Anda di halaman 1dari 27

PENGANTAR

ØSering sekali dipertanyakan kepada orang-orang


katolik mereka berdoa bagi orang mati. Apakah
praktek mengapa tersebut mempunyai dasarnya
dalam Alkitab? Apakah api penyucian itu?
ØPraktek mendoakan orang mati dan paham adanya
api penyucian erat sekali kaitannya, maka keduanya
kami bahas bersama dalam bab ini.
Dasar Kitab suci mendoakan orang mati
Ayat-ayat di atas menunjukkan kepercayaan bahwa
sesudah matipun dosa orang dapat diampuni berkat doa-
doa & kurban dari mereka yang masih hidup.
Jadi inilah dasar alkitabiah dari praktek Gereja Katolik
untuk mendoakan orang mati. Selain itu ayat Kitab lain
mungkin bisa menunjuk pada gagasan yang sama.
Yakni Sir 7:33 dikatakan: "Hendaklah kemurahan hatimu
meliputi semua orang yang hidup, tapi orang mati pun
jangan kau kecualikan pula dari kemurahanmu."
Ayat ini mungkin sekedar berarti bahwa kita harus
merawat dan memakamkan orang mati dengan baik, atau
dapat juga menunjukkan paham yang mirip dengan 2 Mak
12:38-45, yakni bantuan-bantuan rohani bagi orang yang
mati.
DASAR PERBEDAAN AJARAN KATOLIK & PROTESTAN

Orang-orang bukan-katolik tidak


menerima praktek mendoakan
orang mati sebab mereka
mengatakan bahwa kitab-kitab
Makabe adalah apokrip, bukan
Alkitab.

Di sinilah letak perbedaannya:


Gereja Katolik mengimani kitab-
kitab Makabe (& kitab-kitab
deuterokanonik lainnya) sebagai
Catatan Dosa tak terampuni
Katekismus Gereja Katolik art. 1864.
"Tetapi apabila seorang menghujah Roh Kudus", ia tidak
mendapat ampun selama-lamanya, tetapi bersalah
karena berbuat dosa kekal" (Mrk 3:29) Bdk. Mat 12:32;
Luk 12:10.
Kerahiman Allah tidak mengenal batas; tetapi siapa yang
dengan sengaja tidak bersedia menerima kerahiman Allah
melalui penyesalan, ia menolak pengampunan dosa-
dosanya dan keselamatan yang ditawarkan oleh Roh
Kudus Bdk. DeV 46.. Ketegaran hati semacam itu dapat
menyebabkan sikap yang tidak bersedia bertobat sampai
pada saat kematian dan dapat menyebabkan
kemusnahan abadi.
Kesimpulan yang bisa kita
tarik dari ayat di atas ialah:
kalau ada dosa tertentu yang tidak dapat
diampuni baik di dunia ini maupun di
dunia yang akan datang, maka ada pula
dosa- dosa lain yang bisa diampuni baik di
dunia ini maupun di dunia yang akan
datang. Masalahnya sekarang: di mana
dan bagaimana dosa-dosa itu diampuni?
Kalau orang masuk surga, tentunya itu
berartı bahwa dia sudah tidak lagi
mempunyai dosa yang membutuhkan
pengampunan.
Di surga tidak mungkin ada dosa.
Sebaliknya, kalau orang masuk neraka,
baginya tidak ada lagi kemungkinan untuk
masuk surga (bdk Luk 16:19-31).kisah
Lazarus di pangkuan Abraham & orang
Kaya di tempat “kematian”
Jadi bagaimana mungkin ada
dosa-dosa yang bisa diampuni
sesudah orang mati sehingga
keadaan mereka akan berubah?
Karena keadaan orang yang masuk
surga atau neraka sudah definitif
(artinya sudah tidak bisa diubah
lagi), maka Gereja Katolik
berkeyakinan bahwa ada
kemungkinan ketiga sesudah
orang mati: yakni “api penyucian".
Api penyucian adalah suatu keadaan sementara di mana
orang-orang mati tidak masuk neraka, tetapi di sisi lain
mereka belum siap masuk surga karena dia masih
mempunyai banyak cacat-cela dan akibat-akibat dosanya
masih melekat padanya. Untuk memahami hal ini perlu kita
ketahui paham Gereja Katolik mengenai dosa. Setiap dosa
tidak hanya menjauhkan hubungan manusia dengan Tuhan,
melainkan mengakibatkan juga ketidaksempurnaan dan
cacat-cela bagi jiwa si pendosa dan biasanya mendatangkan
hukuman dari Tuhan.

