Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah
Merenungkan atau berpikir tentang kematian adalah hal yang secara umum kurang
menarik. Kata kematian membawa perasaan tidak nyaman bagi banyak orang. Kosa kata
„kematian‟ membawa imajinasi kepada liang kubur,dimana tubuh akan membusuk dan
berubah menjadi abu ataupun debu tanah. Sebagian orang yang penasaran dengan apa yang
terjadi setelah kematian, tak jarang mencari-cari informasi dari pengalaman orang lain yang
pernah mengklaim diri mereka melihat surga setelah mengalami mati suri. Meski pengalaman
tiap orang yang pernah mati suri itu berbeda, namun terdapat kesamaan berupa perasaan
pergerakan di luar tubuh fisiknya, masuk ke dalam terowongan menuju cahaya terang,
kemudian mengalami perjumpaan dengan sosok-sosok terkasih yang telah meninggal, dan
bahkan berjumpa dengan malaikat1
Dalam terang iman Kristen, melalui kematian, dipenuhilah firman Allah ini, “… sebab
engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu” (Kel 3:19). Hidup manusia memang
semata-mata adalah karunia Tuhan. Tuhanlah yang membentuk manusia dan memberikan
nafas kehidupan. (Kej.2:7). Dalam kehidupan ini manusia bertumbuh, berjuang dalam suka dan
duka. Namun semua ada waktunya, semua ada akhirnya. Nafas akan berhenti, umur tergenapi.
Segalanya akan habis, barang apapun yang dipunyai di dunia ini tidak ada sedikitpun yang
dapatdibawa. Semuanya berakhir, hanya jiwa saja yang masih hidup, dan menghadap kepada
Tuhan, dengan membawa iman, pengharapan dan kasih.
Apabila mampu merefleksikan kematian dalam terang iman Kristen, tentu akan lebih
bijaksana dalam menghadapi dan mengisi kehidupan. Akan dapat melihat, mana yang penting
bagi kehidupan selanjutnya di surga, dan mana yang tidak. Manusia akan menjadi bijaksana
menggunakan waktu yang ada, untuk semakin mengenal, mengasihi dan memuliakan Tuhan.
Sebab Dia-lah yang akan dijumpai setelah kehidupan ini. Dia-lah yang merupakan segala-
galanya bagi manusia, dan yang menjadi sumber dan puncak kebahagiaan yang sejati dan
kekal selamanya.2
Kematian biasanya lekat dengan dunia kasat mata yang dalam berbagai kepercayaan
adat istiadat terhubung dengan alam metafisika atau mistik. Bagaimanapun juga, kematian
adalah sebuah misteri sebagaimana kehidupan. Kondisi manusia yang belum dapat memahami

1
Garlow, J. L. & Wall, K. Surga dan Alam Baka: Sejumlah Kisah Nyata Orang-Orang yang Mengalami Surga Terbuka
dan Menyeberang ke Alam Baka, Yogyakarta: Penerbit Andi. 2012
2
Brian Wills, 10 jam menjelang kematian, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011. 10

1
sepenuhnya mengenai kematian, membuat sebagian besar orang menjadi tidak berdaya dan tak
jarang mengalami kecemasan bahkan ketakutan menghadapinya.3 Berbagai bentuk upacara
untuk menguak dunia setelah kematian juga seringkali dilakukan oleh kelompok-kelompok
tertentu yang tentunya bertentangan dengan ajaran Kristen.
Tujuan upacara untuk leluhur yang dapat diterima oleh iman Kristen adalah untuk
menghormati. Gereja Katolik, khususnya, adalah contoh yang tradisinya memberikan ruang
untuk devosi atau penghormatan baik kepada para kudus maupun leluhur, dengan alasan:
1. Iman Kristen tidak bertentangan dengan kultus penghormatan pada leluhur.
2. Iman Kristen akan tetap dipelihara dengan aman dalam proses inkorporasi kultus
penghormatan pada leluhur.
Dalam doktrin gereja Katolik, api penyucian berfungsi sebagai proses pemurnian bagi mereka
yang mati namun dibebani oleh dosa yang membuat tidak pantas bersatu penuh dengan Allah.
Doa orang beriman atas nama orang mati merupakan sebuah bantuan bagi mereka yang telah
meninggal.4
Hal tersebut, bertentangan dengan tradisi gereja HKBP, dimana Peringatan Tentang
Orang Meninggal dinyatakan dalam Konfesi 1951: Pasal 16. Dikatakan dalam Konfesi ini
bahwa:
„Gereja HKBP menolak, melawan ajaran animisme yang meyakini roh orang mati dapat
bergaul dengan manusia, roh orang mati tinggal di dalam kuburnya, api penyucian harus
dialami untuk membersihkan roh sebelum mencapai hidup kekal, doa kepada orang kudus
dapat menurunkan kekuatan melalui relikwi‟

Menilik sejarahnya, adanya sentuhan adat dalam liturgi Gereja HKBP sebetulnya
adalah sebuah proses yang berjalan berdampingan bahkan sejak awalnya Kristen masuk ke
dalam tanah Batak. Jendela yang harusdigunakan adalah sebaliknya, bukan adat yang
mempengaruhi Kristen, namun Kristen yang mewarnai adat sehingga praktek-praktek yang
bersifat mistis dapat dikurangi secara signifikan5.
Pada acara minggu akhir tahun Gerejawi akan dibacakan nama-nama jemaat yang
sudah meninggal dalam kurun waktu 52 minggu yang lalu. Mungkin akan muncul pertanyaan,
terutama dari kalangan warga jemaat yang masih muda (bahkan warga jemaat yang sudah tua
pun belum tentu sudah persis memahami hal ini!), apa arti, makna dan tujuan acara ini
dilakukan oleh pihak gereja? Bukankah dengan demikian perasaan pilu dan kedukaan akan
dibangkitkan kembali bagi keluarga yang ditinggalkan apalagi dengan menyebut nama-nama

3
Hunt, G. Pandangan Kristen tentang Kematian, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.
4
Otto Hentz S.J, Pengharapan Kristen.Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2004
5
Lothar Schreiner, “Adat dan injil”, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1972, hlm. 198-199.

2
serta hari/tanggal wafat mereka, dan kemudian ada di antara keluarga yang menangis meraung-
raung dalam acara itu?Konfessi (Pernyataan Iman) HKBP yang dirumuskan pada Tahun 1951
Pasal 16 TENTANG PERINGATAN ORANG MENINGGAL menyatakan demikian:
Alex Jebadu dalam bukunya yang berjudul Bukan Berhala! Penghormatan Kepada
Para Leluhur6 menekankan bahwa penghormatan kepada leluhur tidak boleh disesatkan oleh
prasangka penyembahan berhala, superstisi sinkretisme dan nekromansi. Hal ini menjadi
pembatas yang jelas bahwa ketika murid Kristus menghormati leluhur, tujuannya tidak boleh
untuk penujuman, meninggikan berhala dan berbagai tujuan mistis lainnya.Dari rumusan Konfessi
HKBP di atas jelas bagi kita bahwa tujuan peringatan orang meninggal dunia ini bukanlah seperti
yang dikatakan oleh pepatah orang Batak: “parigatrigat bulung gaol pasigatsigat hinalungun
parungkarrungkar sidangolon.” Artinya bukan untuk membangkit-bangkitkan rasa duka cita yang
mendalam buat keluarga yang ditinggalkan. Inti dari pada peringatan ini hendaklah menuju
kepada kemenangan orang percaya atas maut dan kematian. Perlu dijelaskan, meskipun nama-
nama orang yang meninggal tahun itu dibacakan, sesungguhnya bukan nama-nama mereka itu
yang menjadi tekanan; bukan mengingat pribadi masing-masing orang yang meninggal dunia tadi
yang lebih penting. Untuk mengingatkan kita akan hari kematian kita semua manusia kelak. Itu
sebabnya ada ungkapan Latin yang mengatakan MEMENTOMORI artinya “Ingatlah akan hari
kematianmu!”. Jangan lupa bahwa saya dan saudara semua pasti akan dijemput oleh kematian itu.
Itu sebabnya harus sudah mempersiapkan diri sebelum kematian itu sungguh-sungguh nyata
terjadi bagi hidup kita. Untuk itu pulalah Acara Peringatan Orang Yang Meninggal Dunia” terus
dilanjutkan oleh tradisi gereja HKBP agar warganya tetap ingat dan peduli akan saat-saat
kematiannya kelak. Apabila hal itu sungguh terjadi, tidak putus asa, tidak mengutuki Tuhan.
Tentu keluarga yang ditinggal oleh orang mati itu pasti akan menangis dan bersedih; rasa pilu
akan „memukul‟ juga, bukan lagi seperti dukacita seorang yang tidak percaya, tetapi duka cita
seorang yang punya pengharapan bahwa kelak orang yang mati dalam nama Tuhan Yesus itu akan
berkumpul di Sorga bersama sekalian orang-orang tebusanNya.7
Minggu akhir tahun gerejawi pada dasarnya semata-mata bukanlah bertujuan untuk
mencucurkan air mata dan meratapi orang-orang yang sudah lebih dahulu meninggalkan kita.
Minggu akhir tahun gerejawi mengingatkan kita, bahwa pada suatu ketika kita juga akan
dipanggil Tuhan. Bahwa kita akan meninggalkan dunia yang fana ini. Namun demikian di dalam
pelaksanaannya masih banyak Majelis dan Jemaat dari Gereja HKBP sendiri yang masih belum
mengerti akan makna yang tersirat dari Mementomori pada ibadah minggu akhir tahun

6
Jebadu, Alex, Bukan Berhala! Penghormatan Kepada Para Leluhur, Maumere: Penerbit Ledalero, 2009
7
Walter A. Alwell, Evangelical Dictionary of Theology, Michigan: Baker Book House, 1986, hlm. 198.

3
gerejawi.Minggu Akhir Tahun Gerejawi merupakan suatu peringatan terhadap orang-orang
Kristen yang percaya kepada keselamatan yang daripada Allah. Sampai sekarang dalam tradisi
reformasi, memperingati orang mati adalah disertai seruan untuk mengingat kematian sendiri dan
pengadilan oleh Allah dengan memandang kepada hari pengadilan terakhir. Di dalam Kristus
manusia mengalami keselamatanyang dari Allah untuk dirinya sendiri. Itu dapat diartikan sebagai
ditentukannya kehidupan oleh kematian dan kebangkitan Kristus. Bahwa orang-orang percaya itu
adalah milik Kristus sebagai (Tuhan) dilukiskan dalam tradisi paulinis sebagai “berada didalm
Kristus” dan bersama-sama Kristus”, yang artinya sama yaitu berkumpul dan bersama-sama.
Hubungan Kristus ini tidak diputuskan oleh kematian.8
Peringatan bagi orang meninggal secara iman Kristen dalam acara liturgi akhir tahun
gerejawi hanyalah untuk melihat secara jelas bahwa manusia pada akhirnya akan meninggalkan
dunia dan segala aktivitasnya, menuju keselamatan yang daripadaNya yang kekal.9
Di Gereja HKBP, Minggu “Parningotan di angka naung monding” (memperingati
orang yang sudah meninggal) dilaksanakan pada Minggu ketiga bulan November atau minggu
terakhir sebelum Minggu Advent I. Kita tidak tahu kapan mulai tradisi ini di HKBP, diperkirakan
sudah sejak awal dilakukan acara khusus ini di dalam kalender gerejawi HKBP. Salah satu dari 52
minggu dalam satu tahun diperuntukkan mengingat orang yang meninggal. Pada acara ini semua
nama-nama warga jemaat yang meninggal selama masa kurun waktu 52 minggu yang lalu (mulai
dari Minggu Ujung Taon Parhurian yang lalu hingga Ujung Taon pada tahun berjalan ini)
dibacakan, dan keluarga-keluarga yang mereka tinggalkan - yang pasti masih dalam keadaan
berduka - didoakan secara khusus agar terhibur.10
Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di seluruh dunia pada setiap akhir bulan
November atau sebelum memasuki Minggu Advent 1 melaksanakan Ibadah Minggu Akhir Tahun
Gerejawi (Ujung Taon Parhuriaon) yang di dalam liturgi ibadah terdapat fenomena keunikan
yang tidak dimiliki oleh gereja lain yaitu membacakan nama-nama orang yang telah meninggal
dalam satu tahun gerejawi. Seperti tradisi umumnya sebagai wujud belasungkawa, orang akan
melawat keluarga yang berduka dengan mengenakan pakaian dengan warna dominan hitam dan
pada minggu ini pula jemaat diajak untuk memakai pakaian warna hitam.

8
Lothar Schreiner, Op.cit
9
Ibid.,hlm 212-213.
10
Pdt. DR. A.A. Sitompul,Bimbingan Tata Kebaktian Gereja: Suatu studi perbandingan, BPK-GM, Jakarta, 1993, hlm.
87.

4
Praktek secara umumdi ibadah peringatan orang meninggal dalam liturgi akhir tahun
gerejawi di jemaat HKBPsudah dilakukan dan secara khusus dalam jemaat HKBP Salatiga juga
dilakukan setiap tahun sebelum menyambut minggu Advent I.

Oleh karena itu, untuk lebih memahami secara mendalam lagi tentang pemahaman Jemaat
HKBP Salatiga mengenai Makna Peringatan Orang Meninggal Dalam Ibadah Minggu akhir
Tahun Gerejawi, maka penulis ingin melakukan studi dengan judul:

KAJIAN TEOLOGIS DOGMATIS TERHADAP MAKNAPERINGATAN ORANG


MENINGGAL DALAM LITURGI AKHIR TAHUN GEREJAWI DI JEMAAT HKBP
SALATIGA

I. Rumusan Masalah
1) Bagaimana pemahaman jemaat HKBP Salatiga mengenai makna peringatan
orang meninggal dalam ibadah akhir tahun gerejawi?
2) Bagaimana makna teologis dogmatis dari peringatan orang meninggal di akhir
tahun gerejawi di HKBP Salatiga?

II. Tujuan Penelitian


1) Mendeskripsikan pemahaman jemaat HKBP Salatiga mengenai peringatan
orang meninggal.
2) Melakukan kajian teologis dogmatis terhadap makna peringatan bagi orang
meninggal dalam liturgi akhir tahun gerejawi menurut jemaat HKBP Salatiga

III.Manfaat Penelitian
IV.1. Secara Teoritis
o Secara umum, tugas akhir ini akan berkontribusi terhadap pemahaman akan devosi
kepada leluhur dalam konteks ke-Indonesiaan termasuk debat yang muncul di
antara beberapa gereja mengenai apakah penghormatan terhadap leluhur dapat
diterima dalam iman Kristen atau sebaliknya.
o Hasil dari tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada Gereja
HKBP Salatiga memberikan sebuah pemahaman baru tentang arti atau makna
yang sesungguhnya tentang Parningotan di Angka Naung Monding dalam Ibadah
Akhir Tahun Gerejawi.

5
IV. 2. Secara Praktis
Membantu Jemaat Gereja HKBP Salatiga dalam menghayati Parningotan di Angka
Naung Monding dalam Ibadah Akhir Tahun Gerejawi dengan lebih baik.

IV. Metode Penelitian


Penulis akan menggunkan metode deskriptif dengan pendekatan analisis merupakan
metode yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan atau gejala
ataupun kelompok tertentu untuk menentukan penyebab suatu gejala/keadaan suatu gejala
frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat.11
Pengumpulan data lapangan akan menggunakan teknik antara lain wawancara mendalam
(Indepth-Interview) secara umum merupakan proses memperoleh keterangan yang untuk
bertujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
narasumber atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara, pewawancara dan narasumber terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.
Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan
narasumber. Dalam penelitian ini, narasumber kunci adalah Jemaat beserta dengan Majelis HKBP
Salatiga.
Instrumen penelitian yang akan digunakan meliputi antaralain:
 Panduan wawancara yang akan disusun dengan cermat, meletakkan pertanyaan-
pertanyaan sesuai dengan rumusan-rumusan masalah dan tujuan penelitian
 Rekaman hasil wawancara yang akan ditranskripsikan untuk menjaga validitas
pengambilan data.
 Transkripsi hasil wawancara yang akan dianalisis berdasarkan landasan teori yang
digunakan.

Analisa data akan dilakukan dengan menghubungkan jawaban/ hasil wawancara dengan
Majelis Gereja HKBP Salatiga, atau dikenal dalam proses analisis penelitian kualitatif dengan
analisa percakapan,12 dengan pertanyaan sentral dalam peneleitian ini yaitu:
1) Apakah narasumber yang diwawancarai memahami arti dari Makna Peringatan Orang
Meninggal Dalam Liturgi Akhir Tahun Gerejawi di HKBP?
2) Apakah Narasumber rmemahami tujuan Makna Peringatan Orang Meninggal Dalam
Liturgi Akhir Tahun Gerejawi di HKBP?
11
Mestika Zed. Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008, hlm. 56-57.
12
J.R, Raco. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Grasindo, 2010, hlm. 67.

6
V. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugas akhir ini di jelaskan dalam lima bagian antara lain:
o Pertama yaitu pendahuluan, penulis akan memaparkanlatar belakang masalah,
rumusan masalah, makna penelitian, manfaat penelitian, metode dan teknik
penelitian dan sistematika penulisan yang menjadi kerangka umum penulisan
teori tugas akhir ini. Bagian ini merupakan rangkuman dari keseluruhan desain
penelitian yang secara umum menjawab pertanyaan apa yang diteliti, mengapa
diteliti dan bagaimana proses penelitian akan berjalan.
o Kedua, Landasan Teori yang memberikan pemahaman dasar, meliputi definisi
Parningotan di Angka Naung Monding dari Konfesi HKBP yang merupakan
bagian pemaparan landasan teori dari penelitian ini. Lebih jauh, penulis juga akan
membahas beberapa sumber atau kajian terkait diskusi mengenai penghormatan
kepada leluhur dan bagaimana gereja HKBP mengakuinya.
o Ketiga, Pemaparan Hasil Penelitian berupa pemaparan data yang telah didapatkan
dari hasil wawancara. Hasil yang dipaparkan meliputi data yang didapatkan dari
wawancara dengan Jemaat Gereja HKBP Salatiga.
o Keempat, Pembahasan yang meliputi deskripsi dan analisis tentang latar belakang
sejarah gereja HKBP, bagaimana pemahaman atas makna Parningotan di Angka
Naung Monding dari MajelisHKBP Salatiga serta apakah istilah Parningotan di
Angka Naung Monding perlu dialihbahasakan dengan Bahasa Indonesia untuk
mengatasi gap pemahaman ;
o Kelima, Penutup yang memuat kesimpulan berupa temuan-temuan penelitian
yang diperoleh dari hasil pembahasan, saran, kontribusi dan rekomendasi baik
bagi bidang penelitian terkait ataupun bagi praktek-praktek serupa baik dalam
tubuh gereja HKBP itu sendiri maupun bagi gereja-gereja pada umumnya.

7
BAB II

LANDASAN TEORI

II. 1 Pengertian Kematian

Mati dalam Bahasa Indonesia sangat kaya dan variatif penggunaanya. Ada yang menyebut
meninggal, mangkat, tewas, korban. Sebenarnya semua kata-kata ini memberi makna sama saja
yaitu menunjukkan bahwa seseorang sudah mati. Walaupun cara meninggalnya manusia bisa
beragam, misalnya mati karena tabrakan mobil atau dibunuh orang maupun karena bencana alam,
dll, tetapi artinya tetap sama menjelaskan seseorang itu sudah mati.

Kematian atau ajal adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme
biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara permanen, baik karena penyebab
alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak alami seperti kecelakaan. Setelah
kematian, tubuh makhluk hidup mengalami pembusukan. Istilah lain yang sering digunakan
adalah meninggal, wafat, tewas, atau mati. Kematian adalah kenyataan paling penting dalam
kehidupan seseorang. Lewat kematian seseorang beralih dari keadaan fana dunia ini ke keadaan
pasti di akhirat sebagai keselamatan atau kegagalan abadi.13

II. 2. Arti Kematian Menurut Perjanjian Lama

Secara umum baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru kematian dipandang
sebagai sesuatu peristiwa yang mengakhiri kehidupan dari dalam dunia ini, yakni yang
“memisahkan” jiwa (roh atau tondi) dari dalam tubuh. Berbicara tentang „kematian‟, maka kita
harus membedakan antara „kematian jasmani‟ dengan „kematian rohani.‟ Kedua bentuk kematian
ini sama-sama berbahaya terhadap manusia meskipun pada kenyataannya kematian jasmanilah
yang paling ditakuti oleh manusia. Sesungguhnya menurut iman Kristen kematian rohanilah yang
seharusnya paling ditakuti oleh manusia sedangkan kematian jasmani hanya awal menuju
kehidupan yang kekal. Kata "mati" dalam perjanjian lama pertama kali disebut dalam Alkitab
dalam bahasa ibrani dalam kejadian 2:17 (MOT), “tetapi pohon pengetahuan tentang yang
baik dan yang jahat itu, janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya,
pastilah engkau mati”.Dengan demikian secara harfiah kata mot berarti kehidupan dan kematian
adalah dua realitas eksistensial yang harus dijalani oleh setiap orang (2 Samuel 1:23; Amsal
18:21). Namun dalam kematian dirumuskan pada hakekatnya sebagai penarikan kembali nafas

13
Wahyu Untara, Kamus Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Redaksi:Indonesia Tera, 2013.

8
kehidupan atau Roh Allah dari dalam kehidupan manusia (Ayub 34:14-15). Manusia seharusnya
mati, tetapi ada harapan bahwa mereka dapat ditebus dari kematian (Hos. 13:14). Mereka dapat
ditebus bahkan dari ancaman atau prospeknya (Ay.5:20). Secara utama dan ironis kematian
sendiri akan ditelan sebagai sebuah tanda dari kemahakuasaan Allah (Yes. 25:8).14

II. 3. Kematian Menurut Perjanjian Baru

Dalam dunia helenestik Kata “mati” dalam perjanjian baru berasal dari kata θανατος
(thanatos) dan kata αποθνησκω (apothnesko) digunakan secara metaforis tentang kematian
intelektual dan kematian spiritual. Bagi orang Yunani, kematian berarti akhir dari aktivitas hidup,
penutupan jangka waktu, perusakan eksistensi, bahkan jika shade (jiwa) menemukan sebuah
tempat dalam alam kematian.Kata ini juga dipakai untuk mengungkapkan hal berbahaya yang
mematikan, bagaimana kematian serta ancaman kematian. Thanatos berarti membuat seseorang
mati, membunuh, dan mengakibatkan sesuatu hal berbahaya yang mematikan. Kematian adalah
jangka waktu ketika kita melewati dengan sendiri dunia yang tidak kelihatan.15 Dalam Perjanjian
Lama kematian berarti akhir kesudahan dari keberadaan seseorang (2 Sam. 12:15; 14:14).
Manusia diciptakan dari tanah dan mereka akan kembali menjadi debu (Kej. 3:19). Jiwa diartikan
sebagai sheol (hades) yang tidak ada lagi kehidupan di luar daripadanya. Manusia yang mati pergi
ke hades (ruang antara kematian dan penghakiman akhir).16 Kematian adalah akhir dari segala
kehidupan. Mati berarti hal yang terakhir dari kemungkinan yang diberikan kepada kita.
Walaupun kita dapat membedakan kematian fisik dan metafisik, namun semuanya itu tidak dapat
dipisahkan dan yang terjadi adalah berakhirnya segala sesuatu dari keberadaan ciptaan itu, apapun
yang terjadi dalam kematian haruslah dianggap sebagai sesuatu yang berbeda dari sifat
kesinambungan hidup. Inilah yang merupakan hukuman bagi hidup yaitu bahwa kematian
merupakan bagian terpenting dalam hidup yang tidak terlalu penting untuk dipikirkan.17

II. 4. Kematian Menurut Kekeristenan

Bagi orang Israel pada prinsipnya secara umum kematian dipahami dari dalam beberapa
aspek, misalnya yang pertama: kematian adalah sebagai hukuman atas ketidaksetiaan manusia.
Dalam Perjanjian Lama disebutkan manusia mati akibat pelanggaran dan ketidaksetiaannya
terhadap perintah Tuhan. Kematian dilihat sebagai akibat hukuman Allah bagi manusia (Kej 2-3).

14
P. S. Johnston, “Afterlife” in Dictionary of Old Testament: Wisdom, Poetry and Writings,Tremper Longman III and Peter Enns
(ed.), Nottingham: IVP, 2008.
15
Carl E. Braaten, Robert W. Jenson, Christian Dogmatics I, Fortress Press, 1984, hlm. 16
16
Carl E. Braaten, Robert W. Jenson. hlm.548
17
Karl Barth, Dogmatics In Outline, SCM-Press LTD, London 1958, hlm. 117

9
Sama halnya dalam Perjanjian Baru tegas menyebut bahwa kematian adalah akibat dosa. “Sebab
upah dosa ialah maut” (Rm 6:23a; 5:12 bnd. Eph 2:1). Dalam kitab Wahyu kematian dihubungkan
dengan penghukuman Allah atas dosa manusia. Kedua, Kematian adalah sesuatu hal yang wajar
sebagai akhir hidup manusia. Apalagi bila seseorang mati dalam usia tua dan sudah memiliki
banyak anak, kematian semacam ini merupakan dambaan bagi setiap Yahudi (bnd. Kej 25:8;
46:30). Di samping kebahagiaan dimaknai juga penuh damai sejahtera. Allah menyebutkan
kepada Abraham : “Engkau akan pergi kepada nenek moyangmu dengan sejahtera; engkau akan
dikuburkan pada waktu telah putih rambutmu” (Kej 15:15; 25:8; band Kitab Kebijaksanaan 4:7).
Ketiga, Kematian juga dipahami sebagai “sahabat”. Sahabat artinya kematian itu dipahami
sebagai istirahat. Orang mati itu berbaring dengan tenang. Keadaan ini jelas diungkapkan Ayub.
Ayub menyebut kematian sebagai keadaan bersukaria dan bersorak-sorak dan dalam keadaan
kesenangan (Ayub 3:13, 21-22). Yang keempat, kematian tidak terpisah dari kemahakuasaan
Allah. Sebab Yahwe / TUHAN adalah sumber kehidupan dan kematian manusia. Tidak layak
untuk mengklaim kematian itu kepada Allah. Sebab Allah adalah pemilik dan sumber kehidupan
itu sendiri (2 Rj 20:1-11).18

Kehidupan yang baru itu menampakkan kekayaannya melalui anugerah pemberian Roh
Kudus. Roh Kudus yang tinggal di dalam diri orang yang dibaptis (Rom 8:9) menjadi alasan bagi
eksistensi baru seorang kristen dalam partisipasinya dalam kematian Yesus Kristus.

