Tidak ada yang dapat membujuk atau mempengaruhi Allah dalam keputusan-Nya
Rekayasa Gereja abad pertengahan untuk mendapatkan uang indulgensi dan intennsi misa
Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatan dan akibat perbuatannya: yang baik masuk surga yang jahat masuk
neraka.
Arti Purgatorium dan Indulgensi
Siapa yang mati dalam rahmat dan dalam persahabatan dengan Allah, namun belum disucikan sepenuhnya,
keselamatannya sudah dipastikan, namun ia harus menjalankan penyucian untuk mencapai kekudusan yang diperlukan
dalam memasuki kegembiraan surga“ (KGK, 1030).
Gereja menamakan penyucian akhir para terpilh, yang saangat berbeda dengan siksa para terkutuk, purgatorium. Ia
telah merumuskan ajran-ajran iman yang berhubungan dengan purgatorium teruta dalam Konsili Firence (DS
1304)dan Trente (DS, 1820; 1580). Tradisi Gereja berbicara tentang apai penyucian berpedoman pada teks-teks
tertentu dari Kitab Suci (1 Kor. 3: 15; 1 Ptr. 1: 7) KGK berbicara tentang suatu "api penyucian (1031) dan mengutip
ungkapan "purgatorius ignis" (api pemurnian) yang digunakan Paus Gregorius Agung.
Kita harus percaya bahwa sebelum pengadilan masih ada api penyucian untuk dosa-dosa ringan tertentu, karena
kebenaran abadi mengatakan bahwa, kalua seseorang menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini
tidak, dan di duna yang akan datangpun tidak, (Mat. 12: 32). Dari ungkapan ini nyatalah bahwa beberapa dosa dapat
diampuni di dunia ini, yang lain di dunia lain (Gregorius Agung, Dial. 4, 39).
Ajaran ini berdasarkan juga praktik doa untuk orang yang sudah meninggal, tentangnya Kitab
Suci sudah mengatakan : “Karena itu (Yudas Makabe) mengadakan kurban penyilihan untuk
orang-orang yang sudah mati, supaya mereka dibebaskan ari dosa-dosanya” (2 mak. 12: 45)
Sudah sejak zaman dahulu Gereja menghargai peringatan orang-orang mati dan membawakan doa
terutama kurban Ekaristi (DS, 856) untuk mereka , supaya mereka disucikan dan dapat
memandang Allah dalam kebahagiaan . Gereja juga menganjurkan amal, indulgensi, dan karya
penitensi demi orang-orang mati (KGK, 1032).
“Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Kalau anak-anak Ayub saja telah
disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh bapanya (Ayb. 1: 5), bagaimana kita dapat meragukan
bahwa persembahan kita membawa hiburan untuk orang-orang mati? Jangan kita bimbang untuk
membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka” (Yohanes Krisostomus ,
Hom. in 1 Kor 41: 5).
Purgatorium ialah keadaan mereka yang wafat dalam
persahabatan dengan Allah, ada kepastian akan keselamatan
kekal mereka, tetapi masih membutuhkan pemurnian untuk
masuk ke dalam kebahagiaan surga Kompendium KGK,
210)
Ajaran mengenai indulgensi [penghapusan siksa dosa] dan penggunaannya di dalam Gereja terkait erat
sekali dengan daya guna Sakramen Pengakuan.
“Indulgensi adalah penghapusan siksa-siksa temporal di depan Allah untuk dosa-dosa yang sudah
diampuni. Warga beriman Kristen yang benar-benar siap menerimanya, di bawah persyaratan yang
ditetapkan dengan jelas, memperolehnya dengan bantuan Gereja, yang sebagai pelayan penebusan
membagi-bagikan dan memperuntukkan kekayaan pemulihan Kristus dan para kudus secara otoritatif”.
“Ada indulgensi sebagian atau seluruhnya, bergantung dari apakah ia membebaskan dari siksa dosa
temporal itu untuk sebagian atau seluruhnya.” Indulgensi dapat diperuntukkan bagi orang hidup dan
orang mati (Paulus VI, Konst. Ap. “Indulgentiarum doctrina” normae 1-3).