Kami katakan biasanya karena Gereja Katolik tidak menerima


paham hukum karma yang mengajarkan bahwa setiap perbuatan
manusia secara otomatis dan pasti akan membawa konsekuensinya
bagi manusia.
Jadi, meskipun dosa-dosa orang yang sudah
diampuni, itu tidak berarti bahwa semuanya sudah
beres. Memang dosa-dosanya sendiri sudah diampuni
Tuhan dan karenanya si pendosa itu diterima kembali
oleh Tuhan, tetapi akibat-akibat dosa dan
silih/hukuman bagi dosanya masih perlu ditanggung
oleh si pendosa. Di mana orang itu harus menjalani
semuanya ini, jika dia mati sebelum sempat
menjalankan semuanya itu selama masih hidup di
dunia?
Tidak mungkin di neraka ataupun di
surga yang sudah definitif itu. Maka
dari itu jawaban Gereja Katolik
adalah: di api penyucian yang sifatnya
cuma sementara. Di sanalah terjadi
proses pemurnian; di sanalah hati
orang diubah dan disiapkan agar dia
pantas bersatu dengan Tuhan, dan di
sana pula orang dibebaskan dari
dosa-dosa kecil yang belum
diampuni, dan di sana pula orang
harus menjalani hukuman akibat
dosa-dosanya. Proses semacam itu
menyakitkan, dan karenanya
dilambangkan dengan api. Di sana
orang dimurnikan seperti emas yang
dimurnikan dalam api.
Pada jaman Yesus
Ada aliran Yahudi (dari sekolah rabbi
Schammai) atas dasar Kitab Zakharia
13:9 yang berisi: “Aku akan menaruh
yang sepertiga itu dalam api dan akan
memurnikan mereka seperti orang
memurnikan perak. Aku akan menguji
mereka, seperti orang menguji emas.
Mereka akan memanggil nama-Ku, dan
Aku akan menjawab mereka.” aliran ini
berpendapat bahwa ada tempat
penyiksaan di dunia lain di mana orang
dipersiapkan untuk menikmati hidup
kekal.
(New Catholic Encyclopedia, Vol. XI, di
bawah kata "Purgatory".)
Tradisi Katolik
Dalam lingkungan Gereja sendiri sejak abad kedua
(jadi suatu masa yang cukup dekat dengan jaman
para rasul) sudah dikenal praktek mendoakan
Tertulianus orang mati, dan pada abad ketiga dikenal praktek
mendoakan orang mati dalam misa. Latar
belakang praktek ini adalah paham api penyucian.
Memang para bapak Gereja (baik dari Gereja
Barat maupun Gereja Timur; Tertulianus,
Origenes, Agustinus, Yohanes Chrysostomus, dsb)
pada umumnya menerima adanya tempat
Origenes penyucian. Hakekat api penyucian adalah
“tempat" atau “keadaan" sementara sebagai
persiapan ke surga.
Jelas, paham ini sudah tua sekali dan menurut
iman termasuk Tradisi rasuli. Jadi, ayat-ayat
Alkitab yang tidak begitu jelas, menjadi lebih jelas
bila kita baca dalam terang Tradisi.
Y.Krisostomus
Ajaran tentang api penyucian ini diteguhkan pertama
kali oleh Paus Gregorius Agung pada tahun 593, lalu
diteguhkan sebagai dogma oleh Konsili Florence
(tahun 1430) dan oleh Konsili Trente (tahun 1548).
Katekismus Gereja Katolik 1030-1032

