimal mungkin. Sebaliknya, kekurangan
yang kita miliki juga harus kita terima dan siasati agar tidak
membuat kita jatuh. Saat kita mampu mengenal diri dengan
baik, maka kita pun akan mampu memimpin orang lain dengan
baik. Bagi gembala dan pemimpinKristen, pengenalan diri
yang alkitabiah tentunya sangat diperlukan. Gembala yang
sudah mengenali dirinya dengan baik sudah pasti mengetahui
kelemahan dan kelebihan yang dimilikinya. Setelah ia tahu
apa-apa saja kelemahan yang dimilikinya, ia tidak akan
berdiam diri dan membiarkannya begitu saja.
Gembala itu di pasti akan mencari solusi untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahan yang dimilikinya sehingga
kelak berubah menjadi potensi yang dapat membawa
keuntungan bagi dirinya dalam tugas-tugas penggembalaan.
Selain itu, gembala yang sungguh-sungguh mengenali dirinya
pasti memiliki kerendahan hati. Seperti yang dijelaskan oleh
Wongso bahwa “orang yang sudah mengenal dirinya sendiri
mampu menguasi diri dan bertindak dengan bijaksana, karena
dia tahu mengapa, bagaimana, kapan di mana dia mengerjakan
sesuatu dan apa yang harus dikerjakannya.”103 Perlu kita
ketahui bersama bahwa dunia ini semakin egois. Bahkan, Rasul
Paulus mengatakan bahwa “manusia akan mencintai dirinya
sendiri ... daripada menuruti Allah” (2 Tim. 2:3,4). Satu hal

103
Peter Wongso, Theologia Penggembalaa, (Malang: Sekolah Alkitab Asia Tenggara,
1996), hlm. 1
98
yang jelas dan nyata adalah bahwa kita semua menjadi egois
dan terikat dengan kata-kata seperti aktualisasi diri,
penghargaan diri, dan pemenuhan diri. Lalu apa solusinya?
Apa yang kita perlukan? Satu-satunya jalan adalah kita
harus dapat melihat diri kita dalam terang anugerah Tuhan dan
tidak ikut terseret dalam keegoisan dunia. Alkitab juga
menyatakan agar kita berpikir mengenai diri sendiri dengan
benar. Roma 12:3 mengatakan, “Berdasarkan kasih karunia
yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang
di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih
tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah
kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri
menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu
masing-masing.
Konsep diri yang alkitabiah, yang berkembang dari
konsep kita mengenai Tuhan dan anugerah-Nya, adalah sesuatu
yang penting agar kita memiliki kedewasaan rohani yang
kokoh untuk melayani, mampu memimpin sesama, dan
khususnya supaya kita mampu menjadi pelayan. Oleh karena
itu, agar kita dapat memimpin dan melayani sesama dengan
efektif, kita harus mengenal diri kita secara alkitabiah. Dengan
memahami dan menghubungkan kebenaran alkitabiah ini,
seseorang akan mampu menerima diri apa adanya tanpa rasa
takut dan gengsi, atau tanpa ketidaknyamanan maupun
pemahaman yang salah dalam kesombongan atau
kearogansian.
2. Untuk mengetahui kehendak Tuhan
Rasul Paulus memberi salam kepada jemaat di Kolose
(Kol. 1:1-2), bersyukur kepada Allah untuk iman dan kasih
mereka (1:3-8), dan kemudian diikuti dengan suatu doa khusus
99
untuk pertumbuhan mereka dalam pengetahuan tentang
kehendak Allah (1:9-14). Ayat-ayat pertama dari Kolose
menggambarkan ini dengan indah. Rasul Paulus merasa bisa
memuji jemaat Kolose untuk iman, kasih dan pengharapan
mereka (1:4-5), namun ini tidak cukup.
Perjalanan seseorang bersama Kristus bukanlah suatu
hubungan yang statis. Kita sebagai gembala dan pemimpin
Kristen, kita tak pernah bisa duduk tenang atau berhenti pada
rangkaian kemenangan kita, teteapi jika kita terus
menyenangkan Tuhan, maka menghasilkan buah dalam setiap
pekerjaan baik dan sungguh-sungguh bertumbuh dalam
Kristus, adalah perlu bahwa kita “menerima segala hikmat dan
pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan
dengan sempurna.”
Mengapa hal ini penting? Pertama, karena kasih dan
pelayanan tanpa wawasan alkitabiah dan pengetahuan akan
kebenaran hanya akan menjadi peniruan yang tipis dan murah
yang terutama dimotivasi oleh hal-hal yang mementingkan diri
sendiri dan keinginan-keinginan. Karena kenyataan ini, Paulus
memperingatkan untuk melawan kepura-puraan atau kasih
yang pura-pura (Rm. 12:9). Kedua, karena tanpa wawasan
alkitabiah dan motivasi, bahkan kasih Kristen yang tulus akan
menjadi suram dan mati tindakan-tindakan kasih Kristen dan
pelayanan akan berubah menjadi membosankan dan
pengunduran diri. Tanpa kasih dan hubungan-hubungan yang
erat dalam tubuh Kristus, pengetahuan yang kita peroleh
melalui pemahaman Alkitab yang dalam akan selalu menjadi
dingin, suka mengkritik, membosankan, dan hanya
intelektualisme saja. Pengetahuan tanpa penerapan tidak layak,

100
karena ini gagal menangkap arti dan tujuan mengenal Firman
Allah.
Pemahaman Alkitab tak pernah berakhir sampai di situ
saja, namun ini adalah suatu elemen yang perlu dalam
kehidupan setiap gembala atau pemimpin Kristen saat ini.
Seperti Rasul Paulus memperingatkan, pengetahuan tanpa
pengertian dan kasih yang seperti Kristus menimbulkan
kesombongan, kaku, kecongkakan, atau membesar-besarkan,
dan gagal untuk memenuhi kehendak Allah (bnd. Kol. 2:18; 1
Kor. 8:1). Melalui surat ini, rasul menggunakan istilah-istilah
alkitabiah seperti pengetahuan, menerima, rohani, pengertian
dan hikmat. Istilah-istilah ini juga membentuk bagian dari kosa
kata yang diambil oleh guru-guru palsu, namun apa yang
mereka maksudkan dengan istilah-istilah ini adalah jauh
berbeda dari doktrin yang kuat atau kebenaran alkitabiah.
Seperti Wiersbe jelaskan, “Setan suka menipu! Ia suka
meminjam kosa kata Kristen, namun ia tidak menggunakan
kamus Kristen! Lama sebelum guru-guru palsu telah
mengadopsi istilah-istilah ini, kata-kata itu sudah ada dalam
kosa kata Kristen.”104 Dalam surat ini, rasul sering
menggunakan tema “kepenuhan” atau “sempurna” untuk
melawan klaim-klaim para guru palsu. Ini bisa dilihat dalam
perbedaan, namun istilah-istilah yang sama yang digunakan
dalam 1:9, 19, 24, 25; 2:2, 3, 9, 10; 4:12, 17. “Tampaknya
bahwa guru-guru palsu menyombongkan bahwa mereka
menawarkan kebenaran yang penuh dan kedewasaan rohani,

104
Warren W. Wiersbe, Be Complete (Victor Books, Wheaton, Ill., 1986), Warren W.
Wiersbe, Be Complete (Victor Books, Wheaton, Ill., 1986), 32-33.
101
sementara Epafras hanya menginstruksikan jemaat Kolose
dalam langkah-langkah pertama (Beare, 156).”105
Pengetahuan akan kehendak Allah dalam semua hikmat
rohani dan pengertian memiliki fokus hasil dinamik bahwa
suatu pengertian yang layak akan pribadi dan karya Kristus
seharusnya dimiliki pada perjalanan rohani seorang gembala
atau pemimpin Kristen. Dalam kasus ini, kehendak Allah
menunjuk pada peraturan iman yang lengkap dan prakteknya.
Ini adalah suatu pengetahuan yang seharusnya memimpin
kepada kehidupan seperti Kristus dalam banyak dan berbagai
situasi kehidupan.
3. Untuk mengetahui kebutuhan orang lain
Tindakan untuk melayani kepentingan orang lain, atau
memberi perhatian pada orang lain tetap memiliki tujuan
terakhir yakni mencapai kepentingan diri mereka sendiri.
Memuaskan kebutuhan orang lain menjadi semacam instrumen
untuk memenuhi tujuan akhir diri sendiri. Keinginan menolong
orang lain sudah menjadi landasan untuk memuaskan
keinginan diri sendiri, termasuk kesejahteraan pikiran diri
sendiri (misalnya melakukan bantuan pada orang lain dalam
rangka menghindari hukuman, mendapatkan reward atau
perasaan positif).
Motif seorang gembala adalah memperhatikan domba-
dombanya bukan memperhatikan dirinya sendiri. Dalam Injil
Yoh. 10:11-15, diutarakan bahwa: Akulah Gembala Yang baik.
Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-
dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan pemilik
domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang,
105
Peter T. O’Brien, Word Biblical Commentary, Colossians, Philemon, gen. ed., Glenn
W. Barker, NT., ed., Ralph P. Martin (Word Books, Publisher, Waco, TX, vol. 44), 20.
102
meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu
menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Kata
Yesus, Akulah Gembala Yang baik dan Aku mengenal
domba-dombaku dan domba-dombaku mengenal Aku. Sama
seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa. Sebab
Aku dan Bapa adalah satu.
Tuhan dan dunia tidak terpisah, suatu ungakapan yang
perlu diperhatikan oleh seorang pemimpin dimana ia harus
menyadari akan identitas serta tugas pengembalaanya. Ia bukan
hanya menjadi pemimpin untuk diri sendiri tetapi menjadi
pemimpin juga untuk orang lain. Seorang pemimpin perlu
menyadari betapa penting pelayanan yang harus dijalaninya
dengan sungguh-sungguh. Pelayanan seperti apa yang harus dia
berikan kepada domba-domabanya yang sedang membutuhkan
belas kasihan, pelayanan yang menuntut kerendahan hati,
pelayanan yang menyegarkan keberadaan setiap orang yang
mengalami setiap permasalahan. Sebab pelayanan yang
diberikan adalah pelayanan yang memperpanjang tangan dan
kasih Allah yang selalu ingin melayani orang-orang kecil.
Gembala perlu menjadi contoh dan teladan yang hidup
bukan yang mati bagi domba-dombanya, gembala menjadi
seorang yang berani membela kebenaran untuk memperhatikan
orang-orang kecil. Seorang gembala perlu menyadari bahwa
dia adalah milik orang kecil dan bagi setiap orang yang
membutuhkanya. Dia harus rela memberikan dirinya bagi
sesamanya, maka ia harus rendah hati untuk menerimanya dan
memberikan penyegaran bagi orang-orang kecil.
Gembala tidak dapat memelihara anggota-anggota
jemaatnya dengan maksimal apabila ia belum mengenal
dengan baik apa yang menjadi kebutuhan mereka masing-
103
masing. Setiap orang memiliki pergumulan yang berbeda-beda,
gembala harus mengetahui hal ini dan segera bertindak.
Kenalilah dengan baik apa saja yang menjadi kebutuhan
jemaat. Jika kita tidak mengetahui kebutuhan orang (jemaat)
tersebut, kita tidak mungkin dapat mengetahui ‘penyakitnya’,
tidak dapat memberi obat dan makanan yang tepat dan pada
waktunya (Yohanes 10:14, Lukas 12:42).106 Hal ini dibutuhkan
kepekaan. Kepekaan dapat dilatih sejak dini dengan mulai
mempedulikan hal-hal kecil yang ada di sekitar kita dan
berusaha menemukan solusinya.
Dalam Kitab Mazmur 23 menguraikan beberapa prinsip
tentang gembala yang sangat peduli kepada kebutuhan domba-
dombanya. Pertama, memberikan kebutuhan makan dan
minum. Kedua, memimpin dengan penuh keyakinan. Ketiga,
menuntun dan memberikan pengarahan. Keempat, memberi
makan dan mengurapi. Kelima, Mengasihi tanpa syarat.
Keenam, mkelegaan. Ketujuh, memperbarui dan memperbaiki.
Kedelapan, melindungi dari bahaya. Kesembilan, mengoreksi
dan menghibur. Kesepuluh, memberikan naungan permanen.

3. Tugas Gembala Sebagai Pengajar


Istilah kata tugas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang;
pekerjaan yang dibebankan; fungsi yang boleh tidak
dikerjakan; sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan
untuk dilakukan; suruhan perintah untuk melakukan sesuatu;
fungsi jabatan.107 Sedangkan kata mengajar adalah sebagai

106
Peter Wongso, Theologia Penggembalaan, (Malang: SAAT, 1996), hlm. 31
107
Suharso dan Ana Retnoningsih, Ibid. hlm, 589
104
upaya pengajar untuk mentransfer pengetahuan, pandangan,
keyakinan, dogma, dan doktrin atau teologi yang dimilikinya
kepada peserta didik. Dalam pengertian itu, tugas utama
peserta didik ialah menguasai bahan pengajaran yang
disampaikan oleh, mengetahuinya dengan seksama agar dapat
mengungkapkan ulang serta memahaminya secara kognitif.108
Dengan demikian, tugas gembala adalah mengajar firman
Tuhan. Oleh karena itu, sesuai dengan penjelasan sebelumnya
bahwa tugas gembalala adalah “mengajar”. Berdasarkan
dengan penjelasan itu maka, saya akan menguraikan beberapa
tugas gembala sebagai pengajar, yaitu:
a. Mengingatkan/ menasihati pada ajaran yang sehat
“Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada
saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan
Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman
kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini” 1
Tim. 4:6. Kata dasar dari kata “mengingatkan” adalah kata
“ingat.” Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan
yang dimaksud dengan kata “ingat” adalah berada dalam
pikiran; tidak lupa.109 Sedangkan yang dimaksud dengan kata
“mengingatkan” ialah memberiingat; memberi nasihat (teguran
dsb) supaya ingat akan kewajibannya dsb.110
Kata mengingat dalam dalam bahasa Yunani adalah:
υποτιθημι hupotithemi yang artinya mempertaruhkan (nyawa);
menganjurkan; mengajarkan; menyuruhkan.111 Dalam ayat ini

108
B.S.Sidjabat, Ibid, hlm.10
109
Dendy Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008,)
hlm. 554
110
Dendy Sugono. Ibid, hlm. 554
111
Susanto Hasan. Ibid, hlm. 784
105
Paulus sedang memberikan nasihat kepada anak didiknya
yaitu Timotius yang ditugaskan sebagai seorang gembala di
kota Efesus 1 Tim. 1:2.
Nasihat-nasihat yang diberikannya ini mencakup
kehidupan pribadi dan pelayanan Timotius, arahan-arahan
mengenai berbagai urusan dan persoalan penggembalaan di
gereja, dan dorongan untuk tetap mempertahankan kemurnian
Injil dengan standarnya yang kudus, bebas dari berbagai
pencemaran.
Salah satu persoalan yang ada di jemaat di Efesus adalah
jemaat Efesus pada waktu itu lebih sibuk mendengarkan
dongeng dari pada mendengarkan firman Tuhan, seperti yang
di tandaskan pada pasal 1, “ataupun sibuk dengan dongeng dan
silsilah yang tiada putus-putusnya, yang hanya menghasilkan
persoalan belaka, dan bukan tertib hidup keselamatan yang
diberikan Allah dalam iman. 1 Tim. 1:4. Sehingga Paulus
mendorong Timotius untuk menjadi pelayan yang baik dengan
tujuannya adalah mengingatkan jemaat yang ada di kota Efesus
tentang Injil yang murni berdasarka Alkitab.
Budiman Rudy menanggapi hal di atas bahwa “Timotius
menghadapi tugas yang berat di dalam melawan ajaran sesat di
jemaat, karena ajaran itu dengan pantangan-pantangannya yang
berat dan pengetahuan yang tinggi (Gnosis), memberikan kesan
yang serius dan berbobot tinggi kepada jemaat.112 Seperti yang
di ungkapkan oleh Brill J. Wesley bahwa “Guru-guru sesat itu
munafik dan penipu. Mereka mengaku dirinya menyembah
Kristus, tetapi sebenarnya mereka melawan ajaran Kristus.
Mereka mengaku dirinya lebih suci sebab mereka tidak

112
Budiman Rudy. Ibid, hlm. 37
106
menikah dan tidak makan daging pada waktu-waktu tertentu.
Mereka menuruti larangan-larangan orang-orang gnostik lalu
memasukkan ke dalam jemaat.113 “Mereka itu melarang orang
kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah
supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang
percaya dan yang telah mengenal kebenaran” 1 Tim. 4:3.
Menurut pengamatan saya sendiri bahwa salah satu
penyebab terjadinya kemunduran iman dalam kehidupan
jemaat sekarang ini adalah karena derasnya pengaruh arus
dunia yang sulit untuk dibendung. Dunia datang dengan segala
keinginannya, yaitu keinginan daging, keinginan mata dan
keangkuhan hidup, bahkan dunia tidak segan-segan merangsek
masuk ke dalam gereja Tuhan dengan menawarkan segala
bentuk kenikmatannya. Nasihat rasul Paulus ini ditujukan
kepada gereja Tuhan yang ada di kota Efesus. Efesus
merupakan sebuah kota yang besar di wilayah Roma dengan
daya tarik duniawinya yang sangat luar biasa. Kota
perdagangan yang dipenuhi kuil-kuil penyembahan, baik
kepada kaisar maupun dewi Artemis ini juga sarat dengan
berbagai hiburan penuh kebejatan. Berbagai tawaran dan
fasilitas yang tersedia menjadikan kota Efesus sebagai salah
satu daerah tujuan yang menarik, baik bagi para pedagang
maupun wisatawan, termasuk juga para penyesat dengan segala
pengajaran dan filsafat-filsafatnya yang kosong, yang bertujuan
untuk mengelabui umat Tuhan.
Penjelasan di atas di perkuat oleh M.E. Duyverman
bahwa “Kota Efesus, tempat kerja Timotius, sejak dahulu
merupakan kota yang penting, mula-mula merupakan kota

113
Brill J. Wesley, Loc. cit, hlm. 37
107
“koloni” Yunani, yakni tempat tinggal orang-orang Yunani
dalam perantauan, pusat perniagaan mereka. Bandar ini
menjadi kota yang termasyhur lagi terkaya di daerah Asia
Kecil, penghubung dunia Barat Timur. Pusat kebaktian ialah
kuil dewi kesuburan: “Ibu Agung”.114.
Dalam mengantisipasi hal-hal yang tidak diharapkan,
melalui suratnya ini, rasul Paulus menasihatkan Timotius agar
hamba Tuhan ini mengingatkan jemaat Tuhan pada ajaran yang
sehat dan benar. Itulah sebabnya Paulus berkata kepada anak
didiknya itu “Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada
saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan
Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman
kita dan dalam ajaran sehat yang telah kau ikuti selama ini” 1
Tim. 4:6. Timotius mengingatkan hal-hal itu (yang
dimaksudkan dengan hal-hal itu ialah ajaran sehat pada
umumnya dan ajaran ayat 3-5 pada khususnya) kepada
saudara-saudara kita, maka ia akan menjadi seorang pelayan
Kristus Yesus yang baik.115
Dengan terus terang Paulus mengataka kepada Timotius,
bahwa penggilnya menjadi pelayan Kristus menuntut
penyerahan secara setia, baik dalam hidupnya pribadi maupun
dalam pelayanannya terhadap sesama Kristen.116 Timotius
sungguh-sungguh terdidik dalam soal-soal pokok iman dan
bahwa Timotius telah mengikuti ajaran sehat selama ini.
Artinya Paulus mempertegas kembali tentang tugas dan

114
M.E. Duyverman, Pembimbing Kedalam Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2003), hlm. 154
115
Budiman Rudy. Op. cit, hlm. 38
116
R. E. Nixon. Ibid, hlm. 697
108
tanggung jawab Timotius sebagai gembala yang mengingatkan
dan menasihati jemaat pada ajaran yang sehat dan benar.
Fungsi gembala jemaat ialah memimpin anggota jemaat
untuk menjadi dewasa dalam firman Tuhan agar bisa
mengambil keputusan yang tidak bertentangan dengan Firman
Tuhan serta membangun jemaat.117 Seorang gembala harus
memberi makan jemaatnya yaitu firman Tuhan agar
pertumbuhan iman jemaat semakin baik dan juga supaya tidak
mudah tergeser dari kepercayaan mereka.
b. Memberitakan Injil yang benar
Hari-hari ini banyak sekali pengajaran-pengajaran sesat
yang sudah mulai bereaksi disekitar kita dan juga di sekitar
jemaat, bahkan tak segan-segan pengajaran-pengajaran tersebut
sudah mulai masuk didalam gereja saat ini. Bila tidak hati-hati
dalam menghadapi pengajaran-pengajaran tersebut, maka
menjadi permasalahan besar bagi orang percaya dan juga
jemaat yang sudah digembalakan.
Gembala atau pemimpin rohani harus bertanggung jawab
untuk mengatasi persoalan ini dengan cara memberitahukan
kepada jemaat tentang adanya pengajaran sesat/ palsu.
Sebenarnya para gembala dan pendeta sudah mengerti tentang
adanya pengajaran sesat yang ada disekitar jemaat Tuhan saat
ini hanya saja kita sebagai pemimpin rohani saat ini selalu
mengabaikan, karena kita lebih banyak sibuk dengan kegiatan
sendiri dibandingkan dengan kegiatan dalam gereja bersama
dengan jemaat. Paulus sangat tegas kepada Timotius untuk
memberitahukan tentang kebenaran firman Tuhan kepada

117
Suhento Liauw, Doktrin Gereja Alkitabiah, (Jakarta; GBIA Graphe, 1996), hlm. 131
109
jemaat di kota Efesus. “Beritakanlahdan ajarkanlah semuanya
itu”. 1 Timotius 4:11.
Kata dasar dari kata “beritakanlah” adalah kata “berita.”
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan yang
dimaksud dengan kata “berita” adalah laporan pers;.118
Sedangkan yang dimaksud dengan kata “memberitakan” ialah
mengabarkan; mewartakan.119 Kata beritakanlah dalam bahasa
Yunani adalah παραγελλω paraggello. Definisi Indonesia:
[Barclay] (aorist παρηγειλα, partisip παραγγειλας) memberi
perintah (παργγειλια περαγγελλω μη melarang dengan keras
Kis. 5.28). Artinya memerintahkan, menyuruh, berpesan,
memberitakan.120 Latar belakang kalimat atau ayat ini ada pada
1 Tim. 1:3 “Ketika aku hendak meneruskan perjalananku ke
wilayah Makedonia, aku telah mendesak engkau supaya
engkau tinggal di Efesus dan menasihatkan orang-orang
tertentu, agar mereka jangan mengajarkan ajaran lain”.
Sama seperti yang diungkapkan oleh Budiman Rudy
bahwa kemudian ia memutuskan untuk meneruskan perjalanan
ke wilayah Makedonia, tetapi kepada Timotius ia desak,
supaya Timotius tinggal di Efesus. Mengapa? Paulus pernah
bekerja untuk beberapa tahun di Efesus pada perjalanan P.I
yang ke-III dan berhasil membawa banyak orang kepada
pertobatan (Kis Ras 19). Namun ketakhayulan sihir masih
memperngaruhi keadaan jemaat muda itu (bdk Kis Ras 19: 13,
14, 18, 19).121 Artinya bahwa banyak pengajar-pengajar firman
Tuhan yang tidak bertanggung jawab atas ajarannya khususnya
118
Dendy Sugono. Op. cit, hlm. 186
119
Dendy Sugono. Loc. cit, hlm. 186
120
Hasan Sutanto, PBIK Jilid II: Konkordansi Perjanjian Baru, (Jakarta: LAI, 2006), hlm.
604
121
Budiman Rudy. Loc. cit, hlm 4
110
di jemaat di Efesus seperti yang di ungkapkan pada 1 Tim. 1:7-
8, “Mereka itu hendak menjadi pengajar hukum Taurat tanpa
mengerti perkataan mereka sendiri dan pokok-pokok yang
secara mutlak mereka kemukakan.
Kita tahu bahwa hukum Taurat itu baik kalau tepat
digunakan”. Ayat inilah yang menjadi dasar bagi Paulus
sehingga Ia berpesan kepada Timotius supaya pengajar-
pengajar sesat yang ada di tengah-tengah jemaat di Efesus bisa
teratasi dengan baik melalui pengajaran yang dilakukan oleh
Timotius kepada jemaat berdasarkan firman Tuhan yang murni.
Artinya bahwa dengan tindakan seperti ini maka jemaat akan
tertolong dari pengaruh-pengaruh ajaran sesat. Dalam
mengatasi persoalan ini maka diperlukan komitmen dari
seorang gembala dalam menyampaikan isi hati Tuhan kepada
jemaat.
Saya yakin bahwa kedaan jemaat Tuhan di kota Efesus
pada waktu itu sangat prihatin karena banyak ajaran-ajaran
palsu seperti yang diprediksi oleh Rasul Paulus dalam Kisah
Para Rasul, mengatakan: “Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi,
serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah
kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. Bahkan dari
antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan
ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan
yang benar dan supaya mengikut mereka Kis. 20:29-30.
Akibat dari ajaran-ajaran palsu ini maka terjadinya
murtad di dalam jemaat Efesus. Rasul Paulus mengingatkan
Timotius bahwa “Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa
di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu
mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan oleh tipu
daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap
111
mereka. Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang
makan makanan yang diciptakan Allah supaya dengan
pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang
telah mengenal kebenaran. Karena semua yang diciptakan
Allah itu baik dan suatu pun tidak ada yang haram, jika
diterima dengan ucapan syukur Tim 4:1-4.
Artinya bahwa Paulus memberikan kesaksian yang
tidak dapat disalah mengerti, bahwa di masa depan sebagian
masyarakat gereja itu akan meninggalkan kebenaran yang di
nyatakan itu.122 Sebab, “Roh Kudus tidak hanya memberikan
petunjuk-petunjuk kepada Paulus tentang hal-hal yang berlaku
seketika (bdk Kis Ras 16:6,7), tetapi juga tentang hal-hal yang
akan terjadi di kemudian hari (Kis Ras 20:23) seperti juga kita
saksikan dalam ayat ini: Roh dengan tegas mengatakan, bahwa
diwaktu-waktu kemudian...Nubuat bahwa ada orang yang akan
murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat.123 Roh Kudus telah
menyatakan bahwa pada akhir zaman banyak orang akan
murtad dari iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Kemurtadan
dalam jemaat terjadi, oleh karena orang-orang yang telah
dahulunya percaya kepada Tuhan Yesus dan yang dahulunya
setia mulai berpaling kepada Iblis dan mengikuti ajaran yang
sesat, seperti yang dikatakan dalam Kitab Wahyu.124
Ada beberapa hal yang dikatakan oleh Roh Allah
kepada Paulus dalam ayat 1-3. Pertama, ada ajaran setan-setan.
Iblis tidak hanya ingin menjatuhkan anak-anak Tuhan dengan

122
R. E. Nixon, Tafsiran Alkitab Masa Kini, Jilid 3: Matius-Wahyu, peny., D. Guthrie
dan H.p. Nasution, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1996), hlm. 694
123
Budiman Rudy, Tafsiran Alkitab Surat-Surat Pastoral I & II Timotius dan Titus,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008,hlm. 35
124
J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Timotius & Titus, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, tt,
hlm. 37
112
meletakkan jerat-jerat di bidang etis (1 Tim. 3:6,7), melainkan
juga dengan cara memasukkan ajaran-ajaran sesat ke dalam
jemaat. Kedua, ada tipu daya pendusta-pendusta. Di dalam
bahasa aslinya ditulis: “oleh kemunafikan pendusta-pendusta/
pembohong”. Artinya bahwa para pengajar sesat, mulai
mengajarkan ajaran sesatnya, mengetahui bahwa itu
menyimpang dari “ajaran sehat (1 Tim. 1:10). Ketiga, ada
larangan untuk kawin dan makan. (Mereka itu melarang orang
kawin). Jelas ajaran ini di pengaruhi Gnostik, yang
mengajarkan dualisme atau pertentangan antara roh dan materi
(tubuh). Roh manusia adalah percikan Allah, sedangkan tubuh
berasal dari dosa. Seks dan nikah termasuk dosa badani.
Demikian juga dengan pantangan terhadap benda makanan
(mereka melarang orang makan makanan). Artinya bahwa
makanan itu mengandung dosa bendawi, orang harus
melepaskan diri dari belenggung-belenggung materi.125
Menurut pemahaman saya bahwa guru-guru palsu ini
selalu memamerkan kesucian yang didasarkan atas perkara-
perkara jasmani dan perkara yang kelihatan. Itu adalah
munafik, sebab kesucian yang sesungguhnya adalah hal rohani
dan hal batin. Selain dari pada itu juga, orang yang sudah
percaya dan telah mengenal kebenaran tidak akan ditipu oleh
guru-guru palsu. Persoalan ini terjadi zaman kita sekarang ini,
dimana banyak orang mengakaui dirinya orang yang paling
benar dan suci, namun pada faktanya tidak seperti itu hanya
cerita belaka dan tidak sedikit yang selalu membuat sensasi
atau mencari perhatian dari orang lain. Sungguh ironisnya bila
ini terjadi dalam gereja kita saat ini.

125
Budiman Rudy. Op. cit, hlm. 35-36
113
Dari kedua pendapat di atas, saya berkeyakinan bahwa
Allah langsung berbicara kepada Rasul Paulus untuk
memberitahukan hal-hal yang akan terjadi dalam pelayanan
Timotius, bila tidak dilayani dengan baik maka jemaat akan
murtad dan tersesat dengan pengajaran-pengajaran palsu yang
ada. Kata murtad adalah merupakan kata serapan bahasa Arab
terhadap bahasa Indonesia. Yang dalam bahasa Indonesia kata
serapan ini diartikan sebagai orang yang meninggalkan
agamanya dan berpindah ke agama lain. Dapat juga diartikan
orang yang tersesat karena berpaling dari ajaran agama yang
benar.126
Dalam Iman Kristen, seseorang yang dibaptis,
dikatakan murtad kalau ia dengan bebas dan seutuhnya
meninggalkan iman. Dengan demikian, murtad bukan hanya
terkait berbalik dari satu ke yang lain, namun mencakup hal-hal
yang tercakup di dalamnya termasuk komunitas atau
perkumpulan orang-orang beriman.127 Dalam menghadapai
ajaran-ajaran palsu ini yang mengakibatkan pada murtad maka
perlu namanya gembala sidang yang dapat menyuarakan
kebenaran firman Tuhan kepada jemaat yang ada disana
sehingga jemaat tetap kokoh dalam iman kepada Yesus
Kristus, sehingga Paulus meminta Timotius untuk melayani
dan menasihati jemaat melalui pelayanan firman Tuhan yang
sehat dan benar.
Menjadi perhatian bagi kita semua sebagai pemimpin
rohani sekarang ini adalah sudahkah kita menjadi gembala

126
J.S. Badudu, Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia,(Penerbit
Buku Kompas, Jakarta 2003), hlm. 236.
127
Gerald O’ Collins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teologi(A Concise Dictionary of
Theology), (Kanisius, Yogyakarta 1991), hlm. 210
114
yang memberitakan firman Tuhan yang sehat dan benar kepada
jemaat? Bila kita sudah menjadi pemberitaan firman Tuhan
yang baik dan benar? Mengapa masih banyak jemaat saat ini
mengeluh dengan pengajaran kita sebagai gembala atau
pemimpin rohani, saya tidak bermasud memojokkan kita
semua, namun saya rindu kita merenungkan bersama sudahkah
saya menjadi pengajar firman Tuhan yang baik kepada semua
orang khususnya jemaat yang saya layani saat ini?
Buku ini hadir untuk mengingatkan kita kembali, bukan
untuk menghakim tetapi untuk mengajak kita kembali melihat
apa yang sedang terjadi disekitar kita saat ini khususnya dalam
pelayanan kita sebagai gembala. Kejadian yang dialami oleh
jamaat di Efesus itu memang sungguh terjadi dan itu menjadi
pembelajaran bagi kita saat ini dan itu akan terjadi hari-hari ini
bila kita tidak segerak menangani persoalan-persoalan rohani
dalam gereja kita semua.
c. Mengajarkan firman Tuhan yang sehat dan benar
Menjadi seorang pengajar itu tidak mudah seperti yang
pernah kita bayangkan pada umumnya bahwa menjadi seorang
pengajar itu sangat mudah sekali yang penting kita bisa
berkomunikasi dengan orang lain sudah dipastikan bahwa kita
bisa mengajar. Menurut saya secara pribadi bahwa pernyataan
ini ada benarnya dan ada juga tidak benarnya, karena pada
umumnya kita orang Indonesia itu suka membenarkan diri di
atas kesalahan diri sendiri, bahkan suka mengutip pernyataan
orang lain yang bukan pada konteksnya. Sama halnya dengan
pernyataan sebelumnya bahwa mengajar itu sangat mudah
asalkan kita bisa berkomunikasi dengan orang lain.

115
Slogan ini menurut saya sangat mengganggu pemikiran
saya karena bertolak belakang dengan pemikiran saya bahwa
mengajar itu sangat susah dan tuntutannya sangat berat.
Apalagi yang kita ajarkan adalah kebenaran firman Tuhan yang
menyangkut tentang kehidupan kekekalan pada orang yang kita
ajarkan. Seandanya kita salah mengajarkan kebenaran itu
kepada orang lain maka orang lain pun ikut salah pula.
Mengajar jemaat untuk mendalami firman Tuhan adalah
tugas yang tidak boleh diabaikan oleh para hamba Tuhan.
Sampai saat ini masih banyak orang Kristen yang kurang
menyadari betapa pentingnya pengajaran tentang firman Tuhan
tersebut. Buktinya? Kelas-kelas pendalaman Alkitab atau
kelas pelayanan sangat jarang dihadiri alias sepi peminatnya.
Jemaat masih harus didorong-dorong! Berbeda bila ada KKR
atau ibadah yang dihadiri oleh hamba Tuhan terkenal atau
penyanyi berkelas, mereka berbondong-bondong hadir. Ini
adalah suatu realita yang ada disekitar kita sebagai pengajar
firman Tuhan. Oleh sebab itu, pengajaran itu sangat penting,
Tuhan memilih para pengajar atau guru-guru untuk mendidik
umat-Nya seperti tertulis: “Dan Ialah yang memberikan baik
rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil
maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk
memperlengkapi orang-orang kudus baik pekerjaan pelayanan,
bagi pembangunan tubuh Kristus,” (Ef. 4:11-12).
Pengajar atau guru adalah bagian penting di dalam gereja
Tuhan. Karena itu, para pelayan-pelayan yang ada di dalam
gereja seharusnya turut terlibat dan mendukung kegiatan
pengajaran dalam gereja, supaya jemaat Tuhan tidak
mudah “…diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin

116
pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan
mereka yang menyesatkan,” (Efesus 4:14).
Dalam salam pembukaan surat Rasul Paulus kepada
Timotius menegaskan wewenangnya sebagai seorang hamba
Yesus Kristus. Orang-orang yang menyebabkan Timotius
menghadapi kesulitan perlu tahu bahwa Timotius adalah
gembala yang melayani mereka sebab telah menempatkan dia
disana, karena Rasul Paulus menerima wewenang dari Allah.
Masalah yang dihadapi oleh Timotius pada waktu itu ialah ada
golongan Gnostik yang mulai mengajarkan ajaran yang tidak
sesuai dengan firman Tuhan sehingga ada orang-orang percaya
yang mulai mengikuti ajaran tersebut sehingga Paulus
mengirim suratnya untuk menasihatkan Timotius untuk tetap
mengajarkan apa yang telah mereka dengar dari Paulus kepada
orang-orang percaya yang dia gembalakan. Seperti yang
dikatakan oleh firman Tuhan kepada Timotius “Beritakanlah
dan ajarkanlah semuanya itu”. 1 Tim. 4:11.
Kata ajarkanlah dalam bahasa Yunani adalah διδασκω
didasko artinya mengajar.128 Kata dasar dari kata “mengajar”
adalah kata “ajar.” Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dijelaskan yang dimaksud dengan kata “ajar” adalah petunjuk
yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut).129
Sedangkan yang dimaksud dengan kata “mengajar” ialah
memberi pelajaran, melatih.130 Kata benda Yunani yang
dipakai ialah didaskalia “didaskalia.” Kata benda tersebut
berjenis akusatif feminim tunggal. Kata ini berasal dari kata

128
Susanto Hasan. Loc. cit, hlm. 204
129
Depdiknas, “ajar” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Selanjutnya disingkat
KBBI), (Jakarta, Balai Pustaka, 1989), hlm. 14
130
Depdinas. Ibid, hlm 15
117
διδάσκω (didasko) yang artinya mengajar atau peringatan.131
Kata ini muncul dua puluh satu kali dalam Perjanjian Baru
yaitu : ajaran 10 kali, ajaran-ajaran 1 kali, ajaranku 1 kali,
ajaranmu 1 kali, mengajar 4 kali, menurut ajaran 1 kali,
pelajaran 1 kali, pengajaran 1 kali, pengajaranmu 1 kali.
Jadi, Rasul Paulus menegaskan kepada Timotius bahwa
ajarkanlah semuanya itu 1 Tim. 4:11b. Tujuan Paulus kepada
Timotius dalam ayat ini adalah untuk mengajarkan ajaran yang
sehat. Istilah sehat dan khususnya dalam kombinasi dengan
ajaran atau “perkataan” adalah salah satu ciri khas surat-surat
Pastoral; 1 Tim. 6:3; 2 Tim. 1:13; 4:3 Tit 1:9, 13; 2:1, 2,8).132
Itulah sebabnya Paulus menegaskan dalam 1 Tim. 6:2b-5,
mengatakan: “Ajarkanlah dan nasihatkanlah semuanya ini. Jika
seorang mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut perkataan
sehat yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristusdan tidak
menurut ajaran yang sesuai dengan ibadah kita, ia adalah
seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa.
Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang
menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga, percekcokan
antara orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan yang
kehilangan kebenaran, yang mengira ibadah itu adalah suatu
sumber keuntungan”.
Jadi, ternyata dalam konteks ini ada ajaran yang tidak
sehat dalam jemaat Efesus, sehingga Paulus menentang ajaran-
ajaran palsu, seperti yang ada pada 1 Tim. 4:1-5. Karena Injil
yang diajarakan oleh Paulus dapat sebut ajaran yang sehat,

131
Haroul K. Moulton, “didaskalai” dalam Lesikon Analitis Bahasa Yunani Yang
Direvisi, Pen. Robert Leland dan Stanley Pouw, (Jogjakarta : Randa’s Family Press, 2009), hlm.
90
132
Budimana Rudy. Ibid, hlm. 9
118
kerna menjadikan hidup manusia yang rusak kerena dosa, sehat
kembali.133
Maksud “ajarkanlah” semunnya itu menurut saya adalah
mengajar Injil keselamatan yang ada dalam Yesus Kristus, 1
Tim. 1:11. Paulus menobatkan Timotius menjadi pengajar yang
mengajarkan ajaran yang sehat tanpa mengurangi nilai
kebenaran itu sendiri, 1 Tim. 4:6; 11. Memang menjadi
pemimpin umat tentu bukanlah hal yang mudah dan tidak
semua orang dapat melakukan karena dibutuhkan kerja keras
dan tanggung jawab yang didasarkan pada kebenaran firman
Tuhan, bukan hanya bertanggung jawab kepada manusia juga
harus mempertanggung jawabkan semua pekerjaannya kepada
Tuhan yang telah memberikan kepercayaan kepadanya dalam
pelayanan.
Pemimpin Rohani bertanggung jawab untuk mengajar
mereka yang ditolongnya sampai batas tertentu, dan pengajaran
harus di dukung oleh suatu, kehidupan yang tidak bercacat.134
Artinya Kristus mengajar kita bahwa kita adalah alat-Nya
untuk menolong para pengikut kita dalam mendapat kebebasan
dari kotoran dosa dalam hidup mereka.135
Fungsi gembala jemaat ialah memimpin anggota jemaat
untuk menjadi dewasa dalam firman Tuhan agar bisa
mengambil keputusan yang tidak bertentangan dengan firman
Tuhan serta membangun jemaat.136 Seorang gembala harus
memberi makan jemaatnya yaitu firman Tuhan agar

133
Budimana Rudy. Ibid Op. cit, hlm. 9
134
Sanders, J. Oswald. Kepemimpinan Rohani, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
2006), hlm. 35
135
Bill Lawrence, Effective Pastoring-Menggembalakan dengan Hati, (Yogyakarta:
Andi Offset, 2013), hlm. 94
136
Suhento Liauw, Doktrin Gereja Alkitabiah, (Jakarta; GBIA Graphe, 1996), hal. 131.
119
pertumbuhan iman jemaat semakin baik dan juga supaya tidak
mudah tergeser dari kepercayaan mereka. Artinya sebagai
seorang gembala dan guru terus-menerus memperhatikan
pengasuhan domba-dombanya. Tujuan utama dari seorang
gembala sidang sejati adalah agar jemaat akhirnya mempunyai
hubungan yang dewasa dengan Yesus Kristus. Jenis
kedewasaan ini menunjukkan pertumbuhan rohani, yang
sebaliknya menunjukkan pada pengajaran.137.
Paulus menuliskan kata-kata tersebut dalam ayat ini.
Kalau Timotius mengingatkan hal-hal itu (yang dimaksudkan
dengan hal itu ialah ajaran sehat pada umumnya dan ajaran
ayat 3-5 pada khususnya) kepada saudara-saudara kita, maka ia
akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik.138
Salah satu alasan mengapa gembala harus tetap dalam
pekerjaannya ialah karena para pengajar sesat sedang giat
berusaha untuk menjerat orang-orang percaya. Sama seperti
pada masa Paulus, pada masa sekarang pun ada banyak
pengajar sesat yang mengajarkan ajaran-ajaran sesat. Orang
Kristen harus menghadapi pengajar sesat dengan serius. Sebab,
pengajar sesat tidak menyampaikan Injil kepada orang-orang
berdosa yang tersesat malahan mereka berusaha menyesatkan
orang-orang Kristen dan menangkap mereka untuk memenuhi
maksud-maksud mereka. Jadi, seorang gembala harus
menyampaikan firman Tuhan sesuai dengan ajaran alkitab.
Pengajaran-pengajaran palsu menyibukkan diri mereka dengan
dongeng-dongeng dan cerita 1 Tim. 4:7; 1:4.139
137
Gangel Kenneth O, Membina Pemimpin Pendidikan Kristen, (Malang: Gandum
Mas, 1998), hlm. 300
138
Budiman Rudy. Loc. cit, hlm.37
139
Bergant Dianne & Karris Robert, Tafsiran Alkitab Perjanjian Baru, (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), hlm. 393
120
Gembala yang baik tidak akan memberikan ajaran yang
aneh dan yang baru, sebab seringkali hal itu menyesatkan.
Gembala yang baik akan mengingatkan anggota-anggota
jemaatnya mengenai perkara-perkara yang sudah mereka
dengar dan terima.140
Jadi, kesimpulan saya adalah ketika kita mempelajari dan
memahami bagian ini ternyata menjadi seorang pengajar
firman Tuhan itu tidak mudah seperti yang kita bayangkan
sebelumnya. Mengajar firman Tuhan yang sehat dan benar
adalah harga mati bagi kita sebagi gembala atau pemimpin
rohani saat ini. Siapapun kita, kita harus memperhatikan hal ini
dengan seksama dan menjadi tugas kita bersama sebagai orang
percaya. Melalui pembahasan ini mari kita segera membenahi
diri khususnya dalam mengajar firman Tuhan baik itu melalui
Pendalaman Alkitab, Khotbah, seminarnya dan sebagainya,
saya berkeyakinan bahwa gembala yang baik akan
melaksanakan tugas dengan baik dan mengajarkan ajaran yang
baik sesuai dengan Alkitab. Komitmen kita bersama adalah
memberi yang terbaik kepada Tuhan kita Yesus kristus.
d. Mempertahankan Iman Jemaat
Dalam surat Paulus kepada Timotius, ia menyerahkan
tanggung jawab kepada Timotius supaya mengajarkan ajaran
yang sehat, memberitakan Injil Kerajaan Allah dan juga harus
mempertahankan iman jemaat. Ini adalah kewajiban gembala
untuk memelihara kebenaran atau doktrin Injil yang diterima
dan dianut di dalam gereja, dan mempertahankannya terhadap
semua oposisi. Ini adalah salah satu ujung utama pelayanan,
salah satu sarana utama dari pelestarian iman yang
140
Brill J. Wesley. Ibid, hlm 38.
121
disampaikan kepada orang-orang kudus. Sebagai Rasul sering
dan dengan tegas mengulangi tuduhan itu kepada Timotius,
dan di dalam Dia telah sampai semua orang yang menerima
dispensasi kata berkomitmen (I Tim 1:3. - 4, 4:6-7, 16, 6:20; II
Tim 1:14, 2:25, 3:14-17).
Menurut J. M. Nainggola bahwa “kualitas rohani warga
jemaat tidaklah terjadi secara tiba-tiba, tetapi terjadi lewat
pengalaman beribadah, berdoa, bersekutu, dan mempelajari
firman Allah. Warga jemaat adalah pribadi-pribadi yang perlu
bertumbuh dan berkembang menuju kedewasaan rohani”141
Suapaya jemaat tetap beriman kepada Tuhan maka gereja harus
berperan aktitif, seperti yang ditandaskan oleh J.M. Nainggola
bahwa “Tugas gereja ialah memperlengkapi dan mengajar
warga jemaat untuk tetap setiap kepada Tuhan dan
menjalankan perintahnya.142 Dalam mencapai kemaksimalan
iman jemaat maka perlu perhatian yang ekstra dari gembala
dalam mempertahankan dan mendewasakan iman jemaat. Oleh
sebab itu gembala harus benar-benar memperhatikan setiap
iman jemaatnya, karena dalam jemaat lokal masih memiliki
latar belakang yang berbeda-beda baik dalam pengetahuan
tentang kebenaran maupun pendidikan.
Dalam mengatasi setiap prolem dan juga dalam
memaksimalkan iman jemaat maka diperlukan namanya:
1. Kesatuan jemaat
Dalam Kisah Para Rasul 4 ayat 32, menjelasakan
mengenai kesatuan hati dan jiwa jemaat yang sangat luar biasa,

141
JM. Nainggola, Strategi Pendidikan Warga Gereja, (Jabar: Generasi Info Media,
2012), hlm. 25
142
Ibid, JM. Nainggola, hlm. 25
122
meskipun pada saat itu ada perlawanan dari Sanhendrin.143
Kepercayaan mereka berdasarkan akan pengetahuan mereka
mengenal akan Kristus dan kesatuan hati untuk terus
mempertahankan iman mereka tetap teguh.
Hal ini ditegaskan dengan adanya turunnya Roh Kudus di
tengah-tengah mereka yang terus memperkuat umat Tuhan.
Firman Tuhan yang dikatakan Para Rasul mendiami hati
mereka. Meskipun mereka lebih dahulu telah menerangkan
akan kekristenan, maka semuanya yang ada tempat itu adalah
umat yang unik dan khas karena semua yang dimilikinya
adalah milik bersama.144
2. Ada kesaksian tentang kasih kasunia
Ayat 33 menjelaskan mengenai kebutuhan akan
kerohanian dan kebutuhan akan jasmaniah mereka telah
tercukupi dalam jemaat tersebut. Setiap orang yang percaya
mengajak umat yang lain membantu saudara yang kekurangan
secara meterial, pada saat itu juga rasul-rasul bersaksi
mengenai Kristus. Terutama ketika mereka berdoa, para rasul
pada waktu yang tepat dan terus terang bersaksi mengenai
kebangkita Tuhan Yesus dari antara orang mati. Dalam ayat
inilah Lukas menegaskan bahwa Yesus adalah Allah (Jesus is
God’s).
Perkataan para rasul yang dipenuhi Roh Kudus secara
terus terang memperkuat iman para jemaat pada saat itu. Lukas
juga menekankan perkataan para rasul yaitu ” the apostles
were giving witness to the resurrection of the Lord Jesus.”
143
DS. H. v.d Brink. Tafsiran alkitab Kisah Para Rasul, (Malang: Bpk Gunung Mulia,
1967), hlm. 77
144
Kistemaker, Simon J. ; Hendriksen, William: New Testament Commentary :
Exposition of the Acts of the Apostles, Grand Rapids : Baker Book House, 1953-2001 (New
Testament Commentary 17), S. 174
123
Bahwa para rasul adalah saksi dari kebangkita Yesus. Akhir
dari kalimat ayat ini yang di tekankan adalah kasih karunia
(great power with much grace). Kata “Grace” menunjukkan
bahwa Tuhan memberkati semua yang percaya kepada-Nya
berdasarkan kasih karunia pada saat itu. Namun di dalam NAB
(New american Bible ) tidak ada “Grace.” Sebenarnya kata ini
sangat penting namun NAB memfokuskannya hanya pada
kebaikan Allah saja.
3. Saling memberkati satu dengan yang lain
Pada ayat 34-35 ini, Lukas sedikit sekali membahas
mengenai ibadah atau gereja mula-mula tentang kesatuan
jemaat. Pada ayat ini hampir sama dengan Kis. 2: 44-45 pada
hari pentakosta. Dimana mencatatkan pengikut Kristus pada
awalnya sering menjual barang miliknya dan memberikannya
kepada kaum miskin.145 Tapi negara menyalurkan dan
membangun, sehingga uang yang diperoleh Rasul-Rasul
diberikan kepada yang membutuhkan.
Disini ada beberapa aspek dimana jemaat yang
berkelimpahan menjual barang miliknya seperti yang pertama,
menjual tanah atau rumahnya, dan yang kedua mendirikan
suatu posko untuk menampung dana yang akan di berikan
kepada orang-orang yang membutuhkannya serta membagi-
bagikannya kepada orang-orang miskin pada saat itu. Jika
dilihat dari sudut pandang kerohanian, orang-orang yang yang
dibantu, juga kekurangan berkat kerohanian, namun mereka
juga mendapat berkat-Nya secara terus menerus melewati
pemberitaan kesaksian yang diberikan Rasul-Rasul kepada
mereka. Mereka melakuaknnya atas dasar ketaatan kepada Para

145
R. Dixon, Tafsiran Kisah Para Rasul, (Malang: Gandum Mas, 1981), hlm.28
124
Rasul yang ada di tempat itu. Dengan hal demikian tidak ada
seorangpun di antara mereka yang kekurangan baik secara
jasmaniah dan kerohanian yang terus dibimbing agar tetap
kokoh dalama Kristus Yesus yang mereka percayai.
e. Mendisplinkan Jemaat
Seorang gembala jemaat harus mengatur sopan santun
dalam kebaktian jemaat agar kebaktian berjalan dengan teratur
(I Kor. 14:26-40) serta menjalankan disiplin gereja. Yesus telah
memerintahkan bahwa apa bila seorang percaya tidak mau
tunduk dan menaati nasihat secara pribadi maka masalah itu
harus diserahkan kepada gereja untuk didisiplinkan (Mat.
18:17).
Paulus secara tegas sekali meminta agar jemaat di
Korintus menjalankan disiplin jemaat (I Kor. 5:13). Tujuan
untuk mendisiplinkan jemaat yaitu:
1. Untuk membawa kemuliaan kepada Allah dan
meningkatkan kesaksian kawanan domba.
2. Untuk memulihkan dan membangun anggota jemaat
yang telah jatuh dalam dosa (Mat.18:15; 2 Tes. 3:14-15).
3. Untuk menghasilkan iman yang sehat, satu suara dalam
doktrin (Tit. 1:13; 1 Tim. 1:19-20).
4. Untuk memenangkan jiwa bagi Kristus, jika orang
berbuat dosa hanya mengaku Kristen (2 Tim. 2:24-26).
5. Untuk membungkam guru-guru palsu dan pengaruh
mereka di gereja (Tit. 1:10-11).
6. Untuk menetapkan contoh bagi seluruh tubuh dan
mempromosikan rasa takut yang saleh ( 1 Tim. 5:20).
Disiplin gereja sangat penting menekankan tentang
kesucian bagi jemaat supaya terlindung dari kerusakan moral
125
dan doktrinal yang murni. Dosa dalam kehidupan gereja
mendukakan orang dari Roh Kudus dan memadamkan kuasa-
Nya. Jika dosa tetap dicentang oleh aplikasi penuh kasih dari
disiplin gereja dalam tubuh orang percaya maka hidup jemaat
sebagai orang percaya tidak akan mengalami pertumbahan
rohani dan juga tidak bisa menikmati berkat dari Tuhan. Tuhan
sangat tidak senang dengan orang-orang masih hidup dalam
hawa nafsu dunia. Supaya gereja tetap eksis dan berkenan di
hadapan Tuhan maka gereja harus mendisiplinkan setiap
warganya untuk tetap hidup dalam kekudusan bersama Tuhan
sampai Tuhan Yesus datang Kedua Kali.