Dalam Kompendium KGK edisi Indonesia digunakan frasa "api penyucian"
untuk menyebut Purgatorium.
Adanya suatu tempat/spasi bagi proses penyucian jiwa setelah kematian fisik bukanlah monopoli keyakinan iman Gereja
Katolik
Hal mengurus orang-orang yang telah wafat dan berdoa bagi mereka adalah praktik di pelbagai kawasan dunia
Praktik tersebut mengungkapkan keyakinan bahwa arwah dibantu dalam fase antara kematian jasmani dan masuknya mereka
ke dalam kediaman akhir mereka (Enciclopedia Britanica, Purgatotory).
Praktik serupa tampak dalam tradisi-tradisi Buddhis Tiongkok abad pertengahan dalam hal mempersembahkan kurban demi
kepentingan arwah, yang dikatakan menderita berbagai cobaan I (Enciclopedia Britanica, Purgatotory).
Praktik dalam Pelbagai Peradaban
Di India melalui keyakinan Agama Hindu dan Budha berlangsung melalui proses reinkarnasi
Di Persia Zoroaster dalam ajarannya mengindikasikan adanya proses penycian pada akhir
zaman, walaupun tidak eksplisit menyebut tempatnya
Di Yunani kepercayaan tradisonal menempatkan proses pemurnian jiwa di sebuah danau besar
di ujung bumi, dengan penghukuman yang menghapuskan dosa sebelum jiwa masuk ke dalam
kebahagiaan surgawi
Di Israel agama Yahudi mengajarkan tempat dan proses penyucian di Gehinnom sebelum masuk
ke Gan Eden.
• “Sesudah-orang-orang yang meninggal sampai di tempat yang ditunjukkan oleh
Plato roh-roh, maka orang benar akan segerah dipisahkan dari orang jahat. Mereka yang
sudah melakukan kebaikan dalam hidupnya, tetapi masih membawa sedikit cacat,
melukiskan akan dituntun ke danau besar. Di sana mereka akan tinggal untuk menebus
kesalahannya sampai semuanya diampuni. Mereka yang tidak bisa dipulihkan lagi
penyucian karena dosa dan kejahatan sangat besar, akan dilemparkan ke Tartarus yang terletak
di ujung dunia. Mereka tidak akan pernah keluar dari sana. Sementara itu, mereka
di alam yang memiliki kesalahan besar, tetapi mmasih bisa dipulihkan, juga dilemparkan ke
dalam Tartarus. Tetapi setelah satu tahun berlalu ombak akan melemparkanya ke
setelah pantai. Dari situ ia akan dibawa kemabali ke laut Akerusia. Jika mereka diterima di
sana oleh mereka yang dahulu disakiti hatinya, hukuman mereka berakhir. Tetapi
kematian: mereka harus terus berjuang untuk menjalani suatu kehidupan yang suci” (Phaedo;
terkutip dalam Albertus Purnomo OFM, Riwayat Api Penyucian dalam Kitab Suci
dan Tradisi, Penerbit PT. Kanisius: Jogya 2017,29-30).
Purgatoriun dan Indulgensi, Kesaksian Kitab Suci
2 Sam. 22: 6: Mzr. 18: 5-7; 86: 13; 116: 3, teks yang menjadi latar belakang Pidato Petrus pada hari Pentakosta
(Kis. 2: 27-31),
Sir. 7: 33: Hendaklah kemurahan hatimu meliputi semua orang yang hidup, tapi orang matipun jangan kau
kecualikan pula dari kerelaanmu.
2 Mak. 12: 39-45: waring bagi para prajurid menjauhi setiap dosa dan ajakan mengumpulkan uang untuk
persembahan bagi pembebasan mereka yang telah gugur.
1 Ptr. 3: 17-22 menegaskan tempat yang didiami orang yang menantikan Mesias
Ef.4: 8-10: Yesus turun ke tempat penantian dan naik dari sana
Apa yang dapat dikatakan?