• Api Penyucian adalah suatu kondisi yang


dialami oleh orang-orang yang meninggal
dalam keadaan rahmat dan dalam
persahabatan dengan Tuhan, namun belum
suci sepenuhnya, sehingga memerlukan
proses pemurnian selanjutnya setelah
kematian.
• Pemurnian di dalam Api Penyucian sangat
berlainan dengan siksa neraka.
• Kita dapat membantu jiwa-jiwa yang ada di
Api Penyucian dengan doa-doa kita,
terutama dengan mempersembahkan ujud
Misa Kudus bagi mereka.
Jika di satu sisi seseorang mati tanpa mempunyai
dosa-dosa berat dan serius yang membuat dia layak
masuk neraka, tetapi di sisi lain dia mati sebelum
sempat meminta ampun atas dosa-dosa kecil yang
telah diperbuatnya atau dia belum sempat membuat
silih atas dosa-dosanya itu, bagaimana nasibnya?
Tidakkah perlukah ia mempertanggungjawabkan juga
dosa-dosa kecil tersebut, seperti sabda Yesus:
Mat12:36 (di atas)
Andaikan ada seorang yang selama
hidupnya pendosa besar tetapi yang
sesaat sebelum menghembuskan nafas
terakhirnya, bertobat, apakah ia langsung
masuk surga? Tidak adakah perbedaan
antara nasib orang itu dengan nasib
orang- orang lain yang sepanjang
hidupnya berjuang untuk hidup saleh?
Keduanya sama-sama masuk surga tanpa
ada perbedaan? Apakah ucapan Yesus
kepada penyamun yang bertobat di kayu
salib, (Luk 23:43) merupakan rahmat yang
berlaku untuk semua orang? Ataukah hal
itu cuma kasus istimewa?
Pemahaman Ajaran Indulgensi
Menurut hemat kami, ajaran mengenai api
penyucian lebih sesuai dengan martabat
manusia yang harus mempertanggungjawabkan
semua perbuatannya kepada Tuhan.
Itu berarti bahwa seseorang yang belum sempat
mempertanggungjawabkan dan memperbaiki
akibat dosa-dosanya sewaktu dia masih hidup di
dunia ini perlu mendapat cara untuk melakukan
hal itu sesudah mati.
Perbedaan Paham Katolik &
Protestan
Dalam hal ini Gereja Katolik berbeda paham
dengan Gereja Protestan yang
berkeyakinan bahwa orang yang sepanjang
hidupnya berdosa pun, langsung diampuni
dosa-dosanya dan karenanya boleh masuk
surga, asalkan dia bertobat sebelum mati.
Jadi bagaimana Yesus bisa berkata bahwa setiap kata sia-sia
yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada
hari penghakiman?
Bantuan bagi orang-orang mati
Gereja Kristus itu merupakan satu
tubuh yang terdiri dari Kristus
sebagai Kepala & para anggotaNya.
Para anggota-Nya itu terdiri:
• baik dari orang-orang yang
sudah bahagia di surga (= Gereja
Mulia/Jaya)
• Orang-orang yg sudah wafat tapi
masih dalam tempat penantian
(Gereja yang menderita)
• orang-orang yang masih
berjuang di dunia ini (= Gereja
yang berziarah).

