Anda di halaman 1dari 10

REVISI TUGAS PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA

“ PANDANGAN AGAMA DAN BUDAYA TENTANG KEMATIAN”

NAMA : ELFRIDA DAMANITA ONA


NIM : 011180013
SEMESTER : III (TIGA)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NUSA NIPA
MAUMERE
2019
PANDANGAN AGAMA TENTANG KEMATIAN

Pandangan Agama Katolik Tentang Kematian

(Narasumber : Romo Sergi Ratu ,SVD)

Ayat Alkitab tentang kematian dalam Yesaya 57:1-2 yang berbunyi :


“Orang benar binasa, dan tidak ada seorang pun yang memperlihatkannya; orang-
orang salehtercabutnyawanya, dantidakadaseorang pun yang mengindahkannya;
sungguh, karena merajalelanya kejahatan, tercabutlah nyawa orang benar dania
masuk ketempa tdamai; orang-orang yang hidup dengan lurus hati mendapat
perhatian diatas tempat tidurnya”.

Bagi orang beriman kematian bukanlah semata-mata akhir dari suatu kehidupan,
melainkan suatu peristwa iman. Sebab pada saat kematia, kita mengambil bagian
dalam misteri Paska Kristus, yakni misteri wafat dan kebangkitan kristus.
Gereja merayakan upacara liturgi untuk orang meninggai, supaya hubungan antara
kematian orang beriman dan misteri Paska Kristus dihadirkan di tengah-tengah umat.
Maka sangat tepat untuk merayakan misa dalam rangka pemakaman orang-orang
beriman. Sebab dengan demikian kita menyatakan harapan bahwa Kristus “akan
mengubah tubuh kita yang hina menjadi serupa dengan tubuh-Nya yang mulia
(Filipi 3:21 ) “.
Kita memberi penghormatan kepada jenazah yang sudah meninggal bukan saja sebab
orang –orang beriman“ adalah bait Roh Kudus ( 2 Kor 6 : 19 ), melainkan juga untuk
mengungkapkan persekutuan kita dengan kaum beriman yang sudah meninggal, dan
terutama untuk menyatakan kepercayaan dan harapan kita akan kebangkitan badan
pada hari kiamat “sebab bagi umat beriman hidap hanyalah diubah bukannya di
lenyapkan.
UPACARA DI RUMAH ATAU DI GEREJA
1. Tanda Salib dan Salam
P. Demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus
U. Amin
P. Semoga ALLAH sumber segala harapan, melimpahkan penghiburan iman
kepada kita
U. Sekarang dan selama-lamanya.

2. Kata pengantar
3. Doa pembukaan
4. Liturgi sabda
5. Pemberkatan jenazah
6. Doa penutup

UPACARA DI PERKUBURAN
KATA PENGANTAR: ( untuk orang dewasa )
Doa pembukaan
Marilah kita berdoa:
Allah yang mahakuasa dan maharahim, kehidupan dan kematian kami berada didalam
tangan-Mu. Engkau telah memanggil saudara(anak) kami….Dari kehidupan di dunia ini
menghadap kehadirat-Mu. Dengan hati sedih kami berdiri disini untuk membaringkan
jenazahnya dalam makam. Namun dengan penuh harapan kami menantikan kebangkitan,
sebab Kristus telah bangkit sebagai yang pertama dari antara orang-orang mati. Maka
kasihanilah dia, dan terimalah dia dalam pelukan cinta-Mu. Demi Kristus TUHAN dan
pengantara kami.
U. AMIN