Studi doktrin Perjanjian Lama tentang sheol, jelas menunjuk kebenaran, bahwa Perjanjian Lama memiliki ajaran yang tetap
yang dapat ditemukan dengan tingkatan yang berbeda (Alexander, an Evangelical Protestant, "The Old Testament View of
Life After Death in Familias" (1986).
Dalam tradisi Perjanjian Lama, mereka menemukan keyakinan bahwa jiwa tetap hidup dalam dunia yang berkabut di
mana orang benar dan orang tidak benar memiliki bagian, meskipun itu berbeda; dan itu bukan tempat yang
menyenangkan. Bdk. 2 Sam. 22: 6: Mzr. 18: 5; 86: 13; 116: 3, teks yang dikutip oleh Petrus dalam Pidato Pentakosta, Kis.
2: 27-31), dan Sir. 7: 33).
Sederhana KS PL mengindikasikan bahwa ada alam ketiga. Jika mereka di neraka, tidak ada korban penebusan yang akan
membantu. Jika mereka di surga, tidak diperlukan pengorbanan penebusan. Mereka pasti ada di tempat lain. kita dapat
melihat gagasan ini dinyatakan dengan jelas, bahkan dalam Perjanjian Baru.
Kasih Allah berlanjut ke duania orang mati, yang dibedakan atas kediaman orang benar dan orang tidak benar, di sana ada
harapan dan penantian akan kedatangan Mesias.
Refleksi para Bapa Gereja
"ia yang diselamatkan, karena itu diselamatkan melalui api" yang membakar dosa-dosa dan keduniawian sama seperti
proses pemurnian emas dalam api dari logam-logam lain seperti timah hitam (Origenes, Homilies on Exodus 6:4. )
St. Ambrosius dari Milan berbicara mengenai "baptisan api" yang terletak di pintu masuk menuju Surga, dan semua orang
harus melewatinya, pada akhir dunia ini (Sermons on Ps. 117(116), Sermon 3, 14-15 )
“keyakinan akan Purgatorium adalah "jelas" (constat), dan "diyakini" (credendum)”; 'api' Purgatorial hanya dapat
memurnikan pelanggaran-pelanggaran kecil, bukan "besi, perunggu, atau timah hitam," ataupun dosa-dosa "keras"
(duriora) lainnya ( St. Gregorius Agung, Dialogues, Book 4, Ch. 39.)
Pengembangkan refleksi mengenai Purgatorium, selama berabad-abad bermuara pada penetapan ajaran resmi Gereja
pada Konsili Lyon I (1245), Konsili Lyon II (1274), Konsili Florence (1438–1445), dan Konsili Trente (1545–63),
Penetapan tersebut berbeda dari deskripsi-deskripsi legendaris yang ditemukan dalam literatur puitis (Denzinger, The
Sources of Catholic Dogma (Enchiridion Symbolorum), 456, 464, 693, 840, 983, 998).
Penegasan Konsili Firenze
“… jika mereka bertobat dan meninggal dalam kasih
Tuhan sebelum melunasi penitensi dosa mereka…,
jiwa mereka dimurnikan setelah kematian dalam Api
Penyucian. Untuk membebaskan mereka, tindakan-
tindakan silih (suffragia) dari para beriman yang
masih hidup dapat membantu mereka, yaitu: Kurban
Misa, doa-doa, derma, dan perbuatan kudus lainnya
yang diberikan untuk umat beriman yang lain, sesuai
dengan praktek Gereja”.
Akar praksis Indulgensi
Setelah mengalahkan Gorgias dan mengumpulkan para prajurid yang gugur Yudas Makabe memberi
waring bagi para prajurid menjauhi setiap dosa dan mengajakmereka mengumpulkan uang dan
mengirimnya ke Yerusalem untuk dipersembahkan sebagai kurban penghapus dosa mereka yang telah
gugur (2 Mak. 12: 39-45).
Sekarangpun kelompok orang Yahudi Ortodoks, keti ada yang meninggal, mendaraskan
“Doa Kaddish” selama sepuluh bulan supaya orang yang meninggal dibersihkan dan
dimurnikan dari dosa dan kesalahan.