ü Gereja Kristus itu merupakan


communio, artinya persekutuan.
Maka dari itu menurut Gereja
Katolik, para anggota Gereja
Pejuang bisa saling
mendoakan,
Gereja Mulia bisa berdoa bagi
saudara-saudarinya yang masih
berjuang/berziarah di dunia ini.
Dan baik Gereja Mulia maupun
Gereja Pejuang bisa berdoa
bagi Gereja yang menderita,
yakni bagi saudara-saudarinya
yg menderita di api penyucian.
Silih diberikan saat masih hidup
Alkitab sendiri mengajarkan hal itu
kepada kita bdk misalnya:
vYes 1:16-20” belalah anak yatim,
perjuangkan perkara org janda
....dosa yang merah seperti kirmizi
akan jadi putih seperti salju;
vLuk 19:8-Zakheus “yang mau
memberi silih atas dosa-dosanya
dengan memberikan separuh dari
harta miliknya sebagai sedekah dan
selain itu membayar ganti-rugi
empat kali lipat kepada orang yang
pernah dia rugikan”).
Fakta Sejarah penyelewengan
Indulgensi
Sehubungan dengan sedekah, harus diakui
bahwa dahulu memang terjadi banyak
penyelewengan yang antara lain menjadi
penyebab timbulnya Gereja Reformasi yang
memprotes praktek semacam itu
Akan tetapi, penyelewengan itu
perlu dibedakan dari ajaran resmi
Gereja. Tidak pernah diajarkan
oleh Gereja bahwa memberi
sejumlah uang secara otomatis
bisa mendatangkan ampun dan
keringanan penderitaan bagi jiwa-
jiwa di api penyucian. Sedekah itu
hanya merupakan salah satu cara
untuk berbuat baik yang harus
keluar dari amal baik yang keluar
dari hati yang baik. Jadi yang
paling penting bukanlah uangnya
sendiri.
Indulgensi untuk yang masih hidup
Jika pemberian sedekah diterapkan untuk mohon
indulgensi bagi diri kita sendiri yang masih hidup,
maka untuk itu dituntut hati yang sudah bertobat.
Gereja hanya memohon pangampunan Tuhan
atas hukuman dosa dari orang yang memberi
sedekah itu, dan Gereja yakin bahwa karena
orangnya sendiri sudah bertobat dan berkat jasa-
jasa baik para kudus, doa tersebut pasti akan
dikabulkan oleh Tuhan. Inilah praktek pemberian
indulgensi
Indulgensi dalam
adalah Gereja Katolik.
pembebasan dari hukuman dosa yang sudah
diampuni. Jadi sebenarnya indulgensi tidak menghapuskan
dosanya sendiri melainkan hukuman atas dosa
"Ajaran indulgensi menunjukkan bahwa Allah itu tidak
adil. Sebab yang kaya bisa bebas [dari api penyucian]
dengan cepat sedang yang miskin tidak bisa."
Jawaban kita: Sedekah hanyalah satu di antara sekian banyak
cara untuk berbuat baik dan yang lebih penting adalah hati
pemberinya, bukan jumlah uangnya.
Kalau kita mau berpikir picik semacam orang yang mengajukan
kritik di atas, bukankah hal yang sama bisa kita terapkan pada
ajaran sedekah yang sangat dianjurkan dalam Alkitab? Karena
sedekah itu baik, dan orang perlu menjadi sempurna dengan
berbuat baik, maka yang kaya bisa suci dengan cepat karena
mereka bisa memberi banyak sedekah (artinya bisa banyak
berbuat baik) sedang yang miskin tidak; jadi Allah tidak adil
(mestinya Dia memberi kekayaan yang sama kepada semua
supaya sama-sama bisa memberi sedekah dalam jumlah yang
sama). Jelas, jalan pemikiran semacam ini keliru!
Ajaran ini menyebabkan orang Roma Katolik
takut pada kematian dan ini bertentangan
dengan Ibr 2:14-15.
• Ajaran mengenai api penyucian secara teoritis membuat
orang tidak perlu terlalu takut akan kematian, sebab ajaran
itu justru memberi harapan bahwa masih ada kemungkinan
bagi kita untuk diperbaiki oleh Allah di dunia lain sesudah kita
mati.
• Dalam prakteknya banyak orang takut mati, tapi bukan karena
adanya api penyucian melainkan karena adanya neraka.
Namun lepas dari ajaran ini atau itu, takut mati adalah
manusiawi. Orang takut mati karena tidak pasti akan
nasibnya, bukan karena percaya akan adanya api penyucian,
yang - sekali lagi - seharusnya malah sedikit menghibur
mereka. Jelas ketakutan ini tidak sesuai dengan Ibr 2:14-15.
Tetapi bukankah setiap ketidaksempurnaan yang menjadi ciri
manusia itu bertentangan dengan panggilan kristen?
2:14 Karena anak-anak itu adalah anak-
anak dari darah dan daging, maka Ia juga
menjadi sama dengan mereka dan
mendapat bagian dalam keadaan mereka,
supaya oleh kematian-Nya Ia
memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang
berkuasa atas maut;
2:15 dan supaya dengan jalan demikian Ia
membebaskan mereka yang seumur
hidupnya berada dalam perhambaan oleh
karena takutnya kepada maut.
Kapan roh orang yang di purgatory
itu pindah ke surga?
Jiwa-jiwa di api penyucian akan
masuk surga apabila dia sudah
siap untuk bersatu dengan
Tuhan. Jadi lamanya jiwa
berada dalam api penyucian itu
tergantung dari keadaan jiwa
itu sendiri: jika banyak dosa
yang masih harus diberi silih,
dia harus lebih lama di sana.
Akan tetapi berkat bantuan para
kudus dan orang beriman masih
hidup di dunia, lamanya bisa
dikurangi oleh Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai