PENDAHULUAN
Setiap manusia pasti akan mengalami yang namanya kematian. Dalam hal ini
kematian itu fakta yang tidak bisa dipungkiri dan akan dialami oleh siapa pun. Kematian
itu puncak dari seluruh kehidupan manusia di bumi. Ketika manusia meninggal ia telah
memutuskan untuk pasrah pada Allah. Sehingga melalui ini ia akan mengalami
kenikmatan untuk hidup abadi atau surga.1 Dalam kematian orang yang sudah meninggal
tubuhnya terpisah dari jiwanya. Jiwa atau roh itu akan tetap hidup tetapi raga/badannya
Kematian membawa kehidupan akhir dalam sejarah hidup manusia. Bagi sejumlah orang
ketika dihadapkan dengan kematian barangkali akan disambut dengan hangat karena
1
Robertus Saptaka, Jalan Terang Menghadapi Kematian (Yogyakarta: Yayasan Pustaka
Nusatama, 2010), hlm. 13.
2
M. Bons-Storm, Pastoral Kematian (Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta, 2004), no. 7.
kematian membebaskan penderitaan. Maksudnya ini, orang itu tidak lagi mengalami
Kematian adalah titik akhir perziarahan manusia di dunia, titik akhir dari
masa rahmat dan belas kasihan, yang Allah berikan kepadanya, supaya melewati
kehidupan dunia ini sesuai dengan rencana Allah dan dengan demikian
menentukan nasibnya yang terakhir.4
Dalam pemahaman Kristiani, kematian mempunyai arti positif. “bagiku hidup
adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” artinya jika kita mati dengan Dia, kita pun
akan hidup dengan Dia. Bagi orang percaya pada Kristus yang selama di dunia ini telah
mengasihi Kristus, kematian bukan sesuatu yang menakutkan. Kita percaya bahwa
Yesus yang sangat mengasihi kita telah menantikan kedatangan kita dan menghendaki
sebab dalam keadaan apapun, entah hidup atau mati, kita selalu bersama Tuhan dan
milik Tuhan (Rom. 14:8). Itulah keyakinan Gereja sejak awal mula. Dalam misteri
Paskah, yakni peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus, kematian seluruh umat manusia
Supaya bangkit bersama Kristus, kita harus mati bersama Kristus, kita
harus mari bersama Kristus; untuk itu perlu “beralih dari tubuh ini untuk menetap
pada Tuhan”. Dalam “kepergian” ini (Flp 1:23), dalam kematian, jiwa dipisahkan
dari tubuh. Ia akan disatukan kembali dengan tubuhnya pada hari kebangkitan
orang-orang yang telah meninggal.7
3
Otto Hentz, Pengharapan Kristen (Yogyakarta: Kanisius, 2005), hlm. 75.
4
Kongregrasi Ajaran Iman, Katekismus Gereja Katolik, diterjemahkan oleh Herman Embuiru
(Ende: Nusa Indah, 2007), no. 1013.
5
Seto Marsunu, Fides (Yogyakarta: Kanisius, 2013), hlm. 133.
6
E. Martasudjita (dkk), Peringatan Arwah (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 15.
7
Ibid. no.1005.
Untuk mereka yang telah meninggal dan yang masih menantikan kerahiman
Allah mereka sangat membutuhkan dukungan doa dari orang-orang yang masih hidup.
Doa ini lahir dari keyakinan bahwa Tuhan itu adalah Allah yang penuh belas kasihan
dan kerahiman dan bahwa sebagai persekutuan orang-orang kudus seluruh warga Gereja,
entah yang masih hidup atapun yang sudah mati tetap saling berhubungan dan
Doa barangkali merupakan satu dari sekian banyak bentuk yang kelihatan dan
dominan untuk berdoa kepada orang kudus, di mana dalam hal ini para umat beriman
memohon supaya para kudus berdoa bagi mereka dan anggota Gereja seluruhnya.
memerintahkan bersama dengan Kristus memanjatkan doa mereka kepada Allah bagi
manusia.8
Doa bagi mereka yang telah meninggalkan kita ditandai dengan tanda iman
merayakan dan menguatkan solidaritas di antara umat Allah, persekutuan para kudus. Ini
sama dengan solidaritas yang kita ungkapkan dalam liturgi Ekaristi ketika kita berbicara
tentang Kristus yang menyambut “mereka semua dalam kerajaan-Mu” dan tentang
Keyakinan iman bahwa bagi orang mati pun masih ada harapan karena Allah,
yang kasih kudus adanya, tetap setia kepada manusia yang mempercayakan diri kepada-
Nya timbul dan semakin berkembang berkat pergaulan umat dengan Allah yang dalam
8
Alex Jebadu, Bukan Berhala (Ledalero: Yogyakarta, 2009), hlm. 70
perjanjian telah memilih menjadi umat-Nya sendiri. Hal ini sudah berkembang pada
Dalam rangka perjalanan kepada kehidupan mulia secara penuh bersama Allah di
surga itulah, Gereja mendampingi setiap warganya yang sedang dan telah meninggal
dunia melalui segala macam doa dan olah kesalehan lainnya. Untuk mereka yang telah
meninggal dan masih menantikan kerahiman Allah inilah doa untuk arwah atau
Kalau dalam daur tahunan, Gereja merayakan peringatan akan para martir
dan para kudus yang lain, maka ia “mewartakan misteri Paska” di dalam mereka,
“yang telah menderita dan dimuliakan bersama Kristus. Gereja menyajikan
kepada kaum beriman teladan mereka, yang menarik semua orang kepada Bapa
melalui Kristus, dan karena pahala-pahala mereka Gereja memohon karunia-
karunia Allah”10
Dalam ajaran Gereja Katolik setiap tahun akan selalu dirayakan hari peringatan
arwah semua orang beriman yang telah meninggal dunia dalam agama Katolik yang
bertepatan pada tanggal 2 November. Pada dasarnya, umat Katolik akan pergi ke makam
keluarga untuk membersihkan tempat kuburan dan berdoa baginya agar dapat
meninggal, bukan hanya pada hari pemakaman, melainkan juga pada hari ketiga, ketujuh
dan ke empat puluh sesudah kematian dan pada peringatan kematian mereka. Sehingga
hal ini peringatan misa arwah ini diartikan sebagai cara umat Kristiani untuk mengenang
9
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2 (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 571
10
Ibid, no. 1173
terus menerus dan menghayati dalam Tuhan dan persekutuan dengan mereka yang telah
Gereja sangat menghargai budaya setempat dari umat beriman dan menganjurkan
agar adat istiadat umat beriman diintegrasikan dalam liturgi dan peribadatan Gereja.
Oleh karena itu, umat Katolik di beberapa tempat di Indonesia mengenal kebiasaan
untuk mendoakan dan memperingati arwah menurut rangkaian hari atau tahun.
Demikian pula juga simbol yang biasa digunakan dalam adat tradisi budaya setempat
yang mengiringi peringatan arwah ini tetap bisa digunakan sejauh maknanya selaras
dengan nilai-nilai Kristiani dan ditempatkan dalam misteri Kristus. Tetapi realitanya
sekarang ini, banyak umat Katolik yang masih belum mengetahui arti dan makna dari
peringatan arwah tersebut. Mereka masih belum percaya adanya tentang arwah orang
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk menulis sebuah skripsi dengan
Dari latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagi penulis
Katekis, guru agama dan petugas pastoral tentang makna peringatan arwah dalam
Gereja Katolik.
3. Bagi Gereja
peringatan arwah dalam Gereja Katolik. Setelah buku-buku dirasa sudah memadai, maka
penulis pembaca, merumuskan dan menyusun kaitan antara sumber yang satu dengan
yang lainnya menjadi satu kesatuan serta merangkum sehingga menjadi sebuah skripsi.