Praktik tersebut mengungkapkan keyakinan bahwa arwah dibantu dalam fase antara
kematian jasmani dan masuknya mereka ke dalam kediaman akhir mereka (Enciclopedia
Britanica, Purgatotory).
Praktik serupa tampak dalam tradisi-tradisi Buddhis Tiongkok abad pertengahan dalam hal
mempersembahkan kurban demi kepentingan arwah, yang dikatakan menderita berbagai
cobaan I (Enciclopedia Britanica, Purgatotory).
Kesaksian Kitab Suci
Kol.: 24, aku bersuka cita karena aku boleh menderita demi kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang dalam
penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya yaitu Gereja1 Yoh. 5: sebagaimana kita berdoa untuk yang lain, kita dapat juga berkurban
Mat. 5: 25-26, Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari penjara sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas, ke luar bukan ke
neraka tetapi ke surga.
1 Kor. 15: 28-30, baptisan untuk yang sudah meninggal = metafora penderitaan dan penitensi (Mrk. 10: 39-40; Luk. 3: 16); berkurban utk
mereka yang perlu dukungan.
Paulus mendoakan sahabatnya Onesiforus yang rajin mengunjunginya sewaktu ia dipenjara, agar Tuhan menunjukkan belas kasihan-
Nya kepada sahabatnya itu ‘pada hari penghakiman’ (lih. 2 Tim 1:16-18).
Kesaksian di atas menunjuk intuisi dan keyakinan iman bahwa kurban dan penderitaan Kristus harus di up load atau disiarlan langsung
dalam hidup Gereja. Jika satu anggota menderita atau bersuka cita semua yang lain turut merasakan. Siapa yang kuat perlu menjadi
menanggung beban dari yang lemah, that means others must become more like victim-souls, willing to bear a greater burden, willing to
shoulder with love, Gal. 5: ; 6: 2. Bertolong-tolongan menanggung beban.
"
Tertullianus (155 - 222): "Pada hari peringatan kita berdoa untuk orang mati" (De Corona); "Istri yang selamat dari suaminya
memanjatkan doa untuk kebahagiaan suaminya pada hari-hari peringatan kematiannya" (De Monogamia) .
Tidak dapat disangkal bahwa jiwa orang mati dapat ditolong oleh kesalehan orang yang mereka cintai yang masih hidup, ketika
pengorbanan Perantara dipersembahkan untuk mereka (di sini Santo Agustinus berbicara tentang pengorbanan Misa Kudus), atau
melalui sedekah" ( St. Augustinus, De fide, spe, et caritate).
Pada hari ketiga puluh setelah kematianku ingatlah aku, saudara-saudara, dalam doa. Orang mati memang menerima bantuan dari
doa yang dibuat oleh orang hidup" (St. Efraim; dikutip oleh St. Hieronimus, 347-419, Testamentum).
Kemungkinan membantu jiwa-jiwa di Purgatorium
Dasarnya adalah Kehiidupan dalam Gereja sebagai Umat Allah, Tubuh Kristus, dan Bait Roh Kudus.
Gereja sebagai persekutuan keluarga Allah dalam ikatan kasih Kristus yang tak terputuskan
Gereja Katolik mengajarkan bahwa nasib mereka yang berada dalam purgatorium dapat dipengaruhi oleh tindakan
mereka yang masih hidup di dunia ini.
Karena persekutuan para kudus, umat beriman yang masih berjuang di dunia ini dapat membantu jiwa-jiwa di
purgatorium dengan mempersembahkan doa-doa untuk mereka, khususnya kurban Ekaristi. Umat beriman juga dapat
membantu mereka dengan beramal, indulgensi, dan karya penitensi (Kompendium KGK, 211).
Panggilan dan tugas pelayanan Gerja
Allah menetapkan dan memanggil manusia kepada kekudusan dan kesempurnaan (Kej. 1: 26-31; Kel. 19: 6; 22:
31; Ef. 1: 4; 1 Tes. 4: 7; LG. 39-42)
Haruslah kamu menjadi orang-orang kudus bagi-Ku (Kel. 22: 31)
Hendaklah kamu kudus sebab Aku Tuhan Allahmu adalah Kudus (Im. 11:44-45; 19: 2; 1 Ptr. 1: 15-16).
Hendaklah kamu sempurna, sama seperti Bapamu di surga adalah sempurna (Mat. 5: 48)
Dalam Kristus Allah telah memilih kita, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya (Ef. 1: 4)
Kuduskanlah mereka dalam kebenaran, Firman-Mu adalah kebenaran (Yoh. 17: 17)
Aku menguduskan diriku bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran (Yoh. 17: 19;
Kel. 6: 5-7; Im. 22: 32).
Kamu akan mengetahui kebenaran, dan itulah yang akan memerdekakan kamu (Yoh. 8: 32)
Aku akan minta kepada Bapa, agar memberikan kepadamu penolong yang lain, Roh Kebenran supaya Ia
menyertai kamu selama-lamanya (Yoh. 14: 16-17).
Tubuhmu adalah Bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu (1 Kor. 6: 19).
Apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akam menjadi sama seperti Dia. Setiap orang yang menaru
harapan kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci (1 Yoh. 3: 2-3)
Siapakah yang boleh naik
ke gunung Tuhan?
Daud menanyakan pertanyaan paling penting di dalam hidup manusia: “Siapakah yang
boleh datang kepada Allah dan tetap berdiri teguh di hadapan-Nya?”
Itulah deskripsi Daud tentang orang yang dapat datang kepada Allah dan bertahan di
hadirat-Nya.
Tangan dan hati kita tidak bersih; tidak
Kita tahu bahwa banyak orang tidak menjauhi penipuan; dengan senang hati
memenuhi deskripsi tersebut: cacat, menyerahkan mata, telinga, dan hati kita kepada
kekurangan, dan noda menandai pikiran, tipuan iblis, dunia, ajaran sesat, dan kepada
perkataan dan perbuatan manusia. hawa nafsu daging kita sendiri.
Gereja Timur gagasan tidak menyebutnya "Purgatorium", tetapi "pemurnian akhir" atau "theosis akhir“
(apokatastasis finale)
meyakini kemungkinan adanya suatu perubahan situasi bagi jiwa-jiwa dari mereka yang telah meninggal
dunia melalui doa-doa yang didaraskan oleh mereka yang masih hidup di dunia ini dan kurban persembahan
dalam Liturgi Ilahi, banyak kalangan Ortodoks, khususnya kalangan asketik berharap dan berdoa demi
suatu apokatastasis umum (Olivier Clément, L'Église orthodoxe. Presses Universitaires de France, 2006,
Section 3, IV)
Menurut Keuskupan Agung Ortodoks Yunani Amerika:
Death, The Threshold to Eternal Life
Perkembangan moral jiwa, baik untuk yang lebih baik ataupun lebih buruk, berakhir pada saat pemisahan tubuh dan jiwa; pada saat itu juga
nasib definitif jiwa dalam kehidupan kekal ditentukan. ... Tidak ada jalan pertobatan, tidak ada jalan keluar, tidak ada reinkarnasi dan tidak ada
bantuan dari dunia luar. Tempatnya diputuskan selamanya oleh hakim dan Penciptanya. Gereja Ortodoks tidak percaya akan purgatorium (suatu
tempat pembersihan), yaitu, keadaan peralihan setelah kematian yang di dalamnya jiwa-jiwa yang diselamatkan (mereka yang belum menerima
hukuman sementara akibat dosa-dosa mereka) dimurnikan dari semua noda sebagai persiapan untuk masuk ke dalam Surga, di mana setiap jiwa
adalah sempurna dan layak untuk melihat Allah. Selain itu, Gereja Ortodoks tidak percaya pada indulgensi sebagai remisi dari hukuman
purgatoral. Purgatorium dan indulgensi merupakan teori-teori yang saling terkait, tidak terdapat dalam Alkitab ataupun dalam Gereja Purba, dan
ketika diberlakukan dan diterapkan membawa praktik jahat dengan mengorbankan Kebenaran Gereja yang berlaku. Seandainya Allah Yang
Mahakuasa dalam cinta kasih-Nya yang penuh belas kasihan mengubah situasi yang mengerikan pada pendosa, hal itu tidak diketahui Gereja
Kristus. Gereja hidup selama seribu lima ratus tahun tanpa teori semacam itu.
Dasar Penolakan:
Bukankah indulgensi mengulang atau meniadakan karya Kristus? Karya penebusan telah selesai tuntas dengan wafat dan kebangkitan
Yesus Kristus (Semuanya sudah selesai):Aplikasi bagi setiap pribadi oleh Roh Kudus, the burning fire, yang belum) bdk. Gal. 5: 16-24).
Sekali Penghakinman dijatuhkan maka jelas siapa ke surga atau neraka. Kekeliruan pemahaman mengenai Purgatorium: sebagai kesempatan
kedua untuk bertobat (semacam remedial atau mulai lagi); hanya bagi mereka yang telah meninggal dalam rahmat dan persahabatan dengan
Allah
Dapatkah manusia Menebus dosanya sendiri – Apa makna “Penebusan”? Sebagai rekayasa Gereja Abad Pertengahan: tidak dikenal
dalam tulisan umat Kristen awal. Sebagai kata dan ajaran kurangb dikenal namun sebagai praktek sudah umum bagi Umat Kristen awal.
Sebagai sarana dan sistim untuk mendapatkan uang dari penjualan Indulgensi dan stipendium misa: menunjukkan salah faham mengenai apa
yang dimaksud dengan Indulgensi dan aplikasi misa bagi yang telah meninggal sebagai partisipasi dalam karya Kristus
Ketidak tahuan akan beda antara dosa yang mendatangkan maut dan dosa yang tidak mendatangkan maut (1 Yoh. 5). Dosa sebagai kesalahan
dan akibat dosa secagai cacat dalam diri manusia.
Iman Gereja tidak sepenuhnya terungkap dalam KS. Kurang paham beda pengadilan personal dan pengadilan universal
Purgatorium dan Indulgensi tanda kebesaran kasih dan
keadilan Allah
Keberadaan Api Penyucian adalah kebenaran iman; St Thomas Aquinas tidak ragu-ragu untuk menegaskan bahwa menyangkal Api
Penyucian berarti menentang Keadilan ilahi dan melakukan kesalahan melawan iman.
kebenaran iman ini didasarkan pada ajaran eksplisit Kitab Suci tentang penghakiman dan persyaratan kemurnian sempurna untuk
masuk Surga (bdk Mzr. 24:3; Mat. 5:8)
Api penyucian juga merupakan sumber peradaban yang luar biasa. Gagasan bahwa kejahatan dapat ditebus dengan perbuatan baik
bahkan untuk orang yang dicintai yang telah meninggal adalah brilian: ia menembus batas kematian yang tidak dapat diatasi,
menyeimbangkan ketidakadilan duniawi dan memberikan kekuatan positif untuk semua tindakan.
KGK mendeskripsikan purgatorium sebagai pemurnian yang diperlukan karena "suatu keterikatan yang tidak sehat dengan makhluk-
makhluk", suatu pemurnian yang "membebaskan seseorang dari apa yang dinamakan 'siksa dosa sementara'", yang timbul dari
hakikat dosa itu sendiri“ Cabrol and Leclercq, Monumenta Ecclesiæ Liturgica. Volume I: Reliquiæ Liturgicæ Vetustissimæ (Paris,
1900–2) pp. ci–cvi, cxxxix.
Iman Gereja tidak seluruhnya terungkap
dalam KS
Le Sacre Scritture non esauriscono tutto il patrimonio di FEDE della Santa Chiesa
Cattolica. Ma la Bibbia si deve interpretare assieme alla Tradizione Apostolica. La Chiesa,
guidata dallo Spirito Santo, come promise Gesù Cristo, riconosce l'autenticità di certe
esperienze mistiche e gli insegnamenti di quelli che canonizza come santi. Negarlo sarebbe
negare alla Chiesa il diritto di canonizzare o beatificare, e corroborare la veridicità di tali
esperienze mistiche.
In un primo tempo, attraverso la sua intercessione per i morti, la Chiesa manifesta
chiaramente fin dalle sue origini la sua fede nel Purgatorio. Poi, con una saggia lentezza,
essa definirà la sua dottrina specialmente nel concilio di Lione II (1274), nel concilio di
Firenze (1438), infine nel concilio di Trento (Sessione 25', 3 dicembre 1563)
Di Purgatorium jiwa menjalani purifikasi yang berhubungan dengan penitensi atas dosa
yang telah di tebus/diampuni, esesinya bukan pada pengampunan tetapi
pemurnian/pemulihan luka jiwa
St. Yohanes Paulus II, il cammino verso la piena beatitudine richiede una purificazione,
che la fede della Chiesa illustra attraverso la dottrina del "Purgatorio"
(Katekese ttg Purgatorium (Mercoledì 4 agosto 1999) cfr Catechismo della Chiesa
Cattolica, 1030-1032).
Warning Biblis mengenai Pemurnian
“Tidak akan masuk ke dalam surga sesuatu yang najis” (Why 21:27)
Allah adalah kudus, dan kita semua dipanggil kepada kekudusan yang sama (Mat 5:48; 1 Pet 1:15-16).
Tanpa kekudusan tak seorangpun dapat melihat Allah (Ibr 12:14).
Tuhan adalah api yang menghanguskan (Ibr. 12:29)
“Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus? (Mzr. 24: 3)
Mereka yang murni hatinya akan memandang wajah Allah (Mt. 5: 8)
Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya (Mzr. 24: 4),
“Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah
hidup.” (1 Yohanes 2:6).
Kita telah percaya kepada Kristus namun tidak hidup seperti Dia. Iman kita mati sebab perbuatan kita
tidak menyatakan iman tersebut (Yak. 2:17; 26).
Alasan adanya Purgatorium
Tuhan peduli akan diri (being) di atas prestasi (doing): karakter di atas
karier; yang berniali kelal: karakter bukan karier
Manusia tidak akan masuk surga dengan setengah jadi.
Apapun akan dilakukan Allah untuk memurnikkan diri kita termasuk
setelah kematian fisik di dunia ini.
Iamewartakan Injil kepada yang di dalam penjara, yaitu roh-roh mereka
yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah…” (1 Pet 3: 18-20).
“Injil
diberitakan juga kepada orang-orang mati supaya oleh roh,
mereka dapat hidup menurut kehendak Allah” (1 Ptr 4:6).
Iaakan memurnikan kita agar layak untuk hidup kekal dalam kemuliaan-
Nya.
Ingatlah tiga hal tentang Api Penyucian
Hanya orang yang belum sempurna dalam rahmat yang dapat masuk ke dalam Api
Penyucian. Api Penyucian bukan merupakan kesempatan kedua bagi mereka yang
meninggal dalam keadaan tidak bertobat dari dosa berat.
Api Penyucian ada untuk memurnikan dan memperbaiki. Akibat dari dosa
dibersihkan, dan hukuman/ konsekuensi dosa ‘dilunasi’.
Api Penyucian itu hanya sementara. Setelah disucikan di sini, jiwa-jiwa dapat
masuk surga. Semua yang masuk Api Penyucian ini akan masuk surga. Api
Penyucian tidak ada lagi pada akhir jaman, sebab setelah itu yang ada hanya
tinggal Surga dan neraka.
Bacaan:
Albertus Purnomo, Riwayat Api Penyucian. Dalam Kitab Suci dan Tradisi, PT Percetakan
Kanisius: Jogya 2017.
Katekismus Gereja Katolik, 1020-1021; 1030-1032; 1472;1854-1063
Neuner, SJ- J. Dupuis, SJ, The Christian Faith in the Doctrinal Documents of the Catholic
Church, (Theological Publications in India, Bangalore, 7th revised and enlarged edition, 2001),
p. 1020-1021.