PEMBERKATAN MAKAM
P. Marilah berdoa:
Tuhan Yesus Kristus, Engkau berbaring dalam makam selama tiga hari. Kami mohon,
sucikanlah makam ini agar hamba-Mu yang kami istirahatkan di sini akhirnya bangkit
bersama Engkau dan hidup mulia sepanjang segala masa.
U. AMIN
UPACARA PERPISAHAN
P. Allah yang mahakuasa telah berkenan memanggil saudara(anak) kita ini kehadapan
hadirat-Nya. Jenazah kita serahkan kembali ketanah. Tetapi kita percaya, bahwa Kristus akan
mengubah tubuh yang fana ini menjadi serupa dengan tubuh-Nya yang mulia. Semoga Tuhan
menerima dia dalam damai dan membangkitkannya untuk kehidupan kekal.
U. AMIN
PERECIKAN DAN PENDUPAAN
Pemimpin upacara mereciki peti jenazah dengan air suci dan mendupainya.
P. kita tau bahwa kita dibaptis, kita di satukan dengan Kristus dan turut mati bersama dengan-
Nya. Saudara(anak) kita ini sekarang mati bersama Kristus. Semoga dia hidup pula dalam
keadaan baru seperti Kristus. Semoga doa-doa kita mengiringi saudara(anak) kita ini dalam
perjalanannya menuju rumah Bapa.
PENABURAN BUNGA
Sambil menaburkan bunga pemimpin upacara berkata:
P. Semoga kuntum hidup ilahi yang telah di tanamkan dalam diri saudara(anak) kita ini,
mekar bagaikan bunga yang semerbak harum mewangi.
PENABURAN TANAH
Sambil menaburkan tanah pemimpin upacara berkata:
P. Manusia diciptakan dari tanah dan ia kembali ketanah. Semoga Kristus mengalahkan
kebinasaan maut dan memulihkan saudara(anak) kita ini dalam kebangkitan orang mati.
PENANDAAN DENGAN SALIB
P. Saudara tercinta(anakku terkasih) semoga saudara hidup abadi dengan membawa tanda
kemenangan Kristus demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
U. AMIN
Standar Operasional Prosedur(SOP) perawatan jenazah dalam agama Katholik tidak ada
perawatan khusus. Tata cara memandikan jenazah sesuai dengan SOP yang ada di rumah
sakit.
Perawatan Jenazah Menurut Agama Katolik
Perawatan jenazah hingga akhirnya jenazah tersebut dikebumikan, pada umumnya
adalah sama. Tentu dimulai dengan mengetahui dulu identitas dan kelengkapan tubuh
jenazah, dimandikan ( dibersihkan ), dibajukan atau dikafani, dan selanjutnya didoakan lalu
dikebumikan. Hanya saja, terdapat beberapa detail yang berbeda menurut kepercayaan,
agama, dan adat kebudayaan masing-masing yang perlu kita ketahui sebagai tenaga medis
mengingat ada kemungkinan bahwa jenazah tersebut adalah pasien atau klien kita, sehingga
kita masih harus bertanggung jawab dan mendampingi keluarga dalam perawatannya.
Perawatan jenazah dalam agama Kristen dan Katolik adalah dimulai dari dimandikan,
dirias (dibajukan), didoakan, dimasukan kedalam peti dan masuk ke acara kebangkitan lalu
sebelum dikubur dibaptis oleh pendeta yang dipercaya oleh keluarga jenazah.
1. Memandikan jenazah

Memandikan jenazah dilakukan di ruang pemandian jenazah sebesar 5x3 oleh anggota
yayasan atau pihak keluarga. Proses pemandian jenazah dilakukan ketika sudah
sampai ke rumah persemayaman atau rumah duka. Pemandian dilakukan oleh satu
atau dua orang tergantung kondisi jenazah.
2. Memakaikan pakaian jenazah

Jika jenazah seorang gadis dipakaikan baju pengantin, jika perempuan atau laki-laki
yang sudah menikah dipakaikan dress dan jas.
3. Mengawetkan jenazah

Pengawetan jenazah dilakukan ketika jenazah telah selesai dimandikan dan


mengenakan paikan lengkap. Pengawetan jenazah ini diperlukan untuk mencegah
pembusukan dan penyebaran kuman dari jenazah ke lingkungan, dikarenakan
biasanya keluarga jenazah tinggal ditempat yang berbeda-beda sehingga perlu
menunggu kedatangannya dan pada saat ini telah berhasil dibuat pengawetan jenazah
yang tidak mengubah warna kulit, tekstur tidak keras, tidak meleleh dan tidak perih,
malahan dilengkapi dengan bau wangi yang dapat dipilih jenisnya.
Adapun tata cara untuk pengawetan jenazah antara lain :
1) Dalam mengawetkan jenazah, harus ditanamkan untuk menghormati setiap
tubuh jenazah yang akan diawetkan.

2) Cuci jenazah atau mandikan jenazah dengan larutan desinfektan.

3) Baringkan jenazah dalam posisi supine ( terlentang ).

4) Buka pakaian dan semua perhiasan yang dipakai jenazah.

5) Hilangkan kaku mayat. Apabila ada kaku mayat, hal tersebut harus dilawan
untuk mengurangi ketegangan otot. Otot yang tegang maka akan
meningkatkan tekanan ekstravaskular sehingga akan terjadi pengalihan cairan
pengawet dari dalam pembuluh darah ke tempat yang tidak semestinya.
6) Aturlah posisi penampilan mayat, tutup mata dan mulut jenazah.