4. Peranan Gembala Sebagai Pengajar / Guru


Di dalam 2 Timotius 2:15, rasul Paulus menegaskan
kepada Timotius bahawa peranan seorang gembala adalah
untuk mengajar tentang kebenaran firman Allah tanpa rasa
malu. Dia harus tetap setia dalam melaksanakan tugasnya,
bagaimanapun keadaannya. Tugas seorang gembala adalah
menggembalakan kawanan domba Allah melalui pengajaran
firman Allah. Seorang gembala bertanggung jawab untuk
mengajar anggota Jemaat untuk membantu mereka mengetahui
kebenaran (Yoh 8:31-32). Sebab, kebenaran itulah yang akan
membebaskan mereka untuk menyembah Allah di dalam roh
dan kebenaran.
Tujuannya pengajaran tersebut menurut B.K. Kuiper
adalah supaya orang-orang mendapat karunia dari Tuhan
menyerahkan kehidupan mereka untuk menyelidiki kebenaran-
kebenaran di dalam Kitab Suci untuk mempertahankannya

126
terhadap ajaran-ajaran palsu.146 Seperti yang di tegaskan dalam
Dalam 1 Timotius 6: 3-10 bahwa peranan gembala sidang
sebagai pengajar hendaknya dapat dipertanggungjawabkan
dihadap Tuhan. Dengan demikian, ada beberapa hal penting
tentang peranan gembala sebagai pengajar:
a. Memerangi ajaran-ajaran guru palsu
“Jika seorang mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut
perkataan sehat yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristus dan
tidak menurut ajaran yang sesuai dengan ibadah kita, ia adalah
seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa.
Penyakitnya ialah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang
menyebabkan dengki, cidera, fitnah, curiga, percekcokan
antara orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan yang
kehilangan kebenaran, yang mengira ibadah itu adalah suatu
sumber keuntungan.” (I Tim.6: 3-5).
Paulus menulis Surat ini kepada Timotius, supaya
Timotius memahami dengan jelas apa yang sedang terjadi pada
waktu itu, karena masih banyak orang-orang pada zaman itu
memikirkan hal-hal materi (1 Tim. 6:9, 10, 17) dan tidak
sedikit juga para guru-guru jemaat yang dipengaruhi oleh cara
berpikir seperti itu (1 Tim. 6:5). Melalui Surat ini Timotius
juga mengerti apa peranannya dalam jemaat sebagai gembala
atau pemimpin jemaat.
Dari penjelasan di atas menjadi perhatian kita sebagai
gembala dan pemimpin rohani saat ini, apakah peran kita
sebagai gembala dalam memimpin jemaat sudah berjalan
dengan baik? Ataukah kita sedang menunggu giliran kita
dipengaruhi dengan gaya hidup dunia ini. Mestinya kita harus
146
B.K. Kuiper, The Church in History, (Malang: Gadum Mas, 2010) Hal. 21

127
sadar dengan peran kita sebagai pengajar dalam gereja bahwa
kita harus tegas dengan ajaran-ajaran yang sering
menyelewengkan kebenaran itu. Oleh karena itu, gembala dan
pemimpin rohani harus mengerti dan paham peranannya
sebagai guru bagi jemaatnya.
b. Memilik sikap yang benar sebagai guru sejati
“Ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi
keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke
dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke
luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Tetapi mereka
yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat
dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang
mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam
keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah
cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah
menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-
bagai duka.(I Tim. 6: 6-10).
Tidak semua gembala atau pemimpin rohani, menaruh
minat pada Pendidikan Agama Kristen (PAK). Masih banyak
yang kurang memperhatikan pekerjaan ini dengan serius. Ada
gembala-gembala yang sudah menanggung banyak pekerjaan,
sehingga tak ada kesempatan untuk menyerahkan diri kepada
pengajaran agama. Ada yang masih amat kurang mengetahui
tentang isi dan metode pendidikan agama itu. Ada yang
berasumsi bahwa untuk pengajaran PAK diserahkan pada
kaum wanita saja, kesan ini sudah ditanamkan dalam pikiran
mereka di Sekolah Tinggi Teologi, karena di perguruan tinggi
teologi hanya menanamkan dan hanya teori-teori saja.
Masih ada diantara gembala-gembala yang berpendapat
bahwa pendidikan agama Kristen adalah tugas yang tidak sukar
128
melakukannya, bahkan pekerjaan ringan saja yang tidak
seberapa menuntut pelajaran atau latihan istimewa. Tetapi,
bilamana kita mencermati nasihat-nasihat Rasul Paulus
mengenai tugas mengajar, sebagaimana ditulis di Surat
Timotius, bahwa seorang gembala sidang harus bisa dan pandai
mengajar orang lain, bahkan perlu juga dapat memimpin orang
lain pula dalam tugas mengajar itu. Ia diwajibkan mengajar
sendiri. Dan lagi harus mengajar pembantu-pembantunya
bagaimana pula mereka wajib mendidik jemaat. Syukurlah
bahwa PAK sudah meresap di dalam kurikulum perguruan
tinggi teologi masa kini, sehingga sekarang Pendidikan Agama
Kristen sudah dijadikan mata kuliah penting dikebanyakan di
sekolah Tinggi Teologi.
Di Amerika gereja-gereja menjadi pelopor dalam PAK,
juga di Belanda. Dalam mempersiapkan calon gembala diberi
tugas dan praktik PAK di perguruan tinggi teologi. Jabatan
gembala atau pendeta sebagai suatu karunia Tuhan, seperti
diuraikan Paulus dalam Suratnya kepada jemaat di I Tim. 5: 17.
5:17 Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati
dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah
berkhotbah dan mengajar. Tuhan Allah telah memberikan
jabatan pengkotbah dan pengajar. Gembala memberitakan dan
menerangkan iman Kristen kepada anggota jemaat. Gembala
juga sebagai pembela dan menyerahkan hidupnya untuk
jemaat, seperti Rasul Paulus yang memberikan seluruh
hidupnya untuk jemaat. Dalam pergaulan masyarakat umum,
gembala mewakili agama Kristen dan asas-asas Kristen
dilingkungan pergaulan dalam masyarakat.
Oleh karena itu, seorang gembala harus memiliki
kearifan rohani. 1 Tim. 4:1-5; 2; Memberi petunjuk yang jelas
129
tentang ajaran sesat.1 Tim. 4:6, 7; 3; Memperhatikan nilai
kesalehan. 1 Tim. 4:8-10; 4; Menjadi teladan bagi jemaat. 1
Tim. 4:11-15; 5; Mengatur prioritas yang tepat. 1Timotius
4:16; 6; Berhati-hati memperlakukan orang lain. Tim. 5:1-22 ;
7; Menjagakan kesehatan yang baik. 1 Tim. 5:23, melalui
pelayanan gembala sesungguhnya bisa mengubah dunia dan
masyarakat untuk mengetahui kenyataan hidup manusia secara
lebih baik. Gereja adalah “tiang dan dasar dari kebenaran”.
Kita harus memahami ini sebagai kalimat yang mengacu
kepada konsep-konsep pemikiran pada zaman itu; yaitu dari
atas, dari dunia di mana segala-galanya adalah kebenaran,
Allah menurunkan kebenaran-Nya ke bumi sebagai pilar, atau
tanda yang kelihatan tempat kita bisa bersandar. Walaupun
terjadi ketidaksetiaan di dalam Gereja, Allah menggunakan
Gereja untuk melestarikan pengetahuan yang benar dari Bapa,
Putra, dan Roh Kudus di dalam dunia. Tanpa pengetahuan ini
manusia tidak akan bebas dan umat manusia tidak akan dapat
mencapai kedewasaannya.
c. Memiliki gaya hidup murni dalam pelayanan
“Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot
dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang
pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir
untuk maksud yang kurang mulia. Jika seorang menyucikan
dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah
untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak
untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan
yang mulia. Sebab, itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah
keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan
mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni.

130
Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan
tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan
pertengkaran, sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh
bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus
cakap mengajar, sabar dan dengan lemah lembut dapat
menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan
memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan
memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, dan
dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena
terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada
kehendaknya. (II Tim.2 : 20-26).
Ajaran sesat dalam jemaat (II Tim. 3 : 1-9 ), ketahuilah
bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.
Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba
uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri,
mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak
terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak
mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau
berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang
diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak
berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari
pada menuruti Allah. Secara lahiriah mereka menjalankan
ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri
kekuatannya. Jauhilah mereka itu! Sebab di antara mereka
terdapat orang-orang yang menyelundup ke rumah orang lain
dan menjerat perempuan-perempuan lemah yang sarat dengan
dosa dan dikuasai oleh berbagai-bagai nafsu, yang walaupun
selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal
kebenaran. Sama seperti Yanes dan Yambres menentang Musa,
demikian juga mereka menentang kebenaran. Akal mereka
131
bobrok dan iman mereka tidak tahan uji. Tetapi sudah pasti
mereka tidak akan lebih maju, karena seperti dalam hal Yanes
dan Yambres, kebodohan mereka pun akan nyata bagi semua
orang.
Oleh karena itu, sebagai gembala jemaat mesti memiliki
gaya hidup yang murni berdasarkan kebenaran firman Allah
dalam menunaikan tugas sebagai pelayan Tuhan dan sebagai
pelayan Tuhan seharusnya memiliki sikap yang positif, pikiran
yang baik, hati yang baik dan tindakan yang baik agar apa yang
kita sampaikan dan kerjakan menjadi berkat bagi banyak
orang, tetapi bukan malahan orang-orang menjauh dari hidup
kita, karena kita tidak peduli, kita egois, kita merasa benar dan
hebat, sehingga orang-orang yang kita layani tidak merasa
termotivasi untuk bertumbuh dalam persekutuan dan
pengenalan akan Allah.
d. Menjadi teladan dalam mengajar
Guru (pendidik) merupakan profesi yang mulia dan
paling agung dibandingkan dengan yang lainnya. Menjadi
seorang guru tidaklah mudah, guru mempunyai banyak peranan
diantaranya sebagai pengajar, pembimbing, pemimpin, dan
harus bisa menjadi teladan bagi murid-muridnya. Guru sebagai
pengajar, pengajaran yang diberikan oleh seorang guru tidak
dibatasi oleh apapun. Guru mengajarkan berbagai hal kepada
muridnya, agar kelak muridnya bisa menghadapi hal-hal atau
tantangan-tantangan zaman yang sudah berkembang saat ini.
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya
mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber
daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang
guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik
132
maupun kepada masyarakatnya, sehingga guru akan tampil
sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasihat/ ucapan/
perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya).
Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi
keberhasilan belajar anak didik. Artinya bahwa keteladanan
dari seorang pengajar adalah salah satu filter yang mampu
mempengaruhi hidup orang lain, baik dari segi berpikir
maupun dalam segi kedisplinan waktu. Gembala juga dituntut
menjadi teladan, karena gembala adalah seorang pengajar
firman Tuhan kepada jemaat, mau tak mau gembala harus
hidup sesui dengan apa yang diajarkannya.
Ada beberapa prinsip keteladanan yang harus kita
perhatikan seperti yang disampaikan oleh Paulus kepada
Timotius sebagai pengajar (II Tim. 3: 10). Pertama,
keteladanan tentang ajaran. Kedua, keteladanan tentag cara
hidup. Ketiga, keteladanan tentang pendirian. Keempat,
keteladanan tentang iman. Kelima, keteladanan tentang
kesabaran. Keenam, keteladanan tentang kasih. Ketujuh,
keteladanan tentang ketekunan
Pedoman hidup seorang pengajar adalah harus
berlandaskan pada kebenaran itu sendiri. Seperti yang utarakan
pada ayat selanjutnya bahwa “Tetapi hendaklah engkau tetap
berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan
engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah
mengajarkannya kepadamu. Ingatlah juga bahwa dari kecil
engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi
hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan
oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang
diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk
menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
133
mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap
manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan
baik. (II Tim. 3 :14-17).

5. Metode yang Digunakan oleh Gembala dalam Mengajar


1. Pengertian Metode
Metode berasal dari kata “methodos” yang terdiri dari
kata “metha” yaitu melewati, menempuh atau melalui dan kata
“hodos” yang berarti cara atau jalan. Metode artinya cara atau
jalan yang akan dilalui atau ditempuh. Sedangkan menurut
istilah metode ialah cara atau jalan yang harus ditempuh untuk
mencapai sebuah tujuan.147 Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, metode adalah cara kerja yang mempunyai sistem
dalam memudahkan pelaksanaan dari suatu kegiatan untuk
mencapai sebuah tujuan tertentu. Senada dengan apa yang
didefinisikan oleh Nur Uhbiyati bahwa metode berasal dari dua
kata yaitu meta yang artinya melalui dan hodos artinya jalan
atau cara. Jadi metoda artinya suatu jalan yang dilalui untuk
mencapai suatu tujuan. Adapun istilah metodologi berasal dari
kata metoda dan logos (akal atau ilmu). Jadi metodologi artinya
ilmu tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai
suatu tujuan.148
Dalam pengertian yang lain metode secara harfiah berarti
“cara”. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan
sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan
pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep

147
http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/15-pengertian-metode-dan-
metodologi.html, di unduh pada hari Minggu, 9 Agustus 2015. Pukul. 5:20 Wib
148
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Setia : Bandung, 1997, hlm 99.
134
secara sistematis. Jadi yang dimaksud dengan metode mengajar
adalah cara yang berisi prosedur buku untuk melaksanakan
kegiatan pendidikan, khususnya kegiatan penyajian materi
pelajaran kepada peserta didik.149
Jadi dari penjelasan di atas, kita bisa menyimpulkan
bahwa metode sangat penting digunakan oleh gembala/ guru
sebagai pengajar dalam mewujudkan suasana belajar firman
Tuhan dan proses pembelajaran agar jemaat yang kita didik
mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang
telah ditetapkan dalam materi yang telah disiapkan.
Artinya bahwa metode adalah jalan yang harus kita
tempuh dalam rangka memberikan sebuah pemahaman kepada
jemaat/murid tentang pelajaran yang mereka pelajari. Metode
sangat penting bagi seorang pengajar sebelum memasuki
ruang belajar. Dengan menggunkana metode yang ada maka
pengaruhnya sangat besar dalam proses belajar mengajar.
Kegagalan sebagai pengajar dikalangan gereja adalah
kurangnya menggunakan metode dan itupun metode yang
sering kita gunakan dan metode tesebut sangat minim dan
monoton. Sehingga proses belajar mengajar kadang tidak
tercapai dengan maksimal. Masalah lain adalah kita selalu
meremehkan dalam menggunakan metode bahkan hampir tidak
menggunakan metode sama sekali, usulan saya kepada kita
semua sebagai pengajar-pengajar Agama Kristen saat ini, kita
berhenti dari gaya ini, karena cara-cara seperti ini bukan
zamannya lagi alias kuno. Ada yang lebih rohani lagi dalam
bagian ini untuk apa kita menggunakan metode dalam
pengajaran buat repot saja kan ada Roh kudus yang akan
149
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010),
hlm. 198
135
bekerja dengan sendirinya ketika kita menyampaikan
kebenaran firman Tuhan. Saya setuju dengan hal itu bahwa
Roh kudus akan bekerja, tetapi ingat ketika Yesus memulai
mengajar-Nya Dia selalu menggunakan metode dalam setiap
pengajaran-Nya dan metode yang digunakan oleh Yesus tidak
selalu sama, Dia selalu sesuaikan kondisi yang ada.
Tujuan Yesus dalam menggunakan metode adalah
supaya apa yang Dia sampaikan itu bisa sampai kepada
pendengarnya. Yesus menggunakan beberapa metode dan tidak
terikat pada satu metode saja. Dia beralih dengan sangat lembut
dari yang dikenal ke yang tidak dikenal; dari yang sederhana ke
hal-hal yang rumit; dari hal-hal yang konkret ke hal-hal yang
abstrak. Suatu kebebasan yang sesungguhnya, muncul dalam
kemampuan metodologisnya dan dengan objektivitas yang
cukup jelas. Dia bukanlah seorang penghibur melainkan
seorang pendidik. Dia menginginkan lebih dari perhatian yang
besar; Dia menjanjikan untuk mengubah hidup kearah lebih
baik. Jadi akhirnya pengajaran-Nya itu mendarat dan tidak
nambang, karena mudah dipahami, mudah diterima dan mudah
diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Jenis-Jenis Metode yang Sering di Gunakan Pada


Umumnya
a. Metode ceramah
1) Penegrtian ceramah
Metode ceramah dapat diartikan sebagai cara
menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau
penjelasan langsung kepada sekelompok peserta pelajar.
Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini
136
sering digunakan oleh setiap pengajar atau guru. Ceramah
merupakan salah satu metode mengajar yang paling
banyak digunakan dalam proses belajar mengajar. Artinya
bahwa metode ceramah ini dilakukan dengan cara
menyampaikan materi pelajaran kepada peserta secara
langsung atau dengan cara lisan. Penggunaan metode ini
sifatnya sangat praktis dan efisien bagi pemberian pengajaran
yang bahannya banyak dan mempunyai banyak peserta didik.
Metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling
tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan,
oleh karena itu metode ini boleh dikatakan sebagai metode
pengajaran tradisional karena sejak dulu metode ini digunakan
sebagai alat komunikasi guru dalam menyampaikan materi
pelajaran, bahkan metode ceramah ini sudah ada sejak
zamannya Tuhan Yesus. Yesus menggunakan metode ceramah
untuk menyampaikan pengetahuan kepada murid-murid-Nya
atau menafsirkan pengetahuan tersebut. Melalui pendekatan
itu Ia mengharapkan dua anggapan dari para pendengar-Nya:
pengertian mendalam dan perilaku baru (bnd. Khotbah di bukit,
Mat 5-7).

2) Prinsip-prinsip metode ceramah


 Berorientasi pada tujuan
Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri
utama dalam strategi pembelajaran adalah ceramah, namun
tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan
pembelajaran. Justru tujuan itulah yang harus menjadi
pertimbangan utama dalam penggunaan strategi ini.
Karena itu sebelum strategi ini diterapkan oleh pengajar harus
137
merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur.
Kembali lagi ditekankan oleh Suprihadi Saputro, 2004:89
bahwa justru tujuan itulah yang harus dijadikan ukuran dalam
menggunakan strategi ceramah.
 Prinsip komunikasi
Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses
komunikasi, yang menunjuk pada proses penyampaian pesan
dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau
sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin
disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang
diorganisir dan disusun sesuai dengan tujuan tertentu yang
ingin dicapai. Dalam proses komunikasi gembala atau guru
sebagai pengajar berfungsi sebagai sumber pesan dan peserta
didik berfungsi sebagai penerima pesan.
 Prinsip kesiapan
Peserta didik dapat menerima informasi sebagai
stimulus yang kita berikan, terlebih dahulu, kita harus
memposisikan mereka dalam keadaan siap baik secara fisik
maupun psikis untuk menerima pelajaran. Jangan mulai kita
sajikan mata pelajaran, manakala seseorang belum siap untuk
menerimanya.
 Prinsip berkelanjutan
Proses pembelajaran ceramah harus dapat mendorong
peserta didik untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih
lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu,
akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Ceramah yang
berhasil adalah manakala melalui proses penyampaian dapat
membawa pembelajar pada situasi ketidak seimbangan

138
(disequilibrium), sehingga mendorong mereka untuk mencari
dan menemukan atau menambah wawasan melalui proses
belajar mandiri.
b. Metode bimbingan
Metode merupakan suatu jalur atau jalan yang harus
dilalui untuk pencapaian suatu tujuan, karena kata metode
berasal dari meta berarti memalui dan hodos berarti jalan.
Dalam bimbingan dan konseling bisa dikatakan sebagai suatu
cara tertentu yang digunakan dalam proses bimbingan. Yesus
juga mengajar murid-murid-Nya melalui ceramah itu juga
memberikan bimbingan kepada mereka. Mereka diajarkan
melalui tinjauan yang kemudian harus diamalkan. Dalam
Matius 10 misalnya, kedua belas murid telah menerima
petunjuk-petunjuk dari Yesus untuk mengusir roh-roh jahat,
melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan serta
memberitakan bahwa “Kerajaan Sorga sudah dekat”. (Mat
10;7). Ia menentukan apa yang akan mereka laksanakan dan ke
mana mereka pergi kelak (Mat 10:5-6). Apabila mereka belajar
secara tuntas, maka nanti mereka pun akan menjadi orang-
orang yang terdidik dan mendapat hak-hak yang telah
dipersiapkan oleh Tuhan Yesus bagi mereka (Mat 10:40-42).
c. Medote menghafal
Meskipun tidak ada perintah khusus dari Yesus agar
murid-murid-Nya menghafalkan ayat-ayat tertentu dari Kitab
suci, namun kepentingan-Nya jelas sekali bagi Yesus pribadi.
Tidak jarang Yesus mengutip ayat dari Taurat, Nubuat,
misalnya, untuk membenarkan perilaku atau gagasan yang
dikemukakan-Nya (mis. Mat 12:1-8), khotbah di Bukit). Sering
pula, sesudah Yesus mengajarkan sesuatu atau selama Ia
139
mengajarkan sesuatu, Ia condong mengikhtisarkan isinya
dalam suatu ucapan yang gampang di hafal, misalnya,…. Anak
Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat” (Mat 12:8), “Bukan
orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit” (Mat
9:12), “… Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya
menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk 10:45).
Ada beberapa manfaat dalam menghafal firman Tuhan:
1. Menghafalkan firman Tuhan memberikan kekuatan Rohani
2. Menghafalkan firman Tuhan akan menguatkan iman
3. Menghafalkan firman Tuhan membantu kita bersaksi dan
membimbing orang lain
4. Mengingatkan nasihat dan petunjuk dari Tuhan
5. Menghafalkan firman Tuhan mendorong kita untuk
merenungkannya setiap perintah Tuhan.
d. Metode perwujudan
Dalam metode ini kita lihat pendekatan penulis Injil
Matius terhadap pelayan Yesus. Tuhan itu dilukiskan sebagai
seorang yang telah mewujudkan dalam diri pribadi-Nya
sebagian dari sejarah bangsa Israel. Ia, sama halnya seperti
keturunan Yakub, turun ke Mesir agar diloloskan dari bahaya.
Kemudian, Yesus pun adalah yang dipanggil keluar dari Mesir
(Mat 2:13-15). Lalu ada masa percobaan di padang gurun yang
sejajar dengan pengalaman bangsa Israel di gunung Sinai (Mat
4: 1-11). Dalam khotbah di Bukit itu, Yesus yang lebih
berkuasa dari pemberi hukum Taurat, yaitu Musa, memberikan
“hukum” baru bagi para penghuni Kerajaan Allah, dan hukum
tersebut diucapkan dari bukit/ gunung juga!

140
Meskipun sebagian dari metode “perwujudan” itu
merupakan pendekatan khas Matius, namun contohnya
diberikan oleh Yesus sendiri. Melalui pengajaran-Nya Yesus
mengatakan bahwa Israel telah terwujud dalam diri pribadi-
Nya sebagai hamba Tuhan yang menderita (Mrk 10:32-34:45),
dan bahwa gembala baik dari nubuat Yehezkiel sekarang
terwujud dalam diri-Nya (Yeh 34:15, a.l.; Yoh 10:1-18). Ia
mewujudkan pula perjanjian baru yang diumumkan Nabi
Yeremia (Yer 31:31; Mrk 14:24b,a.l). Perwujutan itu lebih
mendalam artinya daripada melalui teknik memainkan peranan,
sebab yang terakhir ini hanya berlaku untuk waktu yang
sementara saja, sedangkan dengan perwujudan-Nya Yesus
mengajarkan kepada murid-murid-Nya bahwa diri pribadi-
Nyalah penyataan yang baru itu dan bukan hanya pengajaran-
Nya. Ia mengajar apa yang Ia adanya!
e. Metode dialog
Metode dialog merupakan salah satu teknik metode
pengajaran untuk memberi motivasi pada kita sebagai peserta
didik supaya aktif dalam memikirkan apa yang ditanyakan
oleh pengajar tersebut. Begitu pula dengan Yesus selalu
menggunakan metode dialog kepada orang-orang yang
diajarkan-Nya dan tidak sedikit juga berdialog dengan ahli-ahli
Taurat. Metode ini banyak sekali contohnya dalam keempat
Injil, walaupun, memang penggunaanya tidak persis sama
seperti yang dimanfaatkan Sokrates. Sering pula Ia ajukan
pertanyaan yang baru sebagai tanggapan-Nya atas pertanyaan
yang sebelumnya diajukan kepada-Nya.
Dialog memainkan peranan yang penting juga pada
waktu Yesus mengajar seorang perempuan dari Samaria (Yoh.
4). Kehausan Yesus merupakan titik-tolak bagi dialog tersebut.
“Berilah Aku minum” (Yoh 4:7b).
141
Melalui keperluan jasmani yang pokok itu Yesus
menghantar perempuan Samaria tersebut untuk meninjau
ulang haluan dan arti kehidupannya. Akhirnya bukan hanya ia
saja yang tergolong, melainkan penghuni-penghuni desanya
juga, sampai mereka mengucapkan pengakuan iman yang
baru” Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang
kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Ia, dan kami
tahu, bahwa Ialah benar-benar Juruselamat dunia” (Yoh 4:42).
f. Metode studi kasus dan perumpamaan
Studi kasus adalah suatu metode untuk memahami
individu yang dilakukan secara integratif dan komprehensif
agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu
tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan
masalahnya yang dapat terselesaikan dan memperoleh
perkembangan diri yang baik.150
Di dalam Alkitab Perjanjian Baru dijelaskan bahwa
Yesus menggunakan perumpamaan untuk menceritakan suatu
kasus. Dengan pendekatan itu, Yesus menggariskan seluk-
beluk salah satu “kasus”, sebagian dari pengalaman seorang
tertentu, dan mengundang para pelajar memanfaatkan akal dan
imannya. Dengan studi kasus, misalnya “Anak yang Hilang”,
para pendengar-Nya didorong untuk memikirkan inti persoalan
dan bagaimana memecahkannya. Artinya bahwa studi kasus
merupakan suatu metode untuk menyelidiki atau mempelajari
suatu kejadian mengenai perseorangan (riwayat hidup).
Pada metode studi kasus dan perumpamaan ini
diperlukan banyak informasi guna mendapatkan bahan-bahan

150
Rahardjo, Susilo & Gudnanto, Pemahaman Individu Teknik Non Tes, (Kudus: Nora
Media Enterprise, 2011), hlm. 250
142
yang agak luas. Metode ini merupakan integrasi dari data yang
diperoleh dengan metode lain.151 Yesus adalah ahli dalam
bercerita. Ajaran-Nya menggugah pikiran setiap orang yang
mendengarnya; bukan melumpuhkan pikiran. Perumpamaan
adalah bentuk yang paling terkenal dari ciri-ciri ajaran-Nya
yang secara kreatif melibatkan orang-orang dalam proses
belajar. Markus mencatat bahwa Yesus, “Mengajarkan banyak
hal dalam perumpamaan kepada mereka.” (Mark. 4:2).
Archibald Hunter mengklaim bahwa 35 persen dari ajaran
Yesus dalam keempat kitab Injil berbentuk perumpamaan.152
Ada sebuah pertanyaan yang berupa kritik, “Mengapa Yesus
sangat sering menggunakan perumpamaan?” Kembali, Robert
Stein memiliki ayat yang tepat dalam “Perumpamaan Yesus”
yang diringkas-Nya menjadi tiga alasan:
a. Untuk menyembunyikan ajaran-ajaran-Nya dari orang-
orang di luar-Nya (Mark. 4:10-12; Mat. 11:25-27).
b. Untuk mengilustrasikan dan menyatakan pesan-pesan-
Nya kepada murid-murid-Nya (Markus 4:34).
c. Untuk menyenangkan pendengar-Nya (Markus 12:1-11;
Lukas 15:1-2).
Yesus menggunakan berbagai metode yang kreatif
seperti:
 Pernyataan yang benar-benar ditekankan (Markus 5:29-
30).
 Peribahasa (Markus 6:4)
 Paradok (Markus 12:41-44)

151
Walgito, Bimo, Bimbingan dan Konseling Studi & Karir, (Yogjakarta: Andi Offset,
2010), hlm. 92
152
Richard A. Batey, ed. New Testament Issues. (New York: Harper and Row, 1970),
p.71.
143
 Ironi (Matius 16:2-3)
 Hiperbola (Matius 23:23-24)
 Teka-teki (Matius 11:12)
 Kiasan (Lukas 13:34)
 Permainan kata (Matius 16:18)
 Sindiran (Yohanes 2:19)
 Metafora (Lukas 13:32)
Jadi, dalam studi kasus dan perumpamaan ini bertujuan
untuk mengajak kita untuk terlibat langsung mengetahui
sesungguhnya yang terjadi.
g. Metode perjumpaan
Dengan metode perjumpaan, para pelajar ditantang
secara langsung untuk mengambil keputusan. Di sini Yesus
tidak bercerita. Ia memprakarsai pertanyaan yang pribadi dan
besar sekali maknanya. Atau kita ingat pula pertanyaan yang
diajukan Yesus kepada orang-orang Farisi, “Diperbolehkankah
menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” (Luk. 14:3).
Pertanyaan tersebut menantang para pendengar berfikir lebih
mendalam sebelum menjawab.
Metode perjumpaan itu banyak sekali dipakai Yesus,
tetapi di sini kita catat satu lagi saja, yaitu tentang reaksi
Simon, seorang Farisi dan tuan rumah ketika Yesus diundang
makan di sana. “jawaban patut apakah yang perlu diberikan
kepada Tuhan kerena pengampunan-Nya?” (Luk. 7:36-50).
h. Metode simbol
Pada awal pelayanan Yesus di depan umum, Ia
dibaptiskan oleh Yohanes Pembaptis. Tindakan itu
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam diri para Sarjana-
144
Sarjana Theologi sampai saat kini. Mengapa Yesus dibaptiskan
oleh Yohanes, sedangkan makna pembaptisan Yohanes itu
dikaitkan dengan pengampunan dosa? Mengapa Yesus
memerlukan baptisan demikian?
Rupanya, Yesus ingin mengajar murid-murid-Nya
melalui perbuatan simbolis ini. Pertama, Ia mengajarkan
bahwa pelayanan-Nya berarti perlunya pengorbanan diri
sebagai tujuan utama kehidupan-Nya. Hubungan antara
pengorbanan dan baptisan dinyatakan melalui jawaban-Nya
kepada Yakobus dan Yohanes, yang memohon agar mereka
boleh menerima hak istimewa nanti. Kata-Nya, “dapatkah
kamu… dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?” (Mrk.
10:38). Jadi, baptisan-Nya merupakan lambang kesengsaraan-
Nya nanti. Kedua, melalui lambang baptisan itu Yesus
mengajarkan perlunya solider dengan semua orang lain, dan
bahwa solidaritas itu hanya dapat dinyatakan sebagai hamba
yang merendahkan diri dan yang menderita.153
3. Pengembangan Metode Yang Lebih Kreatif dan Aplikatif
Selain metode diatas ada beberapa metode yang harus
kita kembangkan saat ini. Metode ini masih banyak diantara
kita yang masih minim untuk memakai metode ini, karena kita
telah terdoktrin dengan beberapa metode yang di atas tadi.
Saya percaya ketika membaca buku ini nanti maka ada
terobosan-terobosan baru dalam penyampain materi yang akan
kita lakukan, baik di dalam gereja maupun di sekolah dan juga

153
http://makalahpendidikanagamakristen.blogspot.com/2012/04/metode-metode-
dalam-mengajar-pendidikan.html, di unduh pada hari Minggu, 9 Agustus 2015. Pukul. 17:00
Wib

145
di kampus. Sehingga peserta yang kita ajar tidak mengalami
kebosanan dalam memahami dan menyimak setiap materi yang
kita sampaikan.
Metode sangat berpengaruh dalam keberhasilan dalam
proses belajar mengajar di dalam kelas. Ketika metode
digunakan dengan tepat maka tujuan pelajaran akan tercapai
lebih maksimal dan efesien. Metode ini terdiri beberapa hal:
a. Memakai bahasa gambar
Suapaya materi itu bisa sampai kepada para pendengar,
kita perlu menggunakan bahasa gambar, karna bahasa gambar
itu adalah sarana yang paling baik untuk menyampaikan
informasi yang langsung kepada orang sedang belajar.
b. Bukti bahwa bahasa gambar lebih kuat daripada bahasa
lisan.
Rambu lalu lintas. Rambu lalu lintas adalah bagian dari
perlengkapan jalan yang memuat lambang, huruf, angka,
kalimat atau perpaduan di antaranya, yang digunakan untuk
memberikan peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi
pemakai jalan. Seperti yang di uraikan di bawah ini:
 Perhatikan rambu-rambu lalu lintas yang ada di jalan.
 Hanya dengan sebuah gambar lingkaran bergaris tepi
merah, dan di tengahnya berwarna putih, tetapi ada tanda
minus dengan warna merah, orang-orang sudah tahu itu
artinya dilarang masuk.
 Bayangkanlah kalau rambu-rambu lalu lintas berupa
tulisan saja. Contohnya: “Kita di larang masuk di tempat
ini”. Sepertinya kita membutuhkan waktu sekitar 5 detik
untuk membacanya.

146
 Tetapi untuk melihat tanda dilarang masuk yang berupa
bahasa gambar, kita hanya membutuhkan waktu 1/10
detik saja, sudah langsung menangkap arti bahwa di
tempat itu, kita dilarang masuk.
c. Di dalam Alkitab juga mengedepankan bahasa gambar.
Tuhan juga memakai simbol-simbol, simbol dalam
Alkitab adalah alat peraganya Tuhan/ bahasa gambar yang
Tuhan gunakan, contoh:
 Jumbai, simbol hidup dalam kebenaran ( Bilangan 15:
37-41)
 Banyak simbol dalam baju efod, kemah sembahyang,
 Simbol salib, menjala manusia, gembala domba, anggur
sukacita, dll
d. Bahasa gambar meliputi apa saja dan apa buktinya?
1. Gambar
Gambar adalah media pertama yang dipakai Tuhan untuk
‘merancang’ manusia sebagai ciptaan-Nya “Menurut I Made
Tegeh, 2008, yang dimaksud dengan media gambar dilihat dari
pandangan media grafis adalah gambar-gambar hasil lukisan
tangan, hasil cetakan, dan hasil karya seni fotografi. Penyajian
obyek dalam bentuk gambar dapat disajikan melalui bentuk
nyata maupun kreasi khayalan belaka sesuia dengan bentuk
yang pernah dilihat oleh orang yang menggambarnya.
Kemampuan gambar dapat berbicara banyak dari seribu
kata hal ini mempunyai makna bahwa gambar merupakan suatu
ilustrasi yang memberikan pengertian dan penjelasan yang
amat banyak dan lengkap dibandingkan kita hanya membaca
dan memberikan suatu kejelasan pada sebuah masalah karena
sifatnya yang lebih konkrit (nyata). Tujuan penggunaan gambar

147
dalam pembelajaran adalah : (1) menerjemahkan simbol verbal,
(2) mengkonkritkan dan memperbaiki kesan-kesan yang salah
dari ilustrasi lisan. (3) memberikan ilustrasi suatu buku, dan (4)
membangkitkan motivasi belajar dan menghidupkan suasana
kelas.
2. Audio visual
Pemakaian media audio visual tentunya lebih kuat
pengaruhnya daripada audio saja, atau visual saja, karna
melibatkan dua macam indra, yaitu indra pengelihatan dan
indra pendengaran. Perasaan manusia pada umumnya mudah
dipengaruhi oleh apa yang dilihat, dirasakan dan didengar.
Dengan kata lain, sungguh tidak mustahil ketika ada pendapat
yang menyatakan bahwa audio visual mempengaruhi sikap dan
perilaku, serta menjembatani proses pembelajaran.
Pernyataan tersebut di atas dapat didukung oleh Yudhi
Munadi (2008), dalam bukunya menekankan bahwa indera
yang paling banyak membantu manusia dalam perolehan
pengetahuan dan pengalaman adalah indera pendengaran dan
indera penglihatan.
3. Orang
Hawa adalah orang pertama yang dikenal oleh manusia
pertama di dunia. Dan Adampun berkomentar ‘inilah tulang
dari tulangku dan daging dari dagingku (Kej. 2:23). Mengapa
orang termasuk dalam bahasa gambar ? Ketika saya menyebut
nama Presiden Jokowi, langsung tergambar dalam ingatan anda
segala sesuatu informasi/memori yang sudah terekam di benak
saudara, mulai dari nama beliau, wajah beliau, jabatan beliau,
suara beliau, gaya dan gerak-geriknya saat berpidato lengkap
dengan intonasi bicaranya, kostum yang sering dikenakannya,
potongan rambutnya, mimitnya, dll.
148
Bandingkan: hanya dengan menyebut nama beliau
(cukup 2 detik), kita langsung dapat menggambarkan beliau
dengan gambaran yang sangat mendetail berdasarkan sejauh
mana pengenalan kita terhadap nama yang saya sebutkan di
atas. Bayangkan kalau tanpa menyebut nama orang tersebut,
saya berusaha menjelaskan semua informasi tentang beliau,
mungkin membutuhkan waktu tidak cukup dari 15 menit baru
mengerti tentang pribadi yang saya maksud.
4. Teladan
Tuhan Yesus datang menjadi ‘manusia’ dalam rangka
memberi teladan hidup sebagai teladan yang nyata, yaitu
teladan melayani dan bukan dilayani, memberikan nyawa-Nya
menjadi tebusan bagi banyak orang. Teladan hidup adalah
bahasa gambar yang sebenarnya. Melalui teladan ditanamkan
Keyakinan dan nilai-nilai. Teladan hidup langsung terekam
dalam pikiran bawah sadar, karna teladan hidup adalah bahasa
gambar yang di dapat dari kehidupan keseharian. Bahkan
Yesus menjadikan diri-Nya sendiri sebagai ilustrasi/ contoh/
teladan, dengan cara Ia mencuci kaki murid-murid-Nya,
bangun pagi untuk berdoa, tidak sombong saat dipuja, dapat
menguasai emosi saat diserang orang Farisi, berbelaskasihan,
dll. Itulah sebabnya Yesus mengajak kedua belas murid-Nya
kemana pun Dia pergi, karna dalam setiap langkah hidup-Nya
di dunia ini, Ia sedang mengajarkan life style kepada murid-
murid-Nya dengan memakai teladan sebagai bahasa gambar
yang utama.
Itulah sebabnya seorang anak yang bertekad untuk tidak
merokok seperti ayahnya, pada akhirnya setelah dewasa ia pun
merokok. Mengapa bisa begitu? Karna pemandangan seorang
ayah merokok itulah yang sering ia lihat. Mengapa kebanyakan
149
profesi sang orang tua turun kepada anaknya? Misalnya sang
ayah yang memiliki toko sepeda, kebanyakan anak laki-lakinya
juga setelah dewasa membuka toko sepeda di kota lain. Itu
dikarnakan sejak kecil sang anak ‘melihat’ dan ‘melihat’
sepeda dan sepeda lagi.
5. Ilustrasi
Pengertian ilustrasi adalah proses penggambaran objek,
baik visual maupun audio dan lain-lain. Komunikasi visual
merupakan suatu komunikasi melalui wujud yang dapat diserap
oleh indera pengelihatan.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka,
1996), ilustrasi dibagi menjadi dua jenis yaitu ilustrasi audio
dan ilustrasi visual. Ilustrasi audio berarti musik yang
mengiringi suatu pertunjukan sandiwara di pentas, radio atau
musik yang melatari sebuah film.
Ilustrasi visual atau yang lebih dikenal dengan kata lain
ilustrasi yaitu gambar dapat berupa foto atau lukisan untuk
membantu memperjelas isi buku, karangan, dan sebagainya;
dapat juga bermakna gambar, desain, diagram untuk penghias
halaman sampul. Wojirsch berpendapat, ilustrasi merupakan
gambaran pesan yang tak terbaca yang dapat menguraikan
cerita, berupa gambar dan tulisan, yaitu bentuk grafis informasi
yang memikat. Sehingga dapat menjelaskan makna yang
terkandung didalam pesan tersembunyi (1995). Karena pada
saat sebuah ilustrasi diceritakan, pendengar sama saja dibawa
ke dalam sebuah pengalaman imajinasi/ membayangkan cerita
/ilustrasi tersebut. Saat imajinasi seseorang berjalan, sama saja
saat itu bahasa gambar bekerja, walau tidak di kasat mata,
tetapi pendengar melihat melalui ‘imajinasi mereka. Salah satu

150
contohnya: Tuhan Yesus ingin memamparkan beberapa prinsip
sbb:
 Kasih Bapa pada anaknya
 Perlunya titik pertobatan
 Pada saat banyak uang, datanglah banyak sahabat, tetapi
tidak demikian saat jatuh miskin.
 Pengampunan
 Penerimaan
 Mental ‘budak’ selalu menuntut upah, mental ‘anak’,
selalu kembali pada sebuah hubungan bapa anak
 Ada sebuah pemulihan hubungan keluarga
 Pengharapan seorang ayah
 Iri hati
 Kepahitan
 Hidup dalam pesta pora kemabukan, dan kesenangan
duniawi membawa kita jauh dari Bapa.
 Kebebasan yang sejati bukan berarti bebas melakukan
apa saja. Justru kebebasan yang sejati adalah saat kita
tinggal di dalam hukum-hukum Tuhan yang menjaga kita
tetap aman.
Jadi, tujuan ilustrasi adalah untuk menerangkan atau
menghiasi suatu cerita, tulisan, puisi, atau informasi tertulis
lainnya. Diharapkan dengan bantuan visual, tulisan tersebut
lebih mudah dicerna oleh peserta.
6. Sentuhan (touch)
Komunikasi non verbal adalah proses komunikasi
dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata.
Menurut Larry, A. Samovour dan Richard E. Potter
mengatakan bahwa, komunikasi non verbal mencakup semua
151
rangsangan dalam suatu setting komunikasi kecuali komunikasi
verbal, yang dihasilkan oleh individu, dan penggunaan
lingkungan oleh individu yang mempunyai nilai pesan
potensial bagi pengirim atau penerima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa definisi di atas mencakup perilaku yang
disengaja atau tidak disengaja sebagai bagian dari komunikasi
secara keseluruhan.154
Sentuhan adalah cara Tuhan menciptakan manusia
pertama, dan juga dengan tangan-Nya sendiri ia menenun janin
dalam kandungan ibu. Sentuhan juga adalah bahasa gambar.
Menurut para ahli peneliti di Baylor College of Medicine,
menemukan bahwa apabila anak-anak jarang diajak bermain
atau jarang disentuh, perkembangan otaknya 20 % atau 30 %
lebih kecil daripada ukuran normalnya pada usia itu.
Dari segi perkembangan, sentuhan (touch) merupakan
alat pertama yang kita gunakan bahkan sejak dalam kandungan
bayi sudah dirangsang oleh sentuhan. Ketika bayi lahir, bayi
dipeluk, dibelai, dielus. Dengan demikian bayi mulai mengenal
dunia melalui sentuhan. Perilaku non verbal adalah bentuk
komunikasi multi makna, dapat menggambarkan seribu kata.
Sentuhan ini bisa merupakan tamparan, pukulan, cubitan,
tepukan, belaian, senggolan, pelukan, pegangan, rabaan, hingga
sentuhan lembut sekilas.
Sentuhan yang sering disosialisasikan dalam kehidupan
sehari-hari adalah sentuhan jenis terakhir yaitu sentuhan
lembut sekilas. Konon, menurut para remaja, seseorang dapat
merasa seperti terkena setrum ketika disentuh oleh lawan
jenisnya yang disenanginya. John Lennon dan Paul McCartney
154
Larry, A. Samovour dan Richard E. Potter, Comunication Between Cultures,
(California: Wadsworth, 1991), hlm. 179
152
mengatakan “And when I touch you I feel happy inside”.155
Makna yang diterima dari suatu sentuhan sangat bergantung
tidak hanya pada sifat sentuhan itu sendiri, tetapi juga pada
situasi dan hubungan antar individu yang terjadi. Jadi kekuatan
sentuhan sangat pengaruhnya dalam hidup setiap orang. Oleh
karena itu motode ini perlu dikembangkan agar apa yang di
kita sampaikan kepada orang bisa sampai dan di rasakan.

4. Metode-Metode yang Digunakan oleh Tuhan Yesus


dalam Mengajar Berdasarkan Injil Sinoptik156
Seorang pendidik yang sudah memahami metode
pengajaran Tuhan Yesus sebagaimana terdapat dalam Kitab
Injil Sinoptik, seharusnya dapat melaksanakan proses belajar-
mengajar sesuai dengan yang diharapkan. Seorang pendidik
yang telah memiliki pemahaman tentang metode pengajaran
Yesus berdasarkan Injil Sinoptik, akan dapat melaksanakan
proses belajar-mengajar dengan baik dan benar sebagaimana
dilakukan oleh Tuhan Yesus. Ia akan mengajar sesuai dengan
karakter kristiani157 yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Mengajar dengan lemah lembut dan rendah hati.158
Salah satu penyebab kegagalan terbesar seorang
pendidik adalah karena tidak memiliki sikap lemah lembut dan
rendah hati. Kadang-kadang seorang pendidik atau dosen yang

155
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), hlm. 379
156
Metode ini di ambil dari Bahan Ajar Dr. Sentot Sadono, M.Th dengan Mata Kuliah
Curriculum Foundation & Design di STT KADESI Yogyakarta, 2015
157
Galatia 5:22-23
158
Matius 11:28-29.
153
mau menunjukkan kesan berwibawa dan berotoritas lalu
bersikap tegas yang dibuat-buat, sehingga alih-alih dihormati,
mereka justru sering dicela dan tidak disukai oleh para peserta
didiknya. Tegas pada tempatnya itu sangat bagus, tetapi jikalau
terlalu dibuat-buat dan tidak sewajarnya, maka hal itu justru
akan merugikan dirinya sendiri. Misalnya malah marah atau
tidak senang kalau ditanya oleh muridnya atau terlalu menjaga
jarak demi memertahankan wibawanya. Gembala atau guru
semacam ini perlu belajar dari Tuhan Yesus sendiri.
Melalui Matius 11:28-29, Matthew Henry menjelaskan
bagaimana pentingnya harus belajar dari Kristus, sepenting
untuk belajar mengenal Kristus159 karena Dia adalah Guru
sekaligus Pelajaran, Pemandu sekaligus Jalan, dan Semua di
dalam Semua.160 Lebih lanjut Matthew Henry memberikan
dua alasan mengapa harus belajar dari Kristus, yaitu karena Ia
itu lemah lembut dan rendah hati, sehingga “jiwamu akan
mendapat ketenangan.”161 Khususnya yang berkaitan tentang
sifat lemah lembut dan rendah hati-Nya itu Matthew Henry162
menjelaskan demikian: Pertama, Ia lemah lambut dan
mempunyai belas kasihan kepada orang yang tidak tahu,
sementara orang lain akan lekas dibuat marah oleh orang-
orang semacam itu. Kedua, Ia rendah hati. Kerendahan hati-
Nya itu dibuktikan dengan mengajar para janda miskin dan
para pemula. Ia juga memilih murid-murid-Nya bukan dari
istana maupun sekolah, melainkan dari pantai, para nelayan.

159
Efesus 4:20.
160
Matthew Henry, Tafsiran Matthew Henry: Injil Matius 1-14. Terj. Lanny
Murtihardjana, dkk (Surabaya: Momentum, 2007), 552.
161
Ibid., 552-553.
162
Ibid.,553.
154
Pada kenyataannya banyak guru yang mempunyai
kemampuan, namun memiliki sifat pemarah dan terburu-buru,
ia akan mudah mematahkan semangat peserta didik yang
lamban dalam berpikir. Para murid yang demikian
membutuhkan seorang pendidik yang memiliki kelemah
lembutan. Sama seperti Matthew Henry, Charles Swindoll163
juga mengatakan bahwa salah satu gambaran diri Tuhan Yesus
yang paling menonjol adalah sifat lemah lembut dan rendah
hati-Nya. Hal itu nampak dari ucapan-Nya yang secara
terbuka mengakui bahwa, “… Aku tidak berbuat apa-apa dari
diri-Ku sendiri … Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana
diajarkan Bapa kepada-Ku, … Aku senantiasa berbuat apa
yang berkenan kepada-Nya.“164
b. Mengajar dengan kasih
Dalam mengajar, kasih memiliki peran yang sangat
penting. Dalam kelas atau dalam gereja harus ada interaksi
yang dilandasi oleh kasih. Pengajaran Tuhan Yesus adalah
pengajaran yang dilandasi kasih dan menularkan kasih itu
kepada para murid-Nya, karena Ia sendiri adalah wujud kasih
Allah itu dengan jalan memberikan nyawa-Nya untuk manusia
agar manusia juga bisa hidup dengan saling mengasihi.165
Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Richards berikut ini, “…
whoever you are, God can use you to communicate His love to
others”166 (Siapa pun Anda, Allah dapat memakai Anda untuk
mengomunikasikan kasih-Nya kepada orang lain). Oleh karena
itu tidak ada alasan bagi seorang pendidik Kristen, untuk tidak

163
Charles Swindoll, Improving Your Serve (Bandung: Pionir Jaya, 2006), hlm.189
164
Yohanes 8:28-29.
165
Yohanes 3:16; 15:12-13.
166
Lawrence O. Richards, You, the Teacher!..., 34.
155
menjadi saluran komunikasi kasih Tuhan melalui kehidupan
dan pelayanannya. Tentu saja ia terlebih dahulu harus
dilengkapi dengan kasih Kristus, sama seperti Tuhan Yesus
juga memiliki kasih yang berasal dari Bapa.
Oleh karena itu, seorang pendidik perlu mengajar dengan
setia dan tidak mementingkan diri sendiri. Selain kasih, dalam
pengajaran-Nya, Tuhan Yesus juga sangat sering menunjukkan
sikap empati-Nya yang mendalam. Hal itu misalnya bisa dilihat
ketika menghidupkan anak janda di Nain, yang merasa sangat
kehilangan anak tunggalnya,167 atau ketika membangkitkan
Lazarus karena dua bersaudara, Marta dan Maria, yang merasa
sangat terpukul kehilangan Lazarus saudaranya.168 Meskipun
demikian, ada kalanya Tuhan Yesus juga harus bersikap tegas
dan keras jika memang diperlukan, bahkan terhadap murid-Nya
sendiri sekalipun. Ini terjadi misalnya ketika para murid
mempertentangkan siapa yang paling layak duduk di sisi Tuhan
Yesus ketika di surga kelak.169 Teguran yang paling keras
justru ditujukan kepada Petrus ketika sebenarnya Petrus
“bermaksud baik” dengan melindungi-Nya agar tidak
disengsarakan di Yerusalem. Alih-alih berterimakasih kepada
Petrus, Tuhan Yesus malahan memarahinya dengan
mengatakan, “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan
bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan
Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”170 Seorang
pendidik, dosen, gembala atau pendeta memang perlu memiliki

167
Lukas 7:11-17.
168
Yohanes 11:1-44.
169
Matius 20:20-28.
170
Matius 16:23; Markus 8:33.
156
sikap kasih, bukan lemah dan lembek, tetapi juga harus tegas,
bila perlu keras, namun tidak kasar.
c. Mengajar dengan keteladanan
Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan sesuatu yang
tidak dilakukan-Nya. Apa yang dikatakan dan ajarkan, itulah
yang juga dilakukan-Nya. 171 Tuhan Yesus memberikan teladan
menjadi seorang hamba yang melayani dan membasuh kaki
murid-murid-Nya;172 sebagai Gembala yang memelihara,
menjaga, melindungi, memberi makan dan bahkan mencari
yang hilang dan tersesat.173 Tuhan Yesus juga memerankan
diri sebagai seorang sahabat yang setia, yang selalu mau
mengerti orang lain dan sahabat-sahabat-Nya.174 Rasul Paulus
berkata dalam Kolose 3:13, “Sabarlah kamu seorang terhadap
yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang
seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti
Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah
demikian.” Jadi dasar untuk melakukan sesuatu adalah karena
Tuhan Yesus telah melakukan hal itu terlebih dulu. “… Aku
telah memberikan teladan kepada kamu; supaya kamu juga
berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.”175
d. Mengajar dengan menggunakan berbagai metode
Ini mencakup penggunaan berbagai macam variasi
metode pengajaran Yesus, yakni: metode peragaan, metode
drama, metode bercerita, metode ceramah, metode bertanya
dan metode diskusi. Dalam menerapkan metode-Nya itu,
171
Yohanes 14:24; 15:15.
172
Yohanes 13:5.
173
Yohanes 10:1-21.
174
Yohanes 15:9-17.
175
Yohanes 13:15.
157
Tuhan Yesus juga menggunakan berbagai cara, seperti
penyampaian melalui perumpamaan, khotbah, kelompok kecil,
perkunjungan, pembicaraan secara privat, dsb. Mengutip
perkataan Comenius,176 Gregory menuliskan demikian:
“Pada umumnya guru-guru bukannya menanam benih,
melainkan tumbuh-tumbuhan yang sudah jadi. Daripada
mulai dulu dengan prinsip-prinsip dasar yang sederhana,
mereka langsung memperlihatkan kepada murid-
muridnya sekian banyak buku dan segala rupa karangan
para peneliti, sehingga anak-anak menjadi bingung. 177
Menggaris bawahi pernyataan Gregory yang mengatakan
bahwa, gambaran tentang benih itu tepat sekali, meskipun
bukan Comenius yang pertama kali memakai gambaran ini.
Karena Tuhan Yesus, Guru Besar yang pernah hidup itulah
yang pertama kali mengatakan bahwa “…benihnya adalah
firman itu”178 Itulah sebabnya maka metode pendekatan Yesus
itu sangat inspiratif dan informatif, sekalipun kadang-kadang
juga bersifat konfrontatif (misalnya ketika berhadapan dengan
orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat seperti yang tercatat
dalam Matius 23:1-36), atau bersifat legitimatif (seperti yang
terungkap dalam pengakuan Petrus dalam Matius 16:13-20),
maupun yang bersifat restoratif/kuratif seperti yang terungkap
melalui perkataan “imanmu telah menyelamatkan kamu” atau
“dosamu sudah diampuni” atau juga pertanyaan yang diajukan
kepada Petrus, “… apakah engkau mengasihi Aku …” yang
diucapkan-Nya sampai tiga kali.179

176
Johann Amos Comenius (1592-1671) adalah seorang pendeta Moravia yang sangat
terkenal dalam sejarah pendidikan, karena upayanya untuk memperbaiki sistem pengajaran
di sekolah-sekolah.
177
John Milton Gregory, Tujuh Hukum Mengajar, 111-112.
178
Ibid.
179
Yohanes 21:15-19.
158
e. Mengajar dengan kehidupan
Guru dapat mengajar dengan nilai kehidupan. Isi
pengajaran Tuhan Yesus yang terpenting adalah soal
kehidupan yang mengatasi soal hidup itu sendiri. Makna hidup
itu lebih penting dibandingkan dengan harta dunia yang
bersifat sementara dan fana. Pertanyaan yang disampaikan oleh
Tuhan Yesus melalui perumpamaan seorang kaya yang bodoh,
bisa menjadi contoh yang sangat tepat untuk hal ini. “Hai
engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil
dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah
itu nanti?”180 Bandingkan dengan pertanyaan yang dilontarkan
oleh Yesus kepada para murid yang merupakan kriteria untuk
menjadi murid yang sejati, “Apa gunanya seorang memperoleh
seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang
dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?”181
Di sini Tuhan Yesus hendak mengajarkan mana yang
penting dan mana yang tidak penting. Jelas bahwa kekekalan
itu lebih penting daripada kesementaraan. Eternity is better
than propsertity. Benda apa pun yang ada di dalam dunia ini,
tidak ada yang lebih bernilai daripada hidup dan kekekalan.
Segala kekayaan, kemuliaan, kepintaran dan hikmat tidak bisa
melebihi nilai jiwa yang bersifat kekal itu. Tuhan Yesus telah
memberikan teladan penting, dengan tidak mementingkan hal-
hal duniawi, di mana Dia rela untuk mengosongkan diri-Nya,
bahkan mati di kayu salib.182

180
Lukas 12:20.
181
Matius 16:26.
182
Filipi 2:8-9.
159
5. Keunggulan Tuhan Yesus dalam Menggunakan Metode
Pengajaran
Tuhan Yesus memakai beberapa metode mengajar untuk
menyesuaikan ajaran-Nya dengan keadaan-keadaan tertentu,
yaitu:
 Tuhan Yesus membaca kitab-kitab Perjanjian Lama di
sinagoge dan menerangkannya kepada jemaat (Lukas
4:16-32).
Setelah mewartakan Kerajaan Allah dan menyerukan
pertobatan serta membuat banyak mukjizat di bagian-bagian
lain dari Galilea, pada suatu hari Sabat Yesus bersama para
murid-Nya kembali ke kampung halaman-Nya di kota kecil
Nazaret. Yesus mengajar di Sinagoga di sana, dan langsung
saja orang banyak para penduduk kota Nazaret menjadi takjub
mendengar khotbah-Nya. Mereka tahu bahwa Yesus adalah
anak laki-laki dari Yusuf si tukang kayu, dan Dia sendiri telah
menjalani praktek sebagai tukang kayu juga untuk beberapa
tahun lamanya sejak kematian Yusuf. Sekarang, mendengar
Yesus berbicara begitu baik dalam Sinagoga sungguh
merupakan suatu kejutan. Mereka juga telah mendengar
bagaimana Yesus melakukan banyak penyembuhan dan
mukjizat lainnya di kota-kota lain.
 Tuhan Yesus mengajar di lapangan terbuka atau di
padang (Matius 5:1-7; Lukas 6:17- 49).
Yesus sedang duduk sambil mengajar orang di atas
sebuah bukit di Galilea. Khotbah Yesus di bukit yang
dialamatkan terutama kepada murid-murid-Nya dan juga
pendengar lain. Mereka yang duduk paling dekat dengan Yesus

160
ialah murid-muridnya. Yesus sedang mengajar orang tentang
Kerajaan Sorga.
 Tuhan Yesus berbicara langsung dan secara pribadi
kepada orang-orang tertentu (Markus 10:21; Lukas
10:30).
 Tuhan Yesus mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
memaksa orang berpikir (Lukas 10:26; 12:56-57; Matius
24:45; Markus 4:21).
 Tuhan Yesus bersoal-jawab dengan lawan-lawan-Nya
untuk menghilangkan pikiran-pikiran mereka yang salah.
Dia terlibat dalam perdebatan dimana Ia membuktikan
kebebalan pikiran lawan-lawanNya dengan logika yang
tak dapat ditolak (Markus 12:18-27; Lukas 20:41-44).
 Tuhan Yesus mengemukakan paradoks-paradoks dan
ucapan-ucapan pendek yang tajam untuk mengukir
kebenaran-kebenaran luhur tertentu dalam hati murid-
muridNya (Matius 5:3-4; Lukas 9:24; 20:25).
 Ia sering mengutip PL (Perjanjian Lama) (Markus 12:24-
27, 35-37; Lukas 4:4-8,12).
 Tuhan Yesus menggunakan alat peraga (Yohanes 13:1-
15; Matius 8:2-4; 21:18-22).
 Tuhan Yesus berbicara lebih akrab dan gamblang dengan
kelompok murid-murid-Nya (Matius 17:9-13; Markus
12:43-44; Yohanes 13:1-17:26).
 Tuhan Yesus mengemukakan ucapan-ucapan penting
yang mengandung nubuat (Matius 24:5-44; Markus 13:1-
37; Lukas 21:5-36)
 Tuhan Yesus sering mengajarkan kepada murid-murid-
Nya perihal diri-Nya dengan artian sungguh-sungguh
161
‘bersifat metafisika’ (Matius 11:25-27; Lukas 10:21-22;
Yohanes 5:16-47; 6:32-71).
 Tuhan Yesus sering mengajar dengan menggunakan
perumpamaan yang menyertai seluruh ajaran-Nya ialah
kekuasaanNya yang khas. Nabi-nabi PL berbicara dengan
wibawa yang mereka terima, tetapi Yesus Kristus
berbicara dengan wibawa-ilahi, mutlak dan dari diriNya
sendiri.
 Tuhan Yesus mengajar melalui hidup dan perbuatan-Nya.
Segala kelakuan-Nya sesuai dengan kehendak Allah dan
menyatakan kasih dan kebenaran Allah kepada murid-murid-
Nya. Tiap orang yang datang kepada-Nya mendapat perhatian-
Nya. Dengan penuh kasih Ia menolong yang memerlukan
pertolongan-Nya. Ia tidak segan melawan segala sesuatu yang
tidak sesuai dengan kehendak Allah. Contoh yang konkrit
dalam hidup seorang guru selalu lebih mengesankan daripada
segala kata yang diucapkannya.
 Tuhan Yesus memakai pengalaman pendengar-
pendengar Nya untuk mengajar mereka.
Sebagai dasar untuk ajaran yang baru, Ia menyebut hal-
hal yang lazim dialami tiap orang, peristiwa-peristiwa dari
hidup sehari-hari yang pasti akan dimengerti oleh setiap
pendengar-Nya. Umpamanya menanam benih (Matius 13:1-9),
memasang lampu (Matius 5:15-16), mencari sesuatu yang
hilang (Lukas 15:1-10). Hal-hal seperti itu dapat dimengerti,
dan juga akan mengingatkan mereka kepada ajaran itu tiap kali
mereka melakukannya lagi.
 Tuhan Yesus terkadang menunjukkan obyek-obyek yang
konkrit untuk dilihat.

162
Ia memakai mata uang (Matius 12:13-17), burung di
udara dan bunga-bungaan di padang (Matius 6:25-34) yang
kelihatan di mana- mana sehingga akan mengingatkan
pendengar-Nya akan ajaran-Nya tiap kali mereka melihat
barang itu kelak.
 Tuhan Yesus memakai cerita yang tepat dan sederhana
untuk mengajar.
Cerita-cerita berupa perumpamaan dan perbandingan
yang sangat mengesankan dipakai-Nya utuk memikat perhatian
orang dan menekankan kebenaran. Cerita-cerita itu sering
dipakai-Nya untuk menjawab pertanyaan dan pendengar-Nya
diajak berpikir sendiri mengenai maksud dan arti cerita itu
(misalnya Lukas 10:25-37 dan 12:13-21). Cerita yang
mengesankan tak akan terlupakan, sehingga ajaran yang
terdapat di dalamnya makin mendalam bagi pendengarnya.
 Tuhan Yesus menyatakan motif-motif yang kuat untuk
menerima ajaran-Nya.
Tiap manusia cenderung menaruh perhatian besar pada
kepentingan dirinya sendiri. Apa saja yang akan menolongnya
untuk mencapai tujuannya, akan menarik perhatiannya. Tuhan
Yesus selalu menunjukkan hubungan antara ajaran yang
diberikan-Nya dengan kebutuhan yang sedang digumuli oleh
para pendengar-Nya (misalnya Matius 11:28-29 dan Yohanes
11:25-26).
 Tuhan Yesus selalu mengaktifkan pendengar-pendengar-
Nya.
Ia mengajak mereka bersoal-jawab; Ia mengajukan
kepada mereka pertanyaan-pertanyaan yang mendorong
mereka untuk berpikir menemukan jawaban yang tepat. Ia

163
memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu; murid-murid
diajak memberi makan orang banyak (Matius 14:16-19).
Mereka ditugaskan pergi meneruskan ajaran yang telah
disampaikan-Nya kepada mereka (Lukas 10:1-9). Kita belajar
jauh lebih banyak lewat apa yang kita lakukan daripada yang
hanya kita dengarkan.
 Tuhan Yesus selalu memberikan kepada pendengar-Nya
tanggung jawab untuk mengambil keputusan secara
pribadi.
Dengan jelas Ia menunjukkan akibat dari pilihan yang
tepat dan yang tidak tepat. Tanggung jawab untuk memilih
diserahkan sepenuhnya pada tiap pendengar-Nya. Ia tidak
menyuruh mereka menghafalkan apa yang dikatakan-Nya dan
taat secara mutlak tanpa berpikir. Sebaliknya, Ia mendorong
mereka untuk berpikir sendiri dan mengambil keputusan
dengan penuh kesadaran mengenai akibat pilihannya, yakin
untuk mengikuti-Nya atau tidak. Ketaatan yang dipaksakan
atau dilakukan tanpa berpikir bukanlah ketaatan sejati.
Keputusan yang sah ialah keputusan yang diambil dengan
penuh pengertian dan kerelaan.183
Dari metode-metode yang digunakan oleh Yesus di atas
sangat variatif dan menantang, karena setiap ajaran yang
digunakan dan dipilih untuk menyesuaikan dengan situasi dan
kebutuhan dari pendengar-Nya. Setiap pertemuan sangatlah
berbeda karena Dia tahu apa yang ada dalam diri setiap orang
secara umum dan secara individu (Yoh. 2:24-25).

183
http://pepak.sabda.org/14/oct/2005/anak_metode_metode_yang_dipakai_oleh_t
uhan_yesus
164
Percakapan selanjutnya (Nikodemus, wanita Samaria,
dan perwira di Kapernaum), menunjukkan kemampuan-Nya
untuk membuat persetujuan secara cekatan dan unik dengan
tiga pribadi yang berbeda. Tujuannya adalah sama untuk
membawa mereka ke dalam iman. Metodologi yang digunakan
adalah berbeda.
Dia mengajarkan kebenaran “semampu mereka untuk
memahami” (Markus 4:33). Seperti yang ditulis oleh LeBar:
“Belajar adalah proses, biasanya bertahap, tetapi kadang-
kadang ditandai dengan peristiwa-peristiwa besar yang
menunjukkan peningkatan yang pesat.”
Yesus tidak berusaha untuk menyimpan pendekatan-
pendekatan pendidikan. “Camkanlah ini karena suatu hari nanti
engkau akan memerlukannya.” Dia tidak berada di bawah
tekanan untuk mengajarkan berbagai hal yang ingin diketahui
oleh murid-murid-Nya meskipun Dia adalah kebenaran itu
sendiri (Yoh. 14:6). Kita tidak pernah melihat-Nya menjejalkan
ajaran-ajaran agama kepada orang lain. Dia tidak pernah
menyuruh orang lain untuk mengingat dan mengulangi
jawaban-jawaban-Nya. Dia percaya sepenuhnya bahwa Roh
Kudus akan menuntun mereka ke dalam seluruh kebenaran
(Yoh. 16:13).
Juruselamat selalu mulai dari di mana orang berada
dengan pertanyaan-pertanyaan, kebutuhan, kepedihan, dan
kepentingan mereka. Dia tahu bagaimana mendengarkan orang
lain dan mengunci komentar mereka. Dia menjadi satu dengan
mereka; Dia dapat beradaptasi dengan berita-berita yang ada;
Dia dapat mengikuti mereka tanpa mereka sadari.
Kristus tidak pernah melepaskan budaya-Nya. Bahasa
yang digunakan- Nya selalu disesuaikan dengan pengalaman
165
orang lain-pekerjaan, masalah-masalah sosial, adat istiadat,
kehidupan keluarga, sifat, dan konsep agama mereka.
Perhatikan, Yesus mengunakan elemen-elemen yang
mengejutkan dengan wanita Samaria (meminta minum,
Yohanes 4:7-9); yang dipegang seorang anak (Mat. 18:2); mata
uang (Mark. 12:15); dan jala (Luk. 5:4).
Yesus sanggup menghancurkan semua rintangan yang
ada, seperti budaya, ras, jenis kelamin, dan agama dan
mengubah dia (wanita Samaria) menjadi seorang penginjil di
lingkungannya. Itulah perubahan yang sangat signifikan.
Tetapi, bagaimana perubahan yang radikal ini bisa terjadi?
Becky Pippert secara tajam mengamati: “Wanita Samaria
itu telah memiliki lima suami dan saat itu, ia tinggal dengan
suami keenamnya. Para murid memandangnya dan merasa,
“Wanita itu? Menjadi orang Kristen? Tidak bisa, mengapa
hanya melihat gaya hidupnya saja!” Tetapi Yesus melihatnya
dan membuat kesimpulan yang sebaliknya. Apa yang dilihat
Yesus dalam ketakutannya untuk berharap kepada pria, bukan
hanya sekedar rasa kehilangan. Bukanlah kebutuhan
manusiawinya untuk mendapatkan kelembutan yang
menyentuh-Nya tetapi bagaimana ia mencari untuk
mendapatkan yang ia perlukan. Bahkan, Yesus melihat bahwa
kebutuhannya menandakan kehausannya akan Tuhan. Dia
ingin mengatakan kepada murid-murid, “Lihatlah apa yang ia
perbuat untuk Tuhan. Lihatlah betapa kerasnya ia berusaha
untuk mendapatkan hal yang benar pada semua tempat yang
salah.” (Pippert, p. 119).
Tujuan Yesus dalam pengajaran-Nya adalah untuk
membawa orang ke tempat asal mereka ke tempat mereka yang
seharusnya. Percakapan Yesus dengan wanita Samaria itu
166
adalah suatu pelajaran tentang keahlian Yesus yang tak
tertandingi (Yohanes 4).

6. Tujuan Pengajaran Gembala


a. Mengajar tentang pertobatan
Tobat, adalah kata serapan Arab. Kata dasar dari kata
“bertobat” adalah kata “tobat.” Di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan yang dimaksud dengan kata “tobat”
adalah sadar dari dosa dan tak akan mengulanginya lagi;
kembali ke jalan yang benar, kembali ke jalan agama;
menyesali perbuatannya.184 Sedangkan yang dimaksud dengan
kata “bertobat” ialah menyesal dan berniat hendak
memperbaiki perbuatan (perilakunya); kembali kepada Tuhan
atau agama (jalan) yang benar.185
Pertobatan mengandung arti bahwa seseorang berpaling
dari yang jahat serta memalingkan hati dan kehendaknya
kepada Allah, tunduk pada perintah-perintah Allah serta
meninggalkan dosa. Pertobatan sejati datang dari kasih bagi
Allah dan hasrat yang tulus untuk mematuhi perintah-perintah-
Nya. Alkitab juga memberitahu kita bahwa pertobatan yang
sejati akan menghasilkan perubahan tindakan (Luk. 3:8-14,
Kisah Para Rasul 3:19). Kisah Para Rasul 26:20 menyatakan,
“Tetapi mula-mula aku memberitakan bahwa mereka harus
bertobat dan berbalik kepada Allah serta melakukan pekerjaan-
pekerjaan yang sesuai dengan pertobatan itu.” Ada beberapa
istilah bertobat dalam Alkitab:

184
Op.cit, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 1534
185
Loc. cit, Kamus Besar Indonesia, hlm. 1534
167
1. Istilah bertobat dalam Perjanjian Lama
a. Kembalilah
Kata Ibrani ‫שׁוּב‬-SYUV berarti berputar, berbalik kembali.
Mengacu kepada tindakan berbalik dari dosa kita terhadap
Allah. Dalam Yer. 3:14 diterjemahkan “kembalilah”, dalam
Mazm. 78:34 “berbalik”, Dalam Yer, 18:8 “bertobat”.
b. Berbalik
“Apabila Ia membunuh mereka, maka mereka mencari
Dia, mereka berbalik (SYUV) dan mengingini Allah;. Di dalam
Mazmur 78:34
c. Bertobat
Tetapi apabila bangsa yang terhadap siapa Aku berkata
demikian telah bertobat (SYUV) dari kejahatannya, maka
menyesallah Aku, bahwa Aku hendak menjatuhkan malapetaka
yang Kurancangkan itu terhadap mereka. Di dalam Yeremia
18:8. KJV, If that nation, against whom I have pronounced,
turn from their evil, I will repent of the evil that I thought to do
unto them.
Perjanjian Lama beberapa kali bicara tentang suatu
bangsa kembali kepada Allah, satu kali bangsa kafir Niniwe
(Yunus 3:7-10), dan selebihnya berkaitan dengan Israel. Bagi
orang Israel, pertobatan berarti kembali pada Allah dan
perjanjian Allah, sesudah mereka tersesat dan sesudah
mendurhakai-Nya. Dengan perkataan lain, bukan berubah
agama tapi meneguhkan kembali kepercayaan dan ketaatan
pribadi kepada Allah.
Alkitab menekankan bahwa cakupan pertobatan melebihi
dukacita-penyesalan dan berubah tingkah laku lahiriah. Dalam
keadaan apapun pertobatan yang sungguh-sungguh kepada
Allah mencakup merendahkan diri batiniah, perubahan hati
168
yang sungguh, dan benar-benar merindukan(Ulangan 4:29 dab;
Ulangan 30:2, 10; Yesaya 6:9 dab; Yeremia 24:7), disertai
pengenalan yang jelas dan baru akan diriNya dan jalan-Nya
(Yeremia 24:7, bandingkan dengan 2 Raja 5:15; 2 Tawarikh
33:13).
2. Istilah bertobat dalam Perjanjian Baru
“μετανοια – metanoia” dan “μετανοεω-metanoeô”. Kata
“μετανοεω – metanoeô” dari kata “μετα-meta” (after, setelah)
dan “νοιεω – noieô”; (1) to perceive with the mind, to
understand, to have understanding(2) to think upon, heed,
ponder, consider) sehingga kata ini bermakna: to think
differently or afterwards, i.e. reconsider (morally, feel
compunction):-repent. Dan hasil pertobatan adalah “metanoia”
(perubahan pola pikir). Jadi kalau pola pikir seseorang tidak
berubah, masih sama dengan pola pikir yang lama, ia belum
bertobat. Kata tersebut muncul dalam Perjanjian Baru kurang
lebih 58 kali dan selalu diterjemahkan “bertobat”; kecuali
dalam Lukas 17:3 (menyesal) dan Ibrani 12:17 (memperbaiki
kesalahan).
Arti asasi kedua kata diatas ialah perubahan hati, yakni
pertobatan nyata dalam pikiran, sikap, pandangan dengan arah
yang sama sekali berubah, putar balik dari dosa kepada Allah
dan pengabdian kepada-Nya. Inilah yang terungkap dalam
perangai atau perilaku seseorang sebagai dampak dari karya
Roh Kudus yang melahirkan kembali orang itu. Ada beberapa
makna yang terkandung dalam kata “metanoia”:
a. Bertobat.
Sejak waktu itulah Yesus memberitakan: “Bertobatlah
(Metanoia), sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!”. Dalam

169
Matius 4:17; Kisah Para Rasul 3:19 “Karena itu sadarlah dan
bertobatlah (Metanoia), supaya dosamu dihapuskan”.
b. Menyesal.
“Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa,
tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal (Metanoia), ampunilah
dia. Dalam Lukas 17:3. KJV, Take heed to yourselves: If thy
brother trespass against thee, rebuke him; and if he repent,
forgive him.
c. Memperbaiki kesalahan
“Sebab kamu tahu, bahwa kemudian, ketika ia hendak
menerima berkat itu, ia ditolak, sebab ia tidak beroleh
kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya (Metanoia),
sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata. Dalam
Ibrani 12:17. KJV, For ye know how that afterward, when he
would have inherited the blessing, he was rejected: for he
found no place of repentance, though he sought it carefully
with tears. Kata Yunani “μετανοια – metanoia” diterjemahkan
dengan “memperbaiki kesalahan”, Terjemahan versi LAI TB
ini lebih merupakan tafsiran daripada terjemahan. Bandingkan
dengan terjemahan KJV yang menterjemahkannya dengan
“repentance” penyesalan.
Jadi, pertobatan adalah syarat mutlak untuk memperoleh
keselamatan. Tuhan Yesus memulai pelayanan-Nya di muka
umum dengan seruan “bertobatlah!” (Mat. 4:17), dan salah satu
ucapan-Nya sebelum Dia naik ke Surga ialah “pertobatan dan
pengampunan dosa harus diberitakan kepada segala bangsa”
(Luk. 24:47, bandingkan dengan Luk. 13:3-5). Baik Petrus
(Kisah 2:38) maupun Paulus (Kisah 17:30) memberitakan
mutlak perlunya pertobatan, dan dalam Kisah 20:21 Paulus
meringkas pemberitaan Injilnya dengan: “Betobatlah kepada
170
Allah dan percaya kepada Tuhan kita Yesus Kristus”. Tuntutan
supaya bertobat, dan kenyataan bahwa bertobat adalah mutlak
perlu untuk pengampunan dosa dan memperoleh hidup yang
kekal, menyatakan bahwa keselamatan mustahil tanpa
pertobatan. “Iman” tanpa pertobatan bukanlah iman yang
membawa kepada keselamatan.
Melalui penjelasan di atas John M. Nainggola
mempertegaskan kembali bahwa “Pertobatan sangat penting
dalam Kristen. Pertobatanlah yang memungkinkan tiap-tiap
orang dapat melihat kerajaan Allah dan mengalami kelahiran
baru di dalam Kristus. Firman Allah menghasilkan perubahan
total bagi setiap orang, yaitu perubahan yang dikerjakan oleh
kuasa firman Allah. Pertobatan berarti tidak lagi mengikuti
jalan pikiran dan perangai yang lama dan tindakannya
senantiasa tertuju kepada kemuliaan Allah. Pertobatan
menyangkut penyesalan dan kesedihan atas perilaku yang
lama. (2 Kor. 7:9); berpaling dari perilaku dosa (Kis. 8:22)
kepada hidup yang baru di dalam Kristus (Mrk.1:15).”186
Seorang gembala jemaat harus memberitakan berita
pertobatan agar jemaat yang dilayaninya meninggalkan dosa,
beriman pada Yesus dengan segenap hati, sehingga adanya
kelahiran baru. Ketika seseorang menerima Yesus dalam
hatinya, kepastian keselamatan menjadi bagian dalam hidupnya
sehingga Roh Kudus berkarya dan ia sadar harus “No to sin but
Yes, to Christ”. Seorang gembala jemaat harus dapat
menghasilkan orang Kristen yang dewasa, dan menghasilkan
buah (buah hidup baru, buah roh dan buah yang tetap /
kebenaran ) seperti berikut:

186
Op. cit, JM. Nainggola, hlm. 27
171
1. Growing believer (menjadi orang percaya yang bertumbuh )
2. Maturing believer (orang percaya yang memiliki
kesungguhan “ hidupnya hanya untuk memuliakan Tuhan)
3. Serving believer (menjadi orang percaya yang melayani ,
punya motivasi yang benar).
Jadi, seorang pemimpin pastoral yang berintegritas
memiliki tanggung jawab yang sentral sebagai pemeliharaan
komponen jiwa “ The respone to the need of a remedy for sin
add assistance in spiritual Growth (tanggung jawab agar
jemaat dimerdekakan dari dosa dan menolong jemaat dalam
pertumbuhan rohani). Sikap pastoral harus dapat mewarnai
semua pelayanan setiap orang yang sudah dirawat dan diasuh
dalam iman kepada Allah dengan sungguh-sungguh.
Oleh karena itu, dalam pelayanan seorang gembala harus
mengajar tentang pertobatan kepada Allah, supaya setiap orang
berbalik, menyadari dan menyesali setiap perbuatan-perbuatan
yang telah mereka perbuat sebelumnya, karena pertobatan
menghasilkan perubahan tingkah laku. Itulah sebabnya
Yohanes Pembaptis berseru agar orang-orang “menghasilkan
buah yang sesuai dengan pertobatan” (Mat. 3:8). Seseorang
yang benar-benar telah bertobat, dari yang tadinya menolak
Kristus menjadi beriman kepada Kristus, akan terlihat melalui
hidupnya yang berubah (2 Kor. 5:17, Galatia 5:19-23, Yak.
2:14-26).
b. Memuridkan menjadi murid
Dalam pelayanan dan pengajaran seorang gembala tidak
hanya berhenti sampai orang itu bertobat tetapi dalam
pelayanan seorang penggembalaan harus ada peningkatan,
yaitu memuridkan, karena memuridkan sangat penting di
172
dalam Alkitab. Menurut JM. Nainggolan bahwa “pengajaran di
dalam gereja tidak hanya menghasilkan petobat-petobat baru,
melainkan menciptakan dan membentuk orang-orang percaya
rela menjadi murid-murid Kristus. Pengajaran tidak hanya
cukup untuk merohaniakan warga jemaat, melainkan supaya
setiap orang dapat dipakai oleh Tuhan dan menyerahkan
hidupnya menjadi murid-murid Kristus.187 Kita harus berlajar
dari pola pelayanan Paulus. Dalam pelayanan dan pengajaran
Paulus memberi inspirasi penting bagi kita saat ini.
Paulus melayani Timotius sampai Timotius bertobat dan
menerima Yesus sebagai Juruslamat pribadinya, tetapi bukan
hanya sampai disitu saja yang dilakukan oleh Paulus, namun
Paulus menjadikan Timotius sebagai murid. “Sebab itu, hai
anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus.
(2 Tim. 2:1). Dalam ayat ini, Paulus menggunakan sebutan
“anakku” bagi Timotius. Ini artinya bahwa Pauluslah yang
melayani Timotius sehingga dia bertobat. Menurut Flora
Slosson Wuellner, mengungkapkan bahwa kejadian ini, terjadi
pada waktu perjalanan Paulus pertama dimana dia melayani di
Listra tempat tinggal Timotius.188 Sebutan “anakku” juga
bukan menunjukkan bahwa Timotius anak Paulus secara
biologis tetapi lebih menekankan arti anak hubungan secara
rohani.189 Paulus mempesiapkan Timotius menjadi pemimpin
rohani kelak, tetapi sebelumnya Timotius harus di muridkan
terlebih dahulu supaya Timotius memiliki pemahaman yang
kuat tentang panggilan Tuhan dalam hidupnya. Jadi menurut

187
Loc. cit, J.M. Nainggolan, hlm. 31
188
Flora Slosson Wuellner, Gembalakanlah Gembala-Gembala, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2010), pen. Dion. P Sihotang, hlm. 3-4
189
Ola Tullan, Introduksi Perjanjian Baru, (Malang: Literatur YPPII, 1999), hlm 223.
173
hemat saya bahwa setiap orang percaya dipanggil untuk
menjadi murid. “Kekristenan tanpa pemuridan sama halnya
dengan kristen tanpa Kristus”.
Kehidupan kekristenan kita tidak dimaksudkan hanya
sekedar menerima Yesus sebagai Juruselamat, menghadiri
kebaktian gereja, membaca Alkitab, berdoa, berbicara tentang
Yesus, tetapi juga dimaksudkan untuk mewakili Allah dan
mendomostrasikan gaya hidup kerajaan Allah di dunia ini.
Orang Kristen sejati adalah murid Yesus Kristus. Saking
pentingnya, kata murid disebut 269 kali dalam Alkitab PB,
yang menunjuk kepada individu-individu yang secara bersama-
sama berkomitmen mengikuti Yesus Kristus (The Complete
Book of Everday Christianity: Discipleship). Dengan kata lain,
“seseorang tidak akan pernah menjadi pengikut Yesus tanpa
menjadi murid atau berkomitmen pada pemuridan.” Pemuridan
adalah pelayanan yang menuntut tanggungg jawab dan
kesabaran yang ekstra karena membutuhkan pengorbanan
waktu dan tenaga.
Pemuridan itu cukup berat apabila dilakukan dengan
teratur, tetapi jika dilakukan hanya dalam waktu luang saja ini
merupakan hal sia-sia.190 Artinya, “menjadi murid seorang
pengikut Yesus adalah hidup mengikuti Yesus (1 Yoh. 2:6).
Itulah seorang Kristen sejatiyaitu seorang murid. Pendek kata,
“murid tanpa berkomitmen pada pemuridan, bukanlah seorang
murid Yesus Kristus.”191 Yesus sangat menekankan prinsip-
prinsip tentang memuridkan dalam keempat Injil. Pemuridan

190
Roy Robertson, Pemuridan dengan Prinsip Timotius, ( Yogyakarta: Andi Offset,
2001), hlm. 104.
191
Htt://alkitombuku.wordpress.com/2013/07/22/p-e-m-u-r-i-d-a-n, di unduh Pada
hari rabu tanggal 15 Juni 2015, Pukul: 09:25 Wib.
174
dalam kekristenan merupakan program berkelanjutan dari
zaman ke zaman dan dari generasi ke generasi, karena itu
pemuridan harus mengalami regenerasi tanpa putus.
Oleh karena itu, tugas para hamba Tuhan adalah
membekali dengan metode dan bahan-bahan para murid
Kristus agar mereka dapat memuridkan orang lain dengan
benar. Demikian ditulis oleh Rasul Paulus, “Dan Ialah yang
memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik
pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan
pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus
bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus”
(Ef. 4:11-12). Lalu tugas para murid Yesus adalah melakukan
pemuridan kepada orang Kristen lainnya, sehingga gereja dapat
bertumbuh dan memberikan pengaruh bagi dunia. Dengan
demikian, gembala harus mengajar, memotivasi dan melatih
para anggota jemaat agar memiliki pengetahuan tentang Tuhan
dan arti memuridkan itu sendiri, sehingga mereka tidak
mengalami kebingunan dalam menjalakan tugas sebagai
penginjil.
c. Membangun spiritualitas
Spiritulitas berasal dari kata Latin “Spiritus” yang
berarti roh, jiwa, semangat bahasa Inggris disebut
“Spirituality”. Dalam bahasa Indonesia di sebut dengan
Spiritualitas.192 Spiritualitas juga bisa berarti daya kekuatan
yang menghidupkan atau menggerakkan. Spitualitas dapat
diartikan sebagai kekuatan atau Roh yang memberi daya tahan
kepada seseorang atau kelompok untuk mempertahankan,

192
Bdk. Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama, dan Spiritulitas, (Yogyakarta:
Kanisius, 2005), hlm. 64
175
memperkembangkan, dan mewujudkan kehidupan yang lebih
baik.193 Sedangkan menurut Tulus Tu’u mendefinisikan kata
“spiritualitas berasal dari kata “spiritus” yang berarti “rohani”
atau “roh” yang dalam Perjanjian Baru “pneuma” dalam
Perjanjian Lama “ruah”. Kata-kata tersebut kerap kali hanya
dipahami dengan istilah “kerohanian” saja. Sehingga
pengertian dan pemakaiannya lebih menekankan pada
memetingkan hubungan pribadi dengan Allah”.194 Tetapi
beliau menegaskan kembali bahwa istilah spiritulitas lebih dari
pengertian kerohanian tersebut. Spiritulitas adalah, pertama,
hidup yang terarah kepada Tuhan Allah yang menjadi pokok
dalam seluruh kehidupan manusia. Hidup yang terarah pada
Allah ini mencakup hubungan manusia dengan Allah, dengan
dirinya sendiri, dengan sesamanya manusia dengan dunia dan
dengan alam lingkungannya. Kedua, spiritualitas juga sebagai
“motor” yang menggerakkan dan memberikan semangat serta
dorongan bagi seluruh aspek-aspek hidup manusia ketika
bersentuhan dengan sesamanya manusia. 195
Jika dalam pengertian ini yang ada dalam benak
pembaca, maka spiritualitas tidak lagi sekedar ritual, tetapi
kehidupan itu sendiri. Betapa spiritualitas memegang peranan
penting dalam menjalani kehidupan ini. Jadi, dari pengertian di
atas saya beranggapan bahwa seorang gembala bukan hanya
sekedar menjadi seorang pelayan atau orang yang berbicara
tentang Alkitab dari mimbar kemimbar atau rumah kerumah,
namun gembala memiliki ruang lingkup penugasan yang lebih

193
Rasida Rachman, Kehidupan dan Spiritulitas Biara, (Jakarta: Persetia, 2002), hlm. 3
194
Tulus Tu’u, Pemimpin Kristiani Yang berhasil 1, (Jabar: Bina media Informasi,
2010), hlm 75-76
195
Ibid, Tulus Tu’u, hlm. 76.
176
dari pada itu, yaitu menjadi penggerak atau pendorong dan bagi
spiritualitas atau kerohanian jemaat, karena spiritual sering
dikaitkan dengan perkara kerohanian yang menunjuk kepada
aktivitas manusia dalam memperoleh kesucian atau
keselamatan pribadi yang bersifat rohani.196
Dalam membangun spiritualitas atau kerohania jemaat
berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa hal yang perlu
kita tekankan dan ajarkan kepada jemaat Tuhan saat ini:
1. Hidup di dalam kekudusan
Sadar atau tidak, kita ini hidup di zaman yang seolah-
seolah anti terhadap kekudusan. Jangankan melakukannya,
membicarakannya saja sudah dianggap risih dan aneh.
Contohnya saja, mari kita bertanya kepada diri kita masing-
masing, apakah umum bagi kita mendengar percakapan tentang
kekudusan di rumah kita, saat kita berkumpul bersama-sama
dengan keluarga? Sesungguhnya banyak orang menginginkan
kekudusan itu, tetapi banyak juga yang tidak mau hidup kudus,
karena hidup kudus, kita diharapkan menjauhkan diri dari hal-
hal yang bertentangan dengan perintah Tuhan.
Apakah kekudusan itu? Kekudusan adalah salah satu dari
sifat utama Tuhan yang menjadi ciri khas-Nya. Kekudusan
adalah kasih Allah yang sempurna, sehingga kekudusan dan
kasih adalah sesuatu yang tidak terpisahkan, sebab Tuhan
adalah Kudus (Im 19:2, Lk 1: 49, 1Pet 1:15) dan Kasih (1Yoh
4: 10,16). Kekudusan adalah kehendak Allah untuk kita semua
(1Tes 4:3, Ef 1:4; 1 Pet 1:16) walaupun kita mempunyai jalan
dan status kehidupan yang berbeda-beda. Kita semua,
dipanggil untuk hidup kudus dengan menerapkan kasih kepada
196
Loc. cit. J.M, Nainggola. Hlm. 32
177
Tuhan dan sesama (Mat. 22:37-39; Mrk. 12:30-31), sehingga
kita mencapai kepenuhan hidup Kristiani.
2. Hidup bergaul dengan Tuhan dan sesama
Persatuan atau persekutuan dengan Tuhan adalah inti
dari kekudusan,197 Sebab Tuhan Allah Tritunggal sendiri
adalah contoh dari persekutuan kasih antara Allah Bapa, Putera
dan Roh Kudus. Ia yang telah memanggil semua manusia
kepada kekudusan, telah juga menanamkan kemampuan pada
kita untuk mengasihi dan hidup di dalam persekutuan. Maka
kekudusan adalah persekutuan dengan Allah dan sesama dalam
kasih, dan dengan mengasihi inilah kita dapat menjadikan
hidup kita berarti dan bahagia, sebab sejak semula memang
untuk Allah menciptakan kita agar kita beroleh kebahagiaan.
Ada 3 hal penting dalam membangun pribadi dengan
Tuhan:
a. Iman (Have Faith in God)
Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada
Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus
percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah
kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. (Ibrani
11:6). Dengan iman, kita belajar tentang standarnya Allah.
Tanggung jawab yang Tuhan berikan tidak bisa lakukan
dengan kekuatan sendiri, apabila Tuhan tidak membantu kita
maka kita akan mengalami kegagalan. Disini akan terjadi krisis
iman bila kita tidak mengikuti pimpinan Tuhan. Krisis iman
disini menyatakan apakah kita akan ikut kehendak Tuhan atau
percaya kuasa-Nya atau mengikuti cara kita sendiri.

197
Joseph Cardinal Ratzinger, Called to Communion, (Ignatius Press: San Francisco,
1996), p.33,
178
Contohnya: Musa saat memimpin bangsa Israel
mengalami krisis iman, karena dia mengukur dengan
kekuatannya sendiri dan merasa tidak mampu. Padahal Tuhan
berkehendak supaya dia percaya akan kuasa Tuhan.
b. Perubahan (Change your mind)
Kata-Nya kepada mereka semua: “Setiap orang yang mau
mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya
setiap hari dan mengikut Aku. (Luk. 9:23). Kebanyakan dari
kita ingin Tuhan menyatakan kuasa-Nya dalam hidup kita,
akan tetapi kita tidak tertarik untuk mengadakan perubahan
dalam hidup kita. Memang itu adalah sifat manusia pada
umumnya, lebih banyak kita mengeras hati dari pada kita
menurutinya. Mestinya kita harus merubah cara pandang kita
terhadap Tuhan dan terhadap diri kita. Kita harus bisa
mempercayai Tuhan lebih dari apapun.
c. Ketaatan (Radikal Obedience)
Dalam Yohanes 14:15 “Jikalau kamu mengasihi Aku,
kamu akan menuruti segala perintah-Ku. Jawab Yesus: “Jika
seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-
Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan
diam bersama-sama dengan dia. Barangsiapa tidak mengasihi
Aku, ia tidak menuruti firman-Ku; dan firman yang kamu
dengar itu bukanlah dari pada-Ku, melainkan dari Bapa yang
mengutus Aku. (Yohanes 14:24).
Ketaatan adalah tanda lariah yang kelihatan bahwa kita
mengasihi Allah dan upah dari ketaatan adalah kasih Tuhan
yang bisa kita rasakan dan alami yaitu hubungan intim dengan
Tuhan. Ketika kita taat berarti kita menghargai perintah Tuhan.

179
3. Hidup dalam firman Tuhan
Dalam meningkatkan kualitas spiritualitas atau
kerohanian kita maka kita harus meningkatkan kecintaan kita
terhadap firman Tuhan dan kita hidup di kendalikan oleh
firman Tuhan itu sendiri. Ini menjadi salah satu indikator
penting yang harus kita dilakukan oleh setiap orang percaya
saat ini. Dalam Mazmur Daud mengungkapkan bahwa
“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat
orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang
tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, (Maz. 1:1).
Pemazmur mengatakan bahwa seorang diberkati jika ia
tidak melakukan satu hal, tetapi sebaliknya melakukan hal
lainnya. Orang yang diberkati harus tidak berjalan menurut
mereka yang melawan Allah, yang tidak takut kepada-Nya, dan
terus-menerus menganggap diri mereka di atas Dia dan hukum-
Nya. Tetapi sebaliknya seorang yang ingin diberkati, harus
hidup bijaksana dalam hubungannya dengan YHWH, suka dan
merenungkan Taurat (misalnya, menaatinya). Orang yang
mengikuti jalan orang fasik akan mengalami penghakiman
Tuhan, sementara Tuhan mengenal dan memelihara orang
benar. Alasanya ada pada ayat 2 dan 3 “tetapi yang
kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan
Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di
tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya,
dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya
berhasil. Pemazmur sekarang mendapatkan kualitas positif dari
tindakan seseorang yang berbahagia. Orang ini suka akan
Taurat dan merenungkannya siang dan malam. Artinya bahwa
orang yang hidup dalam firman Tuhan memiliki kebahagiaan
180
tersendiri dibandingkan dengan orang yang tidak hidup dalam
firman Tuhan. Orang yang hidup dalam firman Tuhan, jelas
Tuhan perhatikan dengan baik.
Jadi, kebahagian itu di ukur dari hubungan dan kecintaan
kita dengan firman Tuhan. Bukan di ukur dari banyaknya harta
yang kita miliki saat ini. Oleh karena itu, marilah kita terapkan
hal ini dalam hidup kita sebagai orang percaya dan
mengajarnya kepada orang lain dengan prinsip-prinsip ini,
sehingga jemaat Tuhan semakin hari, semakin bertumbuh dan
dewasa dalam Tuhan, inilah prinsip utama dalam membangun
spiritualitas kita dan jemaat dalam Tuhan Yesus.
4. Hidup dalam doa
Selain kita hidup dalam firman Tuhan, kita juga harus
hidup dalam doa. Melalui doa kita bisa membangun hubungan
pribadi dengan Tuhan. Tuhan mengenal kita karena kita selalu
berdoa kepada-Nya. Doa adalah nafas dari kehidupan rohani
kita. Sama dengan apa yang di sampaikan oleh Paulus Lilik
Kristianto mengakatan bahwa “Doa diilustrasikan sebagai
“nafas hidup” orang Kristen. Tanpa doa, orang Kristen akan
mati imannya. Sebaliknya semakin banyak berdoa iman akan
hidup dan terus bertumbuh. Doa merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan orang Kristen. Allah menghendaki
setiap orang Kristen berdoa.(1 Tes 5:17; Fil. 4:6).198 Sama
seperti kita tidak dapat hidup tanpa nafas, maka tanpa doa, kita
tidak mungkin dapat bertumbuh. Doa seharusnya menjadi suatu
cara untuk hidup kudus. Seseorang yang diperbaharui dan
bertumbuh secara rohani akan menyadari dan mempunyai

198
Paulus Lilik Kristianto, Prinsip & Praktik Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta:
Andi Offset, 2015), hlm. 55
181
kepekaan akan kasih Allah. Kasih Allah inilah yang menjadi
motivasi untuk membalas kasih-Nya dengan kembali
mengasihi Allah dan menjalankan semua perintah-Nya (lih.
Yoh 14:15). Dan hubungan kasih ini terbina, terpupuk dan
menjadi suatu dialog di dalam doa. Oleh karena itu, doa bukan
lagi menjadi suatu rutinitas, namun menjadi suatu kebutuhan.
Doa ini juga yang menjadi kekuatan untuk bertumbuh dalam
kekudusan dan kerohanian.
Jadi, tanpa spiritulitas iman orang percaya tidak akan
bersinar, lemah tanpa kekuatan, dan tidak menjadi ciptaan
baru. Spiritulitas memungkinkan orang-orang percaya memiliki
kekuatan, ketabahan, kesabaran, kebaikan, kesucian, ketaatan,
dan kepekaan dalam Yesus Kristus.199 Artinya bahwa tanpa
spiritualitas dalam diri seseorang maka mustahil hidupnya akan
terarah bersama dengan Tuhan. Oleh karena itu, tujuan dari
pada pengajaran gembala sidang di dalam gereja adalah untuk
membentuk spiritulitas warga jemaat agar mereka terus-
menerus belajar taat kepada Allah.

199
Loc. cit, J.M. Nainggolan, hlm. 32
182
BAB III
GEMBALA SEBAGAI MOTIVATOR

Bukan soal profesi semata, melainkan sebuah


komitmen terhadap panggilan menjadi seorang gembala, yang
dihayati dalam relasi pribadinya dengan Tuhan. Seorang
gembala melaksanakan peran, tugas dan tanggung jawabnya
bukan semata berdasarkan job description yang diberikan
kepadanya. Sebab yang menjadi fokus dan motivasinya adalah
mendedikasikan hidupnya secara totalitas dalam pelayanan
sebagai gembala, di dalam kasihnya kepada Tuhan. Gembala
harus meyakini bahwa panggilan sebagai gembala merupakan
tujuan hidupnya. Karena itu sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan Allah bahkan sebelum dunia dijadikan. (Ef. 1:4-5).
Pekerjaan sebagai gembala, dihayati dalam hubungan
pribadi yang dekat dengan Tuhan. Dihidupi sebagai ibadah,
refleksi iman dan pelayanan kepada Tuhan. Gembala sidang
juga harus menjadi sebagai motivator bagi jemaatnya dan
rekan-rekan hamba Tuhan. Seperti Musa dan Yosua “Kuatkan
dan teguhkanlah hatimu, sebab engkaulah yang akan
memimpin bangsa ini memiliki negeri yang Kujanjikan dengan

183
bersumpah kepada nenek moyang mereka (Yosua 1:6). Musa
menjadi motivator atau pendorong bagi Yosua untuk
menjalankan tugas selanjutnya. Artinya bahwa gembala harus
menjadi pendorong bagi generasi selanjutnya untuk
mengembangkan pelayanan dan juga dalam kepemimpinan
bahwa generasi berikutnya perlu didorong menjadi pemimpin
yang kuat dan tangguh.
Pertumbuhan rohani yang dewasa ditandai dengan irama
hidup yang ditulis dalam Yohanes 4:34, “Makanan-Ku ialah
melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan
menyelesaikan pekerjaan-Nya” artinya adalah penampilan
batiniah kita, bukan penampilan luarnya. Makanan disini
diterjemahkan sebagai rezeki atau kebutuhan hidup. Makanan
dihubungkan dengan pelayanan. Jika pelayanan adalah
kebutuhan hidup, maka itu bukanlah kewajiban atau profesi.
Pelayanan adalah irama hidup dan pelayanan itu dilakukan
bukan karena ikut-ikutan. Sebab, orang yang melayani Tuhan
harus dimulai dari pertumbuhan rohani yang menuju ke
kedewasaan rohani. Ketika seorang dewasa secara rohani, ia
memahami arti hidup, tujuan hidup dan arti kebaikan, ia tidak
hanya memikirkan tentang kebutuhan jasmani saja, melainkan
sesuatu yang bernilai kekal. Singkatnya adalah memiliki fokus
yang jelas, sehingga pelayanannya menjadi jelas dan hidup.200
Oleh karena itu, saya akan menguraikan beberapa hal
yang berkaitan dengan gembala sebagai motivator dalam
bagian ini, sehingga kita dapat memahami dengan baik apa
maksud dari pada gembala sebagai motivator

200
Erastus Sabdono, All Out for Christ, (Yogyakarta: Andi Offset, 2009), hlm. 14-15)
184
A. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah pendorong bagi manusia untuk
melakukan sesuatu/ perbuatan (motif). Dengan motivasi,
seseorang dapat menjadi bersemangat untuk melakukan apa
yang harus ia lakukan. Tindakan motivasi memiliki tujuan
untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul
keinginan dan kemauan untuk melakukan sesuatu hingga dapat
memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.
Kata motivasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
memiliki pengertian yaitu dorongan yang timbul pada diri
seseorang baik secara sadar atau tidak sadar untuk
melaksanakan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Dari
kamus psikologi motivasi berarti usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak
melakukan sesuatu, karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan
201
perbuatannya.
Kata motivasi sebenarnya berasal dari bahasa Latin,
yakni movere yang berarti “menggerakan” (to move).202 Kata
“movere” menunjuk kepada sesuatu yang aktif, dinamis dan
berkembang atau progresif. Sondang P. Siagian mengulas
secara etimologis, bahwa kata motivasi berasal dari kata motif,
yang artinya dorongan, kehendak alasan atau kemauan.203
Adapun dari Kamus Besar Bahasa Indonesia kata motif berarti
pola atau corak; salah satu dari gagasan yang dominan di dalam

201
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 756.
202
J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 1
203
Sondang P. Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),
142
185
karya sastra, yang dapat berupa peran, citra yang berulang, atau
pola pemakaian data; alasan seseorang melakukan sesuatu. 204
Dari penjelasan itu, pada dasarnya pengertian kata motif
tidak berbeda jauh dengan kata motivasi. Sedangkan menurut
Dictionary of Philosophy and Psychology, motivasi berasal
dari bahasa Latin yaitu motivus, artinya alasan-alasan untuk
bergerak atau motus yang artinya hal mendasar dalam
kehidupan manusia.205 Dari asal kata motivus dan motus itu
pula lahir berbagai frase pengertian seperti motive power,
motive force, auto motive dan lain-lain. Menurut The New
Encyclopaedia Britanica, sebelum sampai abad ke-20 kata
“motivasi” belum masuk ke dalam perbendaharaan disiplin
ilmu filsafat dan psikologi dalam Dictionary of Philosophy and
Psychology yang diterbitkan pada tahun 1911.206 Yakob
Tomatala mendeskripsikan definisi motivasi secara etimologi
sebagai berikut:207 Kata motivasi berasal dari akar kata “motive”
atau “motiwum”, yang berarti “a moving cause” yang berhubungan
dengan “inner drive, impulse, intension.” Kata “motive” atau motif
ini bila berkembang menjadi motivasi, maka artinya menjadi:
“sedang digerakkan atau telah digerakkan oleh sesuatu, dan apa
yang menggerakkan itu terwujud dalam tindakan. Artinya motivasi
merupakan gabungan dari berbagai faktor yang menyebabkan,
menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku. Motivasi
merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu.208 James

204
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 756.
205
The New Encyclopaedia Britanica, 347.
206
William P. Alston, Motives and Motivation, dalam The Encyclopedia of Philosophy,
vol. 5, reprint edition (New York: Macmillan Pubblishing Co., Inc. & The Free Press, 1972),
399-409.
207
Yakob Tomatala, Penginjilan Masa Kini Jilid 2, (Jakarta: YT Leadership
Foundation,1998), 214.
208
Sumber: www.hudzaifah.org/artikel.
186
Drever memberikan pengertian tentang motif yaitu ”Motive is
an effective-conative factor which operates in determining the
direction of an induvidual’s behavior towards an end or goal,
consioustly apprehended or unconsioustly.”209
Pernyataan James Drever itu menunjukkan, bahwa
motivasi memiliki peranan yang sangat penting untuk
mencapai suatu tujuan. Gray dkk, memberikan definisi bahwa
motivasi merupakan hasil sejumlah proses secara internal atau
ekstenal dalam individu, yang menyebabkan timbulnya sikap
entusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-
kegiatan tertentu.210 Motivasi menurut French dan Raven,
sebagaimana dikutip Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995)
adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukkan
perilaku tertentu. Motivation is the set of forces that cause
people to behave in certain ways.
Hubungan motivasi dengan kepemimpinan adalah
terkait fungsi kepemimpinan pada dasarnya adalah tindak
lanjut dari pemahaman para manajer terhadap keragaman
karakteristik motif dan perilaku para pegawai dalam organisasi.
Bagaimana semestinya para manajer mengarahkan dan
memotivasi para pegawai menjadi esensi pokok dari
kepemimpinan.211 Artinya bahwa motivasi adalah daya
pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi
mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk
keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk

209
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Bina
Aksara, 1988), 60.
210
L Jery Gray & A Astarke Frederic, Organizational Behaviour, Concepts and
Application, (Columbus; Charles E Merril Publish Company, 1984), 69.
211
Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, (Jakarat:
Prenada Media, 2006), hlm.235, 255
187
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka
pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah
ditentukan.212
Kualitas kepemimpinan, pada gilirannya sangat
ditentukan oleh motivasi. Hanya motivasi yang baik, yang bisa
melahirkan pemimpin yang baik. Cuma benih yang baik, yang
dapat menghasilkan tanaman yang baik. Benarlah yang
dikatakan J. Oswald Sanders (Spiritual Leadership) bahwa
Alkitab tidak pernah menentang atau melarang ambisi. Ambisi
pada dirinya adalah netral tidak baik atau jahat. Yang membuat
ia baik atau jahat adalah moralitas di baliknya. Dengan
perkataan lain, motivasinya. Inilah inti peringatan Yeremia
“Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri?”
(45:5). Oswald Sanders menyebutnya self-centered ambition,
ambisi yang berpusat pada kepentingan diri sendiri. Ini yang
buruk, ini yang jahat.213
Robert K. Greenleaf seorang konsultan manajemen di
Amerika Serikat dalam bukunya, The Servant as Leadership
menekankan, “Bila seseorang ingin menjadi pemimpin yang
efektif dan berhasil, ia harus lebih memiliki motivasi dan hasrat
yang besar untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dalam hal
ini atasan harus mampu mendorong bawahan untuk
mengoptimalkan potensi yang ada.”214 Dalam pelayanan,
motivasi yang benar menghasilkan hasil yang benar. Pelayanan
dimulai dengan hati bukan dengan penampilan. Motivasi yang
212
Siagian, Teori Motivasi, 138.
213
Eka Darmaputera, Kepemimpinan dalam Perspektif Alkitab, (Tangerang: Kairos,
2005), Hlm.28-29.
214
. Robert K. Greeleaf, The Servant as Leadership, (New York: Longman, 1990), hlm.
360
188
dicemari keinginan untuk tampil atau memperoleh kedudukan
akan menghasilkan hasil yang salah atau perselisihan,
perpecahan, luka batin dan kepedihan.215

B. Teori Motivasi
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati
seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan.
Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan
untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup.
Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk
tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi
berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh
kesuksesan dalam kehidupan.
Artinya bahwa motivasi kerja dapat memberikan energi
yang menggerakkan segala potensi yang ada, menciptakan
keinginan yang tinggi dan luhur, serta meningkatkan
kebersamaan. Masing-masing pihak bekerja menurut aturan/
ukuran yang telah ditetapkan dengan saling menghormati,
saling membutuhkan, saling mengerti, dan menghargai hak dan
kewajiban masing-maisng dalam keseluruhan proses kerja
operasional.
Menurut AH. Maslow yang dikutip oleh J. Winardi
“Memandang motivasi seorang individu sebagai suatu urutan
kebutuhan yang dipredeterminasi. Dengan adanya kebutuhan-
kebutuhan yang bermacam-macam inilah maka manusia
berusaha bekerja dengan giat agar semua yang ia butuhkan
dapat tercapai. Karena kebutuhan manusia beraneka ragam,

215
Larry Keefauver, 77 Kebenaran yang Hakiki dalam Pelayanan, (Media Injil
Kerajaan, hal 64-65
189
maka hal ini mendorong para ahli untuk mengadakan
penggolongn terhadap kebutuhan manusia. Onong Uchjana
Effendy216, membagi kebutuhan manusia menjadi 2 jenis:
Pertama, kebutuhan primer atau kebutuhan sekunder. Kedua,
kebutuhan sekunder atau kebutuhan yang bersifat sosial
psikologis
Kebutuhan primer adalah kebutuhan dasar manusia yang
merupakan kebutuhan paling utama, karena tanpa terpenuhinya
kebutuhan ini maka manusia tidak akan hidup. Kebutuhan
dapat berupa sandang, pangan, papan. Sedangkan kebutuhan
setelah kebutuhan primer adalah kebutuhan sekunder atau
kebutuhan yang bersifat kejiwaan seperti cinta, kasih sayang,
penghargaan.
Malayu SP Hasibuan mengemukakan bahwa teori
motivasi pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi 2
yaitu:217
1. Teori kepuasan
Teori kepuasan adalah teori yang menekankan
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi dalam diri seseorang
yang menyebabkan mengapa mereka berperilaku seperti
itu. Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor
kebutuhan dan kepuasan individu. Dalam pendangan teori ini
setiap orang mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang
memotivasi mereka untuk memenuhinya. Dengan adanya
dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka
seseorang akan melakukan suatu tindakan. Semua kebutuhan

216
Onong Uchjana Effendy, Psikologi Industri, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1993),
hlm. 63
217
Malayu SP Hasibuan, Organisasi Dan Motivasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm.
103
190
tersebut memberikan nilai atau kegunaan untuk mendapatkan
perilaku kerja yang penting dalam usaha pencapaian
tujuan perusahaan.
Jadi pada dasarnya teori ini mengemukakan bahwa
seseorang akan bertindak (bersemangat bekerja) untuk dapat
memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Semakin tinggi
standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, maka
semakin giat orang itu bekerja.
2. Teori proses
Teori proses adalah teori motivasi yang menyatakan
bahwa imbalan atau hukuman suatu dorongan bagi pegawai
untuk melakukan suatu tindakan-tindakan atau perbuatan.
Artinya apa yang dipercaya akan diperoleh para pegawai
terutama yang berhubungan dengan imbalan atau sesuatu
yang akan diperoleh yang mendatangkan kesenangan akan
lebih memotivasi untuk melakukan tindakan.
Jadi hasil yang dicapai tercermin dalam bagaiamana
proses kegiatan yang dilakukan seseorang hasil hari ini
merupakan kegiatan hari kemarin. Pembagian kebutuhan
dasar yang telah diuraikan di atas masih merupakan
pembagian yang bersifat umum, yaitu pembagian kebutuhan
dasar manusia yang menyangkut pemenuhan kebutuhan
jasmani dan kebutuhan rohani. Sedangkan kebutuhan dasar
manusia yang lebih terperinci seperti pendapat Abraham
H. Maslow yang dikutip oleh218 J. Winardi membagi kebutuhan
manusia menjadi 5 tingkatan sebagai berikut:

218
Winardi J, Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 13
191
a. Kebutuhan-kebutuhan fisiologikal
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang sangat
primer dan mutlak harus dipenuhi untuk memelihara secara
biologis dan kelangsungan hidup bagi setiap manusia.
Kebutuhan ini dapat mengakibatkan sakit bahkan sampai mati
jika tidak terpenuhi. Karenan kebutuhan ini bersifat alamiah
dan naluriah yang merupakan syarat untuk melangsungkan
hidup.
b. Kebutuhan akan keamanan
Apabila kebutuhan-kebutuhan fisiologikal cukup
dipenuhi, maka kebutuhan pada tingkatan berikutnya yang
lebih tinggi yakni kebutuhan akan rasa aman mulai
mendominasi perilaku manusia. Kebutuhan ini merupakan
wujud keinginn proteksi terhadap bahaya fisik misalnya:
bahaya kebakaran/ serangan, kriminal, keinginan untuk
mendapatkan kepastian ekonomi, dan keamanan akan masa
depan yang dapat diprediksi.
c. Kebutuhan-kebutuhan sosial
Setelah kebutuhan fisiologikal manusia dan kebutuhan
akan keamanan relatif terpenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan
sosial yang merupakan kebutuhan pada tingkat berikutnya
menjadi motivator penting bagi perilakunya. Misalnya:
kebutuhan menjadi anggota kelompok tertentu, bersosialisasi
dengan pihak lain, memiliki teman, ingin berbagi dan
menerima sikap berkawan dan afeksi. Kebutuhan ini dirasa
perlu karena untuk mencukupi kebutuhan sosialnya secara
bersama-sama.
d. Kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan
Dalam hierarki Maslow, pada tingkatan berikutnya
terlihat adanya kebutuhan akan penghargaan atau dinamakan
192
kebutuhan ego. Kebutuhan ini dibagi dalam dua bentuk
yang pertama adalah kebutuhan akan penghargaan diri
sendiri maksudnya kebutuhan terhadap diri sendiri hal.
Dan kebutuhan berprestasi, kompetisi, dukungan dan
penghargaan dari orang lain
e. Kebutuhan untuk merealisasi diri
Pada puncak hierarki, terdapat kebutuhan untuk realisasi
diri atau aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut
berupa kebutuhan individu untuk merealisasi potensi yang ada
pada dirinya untuk mencapai pengembangan diri/ menjadi
lebih kreatif dan untuk mencapai puncak kemampuan mereka.
Dalam upaya melaksanakannya mereka berupaya untuk
merealisasikan potensi penuh mereka, guna memperbesar
kemampuan mereka, untuk menjadi kreatif dan untuk
mencapai puncak kemampuan mereka. Kebutuhan pada
tingkat ini merupakan kebutuhan manusia tingkat tertinggi.

C. Ciri-ciri gembala/ Pemimpin Kristen Sebagai


Motivator
Seorang pemimipin yang baik tentunya memahami dan
mampu memberikan semangat kepada anggotanya. Apalagi
ketika anggota dirundung suatu permasalahan yang bersifat
traumatis maupun tidak. Dengan memberikan motivasi yang
positif maka anggotanya akan memiliki sikap yang baik dalam
menghadapi masalah. Dalam melengkapi urutan dari makna
dan teori tentang motivasi tersebut di atas, maka perlu
dikemukakan adanya beberapa ciri-ciri gembala sebagai
motivator.

193
1. Bekerja Keras
Kerja keras adalah kegiatan yang dikerjakan secara
sungguh-sungguh tanpa mengenal lelah atau berhenti sebelum
mencapai target. Dalam kinerja kerja selalu mengutamakan
atau memperhatikan kepuasan hasil pada setiap kegiatan yang
dilakukan. Kerja keras dapat diartikan bekerja mempunyai sifat
yang bersungguh-sungguh untuk mencapai sasaran yang ingin
dicapai.219 Tanpa kerja keras maka kita tidak akan pernah
menjadi seorang gembala atau pemimpin yang berpengaruh
dan berhasil.
Ketika kita berhasil menjadi seorang pemimpin, semua
orang akan ingin menjadi seperti kita. Mereka akan menjadikan
kita sebagai panutan atau acuan sebagai motivasi diri mereka
dalam melakukan segala sesuatu. Oleh sebab itu, sebagai
motivator harus bekerja keras. Melalui pekerjaan keras dapat
memberi motivasi bagi orang lain, sehingga menghasilkan hasil
yang baik dan maksimal.
Dalam Kitab Amsal menegaskan kepada kita bahwa
“Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang
rajin menjadikan kaya” Amsal 10:4. Benar bahwa Tuhan
empunya segala-galanya dan kita bisa meminta di dalam doa
agar Ia memberkati kita. Tetapi Alkitab tidak pernah mengajar
kita untuk menjadi orang-orang yang malas. Bahkan, Alkitab
menentang sifat malas (Ams 6:6-11).
Jansen Sinamo berpendapat bahwa “kerja adalah Rahmat
dan harus disyukuri, setidaknya lima alasan mengapa kita harus
bekerja:

219
http://temukanpengertian.blogspot.com/2013/09/pengertian-kerja-keras.html, di
Unduh Pada hari Rabu, 16 September 2015. Pukul, 10:55
194
a) Pekerjaan itu sendiri secara hakiki adalah karunia Tuhan.
b) Di samping upah, kita juga menerima banyak faktor plus,
misalanya jabatan, fasilitas, berbagai tunjangan dan
kemudahan
c) Talenta yang menjadi basis keahlian kita, jika diusut
sampai ke akarnya, sebenarnya adalah rahmat juga.
d) Bahan baku yang kita pakai dalam kerja juga telah
tersedia karena rahmat
e) Dalam pekerjaan, kita semua terlibat dalam sebuah
jaringan antara manusia yang fungsional dan sinergis.
Terbentuklah kelompok kerja, profesi, dan komunitas
sekaligus.
Artinya bahwa salah satu ciri seorang gembala sebagai
motivator adalah bekerja keras dengan gigih dan sungguh-
sungguh untuk mencapai suatu cita-cita, demi perkembangan
pelayanan yang ada.
2. Tekun
Segala sesuatu yang berdasarkan perintah Allah semesta
langit dan bumi, harus dilaksanakan dengan tekun untuk
keperluan rumah Allah semesta langit, supaya jangan
pemerintahan raja serta anak-anaknya kena murka (Ezr. 7:23).
Aku (hikmat) mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang
yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku (Ams 8:17).
Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu
melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang
dijanjikan itu (Ibr 10:36).
Tekun adalah keputusan atau ketetapan hati yang kuat
(teguh) untuk bersungguh-sungguh, rajin, dan tuntas dalam
melakukan apapun. Orang yang tekun tidak mudah menduakan
195
hati. Ia adalah seorang yang berfokus, konsisten dan tidak
mudah putus asa terhadap apa yang sedang dikerjakannya.
Firman Tuhan menjelaskan bahwa orang yang tekun sajalah
yang akan menghasilkan buah (Luk. 8:15), bahkan dengan
porsi ganda (Yak. 5:11).
Taat dan tekun, adalah dua kata yang sering disampaikan
dalam firman Tuhan. Orang-orang yang taat dan tekun seperti
dituliskan dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
hidupnya sangat diberkati oleh Tuhan. Orang yang tidak taat
dan tidak tekun dalam mengikut Tuhan, selalu ada ganjaran
yang diberikan Tuhan kepadanya.
Di dalam Alkitab ada banyak contoh Nabi, pemimpin dan
orang-orang pilihan Tuhan yang sangat taat dan tekun dalam
menjalankan perintah Tuhan. Adakalanya, disaat kita
memutuskan untuk tetap taat mengikuti pemimpin kita dan
tekun dalam menjalankan perintahnya, selalu saja ada orang
yang iri hati dan dengki dengan sikap kita. Sama halnya
dengan ketaatan kita mengikuti Yesus, selalu saja ada
tantangan yang siap menghadang kita di depan.
Jadi, gembala sebagai motivator harus mampu
menyelesaikan tugasnya dengan tekun tanpa merasa tugas itu
sebagai beban.
3. Ulet
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ulet
diartikan dengan kuat, tidak mudah putus, tidak getar, tidak
rapuh, tidak mudah putus asa dalam mencapai cita-cita atau
keinginan. Ulet juga bisa diartikan dengan berusaha terus
dengan giat dan berkemauan keras serta menggunakan segala
kecakapannya (potensi) untuk mencapai suatu tujuan. Salah
196
satu tokoh yang cukup terkenal dalam Alkitab adalah Rasul
Paulus. Rasul Paulus adalah salah satu tokoh yang sangat
gigih, ulet dan kuat dalam menghadapi segala tantangan pada
zamannya. Dia berkata dalam Surat 2 Korintus adalah “Dalam
segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal,
namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak
ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa.
2 Kor. 4:7-8.
Ayat di atas mengingatkan kita semua untuk tetap
konsisten dalam segala situasi yang ada, sekalipun keadaan
menakutkan menurut ukuran kita sebagai manusia, namun kita
tetap percaya bahwa Tuhan selalu ada bersama kita. Apapun
yang terjadi atas hidup kita, kita tetap kuat dalam
menyelesaikan setiap pekerjaan pelayanan. Artinya ulet
termasuk perilaku terpuji yang harus kita miliki. Ulet berarti
tahan uji, tidak mudah menyerah jika mengalami hambatan dan
rintangan. Jika mengalami kegagalan dalam suatu usaha, kita
tidak mengeluh, tidak boleh sedih dan tidak putus asa. Kita
harus bersikap ulet untuk mencari jalan lain sehingga berhasil
dengan baik. Jalan lain yang saya maksud adalah jalan yang
benar-benar memberi solusi dalam persoalan tersebut, bukan
jalan pintas yang mehalkan segala cara untuk mendapatkan
sesuatu.
Sikap ulet merupakan salah satu kunci keberhasilan
seorang motivator. Sikap ulet kita harus miliki. Sikap itu
memberikan motivasi untuk mengubah keadaan kita dan
keadan orang lain yang semula tidak baik menjadi lebih baik.

197
4. Berhikmat dan pandai
“Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang
yang memperoleh kepandaian, karena keuntungannya melebihi
keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas.” Am. 3:13-14.
Kita perlu minta hikmat Tuhan baik dalam pelayanan pekerjaan
Tuhan maupun dalam berbagai bidang. Hikmat dari Tuhan
dapat berupa ide (gagasan) jenius dan kreatif yang bersumber
dari Tuhan. Allah adalah sumber hikmat dan Allah itu Pencipta
yang kreatif. Hikmat sangat diperlukan karena di dunia
pelayanan kita menghadapi banyak persaingan.
Dalam menghadapi perubahan zaman bukan hanya saja
hikmat yang kita perlukan tetapi kita harus memelurkan
kepandaian atau kecerdasan. Kecerdasan merupakan suatu
kemampuan seorang individu dalam memahami dan mengerti
mengenai berbagai hal yang ada di sekitarnya ataupun juga
yang dialaminya.
Kecerdasan ini dapat dipengaruhi oleh hal-hal dari dalam
dan luar diri individu itu sendiri. Kecerdasan bisa juga
merupakan suatu pembawaan sejak kecil namun juga bisa
didapat ketika telah berlatih untuk menjadi pandai/ cerdas.
Pada hakikatnya, kecerdasan ada pada setiap orang, tergantung
mereka mau tidaknya untuk mengelola dan mengembangkan
kecerdasan yang mereka miliki itu. Seorang gembala atau
pemimpin Kristen sebagai motivator, hendaknya ia juga
memiliki kecerdasan, karena itu akan sangat membantu dalam
karya pelayanannya.

198
Ada beberapa jenis kecerdasan yang bermanfaat bagi
seorang gembala sebagai motivator,220 yaitu:
1. Kecerdasan linguistik.
Merupakan kecerdasan dalam mengolah kata. Komponen
intinya adalah kepekaan terhadap bunyi, struktur, makna
fungsi, kata, dan bahasa. Kecerdasan ini sangat berkaitan
dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi,
beragumentasi, dan berdebat serta mahir dalam mengingat
fakta yang ada.
2. Kecerdasan logis-matematis
Merupakan kecerdasan dalam angka dan logika serta
kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang. Berkaitan
dengan kemampuan berhitung, nalar, dan berpikir logis.
Berfikir dengan pola sebab-akibat, menciptakan hipotesis,
mencari keteraturan konseptual atau pola memecahkan
masalah. Kecerdasan ini membantu seorang gembala dalam
berpikir secara logis dan sistematis. Ketika ia memiliki
kecerdasan ini, segala sesuatu akan dipaparkan secara logis,
kritis, terkonsep, dan masuk akal.
3. Kecerdasan spasial.
Kecerdasan spasial adalah kemampuan seseorang untuk
melihat secara rinci gambaran visual yang terdapat
disekitarnya.
4. Kecerdasan musikal.
Kecerdasan musikal adalah kepekaan dan kemampuan
menciptakan dan mengapresiasikan irama, pola titik nada dan

220
Lia Afriliani-https://lafriofkalteng.wordpress.com/2013/01/15/antara-pendeta-
dengan-kecerdasan-motivasi-gambaran-diri-dan-frustasi, di unduh pada hari Selasa, 25-09-
2015. Pukul, 06:07
199
warna nada serta apresiasi untuk bentuk ekspresi emosi
musikal.
5. Kecerdasan antar pribadi (Interpersonal).
Gembala sebagai motivator harus banyak berinteraksi
dalam kehidupan pelayanannya, ia akan berinteraksi dengan
berbagai lapisan masyarakat, tua muda, miskin kaya.
6. Kecerdasan intra pribadi (Intrapersonal).
Kecerdasan intra pribadi (Intrapersonal) adalah
kecerdasan dalam diri sendiri, hal ini diperlihatkan dalam
bentuk kemampuan dalam membangun persepsi yang akurat
tentang diri sendiri dan menggunakan kemampuan tersebut
dalam membuat rencana dan mengarahkan orang lain.
7. Kecerdasan spiritual
Ia harus memiliki kecerdasan spiritualitas, artinya ia
harus benar-benar mantap dalam relasi atau hubungan
pribadinya dengan Tuhan
8. Kecerdasan emosi
Ketika seseorang sudah lepas dari bangku pendidikan, IQ
dinyatakan hanya memiliki peranan kecil jika dibandingkan
dengan EQ. Seorang gembala sebagai motivator, ia tidak hanya
harus pintar secara intelektual, namun ia juga harus pintar
dalam mengendalikan emosinya. Mungkin kecerdasan emosi
ini berkaitan dengan kecerdasan antar pribadi, yakni mengenai
bagaimana seseorang dalam berinteraksi dengan sesamanya.
Demikianlah pentingnya kecerdasan bagi seorang hamba
Tuhan sebagai pemimpin jemaat. Ada banyak jenis kecerdasan
yang bisa dikuasai oleh gembala untuk menunjang
pelayanannya, namun dua hal yang sangat vital yakni, emosi
dan spiritualitas.

200
D. Unsur-Unsur yang Memotivasi Seorang Gembala
Sebagai Motivator
Deskripsi ringkas mengenai apa dan nilai apa yang
terkandung dalam motivasi itu telah diuraikan pada bagian
sebelumnya bahwa pengertian motivasi dapat diartikan sebagai
tujuan atau pendorong, dengan tujuan sebenarnya yang
menjadikan daya penggerak utama bagi seseorang dalam
berupaya dalam mendapatkan atau mencapai apa yang
diinginkannya baik itu secara positif ataupun negatif. Menurut
penjelasan Stanley Vance (1982) mengatakan bahwa pada
hakikatnya motivasi adalah perasaan atau keinginan seseorang
yang berada dan bekerja pada kondisi tertentu untuk
melaksanakan tindakan-tindakan yang menguntungkan, dilihat
dari perspektif pribadi dan terutama organisasi.
Robert Dubin (1985) mengartikan motivasi sebagai
kekuatan kompleks yang membuat seseorang berkeinginan
memulai dan menjaga kondisi kerja dalam organisasi. Selain
itu, pengertian motivasi merupakan suatu perubahan yang
terjadi pada diri seseorang yang muncul adanya gejala
perasaan, kejiwaan dan emosi sehingga mendorong individu
untuk melakukan atau bertindak sesuatu yang disebabkan
karena kebutuhan, keinginan dan tujuan.
Manusia adalah makhluk bertujuan, meski tidak ada
manusia yang mempunyai tujuan yang benar-benar sama di
dalam mengarungi hidup ini. Mc Donald mengemukakan
bahwa motivasi sangat berkorelasi dengan tujuan. Jika tidak
ada motivasi maka tujuannya pun tidak jelas. Di sini nyatalah
bahwa motivasi adalah daya penggerak seperti yang
dikemukakan oleh Sardiman, bahwa motivasi adalah daya
201
penggerak yang telah diaktifkan.221 Fenomena ini ditegaskan
oleh E. Mulyasa yang mengutip pendapat Callahan dan Clark
bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang
menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan
tertentu.222 Motivasi merupakan kekuatan yang mendorong
seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan.
Kekuatan-kekuatan itu pada dasarnya dirangsang oleh adanya
berbagai macam kebutuhan seperti keinginan yang hendak
dipenuhi, tingkah laku, tujuan dan umpan balik.223 Menurut
Andy Stanly bahwa “hidup adalah sebuah perjalanan. Seperti
telah anda ketahui, setiap perjalanan memiliki sebuah tujuan.224
Setiap kita memiliki motivasi yang tinggi dan ada rasa
kesadaran di dalam diri untuk mencapai tujuan tersebut. Segala
sesuatu ada tujuannya termasuk organisasi. Gembala atau
pemimpin Kristen memiliki motivasi untuk mengabdikan diri
dalam pelayanan itu sendiri. Bukan hanya mengabdi kepada
Tuhan tetapi juga mengabdi kepada kelurga, masyarakat,
bangsa dan Negara. Selain itu juga memiliki motivasi tinggi
senantiasa sadar bahwa antara tujuan dirinya dengan tujuan
pelayanan sama sekali tidak terpisahkan atau kalaupun
terpisah, tidak terlalu senjang. Terdapat kesadaran mendalam
pada dirinya bahwa dia membutuhkan pekerjaan atau jabatan
sebagai wahana bekerja untuk hidup, dan dia sadar pula bahwa
pelayanan membutuhkan bantuan dirinya.
Dari penjelasan di atas, saya mencoba memperjelas
unsur-unsur yang memotivasi seorang gembala atau pemimpin

221
Ibid.
222
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Rosdakarya, 2005), 174.
223
Uno, Teori Motivasi, 5.
224
Andy Stanly, Visionering, (Yogyakarta: Andi Offset, 2015), hlm. 3
202
Kristen sebagai motivator, tetapi perlu kita ingat bahwa
seorang pemimpin tidak terlepas dari visi. Artinya bahwa
seorang gembala atau pemimpin Kristen seharusnya memiliki
visi. Visilah yang menggerakkan setiap hidup manusia,
sehingga manusia memiliki motivasi yang tinggi untuk
melakukan sesuatu yang berguna dan bermanfaat. Jadi, para
pemimpin selalu dianjurkan memiliki visi global. “Bila tidak
ada wahyu (vision), menjadi liarlah rakyat”. (Amsal 29:18).
Umat yang tidak memiliki pemimpin visioner akan salah arah
atau berputar-putar di tempat tidak maju walaupun tidak
mundur. Seorang pemimpin dari Tuhan harus memiliki visi,
seperti Abraham (Kej. 12:1-3).
Visi adalah suatu pandangan rohani yang jauh ke depan,
menjangkau hal-hal yang besar, dasyat, ajaib, tidak mungkin
dan mustahil. Visi adalah pandangan iman, yang tak terbatas
indra mata dan kadar intelegensia. Visi berhubungan erat
dengan iman (II Kor. 5:7, Ef. 1:18-20, 3:20) dan dengan
rencana Tuhan ( I Kor. 2:9, Ayub 42:2). Oleh karena itu, ada
beberapa unsur-unsur yang memotivasi para gembala dan
pemimpin Kristen segabagai motivator, sehingga mereka
semangat untuk melakukannya dan mengerjakannya.
Usur-unsur tersebut akan Andy Stanly menguraikan
beberapa aspek untuk mencapai visi tersebut melalui
pengalaman kita sehari-hari225:
1. Gembala punya motivasi
Kita perlu mengetahui mengapa kita menjadi gembala
atau pemimpin. I Tes. 2 : 3,4; 1 Tim. 1:18,19; Kol. 3 : 23; 1 Ptr.
5 :2. Keinginan untuk mendapatkan otoritas adalah hal yang
225
Ibid. Andy Stanly, hlm. 4-8
203
sering terjadi dan selalu membuat perpecahan dalam jemaat.
Posisi dan jabatan pemimpin tidak lebih ditekankan pada
otoritasnya tetapi karena pelayanannya terhadap orang lain.
Keinginan untuk memperoleh otoritas yang tertinggi, keinginan
untuk menguasai, keinginan untuk dihormati, keinginan akan
uang dan ketenaran sering kali membuat seseorang yang
berpotensi mengalami kegagalan.
Seorang pemimpin hendaknya menyadari apakah dia
“melayani untuk hidup” atau “hidup untuk melayani” ? Kalu
melayani hanya untuk hidup berarti uang yang menjadi
motivasinya. Pelayanan bukan untuk mencari makan dan
penghidupan, tetapi merupakan panggilan dan pengabdian.
Juga bukan untuk mencari ketenaran dan keberhasilan
duniawi. Punya jemaat banyak, punya rumah dan mobil mewah
atau gedung gereja yang megah tidak boleh menjadi motivasi
gembala. Itu bukan dasar untuk melayani. Jika motivasi dan
tujuan pelayanan kita benar maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu.
Maksudnya disini adalah seorang gembala harus
memiliki motivasi pribadi tentang mengapa ia ingin menjadi
seorang pelayan Tuhan, mengapa ia ingin melayani. Waktu
yang tepat untuk merumuskan motivasi ini adalah ketika ia
masih berada di bangku kuliah dan kemudian diperbaharui
pada saat awal ia melayani. Mengapa gembala harus memiliki
motivasi pribadi? Hal ini agar ia dapat bersemangat untuk
melakukan pelayanannya, misalnya saja motivasi pribadi
seorang pendeta adalah “hidup jadi berkat, mati masuk surga”,
motivasi inilah yang akan membuat ia bersemangat melayani,
berusaha menjadi teladan, berbuat kebaikan, menaati perintah
Tuhan, meningkatkan spiritualitasnya, karena dalam dirinya
204
memiliki visi yang memberikan motivasi ketika rutinitas mulai
menjadi persoalan. Orang yang memiliki motivasi sudah pasti
memiliki visi. Orang-orang yang didorong oleh visi adalah
orang yang termotivasi. Visi adalah bagian dari alasan kita
menyelesaikan pendidikan akademis atau universitas. Kurang
visi adalah banyak orang tidak menyelesaikan studi.
2. Gembala memiliki gairah
Gairah adalah salah satu elemen pokok yang
meringankan upaya dan mengubah kegiatan-kegiatan yang
biasa-biasa saja menjadi suatu pekerjaan yang dapat dinikmati.
Semangat hidup orang percaya adalah semangat dari tempat
Maha Tinggi, yaitu mengenakan gairah hidup Tuhan Yesus
“tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya”.
Kehidupan Tuhan Yesus adalah kehidupan yang hanya
diperuntukkan bagi Allah Bapa, yaitu melakukan segala
kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya (Yoh. 4:34).
Dengan demikian, ketika kita memiliki gairah maka kita
aka memiliki visi yang menimbulkan melalui emosi. Tidak
pernah ada visi tanpa emosi. Sebuah visi yang jelas dan
terfokus sesungguhnya memungkinkan kita untuk terlebih dulu
mengalami emosi yang terkait dengan masa depan yang kita
harapkan. Emosi ini berperan untuk memperkuat komitmen
kita kepada visi tersebut. Emosi ini memberi sedikit gambaran
tentang hal-hal yang akan terjadi.
3. Gembala memiliki arah
Mungkin keuntungan yang paling praktis dari visi
adalah visi itu memberi arah bagi hidup kita. Visi berfungsi
sebagai peta perjalanan. Visi akan menolong kita membuat
prioritas atas nilai-nilai hidup kita. Visi yang jelas memiliki
205
kemampuan untuk menunjukkan apa yang paling penting dari
jadwal dan pola hidup kita. Visi yang jelas memudahkan kita
untuk menyingkirkan dari hidup hal-hal yang menghalangi kita
dalam mencapai apa yang paling penting.
4. Gembala memilik tujuan
Visi diterjemahkan kedalam tujuan. Visi memberi kita
alasan untuk bangun pagi. Jika kita tidak muncul, sesuatu yang
penting tidak akan terselesaikan. Visi menjadikan kita
penghubung yang penting antara kenyataan saat ini dan yang
akan datang. Dinamika ini memberi tujuan pada hidup kita saat
ini. Tujuan ini mengandung moment untuk menggerakkan saya
dan saudara melalui berbagai hambatan, jika tanpa tujuan, akan
menghambat dan menyandung perjalanan hidup kita secara
menyeluruh.
5. Gembala perlu dimotivasi
Motivasi membuatku untuk mulai melangkah, dan
kebiasaanku membuatku untuk tetap melangkah. Tragedi hidup
bukan ketika aku tidak dapat mencapai tujuan, tragedi
sebenernya adalah ketika aku tidak mempunyai tujuan untuk
dicapai. Satu hal yang perlu disadari oleh jemaat, gembala
bukan manusia super ataupun robot, akan ada waktunya ia
mengalami putus asa, kebosanan, kejenuhan, pergumulan,
permasalahan bahkan juga krisis rohani. Di saat inilah ia juga
butuh untuk dimotivasi oleh orang-orang terdekatnya
(keluarga, penatua/ diakon, dan jemaat), sehingga ia menjadi
bersemangat kembali dalam melakukan pelayanannya.
Demikianlah, pentingnya motivasi itu dalam kehidupan
seorang gembala. Garis besarnya ialah ia harus bisa
memotivasi orang lain seperti yang dikatakan dalam Titus 3:8
“Perkataan ini benar dan aku mau supaya engkau dengan yakin
206
menguatkannya, agar mereka yang sudah percaya kepada Allah
sungguh-sungguh berusaha melakukan pekerjaan yang baik”
dan ia juga memerlukan motivasi dari orang-orang
disekitarnya, sebagaimana yang dikatakan Surat Galatia 6:2a
“Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu”.
Motivasi dari orang lain akan membawa perubahan
dalam kepemimpinan gembala, karena gembala mengerti
bahwa dia diperlukan oleh orang-orang terdekat dengan dia.
Itulah sebabnya kita harus bergandengan tangan antara
keluarga, jemaat dan masyarakat untuk mendorong para
pemimpin atau gembala kita untuk bangkit dari permasalah
yang ada.

E. Prinsi-Prinsip Utama Gembala/ Pemimpin Sebagai


Motivator
Menjadi seorang gembala atau pemimpin rohani yang
sekaligus menjadi sebagai motivator tentu saja bukan hal yang
mudah. Karena menjadi seorang motivator harus memiliki
prinsip yang bisa membangun orang lain dan memberi
pengaruh dan dorangan kepada orang lain, makanakala orang
lain ada dalam suatu permasalahan yang berat. Saya percaya
bahwa setiap gembala atau pemimpin rohani pasti memiliki
kemampuan untuk memotivasi setiap orang. Satu hal yang
harus dilakukan oleh gembala sebagai motivator adalah
memahami prinsip-prinsip utama sebagai motivator. Kemudian
prinsip itu harus diterapkan dalam segala aspek kegiatan
termasuk dalam pelayanan di gereja. Seorang pemimpin yang
baik pada dasarnya perlu menjadi motivator. Dia harus mampu
secara konsisten menginspirasi timnya untuk berjuang
207
meningkatkan kualitas dan keunggulan pelayanan mereka
dalam melayani Tuhan.
Tugas seorang pemimpin adalah meningkatkan standar
dan tingkat produktivitas secara kontinu. Artinya bahwa prinsip
kepemimpinan yang diajarkan didasarkan pada pengalaman
nyata menggembalakan domba, tepat seperti yang digambarkan
dalam mazmur 23 dan sangat cocok untuk diterapkan dalam
pelayanan gembala. Prinsip-prinsip ini akan sangat bermanfaat
bagi kita, bila kita menerapkannya secara benar dan tepat
sebagaimana mestinya.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip utama yang harus
dipahami oleh gembala atau pemimpin supaya memiliki
kemampuan sebagai seorang motivator:
1. Mendahulukan kepentingan orang lain
“Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri
sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan
jahat.” Yakobus 3:16. Di dalam suratnya kepada jemaat di
Roma, Paulus menasihati jemaat Roma dan kita, “Hendaklah
kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului
dalam memberi hormat.” (Rm. 12:10). Wujud dari kasih yang
Paulus jelaskan adalah saling mendahului dalam menghormati
orang lain. Artinya, kita harus terlebih dahulu menghormati
orang lain. Hal ini tentu saja tidak berarti kita cepat-cepatan
dalam memberi hormat, lalu kita menganggap bahwa jika kita
kalah cepat menghormati orang lain, maka kita tidak mengasihi
orang itu. Fokusnya bukan pada frekuensi kecepatannya, tetapi
pada sikap “memberi hormat”. Mengapa? Karena kata Yunani
untuk “mendahului” dalam teks Yunaninya προηγούμενοι
(proēgoumenoi) yang berasal dari kata προηγέομαι
208
(proēgeomai) bisa berarti “mendahului” atau “menganggap
lebih baik.” Exegetical Dictionary of the New Testament
mengaitkan kata ini dengan Filipi 2:3.226 Ketika kita
menghormati orang lain, kita sedang menganggap orang yang
kita hormati itu lebih penting dari kita. Tatkala kita
menganggap orang lain lebih penting dari kita, di saat itu pula,
kita menyadari bahwa kita bukanlah orang terpenting di dunia
ini dan saat itulah, kita dapat perlahan mengikis keegoisan kita.
Tuhan memanggil kita untuk menjadi berkat dan menjadi
saksi bagi orang lain, bukan lagi hidup untuk diri sendiri atau
mementingkan diri sendiri (egois). Namun banyak orang
Kristen yang menjalani hidupnya dengan berpusat pada diri
sendiri, istilah Jakarta loe..loe.. gue..gue. Akibatnya hidup
tidak menjadi berkat bagi orang lain. Menurut kamus Webster,
egois atau mementingkan diri sendiri (selfish) bisa diartikan:
memperhatikan diri sendiri secara tidak pantas atau
berlebihan; mendahulukan kenyamanan dan keuntungan diri
sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Orang
yang egois adalah orang yang menjadikan dirinya sebagai
pusat, lebih mengutamakan kepentingan dan perasaannya
sendiri ketimbang mempedulikan kepentingan dan perasaan
orang lain.
Kita tidak boleh menjadi pemimpin Kristen yang egois
atau mementingkan diri sendiri? Karena dari sifat ini akan
timbul kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Kita tahu
bahwa orang yang egois akan melakukan apa saja demi
mewujudkan apa yang diinginkan, tidak peduli hal itu
menyakiti atau mengorbankan perasaan orang lain. Bila sifat
226
Horst Balz dan Gerhard Schneider, ed., Exegetical Dictionary of the New
Testament (Grand Rapids: Eerdmans, 1990), software PC Study Bible 5.
209
egois atau mementingkan diri sendiri terus dipelihara, maka
dalam dirinya akan timbul sifat baru yaitu kikir alias tidak
punya kemurahan hati terhadap orang lain. Ini sangat
bertentangan dengan firman Tuhan! Padahal Alkitab
menegaskan, “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti
Bapamu adalah murah hati.” (Lukas 6:36). Dikatakan pula,
“Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan
beroleh kemurahan.” (Matius 5:7).
Di dalam 1 Korintus 13:5, Paulus menyebutkan salah
satu ciri kasih yaitu tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Dengan kata lain, ketika kita ingin mengikis keegoisan kita,
maka kita perlu memiliki kasih. Jika kita memperhatikan ciri-
ciri kasih yang Paulus paparkan di 1 Korintus 13:1-7, kita akan
melihat bahwa kasih itu dasar segala sesuatu dan sama sekali
tidak ada keegoisan di dalamnya, karena di dalam kasih, selalu
ada pengorbanan. Yang lebih menarik lagi, kasih diajarkan
Paulus di 1 Korintus 13 sebagai pasal pengantara antara pasal
12 dan 14 yang membahas karunia-karunia Roh Kudus. Paulus
sadar bahwa berbagai macam karunia Roh dapat membuat
umat Allah bertengkar satu sama lain (egois “rohani”) karena
mementingkan karunia tertentu dan mengabaikan karunia lain.
Oleh karena itu, karunia Roh Kudus harus diimbangi oleh
hal yang lebih penting lagi yaitu kasih (1 Kor. 12:31). Umat-
Nya dapat mengasihi sesama manusia karena umat-Nya belajar
dari Allah yang adalah Pribadi Kasih itu sendiri (1Yoh. 4:16b)
dan dari Allah Anak yaitu Tuhan Yesus yang mengasihi umat-
Nya dengan menebus mereka dari dosa.
Maksudnya dari semuanya itu adalah sebagai gembala
atau pemimipin rohani harus mendahulukan atau
mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri
210
sendiri. Artinya bahwa jemaat harus menjadi prioritas utama
bagi perjuangan seorang gembala, sehingga segala upaya
dalam pelayanan yang dilakukan oleh gembala atau pemimpin
rohani sepenuhnya untuk kemajuan jemaat yang dilayani.
Memang sulit kita menemukan gembala atau pemimpin rohani
yang benar-benar mampu mendahulukan kepentingan jemaat/
orang lain.
Oleh sebab itu, tidak ada salahnya jika para gembala
mengoreksi kembali niatnya dalam melayani, mengajar dan
memotivasi. Hal ini penting, karena niat akan mempengaruhi
segala keputusan yang kita buat sebagai gembala atau
pemimpin rohani. Memotivasi dan mengajar dengan niat untuk
melayani Tuhan tanpa mengaharapkan upah, tentu akan
berbeda kualitas hasilnya.
2. Mengutamakan kewajiaban ketimbang hak
Kewajiban adalah segala sesuatu yang dianggap sebagai
suatu keharusan yang hukumnya wajib untuk dilaksanakan
oleh individu. Menurut Bilangan 11:11, tanggung jawab berarti
beban, sedangkan dalam ayat 14, tanggung jawab berarti tugas.
Roma 8;12 (BIS) mengatakan, “…itulah sebabnya, saudara-
saudara kita mempunyai tanggung jawab, tetapi bukan
tanggung jawab kepada tabiat manusia, kita tidak perlu hidup
menurut keinginannya”. Sementara itu, Gal. 5:6
disebutkan….”Sebab masing-masing orang memikul tanggung
jawab sendiri”.
Dari pemamparan di atas, kita dapat simpulkan bahwa
tanggung jawab orang Kristen adalah kewajiban, tugas atau
beban yang harus ditanggung dan dijalankan dalam terang dan
bimbingan Roh Kudus. Dan tanggung jawab harus dijalankan
211
karena perintah Allah (Kejadian 2:16-17). Oleh karena itu,
kewajiban utama para gembala atau pemipin Kristen adalah
memberikan pengajaran atau pelayanan kepada jemaat, agar
jemaat bertumbuh dan dewasa dalam iman serta menjaga hidup
mereka dari polusi dunia yang serba kacau ini.
Dalam mewujudkan tujuan tersebut, gembala tidak bisa
hanya berpedoman pada jadwal melayani atau berprinsip “yang
penting saya sudah melaksanakan kewajiban untuk melayani
berdasarkan materi/ tema yang sudah di tersusun sebelumnya.
Perlu kita ketahui bersama bahwa terlalu berpedoman pada
jadwal yang ada dalam melayani Tuhan atau yang lain maka
kita akan diperhadapkan dengan ketidak maksimalan dalam
melayani. Disebabkan, ada banyak orang tidak tahu panggilan
Tuhan untuk menjadi pelayan penuh waktu. Ada juga orang-
orang yang takut menjadi pelayan penuh waktu. Mereka takut
berpenghasilan kurang, takut menjadi miskin jika menjadi
seorang gembala/ pendeta. Mereka berpikir lebih enak jadi
pedagang sukses lalu belajar Theologi. Dengan demikian dia
bisa berkhotbah sambil memberikan persembahan yang besar
ke gereja. Hal ini dianggap lebih baik daripada berkhotbah lalu
menerima uang. Oleh sebab itu, perlu dipahami bahwa
kewajiban gembala tidak hanya sebatas melayani jemaat
berdasarkan tuntutan yang ada tetapi harus disadari bahwa
melayani adalah kesadaran diri penuh dalam melayani Tuhan.
Ada anggapan juga bahwa Paulus sendiri adalah
pelayan paruh waktu karena ia juga seorang pembuat tenda. Itu
tidak benar. Paulus menjadi pembuat tenda karena dia tidak
mungkin mendapatkan subsidi untuk seluruh biaya
pelayanannya dan hidup dari gereja induknya. Gereja di
Yerusalem terlalu sederhana “miskin”, karena sering dianiaya
212
luar biasa, sehingga tidak mungkin mempunyai biaya hidup
yang cukup, hal ini mengakibatkan Paulus harus mencari
nafkah sendiri. Tetapi kita perlu menyadari bahwa fokus utama
Paulus dalam melayani adalah mencari jiwa-jiwa, sekalipun
Rasul ini bekerja dan menjual tenda, ini yang membedakan
kita dengan hamba Tuhan ini. Memang betul kita melayani dan
bekerja, namun satupun jiwa belum bisa kita bawa kepada
Tuha. Jangankan orang lain yang bisa kita Injili sahabat kita
sendiri atau satu tempat kerja di kantor pun belum bisa di Injili.
Prinsipnya adalah hidup untuk melayani. Saya
mencukupkan hidup supaya bisa menyambung kehidupan
untuk bisa terus melayani. Tujuan Paulus bukanlah untuk
menjadi pelayan paruh waktu (part-timer), tetapi justru untuk
menjadi pelayan penuh waktu (full-timer). Dengan demikian ia
ingin seluruh pelayanannya bisa memuliakan Allah dan benar
di mata Tuhan. Ini namanya pelayanan “sepenuh hati” (full-
hearted). Yang melayani sepenuh hati lebih baik daripada yang
sepenuh waktu. Orang yang penuh waktu tapi bercabang hati,
celakalah dia. Maka, setelah sepenuh hati baru menjadi
sepenuh waktu. Kesadaran bahwa menjadi hamba Tuhan itu
susah dan berkewajiban berat (Flp. 2:13). Engkau harus rela
menerima aniaya, rela menempuh kesulitan-kesulitan yang
sulit ditanggung secara manusia.
Karena itu, gembala harus berusaha mengutamakan
kewajiban daripada banyak menuntut haknya. Artinya bahwa
melalui kewajiban itu kita bisa berbuat baik dan melakukannya
di tengah keluarga, di tengah masyarakat dan di tengah
kehidupan berbangsa. Jangan tanyakan perbuatan baik yang
dapat dilakukan, tetapi lakukan saja berbuat baik, berbagi
kasih, menjalankan keadilan, menyatakan kesucian hidup
213
secara pribadi setiap hari. Kewajiban berbuat baik untuk
menolong sesama tanpa diskriminasi apapun, membantu orang
miskin dan orang yang lemah secara rohani dan intelektual,
membantu pemerintah dalam menjalankan kewajibannya,
membantu para rohaniawan dalam melaksanakan misi
perdamaian, membantu para politikus dalam menegakkan
keadilan hukum, membantu para dokter dan para medis untuk
menjaga kesehatan, dll. Tetaplah berbuat baik kepada sesama
dalam segala keadaan.
3. Memiliki keinginan dan semangat tinggi
Setiap orang menginginkan dirinya menjadi seorang
motivator yang sukses, namun kebanyakan mereka hanya
memiliki sebatas keinginan tanpa usaha yang maksimal.
Kesuksesan tidak akan datang dengan sendirinya dan apakah
kita hanya akan berdiam diri menunggu keajaiban itu tiba?
Tentu tidak! Dalam mencapai dan menuju sukses kita harus
berani mengambil langkah, dengan mengembangkan segala
kemampuan kita, apapun profesi kita yang terpenting adalah
niat dan keinginan yang tinggi untuk selalu berusaha mencapai
impian menjadi seorang yang luar biasa.
Motivator yang sukses adalah mereka yang selalu
memiliki keinginan tinggi untuk melakukan sesuatu baik itu
dengan dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Artinya
bahwa seorang pemimpin yang visioner adalah seorang
pemimpin yang selalu memiliki keinginan untuk melakukan
peningkatan. Kita sebagai gembala sangat membutuhkan
semangat yang kuat untuk melayani Tuhan. Kita sebagai
hamba Tuhan tidak mungkin hanya mengharapkan mereka
memahami apa yang sedang kita ajarkan kepada mereka, tetepi
214
lebih dari pada itu adalah kemajuan dalam pelayanan secara
signifikan. Karena dalam pelayanan seorang gembala atau
pemimpin rohani tidak ada alasan apapun yang bisa
menggagalkan suatu pekerjaan yang didasari oleh keinginan
kuat dan semangat yang tinggi. Firman Tuhan berkata “Orang
yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi
siapa akan memulihkan semangat yang patah (Ams 18:14).
Dalam Perjanjian Lama kita bisa membaca kisah raja Asa
yang melakukan pembaharuan atau reformasi terhadap bangsa
Yehuda yang dipimpinnya. Sebelum ia melakukannya, ia
terlebih dahulu didatangi oleh nabi Azarya bin Oded yang
diberikan mandat oleh Allah untuk menyampaikan pesan
kepada raja Asa. Rangkaian pesan dari Allah pun disampaikan,
dan salah satunya adalah mengenai semangat. “Tetapi kamu
ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada
upah bagi usahamu!” (2 Tawarikh 15:7). Tuhan menjanjikan
upah bagi orang-orang yang memiliki keinginan dan semangat
tinggi. Itu didengar oleh Asa, dan proses reformasi menyeluruh
pun ia lakukan. Alkitab pun kemudian mencatat hasil
signifikan dari usahanya. “Tidak ada perang sampai pada tahun
ketiga puluh lima pemerintahan Asa.” (ay 19).
Jadi keyakinan kitalah yang membawa kita bisa
melakukan segala sesuatu itu. Karena ada hubungan yang erat
antara sikap antusias, gairah dan semangat dengan suasana hati.
Hati yang gembira dipenuhi sukacita akan membuat kita bisa
memandang sisi positif dari segala hal, bahkan dari keadaan
sulit atau penderitaan sekalipun.
Dalam Amsal kita bisa membaca sebuah ayat yang sudah
tidak asing lagi bagi kita mengenai hubungan ini: “Hati yang
gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati
215
mematahkan semangat.” (Ams. 15:13). Itulah sebabnya orang-
orang yang antusias air mukanya biasanya berseri-seri,
matanya berbinar memancarkan semangat, sebuah penampilan
yang tidak terlihat dari orang-orang yang tidak memiliki
semangat hidup. Sikap hati akan sangat menentukan bagaimana
reaksi kita memandang kehidupan. Kembali Salomo berkata:
“Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat
yang patah mengeringkan tulang.” (Amsal 17:22).

F. Hal-hal yang Harus Dilakukan oleh Seorang Gembala


Sebagai Motivator
Apapun yang kita kerjakan dan buat bila kita tidak
memiliki sebuah prinsip dalam mengerjakannya maka mustahil
akan terlaksana dengan baik dan maksimal. Tetapi jika prinsip
itu dilakukan dengan baik maka prinsip itu akan sangat berarti
bila diwujudkan dalam segala aktivitas. Oleh karena itu, ada
beberapa prinsip-prinsip penting yang harus dimiliki oleh
seorang gembala sebagai motivator yang diwujudkan dalam
tindakan yang nyata. Berikut ini adalah langkah-langkah yang
harus dilakukan, yaitu:
1. Mencari tahu apa cita-cita mereka
Hal seperti ini sering kita mengabaikan namanya
mencarai tahu cita-cita jemaat atau orang-orang yang kita
pimpin. Tidak banyak gembala yang secara sengaja mencari
tahu keinginan-keinginan atau cita-cita jemaat dalam gereja.
Kenyataan ini dipengaruhi oleh sikap gembala yang memahami
pekerjaannya sekeder pelayan firman Tuhan melalui mimbar,
kurang mengutamakan tanggung jawab sebagai pelayan dan
motivator yang sejati. Artinya tidak mau tahu keadaan jemaat,
216
apakah keadaan mereka baik atau tidak. Jika saudara ingin
menjadi gembala yang memiliki kemampuan sebagai motivator
seharusnya mengetahui lebih dulu apa keinginan jemaat
tersebut. Tanyakanlah kepada mereka dengan sungguh-
sungguh, apa cita-cita mereka, keinginan mereka, dan harapan-
harapan mereka masa depan.
Dalam mencari tahu hal ini perlu adanya komunikasi
yang baik dan efektif antara gembala sebagai motivator dan
orang yang di motivasi. Karena komunikasi adalah hal yang
sangat penting untuk membangun sebuah hubungan di antara
satu dengan yang lain. Tuhan menciptakan berbagai-bagai
bahasa supaya setiap suku dan bangsa dapat berkomunikasi
dengan bahasa mereka masing-masing dan dapat bekerjasama
dalam membangun kehidupan mereka di dunia ini. Demikian
halnya kita yang ada di sini, dalam membangun persekutuan
dan pelayanan gereja seharusnya komunikasi merupakan
sarana utama yang harus kita lakukan. Persekutuan
dimaksudkan Allah agar kita dapat saling mendorong dan
bertumbuh dalam kehidupan Kristen. Melalui komunikasi
kitalah bisa mengenal siapa yang kita pimpin dan yang di
dorong.
Oleh karena itu, komunikasi adalah sarana utama kita
untuk bisa memberitahukan maksud, tujuan dan kehendak kita
maupun kehendak Tuhan dalam kehidupan bergereja.
“Seseorang bersukacita karena jawaban yang diberikannya,
dan alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!
(Ams.15:23).
Amsal di atas berkata tentang bagaimana jawaban
perkataan seseorang yang tepat pada waktunya dapat
menyukacitakan orang lain. Tentu saja ada pertanyaan atau
217
pernyataan terlebih dahulu sebelum muncul jawaban dari
seseorang, artinya inilah yang disebut dengan interaksi dalam
berkomunikasi. Tanpa komunikasi hubungan akan terputus dan
lama-kelamaan hilang. Komunikasi yang kurang jelas juga
akan membawa masalah dalam hidup kita. Kesalahpahaman,
salah pengertian, kemarahan dan kehancuran dapat terjadi
karena tidak adanya/kurangnya komunikasi atau komunikasi
yang tidak jelas.227 Di era globalisasi seperti sekarang ini,
komunikasi merupakan faktor terpenting dalam keberhasilan
dan kesuksesan seorang pemimpin. Mungkin seseorang
memiliki skill (ketrampilan) dan knowledge (pengetahuan)
yang kurang, tapi jika ia menguasai komunikasi maka ia akan
sukses dalam segala pekerjaan. Demikian sebaliknya sepandai
apapun dia jika kurang dalam hal berkomunikasi maka ia tidak
akan sesukses.
Oleh karena itu, persekutuan jemaat adalah sarana untuk
belajar berkomunikasi satu dengan yang lain. Seringkali
masalah gereja dan pelayanan terjadi, karena gembala/ pelayan
Tuhan kurangnya komunikasi. Mungkin juga karena orang-
orang yang dipercaya untuk melayani tidak melakukan
komunikasi dengan baik, sehingga banyak konflik dan
kesalahpahaman terjadi. Jadi, marilah kita belajarlah
membangun komunikasi yang baik. Latihlah dirimu berbicara
dan mengemukakan pendapat serta ide-ide sehingga kita bisa
lancar dalam berbicara dan berkomunikasi dengan mereka.

227
https://pujiantopesta.wordpress.com/2009/11/08/komunikasi-sarana-
membangun-hubungan-yang-benar, di unduh pada hari Rabu, 23 September 2015
218
2. Menjadi sumber motivasi bagi mereka
Menjadi sumber motivasi yang baik bukan hal yang
mudah. Menjadi motivasi yang baik sangat membutuhkan
suatu proses yang cukup melelahkan. Memberikan motivasi
yang baik kepada orang lain sebaiknya kita harus mengenali
sumber motivasi itu yang ada dalam diri kita. Dengan
mengenali apa yang menjadi sumber motivasi, maka kita akan
mampu membangkitkan motivasi orang lain, khususnya saat
orang lain tengah mengalami suatu prolem. Adapun sumber-
sumber motivasi pada diri kita adalah:
a. Tuhan.
Tuhan merupakan sumber motivasi dari luar diri dan
merupakan sumber motivasi yang paling tinggi dalam diri kita
dan biasanya sumber motivasi dari Tuhan, memiliki kekuatan
yang besar dan sangat luar biasa. Tuhan adalah sumber
motivasi yang tidak akan habis, jika kita selalu menjalin
hubungan dan melaksanakan apa yang Dia inginkan.
b. Diri sendiri.
Diri sendiri adalah salah satu sumber motivasi yang
memberi suatu keputusan dalam mencapai sesuatu yang kita
inginkan dan itu berada di tangan kita. Di dalam diri manusia,
tinggal kekuatan yang sedang tidur, kekuatan yang dapat
mencengangkan orang yang memilikinya, yang tidak pernah
dia impikan bahwa selama ini dia ternyata memilikinya.
c. Orang bijak
Seperti guru, orang tua atau rohaniawan dan orang
sukses, yang selalu memberi motivasi dan membangun pada
diri kita. Bergaul dengan orang bijak, akan membuat kita
semakin bijak. Bergaul dengan orang sukses, akan membuat
219
kita sukses, karena kita bisa belajar kepada diri mereka. Jika
kita ingin menjadi pemimpin, bergaulah dengan pemimpin.
d. Membaca buku
Buku adalah salah satu sumber motivasi yang sering
diabaikan banyak orang pada umumnya. Sebab, membaca buku
bagi mereka yang kurang minat adalah hal yang membosankan,
karena membaca buku akan menyita banyak waktu untuk
memahami, menganalisis, meringkas dan menyimpulkan.
Membaca buku sebenarnya tidak merugikan kita tetapi
membawa keuntungan bagi kita kelak. Sebab, banyak buku-
buku motivasi yang sangat bagus dan di tulis oleh orang-orang
yang ahli. Semakin banyak membaca buku maka semakin
banyak pula ide, gagasan dan pengetahuan yang baru, yang
dapat membuat kita termotivasi untuk menjadi lebih baik.
Buku merupakan sumber berbagai informasi yang dapat
membuka wawasan kita tentang berbagai hal seperti ilmu
pengetahuan, ekonomi, sosial, budaya, politik, maupun aspek-
aspek kehidupan lainnya. Selain itu, dengan membaca buku,
dapat membantu mengubah masa depan, serta dapat menambah
kecerdasan akal dan pikiran kita.
Tanpa kita sadari, manfaat membaca buku dapat
memberikan banyak inspirasi bagi kita. Namun sayangnya
kegiatan membaca buku akhir-akhir ini telah banyak diabaikan
berbagai kalangan dengan alasan kesibukan, maupun karena
adanya media yang lebih praktis untuk mendapatkan informasi
seperti televisi, radio, maupun media internet.
Berikut ini beberapa manfaat membaca buku yang bisa
kita dapatkan selain mempercerdas otak: pertama, dapat
menstimulasi mental; kedua, dapat mengurangi stress; ketiga,
menambah wawasan dan pengetahuan; keempat, dapat
220
menambah kosakata; kelima, dapat meningkatkan kualitas
memori; keenam, melatih ketrampilan untuk berfikir dan
menganalisa; ketujuh, dapat meningkatkan fokus dan
konsentrasi; kedelapan, melatih untuk dapat menulis dengan
baik; kesembilan, dapat memperluas pemikiran seseorang;
kesepuluh, dapat meningkatkan hubungan sosial; kesebelas,
dapat membantu mencegah penurunan fungsi kognitif;
keduabelas, dapat meningkatkan empati seseorang;
ketigabelas, dapat mendorong tujuan hidup seseorang.
3. Menjadi pendorong bagi mereka untuk berharap terus di
dalam Tuhan
Selain kita mencari tahu apa keinginan dan sekaligus
menjadi sumber motivasi mereka, tetapi kita juga harus
menjadi pendorong bagi mereka untuk tetap berjuang dalam
Tuhan. “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya.
Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita
menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup,
Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya”. 1
Tim. 4:9-10.
Konsep pengharapan di dalam Perjanjian Baru berakar di
dalam Perjanjian Lama; di mana pengharapan orang-orang
Kristen termasuk mempercayai Allah, sabar menunggu dan
setia di dalam masa yang akan datang yang telah Allah
janjikan. Tetapi situasi orang-orang Kristen yang
berpengharapan secara meyakinkan berbeda dari Perjanjian
Lama.
Pengharapan orang Kristen berpusat pada tindakan
keselamatan eskatologi Allah di dalam Kristus Yesus. Dimensi
eskatologi pengharapan orang-orang Kristen menyediakan
221
bingkai untuk pemikiran Paulus. Kebangkitan Kristus
menandai dimulainya zaman mesianis, kehadiran Roh Kudus
menunjukkan bahwa zaman akhir telah dimulai dan
pengharapan orang Kristen menunggu perwujudan
kesempurnaan Kerajaan Allah pada Parousia.
Di dalam surat-surat Paulus, gereja mengamanatkan
pengharapan masyarakat eskatologi: dasarnya adalah pada
tindakan keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus, kehidupan
di dalam kuat kuasa Roh Kudus dan bergerak menuju
pemenuhan realisasi maksud Allah sendiri.
Kata menaruh pengharapan dalam bahasa Yunani ελπιζω
elpizo. Jenis kata ini : verb (kata kerja) artinya masa depan
(future) ελπιω; aorist ηλπισα; perfek ηλπικα) mengharapkan,
berharap.228 Kata elpizo diungkapkan terutama kepercayaan,
dalam arti merasa diri aman, terlindung, mempunyai kepastian.
Akan tetapi sekaligus juga berarti menantikan, menginginkan.
Dan justru karena hubungan dengan “percaya” itu, elpizo
berarti mengharapkan penuh rasa sabar dan tabah hati. Elpizo
dalam bahasa religius kitab suci ada kesamaan dan ada
perbedaan dalam bahasa profan.
Kesamaannya ialah orangnya berhadapan dengan masa
depan, sedangkan perbedaannya terletak dalam sikap hati orang
yang bersangkutan: dalam bahasa profan, orang yang
“mengharapkan” masa depan itu masih dapat khawatir juga,
sebaliknya dalam kitab suci ia tidak merasa bimbang dan takut
tetapi hatinya mantap karena mempunyai pegangan sehingga

228
www. SABDA.org di unduh pada hari senin tanggal 27 Januari 2014, Pukul: 22:49
Wib
222
dengan penuh kesadaran ia berani menghadapi masa depan.229
Ternyata dalam konteks ini Paulus mendorong Timotius untuk
tetap berharap kepada Tuhan, sekalipun menghadapi banyak
tantangan dan harus menjadi kuat oleh kasih karunia dalam
Kristus Yesus (II Timotius 2:1). Kemudian ia melanjutkan:
Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan
dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya yang
demikian ia berkenan kepada komandannya (II Tim. 2:4).
Kitab Mazmur berkata “Berbahagialah orang, yang menaruh
kepercayaannya pada TUHAN, yang tidak berpaling kepada
orang-orang yang angkuh, atau kepada orang-orang yang telah
menyimpang kepada kebohongan!” Mazmur 40:5. Menaruh
kepercayaan kepada Tuhan merupakan suatu hal yang mudah
dilakukan ketika kita berada dalam keadaan baik-baik saja,
hampir semua kebutuhan tercukupi, dan apapun yang kita
inginkan dapat dicapai dengan mudah. Itulah prinsip Rasul
Paulus ketika dia mendorong Timotius untuk tidak
memusingkan diri dengan hal-hal dunia tetapi yang lebih
penting bagi Paulus adalah bagaimana menjadi pribadi yang
berharap dan menyenangkan hati Tuhan.

G. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Oleh Gembala


Sebagai Motivator Untuk Menunjang Pertumbuhan
Jemaat
1. Kepribadian dan kerohanian
Kepribadian seorang gembala/ pemimpin sangat
menentukan kemampuannya dalam pelayanan dan penanganan
tugas-tugas yang ada. Sering ditemukan bahwa pemimpin
229
Nico Syukur, Teologi Sistematika 2 “Ekonomi Keselamatan”, (Yogyakarya:
Kanisius), 2004, hlm. 505-506
223
rohani gagal karena kepribadiannya, sehingga tidak dapat
diharapkan lagi oleh jemaat. Kepribadian hamba Tuhan yang
baik itu adalah hidup benar di hadapan Allah dan hidup penuh
oleh iman.
Memang seorang pemimpin gereja yang diharapkan
adalah seseorang yang dapat dikatakan “mampu” dalam
memimpin. Bukan berarti mereka bersikap otokratis, yaitu suka
memerintah dan melakukan segalanya sesuai keinginannya.230
Tetapi mereka adalah orang yang memusatkan pikirannya pada
tugas, serta mampu berpikir ke depan, mampu merencanakan
sesuatu untuk masa depan yang sesuai dengan visinya Tuhan.
Sebagai hamba Tuhan dan seorang pemimpin, ia harus betul-
betul mengerti dan mengalami pertobatan, menjaga diri agar
tetap dalam kesucian, bertumbuh dalam kerohanian, berusaha
sepenuhnya untuk menjadi sempurna dengan Kristus. Hal ini
akan membawa dampak positif dalam pertumbuhan gereja.
Selain kepribadian, kerohanian juga merupakan prinsip utama
dalam kepemimpinan gembala. Seorang pemimpin yang sehat
rohani sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor:
 Jujur.
 Menjaga kesucian.
 Memiliki pendirian rohani yang teguh.
 Disiplin.
 Keberanian.
 Kerendahan hati.
 Rajin, mau bekerja keras.
 Rela berkorban/menderita.
 Kesabaran
230
Keith W. Hinton, Growing Churches-Singapore Style, (Singapore: OMF, 1985), hlm.
157
224
 Memperhatikan.
 Berhikmat.
 Penuh dengan roh kudus.
2. Kewibawaan sebagai gembala/ pemimpin Kristen
Wibawa kepemimpinan berdasarkan karakter yang baik.
Dalam I Tim 4:12, Paulus menasihati Timotius, “Jangan
seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda.”
Paulus menasihati demikian karena Timotius gembala yang
relatif mudadan penakut. Sebaliknya ia harus memenangkan
hormat jemaat dengan cara menjadi teladan atau memiliki
kepribadian/ karakter yang benar, bukan melalui kemampuan
secara intelektual, tetapi lebih pada gaya hidup sebagai pelayan
Tuhan yang selalu menekankan prinsip kebenaran firman
Tuhan (I Tim. 3:1-13).
Keberhasilan seorang pemimpin selain ditentukan oleh
sifat-sifat dan perilaku, juga ditentukan oleh kewibawaannya.
Kewibawaan sebagai salah satu konsep kepemimpinan
menyangkut semua aspek yang berkaitan dengan
kepemimpinan seseorang atau sekelompok orang untuk
mempengaruhi orang lain.
Menurut Stephen P. Robbins, mengungkapkan bahwa
kewibawaan mempunyai peranan penting sebagai daya dorong
bagi setiap pemimpin, sebab dalam mempengaruhi,
menggerakkan, dan mengubah perilaku bawahan kearah tujuan
yang dicapai, di samping berbagai teknik kepemimpinan
diperlukan pula adanya daya dorong tertentu yang disebut
kewibawaan.
Dalam mendorong pertumbuhan gereja, diperlukan
tenaga yang memiliki jiwa yang meneladani Kristus, mau
225
berkorban, memikul salib, dan menjadi saluran berkat bagi
orang lain. Hal tersebut sangat mempengaruhi pertumbuhan
gereja. Menurut Keith W. Hinton kewibawaan adalah
berkenaan dengan seorang pemimpin berpikir jauh ke depan,
dan dapat merencanakan segala sesuatu dengan cermat.231
Setiap gereja yang dinamis dan bertumbuh, faktor utama yang
mempengaruhi adalah peranan gembala sidangnya.
Kemampuan dalam diri seorang pemimpin adalah penting, oleh
sebab itu pemimpin harus terus mengembangkan
kemampuannya.232 Maka pemimpin gereja yang bertumbuh
adalah:233
a. Seseorang yang mempunyai ketaatan teguh. Mereka
mengakui secara mutlak ketuhanan Yesus Kristus.
b. Seseorang yang menetapkan sasaran dengan jelas
c. Seseorang yang mempunyai pengamatan yang tajam.
Amsal 18:13
d. Seseorang yang mempunyai ketegasan dalam
mengevaluasi hasil.
e. Seseorang yang optimis dan beriman
3. Peranan gembala sebagai pemimpin dalam gereja
Dalam Perjanjian Baru kepemimpinan gereja lebih
bersifat kolektif, di mana para tua-tua yang memimpin gereja,
memimpin di bawah pimpinan Roh Tuhan. Satu orang tidak
memiliki tanggung jawab untuk melakukan semua pekerjaan di
gereja.234 Para penatua yang dimaksud adalah sebuah
kelompok, dengan memakai kata bentuk jamak (Titus 1:5; Yak.

231
Hinton, Growing Churches 157-158.
232
Wagner, Leading Your Church, hlm. 29-30
233
Ibid, Wagner, hlm. 31

226
5:14). Mereka bersama-sama menggembalakan jemaat.
Perjanjian Baru memperlihatkan sebuah kepemimpinan yang
jamak untuk melaksanakan tugas penggembalaan.
Di dalam setiap kepenatuan lokal, Alkitab menunjuk
pada satu penatua yang memiliki jabatan sebagai penilik umum
dan yang diakui sebagai orang yang ditetapkan oleh Allah
untuk menjadi penatua yang memimpin jemaat atau disebut
sebagai gembala senior dari gereja lokal tersebut. (Kis.14:14,
21-23; 15:6, 22; 21:17-18, 20:28-31). Di dalam Perjanjian
Baru, gereja digembalakan oleh Rasul Yakobus dan para
penatua, Barnabas, Paulus dan para penatua, Timotius dan para
penatua, Petrus dan para penatua.235 Peran gembala sebagai
motivator tidak terlepas dari suatu pergerakan dalam gereja
dan gembala bertanggung jawab dalam menggembalakan
jemaat Tuhan (1 Ptr. 5:3). Ini berarti memperhatikan
kesejahteraan rohani jemaat agar mereka dapat hidup dalam
ketaatan kepada kehendak Allah. Keadaan zaman ini
memungkinkan banyak orang meninggalkan Tuhan “tersesat”,
karena aktifitas dunia saat ini adalah mengajak untuk
bersenang-senang tanpa memikirkan apa akibat dari pada
kesenangan itu. Dengan kata lain adalah dunia hanya
menjerumuskan kepada hal-hal semata, sehingga manusia
sudah mulai lupa tugas utamanya. Dan tidak sedikit pula
diantara kita yang sudah mulai teropsesi dengan gaya-gaya
dunia bahkan hampir tidak bisa di bedakan mana orang yang
sudah “percaya pada Yesus dan mana yang belum “percaya
kepada Yesus”.

235
Frank Damazo, Kunci-kunci Efektif Kepemimpinan yang Sukses, (Jakarta: Harvest
Publication House, 1996), hlm. 3
227
Oleh karena itu, jemaat Tuhan harus dibina sampai
mengerti dan memahami makna pengorbanan Yesus di kayu
Salib itu, bukan hanya mengerti dan memahami makna
pengorbanan Tuhan Yesus, tetapi dia harus bisa
menerapkannya dalam hidupnya sehari-hari sekalipun dunia
saat ini sedang berlomba-lomba untuk mengalihkan perhatian
kita pada kesenangan-kesenangan itu, namun karena kita ada
dalam persekutuan yang benar bersama Tuhan Yesus maka
mustahil kita tergoda dengan hal-hal seperti itu. Itulah
sebabnya tugas gembala sebagai motivator harus menguatkan
orang-orang yang lemah iman seperti, keluarga yang dilanda
problema perlu dibimbing mendapatkan kemenangan, dan
masih banyak problema lain yang menuntut peran gembala
dalam menggembalakan jemaat.
Jadi, peranan gembala sebagai pemimpin sekaligus
motivator dalam gereja sangat dibutuhkan, agar gereja dapat
diarahkan kepada tujuan yang benar berdasarkan kebenaran
firman Tuhan.

228
BAB IV
GEMBALA SEBAGAI INSPIRATOR

A. Pengertian Inspirasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat bahasa,
2008) inspirasi adalah kata benda yang berarti ilham.
Pengertian ilham sendiri adalah petunjuk Tuhan yang timbul di
hati, dengan kata lain, sesuatu yang menggerakkan hati untuk
mencipta. “Dalam bahasa latin, kata “inspirasi” berasal dari
dua kata yaitu in dan spiro yang berarti menghembuskan ke
dalam. Dalam bahasa Ibrani kata inspirasi adalah Neshama dan
Nismah yang berarti nafas”.236 Secara epistemologi istilah
“inspirasi/ ilham” berasal dari bahasa latin inspirare. Tetapi
kata ini sebenarnya tidak memberikan arti yang tepat. Kata
Yunaninya, yang dipakai dalam 2 Tim. 3:16 dan Ayub 32:8,
yaitu theopneustos lebih tepat digunakan. Theopneustos adalah
kata majemuk (pneo + theos) yang berarti “dihembuskan (oleh)
Allah.” Dalam kata ini jelas terlihat adanya penekanan pada

236
Awam,K, Alkitab yang Diinspirasikan, Retrieved from
http://www.artikel.sabda.org/alkitab_yang_di_inspirasikan_the_inspiration_of_the_bible,
2005
229
faktor Allah dalam pekerjaan penulisan tersebut”.237 Jadi, dari
pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa “inspirasi
merupakan bisikan hati atau pikiran yang timbul dari hati yang
bisa juga merupakan petunjuk dari Tuhan, yang menggerakkan
hati untuk menciptakan karya/ berkarya; atau menghasilkan
karya baru, ataupun melakukan suatu hal. Dengan kata lain,
orang yang memiliki motivasi diri yang tinggi atau sering kita
sebut kreatif yang senantiasa keluar dengan macam-macam
inspirasi yang terkadang tak terpikir oleh manusia pada
umumnya. Ada pula yang mendapat ilham melalui mimpi dan
ada pula yang idenya muncul jika mendapat tekanan psikis,
seperti yang diuraikan oleh Anthony Dio Martin, bahwa ada
empat tipe seseorang dalam menghadapi berbagai tekanan
sebagai sumber inspirasi atau sebaliknya238:
1. Tipe kayu rapuh.
Tipe orang yang satu ini, merupakan tipe yang mudah
patah arang setiap kali berhadapan dengan tekanan walau
sekecil apapun. Walau dalam keseharian terlihat baik-baik saja,
tapi sesungguhnya mereka rapuh sekali di dalam hati. Mereka
adalah orang yang gampang sekali mengeluh pada saat
kesulitan terjadi. Mereka akan langsung mengeluh, merasa
putus asa, menangis, minta dikasihani atau minta bantuan.
2. Tipe lempeng besi.
Tipe yang berikut ini adalah orang-orang yang dalam
menghadapi tekanan, pada awalnya mereka dapat bertahan
melewatinya. Namun seperti besi, ketika situasi menekan itu
semakin besar dan kompleks, ia mulai bengkok dan tidak

237
Buffet, Y. O, Pembimbing ke dalam Teologia Sistematika.(Surakarta: Yayasan
Lembaga SABDA Alkitab. Retrieved from, 2010), hlm. 2
238
Anthony Dio Martin, http://www.termotivasi.com/2008/06/manusia-dalam-
menghadapi-tekanan-hidup.html, di Unduh Pada hari Senin, 2 November 2015. Pukul 19:43
Wib
230
stabil. Demikian juga orang-orang tipe ini. Mereka mampu
menghadapi tekanan, tetapi tidak dalam kondisi berlarut-larut.
Bertambah sedikit saja tekanan, dapat membuat mereka
menyerah dan putus asa. Untungnya, mereka terkadang masih
mau mencoba bertahan sebelum akhirnya menyerah. Walau
tipe lempeng besi terkesan belum terlatih, bila mereka
berusaha, mereka akan mampu membangun kesuksesan dalam
hidupnya.
3. Tipe kapas.
Seperti kapas, orang-orang yang termasuk dalam tipe ini
cukup lentur dalam menghadapi tekanan. Bila tekanan datang,
mereka mampu fleksibel seperti kapas yang bila ditekan akan
mengikuti tekanan yang didapatkannya tersebut. Dan setelah
tekanan berlalu, dengan cepat ia bisa kembali ke keadaan
semula. Begitu pula orang tipe ini, mereka bisa segera
melupakan masa lalu dan mulai kembali ke titik awal untuk
memulai lagi.
4. Tipe manusia bola pingpong.
Di antara keempat tipe yang ada, inilah yang paling ideal
dan terhebat. Jangan sekali-kali menyuguhkan tekanan pada
orang-orang ini, karena tekanan justru akan membuat mereka
bekerja lebih giat, lebih termotivasi, dan lebih kreatif. Coba
perhatikan bola pingpong. Saat ditekan, ia justru memantul
lebih kuat”.
Dari penjelasan dan uraian di atas, saya berkeyakinan
bahwa melalui pengalaman pribadi seseorang dapat memberi
inspirasi bagi dirinya dan orang lain sebagai motivasi dalam
mengerjakan sesuatu, dengan adanya inspirasi maka muncullah
namanya ide-ide atau gagasan baru, seperti ketika seseorang
terinspirasi untuk menulis, membuat lagu, puisi; atau seseorang
terinspirasi untuk membuat acara yang bermanfaat atau berbuat
baik pada sesama; atau seseorang terinspirasi untuk bekerja
lebih giat, bersemangat, atau seseorang terinspirasi untuk
231
membuat karya seni. Orang yang brilian adalah orang yang
memiliki ide-ide dan pemikiran yang mendorong orang-orang
untuk melakukan tindakn yang mengubah dunia dan kehidupan
orang lain.239Artinya bahwa melalui inspirasi ini dapat
mendorong kita untuk menghasilkan karya, khususnya karya
dalam berbuat lebih baik dalam hidup ini. Dorongan inspirasi
itu seperti sebuah spirit, dan bisa saja berasal dari ‘keindahan
hidup’ maupun dari ‘masalah hidup’.
Inspirasi itu akan ada dimanapun dan dalam bentuk
apapun. Apa yang datang dan pergi dalam hidup manusia itu
bisa menggemakan irama ‘tentang inspirasi’. Semua sudut hal
di dunia ini juga bisa membisikan sejuta hal baru yang
menginspirasi. Setiap orang bisa mendapat inspirasi kapan dan
dimanapun. Seperti yang sudah di jabarkan sebelumnya bahwa
dalam tekanan apapun manusia bisa mendapatkan inspirasi.

B. Pengertian Gembala Sebagai Inspirator


Pada bagian sebelumnya kita telah ketahui bersama
bahwa inspirasi merupakan bisikan hati atau pikiran yang
timbul dari hati yang bisa juga merupakan petunjuk dari Tuhan,
yang menggerakkan hati untuk menciptakan karya/ berkarya.
Dari penjelasan tersebut kita dapat merumuskannya bersama
bahwa gembala sebagai inspirator harus dapat memberikan
inspirasi atau petunjuk yang baik dalam pertumbuhan jemaat
secara rohani.
Gembala harus memberikan petunjuk yang sejelas-
jelasnya melalui pemberitaan firman Allah supaya jemaat

239
Johny The, Kisah Inspirasional Untuk Menumbuhkan Benih Keunggulan,
(Yogyakarta: Andi Offset, 2010), hlm. 73
232
memiliki konsep yang benar dalam membangun hubungan
pribadi yang benar dengan Tuhan, sehingga hal tersebut dapat
melahirkan sebuah inspirasi dalam diri orang percaya untuk
terus belajar dan mencari hadirat Tuhan. Maka dari itu kita
sebagai gembala harus memiliki kepribadian baik secara iman,
moral dan martabat agar orang yang kita layani dalam gereja
tersebut dapat menginspirasi hidup mereka melalui gaya hidup
kita sebagai pelayan Tuhan.
Selain dari itu juga, gembala sidang harus berkomitmen
menjadi Imitator of God, akan memancarkan hidup Kristus.
Ketika jemaat melihat hidup sang gembalanya, mereka
belajar bagaimana seharusnya menjalani dan menghargai
hidup ini. Gembala harus menjadi inspirator bagi seluruh
warga jemaat, karena melalui gaya hidup benar gembala secara
otomatis jemaat terinspirasi dalam menyingkapi setiap
persoalan yang ada disekitarnya, sehingga jemaat tetap
konsisten dengan apa yang dia rasakan dan percayai.
Gembala yang menginspirasi jemaat adalah gembala
yang memiliki integritas dan dedikasi tinggi dalam
pengabdiannya melayani Tuhan dan jemaat. Selain itu juga
mempunyai visi yang jelas dalam hidupnya, yang ditujukkan
dalam setiap keputusan, tindakan dan perbuatannya. Jemaat
dapat melihat, merasakan dan mengalami bagaimana gembala
melayani dengan rasa hormat dan penuh penghargaan
terhadap jemaatnya. Artinya melayani berarti memberi, berarti
berkorban, atau mementingkan kepentingan orang lain yang
dipimpin lebih dahulu daripada kepentingan diri sendiri

233
sebagai pemimpi.240 Yang menjadi pertanyaan kepada kita
semua sebagai pemimpin adalah sudahkah jemaat kita
terinspirasi dengan pelayanan atau kepemimpinan kita saat ini
untuk melakukan hal-hal besar dan bermakna dalam hidupnya,
karena mereka melihat komitmen dan dedikasi kita? Tuhan
Yesus adalah sumber inspirasi hidup yang terbesar dan
teragung dalam melayani, seperti yang diungkapkan oleh
Tuhan Yesus dalam Injil Markus berkaitan dengan komitmen-
Nya dalam melayani, Dia berkata “Karena Anak Manusia juga
datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak
orang” (Markus 10:45).
Kasih yang di miliki oleh Tuhan Yesus adalah kasih yang
sungguh tiada taranya. Kasih yang tidak mempertahankan
harga diri dan kenyamanan emosi-Nya. Kasih yang rela
mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan yang
lebih besar. Dengan rendah hati melayani, mendorong dan
menginspirasi para murid-murid-Nya untuk mau berubah
dan menerima pengampunan Tuhan. Memancarkan cinta
kasih yang sempurna, kasih yang mau berkorban dan
menyerahkan diri bagi yang dikasihi-Nya. Tuhan Yesus telah
menjadi inspirasi bagi orang berdosa untuk bertobat dan
kembali kepada Bapa. Orang berdosa yang disisihkan oleh
masyarakat pada zaman itu, mereka yang terbuang dan terluka,
datang kepada-Ny untuk menerima pengampunan-Nya.
(Yohanes 4:10-14). Jadi, menjadi gembala sebagai inspirasi
bagi jemaat harus rela menjadi sama dengan orang yang kita
layani. Karena setiap orang yang kita layani sangat berharga di
240
Willy S. Jonathan, Lead By Heart-Kepemimpinan Andal yang menggunakan Hati,
(Yogyakarta: Andi Offset, 2013), hlm. 73
234
hadapan Tuhan, gembala dengan rela meninggalkan hal-hal
yang ‘nikmat’ yang ditawarkan oleh dunia ini. Mencintai
jemaat dan melayani mereka sebagai berkat yang indah dari
Tuhan, dan bukan beban atau kewajiban yang melelahkan.
Sehingga orang-orang yang kita layani dapat merasakan
sukacita yang sejati, dari gembalanya, yang terpancar melalui
senyum dan sorot pandangan mata yang penuh kasih
dan penerimaan yang tulus. Melalui pengalaman ini, jemaat
dapat meyakini bahwa gembala benar-benar menjadi inspirasi
hidup bagi mereka melalui pengajarannya dan gaya hidupnya
sehari-hari.
Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas maka
saya akan menguraikan beberapa kekuatan yang harus di miliki
oleh gembala sebagai sumber inspirator:
1. Kekuatan Impian (The Power of Dreams)
Gembala sebagai inspirator harus memiliki impian atau
tujuan untuk mempero leh hal-hal terbaik dalam kehidupan ini,
setiap kita harus memiliki impian dan tujuan hidup yang jelas.
Menurut Budi Abdipatra bahwa “menentukan tujuan hidup
adalah seperti memenangkan setengah pertempuran, karena
tujuan sangat menentukan keberhasilan seorang pemimpin.241
Setiap kita harus berani memimpikan hal-hal terindah dan
terbaik yang kita inginkan bagi kehidupan kita dan kehidupan
orang-orang yang kita cintai. Tanpa impian, kehidupan kita
akan berjalan tanpa arah dan akhirnya kita tidak menyadari dan
tidak mampu mengendalikan ke mana sesungguhnya

241
Budi Abdipatra, Leadership Plus, (Yogyakarta: Andi Offset, 2008), hlm. 1
235
kehidupan kita akan menuju. Artinya bahwa “tujuan harus
menjadi sasaran dan bukan tempat tujuan akhir.242
2. Kekuatan fokus (The Power of Focus)
Salah satu penyebab kenapa banyak orang gagal atau
belum bisa meraih tujuan, yaitu karena mereka tidak
menggunakan kekuatan fokus atau kurang bisa menjaga fokus.
Fokus sangat penting untuk mendapatkan hasil maksimal
dalam mencapai sebuah tujuan. Dengan fokus, kita bisa
menyatukan energi yang berserak dan mengarahkan ke satu
titik sehingga akan menghasilkan energi yang lebih dahsyat
dalam mencapai tujuan. Saat kekuatan fokus bekerja kita akan
sangat memperhatikan hal-hal secara detail dalam upaya
mencapai keberhasilan. Kekuatan fokus ini yang mendorong
kita untuk menghasilkan karya Agung. Sebagai gembala
inspirator harus memiliki daya fokus yang kuat (power) untuk
melihat sesuatu termasuk masa depan, impian, sasaran atau hal-
hal lain seperti kekuatan dan kelemahan dalam diri, peluang di
sekitarnya, sehingga lebih jelas dan mengambil langkah untuk
mencapainya. Seperti sebuah kacamata yang membantu
seorang untuk melihat lebih jelas, kekuatan fokus membantu
kita melihat impian, sasaran, dan kekuatan kita dengan lebih
jelas, sehingga kita tidak ragu-ragu dalam melangkah untuk
mewujudkannya.
3. Kekuatan disiplin diri (The Power of Self Discipline)
Pengulangan adalah kekuatan yang dahsyat untuk
mencapai keunggulan. Kita adalah apa yang kita lakukan
berulang-ulang. Menurut filsuf Aristoteles, keunggulan adalah

242
John Hagee, The Seven Secrets, (Jakarta: Immanuel, 2006), hlm. 8
236
sebuah kebiasaan. Kebiasaan terbangun dari kedisiplinan diri
yang secara konsisten dan terus-menerus melakukan sesuatu
tindakan yang membawa pada puncak prestasi seseorang.
Kebiasaan kita akan menentukan masa depan kita. Sedangkan
menurut Julie Andrews dalam Shelia Ellison and Barbara An
Barnet Ph.D, berpendapat bahwa “Discipline is a form of life
training that, once experienced and when practiced, deve lops
an individual “sability to control themselves”.243 (Disiplin
adalah suatu bentuk latihan kehidupan, suatu pengalaman yang
telah dilalui dan dilakukan, mengembangkan kemampuan
seseorang untuk mawas diri). Oleh karena itu, gembala sebagai
inspirator harus mampu mengembangkan kemampuan tersebut.
Dalam mengembangkan kemampuan tersebut diperlukan
disiplin diri yang kokoh dan mengalahkan diri kita dengan cara
mengendalikannya untuk mencapai impian dan hal-hal terbaik
dalam kehidupan ini.
4. Kekuatan perjuangan (The Power of Survival)
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang
memberi kekuatan kepadaku. Fil. 4:13. Pencobaan-pencobaan
yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak
melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia
tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu.
Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan
ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya. 1 Kor. 10:13.
Kedua ayat ini sangat familier untuk menjadi bahan renungan
bagi kita, ketika kita ada dalam tekanan dan permasalahan.
Karena setiap manusia diberikan kekuatan untuk menghadapi

243
Julie Andrews, "Discipline", dalam Shelia Ellison and Barbara An Barnet Ph.D, 365
Ways to help your Children Grow, Sourcebook, Naperville, Illinois, 1996), hlm: 195
237
kesulitan dan penderitaan. Justru melalui berbagai kesulitan
itulah kita dibentuk menjadi ciptaan Tuhan yang tegar dalam
menghadapi berbagai kesulitan dan kegagalan. Itulah sebabnya
Rasul Yakobus berkata kepada jemaat yang ada di pembuangan
di Babel “Karena itu saudara-saudara, bersabarlah sampai
kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan
hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah
turun hujan musim gugur dan hujan musim semi."
(Yakobus 5:7).
Gembala itu perlu menghibur jemaat ketika ada dalam
tekanan hidup supaya jemaat tetap kuat, tabah dan dapat
bertahan dalam segala situasi yang ada. Karena seringkali
jemaat lupa untuk belajar bagaimana caranya menghadapi
kegagalan dan kesulitan hidup, karena justru kegagalan itu
sendiri merupakan unsur atau modal utama dalam mencapai
keberhasilan atau kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu,
gembala harus kuat dan menjadi sumber inspirasi bagi setiap
orang melalui pengalaman hidup bersama Tuhan.
5. Kekuatan pembelajaran (The Power of Learning)
Proses pembelajaran merupakan salah satu bagian dari
kurikulum dimana seseorang di buat agar dapat menerima
pelajaran yang sesuai dengan tujuannya. Pembelajaran tidak
dapat di lepaskan dari dunia pendidikan. Pendidikan sendiri
bertujuan untuk mengembangkan karakter, moral, ilmu dan
budaya sosial. Semua hal tersebut sangat berpengaruh untuk
kemandirian secara individu maupun secara sosial.
Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang
terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak

238
masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat.244
Salah satu kekuatan manusia adalah kemampuannya untuk
belajar. Dengan belajar kita dapat menghadapi dan
menciptakan perubahan dalam kehidupan kita. Dengan belajar
kita dapat bertumbuh hari demi hari menjadi manusia yang
lebih baik. Itulah sebabnya para gembala-gembala dituntut
harus belajar terus-menerus tentang banyak hal terutama dalam
mempelajari firman Tuhan agar dapat sesuatu yang baru dari
pembelajar tersebut, sehingga dapat memberi inspirasi kepada
orang-orang yang kita layani. Karena belajar itu adalah seumur
hidup. Sehingga dengan senantiasa belajar dalam kehidupan
ini, kita dapat terus meningkatkan taraf kehidupan kita pada
arah yang lebih tinggi.
6. Kekuatan pikiran (The Power of Mind)
Pikiran adalah anugerah Tuhan yang paling besar dan
paling terindah. Dengan memahami cara bekerja dan
mengetahui bagaimana cara mendayagunakan kekuatan
pikiran, kita dapat menciptakan hal-hal terbaik bagi kehidupan
kita. Dengan melatih dan mengembangkan kekuatan pikiran,
selain kecerdasan intelektual dan kecerdasan kreatif kita
meningkat, juga secara bertahap kecerdasan emosional dan
bahkan kecerdasan spiritual kita akan bertumbuh dan
berkembang ke tataran yang lebih tinggi.
Semua dari kita berhak dan memiliki kekuatan untuk
mencapai kehidupan yang berkelimpahan dan memperoleh hal-
hal terbaik dalam kehidupannya. Semuanya ini adalah produk
dari pilihan sadar kita, berdasarkan keyakinan kita, dan bukan

244
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), hlm. 3
239
dari produk kondisi keberadaan kita di masa lalu dan saat ini.
Sebagaimana dikatakan oleh Jack Canfield dalam bukunya The
Power of Focus, bahwa kehidupan tidak terjadi begitu saja
kepada kita. Kehidupan adalah serangkaian pilihan dan
bagaimana kita merespons setiap situasi yang terjadi pada kita.
7. Kekuatan keyakinan/ doa (The Power of Faith)
Manusia adalah makhluk yang lemah bila hanya
mengandalkan diri sendiri. Seringkali kita justru terjerumus
dalam situasi sulit dan tidak bisa kita selesaikan. Hingga pada
batas paling jauh, sehingga pada akhirnya kita tidak bisa
berbuat apa-apa lagi. Di saat itulah kita menyerahkan diri dan
berlindung pada kekuatan yang lebih berkuasa, yaitu Tuhan
Yesus. Salah satu tokoh dalam Alkitab yang membuktikan
kekuatan doa adalah Nabi Elia. “Elia naik ke puncak gunung
Karmel, lalu ia membungkuk ke tanah, dengan mukanya di
antara kedua lututnya. Setelah itu ia berkata kepada bujangnya,
‘Naiklah ke atas, lihatlah ke arah laut.’ Bujang itu naik ke atas,
ia melihat dan berkata, ‘Tidak ada apa-apa.’ Kata Elia,
‘Pergilah sekali lagi.’ Demikianlah sampai tujuh kali. Pada
ketujuh kalinya berkatalah bujang itu, ‘Wah, awan kecil
sebesar telapak tangan timbul dari laut.’ Lalu kata Elia,
‘Pergilah, katakan kepada Ahab: Pasang keretamu dan
turunlah, jangan sampai engkau terhalang oleh hujan.’ Maka
dalam sekejap mata langit menjadi kelam oleh awan badai, lalu
turunlah hujan yang lebat.” 1 Raja-Raja 18:42-45.
Melalui doa bisa mengubah segala-galanya, karena doa
mengacu kepada komunikasi kepada Tuhan. Di samping kata
“doa” dan “berdoa,” kegiatan ini diuraikan sebagai berseru
kepada Allah (Mazm 17:6), berseru kepada nama Tuhan (Kej
240
4:26), berseru dengan nyaring kepada Tuhan (Mazm 3:5),
mengangkat jiwa kepada Tuhan (Mazm 25:1), mencari Tuhan
(Yes 55:6), menghampiri takhta kasih karunia dengan
keberanian (Ibr 4:16), dan mendekati Allah (Ibr 10:22).
Jadi sebagai inspirator, gembala harus dapat
menghidupkan prinsip-prinsip ini agar jemaat belajar,
bagaimana cara membangun hubungan pribadi dengan Tuhan,
sehingga jemaat semakin mantap, semakin naik dan semakin
kuat dalam mengikuti Tuhan sekalipun persoalan selalu ada.

C. Konsep Dasar Pikiran dan Sumber Inspirasi


Gembala
Kita percaya bahwa gembala atau pemimpin Kristen
adalah pemimpin yang dipilih dan ditetapkan oleh Allah.
Berbeda dengan konsep dasar pemikiran pemimpin sekuler.
Menurut Stacy T. Rinehart kepemimpinan rohani dan sekuler
berbeda, perbedaan ini terutama terletak kepada nilai, asumsi
dan prinsip yang melandasinya, bahwa “inti keyakinan kita
mengenai kepemimpinan akan menentukan apakah model
kepemimpinan yang berkuasa atau penghambaan yang paling
lajim.245 Karena gembala sebagai pemimpin rohani adalah
orang yang menyadari adanya beban tugas dan tanggung jawab
terhadap umat Tuhan, sehingga mereka bersedia berkorban,
bahkan menderita demi menjalankan kehendak Allah dalam
pelayanan. Contoh: Nehemia, Rasul Paulus dan Martin Luther.
Ketiga orang ini sangat mengutamakan fungsi, bukan
jabatan, seorang pemimpin rohani harus berfungsi:

245
Stacy T. Rinehart adalah wakil ketua The Navigators, Doktor Teologi dari Trinity-
Evangelical Devinity Scohool,
241
menjalankan tugas pelayanannya dengan rajin dan setia, bukan
mengutamakan pangkat atau jabatan. Fokus dan prioritas
utamanya adalah mengutamakan kerja dan bukan imbalan
(Luk. 17:10). Artinya bahwa “kepemimpinan rohani harus
dibangun berdasarkan apa yang diajarkan “kepemimpinan
pelayan bukanlah cita-cita yang mustahil dalam masa sekarang.
Sebaliknya, prinsip itu seharusnya menjadi landasan batu
penjuru bagi pemikiran kita mengenai kepemimpinan rohani.
Kristus hidup, mengajar dan memberikan contoh kepada kita,
dan ini adalah hal yang sungguh istimewa sebagai orang
percaya.246
Konsep dasar gembala sebagai pemimpin yang
Alkitabiah adalah pelayanan yang penuh kerendahan hati,
seperti yang ditunjukkan Yesus ketika Ia membasuh kaki para
murid-Nya. Yesus memberi teladan tentang pelayanan sejati,
kerendahan hati dan kebesaran sejati (Yoh. 13:12-15, Luk.
22:24-26). Paling tidak ini mencakup tiga konsekuensi, yakni:
melayani dengan kasih dan bukan memerintah dengan otoriter,
Pelayanan yang tidak didasari peninggian tapi perendahan diri
(Fil. 2:511). Yesus adalah teladan kepemimpinan yang
melayani, karena Dia datang untuk melayani dan memberi diri
bagi pelayanan (Mrk. 10:42-45).
Dalam mengemban tugas sebagai gembala maka
diperlukan namanya sumber. Salah satu sumber yang harus
dimiliki oleh gembala adalah inspirasi. Karena melalui
inspirasi Allah bekerja dalam memberi pengetahuan baru bagi
kita untuk mengerjakan sesuatu. Sebagai dasar inspirasi bagi
gembala adalah:
246
Stacy T. Rinehart, Upside Down, Paradoks Kepemimpinan Pelayan, (Jakarta:
Immanuel, 2002), hlm. 28
242
1. Roh Kudus (Holy Spirit)
Roh kudus adalah kuasa Allah yang sedang bekerja,
tenaga aktif-Nya. (Mikha 3:8; Lukas 1:35) Allah mengirimkan
roh-Nya dengan cara menyalurkan tenaga-Nya ke mana saja
untuk melaksanakan kehendak-Nya. Mazmur 104:30; 139:7.
Dalam bahasa Ibrani kata “Roh” (ruakh) juga berarti “angin”
(Maz. 148:8; Yeh 1:4) atau “napas” (Yeh. 37:5).247 Sedangkan
dalam bahasa Yunani kata Roh (Pneuma) juga mencangkup
“angin” dan “napas” (Yoh. 3:8; Why. 11:11). Dalam Perjanjian
Baru yang menceritakan zaman mesianik, Roh Kudus kelihatan
lebih jelas dan Dia menonjol dalam peristiwa yang
berhubungan dengan kelahiran Yesus (Mat. 1:18; Luk. 1:35,
41, 67-68; 2:27). Pada pembaptisan Yesus, ia muncul “seperti
burung merpati” (Mat. 3:16) dan sering disebut dalam
hubungan dengan Misi-Nya (Mat. 4:1; 12:28; Luk. 4:14,18;
Ibr. 9:14).
Dari penjelasan tentang arti Roh Kudus di atas memiliki
kemiripan, yaitu sesuatu yang tidak kelihatan yang bisa
menghasilkan sesuatu yang kelihatan. Demikian juga, roh
Allah, “seperti angin, tidak kelihatan, nonmateri dan penuh
kuasa”. Namun, melalui kuasa Roh Kudus dapat memberi
kemampuan dan inspirasi kepada kita dalam menjalankan
setiap tanggung jawab yang telah dipercayakan oleh Tuhan dan
segala sesuatu untuk kemuliaan Tuhan, seperti yang dijanjikan
oleh Yesus kepada murid-murid-Nya bahwa “Dia akan
mengirimkan Roh Kudus untuk menjadi Penolong, Penghibur
dan Penuntun. “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan
memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia
247
Bruce Milne, Mengenal Kebenaran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hlm.243
243
menyertai kamu selama-lamanya” (Yohanes 14:16). Karena
Roh Kudus mempunyai peran penting dalam hidup kita sebagai
orang percaya maka kita sebagai motivator kebenaran mau
tidak mau kita harus bergantung penuh pada Roh Kudus itu
sendiri. Sebab Roh Kudus memiliki peran penting yang
pertama, dalam memahami kebenaran firman Allah, kedua,
dalam menyaksikan Kasih Allah, ketiga, dalam melayani
sesama dan Tuhan, keempat, dalam menyampaikan firman
Allah.
Prinsip-prinsip ini menjadi dasar penting bagi kita dalam
memahami dan mempelajari kebenaran firman Allah.
Umumnya kita sebagai orang percaya selalu mencari akan
kebenaran firman Allah. Tetapi perlu kita ketahui bersama
bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memahami setiap kata
yang ada dalam firman Tuhan tanpa melibatkan peran Roh
Kudus sebagai pemberi inspirasi dan pencerahan atas
kebenaran itu sendiri, sekalaipun seseorang itu sangat pintar
tapi tanpa Roh Kudus, dari segi penafsiran akan jauh sekali
dari kebenaran yang sesuangguhnya. Salain itu, manusia
belajar banyak dari sesamanya manusia tetapi seseorang tidak
dapat bergantung semata-mata kepada manusia, sebab manusia
telah memiliki guru ilahi yaitu Roh Kudus.248
Hal ini perlu kita sadari bahwa kuasa Roh Kudus
melebihi kemampuan kita sebagai manusia, seperti yang
diungkapkan oleh Reinhard Bonnke bahwa “Roh Kudus adalah
sumber daya luar biasa yang dijanjikan oleh Yesus.249 Oleh
sebab itu, sebagai gembala inspirator harus bergantung penuh

248
J. W. Brill. Dasar Yang Teguh. Bandung: Kalam Hidup, t.th. Hlm 161.
249
Reinhard Bonnke, Holy Spirit Revelation & Revolution, (Yogyakarta: Andi Offset,
2011), hlm. 4
244
kepada kuasa Roh Kudus sebagai guru Ilahi untuk
memberitahukan hal-hal yang belum kita ketahui tentang
rahasia kebenaran itu sendiri. Selain membawa pada
kebenaran, Roh Kudus juga bertujuan untuk, “menginsafkan
dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” (Yohanes 16:7-
11). Penjelasan ini dipertegaskan oleh Dr. Bruno Caporrimo
bahwa “Pekerjaan Roh Kudus adalah berkaitan dengan yang
belum percaya adalah meyakinkan, menginsafkan dan
mempertobatkan.250 Jadi, pekerjaan Roh Kudus dalam hidup
kita sebagai pelayan Tuhan sangat kompleks bila ditinjau dari
berbagai peran dan fungsinya.
2. Alkitab (Bible)
Alkitab merupakan buku yang luar biasa, buku yang
diinspirasikan oleh Allah, buku yang diilhami oleh Allah.
Menurut Derek Prince, kata Yunani yang diterjemahkan disini
dengan diilhamkan secara harafiah “dinafasi oleh Allah” dan
mempunyai hubungan langsung dengan “Roh”, dengan kata
lain Roh Allah yaitu Roh Kudus adalah daya tenaga yang tidak
nampak namun tidak pernah membuat kesalahan, yang
mengendalikan, mengatur serta memimpin semua orang yang
menulis setiap bagian Alkitab.251
Artinya bahwa Alkitab karya yang tidak pudar oleh
waktu, tetap eksis ditengah perubahan dan perkembangan
dunia. Alkitab berisi panduan bagaimana manusia hidup yang
sesungguhnya. Alkitab menjawab persoalan manusia yang
hakiki yaitu dosa. Dalam buku Dogmatikan Masa Kini ditulis,

250
Bruno Caporrimo, Honeymoon With The Holy Spirit, (Yogyakarta: Andi Offset,
2011), hlm. 44
251
Derek Prince, Dasar Iman seri 1, (Jakarta: Yayasan Immanuel, 2008, hlm. 41
245
“Alkitab adalah ciptaan Roh Kudus, artinya: Para penulis telah
digerakkan dan didorong oleh Roh Kudus untuk berbicara atau
menulis.”252 Alkitab adalah penyataan khusus, dimana manusia
dapat mengenal Yesus dengan benar. Allah memperkenalkan
diri-Nya supaya dapat dikenal manusia melalui Alkitab.
Alkitab berbicara tentang Allah dan karya-karya-Nya.
Allah memakai Alkitab untuk menyatakan diri-Nya kepada
manusia. Manusia dapat mengenal karakter Yesus melalui
Alkitab yang mereka pelajari dan melalui Alkitab dapat
mengubah dan memperbaharui kehidupan setiap orang dari
pribadi yang rusak menjadi pribadi yang baik. Bukan hanya
mengubah setiap manusia tetapi Alkitab berfungsi sebagai
inspirasi dalam segala hal. Apapun yang kita lakukan harus
berlandaskan pada Alkitab, karena kita meyakini bahwa
Alkitab memiliki otoritas ilahi yang tidak bisa di temukan
dimanapun.
Ada beberapa bukti bahwa Alkitab memiliki otoritas
sebagai firman Allah yang hidup. Dalam Surat 2 Timotius 3:16
di katakan bahwa:
a. Mengajar
Mengajar dalam bahasa Yunani “διδασκαλια”
(didaskalia) yang secara literal berarti “teaching, instruction,
doctrine, precepts”253 (mengajar, intruksi, doktrin, ajaran).
Alkitab adalah buku yang mengajarkan manusia tentang suatu
kebenaran yang mutlak. Alkitab mengajarkan tentang prinsip-
prinsip kehidupan. Doktrin merupakan sesuatu dasar dalam
kehidupan. Doktrin adalah ajaran-ajaran dalam Alkitab yang

252
G.C Van Niftrik dan B.J Boland, Dogmatika masa kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000), hlm, 390
253
2 Timotius 3:16” CD. ROM. Bibleworks
246
disimpulkan atau dirumuskan oleh gereja secara sistematis
sehingga menjadi ajaran-ajaran dasar yang diajarkan bagi
jemaat. Manton menjelaskan kata doktrin dapat berarti,
“Ajaran pada umumnya, yaitu seluruh iman kristiani (I Tim.
4:14) atau bagian tertentu dari ajaran Kristen…(doktrin
mengenai Allah, manusia, dosa) yakni apa yang diajarkan
dalam Alkitab tentang hal-hal tersebut.”254 Doktrin ajaran
pokok kekristenan yang di jabarkan secara sistematis.
b. Menyatakan kesalahan
Menyatakan kesalahan memakai kata, “ελεγχος”
(elegchos) dalam arti literal “a proof, that by which a thing is
proved or tested, conviction”255 (bukti, yang mana sesuatu
dibuktikan atau diuji, hukuman). Artinya membuktikan sesuatu
dengan sebuah pengujian. Firman Tuhan menyingkapkan
kesalahan, ia sebagai cermin sehingga ketika manusia
bercermin akan melihat dosa-dosanya. Firman Tuhan
menunjukkan kesalahan yang dilakukan oleh pembacanya.
Tidak ada yang tersembunyi di hadapan Tuhan, firman Tuhan
membukakan dan menelanjangi dosa sehingga dosa itu
kelihatan. Ia seperti pedang bermata dua. Firman Tuhan
menyingkapkan dosa tersembunyi. Oleh karena itu, mari kita
jadikan firman Tuhan sebagai filter dalam hidup ini supaya kita
terhindar dari segala godaan dan dosa yang selalu menghampiri
kita setiap waktu. Warren mengatakan, “Membaca Alkitab
setiap hari akan membuat anda tetap berada dalam jangkauan
suara Tuhan”.256 Artinya ketika kita menjadikan firman Tuhan

254
M E. Manton, Kamus Istilah Teologi Inggris-Indonesia (Malang: Gandum Mas,
2000), hlm. 54
255
“2 Timotius 3:16” CD.ROM. Bibleworks
256
Rick Warren. Purpose Driven Life, (Malang: Gandum Mas, 2007), hlm. 208
247
sebagai pedoman hidup kita sehari-hari maka rahasia ilahi itu
akan terus disingkapkan kepada kita hal-hal yang belum kita
ketahui selama ini. Inspirasi ilahi hanya kita temukan di dalam
hubungan pribadi dengan Tuhan melalui pembacaan firman
Tuhan dan doa.
c. Memperbaiki kelakuan
Memperbaiki memakai kata “επανορθωσις”
(epanorthosis) yang memiliki arti restoration to an upright or
right state (perbaikan atau pemulihan ke yang lurus atau bagian
yang benar, correction (pembetulan, koreksi), improvement of
life or character (perbaikan kemajuan hidup atau karakter).257
Manfaat memperbaiki selalu menjadi pelengkap yang
diperlukan setelah kesalahan dinyatakan. Ketika kesalahan
dinyatakan, kita pun tahu apa kesalahan kita, dan melalui
perbaikan, kita pun tahu apa yang harus kita lakukan. Jadi,
Firman Tuhan bermanfaat mengoreksi kelakuan, dengan
mengoreksi mengetahui apakah hidupnya sudah benar atau
tidak dihadapan Tuhan. Ia meluruskan kembali apa yang salah.
Ketika orang percaya sudah mulai menyimpang, firman Tuhan
berkuasa untuk meluruskan kembali jalannya.
Pengertian memperbaiki juga membenahi sehingga lebih
baik dari yang sebelumnya. Firman Tuhan membawa
perubahan kearah yang lebih baik kepada yang
mempelajarinya. Memperbaiki berarti membuat lebih baik,
mengalami kemajuan. Dengan mendalami firman Tuhan maka
firman Tuhan dengan pertolongan Roh Kudus akan mengubah
kehidupan pemimpin secara moral kearah yang lebih baik. Ia
akan mengalami pertumbuhan rohani yang maksimal.

257
257“2 Timotius 3:16” CD. ROM. Bibleworks
248
d. Mendidik dalam kebenaran
Mendidik memakai kata “παιδεια” (paideia) yang
memiliki artis ecara literal “the whole training and education
of children” (pelatihan dan pendidikan anak) “which relates to
the cultivation of mind and morals” (yang mana dihubungkan
dengan pengembangan pikiran dan moral), “instruction which
aims at increasing virtue” (pengajaran dimana mengarahkan
peningkatan kebaikan, “chastisement” (penyucian).258 Dari
pengertian ini memiliki arti menghajar untuk lebih baik. Kata
ini diterjemahkan dengan berbagai kata yang akar katanya
adalah “hajar”.
Jadi, mendidik dalam kebenaran menjadi asas dalam
kehidupan dan bukan hanya diajar tentang kebenaran, tetapi
diajarkan tentang apa yang benar untuk dilakukan untuk
menjadi hidup benar. Firman Tuhan menjadi prinsip dalam
kehidupan dan semua aspek kehidupan. Firman Tuhan menjadi
Pelita (Mzm 119:109). Firman Tuhan menjadi materi yang
dipelajari untuk hidup benar. Firman Allah mendidik tentang
kebenaran, ini memiliki pengertian kebenaran bukan hanya
materi yang dipelajari, tetapi panduan dalam berperilaku.
Panduan dalam memutuskan, panduan dalam hidup benar.
Seseorang harus menjadikan dirinya pribadi mau dididik dalam
kebenaran. Integritas akan dibangun dalam kebenaran, karena
kebenaran itu yang menjadi asas dalam membentuk integritas
pribadi tanpa firman Tuhan tidak akan pernah berjalan dalam
kebenaran dan tidak dapat menjadi orang yang berintegritas.
Dengan kata lain seseorang harus mau dididik dalam prinsip-

258
“2 Timotius 3:16”, CD.ROM, Bibleworks
249
prinsip kebenaran untuk menjadi orang yang berintegritas
sesuai kebenaran itu sendiri.
3. Pengalaman iman (Faith)
Kualitas yang baik harus didukung oleh kesaksian yang
baik. Karena itu, pengalaman iman pun menjadi referensi yang
penting untuk menyaksikan kebaikan Tuhan kepada orang lain.
Pengalaman iman adalah pengalaman yang kita dapat ketika
kita percaya kepada Yesus Kristus. Pengalaman iman ini tidak
terjadi begitu saja, namun disertai dengan hubungan yang baik
dengan Tuhan dan percaya pada karya-karya-Nya yang telah
dinyatakan melalui hidup sehari-sehari. Dan bukan hanya itu
saja, kita belajar dalam berpengalaman dengan iman kepada
Tuhan lewat situasi yang sulitpun menjadi suatu pengalaman
yang amat penting bagi kita untuk menceritakan betapa luar
biasanya Tuhan yang kita percayai Dia sanggup menolongnya.
Kita belajar dari pengalaman iman Abraham, Henok, Daniel,
Sadrak, Mesakh, Abednego, dan Ayub, Daud.
Mereka memiliki pengalaman iman bersama dengan
Tuhan yang dapat memberi inspiratif bagi kita saat ini.
Mereka bukan hanya sekedar mengetahui adanya Tuhan tetapi
mereka mendengar apa yang diperintahkan oleh Tuhan kepada
mereka sehingga mereka menghidupkan apa yang mereka
ketahui dan dengar dari-Nya. Menurut Nico dalam bukunya
pengantar Teologi bahwa iman adalah: Orang yang telah
mendengarkan sabda Allah dan mentaati perintah-Nya harus
tetap setia dalam melaksanakan kehendak Allah. Kesetiaan itu
unsur ketiga dalam paham iman menurut Perjanjian Lama.
Dengan setia, orang beriman harus hidup sesuai dengan

250
tuntunan Allah.259 Oleh sebab itu, seberat apapun persoalan
yang kita hadapi saat ini Dia tetap ada dipihak kita bagaimana
pun kedaan kita, keyakinan kita yang membuat kita tetap kuat
dan bertahan dalam setiap masalah, pergumulan, penderitaan
dan kesulitan hidup lainnya. Namun yakinlah bahwa Allah di
dalam Yesus Kristus telah memberi kita “modal” berupa iman,
talenta, hikmat, nalar, fisik dan yang lainnya agar kita mampu
memenangkan pergumulan itu. Jadi, iman tanpa pengalaman
adalah sebuah kelemahan rohani dan pengalaman tanpa iman,
tak lebih dari sebuah cerita saja.
Dari pengalaman yang kita alami bersama dengan
Tuhan dapat memberi motivasi dalam diri kita dan kepada
orang lain untuk tetap percaya kepada Yesus Kristus. Karena
iman orang Kristen adalah bukanlah sekedar pengetahuan saja,
namun lebih dari pengetahuan yaitu pengalaman bersama
Tuhan yang dibangun melalui doa dan membaca firman Tuhan.
Pengetahuan hanya bersifat pemikiran-pemikiran, konsep-
konsep, ide-ide, dan gagasan-gagasan. Artinya bahwa banyak
orang Kristen yang hanya sekedar tahu ini dan itu. Bahkan
hafal ayat ini dan itu. Tentunya bagus. Namun kurang jika
tanpa masuk dalam pengalaman rohani. Sebab prinsip iman
orang percaya adalah pengalaman rohani bersama Tuhan.
Terasa atau tidak, terlihat atau tidak, spektakuler atau tidak,
pengalaman itu sungguh nyata. Tuhan itu ada. Sorga dan
neraka itu ada. Pengalaman rohani itu sifatnya spiritual namun
juga merembes ke area pengalaman (empiris).

259
Nico Syukur Dister OFM, Pengantar Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 129
251
4. Kerjasama Tim (Team Work)
Sadar atau tidak sadar kita ini adalah makhluk sosial
yang sangat membutuhkan keberadaan orang lain. Bagaimana
pun keadaan kita saat ini, mungkin kita hidup dalam kecukupan
secara materi, memiliki kecerdasan secara intelektual dan juga
memiliki fisik yang cukup kuat. Namun kita harus menyadari
dan mengakui bahwa tanpa orang lain dalam hidup ini
semuanya tidak ada artinya sehebat apapun kita, karena
kehadiran orang lain bisa memberi warna tersendiri yang tidak
bisa dikerjakan oleh materi, jabatan, kekuasaan dan kepintaran
kita.
Kalau kita memperhatikan pelayanan Tuhan Yesus di
dunia ini, kita akan menemukan dalam Kitab Injil Sinoptik,
disana kita akan melihat bagaimana cara Tuhan Yesus dalam
memulai pelayanannya, sebelum Dia memulai pelayanan-Nya
Dia terlebih dahulu mencari teman kerja dalam pelayanan.
Tuhan Yesus memilih kedua belas murid-Nya sebagai bagian
dari tim kerja (Team work). Tuhan Yesus tidak berjalan sendiri
dalam mengerjakan pelayanan yang ada tetapi Dia melibatkan
banyak orang dari latar belakang yang berbeda dan profesi
yang berbeda, orang-orang yang dipilih-Nya adalah orang-
orang yang mau mendengar, bekerja keras, tidak putus asa,
dapat bekerjasama dengan orang lain dan memiliki respon dari
apa yang mereka rasakan dan lihat.
Atas dasar itulah Tuhan Yesus memilih para murid-
murid-Nya untuk terlibat dalam pekerjaan tim pelayanan,
karena di dalam tim pelayanan memiliki beberapa keuntungan.
Pertama, pelayanan dalam sebuah tim memungkinkan
seluruh anggota tim saling menolong, saling mendorong, dan
252
saling mengisi kekurangan. Melalui kerja sama dalam sebuah
tim, setiap anggota tim bisa saling mensukseskan dan saling
melindungi.
Kedua, melayani dalam sebuah tim merupakan sarana
pembelajaran: anggota tim yang lebih yunior belajar dari
anggota tim yang lebih senior. Melayani dalam sebuah tim
merupakan sekolah praktik: setiap anggota tim belajar dengan
melakukan. Bila kita memperhatikan aktivitas Tuhan Yesus
setiap hari sering mengajar banyak orang, tetapi Tuhan Yesus
menyediakan waktu khusus untuk mengajar para murid-murid-
Nya (Mark. 8:9-10).
Ketiga, melayani dalam sebuah tim memungkinkan
setiap orang melayani sesuai dengan karunia yang
dimilikinya.260
Jadi, penjelasan di atas, mendorong para pemimpin
gereja untuk selalu membangun tim pelayanan yang baik agar
setiap pelayanan yang ada bisa sampai pada tujuan yang
diinginkan. Menurut hemat saya dalam membangun tim
pelayanan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Memilik tujuan yang sama.
Jika semua anggota tim mendayung ke arah yang sama,
pasti kapal yang didayung akan lebih cepat sampai kepada
tujuan yang tepat.
b. Memiliki antusiasme yang tinggi.
Pendayung akan mendayung lebih cepat jika mereka
memiliki antusiasme yang tinggi. Antusiasme tinggi bisa
dibangkitkan jika kondisi kerja juga menyenangka.

260
http://gkysydney.org/renungan-gema-2011/melayani-dalam-sebuah-tim.html,
diunduh pada hari rabu, 27 Januari 2016. Pukul: 19.00 Wib
253
c. Memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas.
Jika semua ingin menjadi pemimpin, maka tidak akan
ada yang mendayung. Sebaliknya, jika semua ingin menjadi
pendayung, maka akan terjadi kekacauan karena tidak ada yang
memberi komando untuk kesamaan waktu dan arah
mendayung. Intinya, setiap anggota tim harus mempunyai
peran dan tanggung jawab masing-masing yang jelas.
d. Memiliki komunikasi yang efektif.
Dalam proses meraih tujuan, harus ada komunikasi yang
efektif antaran anggota tim. Strateginya: Jangan berasumsi.
Artinya, jika kita tidak yakin semua anggota tim tahu apa yang
harus menjadi prioritas utama untuk diselesaikan, jangan
berasumsi, tanyakan langsung kepada mereka dan berikan
informasi yang mereka perlukan.
e. Memiliki solusi dalam setiap masalah
Dalam mencapai tujuan mungkin saja ada konflik yang
harus dihadapi. Tetapi konflik ini tidak harus menjadi sumber
kehancuran tim. Sebaliknya, konflik ini yang dapat dikelola
dengan baik bisa dijadikan senjata ampuh untuk melihat satu
masalah dari berbagai aspek yang berbeda sehingga bisa
diperoleh cara baru, inovasi baru, ataupun perubahan yang
memang diperlukan untuk melaju lebih cepat ke arah tujuan.
Jika terjadi konflik, jangan didiamkan ataupun dihindari.
Konflik yang tidak ditangani secara langsung akan menjadi
seperti kanker yang menggerogoti semangat tim. Jadi, konflik
yang ada perlu segera dikendalikan.
f. Mengevaluasi setiap kinerja pelayanan yang ada
Kenneth O. Ganngel menjelaskan bahwa “langkah
evaluasi merupakan suatu ukuran keberhasilan atau kegagalan
dan ukuran tingkat keberhasilan atau kegagalan dalam
254
pencapaian tujuan pendidikan.261 Jadi, tujuan meng evaluasi
ini adalah untuk mendeteksi lebih dini penyimpangan yang
terjadi, sehingga bisa segera diperbaiki. Evaluasi ini bukan
hanya sekadar untuk koreksi, tetapi untuk mencari cara yang
lebih baik dalam mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi dalam setiap kinerja tim pelayanan.

D. Gembala yang Memiliki Kekuatan dan Pengaruh


dalam Pertumbuhan Rohani Jemaat.
Kekuatan dan pengaruh inspirasi gembala akan terlihat
dalam kehidupan keseharian jemaat. Tetapi tidak tertutup
kemungkinan bahwa pasti ada diantara jemaat yang akan
bertindak tidak sesuai dengan firman Tuhan, sebab tingkat
pemahaman dan penerapan dari apa yang mereka dapat tidak
sama. Oleh karena itu, gembala harus memiliki kekuatan dan
pengaruh dalam pemberitaan firman Tuhan melalui kuasa
Tuhan, Pendalaman Alkitab, Khotbah dan pengajaran firman
Tuhan. Karena salah satu indikator penting dalam mencapai
kedewasaan rohani jemaat adalah memiliki tindakan yang
benar sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.
Alkitab berkata “Janganlah engkau lupa memperkatakan
kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam,
supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang
tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu
akan berhasil dan engkau akan beruntung (Yos. 1:8). Allah
menghendaki setiap umat-Nya memiliki tindakan yang benar
berdasarkan firman Tuhan. Sebab tindakan yang benar akan

261
Kenneth O. Ganngel, Membinan Pemimpin Pendidikan Kristen, (Malang: Gandum
Mas, 2001), hlm. 17
255
mengahasilkan tindakan yang benar. Salah satu kekuatan dan
pengaruh gembala dalam pertumbuhan iman jemaat adalah:
1. Jemaat memiliki pertumbuh dalam iman
Iman bukanlah sesuatu yang mati dan statis, tetapi iman
itu harus dinamis kearah yang lebih baik. Iman dibangun
melalui hubungan pribadi dengan Tuhan. Kita tidak akan
bertumbuh kearah yang lebih baik tanpa memiliki kedekatan
dengan Tuhan. Gembala sidang harus memiliki kekuatan dan
pengaruh untuk mendorong jemaat bertumbuh dalam iman
melalui:
a. Doa
Doa merupakan nafas hidup setiap orang percaya. Doa
adalah media bagi manusia untuk bertemu dengan Allah.
Berdoa berarti membuka hati kepada Allah yang maha kasih.262
Menurut Wesley John mengatakan bahwa doa merupakan
pekerjaan yang lebih utama dari pada pekerjaan-pekerjaan
lain.263 Karena doa adalah ekspresi dari hubungan kita dengan
Allah, suatu sarana komunikasi bagi kita untuk berbicara
dengan-Nya. Namun, doa bukan asal ucapan, tetapi doa harus
benar-benar keluar dari hati yang terdalam dan diungkapkan
apa adanya kepada Allah. Ketika kita hidup dalam doa, maka
tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Sebab, Allah senang
dengan orang-orang yang selalu mencari, mengandalkan dan
tunduk pada otoritas Tuhan.

262
Lea Santoso dan jimmy Kuswady, Memulai hidup baru, (Jakarta: Literatur
PERKANTAS, 2006,) hlm 17.
263
Wesley John, Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta: Andi
Offset, 2010), hlm. 61
256
b. Rajin membaca firman Tuhan
Kita hidup di zaman modern yang serba cepat dan instan,
bagi setiap orang hal seperti ini bukan hal yang gampang,
karena kita akan diperhadapakan dengan berbagai macam
problem dan kesulitan hidup. Tantangan demi tantangan selalu
beriringan dengan kehidupan kita sehari-hari, mau tidak mau
kita harus melewatinya karena memang tidak ada pilihan lain
selain kita menjalaninya. Akibat dari gaya hidup modernisasi
ini tidak sedikit anak-anak Tuhan terseret, jatuh dan berbuat
hal-hal yang mestinya tidak perlu dilakukan, tetapi karena
mereka tidak mampu untuk bertahan dalam kondisi itu, sehingg
pada akhirnya anak-anak Tuhan tesebut tidak sedikit memilih
jalan pintas untuk masuk dalam lingkaran iblis dan akhirnya
mereka jatuh dalam pemakaian narkoba, alkohol dan yang
lebih parahnya lagi mereka melakukan hubungan suami istri
sebelum menikah (free sex).
Mengapa hal ini terjadi dikalangan orang percaya? Kita
bisa menduga bahwa mereka tidak hidup dalam kebenaran
firman Tuhan. Gembala sidang harus memiliki kekuatan dan
pengaruh dalam mengarahkan jemaat untuk mencintai firman
Tuhan, agar jemaat Tuhan tetap kuat dalam menghadapi segala
tantangan yang ada. Demikian pula Rasul Paulus memotivasi
Timotius supaya “bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab
Suci” 1 Tim. 4:13. Tujuan Paulus adalah agar Timotius
membentengi diri dari ajaran sesat.
c. Rajin merenungkan firman Tuhan
“Tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan
yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti
pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan
buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa
257
saja yang diperbuatnya berhasil. Maz. 1:2-3; 1 Tim. 4: 15
“Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya
kemajuanmu nyata kepada semua orang.”
Kedua ayat tersebut di atas, mengingatkan kita kembali
bahwa kedekatan kita dengan Tuhan memang sangat penting.
Karena kita hidup dalam situasi dan kondisi yang serba sibuk.
Bahkan kita hanya sedikit memiliki waktu untuk keluarga dan
orang-orang terdekat dengan kita. Nampaknya, pekerjaan telah
banyak menyita waktu kita, sehingga kita menjadi sebuah
“mesin kerja” yang harus menghasilkan uang. Celakanya,
dalam kesibukan tersebut kita seringkali kehilangan waktu
untuk dapat merenungkan firman TUHAN dengan baik.
Lambat laun, kebiasaan ini membuat kita enggan untuk
merenungkannya, bukan karena kita tidak memiliki waktu,
tetapi karena kita tidak terbiasa dan tidak terbeban untuk
melakukannya (alias “mati rasa” terhadap firman TUHAN).
Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kehidupan rohani kita.
Paulus mendorong Timotius untuk tetap setia dalam
merenungkan firman Tuhan, supaya Timotius sendiri dapat
memurnikan hidupnya dari ajaran-ajaran yang bertentangan
dengan Alkitab. William Bridge berpendapat bahwa
merenungkan firman Tuhan meningngkatkan pengetahuan,
daya ingat juga semakin kuat. Hati akan semakin hanyut,
terlepas dari pikiran-pikiran yang tercemar dan jahat, hati akan
siap melakukan kehendak Tuhan, bertumbuh dalam kasih
karunia Tuhan. Kehidupan akan semakin berarti, tahu

258
bagaimana mengisi waktu luang, menggunakannya untuk
bergaul akrab dengan Tuhan.264
Dengan mendisiplinkan diri untuk merenungkan firman
Tuhan dan setia pada ajaran yang sehat, maka pertumbuhan
iman menjadi nyata. Jika kita memisahkan kehidupan iman
kita dari merenungkan firman Tuhan, maka kita tidak akan
memiliki kekuatan iman untuk menghadapi ajaran sesat dan
tantangan kehidupan masa kini.
2. Bertumbuh dalam pengenanal akan Allah
Bertumbuh dalam pengenalan akan Allah berarti
mereka menyadari bahwa Dia yang memberi hidup ini. “Inilah
kehidupan kekal: yaitu supaya orang mengenali Engkau, satu-
satunya Allah yang benar, dan Yesus Kristus yang telah
Engkau utuskan.” (Yoh. 17:3). “Yesus menjawab, ‘Hendaklah
engkau mengasihi Allah Tuhanmu dengan segenap hatimu, dan
dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap pikiranmu.’
Inilah perintah yang terutama dan yang terpenting!” (Matius
22:37,38). Apabila kasih terhadap Tuhan bertumbuh, kita akan
mentaati perintah-perintah-Nya. Yesus berkata “Barangsiapa
menerima dan menurut perintah-perintah-Ku, orang itulah yang
mengasihi Aku. Bapa-Ku akan mengasihi orang yang
mengasihi Aku, dan Aku pun akan mengasihinya dan
menyatakan diri-Ku kepada-Nya.” (Yohanes 14:21).
Jadi, untuk kita bertumbuh dalam pengenalan akan Allah
maka perlu kita memiliki beberapa prinsip yang mendasar,
yaitu:

264
William Bridge, The works of The Reveren William Bridge, (Beaver Falls, A. Soli Deo
Gloria, 1989), hlm. 135
259
1. Kita berkomunikasi dengan Allah melalui Alkitab
2. Kita berkomunikasi dengan Allah melalui doa
3. Kita berkomunikasi dengan Allah melalui persekutuan
dengan sesama orang percaya
4. Kitaberkomunikasi dengan Allah melalui kesaksian
kepada orang lain yang belum mengenal Allah.
Selain prinsip-prinsip yang mendasar di atas, J.I Packer
juga menambahkan beberapa hal tentang pengenal akan Allah
bahwa:
1. Orang-orang yang mengenal Allah memiliki energi yang
besar untuk-Nya.
2. Orang-orang yang mengenal Allah memiliki pemikiran-
pemikiran besar tentang Allah.
3. Orang-orang yang mengenal Allah menunjukkan
keberanian yang besar bagi Allah.
4. Orang-orang yang mengenal Allah memiliki kepuasan
yang besar di dalam Allah.265
Dari beberapa prinsip-prinsip yang sudah di uraikan di
atas, mendorong setiap kita untuk lebih giat dan mengenal
Allah yang benar berdasarkan kebenaran Alkitab. Jadi, dalam
konteks ini gembala sebagai pendorong bagi jemaat agar
jemaat memiliki keinginan kuat untuk mengenal Allah yang
benar melalui gaya hidup sehari-sehari. Sebab, menjadi
seorang Kristen bukanlah pengalaman yang tanpa otak, tetapi
mencakup pula hikmat dan pengertian. Menjadi seorang
Kristen berarti sebuah hubungan yang begitu intim dengan
Allah.

265
J.I Packer, Knowing God, (Yogyakarta: Andi Offset, 2008), hlm. 17-22
260
E. Dampak Inspirasi Gembala terhadap Pertumbuhan
Iman Jemaat, dan Dampak Iman Jemaat itu Kepada
Lingkungan
1. Dampak inspirasi gembala terhadap pertumbuhan iman
jemaat.
a. Taat dalam mempelajari Alkitab
Dampak pengajaran yang inspiratif dari gembala,
jemaat menjadi bertumbuh dalam mempelajari Alkitab. Sebab,
di dalam Alkitab menceritakan peristiwa-peristiwa yang
berhubungan erat dengan manusia dan tempat tertentu.
Sebagian besar ajarannya berdasarkan pengalaman pribadi atau
sejarah bangsa.266 Selain penjelas dari David L. Baker tentang
Alkitab maka Joseph P. Free, mendifinisikan Alkitab adalah
buku sejarah, dan kebenaran-keberan agung tentang kristenan
didasarkan pada fakta-fakta sejarah yang diungkapkan dalam
Alkitab. Jika fakta tentang kelahiran dari anak Perawan, fakta
tentang Penyaliban, dan fakta tentang Kebangkitan diabaikan,
berarti iman kita tidak memiliki arti apa-apa.267 Jadi Alkitab
berbeda dengan buku dogma, yang mengutarakan teologi
dengan dalil-dalilnya.268
Dari penjelasan para tokoh-tokoh di atas, saya
berpendapat bahwa Alkitab adalah firman Allah yang
berotoritas sepanjang hidup orang percaya. Itu sebabnya orang
percaya perlu membaca Alkitab, merenungkannya, serta
menaatinya dalam hidup sehari-hari. Membaca Alkitab sangat

266
David L. Baker & John J. Bimson, Mari Mengenal Arkeologi Alkitab, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2011), hlm. 17
267
Joseph P. Free, Arkeologi dan Sejarah Alkitab, (Malang: Gandum Mas, 2001), hlm.
14
268
David L. Baker & John J. Bimson. Ibid, hlm. 17
261
penting untuk membangun kerohanian dan pengajaran
kekristenan kita (1Tim.4:13), juga sangat penting untuk
pengenalan akan Allah dan kasih kepada Allah.269
Jadi, belajar firman Tuhan secara terus menerus
merupakan ciri dan juga hakikat dan tujuan dari
penggembalaan di dalam gereja. Gereja yang tidak belajar lagi,
dapat dikatakan hakekatnya bukanlah gereja lagi. Demikian
juga dengan kita sebagai pengikut Kristus. Kita tidak boleh
berhenti belajar dari kebenaran firman Tuhan. Kita harus terus
belajar bagaimana kita tetap beriman dan setia mengikut Tuhan
dalam setiap peristiwa yang kita alami sepanjang hidup kita.
b. Taat dalam menuruti perintah Tuhan
Taat kepada perintah Tuhan itu merupakan kalimat yang
sangat berani dan mulia, namun pada kenyataan sangat sulit
untuk dilakukan. “Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu,
bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-
Nya itu tidak berat, 1 Yoh. 5:3. Dalam 1 Yoh. 5:3 dinyatakan
bahwa wujud kasih kita kepada Allah adalah dengan kita
menuruti perintah-perintah-Nya.
Kita menuruti perintah Allah bukan karena kita takut
dihukum, takut tidak diberkati atau takut hal yang buruk
menimpa kita melainkan karena kasih kita kepada Allah, kita
ingin menyenangkan hati-Nya. Kata taat dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah patuh kepada Tuhan, patuh kepada
perintah dan sebagainya; saleh beribadah, setelah menaati;
mematuhi, menurut perintah, aturan dan sebagainya, ketaatan:

269
Leonardo A. Poliner, Orientasi Kepada Hidup Komunitas Perjanjian, (Bandung:
Nova, tt. Th,__), hlm. 52
262
kepatuhan, kesetian.270 Ketaatan adalah merupakan suatu
tindakan yang harus di taati oleh manusia dan harus tunduk
kepada Allah, apapun bentuk perintahnya harus di lakukan
sesuai dengan kehendak Allah berdasarkan Alkitab.
Semakin dekat hubungan kita dengan Allah, semakin kita
mengasihi-Nya, maka kita akan semakin mentaati perintah-
perintah-Nya. Menurut pemahaman Hulu Yupriel, bahwa takut
akan Tuhan meliputi kesadaran bahwa Dialah Allah yang tidak
berkenan atas segala sejenis perbuatan dosa dan karena itu ia
berkuasa untuk menghukum siapapun yang melanggar hukum
Allah.271
c. Taat beribadah kepada Tuhan
Takut akan Tuhan akan membawa kita lebih dekat pada
Tuhan, bukan menjauhinya. Beribadah dalam pemahaman
Alkitab selalu dipahami dalam konteks melayani (Kel.20:5).
Sekalipun ada beberapa orang Kristen mempunyai persepsi
yang salah tentang takut akan Tuhan. Ada juga orang Kristen
mendefinisikan takut akan Tuhan dengan ketaatan melakukan
perintah Tuhan karena takut akan dihukum. Padahal rasa takut
akan Tuhan yang benar adalah harus lahir karena memiliki
hubungan yang baik dan memiliki pemahaman tentang Tuhan,
bukan karena takut akan dihukum, tetapi menghormati dan
menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.
Arti kamus (etimologi) dari kata “ibadah dalam
Perjanjian Lama, kata “beribadah” merupakan terjemahan dari
kata dalam bahasa Inggris “to serve” yang artinya “melayani”

270
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: CV
Widya Karya, 2009), hlm. 511
271
Hulu Yupriel, Bertumbuh dalam Kristus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), hlm.14
263
atau “beribadah” (Yos. 24:15). Dalam bahasa Ibrani digunakan
kata “abed” (doå) yang berarti “bekerja seperti seorang budak”,
atau “mengabdi kepada seorang raja”, atau “melayani dalam
fungsi keimaman”.
Sedangkan dalam Perjanjian Baru digunakan kata dalam
bahasa Inggris “to worship” yang artinya “menyembah” (Mat.
15:9-Yun. “sebô” (sebw) yang berarti “menyembah”. “Karena
itu saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan
kamu supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai
persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan
kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Rom. 12:1.
Tetapi yang menjadi persoalan adalah orang yang beribadah
belum tentu takut akan Tuhan, tetapi orang yang takut akan
Tuhan pasti beribadah, bagaimanapun situasi dan kondisinya.
Contoh : Daniel, sadrakh, Mesakh dan Abednego adalah orang
yang takut akan Tuhan dan tetap ibadah kepada Tuhan
walaupun bahaya menanti dan rintangan menghadang mereka.
Berdasarkan penjelasan di atas maka, saya menguraikan
beberapa prinsip penting berkaitan dengan beridah kepada
Tuhan antara lain:
 Ibadah harus didasarkan pada takut akan Allah.
 Ibadah kepada Allah harus berasal dari hati yang tulus
iklas.
 Ibadah kepada Allah harus dilakukan dengan Setia.
 Ibadah kepada Allah harus disertai dengan komitmen
Jadi, ibadah adalah salah satu bentuk komunikasi kita
kepada Tuhan dan pertumbuhan rohani kita dalam pengenalan

264
Kristus. Ibadah adalah yang utama yang harus kita ikuti oleh
semua orang Kristen.272
2. Dampak iman jemaat kepada lingkungan
Gereja/ jemaat hadir di berbagai wilayah, kota dan desa.
Tuhan memanggil dan mengutus gereja/ jemaat guna
menghadirkan damai sejahtera bagi lingkungan sekitarnya. Hal
itu berarti gereja/ jemaat harus terbuka dan bersedia hidup
bersama dengan masyarakat, sehingga gereja/ jemaat dapat
menjadi berkat bagi lingkungan masyarakat. Sebab, tidak
cukup hanya mengatakan bahwa dia beriman, tetapi iman harus
ditunjukkan dalam perbuatan baik dan berbelas kasihan (Luk.
10:29-37; Yoh. 2: 24-26) kepada sesama.
Melalui kesaksian hidup kita maka orang lain akan
melihat bahwa kita adalah orang yang percaya kepada Yesus
Kristus. Seperti yang dijelaskan oleh Jhon M. Nainggolan
bahwa “Iman Kristen harus dapat direflesikan dalam kehidupan
bermasyarakat, yang di dalamnya terdapat perbedaan, bahasa,
suku bangsa, agama, dan sebagainya.273 Oleh karena itu ada
beberapa hal yang gereja/ jemaat harus wujudkan ditengah-
tengah masyrakat:
1. Menciptakan lingkungan yang kondusif.
2. Membangun kebersamaan
3. Mengasihi satu dengan yang lain
4. Membangun relasi baru
5. Menjadi berkat
6. Membawa damai

272
Jhonathan Setiawan, Rahasia untuk mengalami Pertumbuhan Rohani, (Yogyakarta:
Andi Offset, 2006), hlm. 28
273
Jhon M. Nainggola, PAK dalam Masyarakat Majemuk, (Jabar: Bina Media, 2009),
hlm. 50
265
F. Bentuk Inspirasi Gembala Pada Program Gereja
1. Bidang pengajaran
Kita harus mengakui bahwa gembala sidang adalah
pengajar yang handal, karena Tuhan telah mempercayakan
kepada mereka untuk menjadi pengajar, pendidik dan pelatih
bagi jemaat, agar jemaat Tuhan mengerti dan memahami
maksud Tuhan dalam hidupnya. Pertumbuhan Rohani di dalam
gereja berhubungan dengan pengajaran. Pengajaran merupakan
serangkaian kegiatan yang diusahakan bersama oleh guru dan
muridnya. Di mana guru sebagai pengajar dan anak didik
sebagai pembelajar (belajar).
Istilah pengajaran dalam bahasa inggris adalah
instruction seperti yang diungkapkan Romiszowski (1981:4)
menunjuk pada proses pengajaran berpusat pada tujuan atau
goal direction teaching proses yang dalam banyak hal dapat
direncanakan sebelumnya. Karena tujuan dari proses tersebut,
maka proses belajar yang terjadi adalah proses perubahan
perilaku dalam konteks pengalaman yang memang sebagian
besar telah dirancang. Jadi, pengajaran (instruction) ialah
proses pembelajaran yang membuat orang melakukan proses
belajar sesuai dengan rancangan.
Oleh sebab itu, gembala harus membuat rancangan atau
program pendidikan yang berkaitan dengan bidang pengajaran
tersebut. Salah satu penunjang dalam bidang pengajaran
adalah:
a. Kurikulum
Menurut Prof. Drs. H. Darkir, menyatakan bahwa
kurikulum merupakan alat dalam mencapai tujuan pendidikan.
Jadi, kurikulum ialah program pendidikan dan bukan program
266
pengajaran, sehingga program itu direncanakan dan dirancang
sebagai bahan ajar dan juga pengalaman belajar. Salah satu
tantangan yang dihadapi oleh gereja-gereja pada zaman ini
adalah mempersiapkan kurikulum didalam gereja.
Gembala sidang harus membuat kurikulum sederhana
mungkin agar pengajaran itu, disampaikan melalui berbagai
bentuk antara lain khotbah, seminar, pelatihan dan diskusi, dan
lain-lain. Sebab, tugas dan panggilan gereja haruslah mengajar,
sebab merujuk kepada Injil Mat. 28:19-20 :” Karena itu
pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah
mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan
ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai
kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.
Tujuan pengajaran ini adalah untuk meningkatkan
potensi spiritual dan membentuk orang agar menjadi manusia
yang beriman dan taat kepada Tuhan dan berahklak mulia,
mencakup etika, budi pekerti dan moral sebagai perwujudan
dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spiritual
mencakup pengenalan, pemahaman dan penanaman nilai-nilai
keagamaan serta pengenalan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Jadi
gembala sidang sebagai pengajar adalah seseorang yang
mampu memberi pelajaran, melatih dan sekaligus “menegur”
menjadi bagian pengajaran.274
b. Kurikulum dan globalisasi.
Kemajuan zaman menuntut gereja-gereja untuk menata
diri dalam hal kurikulum pengajaran. Era dimana kita ada
274
http://riantolef.blogspot.co.id/2014/10/gembala-sidang-sebagai-pengajar.html,
diunduh pada hari Sabtu, 13-2-2016. Pukul: 13:48 Wib.
267
disebut dengan era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan
cepat serta mendunia di bidang informasi dan teknologi.
Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi
dan politik bahkan juga dalam bidang keagamaan atau religius.
Tantangan zaman ini memerlukan kesiapan gereja-gereja untuk
menyelenggarakan pendidikan warga jemaat melaui mimbar
dengan sajian pengajaran yang terinci, tersistem dan juga
terencana. Pada hakekatnya kurikulum pengajaran di gereja,
akan memberikan dampak yang positif dan baik jika didesain
sesuai dengan kebutuhan jemaat. Gereja harus mengimbangi
perkembangan zaman dan teknologi, dimana setiap saat
menyuguhkan perubahan-perubahan yang sangat cepat.275
Melalui media masa, yaitu: koran, tv, radio, internet, facebook
dan blackberry messenger, dll.
c. Hubungan kurikulum visi-misi.
Hal serupa juga hendaknya menjadi landasan dan dasar
bagi penyusunan serta pengembangan kurikulum gereja.
Didasarkan pada kerinduan dan hasrat untuk mengembangkan
kualitas jemaat-jemaat, maka pengajaran dan kurikulum
pelajaran jemaat (baik melalui khotbah, ibadah raya, komsel)
seharusnya mendapat tanggapan untuk perubahan. Dengan
demikian akan terjadi perbaikan yang secara terus menerus
dalam layanan “kualitas” pengajaran gereja. Dalam rangka
mewujudkan pengembangan kurikulum dalam gereja, maka
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: Pertama,
perhatikanlah visi dan misi gereja. Kedua, perhatikan nilai-nilai
yang dibangun dalam gereja, biasanya hal ini merujuk kepada

275
Dr. Purim Marbun, http://www.beritabethel.com/artikel/detail/294, diunduh pada
hari Sabtu, 13-2-2016. Pukul: 13:48 Wib.
268
motto pelayanan yang dikembangkan. Ketiga, perhatikan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga gereja tersebut.276
2. Bidang pelayanan masyarakat
Seorang gembala juga harus memiliki hubungan yang
akrab kepada masyarkat di sekitarnya. Ia juga harus melayani
keluar gereja jangan hanya sekedar melayani di dalam gereja
saja. Jangan hanya sekedar mobil yang keluar masuk yang
dilihat masyarakat namun seorang gembala harus ikut
berpartisipasi dalam bermasyarakat. Tujuannya adalah supaya
seorang gembala dapat dikenal dan ada hubungan yang
harmonis antara seorang gembala dengan masyarakat
sekitarnya. Oleh karena itu, gembala sidang harus melakukan
pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk kerjabakti, arisan,
dan lain-lain. Melalui pelayanan kemanusiaan gereja
mewujudnyatkan kasih Kristus kepada manusia (Kis 6:1-4;1
Kor 16:1-4).
Pelayanan kemanusiaan ini mencakup pertolongan
kepada sesama manusia yang berkekurangan, ditimpa musibah
dan kesusahan yatim piatu, janda dan fakir miskin (Mat 25:31-
46), dan juga pengembangan masyarakat dalam rangka
penanggulangan kemiskinan beserta segala persoalan yang ada.
Jika ada hubungan yang baik antara gereja dengan masyarakat
maka masyarakat akan menerima keberadaan gereja tersebut.
Tetapi yang lebih esensial dalam pelayanan dimasyrakat/
holistik gerejawi berbeda dari pelayanan holistik lainnya,
adalah:277 Pertama, motivasi dari pelayanan itu sendiri.

276
Ibid, Dr. Purim Marbun
277
Sabda “Pengertian Pelayanan Holistik”, diakses 27 Oktober 2013,
http://alkitab.sabda. org/resource.php?topic=493&res=jpz
269
Motivasi pelayanan kristiani adalah pelayanan Kristus sendiri.
Kedua, yang harus menjadi pendorong melakukan suatu
pelayanan adalah karena ketaatan kepada Kristus. Ketiga, yang
membuat pelayanan kristiani itu berbeda adalah karena
pelayanan kristiani berpola pada pelayanan Kristus sendiri
(Yoh. 12:26; 13:14).
3. Bidang penginjilan
Pada dasarnya, kata “penginjilan” dibentuk dari kata
dasar “Injil”. Bahasa Yunani, “Eunggalion”. Dalam bahasa
Latin, “evangelium”. Kata ini dalam bahasa Indonesia diartikan
sebagai “kabar baik” atau “kabar bahagia”. Sedangkan
“penginjilan” dalam bahasa Yunani “eunggelizomai”, yang
dapat diartikan, “membawa kabar baik”.
Perintah Tuhan kepada para rasul ialah supaya mereka
mengajar semua murid mereka untuk melaksanakan segala
perkara yang telah diperintahkan-Nya kepada mereka, dan
perintah-Nya kepada mereka itulah agar mereka pergi bersaksi,
mengajar dan memberitakan Injil (Luk. 24: 48; Mat. 28: 19-20;
Mark. 16:15). Menurut Hugh Thomas Kerr mengatakan: “Kita
diutus bukan untuk memberitakan sosiologi tetapi keselamatan;
bukan untuk perbaikan tetapi penebusan; bukan demi
kebudayaan baru tetapi pertobatan; bukan demi sistem sosial
yang baru tetapi kelahiran baru...”278 Oleh sebab itu, dalam
penginjilan kita harus berusaha membawa orang lain menjadi
murid Tuhan, jangan merasa puas dengan hanya memberitakan
Injil. Kita harus belajar seperti Paulus yang tidak saja
memberitakan Injil, tetapi juga membawa orang lain percaya

278
Dikutip dari George W. Peters, A Biblical Theology of Missions, (Chicago: Moody,
1972), hlm. 209.
270
kepada Yesus Kristus dan menggabungkan diri dalam gereja
serta mendirikan gereja baru.279
Maksudnya adalah kepedulian pada jiwa-jiwa adalah inti
dari seluruh tugas gembala sidang, karena dengan peduli pada
jiwa, maka seorang gembala sidang sedang memperdulikan
kehidupan jemaatnya. Dengan mengerjakan tugas ini, seorang
gembala sidang sedang berurusan langsung dengan bagian
terdalam dari kehidupan manusia. Secara tidak langsung,
gembala sidang sedang menyediakan dirinya untuk dipakai
Tuhan untuk merubah kehidupan manusia, bukan hanya
penampilan tetapi inti kehidupan. Oleh karena itu, kita perlu
belajar dari prinsip-prinsip penginjilan yang dilakukan oleh
Rasul Paulus, Paulus menginjil Timotius sampai bertobat.
Pertobatan Timotius menghasilkan buah yang
menggembirakan bagi pelayanan Paulus. Tujuan Paulus dalam
bagian ini adalah agar setiap orang yang sudah percaya dapat
mengajar orang-orang lain (II Timotius 2: 2). Tiap-tiap orang
Kristen harus mengabarkan Injil, inilah rencana Kristus yang
sesungguhnya.

279
David J. Hesselgrave, Planting Churches Cross-Culturally (Grand Rapids: Baker,
1980) 29-33; Donald McGavran, Understanding Church Growth (Grand Rapids: Eerdmans,
1970), hlm. 34
271
BAB V
PANDANGAN GEREJA TENTANG GEMBALA
SEBAGAI PENGAJAR, MOTIVATOR &
INSPIRATOR

A. Gembala Sebagai Pengajar


Masih ada gereja-gereja saat ini yang masih belum
mengakui bahwa gembala sidang adalah pengajar. Mengapa
hal ini terjadi? Karena gembala sidang belum berperan sebagai
pengajar yang diharapkan oleh jemaat Tuhan. Hal ini bertolak
belakang dengan pemahaman orang Amerika. Di Amerika
faktor katalisator utama bagi pertumbuhan dalam gereja adalah
gembala sidang. Istilah “Katalisator” dalam Kamus Bahasa
Indonesia adalah seseorang atau sesuatu yg menyebabkan
terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau
mempercepat suatu peristiwa. Dalam konteks ini maka dapat
kita pahami bahwa setiap gembala sidang yang dinamis akan
dapat mendorong pertumbuhan gereja.280

280
http://riantolef.blogspot.co.id/2014/10/gembala-sidang-sebagai-pengajar.html,
diunduh pada hari selasa, 16-2-2016. Pukul. 8:46 Wib.
272
Berarti pertumbuhan Rohani di dalam gereja sangat
berhubungan erat dengan pengajaran gembala sidang. Kata
ajarkanlah dalam bahasa Yunani adalah διδασκω didasko
artinya mengajar.281 Kata dasar dari kata “mengajar” adalah
kata “ajar.” Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dijelaskan yang dimaksud dengan kata “ajar” adalah petunjuk
yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut).282
Sedangkan yang dimaksud dengan kata “mengajar” ialah
memberi pelajaran, melatih.283 Kata benda Yunani yang
dipakai ialah didaskalia “didaskalia.” Kata benda tersebut
berjenis akusatif feminim tunggal. Kata ini berasal dari kata
διδάσκω (didasko) yang artinya mengajar atau peringatan.284
Dari sini kita dapat memahami bahwa mengajar adalah
suatu tindakan untuk membuat orang lain mengerti, atau paham
akan sesuatu. Nah, jadi kalau kita menjadi seorang pengajar,
berarti kita wajib membuat orang lain mengerti apa yang kita
jelaskan pada mereka. Oleh karena itu, tugas utama gembala
sidang di dalam gereja adalah berperan sebagai pengajar yang
memberi pemahaman tentang kebenaran firman Tuhan dan
melatih mereka untuk meningkatkan potensi spiritual melalui
persektuan doa, Pendalaman Alkitab dan lain sebagainya
supaya mereka menjadi jemaat yang beriman dan taat kepada
Tuhan.

281
Susanto Hasan. Loc. cit, hlm. 204
282
Depdiknas, “ajar” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Selanjutnya disingkat
KBBI), (Jakarta, Balai Pustaka, 1989), hlm. 14
283
Depdinas. Ibid, hlm 15
284
Haroul K. Moulton, “didaskalai” dalam Lesikon Analitis Bahasa Yunani Yang
Direvisi, Pen. Robert Leland dan Stanley Pouw, (Yogjakarta : Randa’s Family Press, 2009), hlm.
90
273
Dalam meningkatkan potensi spiritual jemaat mencakup
pengenalan, pemahaman dan penanaman nilai-nilai kebenaran
itu sendiri serta pengenalan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Jadi
gembala sidang sebagai pengajar adalah seseorang yang
mampu memberi pelajaran, melatih dan sekaligus menasihati
dan mendidik mereka ke jalan yang baik.
Dalam meningkatkan kapasitas diri sebagai pengajar di
dalam gereja maka gembala harus melakukan banyak peran:
1. Gembala sebagai pendidik
“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya,
maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari
pada jalan itu. Ams. 22:6.
Kata pendidikan sudah tidak asing lagi ditelinga kita,
karena semua manusia yang hidup pasti membutuhkan
pendidikan, agar tujuan hidupnya tercapai dan dapat
menghilangkan kebodohan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata pendidikan berasal dari kata “didik” dengan
mendapatkan imbuhan “pe” dan akhiran “an”, yang berarti
cara, proses atau perbuatan mendidik.
Kata pendidikan secara bahasa berasal dari kata
“pedagogi” yakni “paid” yang berarti anak dan “agogos” yang
berarti membimbing, jadi pedagogi adalah ilmu dalam
membimbing anak. Sedangkan secara istilah definisi
pendidikan ialah suatu proses pengubahan sikap dan prilaku
seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia
atau peserta didik melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Jadi, gembala sidang harus menyadari dirinya sebagai pendidik
dalam gereja yang ingin membantu para jemaat untuk
bertumbuh dalam iman dan memiliki pikiran Kristus.
274
Paulus menyebut di dalam Ef. 4:11-13 bahwa Ialah
(Tuhan) yang memberikan baik pemberita-pemberita Injil
maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk
memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan,
bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah
mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang
Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang
sesuai dengan kepenuhan Kristus. Artinya bahwa gembala
sebagai tenaga pendidik dalam gereja harus mengupayakan
dalam membimbing jemaat yang belum dewasa kearah
kedewasaan, menjadi model dalam gaya hidup kudus dan
membawakan mereka kepada Tuhan, sehingga mereka jauh
dari hal-hal yang kurang menyenangkan hati Tuhan.
2. Gembala sebagai pengajar dan pembelajar.
Pengajar dan pendidik sepertinya merupakan dua kata
yang memiliki makna sama. Sepintas memang terasa mirip,
namun sebenarnya perbedaan antara keduanya memiliki efek
yang sangat besar. Pengajar yang berasal dari kata ajar dalam
Kamus Besar bahasa Indonesia artinya petunjuk kepada orang
supaya diketahui (dituruti). Dari sini dapat dipahami bahwa
ajar; mengajar adalah suatu tindakan untuk membuat orang lain
mengerti, atau paham akan sesuatu. Sedangkan pendidik
berasal dari kata dasar didik, dalam Kamus Besar bahasa
Indonesia artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran,
tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran.285

285
http://www.kompasiana.com/dahnial/guru-pengajar-dan-guru-
pendidik_552a31406ea834803a552d0a, diunduh pada hari Rabu, 17-02-2016. Pukul. 10:43
Wib
275
Menjadi seorang pengajar yang baik dan kaya ide maka
tidak terlepas dari motivasi untuk belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran
dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada
peserta didik.286 Belajar itu sesuatu keharusan bagi seorang
pengajar masa kini, karena tanpa belajar secara otomatis tidak
bisa mengajar dengan baik dan maksimal. Banyak hamba-
hamba Tuhan yang mengabaikan hal ini. Tidak sedikit para
gembala sidang beralasan dengan tidak ada waktu untuk
belajar, karena sibuk dengan pelayanan, keluarga dan kegiatan-
kegiatan lain. Pada hal belajar itu adalah suatu kebutuhan yang
mendasar bagi seorang pengajar firman Tuhan. Tidak cukup
hanya kita belajar dari satu sumber saja, tetapi kita perlu
banyak belajar dari berbagai sumber untuk mendungkung ide-
ide yang sudah ada, sehingga pengajaran itu menjadi lebih
bobot. B.S. Sidjabat, mengungkapkan bahwa “sebagai
pengajar, guru biasanya relatif tahu banyak tentang apa dan
bagaimana bahan diajarkannya itu. Itulah sebabnya, guru harus
selalu meningkatkan kualitas pengetahuannya, baik secara
formal maupun informal.287
Tujuan pengajaran dan pembelajaran ini adalah untuk
mencapai suatu perubahan perilaku kepada jemaat secara spirit,
sehingga jemaat semakin bertumbuh di dalam pengenalan akan
Allah dan menjadi saksi Kristus kepada orang yang belum
mengenal Tuhan Yesus.

286
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran, diunduh pada hari, 17-02-2016. Pukul.
13:12 Wib.
287
B.S. Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung: Kalam Hidup, 2011), hlm.
105
276
Oleh karena itu, sebagai gembala sidang, kita
mengerjakan panggilan ini dengan segenap hati seperti bekerja
untuk Tuhan dan bukan untuk jemaat yang kita layani (Kol.
3:23). Kita adalah “bangsa yang terpilih, imamat yang rajani,
bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri” yang
memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia (1 Petr.
2:9). Kita menerapkan otoritas yang Tuhan berikan sesuai
dengan panggilan kita sampai batas tertentu, akan tetapi
wawasan tentang pendidikan yang kita miliki terus diperdalam.
Wawasan seperti itu tumbuh sebagai hasil pembelajaran
Alkitab, membaca dan mendiskusikan hal-hal mengenai
pendidikan, dan terutama mengajar dengan cara-cara yang
tajam dan mendalam.
3. Gembala sebagai teladan
Menjadi teladan bagi orang lain bukan hal yang mudah.
Kita mudah mengucapkannya tetapi melakukannya sangat
sulit. Krisis keteladanan ini sering kita temukan dimana saja
baik itu di kantor, sekolah dan tidak ketinggalan juga di
kalangan orang-orang Kristen. Gudang keteladan itu
sebenarnya ada di kalangan kita sebagai orang Kristen tetapi
fakta membuktikan tidak seperti itu bahkan tingkah laku
hamba-hamba Tuhan saat ini lebih ganas dari orang yang
belum percaya kepada Tuhan. Tuhan Yesus menasihati Rasul
Petrus bahwa “Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau
memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi
hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu. 1
Ptr. 5:3.
Jadi, gembala sidang harus menjadi teladan bagi seluruh
orang percaya. Oleh karena itu, kepribadian gembala akan
mendapat sorotan dari berbagai pihak termasuk jemaat yang
277
dipimpinnya. Ada beberapa hal yang mendapat perhatian
gembala dalam perannya sebagai teladan yaitu:
Pertama, keteladan melalui perkataan. Dalam Kolose 4:6
ditulis, “Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih,
jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus
memberi jawab kepada setiap orang.” Melalui perkataan yang
positif dan membangun, kita menjadi teladan yang baik bagi
orang lain dan sekaligus menjadi berkat lewat perkataan kita.
Kedua, teladan melalui cara hidup. “Orang benar akan
hidup oleh iman" (Roma 1:17, Habakuk 2:4). Iman adalah
dasar kehidupan umat percaya. Cara hidup dengan iman
merupakan teladan yang baik yang dapat kita praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari ketika menghadapi situasi apapun juga.
Ketiga, keteladan melalui cara kita mengasihi orang lain.
Dalam Injil Yoh. 13:35 menjelaskan bahwa, “Dengan demikian
semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku,
yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Kita menjadi saksi
Kristus bagi orang lain melalui kasih yang kita nyatakan dalam
perbuatan nyata. Perbuatan kasih adalah teladan baik yang
perlu kita lakukan karena Yesus telah terlebih dahulu
mengasihi kita.
Keempat, teladan melalui perbuatan iman. Abraham
adalah teladan orang beriman (Roma 4:18-22). Perbuatan
imannya nyata ketika ia tetap percaya dan tidak bimbang akan
janji Tuhan walaupun tubuhnya sudah sangat lemah, usianya
sudah sangat tua dan rahim Sara telah tertutup. Menjadi teladan
iman yaitu jika kita hidup dan melakukan perbuatan iman.
Kelima, teladan melalui hidup kudus. Jadi akhirnya,
saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua
yang adil, semua yang suci , semua yang manis, semua yang
278
sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji,
pikirkanlah semuanya itu (Fil 4:8). Memiliki pikiran yang
kudus adalah awal untuk kita dapat hidup dalam kekudusan,
menjaga kekudusan dan menjadi contoh nyata bagi orang
lain.288
Menjadi teladan bagi orang lain sangat mempengaruhi
kehidupan orang-orang yang ada di sekitar kita. Yesus telah
menjadi teladan yang baik melalui perkataan maupun
perbuatan. Kita pun bisa menjadi teladan yang baik melalui
perkataan, cara hidup, cara kita mengasihi orang lain, melalui
perbuatan iman dan melalui hidup kudus. Jika kita
melakukannya, hidup kita telah menjadi saksi Kristus yang
hidup dan nyata di tengah dunia.

B. Gembala Sebagai Motivator


Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas,
arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai
tujuannya.289 Sedangkan menurut Uno (2007), motivasi dapat
diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri
seseorang yang diindikasikan dengan adanya; hasrat dan minat;
dorongan dan kebutuhan; harapan dan cita-cita; penghargaan
dan penghormatan. Motivasi adalah sesuatu apa yang membuat
seseorang bertindak (Sargent, dikutip oleh Howard, 1999)
menyatakan bahwa motivasi merupakan dampak dari interaksi
seseorang dengan situasi yang dihadapinya (Siagian, 2004).

288
http://www.gbimodernland.org/2014-02-23-08-57-17/anak/artikel-anak/200-
menjadi-teladan-yang-baik, diunduh pada hari Rabu, 17-02-2016. Pukul. 21:13 Wib.
289
Mitchell, T. R. Research in Organizational Behavior. (Greenwich, CT: JAI Press,
1997), hlm. 60-62.
279
Dari definisi di atas, kita dapat mengerti bahwa motivasi
adalah sesuatu yang menggerakkan seseorang kearah yang
lebih baik untuk mencapai sebuah tujuan yang jelas. Melalui
motivasi yang benar dapat mendorong seseorang untuk bekerja.
Ini adalah merupakan kekuatan mental yang terus dikerjakan
demi memenuhi segala harapan di masa mendatang.
Jadi, gembala yang baik tentunya memahami dan mampu
memberikan semangat kepada orang-orang yang dipimpinnya.
Gembala harus mampu bertindak sebagai pencipta semangat
bagi mereka yang sedang dirundung suatu permasalahan yang
sangat berat dan menyedihkan. Ketika gembala memberikan
motivasi yang positif maka mereka akan bersikap baik dalam
menghadapi permasalahan itu. Itulah sebabnya, kehadiran
seorang gembala di tengah-tengah jemaat pada hakikatnya
adalah memberi dorongan dan motivasi kepada orang-orang
yang lemah, supaya mereka bangkit dari persolan itu. Persoalan
boleh saja ada tetapi harapan kita kepada Tuhan tidak boleh
hilang. Sebab, firama Tuhan berkata “Dia memberi kekuatan
kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada
berdaya.” Yes. 40:29.
Oleh sebab itu, gembala perlu menumbuhkan motivasi
dalam diri jemaat melalui setiap kebenaran yang ada, agar
jemaat berdiri teguh dalam iman, sekalipun banyak persoalan-
persoalan yang mengganggu hidup ini, namun kekuatan
motivasi itu akan mempengaruhi seluruh hidupnya untuk
melakukan hal-hal yang baik.
Kendati demikian, dalam praktiknya memang harus
diakui bahwa upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut
di atas bukan hal yang mudah, atau dengan kata lain untuk
dapat menjadi seorang motivator yang hebat bukanlah hal yang
280
sederhana, mengingat begitu kompleksnya masalah-masalah
yang berkaitan dengan kehidupan jemaat saat ini baik secara
internal maupun keadaan eksternal.
Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas, saya
akan menguraikan beberapa ciri-ciri gembala sebagai motivator
yang dirindukan oleh gereja saat ini:
1. Gembala yang dapat dipercayai oleh jemaat.
Menjadi orang yang bisa dipercaya adalah salah satu
modal utama untuk menjadi motivasi bagi orang lain. Menjadi
motivator bagi orang lain pastikan diri ini adalah orang yang
dapat dipercayai. Oleh sebab itu, salah satu kunci penting yang
harus dimiliki oleh seorang gembala ialah dia harus dapat
dipercayai oleh banyak orang dan juga jemaat.
2. Gembala sebagai komunikator yang baik dengan jemaat
Komunikasi adalah “suatu proses dimana seseorang atau
beberapa orang, kelompok, organisasi dan masyarakat
menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung
dengan lingkungan dan orang lain”.290 Pada umumnya,
komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat
dimengerti oleh kedua belah pihak. Komunikasi verbal
merupakan komunikasi di mana “Pesan telah ditempatkan ke
dalam suatu kode bahasa.”291
Jadi, komunikasi merupakan faktor terpenting dalam
keberhasilan dan kesuksesan seseorang motivator. Oleh karena
itu, gembala sebagai motivator harus memiliki kemampuan
dalam berkomunikasi kepada orang lain, terutama dalam

290
Ruben Brent D dan Lea P Stewart, Communication and Human Behavior, (United
States: Allyn and Bacon, 2006)
291
David J. Hesselgrave, Communicating Christ Cross-Culturally, (Malang: SAAT,
2005), 44.
281
mengkomunikasikan suatu kebenaran firman Tuhan kepada
jemaat.
3. Gembala yang bertanggung jawab
Gembala yang baik akan selalu berkorelasi dengan
tanggung jawab, sebab tanggung jawab itu lebih dominan
peranannya ketimbang hal-hal lain. Jika kemudian gembala
tidak bisa memainkan atau memerankan tanggung jawab itu,
maka kredibilitas kepemimpinannya dalam gereja harus di
pertanyakan. Sebab, tanggung jawab inilah yang menjadi salah
satu standar dalam menjalankan tugas kepemimpinan gembala.
Oleh karena itu, gembala sebagai motivator sebaiknya
mengkedepankan tanggung jawab untuk mendorong orang-
orang yang dia pimpin, sehingga orang-orang tersebut menjadi
lebih giat dalam menghadapi segala persoalan dan
mengerjakan segala sesuatu yang berkenan dengan pelayanan
dalam di gereja.
4. Gembala harus memiliki visi-misi yang jelas
Gembala yang baik merupakan syarat mutlak bagi
pertumbuhan, kestabilan dan kemajuan jemaat. Gembala
sebagai motivator seharusnya memiliki visi dan misi untuk
menginspirasikan orang-orang yang dia pimpin, sehingga
mereka memiliki pandangan jauh kedepan, demi kemajuan dan
perkembangan gereja. Sebab, tidak akan mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan bilamana
gembala tidak mempunyai visi dan misi yang jelas.
Oleh karena itu, gembala harus menetapkan visi dan
misi, ini merupakan tugas utama gembala sebagai motivator di
dalam gereja.

282
5. Gembala harus memiliki ketekunan dan disiplin
Menunjukkan sikap bertahan dan tidak patah semangat,
tanggap apabila menghadapi kejutan atau tantangan yang berat
adalah menunjukkan sikap ketekunan yang membuahkan sikap
kesetiaan.
Demikian halnya, Yesus bertahan di salib (Rm. 12:2-3).
Sehingga ketekunan-Nya memperlihatkan sikap yang perlu
dimiliki orang Kristen khususnya para rasul atau pelayan-
pelayan gereja dalam melaksanakan tugas pelayanannya.
Ketekunan diperlukan untuk bisa mengatasi perlawanan dan
tantangan yang bakal datang. Disiplin yang demikian perlu
untuk mengatur tata kehidupan setiap warga jemaat. Sikap
disiplin juga memampukan untuk mengendalikan nafsu-nafsu
serta mengatur waktu dan tenaga sendiri. Disiplin dalam
mencari Allah berarti dapat tetap menjaga visinya.292
Oleh karena itu, gembala sebagai motivator harus
memiliki ketekunan dan disiplin sebagai bukti keseriusan
dalam memperhatikan dan memimpin jemaat.
6. Gembala yang suka berdoa
Salah satu kunci kesuksesan seorang motivator yang baik
adalah berdoa. Tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa
saya bisa memotivasi orang lain tanpa memiliki hubungan yang
baik dengan Tuhan. Kita bisa melakukan semuanya itu, karena
semata-mata hanya pertolongan Tuhan.
Sehebat apapun saudara dan saya bila tidak memiliki
hubungan yang erat dengan Tuhan maka semuanya itu akan
menjadi sia-sia. Sebab, doa merupakan nafas bagi kehidupan
rohani kita. Melalui doa hidup kita terhubung dengan Sumber
292
John Stoot, Isu-Isu Global, Menantang Kepemimpinan Kristen, (Jakarta: YKBK/OMF,
1994), hlm. 670
283
Kehidupan yaitu Tuhan sendiri. Dalam doa kita menghadap
dan menyampaikan sesuatu kepada Tuhan. Doa juga menjadi
salah satu sarana bagi Tuhan untuk menyampaikan pesan-Nya
kepada kita. Pada dasarnya doa adalah sebuah komunikasi dua
arah yang didasari suatu hubungan.293
Oleh karena itu, prinsip ini menjadi dasar penting bagi
gembala sebagai motivator dalam membangun hubungan
pribadi dengan Tuhan, sehingga orang-orang yang dilayaninya
didalam gereja menjadi bertumbuh dalam iman. Sebab, jemaat
akan terinspirasi dengan gaya hidup gembala yang selalu
mencari hadirat Tuhan. Jadi, melalui gaya hidup seperti ini,
gembala memiliki pengaruh yang kuat dalam memotivasi
jemaat.
7. Gembala yang selalu memberikan semangat kepada
jemat
Jemaat akan terdorong untuk melayani dan beribadah
kepada Tuhan manakala gembala tidak bosan-bosan memberi
semangat. Oleh sebab itu, gembala harus menjadi sumber
penyemangat bagi jemaat melalui firman Tuhan. Dalam
mengembangkan penyemangat jemaat merupakan salah satu
teknik dalam mengembangkan motivasi melayani, beribadah
dan berkorban untuk kemajuan pelayanan.
Ada beberapa tips yang dapat dilakukan oleh gembala
sebagai motivator yangmembangkitkan semangat jemaat,
antara lain:
a. Membangun komunikasi dua arah antara gembala dengan
jemaat
b. Mengajar sesuai dengan kebutuhan jemaat

293
KOM 100 Pencari Tuhan, GBI Gatot Subroto, 2008. Hlm.35.
284
c. Isi pengajar disesuaikan dengan kemampuan jemaat
d. Model dan strategi pengajaran secara bervariasi,
misalnya diskusi, kerja kelompok dan tanya jawab.
e. Memberi kesempatan kepada jemaat untuk
menyampaikan satu dua kata berkaitan dengan
pengajaran sebelumnya.
f. Memberi apresiasi kepada orang-orang yang selalu aktif
dalam pengajaran tersebut.
Jadi, dari pelajaran di atas, kita dituntut kearah yang lebih
baik, agar memperoleh kemajuan yang luar biasa dalam
pertumbuhan iman jemaat. Oleh sebab itu, gembala sebagai
motivator harus menyadari hal ini bahwa dia sumber
penyemangat bagi jemaatnya. Tujuannya adalah untuk
membangun jemaat kepada kapasitas yang diharapkan dan
yang dapat dirindukan oleh Tuhan.

C. Gembala Sebagai Inspirasi


1. Pengertian gembala sebagai inspirasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia inspirasi
adalah ilham. Jadi “inspiratif” itu bermakna memberikan
inspirasi atau memberikan ilham. Gembala yang inspiratif
adalah gembala yang dapat memberikan inspirasi bagi
gembala-gembala lain bahkan lebih dari pada itu ia menjadi
penerang cahaya bagi orang percaya. Semua manusia senang
bersamanya, karena dalam dirinya banyak inspirasi yang dapat
menginspirasi orang lain.
Umumnya, kita sering mendengar perbicangan
diberbagai tempat termasuk di media sosial, media elektronik,
seperti tv, internet, facebook dan koran mengenai kata-kata
285
inspiratif. Setiap orang pasti akan menceritakan pengalaman-
pengalaman pribadinya mulai dari pengalaman yang sangat
menyedihkan dan sampai pada pengalaman yang sangat
membangun. Tidak ketinggalan juga di dalam dunia
pendidikan saat ini, biasanya mahasiswa akan menceritakan
pengalaman mereka selama mereka di bangku kuliah.
Mereka menceritakan bagaimana guru-guru dan dosen-
dosen yang pernah mengajar mereka selama kuliah. Mereka
menceritakan bahwa ada beberapa dosen yang hebat yang
sangat mempengaruhi hidup mereka menjadi berubah dan ada
juga dosen mereka biasa-biasa aja. Artinya bahwa melalui
pengajaran dan kepribadian dosen tersebut memberi inspiratif
yang sangat signifikan. Bukan hanya itu saja di seminar-
seminar pun sering terjadi seperti itu. Banyak orang
berbondong-bondong untuk mengikuti seminar atau KKR.
Mengapa banyak orang tergiur dengan seminar atau KKR
tersebut? Pasti jawabannya adalah sangat memberkati dan
sangat inspiratif.
Bagi saya hal ini adalah persoalan besar bila hal ini kita
temui dalam pelayanan seorang gembala di dalam gereja.
Mengapa saya berkata demikian? Karena banyak jemaat tidak
lagi mengidolakan gembalanya atau pendetanya. Bahkan
jarang jemaat Tuhan menceritakan kebaikan, kelebihan dan
kemampuan gembalanya dalam melayani di gereja, bahkan
sebaliknya jemaat lebih banyak menceritakan hal-hal negatif
tentang gembala. Demikan pula ditempat kerja sering kita
jumpai kasus-kasus sperti ini. Ketika saya merenungkan hal ini,
saya bertanya didalam hati? Apa yang salah dalam pelayanan
gembala atau sejenis ini? Pada hal bagian sub judul ini saya
tulis bahwa gembala sebagai inspiratif. Tentu pikiran saya
286
dalam menulis buku ini adalah bahwa benar-benar gembala
sebagai inspiratif yang luar biasa dan memukau dalam segi
pengajaran, pelayanan, karakternya dan juga dalam
membangun ide-ide kreatifnya kepada jemaat. Tetapi faktanya
dilapangan tidak seperti itu walaupun tidak semuanya, namun
sebagian besar persoalan ini masih terjadi. Oleh karena itu,
berdasarkan pengertian dan penjelasan di atas, maka kita
melihat seperti apa ciri-ciri gembala yang inspiratif.

2. Ciri-ciri Gembala yang Inspiratif


a. Empati
Empati (dari Bahasa Yunani εμπάθεια yang berarti
“ketertarikan fisik”) didefinisikan sebagai respons afektif dan
kognitif yang kompleks pada distres emosional orang lain.294
Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan
emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba
menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain.
Gembala yang inspiratif adalah gembala yang mampu
membentuk ikatan batin dengan orang dan jemaat, menangis
dan tertawa bersama, memahami dan mengerti apa-apa yang
membuat orang-orang itu merasa senang saat kita berkhotbah
dan mengajar. Dengan empati, gembala/ pemimpi pelayan
mengenal keadaan sesamanya, baik sifat-sifat mereka, juga
segala kemampuan dan keunikan mereka. Sehingga mereka
merasa ada niat yang baik dan mereka juga merasa tidak
ditolak, meskipun ada orang yang tidak dapat menerima
perilaku dan penampilan mereka. Di sinilah pentingnya empati,

294
Baron & Byrne, Psikologi Sosial Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 111.
287
sehingga keterampilan ini akan membawa pemimpin pelayan
sukses dalam tugasnya memimpin.295
Oleh karena itu, “Hendaklah kamu dalam hidupmu
bersama , menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga
dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang
harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkandiri-Nya
sendiri , dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi
sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia
telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan
sampai mati di kayu salib. Flp. 2:5-8.
b. Komunikatif
Kunci keberhasilan seorang gembala dalam
berkomunikasi adalah kejernihan pikiran dan kejelasan akan
apa yang hendak disampaikan, bukan sekadar kalimat-kalimat
indah yang tak jelas maknanya. Satu contoh yang dapat kita
lihat, saat berkhotbah di bukit, Yesus menggunakan bahasa
yang sederhana. Namun ketika berbicara dengan Nikodemus,
seseorang yang terpelajar, Ia menggunakan bahasa yang
filosofis.
Kualitas komunikasi dengan Tuhan berperan penting
dalam komunikasinya dengan sesama. Semakin dalam
komunikasinya dengan Tuhan, semakin ia memahami apa yang
Tuhan ingin ia perbuat terhadap dirinya, sesama, dan
lingkungannya. Bila komunikasi dengan Sang Pencipta tidak
berjalan lancar dan baik, komunikasi dengan sesama menjadi
tidak efektif karena ia tidak bisa memahami sesamanya. Maka

295
Tulus Tu’u, Pemimpin Kristiani Yang Berhasil 2, (Bandung: Bina Media Informasi,
2010), hlm. 17-18
288
dari itu, penting bagi seorang gembala untuk mempelajari
proses komunikasi. Artinya gembala harus berlatih menjadi
pembicara yang ulung dan mampu secara ekspresif
menggunakan segenap panca indera untuk membuat
pembelajaran menjadi menarik.296
Dengan komunikasi yang baik, maka seluruhnya dapat
berjalan lancar sehingga akan terhindar dari presepsi-presepsi
negatif. Sebab, komunikasi adalah proses pertukaran dan
penyampaian informasi dan ide dari seseorang kepada orang
lain. Definisi yang lain menjelaskan komunikasi sebagai suatu
proses dan transaksi pengiriman pesan dari pihak tertentu,
melalui media tertentu, dalam bentuk-bentuk tertentu sehingga
mencapai sasaran, yaitu pihak lain yang mengakibatkan
terjadinya hubungan tertentu.
c. Saling mengasihi
“Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi,
seperti Aku telah mengasihi kamu. Yoh. 15:12.Aku
memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu
saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu
demikian pula kamu harus saling mengasihi.” Yoh. 13:34. Di
dalam Yohanes 13:35 Tuhan Yesus berkata: “Dengan demikian
semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku,
yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Dengan kata lain, ayat
ini berkata: kalau kamu tidak mengasihi, kamu bukan murid-
Ku. Jadi, gembala yang inspiratif adalah gembala yang
mengasihi dan menghormati semua orang yang ada
disekitarnya. Mereka adalah manusia yang harus dihormati,

296
http://lead.sabda.org/08/mar/2007/kepemimpinan_dasar_komunikasi_dan_peran
_pemimpin_kristen_di_dalamnya, diunduh pada hari Jumat, 04 Maret 2016. Pukul. 15.25 Wib
289
mereka ini akan menghormati gembalanya bila eksistensi
mereka dihargai pula.
Oleh karena itu, gembala yang baik tidak pernah
memperlakukan orang lain dengan sikap yang tidak baik, tetapi
gembala yang inspiratif adalah gembala yang memberikan
penghargaan kepada setiap orang melalui senyum, kata-kata,
dan menerima mereka apa adanya sebagai teman dan sahabat.
d. Bersikap positif
“Jadi akhirnya, “Saudara-saudara, semua yang benar,
semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua
yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut
kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu”. Flp. 4:8.
Dari dalam penjara, Paulus menasihatkan jemaat yang ada di
Filipi untuk mengisi pikiran mereka dengan kebenaran dan
kebajikan (ay. 8). Ia juga mendorong mereka bersukacita (ay.
4), menyatakan kebaikan hati (ayat 5), tidak khawatir, dan
berdoa dengan mengucap syukur (ay. 6). Dengan memikirkan
dan melakukan hal-hal itu, damai sejahtera Allah akan
melingkupi dan menyertai hati dan pikiran (ay. 7, 9).
Jadi, gembala yang baik adalah gembala yang senantiasa
memandang persoalan dari sisi positif. Ia berusaha mengambil
kekuatan dari setiap kendala yang dihadapi. Rasa optimisnya
besar, keyakinannya adalah apapun yang terjadi pasti ada sisi
positif yang menguatkan. Berpikir postif mendorongnya untuk
maju, terbuka dengan hal baru, tidak apriori atau berburuk
sangka. Bila gembala berpikir positif maka hal baik ini akan
menular ke pada semua orang, mereka juga akan belajar untuk
berpikir positif. Akhirnya dapat kita pahami bahwa
kemampuan gembala merubah kehidupan orang lain menjadi
lebih baik adalah hadiah terbaik untuk gembala itu sendiri.
290
Kita sebagai gembala hanya diberikan dua pilihan,
apakah menjadi gembala yang sedang berkhotbah, seminar dan
mengajar dengan cara yang membosankan atau kita sedang
membantu jemaat menjadi orang yang sadar akan potensi-
potensi yang ada dalam diri mereka, sehingga mereka dapat
memandang hidup ini sangat berarti dibandingkan dengan hal-
hal dunia ini. Sebab, menurut penjelasan Lois E. Lebar bahwa
“Banyak orang dewasa yang tumbuh dalam gereja mengaku
dengan penyesalan bahwa kesabaran mereka mengahadapi
cobaan berat, karena mereka diharapkan untuk mengikuti
sampai selesai pembicaraan begitu banyak yang sekarang ini,
meskipun mereka ingin mendengarkan, namun pikiran mereka
secara otomatis padam ketika seseorang berkhotbah.297 Oleh
karena itu, gembala harus membangkitkan spirit jemaat lewat
khotbah itu sendiri tetapi bukan membuat jemaat jenuh dengan
hal-hal lahiriah yang hanya bersifat sementara, namun yang
lebih penting adalah mengarahkan hidup jemaat kearah yang
lebih baik sesuai dengan nilai kebenaran Alkitab itu sendiri.
e. Memberi keteladanan
Keteladanan sangat erat kaitannya dengan komitmen,
kejujuran dan integritas. Keteladanan berarti melakukan apa
yang diucapkan dan mengucapkan apa yang sudah dilakukan.
Keteladanan memang berat. Dalam kepemimpinan sebenarnya
yang sangat sulit bukanlah teorinya kepemimpinan, tetapi yang
sulit itu adalah penerapan dari teori itu ke dalam keteladanan
sehari-hari. Artinya bahwa impartasi kehidupan itu sangat
penting dilakukan. Paulus menasihatkan Timotius “Jangan
seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda.
297
Lois E. Lebar, Education That Is Christian-Proses Belajar Mengajar Kristian &
Kurikulum Yang Alkitabiah, (Malang: Gandum Mas, 2006), hlm. 30
291
Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu,
dalam tingkah lakumu, dalam kasiahmu, dalam kesetiaanmu
dan dalam kesucianmu. Seorang pemimpin harus hidup dalam
kehidupannya terlebih dahulu sebelum memimpin orang lain.
Inilah prinsip yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita.
Tuhan Yesus mengatakan bahwa orang yang baik
mengeluarkan dari perbendaharaan hatinya yang baik tentang
segala sesuatu yang baik. Orang yang jahat mengeluarkan dari
perbendaharaan hatinya yang jahat tentang segala sesuatu yang
jahat. Dengan kata lain, Tuhan Yesus mau mengajarkan bahwa
‘menjadi’ lebih penting daripada ‘membuat’. Sebab, pemimpin
yang baik tidak hanya bekerja sesuai dengan aturan; mereka
memimpin dengan teladan mereka. Tuhan Yesus
menginginkan pemimpin-pemimpin yang baik, orang yang
dengan teladan pribadi mereka, memimpin orang lain dalam
jalan kebenaran”.298 “Sebab untuk itulah kamu dipanggil,
karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah
meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-
Nya.”1 Pet 2:2.
Tokoh yang menjadi teladan kita adalah Yesus Kristus,
manusia tanpa dosa yang pernah hidup di dunia ini selama tiga
puluh tiga setengah tahun. Bukan saja selama hidup Ia
memberi teladan, tetapi dalam hal matipun, Ia memberi teladan
untuk kita mengikuti jejak-Nya (I Ptr. 2:21). Simak tiga teladan
kehidupan yang Yesus tinggalkan saat proses sengsara sampai
Ia mati di kayu salib.
Pertama, teladan pengampunan. Yudas Iskariot salah
seorang murid yang telah mengkhianati dan menjual Yesus ke

298
John C. Maxwell, 21 Hukum Kepemimpinan, (Batam: Interaksara, 2001), hlm. 120
292
tangan musuh-musuh-Nya, saat menjumpai-Nya di taman
Getsemani, saat-saat terakhir sebelum Ia ditangkap dan
disalibkan. Walaupun Yudas seperti itu, tetapi Yesus tidak
menghardik, tidak mencaci maki, tidak mengancam dan tidak
mengutuki Yudas, melainkan menyapanya dengan kata
“sahabat” (Mat. 26:50). Ia tidak saja mengajar, bahwa kita
harus mengampuni musuh kita (Mat. 18:21-35), bahkan
berlaku baik bagi mereka (Luk. 6:27-28, 35-36), tetapi Ia
sendiri sampai saat matipun memberi teladan pengampunan.
Kepada orang-orang yang menyalib-Nya, Ia menyalurkan
pengampunan melalui doa-Nya (Luk. 23:34).
Kedua, teladan kerendahan Hati. Rasul Paulus
mengungkapkan, bahwa Yesus yang adalah Allah tidak
menganggap keallahan-Nya sebagai milik yang perlu
dipertahankan, tetapi Ia telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
mengambil rupa seorang hamba, merendahkan diri-Nya dan
taat sampai mati di kayu salib (Flp. 2:6-8). Untuk menjadi
manusia dan mati di kayu salib adalah teladan kerendahan yang
tiada taranya, karena Tuhan Yesus rela menanggalkan semua
kemuliaan Allah (Yoh. 17:5); pujian dan penyembahan para
malaikat, karena Ia dan Bapa adalah satu (Yoh. 10:30);
kemuliaan dan kemegahan seorang raja (Yes. 9:5; Mat. 2:2)
dan kemegahan serta kesempurnaan-Nya sebagai Allah (Yoh.
10:30).
Ketiga, teladan kemurahan Hati. Dalam hal mati-Nya,
Yesus tidak saja menyerahkan segala kemuliaan-Nya, tetapi
kekayaan yang Ia miliki (II Kor. 8:9). Ia lahir dalam
kemiskinan (Luk. 2:6-7), dibesarkan dalam kemiskinan (Mat.
2:23), sepanjang umur hidup-Nya kemiskinanlah yang
mewarnai-Nya. Ia lebih miskin dari burung di udara dan
293
serigala di hutan (Mat. 8:20). Ia menumpang di berbagai rumah
yang bukan milik-Nya. Ia menyeberang di danau Galilea
dengan perahu yang bukan milik-Nya. Ia memasuki Yerusalem
menunggangi keledai yang bukan milik-Nya. Ia makan
perjamuan terakhir di loteng atas yang bukan milik-Nya.
Kuburan, tempat Ia di kubur, bukan milik-Nya. Ia memberi
semua, karena Ia murah hati.299

3. Bentuk-Bentuk Inspiratif dari Gembala


a. Suka belajar/ terus belajar
Bagi saya belajar itu adalah kebutuhan yang mendesak
bagi setiap kita, kalau kita tidak belajar berarti kita dinamakan
“Gaptek”. Gaptek adalah suatu kata yang populer yang
ditujukan buat orang-orang yang belum familiar dengan dunia
komputer (internet), yang kalau diterjemahkan dari
singkatannya, Gagap Teknologi. Artinya kurang pandai atau up
to date dalam hal-hal yang berbau teknologi. Bisa kita
bayangkan kalau kita bicara dengan orang gagap, setengah
mati kita berkomunikasi dengannya. Dalam menghadapai hal
itu maka kita belajar terus. Belajar itu menambah pengetahuan
secara terus menerus merupakan hal yang harus dilakukan oleh
seorang gembala yang inspiratif.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat menjadi
tantangan bagi gembala untuk terus mengikutinya. Akses
menambah ilmu sekarang ini semakin terbuka. Sumber
pengetahuan tidak hanya dari buku. Sekarang ini, ada beraneka

299
http://www.kompasiana.com/moes/keteladanan-hidup-tuhan-
yesus_552a70fd6ea834dd5a552d6f, diunduh pada hari Minggu, 06 Maret 2016. Pukul. 18. 52.
Wib
294
sumber belajar yang bisa didapatkan. Andar Ismail
menjelaskan bahwa bukan berarti pendeta harus bergelar ini
dan itu. Bisa pendeta bergelar Doktor, tetapi setelah diwisuda
ia tidak mau belajar lagi, itu Doktor yang tidak terpelajar.
Lebih baik kita punya pendeta yang cuma lulus SD, tetapi tiap
hari ia terus belajar. Kualifikasi pendeta bukanlah gelar,
melainkan ketekunannya untuk terus belajar.300 Sebab, ada
empat kategori masyarakat saat ini:
Pertama, masyarakat BUTEK (Buta Teknologi),
Kelompok masyarakat ini adalah orang-orang yang belum
sama sekali bersentuhan dengan dunia komputer, jangankan
menggunakan, menyentuh saja belum, sehingga belum
merasakan akan asas manfaat adanya komputer (internet).
Kedua, masyarakat GAPTEK (Gagap Teknologi),
Kelompok masyarakat ini adalah orang-orang yang sudah
mulai mengenal dunia komputer/internet, tapi masih terbata-
bata dalam menggunakannya, Kalau pun sudah bisa, baru
sebatas konsumtif, sekedar cari-cari informasi di dunia internet.
Ketiga, masyarakat MELETEK (Melek Teknologi),
Kelompok masyarakat ini adalah kelompok masyarakat yang
sudah paham dan lancar menggunakan komputer / internet,
bahkan sudah bisa mendapatkan tambahan penghasilannya
melalui media internet.
Keempat, masyarakat CANTIK (Canggih Teknologi
Informasi Komputer), kelompok masyarakat ini adalah
kelompok masyarakat yang sudah sangat fasih berinteraksi
dengan dunia internet, bahkan sudah mendapatkan penghasilan

300
Andar Imail, Selamat Bergereja 33 Renungan Tentang Komunitas Iman, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009), hlm. 17
295
yang luar biasa dengan menggunakan media komputer/
internet.301
b. Kompeten
Kalau kita memperhatian bagian-bagian sebelumnya
maka kita menemukan tugas utama gembala yaitu mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, dan melatih menjadi
jemaat yang mantap, naik dan kuat dalam iman serta
bertumbuh kepada pengenalan akan Allah.
Dalam meningkatkan kualitas iman jemaat maka
diperlukan peran dan kompetensi dari gembala. Kata
kompetensi secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu
kecakapan atau kemampuan. Sebagai gembala yang inspiratif
harus memiliki kompetensi dalam mengajar. Sebab, melalui
pengajaran yang baik dari gembala, akan mempengaruhi hidup
jemaat menjadi lebih baik.
Tentu saja, kompetensi ini tidak sekedar mampu dalam
makna yang minimal, tetapi mampu dalam makna yang
mendalam. Sebab, ada orang tidak cakap mengajar sebagai
seorang guru bagi orang lain. Tetapi, mengajar itu tidaklah
hanya dilakukan dengan kata-kata yang lancar dan fasih seperti
seorang guru dalam kelas. Mengajar dapat dilakukan dengan
cara hidup, cara berbuat, cara berperilaku. Pengajaran yang
paling efektif dan paling kuat serta besar pengaruhnya adalah
pengajaran melalui contoh atau teladan hidup.302 Seperti yang
diuraikan oleh Dr. Yakob Tomatala, bahwa kompetensi
meliputi banyak hal, yaitu kompetensi karakter, pengetahuan,

301
https://oranggaptekbikinwebsite.wordpress.com/2011/12/25/gaptek-atau-
meletek, diunduh pada hari Sabtu, 05 Maret 2016. Pukul. 10.23. Wib
302
Ibid. Tulus Tu’u, hlm. 60
296
dan keahlian. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus
dimiliki oleh gembala yang inspiratif berkaitan dengan
kompetensi. Pertama, kompetensi pedagogik. Kedua,
kompetensi kepribadian, Ketiga, kompetensi Sosial. Keempat,
kompetensi professional.
c. Spiritualitas
Aspek spiritualitas menjadi aspek penting yang
mempengaruhi sisi inspiratif atau tidaknya seorang gembala.
Memang bagi orang lain sisi ini bukan sebuah keharusan.
Tetapi bagi seorang gembala atau pendeta aspek spiritualitas
merupakan aspek yang harus dimiliki.
Alkitab menjelaskan bahwa kekuatan spritualitas orang
akan berkembang dalam kehidupannya apabila ia terus berakar
didalam Firman Allah. Tuhan Yesus menegaskan bahwa
firman Allah memberikan kemerdekaan dari kuasa dosa dan
kebebasan dari kebodohan atau kepicikan iman. Firman Allah
memberikan prinsip, nilai dan tatanan hidup keseharian,
bagaimana kita hidup di dunia ini secara bijaksana menghadapi
situasi-situasi mujur maupun malang.
Pakar Pendidikan Kristen, Lawrence Richards
menjelaskan alasan yang tepat mengapa spiritualitas kita harus
bertumbuh berdasarkan kepada firman Allah. Menurut
Lawrence Richards, walaupun Alkitab tidak berisi istilah
“spiritualitas” namun Alkitab berbicara mengenai perkara-
perkara hidup rohani Kristen yang merupakan cakupan dari
spiritualitas itu. Kehidupan Kristen termasuk Pendeta sebagai
hamba Tuhan dan Pastor atau Gembala yang spiritual
digambarkan oleh firman Tuhan sebagai, “hidup yang berbuah,
hidup yang bertumbuh, hidup dewasa rohani, hidup dalam
297
kekudusan atau kesucian dan hidup di dalam kasih”: Yoh.15;
2Kor.10:15; Kol.1:10;1 Kor.2:6; Fil.3:5; Ibr.10:29;
Yoh.17:17,19;1 Pet.1:16; 2;11. Ul.6:5; Math.22:37-39.Ada
peranan Ilahi dan manusia dalam peningkatan spiritualitas
manusia, dimungkinkan oleh kehadiran dan pekerjaan Roh
Kudus, didemonstrasikan selama hidup di dunia ini, sebagai
manifestasi kemanusiaan kita yang sejati.303
Oleh karena itu, gembala harus memperhatikan prinsip
ini, sebab bukan hanya sekedar “penyampai” suatu ide yang
cermelang kepada orang lain, tetapi lebih dari pada itu, ia
adalah sumber inspirasi “spiritual” dan sekaligus sebagai
pembimbing sehingga terjalin hubungan yang baik antara
gembala dengan jemaat yang digembalakan.
d. Motivator dan kreatif
Setiap kita memiliki motivasi yang baik, baik secara
positif mau negatif. Motivasi ini akan terbangun manakala kita
memiliki ketertarikan terhadap apa yang kita lihat dan dengar
dari orang lain. Dalam membangun motivasi ini sangat
diperlukan suatu hubungan yang dekat. Tetapi bukan hanya
hubungan dekat yang diperlukan, namum membutuhkan ide-
ide kreatif untuk membangkitkan motivasi yang sudah ada itu.
Itulah sebabnya banyak jemaat Tuhan yang termotivasif untuk
tetap optimis dalam melakukan segala sesuatu, karena mereka
meyakini bahwa apa yang disampaikan oleh gembala itu benar.
Motivasi akan sulit dibangun jika dalam diri mereka tidak
terdapat ketertarikan sama sekali terhadap gembala.

303
http://www.timorexpress.com/20150426094837/sebagai-hamba-tuhan-dan-
gembala#ixzz426bdzr8N, diunduh pada hari Minggu, 06 Maret 2016. Pukul. 14.40 Wib
298
Oleh karena itu, gembala yang inspiratif harus
meninggalkan pengaruh kuat dalam diri setiap orang termasuk
jemaat Tuhan. Tujuannya adalah mereka akan terus dikenang,
menimbulkan spirit dan energi perubahan yang besar, dan
menjadikan kehidupan ini senantiasa bergerak menuju ke arah
yang lebih baik. Gembala semacam inilah yang banyak
melahirkan para tokoh besar. Mereka sendiri mungkin sampai
sekarang ini masih tetap berada di tempat tinggalnya, tetap
dalam kesederhanaannya, tetapi karya-karya mereka selalu
berdampak postif kepada orang lain. Sebab, orang-orang yang
terinjeksi dengan spirit hidupnya telah berubah dan menjadi
seorang yang memiliki pengharapan besar dalam hidupnya.

299
BAB VI
IMPLIMENTASI TENTANG GEMBALA SEBAGAI
PENGAJAR, MOTIVATOR DAN INSPIRATOR

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan kepada kita


semua bahwa dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian baru,
pemimpin umat Tuhan adalah dipanggil dan ditetapkan oleh
Allah sendiri: Musa dan Yosua (Kel. 3:10, Yosua 1:1-3); Saul
dan Daud (I Sam. 16:12-13); Rasul-rasul (Mark 3:13-18); Lima
Jawatan Gereja (Ef. 4:11-13); Penatua-penatua dan penilik-
penilik di jemaat-jemaat lokal (Kis. 14:23, 20:28).
Artinya bahwa Allah langsung yang memilih, memanggil
dan memperlengkapi mereka menjadi gembala bagi umat
Tuhan pada saat itu. Tetapi dalam menunaikan tugas seorang
gembala seharusnya menjadi pelayan Kristus yang baik,
terdidik dalam hal iman dan berpegang teguh pada ajaran yang
sehat (1Tim. 4:6). Selain itu juga, gembala yang baik bisa
diandalkan, rajin, dan berani. Mereka bahkan mempertaruhkan
nyawa untuk melindungi kawanan. 1 Samuel 17:34-36. Kita
harus mengakui bahwa Alkitab sebagai sumber kehidupan,
sebagai sumber pengajaran, sebagai sumber motivasi dan
sebagai sumber inspirasi.
300
Jadi, dalam penggembalaan tersebut seharusnya
mengimplementasikan setiap pelayanannya dalam berbagai
segi kehidupan. Kata dasar dari kata “mengimplementasikan”
adalah kata “implementasi” Di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan yang dimaksud dengan kata
“implementasi” adalah sebagai pelaksanaan atau penerapan.304
Sedangkan yang dimaksud dengan kata
“mengimplementasikan” ialah melaksanakan; menerapkan.305
Jadi, yang dilaksanakan dan diterapkan adalah kegiatan yang
telah dirancang/didesain untuk kemudian dijalankan
sepenuhnya. Dalam mengaplikasikan pekerjaan pelayanan
gembala mestinya didasari pada suatu prinsip yang
berlandaskan pada kebenaran Alkitab.
Berdasarkan penjelasan dan arti di atas maka, saya akan
menguraikan beberapa hal penting tentang implementasi
gembala sebagai pengajar, motivator dan inspirator yang harus
diterapkan dan dilaksanakan oleh gembala masa kini:

A. Gembala Sebagai Kepala Keluarga


1. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan lembaga yang unik. Di dalamnya
terdapat anak-anak yang dipersiapkan untuk bertumbuh.
Keluarga adalah lembaga masyarakat paling kecil tetapi paling
penting. Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan orang
yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai
hubungan kekerabatan/ hubungan darah karena perkawinan,

304
http://el-kawaqi.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-implementasi-menurut-
para.html, diunduh pada hari Kamis, 25-02-2016. Pukul. 13.37 Wib
305
http://artikata.com/arti-365704-mengimplementasikan.html, diunduh pada hari
Jumaat, 26-02-2016. Pukul. 19.50 Wib
301
kelahiran, adopsi dan lain sebagainya. Keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum menikah disebut
keluarga batih. Sebagai unit pergaulan terkecil yang hidup
dalam masyarakat, keluarga batih mempunyai peranan-peranan
tertentu.306
Jadi, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul
dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan
saling ketergantungan satu dengan yang lain. Artinya bahwa
keluarga ini dibangun atas dasar kerjasama antara orangtua dan
anak-anak.
2. Fungsi gembala dalam kelurga
a. Menjadi suami bagi istrinya
Tanggung jawab pertama dari seorang suami dalam
pernikahan adalah mengasihi istrinya. Hai suami-suami,
kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.
Kolose 3:19. Di dalam Surat Efesus juga memperjelaskan lagi
kepada kita bahwa “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana
Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-
Nya baginya. Ef. 5:25. Artinya bahwa kasih sang suami kepada
istri adalah kata yang sama untuk mengungkapkan kasih Allah
kepada umat-Nya. Kasih ini adalah kasih yang terus memberi
meskipun tidak menerima apa-apa sebagai gantinya. Kasih ini
hanya mencari apa yang baik bagi yang dikasihinya, tanpa
mempedulikan biaya dan pengorbanan secara pribadi.
Dalam surat kepada jemaat di Efesus, Paulus
membaurkan pelajaran tentang kehidupan kekristenan dalam
gereja dan di rumah sehingga kadang-kadang sulit untuk
306
Soekanto dan Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali, 2004), hlm.
23
302
menentukan apakah dia sedang berbicara tentang gereja atau
rumah. Sebagaimana kesatuan pernikahan dalam kitab
Kejadian merupakan gambaran dari kasih Allah, hubungan
suami isteri dalam Efesus 5 merupakan gambaran Kristus dan
gereja-Nya. Ini terjadi bukan secara kebetulan, namun Allah
telah mengatur sedemikian rupa. Ayat 23 berbunyi: “Karena
suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala
jemaat.” Kedudukan sebagai kepala dimiliki baik oleh Kristus
maupun pria sebagai suami. 307
Oleh karena itu, seorang gembala harus hati-hati supaya
jangan sampai ia melalaikan isterinya karena terlalu sibuk
dengan tugas-tugas gerejani sehingga tidak ada waktu tersisa
lagi buat keluarganya.308 Maksudnya adalah suami sebagai
gembala harus mempedulikan isterinya dengan kasih yang
tidak mementingkan dirinya sendiri dan tidak menuntut.
Keduanya saling bergantung, dan keduanya mengikuti teladan
Kristus. Dengan demikian hubungan mereka akan
mencerminkan hubungan antara Kristus dengan jemaat-Nya.
( Yap Wei, 2003:684 ).
Jadi, aplikasinya adalah sikap seorang gembala harus
penuh kasih, baik di rumah maupun di gereja, dan gembala
harus disiplin baik, baik di rumah maupun di gereja. Gembala
harus orang yang jujur dan tulus dan bukan seorang aktor yang
sering kali berganti-ganti peranan. Pada waktu gembala
melayani gereja atau jemaat, berarti ia sedang melayani
keluarganya, dan pada waktu gembala melayani keluarganya di

307
Gutrie, Donald dan Alec Motyer dkk. Tafsir Alkitab Masa Kini Jilid 3, (Jakarta:
Yayasankomunikasi Bina Kasih/ OMF, 1994), hlm. 595
308
John E Ingauf, Sekelumit Tentang Gembala sidang, (Bandung: Lembaga Literatur
Baptis, 2001), hlm. 47-48.
303
rumah, berarti ia sedang melayani gereja atau jemaatnya.
Seluruh rumah tangga Kristen yang berhasil adalah kekuatan
terbesar bagi gereja.309
b. Menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya
Ketika saya menulis bagian ini sepertinya saya belum
layak untuk bisa mengutarakannya poin tersebut. Sebab, saya
belum pernah menjadi ayah bagi anak-anak secara langsung,
sperti ayah pada umumnya. Tetapi secara umum tentu saya
mengerti seperti apa posisi ayah kepada anak-anaknya karena
saya pernah menjadi anak dari orang tua saya, sehingga
mengerti bagaimana perasaan ayah kepada anak-
anaknya.Tetapi yang menjadi persoalannya adalah sudahkah
orangtua menjadi ayah yang baik kepada anaknya? Sebab, di
luar sana banyak orang tua yang tidak bisa menjadi ayah yang
baik bagi anak-anaknya. Memang menjadi ayah yang baik bagi
anak-anaknya bukan hal yang mudah untuk diterapkan, apalagi
kalau ayahnya sebagai gembala di gereja secara otomatis
permintaan dari sisi keluargapun semakin bertambah. Tetapi
tanggung jawab sebagai seorang ayah kepada anak harus
dipenuhi sebagai bukti rasa kepedulian orang tua.
Dalam Kitab Amsal mengungkapkan bahwa
“Didiklahorang muda menurut jalan yang patut baginya maka
pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada
jalan itu. Amsal. 22:6. Karena pendidikan dari orang tua itu
tidak bisa digantikan oleh apapun. Sebab, aku diajari ayahku,
katanya kepadaku: “Biarlah hatimu memegang perkataanku;

309
Howard Sugden F dan Warren W. Wiersbe, Jawaban atas Masalah
Penggembalaan, (Malang: Gandum Mas, 1993), hlm. 184
304
berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan
hidup. Amsal. 4:4.
Dari ayat-ayat tersebut di atas, sangat jelas kepada kita
bahwa keterlibatan ayah dalam keluarga sangat penting.
Sebelumnya, saya telah menjelaskan bahwa menjadi ayah bagi
anak bukan hal yang mudah. Tetapi, ada beberapa prinsip
penting yang harus diaplikasikan oleh seorang ayah kepada
anak: pertama, menyediakan waktu bagi anak; dua,
membangun komunikasi yang baik bagi anak; tiga, menjadi
teladan yang positif bagi anak; empat. memberikan disiplin dan
pujian yang mengasihi anak; lima, mengahargai istri didepan
anak; enam. mengasihi Tuhan, agar anak belajar mengasihi
Tuhan; tujuh. menyediakan diri melalui makan bersama dengan
anak; delapan, menjadi guru bagi anak-anak; sembilan,
menjdia pendoa bagi anak-anak. sepuluh, menjadi sumber
informasi bagi anak; sebelas, menjadi sumber motivasi bagi
anak; dua belas, menjadi sumber inspirasi bagi anak.
c. Menjadi guru (Pendidik) bagi anak-anaknya
Seorang ayah yang baik juga harus bisa berperan sebagai
guru, sebagai sumber pengetahuan bagi anak. Sebab Allah
telah memberikan hukum kebenaran kepada setiap ayah untuk
menjadi teladan dalam mempersiapkan generasi baru (Ulangan
6:6-9). Tidak ada subyek yang paling baik untuk diajarkan
kepada anak-anak selain firman Tuhan. Karena Tuhan sendiri
yang memerintahkannya dan Tuhan sendiri tahu apa yang
terbaik untuk anak-anak kita.
Agar seorang ayah dapat menjadi guru rohani kepada
anak-anaknya otomatis si ayah harus memiliki pengetahuan
tentang rohani, supaya ia tidak memiliki kesulitan dalam
mengajar anak-anaknya. Kesalahan terbesar bagi seorang ayah
305
adalah ketika mempercayakan pendidikan rohani anak-anaknya
kepada guru Sekolah Minggu saja. Ayah yang harus mendidik
anaknya dalam Firman Tuhan. Oleh karena itu seorang ayah
bertanggung jawab untuk menjadi guru rohani (pengajar
Firman Tuhan) bagi anak-anaknya dalam keluarga, sebagai
seorang ayah dalam keluarga Kristen kita harus sanggup
memimpin kebaktian keluarga di rumah agar anak-anak kita
dapat meniru dan kelak akan mempraktekkannya apabila anak-
anak itu kelak sudah berkeluarga (Amsal 22:7).
3. Menjadi pemimpin bagi keluarga
Menjadi pemimpin dalam keluarga bukan perkara yang
mudah bagi suami. Sebagai kepala rumah tangga, seorang
suami memiliki peran sebagai pemimpin keluarga, mengasihi
isteri dan anak-anaknya, memberikan hidupnya kepada Tuhan,
dan memikul tanggung jawab sebagai seorang kepala keluarga.
Karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah
kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Efesus 5:23.
Alkitab tidak menekankan kekuasaan secara diktator,
melainkan adanya kepemimpinan. Menjadi kepala keluarga
tidak berhubungan dengan kelemahan atau kekuatan. Kepala
keluarga adalah suatu kedudukan pelayanan yang khusus
sehingga suatu pernikahan boleh berkembang dan bertumbuh.
Sang suami memberikan contoh dari kehidupan Ilahi.“Tetapi
jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN,
pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah
yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang
sungai Erat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu
diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah
kepada TUHAN!” Yosua 24:15. Yosua memberikan
306
kepemimpinan secara rohani kepada keluarganya.
Kepemimpinan rohani termasuk memberikan nasihat dan
petunjuk berdasarkan Firman Allah. Sang suami memimpin
dalam membuat keputusan dalam keluarga. Dia melibatkan
isterinya dalam doa dan dalam usaha pencapaian persetujuan.
Kepemimpinan adalah suatu tanggung jawab yang berat
bagi seorang suami. Dia tidak bisa menanggungnya sendiri.
Kunci untuk menjadi pemimpin di rumah disebutkan dalam
Efesus 5 ayat 18: “Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur,
karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah
kamu penuh dengan Roh.310 James Dobson (1996: 82)
menjelaskan bahwa “seorang pria Kristen mempunyai
kewajiban untuk memimpin keluarganya dengan kemampuan
yang sebaik-baiknya.” Dan sebagai kepala keluarga suami
memiliki beberapa kewajiban. Pertama, ia harus dapat
menjadi imam bagi keluarganya. Kedua, ia harus memiliki
tujuan yang jelas dalam keluarganya. Ketiga, ia bertugas
mengambil keputusan yang bijaksana. Keempat, ia
bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah
dibuatnya.
Selain dari pada penjelasan dan poin di atas, maka ada
empat hal penting sebagai penunjang kepemimpinan suami
dalam menjaga rumah tangga agar tetap harmonis: Pertama,
menyadari arti dan pentingnya keluarga. Kedua,
mempraktekkan kasih di dalam rumah tangga. Ketiga,
membangun kesetiaan sampai mati. Keempat, pusatkanlah
keluarga pada Kristus.

310
http://learning.sabda.org/baca.php?b=pernikahan_jalan&isi=pel6, diunduh pada
hari Sabtu, 27-02-2016. Pukul. 18.03 Wib
307
Jadi, sebagai aplikasinya adalah sebagai gembala jemaat
seharusnya setia pada tanggung jawab rumah-tangga dan pada
kebenaran Allah. “Karena itu penilik jemaat haruslah seorang
yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri,
bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar
orang, bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah,
pendamai, bukan hamba uang, seorang kepala keluarga yang
baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau
seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri,
bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah? Janganlah ia
seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong
dan kena hukuman Iblis. Hendaklah ia juga mempunyai nama
baik di luar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke
dalam jerat Iblis” (1 Tim. 3:1-7).

B. Gembala Sebagai Guru


Di dalam Perjanjian Baru tugas mengajar sangat
penting, kita dapat melihat dari kehidupan dan pelayanan
Yesus Kristus. Alkitab menjelaskan kepada kita bahwaTuhan
Yesus adalah Sang Guru Agung. Ia adalah guru yang datang
dari Allah (Yoh. 3:2). Jadi, pribadi Yesus merupakan sebuah
pribadi yang istimewa karena ialah Allah yang turun dari sorga
dan menjadi serupa dengan manusia. “Yesus tepat sekali bagi
pekerjaan mengajar. Tidak ada orang yang lebih tepat untuk
tugas ini daripada Yesus. Yesus benar-benar seorang guru
yang sempurna, baik dari segi ilahi ataupun insani.”311 Sebagai
guru, Yesus sangat diperhitungkan keahlian-Nya oleh rakyat

311
J. M. Price, Yesus Guru Agung. (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1975), hlm.
5
308
Yahudi, sehingga menyebut sebagai Rabbi. Suatu gelar
kehormatan yang menyatakan betapa ia dikagumi oleh semua
orang karena Yesus sendiri dengan tegas mengakui diri-Nya
sebagai guru kepada murid-muridnya. “Kamu menyebut aku
Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat. Memang Akulah Guru
dan Tuhan (Yohanes 13:13).312 Selain itu juga Yesus disebut
sebagai gembala yang baik. “Akulah Gembala yang baik dan
Aku mengenal domba-domba-Ku dan domaba-domba-Ku
mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku
mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-
domba-Ku.” (Yoh. 10:14). Dalam Yoh. 10:7-16 dinyatakan
bahwa gambaran tentang Allah sebagai gembala/pemimpin
hidup yang baik bagi manusia itu telah nampak dalam diri
Yesus. Yohanes dalam Injilnya ini menyatakan bahwa Yesus
adalah gembala yang baik. Sebagai gembala yang baik Yesus
tidak sama dengan para pemimpin umat Israel saat itu.
Jadi, pada dasarnya gembala memiliki peran penting,
yaitu: Pertama, mengasihi domba-domba dalam Yes. 40:11,
Yoh. 10:14, gembala mengenal domba-domba dan domba-
domba mengenal gembala. Kedua, gembala melayani domba, 1
Ptr. 5:2, 1 Tes. 2:7, Yoh. 10:15. Ketiga, gembala menjadi
teladan bagi domba, 1 Ptr. 5:3, 1 Kor. 11:1. Keempat,
memimpin domba dalam Yes. 45, Yesaya,40:11. Kelima,
memperlengkapi domba, Fil. 1:9-10, 1 Yoh 4:1, Matius 4:4;
Kolose 3:16. Tugas penggembalaan itu ditandai dengan kasih,
kelemah lembutan, kerendahan hati, kecakapan, dan kerja
keras. Artinya bahwa gembala sebagai guru bukan apa yang
kita kerjakan, melainkan bagaimana kita menjalankan peran
312
http://timotius-sukarman.blogspot.co.id/2009/08/metode-pengajaran-tuhan-
yesus.html, diunduh pada hari Selasa, 01 Maret 2016. Pukul. 10:24
309
hidup kita. Gembala adalah guru Agama Kristen. Sebab,
kepadanya dipercayakan tugas dan peran penting untuk
menggembalakan domba-domba Kristus, dengan standar
seperti Tuhan Yesus menggembalakan domba-domba-Nya.
Tugas dan tanggung jawab yang dikerjakan oleh gembala
sebagai guru adalah:
1. Mengenal setiap murid melalui proses belajar.
Sebagaimana Tuhan Yesus mengasihi dan mengenal
domba-domba-Nya satu persatu (Yoh. 10:14), demikian
hendaknya setiap guru mengenal dan melayani setiap
murid.
2. Mengenal tujuan utama pelayanan guru bahwa bukan
hanya untuk mengajar secara kognitif, tetapi guru
dipanggil untuk membimbing setiap murid, melalui
proses belajar untuk mengenal Yesus secara pribadi.
3. Menggembalakan dengan motivasi kasih bukan sebagai
upahan, karena melayani Tuhan adalah sebagai bentuk
rasa syukur kita terhadap keselamatan yang telah
diberikan oleh Tuhan kepada kita dengan cuma-cuma.
4. Menuntun murid untuk percaya dan menerima Kristus
sebagai Juruselamat. Menjadi tanggung jawab guru untuk
dapat menjelaskan tentang Jalan Keselamatan sesuai
dengan apa yang dinyatakan oleh Firman Allah.
Dalam mendukung tugas dan tanggung jawab gembala
sebagai guru seperti yang sudah di uraikan di atas, maka ada
beberapa hal yang perlu dikerjakan oleh gembala:
1. Bekerjakeras untuk mencari jiwa-jiwa
“Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan
desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan

310
memberitakan Injil Kerajaan Surga serta melenyapkan segala
penyakit dan kelemahan.” (ay. 35). Terlihat sangat jelas
aktivitas yang dilakukan oleh Yesus! Dia giat berada di dalam
bait Allah untuk mengajar firman Allah. Sejak umur 12 tahun,
Yesus sudah berada di tengah-tengah alim ulama bersoal jawab
tentang firman Allah dan semua orang yang mendengarkan Dia
heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawaban yang
diberikan-Nya (Luk. 2:46-47). Di ayat berikutnya (ay. 52)
Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya serta
makin dikasihi oleh Allah dan manusia. Jelas, pertumbuhan
Yesus tidak hanya secara fisik tetapi rohani-Nya juga
bertumbuh.
Implikasi adalah rohani kita juga harus bertumbuh dan
meningkat seiring dengan bertambahnya waktu dalam
beribadah dan lamanya mengikut Tuhan. Ibrani 5:12
menegaskan, “Sebab sekalipun kamu ditinjau dari sudut waktu
sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi
diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah dan kamu
masih memerlukan susu bukan makanan keras.”
Sebagai pengajar atau guru seperti yang disebutkan
dalam lima jabatan di Efesus 5:11, kita harus siap belajar
dengan banyak membaca firman Allah, meng-upgrade diri dan
cakap mengajar demi peningkatan rohani kita untuk
kepentingan keselamatan orang lain. Kita harus berusaha
menambahkan iman dengan kebajikan dan kepada kebajikan
pengetahuan dan kepada pengetahuan penguasaan diri dan
penguasaan diri ketekunan dan kepada ketekunan kesalehan
dan kepada kesalehan kasih akan saudara dan kasih kepada
semua orang (2 Pet. 2:5–8).

311
Di luar bait Allah, selain terus menginjil Yesus juga
melenyapkan segala penyakit dan kelemahan (Mat.9:35b).
Pekerjaan yang dilakukan Yesus selalu terkait dengan
keselamatan bahkan sebelum naik ke Surga Dia memberikan
Amanat Agung, “Beritakan Injil kepada semua makhluk”
(Mrk. 16:15) dan “…pergilah, jadikanlah semua bangsa
menjadi murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan
Anak dan Roh Kudus.” (Mat. 28:19).
Aplikasinya adalah apa pun profesi dan pekerjaan kita,
semuanya jangan difokuskan untuk diri sendiri tetapi harus
dikaitkan dengan keselamatan orang lain.
2. Mengasihi jiwa-jiwa yang sudah ada
“Melihat orang banyak itu tergeraklah hati Yesus oleh
belas kasihan kepada mereka karena mereka lelah dan terlantar
seperti domba tidak tergembala.” (ay. 36). Hati dan sikap
Yesus sebagai Gembala Agung tidak pernah membiarkan
domba-domba-Nya terlantar dan kelaparan. Yesus mengatakan
kepada Andreas dan Filipus setelah melihat orang-orang yang
mengikuti-Nya dalam kondisi lapar, “Kamu harus memberi
mereka makan!” (Mrk. 6:37). Sikap ini menunjukkan
kepedulian penuh dari Yesus kepada orang lain bukan hanya
yang rohani tetapi jasmani juga.
Peran seorang gembala sidang sangatlah dibutuhkan oleh
‘domba-domba’ didalam sebuah gereja. Sistem penggembalaan
itulah yang akan menolong dan melindungi domba-domba dari
ancaman kelaparan rohani maupun jasmani. Injil Yohanes
10:11 menyatakan, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang
baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.

312
“Demikian pula Raja Daud mengaku di kitab Mazmur 23:1,
“Tuhanlah gembalaku, takkan kekurangan aku.”
Aplikasi adalah sikap belas kasihan dan peduli kepada
orang lain juga harus menjadi contoh dan teladan baik bagi kita
supaya kita yang diberkati dan dipelihara tidak hidup bagi diri
sendiri tetapi juga ingat kepada mereka yang kekurangan
secara jasmani maupun rohani.
3. Berdoa kepada Tuhan
“Maka kata-Nya kepada murid murid-Nya, “Tuaian
memang banyak tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah
kepada tuan yang empunya tuaian supaya Ia mengirimkan
pekerja-pekerja untuk tuaian itu”.
Ayat di atas mengajar kita agar dalam hal permohonan
dan berdoa pun kita mengaitkan Tuhan dengan kepentingan
orang lain, bukan berpusat pada kepentingan diri sendiri.
Memang Matius 7:7 mengajar kita, “Mintalah maka akan
diberikan kepadamu; carilah maka kamu akan mendapat;
ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu.” namun tetap
kita kaitkan dengan keselamatan orang lain. Dalam
pembangunan Tubuh Kristus, masih banyak tempat
membutuhkan kita terutama dalam pelayanan ladang sudah
menguning tetapi pekerja-pekerja belum siap untuk menuai.
Seharusnya saat ini kita sudah bersikap siap diutus oleh Tuhan
seperti tertulis di kitab Yes. 6:8, “Lalu aku mendengar suara
Tuhan berkata “Siapakah yang akan Kuutus dan siapakah yang
mau pergi untuk Aku? Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!”313

313
http://www.ibt-sby.org/home/index.php/ibadah-umum/10-teladan-sempurna-
dari-yesus, diunduh pada hari Selasa, 03 Maret 2016. Pukul. 11.51 Wib.
313
Jadi, sebagai aplikasinya adalah gembala sebagai guru
harus memiliki:
1. Tujuan pengajaran yang jelas
Hal yang paling penting dalam mengajar adalah memiliki
tujuan yang jelas, seperti yang diungkapkan oleh Price, “Salah
satu hal yang sangat penting dalam hal mengajar ialah tujuan
yangn jelas dan khas.”314 Sehingga, para pengajar banyak yang
merasa tidak bersemangat dan tidak memiliki tujuan dan
sasaran yang jelas. Tapi tidak dengan Yesus, “Ia tidak pernah
mengajar semata-mata karena Ia harus mengajar. Ia selalu
mempunyai tujuan-tujuan yang akan dicapai-Nya. Ia benar-
benar tahu apa yang dikehendaki-Nya, dan berusaha untuk
mencapainya. Ia tahu arah tujuan-Nya dan dengan gigih
bergerak kearah itu.”315 Oleh karena itu, seorang pendidik
harus memiliki tujuan pengajaran yang jelas, seperti yang
dilakukan oleh Tuhan Yesus.
2. Jiwa pendidik yang berkorban
“Kasih tidak dapat dididik melalui cara filsafat, kasih
tidak bisa dibahas di dalam sebuah artikel. Tetapi kasih hanya
bisa dimengerti melalui kematian Kristus untuk menjadi contoh
bagaimana mengabdi dan melayani sesama, bahkan Ia rela mati
bagi murid-Nya.”316 dan dengan pengorbanan-Nya Ia
mempraktekkan apa itu artinya kasih yang sesungguhnya.
“Manusia tahu bagaimana menjalankan komunikasi dalam
relasi antar pribadi dengan dunia ini dengan cinta yang ada dan
dinyatakan dalam diri Kristus, yang telah berkorban bagi

314
Ibid, J. M. Price, hlm. 35
315
Op.cit, J. M. Price
316
Stephen Tong, Seni Membetuk Karakter Kristen. (Surabaya: Momentum, 1995),
hlm. 51
314
Saudara dan saya, untuk menjangkau sesama manusia,
berkorban bagi orang lain, melayani mereka. Inilah yang akan
mambentuk Karakter Kristen.”317
3. Jiwa yang mengasihi murid
Seorang guru jika mengajar ia harus mengajar dengan
kasih dan cinta kepada anak didiknya, tanpa kasih dan cinta
disaat mendidik, pelayanan kita tidak akan diingat oleh Tuhan.
Salah satu faktor yang terkadang membuat para pendidik tidak
mengajar dengan kasih dan cinta adalah rasa takut jika anak
didiknya akan tidak menyukainya saat mengajar, “Siapa yang
takut, ia tidak sempurna dalam kasih”.318 Karena jika pendidik
mengajar terdapat rasa takut dan bimbang dalam hati mereka
akan tidak maksimal dalam malayani.
4. Jiwa yang mencintai kebenaran
Seperti pada bagian-bagian yang sebelumnya bagaimana
sebagai seorang pendidik harus memiliki cinta kasih dan
meneladani karakter Yesus Kristus, maka dengan sendirinya
pendidik pun harus mencintai kebenaran. Karena kasih yang
sesungguhnya adalah kasih yang tidak membiarkan orang-
orang yang dia pimpin mendapatkan pengajaran yang tidak
benar. Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik yang yang
mencintai kebenaran dan para pengajar harus mengajarkan
kebenaran kepada semua orang sebagai wujud kasih dan
teladan Yesus Kristus. Sebab, dalam hal ini guru mendapat
kesempatan yang luar biasa untuk menunjukkan kekayaan/
kemuliaan dan maksud Allah kepada murid. Tetapi harus
mengandalkan karya Roh Kudus untuk dapat membuka semua
rahasia Allah yang tersembunyi itu. Karena iman Kristen
317
Ibid, Stephen Tong
318
Greg Zoschak, Membangun Karakter Anda. (Jakarta: Immanuel, 1995), hlm. 25
315
semuanya bersumber pada Alkitab, sebab itu pengenalan,
pengetahuan tentang firman Allah ini sangat penting dan
relevan bagi para guru, murid dan orang percaya. Dengan
firman Allah inilah tujuan pembelajaran memahami perintah,
petunjuk, nasihat yang selanjutnya menuntun para guru, murid,
dan orang percaya untuk sadar akan rencana Allah yang hakiki
bagi kehidupan orang Kristen.

C. Gembala Sebagai Pelayan di Gereja


Pada dasarnya gembala sebagai pelayan di gereja yang
ditugaskan untuk menjaga, memelihara, mengawasi dan
mengingatkan setiap jemaat Tuhan untuk hidup sesuai dengan
firman Tuhan, supaya melalui dengan perkataan dan perbuatan
mereka, mereka memberitakan firman Allah kepada setiap
orang. Firman yang diberitakan di dalam Jemaat harus tumbuh
dan berbuah.
Memang menjadi hamba itu identik dengan sesuatu yang
tidak ada nilainya. Oleh karena itu tidak ada seorang pun di
dunia ini yang berkeinginan untuk menjadi seorang hamba. Hal
ini tidak hanya terjadi pada zaman ini. Pada zaman pelayanan
Tuhan Yesus hal seperti ini sudah ada. Murid-murid Tuhan
Yesus sendiri memiliki persepsi yang berbeda dengan Murid-
murid-Nya. Murid-murid-Nya memikirkan tentang kebesaran
dalam pengertian umum. Tetapi Tuhan Yesus berkata, “siapa
yang mau menjadi yang terbesar diantaramu hendaklah ia
menjadi pelayanmu”. Dengan kata lain, jika seseorang ingin
menjadi yang terbesar, ia harus menjadi hamba dari orang lain.
Dasar pelayanan gembala sebagai pelayan di gereja
adalah:
316
1. Melayani dengan rendah hati
“Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada
padamu, ..... tetapi dengan pengabdian diri”. Ptr. 5:2. Dalam
pelayanan, Petrus mengalami penyangkalan, penderitaan dan
kegagalan. Semua itu menjadikan dirinya sebagai pribadi yang
mampu menghayati makna pelayanan dengan melaksanakan
panggilan dan pengutusannya. Apa yang Petrus alami tidak
hanya terjadi bagi para gembala tetapi kepada siapapun juga
yang mau melayani dengan penuh sukarela sesuai kehendak
Allah, tidak mencari keuntungan sendiri, penuh pengabdian,
tidak suka memerintah, menjadi teladan (ay.2-3).
Pelayanan hendaknya dilaksanakan seperti itu, bukan
dengan terpaksa bahkan hitung-hitungan, dengan mengabdi
untuk kepentingan yang dilayani bukan untuk diri sendiri; tidak
juga dengan arogan untuk mengatur dan menentukan “arah”
bagi kelompoknya atau mencari zona aman untuk diri sendiri.
Jika demikian, pelayanan tidak mendatangkan sukacita dan
kemuliaan bagi nama Tuhan.
“Melayani dengan kerendahan hati” menjadi kunci
pelayanan. Untuk itu, gembala yang melayani, perlu peka atas
“jerit dan rintihan domba”. Peka mendengarkan suara dan
tangisan mereka yang lemah dan tertindas sebagaimana Kristus
juga telah melepaskan kita dari ketertindasan dosa. Semua itu
telah dinyatakan-Nya dalam kesediaan-Nya mengalami
penderitaan bagi kita. Kelepasan itulah yang harus kita bagikan
dalam dunia yang penuh penderitaan ini. Dengan demikian,
pelayanan yang kita berikan menjadi berkat dalam berbagi
kekuatan iman dan damai-Nya. Nyatakanlah semua itu lewat

317
semangat kerja pelayanan yang tinggi maka upahmu akan
disiapkan Tuhan tepat pada waktu-Nya (ay.4).319
Artinya bahwa kerendahan hati adalah menempatkan
dirinya sebagai pelayan Tuhan yang mau bekerja dengan penuh
kerelaan dan bukan menempatkan diri sebagai yang dilayani
atau sebagai bos. Orang yang rendah hati adalah orang yang
mau “turun” langsung melihat realitas/kenyataan hidup. Dalam
Flp. 2: 5-11, di situ dijelaskan bahwa Yesus menunjukkan
kerendahan hati-Nya melalui cara hidup dan kesalehan hidup-
Nya.
2. Melayani dengan tegas dan berhikmat
“Dan berkata kepada mereka: “Ada tertulis: Rumah-Ku
akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang
penyamu, Mat. 21:13. Umumnya selalu saja ada alasan untuk
setiap tindakan yang dilakukan seseorang. Langkah atau
tindakan itu juga dilakukan oleh Yesus Kristus ketika Ia berada
di Bait Allah Yerusalem. Di pelataran Bait Allah, Yesus
melihat banyak orang melakukan transaksi jual beli hewan dan
tukar menukar uang menjelang perayaan Paskah berhubungan
dengan persembahan kurban. Imam-imam kepala memberi izin
kepada mereka untuk berdagang. Bisa dibayangkan situasi saat
itu, ramai sekali karena terjadi tawar menawar bahkan Yesus
menggambarkan situasi ramai saat itu dengan istilah “sarang
penyamun”. Sebagai Mesias Yesus tanpa kompromi bertindak
dengan tegas. Seperti raja Yosia yang menyucikan Bait Allah
dari berbagai sarana atau perkakas penyembahan berhala (2

319
http://www.gpibimmanuelbekasi.org/index.php?ipage=9060, diunduh pada hari
Rabu, 03 Maret 2016. Pukul. 10.30 Wib
318
Raja. 23:4), Yesus membalikkan meja-meja penukar uang dan
bangku-bangku penjual burung merpati.
Bagi Yesus ibadah di Bait Allah atau ketika umat datang
menyembah Allah haruslah berlangsung dengan tenang, sopan,
tertib dan tulus atau sungguh-sungguh. Yesus tidak anti
terhadap usaha seseorang berdagang. Bagi-Nya tempat ibadah
haruslah menjadi tempat yang bebas dari segala bentuk praktek
“perdagangan” demi kepentingan atau keuntungan pribadi.
Gereja sesuai dengan panggilan dan pengutusannya haruslah
meneladani sikap Yesus, yakni berani mengambil langkah
tegas dan penuh hikmat terhadap segala bentuk transaksional
terkait dengan pelayanan dan penyembahan kepada-Nya.
Demikian juga gereja harus tegas bersikap jika terjadi
kegaduhan dalam pelayanan karena adanya tuntutan yang
bersifat “dagang”. Kompromi terhadap ketidakbenaran akan
menghantar gereja pada hilangnya nilai gereja itu sendiri.
Tuhan Yesus menghendaki ibadah itu berlangsung dengan
tertib, tenang, tulus dan sungguh-sungguh serta jujur.320
3. Melayani dengan tidak menyerah, tetap teruslah berbuat
baik
“Tetapi ketika imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat
melihat mujizat-mujizat yang dibuat-Nya itu dan anak-anak
yang berseru dalam Bait Allah: “Hosana bagi Anak Daud!”
hati mereka sangat jengkel. Mat. 21:15. Tidak sedikit
pelayanan Tuhan hari-hari ini yang mengalami suatu kegalauan
dalam melayani. Merasa sudah berusaha melaksanakan tugas
pelayanan dengan baik, masih saja ada yang merespon dengan

320
http://www.gpibimmanuelbekasi.org/index.php?ipage=10482, diunduh pada hari
Rabu, 03 Maret 2016. Pukul. 11.00 Wib
319
sinis atau tidak senang”. Tentu hal ini menjadi masalah dalam
pelayanan gembala sebagai pelayan di gereja. Pertanyaannya
adalah haruskah karena beberapa orang yang bersikap sinis,
kita tidak lagi mau melayani dengan baik atau melakukan yang
baik?
Pengalaman yang tidak menyenangkan itu, jauh
sebelumnya telah dialami oleh Yesus Kristus. Kehadiran-Nya
di Bait Allah Yerusalem dimanfaatkan oleh orang banyak yang
sedang sakit. Orang buta dan orang timpang datang kepada
Yesus dan dengan kuasa-Nya, mereka disembuhkan. Apa yang
dilakukan Yesus terhadap beberapa orang sakit tersebut
membuktikan bahwa Ia sungguh Mesias yang Mahakuasa dan
penuh kasih dalam tindakan-Nya. Respon orang yang melihat
mujizat yang dilakukan Yesus beragam. Anak-anak yang ada
saat itu dengan spontan memuji Yesus : Hosana bagi Anak
Daud atau Hiduplah Raja Mesias. Mendengar seruan pujian
anak-anak tersebut, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat
justru menunjukkan kejengkelannya.
Mereka tidak senang terhadap pujian anak-anak tersebut.
Yesus tidak keberatan terhadap pujian anak-anak tersebut
karena Ia tahu bahwa dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang
menyusu akan ada pujian sebab Allah yang memungkinkan hal
tersebut terjadi (Mazmur 8:3). Sekalipun imam-imam kepala
dan para ahli Taurat sinis atau tidak senang dengan yang
dilakukan-Nya, Yesus tetap konsisten berbuat baik dan
melaksanakan tugas-Nya dengan setia dan taat. lnilah yang
harus kita teladani. Tetap setia melayani-Nya, tekun dan
senang berbuat baik dalam kebenaran. Janganlah menuntut
pujian dari manusia tetapi usahakan semua perbuatan kita

320
memuliakan nama Tuhan Yesus.321 Ada pun bentuk pelayanan
kita di dunia ini adalah melakukan tugas yang telah Tuhan
berikan kepada kita dan meneladani kehidupan Kristus selama
hidup-Nya ada di dunia (1 Yoh.2:6).
Oleh karena itu, ada beberapa tujuan Allah, mengapa Dia
memanggil dan memilih kita untuk melayani. Pertama, kita
diciptakan untuk melayani Allah. Kedua, kita diselamatkan
untuk melayani Allah. Ketiga, kita dipanggil untuk melayani
Allah. Keempat, kita diperintahkan untuk melayani Allah.
Prinsip-prinsip ini menjadi poin penting yang harus
direnungkan dan diterapkan oleh gembala dalam melayani di
gereja bahwa para pelayan-pelayan adalah orang-orang yang
istimewanya Tuhan. Berangkat dari itu, maka gembala sebagai
pelayan harus memiliki kapasitas yang lebih dalam melayani
jemaat dibandingkan dengan pelayan yang lain. Dalam
mendukung kapasitas pelayanan gembala di dalam gereja maka
ada beberapa hal penting yang harus diterapkan dan
diperhatikan oleh gembala, yaitu:
a. Menjaga sikap dan kewibawaan sebagai gembala
“Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena
engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam
perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam
kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” I Tim. 4:12
b. Menjadi teladan bagi orang-orang percaya.
“Sehingga kamu telah menjadi teladan untuk semua
orang yang percaya di wilayah Makedonia dan Akhaya. Karena
dari antara kamu firman Tuhan bergema bukan hanya di

321
http://www.gpibimmanuelbekasi.org/index.php?ipage=10483, diunduh pada hari
Rabu, 03 maret 2016. Pukul. 11.23 Wib
321
Makedonia dan Akhaya saja, tetapi di semua tempat telah
tersiar kabar tentang imanmu kepada Allah, sehingga kami
tidak usah mengatakan apa-apa tentang hal itu. 1 Tesalonika
1:7-8.
c. Menjadi komunikator kebenaran yang baik.
Paulus menasihati agar Timotius bertekun dalam
membaca Alkitab, membangun dan mengajar (I Tim 4:13). Ini
merupakan tugas publik Timotius dan menjadi jalan untuk
menghadapi ajaran sesat pada saat itu (2 Tim. 3:14-17).
Mengajar merupakan tugas yang penting bagi pemimpin gereja
di dalam era informasi ini.
d. Menggembalakan jemaat dengan penuh tanggung jawab
Tanggung jawab utama para pemimpin gereja adalah
menggembalakan jemaat Tuhan (1 Ptr. 5:3). Ini berarti
memperhatikan kesejahteraan rohani jemaat agar mereka dapat
hidup dalam ketaatan kepada kehendak Allah. Keadaan zaman
ini memungkinkan banyak orang tersesat dan harus dibimbing
menerima Yesus, orang yang lemah iman perlu dikuatkan,
keluarga yang dilanda problema perlu dibimbing mendapatkan
kemenangan, dan masih banyak problema lain yang menuntut
tanggung jawab penggembalaan dari gembala jemaat.
e. Mengenal nilai dan arah zaman
Para pemimpin gereja seharusnya memimpin dan
menggembalakan warga jemaat menuju tujuan sebagaimana
yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus bagi gereja-Nya. Di
samping memiliki kehidupan yang benar dan setia kepada
firman Tuhan, para pemimpin gereja patut mengenal nilai dan
arah zamannya.

322
f. Membangun pelayanan yang berdasarkan kerjasama tim.
Dalam membangun pelayanan di era globalisasi yang
multi tantangan ini mustahil seorang pemimpin sanggup
memikul seluruh tanggung jawab seorang diri saja. Zaman ini
tidak memerlukan kepemimpinan yang hanya mengandalkan
figur dan kharisma seorang pemimpin saja. Tantangan yang
besar dan berdimensi luas harus diatasi melalui kerjasama di
antara para pemimpin gereja, antara pemimpin dan warga
jemaat, dan antar warga jemaat sendiri. Sudah saatnya orang
Kristen melayani sebagai suatu jejaring kerja yang luas di
tengah dunia ini. Jadi, tanggung jawab pemimpin gereja masa
kini adalah terus mengawasi dinamika pertumbuhan dirinya,
pengajarannya, dan tanggung jawab penggembalaan yang
dipercayakan kepadanya, hingga satu hari kelak ia memperoleh
hadiah dan pujian dari Tuhan Yesus sendiri.322

D. Gembala Sebagai Pelayan di Masyarakat


Yesus menyatakan bahwa tujuan kedatangan-Nya
adalah untuk melayani dan bukan untuk dilayani (Mat. 20:28).
Gembala juga harus menunjukkan sikap kesediaanya dalam
melayani siapapun seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus.
Artinya bahwa Yesus mendorong para gembala untuk
melakukan panggilan gerejawinya dalam dunia sebagai agen
perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan. Selama
pelayanan-Nya dibumi Tuhan Yesus mengumumkan bahwa Ia
akan melakukan sesuatu yang baru dalam membangun gereja-
Nya.

322
Ruslan Christian, https://sttiaa.wordpress.com/2008/12/01/kepemimpinan-
seorang-gembala, diunduh pada hari Rabu, 02 Maret 2016. Pukul. 9.52 Wib
323
Oleh sebab itu, Yesus memanggil orang-orang menjadi
murid-Nya, mereka dipanggil dalam persekutuan dengan Dia
yaitu Gereja. Yesus telah menyuruh para murid untuk
melaksanakan tugas dan Amanat Agung (Mat 28:19-20) dan
(Kis 1:8). Perintah itu berlaku pula untuk murid-murid-Nya
sekarang ini, dengan kata lain Pekabaran Injil dan pelayanan
sosial merupakan inti yang harus dilakukan oleh pelayan Tuhan
saat ini.
Dalam mencapai hal tersebut di atas, maka gembala
harus memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat
sekitarnya. Dalam upaya membangun hubungan yang baik
antara gembala dan masyarakat maka memerlukan suatu
komunikasi yang baik. Sebab, komunikasi adalah “suatu proses
di mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi,
dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar
terhubung dengan lingkungan dan orang lain".323 Dengan
tujuan adalah agar gembala dapat dikenal dan memiliki
hubungan yang harmonis antara seorang gembala dengan
masyarakat sekitarnya.
Selain tujuan di atas, maka Franz-Josef Eilers,
menguraikan beberapa tujuan komunikasi pastoral:
1. untuk bersaksi tentang nilai-nilai Yesus dalam berhubungan
dengan siapa saja.
2. untuk membawa orang-orang ke dalam persekutuan dan
komunikasi untuk menjadi ragi bagi masyarkat
3. untuk membantu orang-orang dalam menemukan jawaban-
jawaban atas pencarian mereka akan-
1. makna dalam hidup ini
323
Ruben Brent D dan Lea P Stewart, Communication and Human Behavior, (United
States: Allyn and Bacon, 2006)
324
2. arah-arah yang tepat
3. mengambil pilihan-pilihan yang tepat
4. menghayati keyakinan dan iman mereka
4. untuk mitra dalam berkomunikasi dengan orang-orang
lain.324
Oleh karena itu, ia (gembala) harus secara konsisten
memberikan teladan tentang kehidupan Kristen yang muncul
dari penerapan akan ajaran-ajaran Alkitab di dalam kuasa Roh
Kudus. Paulus berkata kepada Titus, sang pendeta muda,
”jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat
baik”325. Salah satu pelajaran lagi yang sulit untuk dilakukan
adalah belajar berbuat baik, walaupun setiap orang selalu
memiliki keinginan yang sama ingin berbuat baik kepada orang
lain, dan ingin mendapatkan perlakuan yang baik dari orang
lain. Paling tidak ada beberapa hal yang menyadarkan kita
bahwa berbuat baik itu sulit, dan bilamana kita ingin tetap
bertahan dalam perbuatan-perbuatan yang baik, maka kita juga
harus bertahan untuk menerima konsekuensi dari perbuatan
baik kita.
Jadi, ada beberapa prinsip penting yang harus diterapkan
oleh gembala dalam melayani masyarakat: Pertama,
membangun relasi yang baik dengan masyarakat. Kedua,
menjadi teladan yang baik bagi masyarakat. Ketiga,
menghargai setiap perbedaan yang ada di masyarakat.
Keempat, melayani masyarakat dengan kasih. Kelima, menjadi
bagian dari masyarakat. Keenam, menjadi pengajar, motovasi

324
Franz-Josef Eilers, Berkomunikasi dalam pelayanan dan Misi, (Yogyakarta:
Kanisius, 2012), hlm. 14
325
Ronald W. Leigh, Melayani dengan Efektif, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hlm.
26
325
dan inspirator kepada masyarakat. Ketujuh, melibatkan diri
diberbagai kegiatan yang ada di masyarakat. Kedelapan,
menolong masyarakat yang membutuhkan pertolongan.
Kesembilan, memberi solusi kepada masyarakat yang
mengalami persoalan hidup. Kesepuluh, menjadi saksi Kristus.
Selain prinsip-prinsip di atas, maka ada enam hal yang
menggerakkan kita untuk melayani Tuhan:
a. Tergerak oleh kepatuhan / ketaatan
Di dalam kitab Ulangan 13:4, nabi Musa menulis,
“Tuhan, Allahmu, harus kamu ikuti, kamu harus takut akan
Dia, kamu harus berpegang pada perintah-Nya, suara-Nya
harus kamu dengarkan, kepada-Nya kamu harus berbakti dan
berpaut.” Ayat tersebut berkaitan dengan kepatuhan kepada
Allah. Di tengah rangkaian kata-kata yang memerintahkan agar
kita patuh kepada-Nya, terdapat perintah “kepada-Nya harus
kamu berbakti”. Berbakti kepada-Nya berarti mengabdi
kepada-Nya dan melayani Dia. Ya, kita harus melayani Dia
karena kita mau mematuhi Dia. Jika kita tidak melayani
Tuhan, itu berarti tidak mematuhi Dia. Jadi, tidak melayani
Tuhan adalah suatu kesalahan besar.
b. Tergerak oleh rasa syukur / terima kasih
Tidakkah kita ingat, bagaimana malangnya hidup kita
sebelum mengenal Yesus Kristus, tanpa tujuan dan tanpa
harapan? Tidakkah kita ingat, bagaimana berdosanya kita
kepada Tuhan? Tidakkah kita ingat, bagaimana rasanya ketika
kita tahu bahwa Tuhan Yesus bersedia mati bagi kita,
mengampuni diri kita dari dosa-dosa yang sangat banyak agar
kita selamat dan memberi kita jaminan hidup kekal di sorga?

326
Seorang yang sungguh sadar bahwa hidupnya saat ini
adalah anugerah Tuhan akan mengabdikan seluruh hidupnya
kepada Tuhan. Ia akan melayani Tuhan seumur hidupnya
meskipun ia tahu bahwa ia tidak akan pernah bisa membalas
anugerah Tuhan yang besar itu.
c. Tergerak oleh sukacita
Berikut ini isi pesan Maz. 100:2: “Beribadahlah kepada
Tuhan dengan sukacita.” Melayani Tuhan tidak pantas
dilakukan dengan hati yang mengomel atau kecut. Kita harus
melakukannya dengan sukacita. Pada zaman dahulu kala,
hamba-hamba raja sering dijatuhi hukuman mati hanya karena
bermuka muram sewaktu melayani sang raja. Ada sesuatu yang
tidak beres pada diri kita kalau kita tidak dapat melayani Tuhan
dengan sukacita. Kalau kita melayani Tuhan hanya karena kita
merasa itu sudah kewajiban kita, tidaklah aneh kalau kita tidak
dapat melayani Dia dengan sukacita. Kalau kita melayani
Tuhan hanya karena kita mau masuk surga, tidaklah aneh kalau
kita tidak dapat melayani Dia dengan sukacita. Sebaliknya
orang Kristen yang berterima kasih atas apa yang telah Tuhan
lakukan baginya akan dapat melayani Tuhan dengan sukacita
dan sukarela.
d. Digerakkan oleh fakta bahwa sudah diampuni
Jika kita membaca Yes. 6:6-8 di situ kita mendapati
apakah nabi Yesaya menanggapi panggilan Allah dan siap
melayani Allah karena ia merasa bersalah? Bukan! Karena
Allah sudah menghapus kesalahannya. Anak-anak Allah
melayani Tuhan bukan supaya mereka diampuni, tetapi karena
mereka sudah diampuni. Jika kita melayani Tuhan hanya
karena kita merasa bersalah kalau kita tidak melayani Dia,
327
gambarannya kita ini seperti orang yang melayani dengan kaki
yang dirantai pada pergelangannya. Tidak ada kasih dalam
pelayanan itu. Yang ada hanyalah upaya dan upaya. Tidak ada
sukacita dalam pelayanan itu, yang ada ialah kewajiban dan
kejemuan. Kita seharusnya melayani dengan sukcita karena
kematian Kristus sudah membebaskan kita dari cengkeraman
kuasa dosa.
e. Digerakkan oleh kerendahan hati
Yesus adalah hamba yang sempurna. KebesaranNya
terlihat dari kesediaan-Nya merendahkan diri, melayani kedua
belas murid-murid-Nya. Sungguh, suatu kerendahan hati yang
mencengangkan. Yesus, Tuhan dan Guru murid-murid itu,
mencuci kaki mereka untuk memberi contoh bagaimana
murid-muridnya harus melayani dengan kerendahan hati.
Dalam kehidupan ini selalu ada kecenderungan dalam diri kita
(Alkitab menyebutnya sebagai “kedagingan”) untuk berkata,
“kalau saya harus melayani, saya harus mendapatkan sesuatu.
Kalau saya mendapat imbalan, atau mendapat pujian bahwa
saya ini rendah hati, atau memperoleh keuntungan bagi diri
saya sendiri, saya akan berusaha tampil rendah hati dan mau
melayani. Itu namanya bukan melayani seperti Kristus tetapi
itu namanya munafik. Dengan kuasa Roh Kudus, kita harus
menolak pelayanan yang bermotivasi mementingkan diri
sendiri. Itu adalah motivasi yang tidak benar. Kerendahan hati
kita dalam melayani harus tulus, “menganggap yang lain lebih
utama daripada dirinya sendiri (Filipi 2:3). Orang Kristen
seharusnya melayani dengan rendah hati karena hal itu
membuat dirnya menjadi semakin seperti Tuhan Yesus.

328
f. Digerakkan oleh kasih
Menurut Galatia 5:13, pelayanan harus dilakukan atas
dasar kasih. Tidak ada “bensin” yang lebih baik untuk
menggerakkan kita melayani dan memberi semangat selain
kasih. Dalam pelayanan kita kepada Tuhan, kita melayani-Nya
bukan demi memperoleh uang, tetapi kita melakukannya atas
dasar kasih kepada Tuhan dan kepada sesama. Melayani Tuhan
bukanlah persoalan suka atau tidak suka. Kita diberi amanat,
“pergilah!” maka kita pergi.
Kasih Yesuslah yang mendesak kita pergi melayani.
Kalau orang-orang Kristen dipenuhi dengan kasih Yesus,
mereka akan digerakkan pula oleh kasih Yesus itu. Hasilnya
mereka “tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk
Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka” (2
korintus 5:14-15). Mereka melayani Allah dan sesamanya atas
dasar kasih Yesus.326

326
http://artikel.sabda.org/kehidupan_bersama_dalam_keluarga_kristen, diunduh
pada hari Kamis, 3 Maret 2016. Pukul. 17.10 Wib.
329
BAB VIII
INI SIH TIDAK ASYIK LAGI ? DAN BUKAN HAL
BARU?

Dalam bagian ini akan membuka mata, pikiran dan hati


kita semua. Sebab, di bab-bab sebelumnya sudah dibahas
tentang peranan, tanggung jawab dan fungsi gembala di dalam
gereja. Salah satu tugas atau fungsi gembala adalah mengajar
umat Allah melalui perkataan dan perbuatan. Alkitab berkata
bahwa, “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh
kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi
penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-
Nya dengan darah Anak-Nya sendiri” (Kisah 20:28). Memang
tugas utama seorang gembala adalah memberitakan Injil.
Sebab, pemberitaan Injil adalah alat utama bagi pertumbuhan
iman jemaat.327 Artinya tugas seorang gembala berkaitan
dengan pengabdian dan pengorbanan. Pengabdian untuk
senantiasa melayani, membimbing, meneguhkan dan mengajar.
Pengorbanan yang dimaksud adalah kerelaan untuk

327
Peter Wagner, Manfaat Karunia Roh, (Malang: Gandum Mas,1991), hlm. 173
330
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu
jemaat yang mengalami persoalan hidup (bdk. Yohanes 21:15-
19, I Petrus 5: 2).
Sebenarnya hal ini sih tidak asyik lagi ? Dan bukan hal
yang baru ?. Mengapa saya berkata demikian? Setiap minggu
para gembala atau pendeta menyampaikan pesan-pesan Tuhan
kepada jemaat melalui khotbah. Isi khotbah pendeta adalah
tidak lain dari kata-kata menegur, menasihati, menguatkan dan
memotivasi jemaat agar jemaat tetap kuat, taat, setia, percaya
dan mau berkorban dalam melayani dan memberi persembahan
di gereja. Sebenarnya ini sah-sah saja toh juga adalah bagian
dari tanggung jawab pendeta untuk mengingatkan jemaat,
supaya jemaat lebih peka terhadap tanggung jawab mereka
sebagai jemaat Tuhan yang sedang dipersiapkan untuk masuk
dalam Kerajaan Surga.
Tetapi sayang sekali hal ini hanya sampai disitu saja.
Mengapa? Bila kita mengamati dan memperhatikan hari-hari
ini yang sering terjadi di sekitar kita, kadang membuat kita
tidak habis pikir, kok bisa ya terjadi. Bagaimana tidak,
kehidupan kekristenan saat ini ada dalam keadaan bayang-
bayang ketakutan. Gereja di mana-mana di tolak, digusur,
dibakar, tidak dapat ijin untuk tempat beribadah dan tidak
sedikit anak-anak Tuhan menjadi korban dari kekerasan
tersebut. Salah satu kasus yang terjadi hari-hari ini adalah di
Aceh Singgkil, gereja tersebut di gusur dan dibakar oleh orang
yang tidak dikenal pada tanggal 13 Oktober 2015 yang lalu.328
Selain gereja yang ada di Aceh Singkil. Pintu gereja di
Purworejo dibakar pada hari senin pagi, dibakar oleh orang
328
http://infodariandi.blogspot.co.id/2015/10/sungguh-kejam-seluruh-gereja-di-
aceh.html, diunduh pada hari Sabtu, 19 Maret 2016. Pukul. 20.04 Wib.
331
yang tidak dikenal. Peristiwa itu pertama kali diketahui pendeta
GKJ, Ibnu Prabowo (57). Selain pintu depan gereja terbakar,
pihaknya juga mendapati pintu sebelah barat gereja terbakar.
Ibnu juga menemukan secarik kertas di pojok kiri depan gereja
bertuliskan sebuah ancaman.329
Dari peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi sudah
otomatis jemaat Tuhan mengalami ketakutan, trauma dan
ketidaknyamanan dalam beribadah kepada Tuhan. Di tengah-
tengah ketakutan dan ketidaknyamanan itu mereka berteriak
dan minta tolong, tolonglah kami dalam keadaan seperti ini,
bukankah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini
milik semua orang bukan hanya untuk satu kelompok saja.
Kami punya hak untuk beribadah di Negeri ini. Dalam keadaan
seperti ini jemaat sudah mulai mengeluh, pasrah dan
kehilangan harapan dan tidak sedikit anak-anak Tuhan berbalik
arah untuk tidak lagi beribadah kepada Tuhan. Ini disebabkan
oleh rasa takut, cemas, tidak ada yang peduli, tidak ada figur
yang dapat diandalkan dalam menyelesaikan persoalan ini.
Ketika jemaat Tuhan mengalami persoalan atau
tantangan seperti ini, maka kita bertanya dimanakah bapak
gembala atau pendetanya ? Bukankah pendeta atau gembala itu
gembala untuk semua orang ?. Bukankah pendeta itu tokoh
masyarakat, tokoh rohaniwan dan sekaligus sebagai guru di
masyarakat yang selalu mengajarkan tentang nilai-nilai
kehidupan yang baik dan benar. Jika benar gembala itu tokoh
masyarakat, tokoh rohaniwan dan sekaligus sebagai guru di
masyarakat, mengapa masih kita sering temui persoalan-

329
http://kabar24.bisnis.com/read/20150721/78/455014/pintu-gereja-di-purworejo-
dibakar, diunduh pada hari sabtu, 19 Maret 2016. Pukul. 20.45 Wib
332
persoalan seperti ini yang selalu mengacam ketidaknyaman
kita sebagai umat yang beribadah kepada Tuhan.
Bukankah dasar-dasar itu telah di mulai oleh Tuhan
Yesus sejak hadir di muka bumi ini. Orientas pengajaran Tuhan
Yesus bukan hanya pada satu kelompok saja tetapi orientasi
pengajaran Tuhan Yesus adalah kepada semua kalangan.
Tuhan Yesus menjadi Guru dan Gembala kepada semua umat
manusia. Dia merangkul semua pihak, mulai dari kalangan
orang miskin sampai kalangan orang kaya. Semua masyarakat
menerima Dia, sekalipun Dia ditolak, tetapi penolakkan yang
diperlakukan kepada Dia bukan karena melakukan kejahatan,
berbuat dosa kepada orang tetapi Dia ditolak karena orang-
orang kagum dan heran dengan pengajaran-Nya yang tidak
seperti yang lakukan oleh ahli-ahli Taurat pada umumnya,
sehingga para ahli-ahli Taurat berbulat hati untuk membunuh-
Nya, sebab mereka iri dengan apa yang dilakukan oleh Tuhan
Yesus itu. Sebab, semua orang senang dengan Dia. Dia
menerima semua orang, Dia tidak membatasi diri dengan
siapapun, Dia memperlakukan setiap orang dengan kasih, Dia
mengerti kebutuhan setiap orang yang ada di sekitarnya.
Bila kita memperhatikan persolan sebelumnya dan kita
bandingkan persoalan yang dihadapi oleh Tuhan Yesus saat itu,
maka timbul pertanyaan bagi kita? Siapakah sumber masalah
dalam hal ini? Masihkah kita mengatakan bahwa orang-orang
itu yang mencari masalah? Mereka tidak ada rasa keadilan,
mereka saja selalu mencari masalah kepada kita sebagai pihak
minoritas. Atau, sebaliknya kita yang mencari masalah? Dari
satu sisi sebenarnya mereka mencari masalah kepada kita tetapi
di sisi lain sebenarnya kita diingatkan kembali bahwa sejauh
mana rasa kepeduliaan kita terhadap mereka selama kita ada
333
dimasyarakat tersebut. Sudahkah kita menjadi berkat bagi
mereka? Sudahkah kita membangun komunikasi yang baik
kepada lingkungan dimana kita dan gereja tinggal saat ini?
Saatnya gereja mengintropeksi diri dalam menghadapi
setiap persoalan yang ada. Jangan ada diantara kita
menganggap bahwa persoalan-persoalan itu ada hubungan
dengan ini dan dengan itu. Jangan kita menghubungkan
persoalan-persoalan itu dengan hal-hal yang mestinya tidak ada
hubunganya dengan kejadian tersebut. Kejadian-kejadian
tersebut bukan karena politik, ekonomi dan agama dan lain
sebagainya tetapi akar persoalanya itu terletak pada kita
sebagai orang percaya termasuk para gembala atau pendeta
yang kadangkala tidak mengerti peran, fungsi dan
kedudukkannya dalam masyarakat tersebut. Bukankah Tuhan
Yesus telah berpesan kepada kita semua bahwa “Kamu adalah
garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia
diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak
orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas
gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak
menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang,
melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang
di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu
bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu
yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” Mat.
5:13-16.
Gereja yang hidup adalah gereja yang selalu
mempertanyakan makna kehadirannya di tengah masyarakat
dan lingkungannya. Kita harus ingat bahwa kehadiran gereja di
tengah dunia bukanlah untuk menciptakan suatu kelompok
masyarakat yang terpisah dari kehidupan dunia. Gereja hadir
334
bukan untuk dirinya sendiri melainkan ia harus hadir di tengah
dunia sebagai garam dan terang dunia. Sebab, orang yang
hidup di dalam terang melakukan segala sesuatu sesuai dengan
keinginan dan komando Tuhan.330 Jadi, gereja akan kehilangan
perannya sebagai garam dan terang dunia apabila menyatakan
bahwa keterlibatan dalam masalah sosial-politik dan sosial-
kemasyarakatan memboroskan waktu atau membahayakan
iman warga jemaat. Sebab apabila kita berbicara iman kristen
maka kita berbicara tentang Allah yang tidak hidup untuk diri-
Nya atau sekelompok pengikut-Nya saja. Allah kita adalah
Allah yang bergaul dengan semua manusia tanpa membatasi
diri pada satu kelompok tertentu yang didasarkan pada
Kasih.331
Oleh karena itu, gereja harus hadir di tengah-tengah
masyarakat dalam bentuk partisipasi yang aktif melalui
aktifitas pelayanan dan kesaksian yang kontekstual dan tulus.
Itu sebabnya Tuhan Yesus berkata “Lihat, Aku mengutus kamu
seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah
kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” Matius
10:16. Artinya gereja cerdik dalam membaca perubahan-
perubahan yang tengah terjadi di masyarakat dan gereja tulus
dalam bersahabat dengan perubahan tanpa kehilangan fungsi
sebagai pelayan. Dengan fungsi ini gereja tidak akan
kewalahan dalam mengahadapi situasi-situasi yang sering
mengacam itu, melainkan gereja senantiasa selalu siap
menghadapinya dan menerimanya apapun yang terjadi.

330
Erastus Sabdono, Menemukan Kekristenan Yang Hilang, (Jakarta: Rehobot
Literature, 2015), hlm. 106
331
https://blessedday4us.wordpress.com/2010/05/16/gereja-di-tengah-arus-
perubahan, diunduh pada hari Selesa, 29 Maret 2016. Pukul. 16. 02 Wib
335
KESIMPULAN
Gembala mengandung dua makna dalam Alkitab,
pertama adalah gembala secara harfiah, yaitu ditujukan kepada
orang yang menjaga ternak di padang pengembaraan. Orang
yang mengerjakan peran ini juga terbagi dua, ada gembala
bayaran ada gembala yang merupakan pemilik langsung dari
ternak-ternak tersebut. Lalu yang kedua adalah gembala yang
ditujukan kepada orang yang diberikan tugas untuk melayani
atau memimpin umat Allah. Seperti yang tertulis dalam Ef.
4:11.
Menjadi seorang gembala harus memperlengkapi dirinya
dengan pengetahuan tentang kebenaran firman Tuhan supaya ia
dapat memainkan peranannya yang serba menyeluruh dengan
lebih berkesan dalam bidang pelayanan kerohanian maupun
dalam bidang pelayanan pembimbingan. Tanggung jawab
gembala dalam melayani Jemaat semakin penting karena
keperluannya semakin nyata, sebab manusia juga semakin
maju. Kemajuan yang dicapai itu datang dengan berbagai-bagai
masalah yang semakin rumit. Oleh karena itu, gembala jemaat
adalah seorang yang dipercayakan oleh Tuhan dan kepadanya
dipercayakan untuk melayani firman Tuhan. Seorang gembala
336
harus melayani jemaat dengan baik, bertanggung jawab dan
penuh dengan kuasa Tuhan. Seorang pelayan sejati rela
berkorban demi kehidupan anggota Jemaat yang dilayaninya
seperti yang sampaikan oleh Tuhan dalam Injil Yohanes 10:11,
mengatakan bahwa “Aku gembala yang baik” Yesus bukan
hanya sekedar kata-kata saja, tetapi Dia rela berkorban bagi
kawanan dombanya, sangat berbeda dengan gembala upahan.
Gembala upahan tidak bertanggung jawab pada domba
penggembalaannya ketika diperhadapkan suatu bahaya dan
meninggalkan domba-domba tersebut.
Jadi, tugas gembala sesungguhnya dalam konteks
kerohanian adalah:
Pertama, menasihati. Melalui nasihat gembala dapat
menyadarkan setiap jemaat untuk membangun hubungan
pribadi dengan Allah, sehingga mereka tidak mengalami
kebingunan dalam menjalani hidup ini.
Kedua, mengajar. Melalui pengajaran gembala dapat
memberi arahan, nasihat dan didikan, bahkan bisa
menyelesaikan setiap prolem yang sering dihadapi oleh jemaat
saat ini, seperti pengajaran-pengajaran palsu yang kadang tidak
sesuai dengan pengajaran Alkitabiah.
Ketiga, memotivasi. Motivasi merupakan kekuatan yang
mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai
tujuan. Kekuatan-kekuatan itu pada dasarnya dirangsang oleh
adanya berbagai macam kebutuhan seperti keinginan yang
hendak dipenuhi, tingkah laku, tujuan dan umpan balik.
Seorang gembala yang baik pada dasarnya perlu menjadi
motivator, sebab ia harus mampu secara konsisten memotivasi
tim pelayanannya untuk berjuang meningkatkan kualitas dan
keunggulan pelayanan mereka dalam melayani Tuhan.
337
Keempat, menginspirasi. Gembala yang menginspirasi
jemaat adalah gembala yang memiliki integritas dan dedikasi
yang tinggi dalam pengabdiannya kepada Tuhan dan jemaat.
Selain itu juga mempunyai visi yang jelas dalam hidupnya,
yang ditujukkan dalam setiap keputusan, tindakan dan
perbuatannya. Jemaat dapat melihat, merasakan dan mengalami
bagaimana gembala melayani dengan rasa hormat dan penuh
penghargaan terhadap jemaatnya.

338
DAFTAR PUSTAKA

Alkitab, __________, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,


2006.
Abdipatra Budi, Leadership Plus, Yogyakarta: Andi Offset,
2008
A. Batey Richard, ed. New Testament Issues, New York:
Harper and Row, 1970
Andrews Julie, "Discipline", dalam Shelia Ellison and Barbara
An Barnet Ph.D, 365 Ways to help your Children Grow,
Sourcebook, Naperville, Illinois, 1996
A. Samovour Larry&E. Potter Richard, Comunication Between
Cultures, California: Wadsworth, 1991
A. Poliner Leonardo, Orientasi Kepada Hidup Komunitas
Perjanjian, Bandung: Nova, tt. Th
A. M Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007
Byrne Baron &, Psikologi Sosial Jilid 2, Jakarta: Erlangga,
2004
Bolander. Donal O, New Webster’s and Thesaurus of the
English Lan-guange, New York: Lexicon Publications,
INC, 1991
Baker David L. & Bimson. John J, Mari Mengenal Arkeologi
Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Berinai Judy, Diktat Kuliah, Konseling Pastoral, Semester 1,
1999
Beasley-Murray George R, Word Biblical Commentary,
Volume 36: John, Electronic Edition, Dallas, Texas:
Word Books, Publisher, 1998
339
Brill J. Wesley, Dasar Yang Teguh, Bandung: Kalam Hidup,
2012
____________, Tafsiran Surat Timotius & Titus, (Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, tt
Badudu J.S., Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa
Indonesia, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003
Baxter Richard, The Reformed Pastor, Edinburgh, Scotland:
Banner of Truth Trust, 1989
Brent D Ruben &Stewart Lea P, Communication and Human
Behavior, United States: Allyn and Bacon, 2006
Berkhof Louis, Introduction To The New Testament, Grand
Rapids, Michigan: Wm. Eerdmans Publishing Company,
2004
Bonnke Reinhard, Holy Spirit Revelation & Revolution,
Yogyakarta: Andi Offset, 2011
Bridge William, The works of The Reveren William Bridge,
Beaver Falls: A. Soli Deo Gloria, 1989
Bimo, Walgito, Bimbingan dan Konseling Studi & Karir,
Yogjakarta: Andi Offset, 2010
B. Zuck Roy, A Biblical Theology Of The Old Testament
(Teologi Alkitabiah Perjanjian Lama), Malang: Gandum
Mas, 2005
Clarke Adam, Adam Clarke’s Commentary on The Old
Testament, Electronic Edition, Cedar Rapids, Iowa:
Parsons Technology, 1999
Caporrimo Bruno, Honeymoon With The Holy Spirit,
Yogyakarta: Andi Offset, 2011
Charles Swindoll, Improving Your Serve, Bandung: Pionir
Jaya, 2006

340
Collins’ Gerald O&Farrugia Edward G., Kamus Teologi (A
Concise Dictionary of Theology), Kanisius, Yogyakarta
1991
Cardinal Ratzinger Joseph, Called to Communion, Ignatius
Press: San Francisco, 1996
C. Maxwell John, 21 Hukum Kepemimpinan, Batam:
Interaksara, 2001
C. Alien. Leslie, Word Biblical Commentary, Volume 29:
Ezekiel 20-48, Electronic Edition-Dallas, Texas: Word
Books, Publisher, 1998
C. Allen Leslie, Word Biblical Commentary, volume 29:
Ezekiel 20-48, Electronic Edition-Dallas, Texas: Word
Books, Publisher, 1998
Carl Reed, Diktat Bahasa Ibrani, Yogyakarta: STTII, 2003
C. Anderson Robert, TheEffective Pastor, Chicago: Moody
Press, 1993
Conrad Supit Abraham, Aktualisasi Pemimpin Pemenang,
Jakarta: LPR, _Tt.
Dianne Bergant & Robert Karris, Tafsiran Alkitab Perjanjian
Baru, Yogyakarta: Kanisius, 2002
Damazo Frank, Kunci-kunci Efektif Kepemimpinan yang
Sukses, Jakarta: Harvest Publication House, 1996
D.A, Carson,The Gospel According to Ajohn, Inter-Varsity
Press, Leicester, England dan William B. Eerdmans
Publishing Company, Grand Rapids, Michagan, 1991
Depdiknas, “ajar” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta, Balai Pustaka, 1989
Darmaputera Eka, Kepemimpinan dalam Perspektif Alkitab,
Tangerang: Kairos, 2005

341
Donald, Gutrie &Motyer Alec dkk. Tafsir Alkitab Masa Kini
Jilid 3, Jakarta: Yayasan komunikasi Bina Kasih/ OMF,
1994
Dixon . R., Tafsiran Kisah Para Rasul, Malang: Gandum Mas,
1981
Duyverman M.E, Pembimbing Kedalam Perjanjian Baru,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003
Derek J Tidball, Teologi Penggembalaan (Suatu Pengantar),
Malang: Gandum Mas, 1998
E. Lebar Lois, Education That Is Christian-Proses-Belajar
Mengajar Kristian & Kurikulum Yang Alkitabiah,
Malang: Gandum Mas, 2006
Elrath Billy Matheas, Ensiklopedia Alkitab Praktis, Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 1978
E. Ingauf John, Sekelumit Tentang Gembala sidang, Bandung:
Lembaga Literatur Baptis, 2001
Effendy Onong Uchjana, Psikologi Industri, Bandung: CV.
Mandar Maju, 1993
F. Walvoord John & B. Zuck Roy, The Bible Knowledge
Commentary, Electronic Edition, Canada England:
Victor Books, 1990
Gaeblein. F.E, Expositor Bible Commentary. Electronic
Edition, Grand Rapids: Zondervan Publishing House,
1992
Gangel Kenneth O, Membina Pemimpin Pendidikan Kristen,
Malang: Gandum Mas, 1998
Gray L Jery & Frederic A Astarke, Organizational Behaviour,
Concepts and Application, Columbus; Charles E Merril
Publish Company, 1984

342
Hardjana. Agus M. Bdk, Religiositas, Agama, dan Spiritulitas,
Yogyakarta: Kanisius, 2005
Hagelberg Dave, Tafsiran Yohanes (Pasal 6-12) dari Bahasa
Yunani, Yogyakarta: Andi Offset, 2008
Hesselgrave David J, Planting Churches Cross-Culturally,
Grand Rapids: Baker, 1980
H. v.d Brink . DS, Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul, Malang:
BPK Gunung Mulia, 1967
Hessel grave David J, Communicating Christ Cross-Culturally,
Malang: SAAT, 2005
Hasan Sutanto, Konkordansi Perjanjian Baru-Jilid II, Jakarta:
LAI, 2006
Hulu Yupriel, Bertumbuh dalam Kristus, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007
Hagee John, The Seven Secrets, Jakarta: Immanuel, 2006
Henry Matthew, Tafsiran Matthew Henry: Injil Matius 1-14.
Terj. Lanny Murtihardjana, dkk, Surabaya: Momentum,
2007
H. Groome Thomas, Christian Religious Education-
Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2011
Howard Rice, Managemen Umat, Bandung: Yayasan Kalam
Hidup, 2006
Hasibuan Malayu SP, Organisasi dan Motivasi, Jakarta: Bumi
Aksara, 2003
Imail Andar, Selamat Bergereja 33 Renungan Tentang
Komunitas Iman, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009
John W & Davis, Newstrom, Human Behavior At Work –
Organizational Behavior, 8th Edition: New York, N.Y.,
McGraw-Hill Book Company, 1989
343
Josef Eilers-Franz, Berkomunikasi dalam pelayanan dan Misi,
Yogyakarta: Kanisius, 2012
J. Oswald. Sanders, Kepemimpinan Rohani, Bandung: Yayasan
Kalam Hidup, 2006
John Wesley, Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen,
Yogyakarta: Andi Offset, 2010
Kuiper B.K., The Church in History, Malang: Gadum Mas,
2010
Kittel Gerhard,Friedrich Gerhard, The Theological Dictionary
of the New Testament, Grand Rapids, MI: Wm. B.
Eerdmans Publishing Company, 2000
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, 2008
K. Greeleaf Robert, The Servant as Leadership,New York:
Longman, 1990
K. Moulton Haroul, Lesikon Analitis Bahasa Yunani Yang
Direvisi, Pen. Robert Leland dan Stanley Pouw,
Yogyakarta : Randa’s Family Press, 2009
Libert Anthony, Diktat Hukum Gereja, Yogyakarta: STTII
Yogyakarta, 1994
Laurence Bill, Efective Pastoring-Menggembalakan dengan
Hati, Yogyakarta: Andi Offset, 2013
Lilik Kristianto Paulus, Prinsip & Praktik Pendidikan Agama
Kristen, Yogyakarta: Andi Offset, 2015
Leland Robert & Pouw Stanley, Yogjakarta : Randa’s Family
Press, 2009
Levine. S.R& M.A , The Leader In You: How To Win Friends,
Influence People, And Succeed In A Changing
World,New York, N.Y.: Simon & Schuster, 1993

344
Liauw Suhento, Doktrin Gereja Alkitabiah, Jakarta; GBIA
Graphe, 1996
Lasor, D.A. W.S. &F.W. Bush, Hubbard, Pengantar
Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005
Milne Bruce, Mengenal Kebenaran, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2009
Mulyana Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2010
McGavran Donald, Understanding Church Growth, Grand
Rapids: Eerdmans, 1970
Mulyasa.E, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Rosdakarya,
2005
Matthew Hendri, Tafsiran Injil Yohanes 1-11, Surabaya :
Momentum, 2010
Manton M E, Kamus Istilah Teologi Inggris-Indonesia,
Malang: Gandum Mas, 2000
M. Riggs Ralph, Gembala Sidang yang Berhasil, Gandum
Mas, Malang, 1984
M. Bons Strorm,Apakah Penggembalaan Itu,Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia, 2000
Noordegraaf. A, Orientasi Diakonia Gereja (Teologi dalam
Perspektif Reformasi), Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2004
Nuhamara Daniel, Pembimbing PAK Pendidikan Agama
Kristen, Bandung: Jurnal Info Media, 2007
Niftrik G.C Van & Boland B.J, Dogmatika masa kini, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2000
Nainggola JM., Strategi Pendidikan Warga Gereja, Jabar:
Generasi Info Media, 2012

345
____________, PAK dalam Masyarakat Majemuk, Jabar: Bina
Media, 2009
Nixon. R. E, Tafsiran Alkitab Masa Kini, Jilid 3: Matius-
Wahyu, peny., D. Guthrie dan H.p, Nasution, Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1996
O. Ganngel Kenneth, Membina Pemimpin Pendidikan Kristen,
Malang: Gandum Mas, 2001
Octavianus Petrus, Dipanggil untuk Melayani, Malang:
Departemen Literatur YPPII, 1998
Prince Derek, Dasar Iman seri 1, Jakarta: Yayasan Immanuel,
2008
Peters. George W, A Biblical Theology of Missions, Chicago:
Moody, 1972
Packer J.I, Knowing God, (Yogyakarta: Andi Offset, 2008
P. Free Joseph, Arkeologi dan Sejarah Alkitab, Malang:
Gandum Mas, 2001
Price J. M, Yesus Guru Agung, Bandung: Lembaga Literatur
Baptis, 1975
P. Alston William, Motives and Motivation, dalam The
Encyclopedia of Philosophy, vol. 5, New York:
Macmillan Pubblishing Co., Inc. & The Free Press, 1972
Robert C Anderson,. The Effective Pastor, Chicago: Moody
Press, 1993
Rudy Budiman, Tafsiran Alkitab Surat-Surat Pastoral I & II
Timotius dan Titus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008
Robertson Roy, Pemuridan dengan Prinsip Timotius,
Yogyakarta: Andi Offset, 2001
Rachman Rasida, Kehidupan dan Spiritulitas Biara, Jakarta:
Persetia, 2002

346
Ruben Brent D dan Lea P Stewart, Communication and Human
Behavior,United States: Allyn and Bacon, 2006
Retnoningsih Ana & Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Semarang: CV Widya Karya, 2009
Sabdono Erastus, Menemukan Kekristenan Yang Hilang,
Jakarta: Rehobot Literature, 2015
_____________, All Out for Christ, Yogyakarta: Andi Offset,
2009
Stanly Andy, Visionering, Yogyakarta: Andi Offset, 2015
Sidjabat B.S, Mengajar Secara Profesional, Bandung: Yayasan
Kalam Hidup, 2011
_________, Membangun Pribadi Unggul, Yogyakarta: Andi
Offset, 2015
Spurgeon. C. H, Lectures to My Students, New York: Robert
Carter & Brothers, 1889
Sugono Dendy, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008
Siregar Eveline &Nara Hartini, Teori Belajar dan
Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)
Sudarmanto G, Menjadi Pelayan Kristus yang Baik, Malang:
Departemen Multimedia (bidang literatur) YPPII, 2009
Sugden F Howard &W. Wiersbe Warren, Jawaban atas
Masalah Penggembalaan, Malang: Gandum Mas, 1993
Sanders Oswald, Kepemimpinan Rohani, Bandung: Yayasan
Kalam Hidup, 2006
Strong James, The New Strong’s Exhaustive Concordance of
the Bible “Greek Dictionary of the New
Testament”Kanada: Thomas Nelson Publisher’s, 1990
Stoot John, Isu-Isu Global, Menantang Kepemimpinan Kristen,
Jakarta: YKBK/OMF, 1994
347
Setiawan Jhonathan, Rahasia untuk mengalami Pertumbuhan
Rohani, Yogyakarta: Andi Offset, 2006
Santoso Lea&Kuswady Jimmy, Memulai hidup baru, Jakarta:
Literatur PERKANTAS, 2006
Syah Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2010
Syukur Nico, Teologi Sistematika 2 “Ekonomi Keselamatan”,
Yogyakarya: Kanisius), 2004
Singh. N. K & Agwan. Mr. A.R, Encyclopaedia of the Holy
Qur’ân, New Delhi: Balaji Offset, 2000
Syukur Dister OFM Nico, Pengantar Teologi, Yogyakarta:
Kanisius, 2004
Susilo, Rahardjo& Gudnanto, Pemahaman Individu Teknik
Non Tes, Kudus: Nora Media Enterprise, 2011
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya,
Jakarta: Bina Aksara, 1988
Schreiner Thomas, New Testament Theology, Yogyakarta:
Andi Offset, 2016
Siagian. Sondang P, Teori Motivasi dan Aplikasinya, Jakarta:
Rineka Cipta, 2004
Soerjono & Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta:
Rajawali, 2004
Simon J. Kistemaker ; William , Hendriksen, New Testament
Commentary : Exposition of the Acts of the Apostles,
Grand Rapids : Baker Book House, 1953-2001
Sentot Sadono, Diktat Kuliah Curriculum Foundation &
Design, Yogyakarta: STT KADESI Yogyakarta, 2015
S. Jonathan Willy, Lead By Heart-Kepemimpinan Andal yang
menggunakan Hati, Yogyakarta: Andi Offset, 2013

348
Tisnawati Sule Ernie & Saefullah Kurniawan, Pengantar
Manajemen, Jakarat: Prenada Media, 2006
The Johny, Kisah Inspirasional Untuk Menumbuhkan Benih
Keunggulan, Yogyakarta: Andi Offset, 2010
T. R Mitchell, Research in Organizational Behavior.
Greenwich, CT: JAI Press, 1997
Tullan Ola, Introduksi Perjanjian Baru, Malang: Literatur
YPPII, 1999
Thomas C. Oden, Pastoral Theology, New York: Harper San
Fransisco, 1983
Tong Stephen, Pelayan Yang Berkorban, Surabaya: Lembaga
Reformed Injil Indonesia, 2009
___________, Seni Membetuk Karakter Kristen, Surabaya:
Momentum, 1995
T. Rinehart Stacy, Upside Down, Paradoks Kepemimpinan
Pelayan, Jakarta: Immanuel, 2002
Tsen Thomas, Nota Kuliah, Pelayanan Pastoral, Semester 2,
2000
Tu’u Tulus, Pemimpin Kristiani Yang berhasil 1, Jabar: Bina
media Informasi, 2010
_________, Pemimpin Kristiani Yang Berhasil 2, Bandung:
Bina Media Informasi, 2010
Tomatala Yakob, Kepemimpinan Yang Dinamis, Malang:
Gandum Mas, 2002
______________, Penginjilan Masa Kini Jilid 2, Jakarta: YT
Leadership Foundation,1998
Uhbiyati Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Setia : Bandung,
1997
Wuellner Flora Slosson, Gembalakanlah Gembala-Gembala,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
349
Winardi J., Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007
W. Hinton Keith, Growing Churches-Singapore Style,
Singapore: OMF, 1985
Wongso Peter, Theologia Penggembalaa,Malang: Sekolah
Alkitab Asia Tenggara, 1996
Wagner Peter, Manfaat Karunia Roh, Malang: Gandum Mas,
2006
WJS. Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1992
W. Leigh Ronald, Melayani dengan Efektif 34 Prinsip
Pelayanan bagi Pendeta dan Kaum Awam, Jakarta:
Gunung Mulya, 2011
Warren. Rick, Purpose Driven Life, Malang: Gandum Mas,
2007
W. Leigh Ronald, Melayani dengan Efektif, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2011
W. Wiersbe, Warren, Be Complete (Victor Books, Wheaton,
Ill., 1986), Warren W. Wiersbe, Be Complete, Victor
Books, Wheaton, Ill., 1986
Y. O, Buffet, Pembimbing ke dalam Teologia Sistematika.
Surakarta: Yayasan Lembaga SABDA Alkitab. Retrieved
from, 2010
Yosafat, Integritas Pemimpin Pastoral, Yogyakarta: Andi
Offset, 2014
Zoschak Greg,Membangun Karakter Anda. Jakarta: Immanuel,
1995

Sumber dari Internet:

350
http://alkitab.sabda.org/dictionary.php?word=gembala, di
Unduh Pada hari Sabtu, 28 Juni 2015. Pukul 11.00 Wib
http://www.sarapanpagi.org/hamba-tuhan-pelayan-penatua-
nabi-gembala-vt88.html, di Unduh Pada hari Senin, 30
juni 2015, Pukul: 13.00 Wib.
Samuel.T.Gunawan,http://artikel.sabda.org/makna_sebuah_inte
gritas, di unduh pada hari Sabtu, 8 Agustus 2015. Pukul:
6:49 Wib
http://pratiwianggun17.blogspot.com/2012/11/apa-itu-jujur-
anggun-pratiwi.html, di unduh pada hari Sabtu Tanggal,
01-08-2015. Pukul: 09:47 Wib
http://www.sarapanpagi.org/kudus-suci-vt6232.html, di unduh
pada hari Sabtu, 01 Agustus 2015. Pukul: 10:35 Wib
http://petrusfs.blogspot.com/2008/04/kualifikasi-
kepemimpinan.html, di unduh pada hari Jumat, 31 Juli
2015. Pukul: 10:35 Wib
http://afshis.blogspot.com/2010/08/istilah-mengajar.html , di
unduh pada hari senin tanggal 23 desember 2013. Pk
20:43 wib
htt p://panduanguru.com/pengertian-belajar-dan-mengajar/ di
unduh pada hari senin tanggal 23 desember 2013. Pk
21:11 wib
http://www.sarapanpagi.org/lahir-baru-vt909.html, di unduh
pada hari Jumat Tanggal 17-07-2015. Pukul 21:30 Wib
ErastusSabdono,http://v1.rhemachurch.org.au/videogallery_ite
ms/kelahiran-baru-07-ciri-orang-yang-mengalami-
kelahiran-baru, di unduh pada hari Jumat 17-07-2015.
Pukul 20:19 Wib.

351
http://kiossahabatbaru.blogspot.com/2012/06/estetika.html, di
unduh pada hari selasa tanggal, 21-07-2015.Pukul. 14.40
Wib
http://www.sabda.org/pesta/pentingnya_kualitas_dalam_pendid
ikan_teologi, di unduh pada hari Selasa, 21-07-2015.
Pukul. 15.01 Wib
http://kiossahabatbaru.blogspot.com/2012/06/estetika.html, di
unduh pada hari selasa tanggal, 21-07-2015.Pukul. 14.40
Wib
http://www.sabda.org/pesta/pentingnya_kualitas_dalam_pendid
ikan_teologi, di unduh pada hari Selasa, 21-07-2015.
Pukul. 15.01 Wib
http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/15-pengertian-
metode-dan-metodologi.html, di unduh pada hari
Minggu, 9 Agustus 2015. Pukul. 5:20 Wib
http://pepak.sabda.org/14/oct/2005/anak_metode_metode_yang
_dipakai_oleh_tuhan_yesus
Lia Afriliani-
https://lafriofkalteng.wordpress.com/2013/01/15/antara-
pendeta-dengan-kecerdasan-motivasi-gambaran-diri-dan-
frustasi, di unduh pada hari Selasa, 25-09-2015. Pukul,
06:07
https://pujiantopesta.wordpress.com/2009/11/08/komunikasi-
sarana-membangun-hubungan-yang-benar, di unduh pada
hari Rabu, 23 September 2015
http://www.artikel.sabda.org/alkitab_yang_di_inspirasikan_the
_inspiration_of_the_bible, 2005
Anthony Dio Martin,
http://www.termotivasi.com/2008/06/manusia-dalam-

352
menghadapi-tekanan-hidup.html, di Unduh Pada hari
Senin, 2 November 2015. Pukul 19:43 Wib
http://gkysydney.org/renungan-gema-2011/melayani-dalam-
sebuah-tim.html, diunduh pada hari rabu, 27 Januari
2016. Pukul: 19.00 Wib
http://riantolef.blogspot.co.id/2014/10/gembala-sidang-
sebagai-pengajar.html, diunduh pada hari Sabtu, 13-2-
2016. Pukul: 13:48 Wib.
Dr. Purim Marbun,
http://www.beritabethel.com/artikel/detail/294, diunduh
pada hari Sabtu, 13-2-2016. Pukul: 13:48 Wib
http://riantolef.blogspot.co.id/2014/10/gembala-sidang-
sebagai-pengajar.html, diunduh pada hari selasa, 16-2-
2016. Pukul. 8:46 Wib
http://lead.sabda.org/08/mar/2007/kepemimpinan_dasar_komu
nikasi_dan_peran_pemimpin_kristen_di_dalamnya,
diunduh pada hari Jumat, 04 Maret 2016. Pukul. 15.25
Wib
http://www.kompasiana.com/moes/keteladanan-hidup-tuhan-
yesus_552a70fd6ea834dd5a552d6f, diunduh pada hari
Minggu, 06 Maret 2016. Pukul. 18. 52. Wib
https://oranggaptekbikinwebsite.wordpress.com/2011/12/25/ga
ptek-atau-meletek, diunduh pada hari Sabtu, 05 Maret
2016. Pukul. 10.23. Wib
http://www.timorexpress.com/20150426094837/sebagai-
hamba-tuhan-dan-gembala#ixzz426bdzr8N, diunduh
pada hari Minggu, 06 Maret 2016. Pukul. 14.40 Wib
http://el-kawaqi.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-
implementasi-menurut-para.html, diunduh pada hari
Kamis, 25-02-2016. Pukul. 13.37 Wib
353
http://artikata.com/arti-365704-mengimplementasikan.html,
diunduh pada hari Jumaat, 26-02-2016. Pukul. 19.50 Wib
http://learning.sabda.org/baca.php?b=pernikahan_jalan&isi=pe
l6, diunduh pada hari Sabtu, 27-02-2016. Pukul. 18.03
Wib
http://timotius-sukarman.blogspot.co.id/2009/08/metode-
pengajaran-tuhan-yesus.html, diunduh pada hari Selasa,
01 Maret 2016. Pukul. 10:24
http://www.ibt-sby.org/home/index.php/ibadah-umum/10-
teladan-sempurna-dari-yesus, diunduh pada hari Selasa,
03 Maret 2016. Pukul. 11.51 Wib
http://www.gpibimmanuelbekasi.org/index.php?ipage=9060,
diunduh pada hari Rabu, 03 Maret 2016. Pukul. 10.30
Wib
http://www.gpibimmanuelbekasi.org/index.php?ipage=10482,
diunduh pada hari Rabu, 03 Maret 2016. Pukul. 11.00
Wib
http://www.gpibimmanuelbekasi.org/index.php?ipage=10483,
diunduh pada hari Rabu, 03 maret 2016. Pukul. 11.23
Wib
Ruslan-Christian,
https://sttiaa.wordpress.com/2008/12/01/kepemimpinan-
seorang-gembala, diunduh pada hari Rabu, 02 Maret
2016. Pukul. 9.52 Wib
http://www.kompasiana.com/dahnial/guru-pengajar-dan-guru-
pendidik_552a31406ea834803a552d0a, diunduh pada
hari Rabu, 17-02-2016. Pukul. 10:43 Wib
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran, diunduh pada hari,
17-02-2016. Pukul. 13:12 Wib.

354
http://www.gbimodernland.org/2014-02-23-08-57-
17/anak/artikel-anak/200-menjadi-teladan-yang-baik,
diunduh pada hari Rabu, 17-02-2016. Pukul. 21:13 Wib
http://artikel.sabda.org/kehidupan_bersama_dalam_keluarga_k
risten, diunduh pada hari Kamis, 3 Maret 2016. Pukul.
17.10 Wib
http://temukanpengertian.blogspot.com/2013/09/pengertian-
kerja-keras.html, di Unduh Pada hari Rabu, 16
September 2015. Pukul, 10:55
http://makalahpendidikanagamakristen.blogspot.com/2012/04/
metode-metode-dalam-mengajar-pendidikan.html, di
unduh pada hari Minggu, 9 Agustus 2015. Pukul. 17:00
Wib
https://www.lds.org/general-conference/2011/10/teaching-
after-the-manner-of-the-spirit? lang=eng&clang=ind, di
unduh pada hari Rabu tanggal 8 Januari 2014 pukul
23:24 Wib.
http://kiteklik.blogspot.com/2011/04/menjadi-pemimpin-yang-
melayani.html#sthash.hB6K6KjO.dpuf
htt://alkitombuku.wordpress.com/2013/07/22/p-e-m-u-r-i-d-a-
n, di unduh Pada hari rabu tanggal 15 Juni 2015, Pukul:
09:25 Wib
Www. SABDA.org di unduh pada hari senin tanggal 27
Januari 2014, Pukul: 22:49 Wib
Sabda “Pengertian Pelayanan Holistik”, diakses 27 Oktober
2013, http://alkitab.sabda.
org/resource.php?topic=493&res=jpz
https://id.wikipedia.org/wiki/Disiplin, diunduh pada hari Senin,
21 Maret 2016. Pukul. 14.00 Wib

355
http://www.duniapelajar.com/2014/07/16/pengertian-disiplin-
menurut-para-ahli, diunduh pada hari Senin, 21 Maret
2016. Pukul. 14. 02 Wib
https://tubagusranggaefarasti.wordpress.com/2012/05/20/perbe
daan-antara-pendidik-dan-pengajar, diunduh pada hari
Senin, 28 Maret 2016. Pukul. 08:53 Wib
http://infodariandi.blogspot.co.id/2015/10/sungguh-kejam-
seluruh-gereja-di-aceh.html, diunduh pada hari Sabtu, 19
Maret 2016. Pukul. 20.04 Wib.
http://kabar24.bisnis.com/read/20150721/78/455014/pintu-
gereja-di-purworejo-dibakar, diunduh pada hari sabtu, 19
Maret 2016. Pukul. 20.45 Wib
https://blessedday4us.wordpress.com/2010/05/16/gereja-di-
tengah-arus-perubahan, diunduh pada hari Selesa, 29
Maret 2016. Pukul. 16. 02 Wib

356

Anda mungkin juga menyukai