Di sini kita berhadapan dengan puncak teologi kristiani tentang kematian,


yaitu bahwa Yesus Kristus telah mengubah arti kematian manusiawi dengan kematian-Nya,
membebaskannya dari nasib kebinasaan fisik dan moral yang sebelumnya merupakan gambaran
antropologi Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama kematian dikonsepkan sebagai nasib
manusia yang berkaitan dengan keadaannya sebagai daging (basar) dan sebagai orang berdosa
(Kej 1:16). Paulus memakai argumen dosa untuk menerangkan fakta kematian universal, sama
seperti oleh dosa satu orang, maka semua orang telah berdosa demikian pula maut (Roma 5:12).
Demikian, kematian bukan hanya dilihat sebagai kehancuran fisik melainkan sebagai situasi
keterpisahan dari Allah. Dalam konteks pemahaman kematian seperti ini, maka kematian Kristus
dan tinggalnya Roh Kudus di dalam diri orang yang di baptis mengubah keterpisahan manusia

18
Norman R. Gulley, “Death / New Testament”, The Anchor Bible Dictionary, vol 2, David Noel Freedman, Ed (Doubleday: 1992),
110-111; Kent Harold Richards, “Death / Old Testament”, The Anchor Bible Dictionary, vol 2, David Noel Freedman, Ed
(Doubleday: 1992), 108-110.

10
dengan Allah menjadi kesatuan denganNya. Dalam cahaya kematian Kristus, kematian menjadi
saat kesatuan kembali manusia dengan Allah.19

Dengan mengalami kematian manusiawi Yesus dari Nasaret telah memberi status baru
bagi realitas kematian itu sendiri. Yesus mengalami kematian manusiawi dalam kapasitas-Nya
sebagai Putera Allah. Seperti yang dikatakan oleh Hans Urs von Balthasar, "Ketika Tuhan ingin
mencari pengalaman (Ibr. 2:18;4:15) sebagai manusia "dari dalam", dengan tujuan untuk
merealisasikan dan untuk "menyehatkan" kemanusiaan "dari dalam", maka Tuhan secara definitif
harus pergi ke tempat di mana keberadaan manusia yang adalah pendosa (peccator ) dan dapat
mati (mortalis)" itu berada dan menemui manusia di sana, yaitu dalam kematian. Tuhan
membiarkan diriNya hilang dan jatuh dalam lembah kemiskinan, kesedihan kegelapan dan
kematian manusia.20

Orang biasa memakai ungkapan-ungkapan sehubungan dengan kematian,


seperti: kematian adalah musuh yang tak dapat dielakkan. Kematian adalah tamu yang tak
diundang. Kematian adalah musuh yang kejam. Adakah yang lebih sulit dimengerti daripada
kematian? Para penyair berbicara tentang kematian secara leluasa; kebanyakan orang tidak
demikian, karena mengetahui kematian itu tidak dapat dielakkan, maka dalam mengahadapinya
manusia secara logis seharusnya menyambut untuk mempersiapkannya. Namun kebanyakan
orang tidak membicarakan apa-apa yang menakutkan mereka. Tetapi setiap kali seorang saudara
atau kenalan kita meninggal, kita diingatkan akan kelemahan kita, perjalanan hidup kita yang
sementara di dunia ini. Di gereja-geraja jarang ada yang melaksanakan pendidikan khusus
kematian. Jika membahas kematian biasanya hanya di khotbah-khotbah tertentu. Mungkin
pengaruh budaya kita yang menolak kematian, akhirnya seseorang tidak merasa nyaman ketika
ingin membicarakan tentang kematian. Padahal kebanyakan orang yang mendekati ajal ingin
mempersiapkan dirinya, tetapi ketika ia ingin mempersiapkan dirinya keluarga dan orang di
sektiarnya menolak. Itu pengaruh karena tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang kematian.
Gereja hanya hadir pada saat ibadah penghiburan, tetapi tidak ada pendampingan bagi mereka
yang akan meninggal. Seseorang yang akan meninggal tidak semua yang merasa siap dan kuat
menghadapi kematian. Banyak di antara mereka merasakan ketakutan, kebimbangan, bahkan
kesendirian. Di sinilah peran gereja memberikan mereka pemahaman dan penguatan iman dalam
menghadapi kematian. Pengajaran mengenai kematian tidak hanya ditujukan bagi mereka yang

19
Pope Benedict XVI, The Yes Of Jesus Christ: Exercises In Faith, Hope, And Love, hlm. 50-55.
20
Hans Urs von Balthasar, Mysterium Paschale, dalam Sacramentum Mundi VI ,188-189.

11
sekarat atau yang sudah mendekati ajal. Namun juga ditujukan untuk seluruh warga gereja,
termasuk orang-orang yang mendampingi orang yang akan meninggal atau sakit parah.21

Dalam penjelasan buku Gladys Hunt tentang “Pandangan Kristen Tentang Kematian”
diatas menjelaskan bahwa bagi umat Kristen kematian bukanlah hal yang menakutkan, sebab
Tuhan kita Yesus Kristus telah memberikan keselamatan dan menyediakan tempat bagi kita.
Namun kenyataannya saat ini, masih banyak umat Tuhan yang mengalami ketakutan,
kebimbangan, dan kesendirian dalam menghadapi kematian. Mereka merasa belum siap untuk
menghadapi kematian. Reaksi manusia terhadap hal kematian itu berbeda-beda. Bagaimana sikap
orang Kristen dalam menghadapi kematian supaya tidak lagi menjadikan hal tersebut sesuatu yang
menyeramkan atau menakutkan.

II. 5. Kematian Menurut Batak Toba

Dalam adat orang batak penyebutan kepada orang meninggal disebut mate. Konotasi mate
cukup netral. Dalam tradisnya, orang yang mati akan mengalami perlakuan khusus, terangkum
dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematian tersebut diklasifikasi berdasar usia
dan status si mati.

Beberapa nama atau istilah kematian dalam tradisi Batak Tobadan prosesinya antara lain
yaitu :22

 Mate Di Bortian
Mate Di Bortian berarti meninggal pada saat masih dalam kandungan. Tradisi atau prosesi
adat kematian belum berlaku karena langsung dikubur tanpa peti mati.

 Mate Poso-poso
Mate poso-poso berarti meninggal saat masih bayi. Tradisi atau prosesi adat kematian
yaitu jenazah ditutupi selembar ulos (kain tenunan khas Batak) yang diberikan oleh orang
tuanya.

 Mate Dakdanak
Mate dakdanak berarti meninggal saat masih kanak-kanak. Tradisi atau prosesi adat
kematian yaitu jenazah ditutupi oleh ulos (kain tenunan khas Batak) yang dilakukan
oleh tulang(paman/saudara laki-laki dari ibu).

21
Gladys Hunt, Pandangan Kristen tentang Kematian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996 ) hal. 2, 55, 58-64.
22
Richard Lingga, Meninggal Adat Dalihan Natolu, Jakarta:Dian Utama, 2012. Hal 35-40.

12
 Mate Bulung
Mate bulung berarti meninggal pada saat remaja atau menjelang dewasa. Tradisi atau
prosesi adat kematian sama dengan mate dakdanak, yaitu jenazah ditutupi ulos dari tulang.

 Mate Ponggol
Mate ponggol berarti meninggal pada saat berusia dewasa namun belum menikah. Tradisi
atau prosesi adat kematian sama dengan mate dakdanak dan mate bulung, yaitu jenazah
ditutupi ulos oleh tulang.

Tingkatan prosesi kematian di atas adalah bagi jenazah yang belum berumah tangga.
Berikut ini adalah tingkatan tradisi prosesi kematian bagi yang telah berumah tangga atau
telah memiliki keturunan :

 Mate Di Paralang-alangan atau Mate Punu


Mate Di Paralang-alangan atau Mate Punu berarti meninggal pada saat sudah berumah
tangga (sudah menikah), namun belum memiliki keturunan.

 Mate Mangkar
Mate mangkar berarti meninggal pada saat sudah menikah (berumah tangga) dan
meninggalkan beberapa orang anak yang masih kecil-kecil.

 Mate Hatungganeon
Mate Hatungganeon berarti meninggal dan sudah memiliki anak-anak, beberapa di antara
anaknya sudah ada yang menikah namun belum memiliki cucu.

Mate Di Paralang-alangan, Mate Mangkar dan Mate Hatungganeon prosesi adatnya lebih
sarat dibandingkan dengan 5 tingkatan kematian sebelumnya, namun sudah memberlakukan
peranan dalihan na tolu di dalamnya. Biasanya hanya berupa kebaktian atau seremonial tanpa ada
unsur musik atau gondang.

 Mate Sari Matua


Mate Sari Matua berarti meninggal dengan meninggalkan anak-anaknya dan sudah pula
bercucu, namun ada di antara anak-anaknya tersebut yang belum menikah. Prosesi adat Mate
Sari Matua biasanya telah melibatkan unsur musik atau gondang di dalamnya, dan dalam
pengerjaannya memberlakukan urutan panggilan tulang atau hula-hula ke tingkatan yang lebih
tinggi (biasanya pada tingkatan marga tulang dari nenek (marga dari saudara laki-laki nenek)

13
dalam hal pemberian ulos kepada keturunan yang ditinggalkan pada saat manortor di depan
peti jenazah yang masih terbuka.

 Mate Saur Matua


Mate Saur Matua berarti meninggal dalam keadaan anak-anaknya sudah menikah semua
dan sudah memiliki anak (cucu dari orang yang meninggal tersebut).

 Mate Saur Matua Bulung


Mate Saur Matua Bulung berarti meninggal dengan meninggalkan anak-anaknya yang
telah menikah dan memiliki cucu, bahkan cucunya sudah pula berketurunan (cicit dari orang
yang meninggal tersebut)

Dalam budaya Batak, Mate Saur Matua dan Mate Saur Matua Bulung merupakan
tingkatan prosesi atau upacara adat yang tertinggi. Hal ini disebabkan dengan asumsi bahwa orang
yang meninggal tersebut berstatus tidak memiliki tanggungan lagi. Tingkatan marga tulang atau
hula-hula biasanya telah mencapai tingkatan marga tulang atau saudara laki-laki ibu dari kakek
orang yang meninggal tersebut (bona ni ari).

Sebagai informasi untuk mengilustrasikan tingkatan-tingkatan tersebut, yang disebut atau


dipanggil untuk memberikan ulos kepada keturunan dari yang meninggal tersebut adalah urutan
tulang atau hula-hula si laki-laki. Jadi ketika peranan hula-hula dan tulang sudah berlaku pada Sari
Matua, Saur Matua dan Saur Matua Bulung, meskipun yang meninggal adalah si perempuan
meskipun suaminya masih hidup maupun sudah mati, pada saat manortor atau ketika bunyi musik
sudah terdengar sebagai prosesi pemberian ulos (mangulosi) tetaplah dari urutan tulang atau hula-
hula si laki-laki (naik ke atas), sedangkan urutan tertinggi dari si perempuan adalah tulang (marga
saudara laki-laki ibunya).

Mati Sari Matua, Mati Saur Matua dan Mati Maulibulung adalah puncak kebahagian bagi
kebudayaan Batak Toba sedangkan Mati Di Bortian, Mate Poso-poso, Mati Dakdanak, Mati
Bulung, Mati Ponggol, Mati Di Paralang-alangan, atau Mati Punu Mati Mangkar, Mati
Hatungganeon. Hal ini merupakan kedukaan yang terdalam bagi keluarga yang mengalaminya.
Kedukaan yang dirasakan orang batak toba sama halnya dengan kedukaan yang sering dialami
masyarakat atau suku pada umumnya. Kedukaan yang dialami akan menimbulkan penderitaan
baik secara psikologi dan fisik. Secara psikologi orang yang berduka akan mengalami depresi,
syok, kebingungan, dan lain sebagainya. Secara fisik orang berduka akan menangis, pingsan, sakit
kepala dan lain sebagainya. Kedukaan yang dialami memiliki proses yang panjang agar seseorang

14
yang berduka mampu menerima dan menyesuaikan realita kedukaannya. Proses penyesuaian
meminta waktu, tanpa selalu disadari oleh orang yang menaggung kedukaan, proses yang
demikian tidak dapat dipercepat. Bahkan ketika kedukaan itu sudah berlangsung lama, kedukaan
tersebut bisa datang kembali jika kembali disinggung.23

Di dalam mengungkapkan kedukaannya, orang Batak Toba sering menggunakan bahasa


ratapan atau sering disebut dengan istilah andungandung.Andungandung adalah jenis cerita yang
diceritakan dengan meratap atau menangis. Bahasa yang digunakan pada sastra andungandung
bukan bahasa sehari-hari, melainkan menggunakan bahasa ratapan. Andung tidak sama dengan
andungandung. Andung ialah sejenis ratapan waktu orang meninggal, di mana yang meratap itu
menuturkan semua kesedihannya dengan kata-kata khusus yang disebut bahasa
andung.Sedangkan Andung-andung ialah ratapan pura-pura dengan menuturkan perasan dengan
bahasa andung. Ada bedanya, hanya peristiwa yang dihadapinya berbeda, akibatnya perasaan atau
emosi orang yang membawakannya berbeda. Orang yang membawakan andung(mangandung)
akan menitikkan air mata karena langsung menghadapi orang yang meninggal, sedangkan orang
yang membawakan andung-andung belum tentu menitikkan air mata sebab tidak ada musibah
yang dihadapinya. Orang yang pandai mangandungandung dengan ungkapan perasaan kesedihan
dengan kata-kata andung yang tepat, dapat juga menitikkan air mata orang yang mendengarnya.
(Bungaran, 2011: 162-163) Pangandung (peratap) yang lihai biasanya menutupi kepalanya
dengan ulos (kain khas batak toba) sehingga tidak dapat diketahui mimik wajahnya ataupun
kemungkinannya meneteskan air mata. Walaupun tidak terikat dengan syair yang beraturan,
bahasa andung sangat special dan jarang diucapkan dalam bahasa sehari-hari.Orang yang
mendengarnya dapat terpesona dan ikut dalam kesedihan tersebut.

Kematian dan adat tradisinya dalam budaya Batak memiliki perlakuan atau upacara serta
adat yang berbeda-beda. Setiap orang yang mati dengan umur dan status dari orang yang mati
tersebut, akan saling berbeda satu sama lain prosesinya. Media budaya mencoba menggali
informasi sebagai referensi lebih jauh sebagai pengaya terhadap budaya Batak, kali ini mengenai
jenis-jenis mati dan prosesinya dalam tradisi Batak.

Kehidupan terdiri dari dua kutub pertentangan, antara “hidup” dan “mati”, yang menjadi
paham dasar manusia sejak masa purba sebagai bentuk dualisme keberadaan hidup hingga masa
kini. Kematian merupakan akhir dari perjalanan hidup manusia. Kematian pada dasarnya adalah

23
J.L.Ch Abineno, Pelayanan Pastoral Kepada Orang Berduka, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2012. Hal 4-5.

15
hal yang biasa, yang semestinya tidak perlu ditakuti, karena cepat atau lambat akan menjemput
kehidupan dari masing-masing manusia.24

II. 6. Pertemuan Injil dengan Suku Batak Toba tentang Kematian

Kehidupan terdiri dari dua kutub pertentangan, antara “hidup” dan “mati”, yang menjadi
paham dasar manusia sejak masa purba sebagai bentuk dualisme keberadaan hidup hingga masa
kini. Kematian merupakan akhir dari perjalanan hidup manusia. Kematian pada dasarnya adalah
hal yang biasa, yang semestinya tidak perlu ditakuti, karena cepat atau lambat akan menjemput
kehidupan dari masing-masing manusia.

Pada masyarakat Batak, kematian identik dengan pesta dan suka cita. Ini sangatlah unik
dan sangat khas. Ya, adat budaya kematian suku Batak memang beda dari kebanyakan suku yang
ada di Indonesia. Dalam tradisi Batak, orang yang mati akan mengalami perlakuan khusus,
terangkum dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematian tersebut diklasifikasi
berdasarkan usia dan status orang yang meninggal dunia. Untuk yang meninggal ketika masih
dalam kandungan (mate di bortian) belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa
peti mati). Bila mati ketika masih bayi (mate poso-poso), mati saat anak-anak (mate dakdanak),
mati saat remaja (mate bulung), dan mati saat sudah dewasa tapi belum menikah (mate ponggol),
keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat : mayatnya ditutupi dengan menggunakan
selembar ulos (kain tenunan khas masyarakat Batak) sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat
untuk untuk mate poso-poso berasal dari orang tuanya, sedangkan untuk mate dakdanak dan mate
bulung, ulos dari tulang (saudara laki-laki ibu) si orang yang meninggal.25

Adat kematian adalah ajal, yang tidak dapat ditolak ketika sang Pencipta memanggil. Kata
ajal juga berati kembali kepada Sang Pencipta karena Dialah yang awal dan yang akhir. Tidak ada
satu orang pun manusia yang dapat menolak ketika hari kematian itu telah tiba. Dalam Perjanjian
Baru kematian dilihat sebagai kembalinya segala sesuatu kepada asalnya segala sesuatu yang
diciptakannya.26

II. 7. Dogma HKBP Tentang Peringatan Orang Meninggal:

Gereja HKBP masih terus mempertahankan satu tradisi lama yang disebut dengan
“Parningotan Di Angka Na Monding” yang di-Indonesiakan dengan “Peringatan Orang

24
Sumardjo, Hidup dan Mati, Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Hal 107.
25
Richad Sinaga, Meninggal adat dalihan natolu, Jakarta: Dian Utama, hlm 35-48.
26
Locthar Schreiner, Adat dan Injil,Jakarta: BPK-Gunung Mulia, hlm. 138

16
Meninggal”. Kita tidak tahu kapan mulai tradisi ini di HKBP, diperkirakan sudah sejak awal
dilakukan acara khusus ini di dalam kalender gerejawi HKBP. Salah satu dari 52 minggu-minggu
dalam satu tahun diperuntukkan mengingat orang yang meninggal. Pada acara ini semua nama-
nama warga jemaat yang meninggal selama masa kurun waktu 52 minggu yang lalu (mulai dari
Minggu Ujung Taon Parhurian yang lalu hingga Ujung Taon pada tahun berjalan ini) dibacakan,
dan keluarga-keluarga yang mereka tinggalkan, yang pasti masih dalam keadaan berduka,
didoakan secara khusus agar terhibur. Mungkin akan muncul pertanyaan, terutama dari kalangan
warga jemaat yang masih muda (bahkan warga jemaat yang sudah tua pun belum tentu sudah
précis memahami hal ini!), apa arti, makna dan tujuan acara ini dilakukan oleh pihak gereja?
Bukankah dengan demikian perasaan pilu dan duka nestapa akan dibangkitkan kembali bagi
keluarga yang ditinggalkan apalagi dengan menyebut nama-nama serta hari/tanggal wafat mereka,
dan kemudian ada di antara keluarga yang menangis meraung-raung dalam acara itu? Konfessi
(Pernyataan Iman) HKBP yang dirumuskan pada Tahun 1951 Pasal 16 “Tentang Peringatan
Orang Meninggal” menyatakan demikian: Kita percaya dan menyaksikan: Manusia telah tentu
satu kali mati dan kemudian daripada itu datang hukuman (Ibr 9: 27). Mereka itu akan berhenti
dari kelelahannya (Wahyu 14: 53). Yesus Kristuslah Tuhan dari orang-orang yang mati dan yang
hidup. Pada waktu kita mengadakan peringatan kepada orang yang mati, kita mengingat pula
akhir kita sendiri dan menguatkan pengharapan kita pada persekutuan orang-orang percaya, yang
menetapkan hati kita di dalam pergumulan hidup ini (Wahyu 7: 9 – 17). Dengan ajaran ini kita
menolak dan melawan ajaran animisme yang mengatakan: Roh-roh dari orang-orang mati masih
dapat bergaul dengan manusia. Demikian pula ajaran yang mengatakan: Roh dari yang mati
tinggal di kuburnya. Juga kita tolak ajaran dari Gereja Katholik Roma yang mengajarkan tentang
api ujian (vagevuur) yang harus dialami seberapa lama untuk membersihkan roh orang mati,
sebelum tiba kepada hidup yang kekal dan orang dapat melakukan missa untuk orang mati dan
memdoakan orang mati itu supaya lebih cepat terlepas dari api itu.
Demikian pula doa kepada roh dari orang-orang kudus dan yang mengharapkan bahwa kekuatan
dan kekudusan orang itu dapat turun dari kuburan, pakaian, barang atau tulang-tulangnya. Dari
rumusan Konfessi HKBP di atas jelas bagi kita bahwa tujuan peringatan orang meninggal dunia
ini bukanlah seperti yang dikatakan oleh pepatah orang Batak: “parigatrigat bulung gaol
pasigatsigat hinalungun parungkarrungkar sidangolon”. Artinya bukan untuk membangkit-
bangkitkan rasa duka cita yang mendalam buat keluarga yang ditinggalkan. Tetapi misi dari pada
peringatan ini hendaklah menuju kepada kemenangan orang percaya atas maut dan kematian.
Yesus Kristus telah mengalahkan kematian ketika Ia bangkit, dan kebangkitanNya menjadi buah
sulung atas kebangkitan orang percaya. Lengkapnya demikian pernyatan kitab 1 Kor. 15:20+23

17
“20 Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai
yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. 23 Tetapi tiap-tiap orang menurut
urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu
kedatangan-Nya”.
Perlu dijelaskan, meskipun nama-nama orang yang meninggal tahun itu dibacakan, sesungguhnya
bukan nama-nama mereka itu yang menjadi tekanan; bukan mengingat pribadi-pribadi masing-
masing orang yang meninggal dunia tadi yang lebih penting. Untuk mengingatkan kita akan hari
kematian kita semua manusia kelak. Siapapun di antara kita yang masih hidup sekarang akan pasti
mengalami kematian itu, sebab kematian itu adalah „jodoh‟ kita semua. Semua kita sedang
menunggu giliran alias „antri‟ memenuhi panggilan kematian itu. Itu sebabnya ada ungkapan
Latin yang mengatakan MEMENTOMORI artinya “Ingatlah akan hari kematianmu!”. Jangan lupa
bahwa saya dan saudara semua pasti akan dijemput oleh kematian itu. Itu sebabnya harus sudah
mempersiapkan diri sebelum kematian itu sungguh-sungguh nyata terjadi bagi hidup kita. Untuk
itu pulalah Acara Peringatan Orang Yang Meninggal Dunia terus dilanjutkan oleh tradisi gereja
HKBP agar warganya tetap ingat dan peduli akan saat-saat kematiannya kelak. Apabila hal itu
sungguh terjadi, tidak putus asa, tidak mengutuki Tuhan. Tentu keluarga yang ditinggal oleh
orang mati itu pasti akan menangis dan bersedih; rasa pilu akan „memukul‟ juga, tetapi bukan lagi
seperti dukacita seorang yang tidak percaya, tetapi duka cita seorang yang punya pengharapan
bahwa kelak orang yang mati dalam nama Tuhan Yesus itu akan berkumpul di Sorga bersama
sekalian orang-orang tebusanNya.27

Dalam hal ini Yesus ingin mencuatkan kontradiksi kebenaran bahwa Dia yang
menyerahkan diriNya bisa tetap setia pada diriNya sendiri. Di sini nampaklah bahwaIa lebih
besar, lebih berkuasa dan lebih kaya dari apa yang mampu kita pikirkan.Sesungguhnya, di tempat
di mana manusia membuatnya sebagai tanda ketidaksetiaan padaAllah, yaitu dosa dan kematian
(Rom. 5:17,19), di sana Yesus Kristus membuatnya sebagaitanda kesetiaan total kepada Bapa (Fil.
2:8; Rom 5:19). Ia mengubah kematian ke dalamkemuliaan (Fil 2:9) dan menjadi sumber
kehidupan (Rom 5,9-10, 17-21). Bagi Yesus Kematian menjadi saat perwujudan kesetiaan dan
cintaNya kepada Allah. Kematian manusia hanya bermakna apabila dihubungkan dari dalam
lewat kuasa Roh Kudus dengan kematian Yesus Putra Allah itu28

27
Kantor Pusat HKBP, Konfesi HKBP, Pematangsiantar:Percetakan HKBP1951, hal 70-71.
28
Luis M Bermejo, SJ, Hidup dalam Harapan Yang Penuh Sukacita Dalam Makam Kosong, (Yogyakarta:
Kanisius, 2009) hlm. 303.

18
II. 8. Iman Kristen mengubah Kematian Menjadi Kebangkitan Hidup yang Kekal

Iman Kristen pada hakikatnya adalah iman di dalam Allah yang membangkitkanYesus dari
antara orang mati (1 Ptr 1:21). Allah yang kepada-Nya orang Kristen menaruhkepercayaannya,
disebut 'Allah sumber pengharapan'. Ia dapat mengisi hidup orang percayadengan kesukaan dan
sejahtera, dan memampukan dia untuk memiliki harapan yang berlimpah-limpah(Rm 15:13). Oleh
kebangkitan, orang Kristen diselamatkan dari keadaanyang buruk, yaitu dari harapan dalam
Kristus yang hanya terbatas di dunia ini saja(1 Kor15:19), ke harapan dalam Yesus Kristus pada
masa kini, masa datang dan selama-lamanya(1Tim 1:1). Panggilan terhadapnya untuk menjadi
murid Kristus juga mengandung harapanagar pada akhirnya ia dapat turut mengambil bagian
dalam kemuliaan Kristus(Efesus1:18). Harapannya tersedia di sorga untuk dia(Kol 1:5), dan akan
dinyatakan pada waktu Kristusdatang(1 Ptr 1:13)29

Saat manusia mati jiwanya pergi meninggalkan tubuh. Tubuh adalah penjara bagi jiwa.
Inilah pemahaman orang Yunani. Kematian adalah sesuatu yang diharap-harapkan, dan bukan
sesuatu kesedihan. Misalnya Socrates mengakhiri hidupnya dengan minum racun. Sokrates mati
dengan bahagia sebab dengan kematian jiwanya bebas dari penjara tubuhnya. Dengan pemahaman
ini berarti antara tubuh dan jiwa adalah sesuatu yang bertentangan. Atau sedikitnya tubuh
dipahami lebih rendah daripada jiwa.30

Melihat perbedaan pemahaman ini, kita akan melihat pandangan Alkitab mengenai
hakekat kematian manusia. Dalam Alkitab dijelaskan banyak penyebutan tentang aspek atau
komponen di dalam diri manusia. Oesterly menyebutkan ada 6 aspek-aspek hidup manusia yaitu:
daging (basar), jiwa (nephesh), nafas (neshamah), roh (ruakh), darah (dam) dan tulang
(azomoth).31

Berikut ini saya akan menjelaskan hanya tiga aspek berikut ini. Aspek pertama yaitu
aspek daging. Dalam Perjanjian Lama kata “daging” (basar) adalah unsur utama tubuh manusia
(Kej 40:19), juga digunakan untuk binatang (Im 6:27). Kata basar ini diartikan menunjuk daging
manusia yang dipahami dalam arti positif, misalnya menunjuk kepada seluruh tubuh manusia
(Ams 14:30). Laki-laki dan perempuan bisa menjadi satu daging (Kej 2:24). Kemudian
29
Benedict XVI,The Yes Of Jesus Christ: Exercises In Faith, Hope, And Love (New York: CrossroadPublishing Company,
2005), hlm. 5-10.
30
Anton Baker, Anthropologi Metafisik (Yogyakarta: Kanisius Metafisik, 2000), hlm. 291-307.
31
W.O.E. Oesterley, Immortality and the Unseen World (London: Macmilland Company, 1921), hlm. 12-25

19
kata basar ini menunjukkan keakraban dengan sesama manusia, misalnya ungkapan pemazmur
“Aku adalah darah dagingmu” (Mzm 78:39).32

Dalam bahasa Arab, kata basar diartikan menyangkut kulit, penampilan luar bahkan
menunjuk totalitas manusia. Beberapa contoh dalam PL kata basar juga diterjemahkan menunjuk
kepada tubuh manusia secara umum (1 Rj 21:27; 2 Rj 6:30; Bil 8:7; Ayub 4:15; Ams 4:22).
Artinya tubuh di sini dimaknai sebagai sesuatu hal yang positif.33

Dengan pemaparan di atas dapat kita refleksikan sekalipun kematian tidak dapat
dihindarkan, namun dalam terang kebangkitan Kristus menjamin kebangkitan setiap orang
percaya. Rasul Paulus tegas menyebut tanpa kebangkitan Kristus maka “sia-sialah pemberitaan
kami” (1 Kor 15:14); “kami adalah berdusta terhadap Allah” (ay.15); “Sia-sialah kepercayaan
kamu (ay.17 a). Demikian juga orang orang Kristen masih dalam belenggu dosa (ay.17b) dan
akhirnya “kitalah orang yang paling malang di dunia (ay.19). Dengan kepercayaan kita kepada
Kristus yang bangkit, maka kematian itu bukan lagi air mata kesedihan melainkan berubah
menjadi mata air kebahagiaan. Penekanannya adalah “kepercayaan akan adanya kebangktian bagi
orang mati”. Sebaliknya seperti diungkapkan Anthony C. Thiselton “ketidakpercayaan manusia
akan adaya kehidupan setelah kematian membuat hidup tanpa makna (meaningless); kepercayaan
akan adanya kehidupan setelah kematian mengundang sebuah makna kerja dan arti yang tetap, hal
ini didasarkan pada janji Allah dan kepercayaan manusia; pengalaman setelah kebangkitan
(postresurrection) akan membawa akses makna yang mendalam dan tanda kepastian”.34

Setiap orang yang percaya akan dibangkitkan dari tubuh alamiah kepada tubuh yang
rohaniah (1 Kor 15:44). Apakah tubuh rohaniah itu? NT. Wright ahli Perjanjian baru memahami
tubuh rohaniah ialah tubuh yang dianimasi, dihidupkan oleh Roh Allah yang benar. Hal ini
dihubungkannya dengan perkataan Paulus dalam Rom 8:9-11 bahwa dengan Roh Kudus akan
membangkitkan tubuh manusia. Fitmyer memberi kesimpulan bahwa tubuh rohaniah adalah
menunjukkan eksistensi manusia dalam bentuk mode yang baru, yang berada di bawah kuasa Roh
Kudus. Demikian juga, Martin Luther memahami tubuh rohaniah adalah hasil karya Allah
(pemberian Allah). Tubuh itu bukan menunjuk tubuh manusia yang dapat makan, tidur dan

32
Leon Moris, “daging”, Ensiklopedi Alkitab masa Kini, Jilid I, A-L (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 1992), hlm. 223
33
Edmond Jacob, Theology of the Old Testment, transaled by Arthur W. Heathcote dan Philip J. Allock (New York:
harper & Brothers Publishers, 1958), 158; bnd. Oesterley. Op.cit., 12-13.
34
Anthony C. Thiselton, Life After Death A New Approach to the Last things (Cambridge: WBE, Grand Rapids, 2012),
hlm. 117-118.

20
mengunyah, tetapi tubuh yang hanya berasal dari dan oleh Roh Kudus. Artinya tubuh rohani itu
adalah hasil karya Roh kudus, lahir dari roh Kudus sehingga dia benar-benar sempurna tubuh /
tubuh rohani”.35

Dengan iman percaya akan adanya kebangkitan hidup bagi orang yang mati mendorong
kita untuk tidak takut atau kuatir lagi tentang kematian itu sendiri. Sekalipun kematian tidak bisa
kita pungkiri. Kematian itu tidak punya kuasa apa-apa lagi bagaikan seekor ular yang “bisa atau
sengatnya” telah dicabut, sekalipun dia masih disebut sebagai ular, tetapi tidak punya kuasa apa-
apa lagi. Demikian juga sekalipun kematian tidak bisa dihempang, namun kematian tidak punya
kuasa-apa-apa lagi, sebab sengat maut telah ditaklukkan oleh kebangkitan Kristus. Oleh karena itu
komitmen kita adalah “… jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati
untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.” (Rom 14: 8). Komitmen ini
mendorong kita untuk mengaktualisasikan seruan Paulus berikut ini: “Janganlah hendaknya
kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan” (Rom 12:11 bnd. 1
Kor 15:58).

35
Anthony C.Thiselton, hlm 125-127.

21
BAB III
SEJARAH BERDIRINYA HKBP SALATIGA DAN PEMAHAMAN JEMAAT

III. 1.Sejarah dan Keadaan Jemaat HKBP Salatiga

Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) adalah Gereja yang tumbuh dari misi RMG
(Rheinische Missions Gesselschaft) dari Jerman dan resmi berdiri pada 7 Oktober 1861. Pada saat
itu juga datangnya penginjil dari Jerman yaitu Hendrik, Klamer, Belt yang di sambut oeh Van
Asselt di Sipirok (Tapanuli Selatan). Gereja HKBP berkantor pusat di Pearaja Tarutung dan pada
umumnya Gereja HKBP ada di setiap provinsi di Indonesia. Jumlah jemaat HKBP sampai saat ini
berkisar 7 Juta Jiwa.36

Indonesia sebagai Negara yang ber-keTuhanan Yang Maha Esa, menghargai dan
melindungi hak warga negaranya dalam beragama. Hak beragama tersebut dijamin dalam UUD
1945 pasal 29 ayat 2. Pemerintah mengakui agama-agama yang ada di Indonesia yaitu Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Gereja merupakan tempat beribadah umat
Kristen. Selain beribadah sebagai kegiatan utama, gereja juga diharapkan dapat menjadi sarana
mempersatukan umatnya dalam mengasihi Allah dan semangat mengasihi sesama. Gereja
diharapkan dapat mengakomodasi semua kegiatan umatnya seperti beribadah, bersosialisasi dan
berkumpul sesama umat, aktivitas terhadap sesama, dll. Gereja Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP) merupakan satu dari berbagai macam gereja Kristen Protestan yang ada di Indonesia.
HKBP merupakan gereja Kristen yang berkembang dengan kebudayaan Batak. Gereja HKBP ini
memiliki penyebaran yang cukup luas di Indonesia, ini seiring dengan penyebaran orang-orang
yang berasal dari suku Batak di seluruh Indonesia. Di Salatiga perkembangan gereja HKBP
seirama dengan perkembangan orang dari suku Batak yang berada di Salatiga. Sebagai satu-
satunya gereja HKBP yang ada di Salatiga, HKBP terus mengalami perkembangan. Awalnya
HKBP masuk ke Salatiga pada tahun 1956.37

Berdirinya HKBP Salatiga tidak terlepas dari peran penting dari N-HKBP (Naposobulung
Huria Kristen Batak Protestan = Pemuda/Pemudi HKBP) Salatiga yang didorong oleh rasa
kerinduan akan suasana kekeristenan dan kebatakan. Oleh karena itu, pemuda-pemudi yang
didorong oleh kerinduan akan suasana kekeristenan dan kebaktian yang pernah mereka alami
sebelemunya, maka muncullah gagasan untuk membentuk suatu wadah perkumpulan pemuda

36
Sinode HKBP,Almanak HKBP 2017, hlm. 512.
37
Majelis,Sejarah HKBP Salatiga,Salatiga, 2008, 4.

22
Batak yang bernafaskan kekeristenan. Berawal dari kunjungan Pdt. H. S. Marpaung, yang pada
tanggal 2 September 1956 ditetapkan sebagai “Pemimpin Pemuda” atau Pendeta Pemuda di
Distrik IX yang berkedudukan di Jakarta. Dengan adanya persekutuan N-HKBP (Naposobulung
Huria Kristen Batak Protestan = Pemuda/Pemudi HKBP). Hal inilah yang menjadi titik tolak
beridirnya HKBP di Salatiga. Untuk melaksanakan program-programnya, pengurus N-HKBP
(Naposobulung Huria Kristen Batak Protestan = Pemuda/Pemudi HKBP) Salatiga sangat
memerlukan bantuan keluarga Batak Kristen yang ada di Salatiga. Dalam rangka mendorong
beridirnya HKBP di Salatiga, mereka mendekati tokoh-tokoh keluarga Batak tersebut. Menjelang
akhir tahun 1957 pembicaraan tentang kmungkinan mendirikan HKBP makin intensif. Hal-hal
yang perlu dibahas dan dipersiapkan adalah :

a) Keluarga-keluarga dan pemuda-pemudi yang akan menjadi anggota (ruas) jemaat baru
itu.
b) Majelis/Parhalado (tenaga) yang mau dan mampu memimpin dan melayani
khususnya kebaktian (parmingguan).
c) Gedung tempat beribadah dan kegiatan-kegiatan gerejawi lainnya; dan.
d) Biaya yang diperlukan untuk semua kegiatan sebuah jemaat.

Pada awal tahun 1958, atas persetujuan Pdt. Warouw, Ketua Majelis GPIB Salatiga,
gedung gereja yang beridiri di Taman Sari Salatiga yang dimiliki GPIB boleh dipergunakan
HKBP untuk kebaktian minggu dan kebaktian lain pada hari-hari raya Kristen, sesudah kebaktian
GPIB usai. Disepakati kebaktian HKBP dapat dimulai pukul 10:00 WIB. Demikian juga dapat
dipergunakan untuk pertemuan-pertemuan gerejawi menurut keperluan, tentu dengan koordinasi
dengan Majelis GPIB. Pada hari minggu tanggal 2 Februari 1958 berlangsung kebaktian minggu
dan tanggal itulah dipandang sebagai hari berdirinya HKBP Salatiga. Selama 25 Tahun Jemaat
HKBP Salatiga menggunakan gedung gereja GPIB sampai pada akhirnya dapat mendirikan dan
mempergunakan gedung gereja sendiri pada perayaan Natal 1983. Jemaat Pertama di HKBP
Salatiga terdiri dari 25 KK, dan 55 orang yang sudah menerima Peneguhan Sidi. Pada saat itu juga
kegiatan kategorial gereja yang sudah ada di gereja HKBP Salatiga yaitu masih ada 3 kategorial:
Kategorial Persekutuan Kaum Bapak, Kategorial Persekutuan Kaum Ibu dan Kategorial
Persekutuan Kaum Pemuda/Pemudi.38

38
Majelis,Sejarah HKBP Salatiga,Salatiga, 2008,5-6.

23
III.1.1 Keadaan Jemaat HKBP Salatiga
a) Jumlah anggota jemaat menurut kategori: Keluarga, Baptis, Sidi, Laki-
laki/Perempuan.
HKBP Salatiga dipimpin oleh pimpinan jemaat Pdt. R. I. B. Habeahan, S.Th, dan terdiri
dari 8 maejlis gereja yaitu, St. Albinus Turnip, St. Bresman Pasaribu, St. Johnson Dongoran, St.
Marihot Janpiter Hutajulu, St. Marid Iwan H. Siregar, St. M. Sagala, St. Amri Sihaloho dan
Calon Sintua Ujuan Urbanus Purba. Saat ini gereja HKBP Salatiga sudah berkembang, dilihat dari
bertambahnya kegiatan persekutuan di gereja tersebut. Jumlah jemaat HKBP Salatiga yang sudah
di Baptis sampai tanggal 26 Desember ada sekitar 300 jiwa dan yang sudah menerima Peneguhan
Sidi 200 jiwa. Jumlah jemaat laki-laki 125 Jiwa dan Jumlah Jemaat Perempuan 175 Jiwa.39
b) Sistem Organisasi dan Pelayanan Jemaat

Sistem organisasi di gereja HKBP Salatiga ditentukan oleh keputusan Rapat Huria
(jemaat) yang dipimpin oleh Pimpinan Jemaat yaitu Pdt. R. I. P. Habeahan, S.Th. Rapat huria
(jemaat) biasanya diadakan satu kali dalam setahun. Pelayanan Jemaat di HKBP Salatiga setiap
tahun mengalami perkembangan yang baik, di mana pelayanan di setiap kategorial sudah berjalan
setiap minggunya, diantaranya yaitu : Ibadah Kebaktian Lingkungan Selatan, Ibadah Kebaktian
Lingkungan Utara, Ibadah Persekutuan Kategorial Kaum Ama (Bapak), Ibadah Persekutuan
Kategorial Kaum Ina (Ibu), Ibadah Persekutuan Kategorial Kaum Pemuda/Pemudi, Ibadah
Persekutuan Kategorial Sekolah Minggu, Ibadah Persekutuan Lingkungan dan Ibadah
Persekutuan Kategorial Lansia (lanjut Usia).40

III.2 Pemahaman Jemaat Mengenai Makna Peringatan Orang Meninggal dalam


Liturgi Akhir Tahun Gerejawi di Gereja HKBP:

III.2.1.Pandangan Pendeta dan Majelis Jemaat HKBP Salatiga


 Pdt. R. I. B. br. Habeahan, S.Th

Menurut pandangan ibu Pdt. R. I. B. br. Habeahan mengenai makna ibadah peringatan
orang meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP adalah sebagai bentuk
penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan dan mengingatkan umat manusia yang masih
hidup di dunia bahwa kematian pasti akan terjadi dan ini penting dilaksanakan sebagai bagian dari

39
Laporan kegiatan gereja HKBP Salatiga tahun 2017.
40
Laporan kegiatan gereja HKBP Salatiga tahun 2017.

24
pemeliharaan iman kerohanian bagi jemaat. Selain itu juga sekaligus untuk menguatkan iman
jemaat agar tidak takut lagi dengan kematian. Kematian adalah jalan menuju kedalam kehidupan
yang kekal bagi yang percaya kepada Yesus Kristus.41

 St. SR. Hutapea

Menurut pandangan bapak St. SR. Hutapea mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP untuk mengingatkan jemaat
bahwa pada waktunya semua orang akan menghadapi kematian. Perasaan beliau pada ibadah
minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP biasa saja, sama seperti minggu-minggu biasa.
Menurut beliau, ibadah ini sangat penting untuk menguatkan iman orang percaya agar tidak takut
lagi dalam menghadapi kematian. Karena kematian bukanlah akhir dari segalanya.42

 St. J. Dongoran

Menurut pandangan bapak St. J. Dongoran mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP untuk mengingat bahwa setiap
manusia juga akan meninggal dunia. Perasaan yang beliau rasakan pada saat acara pelaksanaan
acara ibadaha minggu akhir tahun gerejawi sangat sedih, dikarenakan beliau mengingat kembali
kenangan yang indah ketika bersama dengan orang-orang yang dikasihi semasa masih hidup.
Ibadah ini penting dilaksanakan di Gereja HKBP agar setiap orang yang percaya tidak lagi takut
dalam menghadapi kematian, karena kematian merupakan jalan menuju hidup yang kekal. 43

 St. Turnip

Menurut pandangan bapak St. Turnip mengenai makna ibadah peringatan orang meninggal
dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP untuk mengingatkan umat manusia pada hari
kematian di hari yang akan datang, karena semua orang harus mati, maka manusia perlu membuat
persiapan untuk menuju ke kehidupan yang kekal, melalui kematian itu sendiri. Beliau juga
mengatakan bahwa perasaannya sangat sedih ketika ibadah itu berlangsung karena adanya
pembacaan nama saudara/saudari yang sudah meninggal, sehingga itu yang membuat beliau untuk
teringatkan kenangan bersama orang yang telah meninggal semasa hidupnya. Menurut beliau

41
Berdasarkan wawancara dengan Pendeta RIB br. Habeahan pada tanggal 20 November 2016 ukul 16:30-18:00 WIB.
42
Berdasarkan wawancara dengan St. Sr. Hutapea, pada tanggal 20 November 2016, Pukul 11:00-12:00 WIB.
43
Berdasarkan wawancara dengan St. J. Dongoran, pada tanggal 25 November 2016, Pukul 14:30-16:00 WIB.

25
tradisi di HKBP memperingati orang meninggal setiap akhir tahun gerejawi dapat membangun
iman, seharusnya manusia menyadari bahwa hidup manusia di dunia ini hanya sementara, maka
seharusnya disinilah manusia harus berkarya dan berbuat baik.44

 St. B. Pasaribu
Menurut pandangan bapak St. B. Pasaribu mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP agar semua jemaat tahu bahwa
kematian akan dialami oleh seluruh manusia. Perasaan yang dialami beliau biasa saja selama
mengikuti ibadah minggu akhir tahun gerejawi, karena menurut beliau itulah yang terbaik dan
kehendak Tuhan. Ibadah ini penting dilakasanakan agar setiap orang percaya tidak lagi menjadi
takut dalam menghadapi kematian, karena kematian adalah jalan menuju kedalam kehidupan yang
kekal.45
III.2.2. Pandangan Kaum Bapak
 Kimsar Sianturi
Menurut pandangan bapak Kimsar Sianturi mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP untuk mengingatkan bahwa semua
manusia pasti akan meninggal. Beliau juga mengatakan bahwa setiap pelaksanaan ibadah minggu
akhir tahun gerejawi di gereja HKBP beliau selalu merasa sedih, karena teringat kembali akan
saudara/i yang dikasihinya yang telah meninggal terlebih dahulu. Beliau juga mengingat hal yang
penting yang disampaikan pada khotbah minggu akhir tahun gerejawi, bahwa sebagai orang
Kristen jangan pernah larut dalam kesedihan dan kematian itu adalah cara Tuhan Allah untuk
mengingatkan manusia akan kehidupan yang kekal di sorga.46

 Hepriduan Sinaga

Menurut pandangan bapak Hepriduan Sinaga mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP untuk mengingatkan bahwa semua
makhluk yang hidup akan mati dan agar kita dapat menyiapkan diri dalam menyongsong hari
kematian yang kita tidak tahu kapan akan datang. Perasaan yang beliau alami dalam setiap
pelaksanaan ibadah minggu akhir tahun gerejawi adalah sangat sedih, karena beliau kembali

44
Berdasarkan wawancara dengan St. Turnip, pada tanggal 27 November 2016, Pukul 11:00-12:00 WIB.
45
Berdasarkan wawancara dengan St. B. Pasaribu, pada tanggal 27 November 2016, Pukul 16:00-18:00 WIB.
46
Berdasarkan wawancara dengan bapak Kimsar Sianturi, pada tanggal 15 November 2016, pukul 19:00 - 20:00 WIB.

26
teringat akan orangtua, saudara/saudari kita yang sudah terlebih dahulu meninggal. Kematian
adalah suatu proses untuk menuju kedalam kerajaan Allah.47

 Raholo Pakpahan
Menurut pandangan bapak Raholo Pakpahan mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP untuk menumbuhkan iman
kepercayaan dalam menghadapi hari kematian. Beliau juga mengatakan bahwa tujuan ibadah ini
adalah untuk mendoakan orang yang sudah meninggal, dan memohon kepada Tuhan supaya
mereka yang sudah meningga diterima di kerajaan Allah. Perasaan yang beliau rasakan ketika
ibadah minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP sangat sedih karena teringat akan orang yang
dikasihinya telah meninggal terlebih dahulu.48

 Oster Sihaloho

Menurut pandangan bapak Oster Sihaloho mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP untuk mengenang orang-orang
yang sudah terlebih dahulu meninggal, bahwa setiap manusia juga akan meninggal. Perasaan yang
beliau rasakan saat ibadah pelaksanaan ibadah minggu akhir tahun gerejawi sangat sedih karena
tidak bisa lagi bertemu kasih dengan orang-orang yang sudah terlebih dahulu meninggal dunia.
Menurut beliau juga ibadah peringatan orang meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di
HKBP adalah untuk mengetahui bahwa setiap manusia juga akan mati pada waktunya dan akan
bangkit lagi.49

 Saut Napitupulu

Menurut pandangan bapak Saut Napitiupulu mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP untuk mengingatkan jemaat
bahwa sewaktu-waktu kita pasti akan meninggal juga dan bagaimana persiapan yang kita lakukan
dalam menghadapi hari kematian itu. Perasaan yang dialami beliau dalam ibadah minggu akhir
tahun gerejawi di gereja HKBP sangatlah menyedihkan, karena beliau juga teringat akan
47
Berdasarkan wawancara dengan bapak Hepriduan Sinaga, pada tanggal 18 November 2016, pukul 19:30 - 20:30 WIB.
48
Berdasarkan wawancara dengan bapak Raholo Pakpahan, pada tanggal 19 November 2016, pukul 19:30 - 20:30 WIB.
49
Berdasarkan wawancara dengan bapak Oster Sihaloho, pada tanggal 21 November 2016, pukul 19:30 - 20:30 WIB.

27
kenangan yang indah bersama orang-orang yang dikasihi semasa hidup. Tujuan dari ibadah
minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP adalah untuk menguatkan iman jemaat, sehingga
tidak takut lagi akan kematian, karena segala sesuatunya akan kembali kepada Tuhan.50

 M. Simorangkir

Menurut pandangan bapak M. Simorangkir mengenai makna ibadah peringatan orang


meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP tidak terlau penting, karena
kematian itu merupakan kehendak Tuhan. Mengenai tujuan dari gereja HKBP melaksanakan
ibadah peringatan orang meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi menurut beliau adalah
supaya semua jemaat tahu bahwa kematian akan dialami oleh seluruh manusia. Perasaan yang
beliau rasakan selama mengikuti ibadah minggu akhir tahun gerejawi adalah biasa saja, karena
itulah yang terbaik dan kehendak Tuhan.51

III.2.3. Pandangan Kaum Ibu


 M. br. Sinaga

Menurut pandangan ibu M. Br. Sinaga mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP untuk mengingatkan semua orang
percaya bahwa pada waktunya setiap orang pasti akan menghadapi kematian. Perasaan yang
dialami beliau selama mengikuti ibadah minggu akhir tahun gerejawi adalah sangat sedih karena
beliau teringat akan orang-orang yang dikasihi telah terlebih dahulu meninggal. Beliau juga
memandang bahwa kematian sebagai sesuatu yang pahit dan menyedihkan. Adapun tujuan dari
gereja HKBP melaksanakan ibadah minggu akhir tahun gerejawi menurut beliau adalah untuk
mengingatkan kita kepada orang yang kita sayangi, yang terlebih dahulu dipanggil Tuhan dari
tengah-tengah kita. Dan beliau juga mengatakan bahwa beliau belum pernah mendapat pengajaran
mengenai makna dan tujuan dari gereja HKBP melaksanakan ibadah minggu akhir tahun gerejawi
(peringatan terhadap orang yang telah meninggal/mementomori)52

 R. br. Siahaan

Menurut pandangan ibu R. br. Siahaan mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP agar setiap orang percaya tidak
lagi menjadi takut dalam menghadapi kematian. Selama mengikuti ibadah minggu akhir tahun
50
Berdasarkan wawancara dengan bapak Saut Napitupulu, pada tanggal 23 November 2016, pukul 16:00 - 18:30 WIB.
51
Berdasarkan wawancara dengan bapak M. Simorangkir, pada tanggal 23 November 2016, pukul 16:00 - 18:30 WIB.
52
Berdasarkan wawancara dengan ibu M. Br. Sinaga, pada tanggal 20 November 2016, pukul 10:00 – 11:30 WIB.

28
gerejawi di gereja HKBP perasaan beliau sangat sedih dan pilu, karena beiau teringat akan orang-
orang yang dikasihi telah terlebih dahulu meninggal dunia. Beliau juga mengatakan bahwa tidak
pernah mendapat pengajaran khusus mengenai hal kematian. Menurut pemahaman beliau
pentingnya ibadah minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP supaya manusia tidak putus asa
dan tidak mengutuk Tuhan.53

 R. br. Sidauruk

Menurut pandangan ibu R. br. Sidauruk mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP agar manusia yang hidup tidak
begitu saja melupakan orang yang sudah meninggal dan menghormati orang yang sudah
meninggal karena sudah bertemu Tuhan. Perasaan yang beliau alami selama ibadah minggu akhir
tahun gerejawi sangat sedih karena sudah terpisah dengan orang-orang yang dikasihi. Menurut
belaiu ibadah minggu akhir tahun gerejawi sangat penting, supaya manusia sadar bahwa kematian
kapan saja bisa datang menjemput, untuk itu harus ada kesiapan dalam segaa hal.54

 F. br. Purba

Menurut pandangan ibu F. br. Purba mengenai makna ibadah peringatan orang meninggal
dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP untuk mengenang orang yang sudah
meninggal dunia, mengingatkan kepada saya bahwa semua manusia akan berakhir maka kita
harus merefleksi diri sepanjang tahun-tahun yang kita lalui. Selama ibadah mengikuti ibadah
minggu akhir tahun gerejawi perasaan beliau sangat sedih karena teringat kepada almarhum.
Orang tua dan dan keluarga yang sudah di panggil Tuhan, lalu saya berdoa semoga saya dapat
melanjutkan harapan, cita-cita mereka di masa hidupnya. Menurut beliau juga ibadah minggu
akhir tahun gerejawi sangat penting dilaksanakan, supaya menambah keyakinan bahwa orang
yang kita kasihi yang sudah meninggal, yang sudah meninggal dunia sudah ada bersama Tuhan.55

 R. br. Sinabutar

Menurut pandangan ibu. R. br. Sinabutar mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP untuk mengingat kembali orang-
orang yang telah mati mendahului kita dan juga menyadari bahwa suatu saat kitapun akan mati.
Oleh karena itu, perlu berdoa bersama kepada Tuhan agar diberi kekuatan melakukan seperti yang

53
Berdasarkan wawancara dengan ibu R. br. Siahaan, pada tanggal 27 November 2016, pukul 10:00 – 11:30 WIB.
54
Berdasarkan wawancara dengan ibu R. br. Sidauruk, pada tanggal 3 Desember 2016, pukul 10:00 – 11:00 WIB.
55
Berdasarkan wawancara dengan ibu F. br. Purba, pada tanggal 3 Desember 2016, pukul 11:00 – 12:00 WIB.

29
sudah diteladankan olehNya. Perasaan beliau sangat sedih dan pilu selama mengikuti ibadah
minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP karena sudah berpisah untuk selama-lamanya
dengan orang-orang yang dikasihi. Menurut beliau tujuan dilaksanakannya ibadah peringatan
orang meninggal di minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP adalah supaya jemaat menyadari
bahwa pada saatnya semua manusia pasti menghadapi kematian. Kematian bukanlah sesuatu
yang perlu ditakutkan karena melalui kematian kita dapat sampai pada kehidupan yang kekal dan
hidup didunia ini adalah persiapan untuk sampai ke kehidupan yang kekal. Oleh karena itu, selagi
masih ada waktu, kita harus hidup benar didalam Tuhan.56

III.2.4. Pandangan Kaum Pemuda


 Bastian Turnip

Menurut pandangan saudara Bastian Turnip mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal dalam minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP yaitu untuk mengingat kembali
orang yang sudah terlebih dahulu meninggal dunia. Perasaan yang dialaminya ketika ibadah
peringatan orang meninggal di minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP sangat menyedihkan,
karena teringat akan orang-orang yang dikasihi sudah tidak ada lagi di dunia ini. Menurut saudara
Bastian Turnip juga adapun tujuan dari gereja HKBP mengadakan ibadah tersebut adalah untuk
menguatkan dan meneguhkan iman orang percaya bahwa kematian itu bukanlah akhir dari
segalanya.57

 Pingky Pasaribu

Menurut pandangan saudari Pingky Pasaribu mengenai makna ibadah peringatan orang
meninggal di minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP adalah untuk mengingat kembali
orang yang terlebih dahulu meninggal dunia. Perasaan yang dialaminya pada saat ibadah itu
berlangsung adalah sangat sedih, karena beliau teringat kembali akan orang yang dikasihinya telah
terlebih dahulu meninggal dunia. Menurutnya tujuan dari gereja HKBP melaksanakan ibadah
tersebut adalah untuk mengingatkan manusia bahwa semua makhluk yang hidup didunia ini akan
menghadapi kematian.58

 James Simanungkalit

56
Berdasarkan wawancara dengan ibu R. br. Sinabutar, pada tanggal 1 Desember 2016, pukul 17:00 – 18:00 WIB.
57
Berdasarkan wawancara dengan Bastian Turnip, pada tanggal 26 November 2016, pukul 17:00 – 18:00 WIB.
58
Berdasarkan wawancara dengan Pingky Pasaribu, pada tanggal 19 November 2016, pukul 17:00 – 18:00 WIB.

30
Menurut pandangan saudara James Simanungkalit, mengenai makna ibadah peringatan
orang meninggal di minggu akhir tahun gerejawi di HKBP adalah untuk mengingatkan kita
kembali terhadap orang yang sudah terlebih dahulu meninggal dunia. Perasaan yang dialami
saudata James Simanungkalit selama mengikuti ibadah minggu akhir tahun gerejawi di gereja
HKBP adalah sangat sedih, dikarenakan beliau teringat akan abangnya yang sudah terlebih dahulu
meninggal dunia akibat kecelakaan beberapa tahun yang lalu yang selalu muncul didalam
pikirannya selama mengikuti ibadah tersebut. Adapun tujuan dari gereja HKBP melaksanakan
ibadah tersebut adalah untuk mengingatkan bahwa semua manusia akan menghadapi kematian
yang tidak bisa dihindari.59

59
Berdasarkan wawancara dengan James Simanungkalit, pada tanggal 19 November 2016, pukul 19:00 – 20:00 WIB.

31
BAB IV
TUJUAN PENELITIAN

IV.I Makna Peringatan orang meninggal dalam ibadah akhir tahun gerejawi.

Dari data hasil penelitian di lapangan saya memahami pendapat jemaat HKBP Salatiga
sebagai berikut:
1. Ibadah Peringatan orang meninggal sebagai tempat persekutuan umat.
Ibadah peringatan orang meninggal dalam liturgi akhir tahun gerejawi bermakna untuk
mempersatukan jemaat HKBP Salatiga sebagai suatu persekutuan ibadah untuk mensyukuri
kebersamaan umat di dalam duka dan sukacita sepanjang 1 Tahun perjalanan jemaat. Di sini saya
menemukan bahwa dalam menjalin hubungan umat dalam suatu persekutuan jemaat di akhir
tahun, adalah bentuk penguatan iman yakni dalam wujud penghiburan. Seperti yang dikatakan
oleh ibu Pdt. R.I.B. br. Habeahaan mengenai makna ibadah peringatan orang meninggal dalam
minggu akhir tahun gerejawai di HKBP Salatiga, adalah sebagai bentuk penghiburan kepada
keluarga yang ditinggalkan oleh orang-orang terkasih. Dengan melantungkan lagu-lagu seperti
lagu koor, Kidung Jemaat dan semua unsur-unsur liturgis itu menguatkan jemaat yang berduka
sehingga sekaligus dapat membangun iman jemaat di dalam Kristus yang berpengharapan.

2. Ibadah peringatan orang meninggal sebagai bentuk pelestarian nilai.


Ibadah Liturgi peringatan akhir tahun gerejawi berpotensi menolong jemaat HKBP
Salatiga untuk mengangkat nilai-nilai kehidupan contoh kebaikan, nilai itu dilanjutkan pewarisan
iman. Menurut Pingky Pasaribu tujuan dari gereja HKBP melaksanakan ibadah tersebut untuk
mengingatkan manusia bahwa semua makhluk yang hidup di dunia ini akan menghadapi
kematian, sehingga telah menjadi rutinitas dan tradisi untuk di lestarikan untuk saling membagi
nilai kehidupan dalam bentuk cinta kasih kepada sesama dan kepada orang yang telah meninggal.
Di sisi lain St Turnip mengatakan bahwa peringatan terhadap orang meninggal di akhir Tahun
adalah suatu tradisi untuk mengingatkan manusia yang hidup agar berkarya dan berbuat baik
terhadap sesama.Perbuatan baik itu dapat di alami dari kata-kata penghiburan dalam bentuk doa
bersama yang dipimpin oleh majelis atau pendeta bagi orang yang berduka.
3. Kematian bukan proses akhir dari kehidupan tetapi langkah menuju masa depan.
Ibadah Liturgi akhir tahun Gerejawi itu menolong orang yang di cintai itu makin percaya
akan masa depan bersama kristus, sehingga membuat mereka tetap tabah dan tidak takut akan
kematian. Menurut St. SR. Hutapea mengenai makna ibadah peringatan orang meninggal dalam

32
minggu akhir tahun gerejawi di gereja HKBP untuk mengingatkan jemaat bahwa pada waktnya
semua orang akan menghadapi kematian. Perasaan beliau pada ibadah minggu akhir tahun
gerejawi di HKBP biasa saja, sama seperti minggu-minggu biasa. Menurut beliau juga ibadah ini
sangat penting untuk menguatkan iman orang percaya agar tidak takut lagi dalam menghadapi
kematian. Karena kematian bukanlah akhir dari segalanya. Ada kehidupan yang baru dalam iman
akan Kristus. Kehidupan yang baru itu adalah kekayaan iman kepada Kristus yang telah
memberikan Roh Kudus sebagai anugerah. Kristosentris ini telah mengubah presespsi sekaligus
keyakinan bahwa kematian bukanlah akhir dari segala sesuatu melainkan awal untuk menuju
kepada kehidupan yang kekal. Hal ini telah dibuktikan dengan matinya Kristus yang tersalib
namun telah dibangkitkan kembali, dan telah ada dalam kehidupan kekal.

4. Ibadah liturgi akhir tahun sebagai proses penguatan iman.

Ibadah liturgi akhir tahun Gerejawi itu bermaksud untuk membebaskan jemaat dari
permasalahan hidup yang lama untuk hidup bersama Tuhan dalam memperkuat janji-janji di tahun
gerejawi yang baru. Minggu ini juga merupakan minggu adven yang dalam momen ini umat tetap
bersyukur dan meminta perlindungan Tuhan di tahun Gereja yang baru. Mengapa minggu advent
di sebutkan sebagai tahun gerejawi yang baru? Tahun Gerejawi bermula dengan Minggu Advent.
Advent sendiri mempunyai arti kedatangan. Kristus datang. Dalam Minggu Advent Gereja dan
orang kristen mempersiapkan diri menyambut kedatangan itu. Gereja dan para pengikut Kristus
sejak awal sekali ada dalam dunia sebagai kaum yang hidup dalam penantian akan kedatangan
Kristus. Dalam pengertian semacam ini, maka dalam proses penantian umat senantiasa perlu
dikuatkan khususnya mereka yang mengalami kedukaan dalam setahun. Menurut pandangan
bapak rahola pakpahan mengenai makna ibadah peringatan orang meninggal dalam minggu akhir
tahun gerejawi di gereja HKBP untuk menumbuhkan iman kepercayaan dalam menghadapi hari-
hari kematian. Hal ini sejalan sejalan Ibadah liturgi akhir tahun gerejawi di HKBP Salatiga yakni
bertepatan dengan tahun baru gerejawi dimana dalam tahun baru gerejawi itu iman umat
diteguhkan untuk tidak takut menghadapi kematian kini, esok dan yang akan datang.

5. Ibadah akhir tahun gerejawi sebagai healing of terapy.


Ibadah akhir tahun gerejawi adalah ibadah terapi penyembuhan bagi setiap orang yang
mengalami stres, trauma dan depresi. Menurut pandangan saudara Bastian Turnip tujuan dari
gereja HKBP mengadakan ibadah peringatan orang meninggal pada akhir tahun gerejawi adalah
untuk menguatkan dan meneguhkan iman orang percaya bahwa kematian itu bukanlah akhir dari
segalanya. Salah satu fungsi konselor-pastoral adalah untuk menyembuhkan totalitas diri manusia

33
dalam kehidupannya. Biasanya proses penyembuhan itu hadir dan terbentuk dalam komunitas
umat yang beribadah. Di sini masing-masing individu yang merasa kehilangan akan dikuatkan dan
disembuhkan oleh doa, nyanyian, liturgis, khotbah, dan pengalaman umat lainnya.
IV.II Kajian teologis-dogmatis terhadap makna peringatan bagi orang meninggal
dalam liturgi akhir tahun gerejawi menurut jemaat HKBP Salatiga.

Dari makna penelitian ada beberapa poin yang penulis temukan:

Kehidupan tidak berakhir kalau matipun? orang yang mati itu ada dalam bentuk yang baru
di dalam Allah ini sejalan dengan Peristiwa kematian Yesus di kayu salib inilah yang menjadi
dasar iman Kristen akan adanya kepastian mengenai hidup kekal setelah kematian jasmani yang
akan dilewati oleh setiap orang percaya. Persekutuan dengan Allah (Bapa) dipenuhi melalui Yesus
(Anak) yang menanggung dosa manusia melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Hidup yang
kekal yang dimaksud oleh Yesus merupakan kehidupan yang akan diterima oleh setiap orang yang
percaya kepada-Nya. Setelah kematian Yesus di kayu salib dan kebangkitan-Nya dari alam
kematian/maut, Ia naik ke sorga disaksikan oleh banyak orang dan berkarya melalui Roh Kudus
yang turun dan bermukim di dalam diri orang percaya, memberi kekuatan peneguhan akan
pengharapan atas kehidupan kekal yang diterima orang percaya.60

Kematian bagi orang percaya adalah kekuatan dalam hidup persekutuan dengan Tuhan
bukan hanya sebagai satu hal akhir dari hidup. Kematian adalah pintu menuju hidup kekal yaitu
kelepasan dari segala dosa menuju hidup kepada kehidupan bersama Allah.61

Allah setia pada janji kematian tetapi tidak membatalkan orang yang masih hidup untuk
terus diajak mensyukuri kehidupan. Mensyukuri kehidupan dapat diwujudkan dengan adanya
pengaharapan yang diberikan Allah kepada kita. Harapan akan keselamatan adalah sebuah 'topi
baja', suatu bagian yang paling penting dari pakaian besi untuk berperang melawan kejahatan (1
Tes. 5:8). Harapan tidak seperti layang-layang yang tergantung kepada angin yang berubah-ubah,
melainkan seperti 'sauh jiwa yangtetap mantap dan tidak berubah', menembus jauh ke dalam dunia
abadi yang tidak nampak (Ibr. 6:19). Iman Kristen yakin bahwa hal-hal yang ia harapkan akan
menjadi kenyataan (Ibr11:1); dan harapannya tidak akan mengecewakan dia (Rm. 5:5) Yesus

60
Eugene H.Merrill, Numbers, The Bible Knowledge Commentary, (Wheaton: Victor Books, 1985), hlm.235
61
Walter A. Alwell. Evangelical Dictionary of Theology, Baker Book House, Michigan, 1986, hlm.

34
mengajar tentang harapan kepada murid-muridNya dengan menegaskan untuk tidak mencemaskan
hari esok, karena hari esok ada dalam tangan Bapa yang penuh kasih.62

Ia juga membimbing mereka untuk berharap dengan yakin bahwa sesudah kebangkitan-
Nya maka kuasa rohani akan tersedia bagi mereka. Dengan kuasa itu mereka akan dimampukan
untuk membuat hal-hal yang besar bahkan melebihi apa yang telah Ia perbuat, untuk mengatasi
dosa dan kematian, dan supaya mereka melihat ke masa depan, ke masa di mana mereka akan
turut mengambil bagian dalam kemuliaan-Nya yang kekal. Kebangkitan Yesus menghidupkan
kembali harapan mereka. Kebangkitan merupakan perbuatan Allah yang paling besar dalam
sejarah.Iman Kristen pada hakikatnya adalah iman di dalam Allah yang membangkitkanYesus
dari antara orang mati (1 Ptr 1:21). Allah yang kepada-Nya orang Kristen menaruh
kepercayaannya, disebut 'Allah sumber pengharapan'. Ia dapat mengisi hidup orang
percayadengan kesukaan dan sejahtera, dan memampukan dia untuk memiliki harapan
yang berlimpah-limpah (Rm 15:13). Oleh kebangkitan, orang Kristen diselamatkan dari keadaan
yang buruk, yaitu dari harapan dalam Kristus yang hanya terbatas di dunia ini saja (1 Kor15:19),
ke harapan dalam Yesus Kristus pada masa kini, masa datang dan selama-lamanya (1Tim 1:1).
Panggilan terhadapnya untuk menjadi murid Kristus juga mengandung harapan agar pada
akhirnya ia dapat turut mengambil bagian dalam kemuliaan Kristus (Ef 1:18). Harapannya
tersedia di sorga untuk dia (Kol 1:5), dan akan dinyatakan pada waktu Kristus datang (1 Ptr
1:13).63

Jemaat Gereja HKBP Salatiga melakoni akhir tahun menghadirkan diri sebagai komunitas
penyembuh depresi akibat kehilangan keluarga yang di tinggal. Peringatan orang meninggal
dalam liturgi akhir tahun gerejawi di jemaat HKBP salatiga, itu dapat dilihat dari seluruh susunan
rangkaian liturgi, kidung pujian dan khotbah yang disampaikan oleh Pendeta, yaitu ”Harapan
iman kristen adalah partisipasi pada kebangkitan Kristus. Kebangkitan Kristus sendiri adalah
pemenuhan dari peristiwa salib. Keduanya mempunyai hubungan yang tidak terpisahkan. Jurgen
moltman mengatakan bahwa salib adalah kritik dan kriterium bagi iman kebangkitan Kristen yang
sejati dan karenanya menjadi simbol identitas. Iman inilah yang dikatakan oleh Paulus sebagai
dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan. Salib dan kebangkitan merupakan inti sari dari iman
Kristen yang mendasari pengharapan, iman Kristiani hidup dari kebangkitan Kristus yang tersalib,
dan mendambakan masa depan bersama Kristus dan Parousia. Uman kristen menggap kematian

63
Richard Bauckham,Teologi Mesianis, Menuju Teologi Mesianis Menurut Jürgen Moltmann(Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1996),hlm. 67.

35
sebagai sebuah tanda bahwa Kristus yang akan menuntun semua orang Kristen untuk sampai pada
kehidupan yang sama seperti Dia.

BAB V
KESIMPULAN

Dari uraian dan pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut: di satu sisi pemahaman jemaat HKBP Salatiga mengenai makna peringatan orang
meninggal dalam ibadah akhir tahun gerejawi Pertama, pada awalnya untuk penghiburan guna
menguatkan keluarga yang ditinggalkan atau yang berduka. Kedua, menguatkan iman orang
percaya untuk tidak takut menghadapi kematian. Ketiga, orang yang berduka menonjolkan
perasaan sedih dalam ibadah akhir tahun gerejawi, karena mengingat kembali nama-nama yang
dibacakan oleh Majelis. Keempat, mendoakan orang-orang yang sudah meninggal dan memohon
kepada Tuhan untuk menerima mereka dalam kerajaan Allah.
Di sisi lain, makna Teologis-Dogmatis dari peringatan orang meninggal di akhir tahun
gerejawi di Salatiga adalah persekutuan dengan Allah (Bapa) dipenuhi melalui Yesus (Anak) yang
menanggung dosa manusia melalui kematian dan kebangkitanNya. Dengan momen kebangkitan
Kristus, manusia diberikan kuasa untuk melihat masa depan.
Hal ini sejalan dengan konfesi iman HKBP yang tertuang dalam pasal 16 yakni tentang
peringatan orang meninggal di mana kita diberikan pengharapan untuk bersekutu dengan Kristus
saat ini dan di masa yang akan datang. Mengingat MEMENTOMORI artinya ingatlah akan hari
kematianmu!. Jangan lupa bahwa saya dan saudara akan dijemput oleh kematian itu. Maka perlu
mempersiapkan diri dan saling menguatkan antar sesama dalam keyakinan akan Kristus untuk
menghadapi kematian. Jemaat HKBP Salatiga melakoni akhir tahun menghadirkan diri sebagai
komunitas penyembuh depresi akibat kehilangan keluarga yang ditinggal. Peringatan orang
meninggal dalam susunan rangkaian liturgi, kidung pujian dan khotbah yang disampaikan oleh
pendeta, yaitu “Harapan iman kristen adalah partisipasi pada kebangkitan Kristus. Kebangkitan
Kristus sendiri adalah pemenuhan dari peristiwa salib. Keduanya mempunyai hubungan yang
tidak terpisahkan. Dengan demikian umat Kristen khususnya jemaat HKBP Salatiga menganggap
kematian sebagai sebuah tanda bahwa Kristus yang akan menuntun semua orang kristen untuk
sampai pada kehidupan yang sama seperti Dia.

36
DAFTAR PUSTAKA.

Anthony C. Thiselton, Life After Death A New Approach to the Last things
Cambridge: WBE, Grand Rapids, 2012.
Anton Baker, Anthropologi Metafisik (Yogyakarta: Kanisius Metafisik, 2000.
Benedict XVI,The Yes Of Jesus Christ: Exercises In Faith, Hope, And Love (New
York: CrossroadPublishing Company, 200.
Carl E. Braaten, Robert W. Jenson, Christian Dogmatics I, Fortress Press, 1984.
Edmond Jacob, Theology of the Old Testment, transaled by Arthur W. Heathcote
dan Philip J. Allock, New York: harper & Brothers Publishers, 1958.

Eugene H.Merrill, Numbers.The Bible Knowledge Commentary, Wheaton: Victor


Books, 1985.

Garlow, J. L. & Wall, K. Surga dan Alam Baka:Sejumlah Kisah Nyata Orang-
Orang yang Mengalami Surga Terbuka dan Menyeberang ke Alam Baka.
Yogyakarta: Penerbit Andi, 2012.
Gladys Hunt, Pandangan Kristen tentang Kematian. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1996.
Hunt, G. Pandangan Kristen tentang Kematian, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.
J.L.Ch Abineno, Pelayanan Pastoral Kepada Orang Berduka, Jakarta:BPK Gunung
Mulia, 2012.
J.R, Raco. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Grasindo, 2010.
Jebadu, Alex, Bukan Berhala! Penghormatan Kepada Para Leluhur, Maumere:
Penerbit Ledalero, 2009.
Karl Barth, Dogmatics In Outline, SCM-Press LTD, London 1958.
Kantor Pusat HKBP, Konfesi HKBP, Pematangsiantar:Percetakan HKBP1951, hal
70-71.
Laporan kegiatan gereja HKBP Salatiga tahun 2017.
Luis M Bermejo, SJ, Hidup dalam Harapan Yang Penuh Sukacita Dalam
Makam Kosong, Yogyakarta: Kanisius, 2009.
Leon Moris, “daging”, Ensiklopedi Alkitab masa Kini, Jilid I, A-L. Jakarta:
Yayasan Bina Kasih, 1992.

Lothar Schreiner, “Adat dan injil”, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1972, hlm. 198-
199.

37
Majelis, Sejarah HKBP Salatiga, Salatiga, 2008.
Mestika Zed. Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008.
Norman R. Gulley, “Death / New Testament”, The Anchor Bible Dictionary, vol 2,
David Noel Freedman, Ed (Doubleday: 1992), 110-111; Kent Harold
Richards, “Death / Old Testament”, The Anchor Bible Dictionary, vol
2, David Noel Freedman, Ed (Doubleday: 1992), 108-110.
Otto Hentz S.J, Pengharapan Kristen.Yogyakarta: Penerbit Kanisius 2004.
Pdt. DR. A.A. Sitompul, Bimbingan Tata Kebaktian Gereja: Suatu studi
perbandingan, BPK-GM, Jakarta, 1993.

P. S. Johnston, “Afterlife” in Dictionary of Old Testament: Wisdom, Poetry and


Writings, Tremper Longman III and Peter Enns (ed.), Nottingham: IVP,
2008.

Richard, Bauckham.Teologi Mesianis, Menuju Teologi Mesianis Menurut Jürgen


Moltmann, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Richard Lingga, Meninggal Adat Dalihan Natolu, Jakarta:Dian Utama, 2012.
Sumardjo, Hidup dan Mati, Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Sinode HKBP, Almanak HKBP 2017.
Wawancara dengan Pendeta RIB br. Habeahan pada tanggal 20 November 2016.
Wawancara dengan St. Sr. Hutapea, pada tanggal 20 November 2016.
Wawancara dengan St. J. Dongoran, pada tanggal 25 November 2016.
Wawancara dengan St. Turnip, pada tanggal 27 November 2016.
Wawancara dengan St. B. Pasaribu, pada tanggal 27 November 2016.
Wawancara dengan bapak Kimsar Sianturi, pada tanggal 15 November 2016.
Wawancara dengan bapak Hepriduan Sinaga, pada tanggal 18 November 2016.
Wawancara dengan bapak Raholo Pakpahan, pada tanggal 19 November 2016.
Wawancara dengan bapak Oster Sihaloho, pada tanggal 21 November 2016.
Wawancara dengan bapak Saut Napitupulu, pada tanggal 23 November 2016.
Wawancara dengan bapak M. Simorangkir, pada tanggal 23 November 2016.
Wawancara dengan ibu M. Br. Sinaga, pada tanggal 20 November 2016.
Wawancara dengan ibu R. Br. Siahaan, pada tanggal 27 November 2016.
Wawancara dengan ibu R. Br. Sidauruk, pada tanggal 3 Desember 2016.
Wawancara dengan ibu F. Br. Purba, pada tanggal 3 Desember 2016.

38
Wawancara dengan ibu R. Br. Sinabutar, pada tanggal 1 Desember 2016.
Wawancara dengan Bastian Turnip, pada tanggal 26 November 2016.
Wawancara dengan Pingky Pasaribu, pada tanggal 19 November 2016.
Walter A. Alwell. Evangelical Dictionary of Theology, Baker Book House,
Michigan, 1986.
Wills, Brian.10 jam menjelang kematian. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.
Wahyu Untara, Kamus Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Redaksi:Indonesia Tera,
2013.
W.O.E. Oesterley, Immortality and the Unseen World. London: Macmilland
Company, 1921.

39

Anda mungkin juga menyukai