7) Buatlah campuran cairan pengawet. Biasanya dibutuhkan 3 liter cairan untuk


mengawetkan mayat. Faktor yang berpengaruh terhadap kebutuhan ini antara
lain : ukuran tubuh, adanya edem dan tahap pembusukan mayat sudah sampai
dimana. Biasanya 16 ons cairan dengan 1,5 galon air merupakan cairan
pengawet terbaik, ini akan menghasilkan larutan formalin sebesar 2-3%.

8) Pilih tempat suntikan.

Tempat terbaik untuk menyuntikan cairan pengawet adalah pada vena


femoralis, hal ini karena pada lokasi tersebut menyebabkan tekanan yang
diterima pada kepala sama pada kedua sisinya,. Pada orang tua sering
mengalami sklerosing, maka tempat suntikan dilakukan pada pembuluh
karotis karena lebih dekat dengan pusat sirkulasi.
9) Tempat pengaliran cairan pengawet paling baik yaitu pada vena jugularis
interna, karena lebih dekat dengan atrium kanan jantung yang merupakan
pusat pertemuan vena seluruh tubuh.

10) Masukkan kanulkedalam pembuluh darah kemudian dijepit dengan ligature


atau jika tidak ada ligature bisa diikat pada kedua sisi pembuluh darah pada
kanul.

11) Hidupkan mesin pompa dengan tekanan 2-3 pon per inci persegi. Selama
pengaliran ini pastikan aliran cairan terdistribusi seluruhnya. Lakukan
pemijatan pada daerah yang kaku untuk melancarkan drainase.

12) Setelah drainase tersebut akan muncul tanda-tanda pada mayat seperti perut
semakin keras, keluarnya cairan dari saluran pencernaan dan mata menjadi
merah serta tekanan ocular yang tinggi, juga terjadi perubahan warna pada
tubuh mayat. Jika terdapat tanda-tanda tersebut, maka proses drainase dapat
dihentikan dan kanul dicabut secara hati-hati dan diikat untuk mencegah
keluarnya cairan pengawet tersebut.

13) Bekas luka pada tempat penyuntikan dibersihkan dan dijahit kembali.

Proses pengawetan ini dilakukan di ruang rias jenazah oleh mantri, dokter
forensik atau asisten dokter ( bidan atau perawat ) yang telah berpengalaman
atau memiliki izin untuk melakukan pengawetan jenazah.
14) Merias jenazah

Merias jenazah dilakukan di ruang rias jenazah oleh satu orang anggota
yayasan. Dalam hal ini, merias jenazah adalah merias wajah dan rambut.
Setelah selesai merias, jenazah di bawa ke aula ( ruang persemayaman ) dan
dimasukkan ke dalam peti mati.
15) Menuju rumah duka

Rumah duka bisa merupakan rumah sendiri atau rumah duka yang memang
disediakan. Biasanya ini sudah termasuk ke dalam pelayanan jasa pengurusan
jenazah di gereja-gereja atau organisasi semacamnya. Berikut dengan
dekorasi ruangan ( sesuai dengan kepercayaan, masing-masing ) dan makanan
bagi pelayat. Ruangan ini berfungsi sebagai tempat persemayaman.
Pandangan Kematian Dilihat Dari Sudut Pandang Budaya Kampung Wolomude, Desa
Teka Iku, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka
(Narasumber : Maria Adelvina)

Pandangan budaya kampung Wolomude tentang kematian

1. Meninggal akibat kecelakaan


Jenazah yang dibawah dengan ambulans dari rumah sakit sampai di
depan rumah, pada saat peti jenazah dikeluarkan dari mobil, ketua adat
membawa daun adat (daun huler) dan air berkat dipercikan kepada jenazah
dengan kata-kata “au ma hidi e watu, ai batu ikut no plapar te’e goit du ma
meha mora kena, beli ami mora epan, ganu ei te ma bano tali lopa dagir
wain, karang lopa kaet alan” yang artinya “kamu pergi tersandung di batu,
tertindis kayu, yang jahat kamu sendiri yang mengalami atau bawa pergi,
tinggalkan kami dengan hal yang baik.Kamu pergi jangan tersangkut di tali
dan ranting kayu jangan tersangkut di rambut”.
Jadi jenazah yang meninggal karena kecelakaan ini tidak dimasukkan
ke dalam rumah tetapi diletakan di teras rumah. Karena menurut budaya dan
pandangan adat, jenazah yang meninggal karena kecelakaan merupakan
kematian yang tidak wajar (biasa diartikan sebagai sesuatu yang haram).
Untuk pakaian jenazah menurut adat setempat, pakaian milik orang
meninggal harus digunting yang menandakan bahwa itu milik atau
kepunyaanya. Jika tidak digunting maka di dunia mereka, mereka akan
berebutan pakaian.
Untuk keluarga yang berduka diwajibkan untuk menggunakan dong
hitam (laking) dan berpakaian hitam yang menandakan mereka berkabung
untuk menghormati jenazah. Mereka yang berkabung(piremitan) biasanya dari
keluarga dekat atau masih ada hubungan darah dengan orang yang sudah
meninggal. Mereka yang berkabung selama jenazah belum dimakamkan harus
keluar masuk melewati pintu depan atau pintu utama.
Pada saat penutupan jenazah (tokang peti)dilakukan oleh pihak
laki(mepu) dan pihak perempuan(inaama). Pada saat penguburan ada kata adat
yang diungkapkan untuk penghapusan kesalahan dari jenazah tersebut“ma sai,
ma tahi blino lalan woer, ma bano nora lopa hulir ngaji beli ami moret ei
dunia laen” yang artinya “selamat jalan, air laut mengiringi kepergiannmu.
Pergilah,dan jangan lupa doakan kami yang masih berziarah di dunia ini”.
Sebelum peti ditutup ketua adat datang membawa kain putih satu meter dan
higong roun (dedaunan yang sudah menjadi tradisi dan biasa dipakai). Ketua
adat menggunakan higong roun membersihkan dari atas kepala sampai ujung
kaki jenazah dan kedua adat menyimpan kain tersebut di dalam kubur. Kain
putih dan daun higong diartikan sebagai sesuatu yang melambangkan kesucian
dibersihkan dari semua kesalahannya sehingga jenazah tersebut bisa pergi
dengan tenang.

2. Meninggal karena ajalnya


Jenazah diletakan di dalam rumah, dan upacara penguburannya tidak
ada upacara adat pembersihan kesalahan seperti upacara adat meninggal
karena kecelakaan. Pada saat upacara penutupan peti jenazah (tokang peti)
dipanggil keluarga duka seperti anak, orang tuanya, suami dan keluarga inti
dari jenazah tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan upacara penguburan yang
dipimpin oleh imam.

Acara 4 malam berkabung antara meninggal karena kecelakaan dan meninggal karena
ajalnya, upacara adatnya sama.
Pada 4 malam berkabung, menurut adat setempat dikarenakan kita lahir juga sampai 4
malam, tali pusar berpisah dari pusarnya. Sehingga kita berkabung juga sampai 4 malam.
Selama 4 malam sampah atau kotoran yang ada di dalam rumah maupun di sekitar rumah
duka dilarang untuk dibersihkan. Setelah 4 malam baru boleh dibersihkan. Bila dilanggar
maka akan terjadi musibah atau kejadian yang tidak diinginkan. Orang yang dipih untuk
berkabung juga dilarang untuk membersihkan diri sampai 4 malam.
Pada hari yang ke 4 pagi harinya sekitar jam 5 pagi, siram bunga dan mengibaskan
dong 3 kali di atas kubur, kemudian air yang ditaruh di tempurung kemudian air tersebut
digunakan untuk mencuci muka orang yang berkabung tersebut. Pada saat itu juga, dari
kedua belah pihak keluarga ada yang menaruh uang dan ada yang mengambil sarung yang
ada di atas kubur. Uang dan sarung tersebut dibawah keluar dari rumah duka dan diletakan di
rumah terdekat. Orang yang berkabung, dong yang mereka pakai untuk menutupi kepalanya
dibuka setengah sampai leher. Setelah itu, orang yang berkabung tersebut sudah boleh
melakukan aktivitas seperti biasa tetapi masih tetap memakai pakaian hitam.
Pada 40 malam biasanya terjadi acara penanaman salib dikubur ( pa’at krus ).
Sebelumnya salib tersebut sudah diberkati dan didoakan oleh imam. Acara tersebut dilakukan
pada pagi hari sekitar pukul 05.00 yang diawali dengan doa bersama dikubur, kemudian
orang yang menggunakan baju hitam selama 40 hari atau disebut juga ata pire mitan akan
membuka baju hitamnya dan meletakannya di atas salib. Kemudian dipotong seekor babi dan
hatinya dimasak dan disimpan sebagai sesajian atau disebut juga piong, sebagai cara
menghormati arwah leluhur. Setelah itu, ketua adat akan mengambil kelapa muda yang
dibelah di depan kubur dan belahannya harus sekali dan langsung terbelah dua secara lurus.
Kelapa tersebut disimpan dan ditanam di samping atas kubur. Hal tersebut bertujuan untuk
memberikan pendinginan atau penyejukan kepada arwah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai