OLEH:
KELOMPOK 9
KELAS : B
MARION IRENE 3203014039
EKA PUTRA 3203014210
DENNY POANDY 3203014330
FAKULTAS BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2017
1. ASET
Aset merupakan sumber daya yang dikuasai oleh suatu perusahaan dengan tujuan
untuk menghasilkan laba. Aset dapat digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu aset lancar
dan aset tidak lancar. Aset lancar (current assets) merupakan sumber daya atau klaim atas
sumber daya yang dapat langsung diubah menjadi kas sepanjang siklus operasi perusahaan
masih berjalan. Aset lancar perusahaan pada umumnya terdiri atas kas, setara kas, efek,
piutang, derivatif, persediaan dan beban diterima di muka. Sedangkan aset tidak lancar (non-
current assets) merupakan sumber daya atau klaim atas sumber daya yang diharapkan dapat
memberikan manfaat pada perusahaan selama periodenya melebihi periode saat ini. Aset
tidak lancar sering juga disebut sebagai aset tetap (fixed assets), dimana aset tidak lancar ini
terdiri atas properti, gedung atau bangunan, peralatan, aset tidak berwujud (paten, goodwill,
dll), investasi dan beban yang ditangguhkan.
Suatu perbedaan aset alternatif yang sering bermanfaat dalam analisis adalah
membagi aset menjadi aset keuangan atau aset operasi. Aset keuangan (financial assets)
terdiri atas efek (surat berharga atau sekuritas) dan investasi. Aset ini dinilai pada nilai wajar
(pasar) dan diharapkan dapat memberikan timbal balik hasil yang setara dengan biaya modal
yang telah disesuaikan dengan resiko mereka. Sedangkan aset operasi (operating Assets)
terdiri atas sebagian besar aset perusahaan, baik aset lancar maupun aset tidak lancar. Aset ini
dinilai pada biayanya dan merupakan aset operasi produktif yang diharapkan dapat
memberikan timbal balik hasil di atas laba normal. Dalam makalah ini akan dibahas secara
mendalam mengenai aset lancar perusahaan khususnya terkait persediaan perusahaan.
2. ASET LANCAR
Aset lancer merupakan sumber daya atau klaim atas sumber daya yang langsung dapat diubah
manjadi kas, biasanya dalam jangka waktu siklus operasi perusahaan. Maksud siklus operasi
yakni mencakup pembelian bahan baku, mengubah bahan baku menjadi produk jadi, dan
kemudian menjual dan menagih kas dari piutang. Kas mencerminkan titik awal dan titik akhir
dari siklus operasi. Aset lancar adalah aset yang diharapkan akan dijual, ditagih, atau
digunakan selama satu tahun atau siklus operasi, tergantung dari mana yang lebih panjang.
Yang tergolong aset lancar adalah kas, setara kas, piutang jangka pendek, efek jangka
pendek, persediaan, dan beban dibayar dimuka.
3. PERSEDIAAN
Dalam penilaian persediaan, metode akumulasi biaya menjadi faktor yang penting
karena nantinya akan berdampak pada laba bersih dan penilaian aset. Metode akumulasi
biaya persediaan ini digunakan untuk mengalokasikan biaya barang yang tersedia untuk
dijual (persediaan awal ditambah dengan pembelian) pada harga pokok penjualan
(pengurangan laba) atau persediaan akhir. Oleh karena itu, alokasi biaya pada persediaan
akan mempengaruhi baik pengukuran laba maupun pengukuran aset.
Persamaan di atas menekankan arus biaya dalam perusahaan. Arus tersebut secara alternatif
dapat dinyatakan dalam diagram berikut :
Harga pokok penjualan yang tersedia untuk dijual
(= Persediaan awal + biaya yang didapat selama periode)
Biaya persediaan awalnya dicatat di dalam neraca. Saat persediaan terjual, biaya
tersebut dipindahkan dari neraca dan mengalir pada laporan laba rugi sebagai harga pokok
penjualan (HPP). Biaya tidak dapat berada pada dua tempat yang sama di waktu yang
bersamaan. Mereka dapat dicatat pada neraca sebagai beban masa depan atau diakui saat ini
pada laporan laba rugi dan mengurangi profitabilitas yang kemudian dikatikan dengan
pendapatan penjualan.
Konsep penting akuntansi persediaan terletak pada arus biaya. Jika seluruh
perusahaan diperoleh atau dibuat pada saat periode terjualnya, maka HPP akan sama dengan
biaya pembelian atau pembuatan barang. Akan tetapi, jika persediaan tersisa di akhir periode
akuntansi, penting untuk menentukan persediaan mana yang telah terjual dan biaya mana
yang tersisa pada neraca.
b. Sistem Periodik
Dalam sistem persediaan periodic, rincian persediaan barang yang dimiliki tidak
disesuaikan secara terus menerus dalam satu periode. Harga Pokok Penjualan barang
ditentukan hanya pada akhir periode akuntansi. Untuk menentukan harga pokok penjualan
dalam sistem periodik, harus:
1. Menentukan harga pokok barang yang tersedia pada awal periode,
2. Menambahkannya pada harga pokok barang yang dibeli,
3. Mengurangkannya dengan harga pokok barang yang tersedia pada akhir periode akuntansi.
Recording Net Realizable Value Instead of Cost / Pencatatan Nilai Realisasi Bersih
Termasuk Biaya
Ada dua metode yang biasanya digunakan untuk mencatat efek pendapatan dari
penilaian pada nilai realisasi bersih. Metode pertama yaitu metode harga pokok penjualan
(COGS Method), dimana HPP didebitkan untuk penghapusan persediaan. Metode kedua,
yaitu metode kerugian (Loss Method), dimana kerugian didebitkan untuk menghapus
persediaan.
Contoh :
HPP (sebelum penyesuaian ke NRV) $ 108,000
Ending inventory (cost) 82,000
Ending inventory (at NRV) 70,000
COGS Method
HPP 12.000
Persediaan 12.000
Loss Method
Kerugian akibat penurunan NRV 12.000
Persediaan 12.000
Ketidakpraktisan
Penerapan retrospektif akan menjadi tidak praktis jika perusahaan tidak dapat menentukan
efek pada periode saat ini dengan menggunakan segala upaya yang wajar. Perusahaan tidak
seharusnya menerapkan retrospektif jika salah satu kondisi dibawah ini terjadi, yaitu:
a. Perusahaan tidak dapat menentukan efek dari penerapan retrospektif.
b. Penerapan atas retrospektif membutuhkan asumsi atas maksud manajemen pada periode
saat ini.
c. Penerapan retrospektif membutuhkan estimasi yang signifikan atas periode sebelumnya,
dan perusahaan tidak dapat memverifikasi secara objektif informasi mengenai estimasi-
estimasi, seperti:
1. Menyediakan bukti atas keadaan yang terjadi pada tanggal di saat jumlah tersebut harus
diakui, diukur, atau diungkapkan.
2. Tersedia ketika laporan keuangan dari periode sebelumnya yang diselesaikan dengan
menggunakan informasi lain.
Teori Prospektif
Perubahan kebijakan akuntansi dan pengakuan dampak perubahan estimasi akuntansi
diterapkan secara prospektif untuk:
a. Penerapan kebijakan akuntansi baru untuk transaksi, peristiwa, dan kondisi lain yang
terjadi setelah tanggal perubahan kebijakan tersebut.
b. Pengakuan dampak perubahan estimasi akuntansi pada periode berjalan dan periode
mendatang yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut.
Analisis.
Berdasarkan data diatas, apabila dibandingkan antara Penyisihan Penurunan Nilai
Persediaan dengan Jumlah Bahan Baku secara keseluruhan, maka didapatkan rasio
perbandingannya:
Tahun 2014 : 8.866.604 / 86.900.269 = 10,20%
Tahun 2015 : 202.132 / 61.486.033 = 0,33%
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, kelompok kami membuat sebuah hipotesis
yang menyatakan bahwa pada tahun 2014, PT. Polychem Indonesia mencadangkan
persediaannya dengan jumlah yang cukup besar untuk mengantisipasi penurunan nilai
persediaan di periode 2015. Di tahun 2015, perusahaan hanya mencadangkan penurunan nilai
persediaannya sebanyak 0,33%, dimana hal ini terjadi akibat pencadangan yang dilakukan di
tahun 2014 cukup tinggi, sehingga di tahun 2015, perusahaan hanya mencadangakan sedikit
saja untuk penurunan nilai persediaan. Hal ini menyatakan bahwa estimasi penurunan nilai
persediaan yang dilakukan di tahun 2014 dianggap oleh perusahaan sudah cukup menutupi
penurunan nilai persediaan
Di dalam CALK – Laporan Keuangan Konsolidasian 31 Desember 2016 PT.
Polychem Indonesisa Tbk.,no. 8, hlm 30, perusahaan membuat estimasi Penyisihan
Penurunan Nilai Persediaan dengan rasio yang lebih besar daripada tahun 2015. Perhitungan
rasio tersebut kami dapatkan dari membandingkan antara penyisihan penurunan nilai
persediaan dengan jumlah bahan baku secara keseluruhan :
Tahun 2015 : 202.132 / 61.486.033 = 0,33% , Tahun 2016 : 1.850.271 / 59.669.582 = 3,10%
Penyisihan Penurunan Nilai Persediaan tahun 2016 lebih besar daripada tahun 2015,
menurut kelompok kami, hal ini menyatakan bahwa Penyisihan Penurunan Nilai Persediaan
yang dilakukan di tahun 2014, hanya cukup untuk menutupi keusangan dan adanya barang
cacat perusahaan untuk periode 2014 dan 2015 saja, sedangkan untuk tahun 2016, perusahaan
melakukan estimasi Penurunan Nilai Persediaan yang baru, sebagai nilai pengurang di dalam
Laporan Keuangan PT. Polychem 2016.
Estimasi Penyisihan Penurunan Nilai Persediaan PT. Polychem Indonesia ditentukan
secara prospektif, karena perusahaan selalu menyisihkan / mencadangkan sejumlah
persediaanya untuk periode mendatang berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh
perusahaan sendiri.
Dengan adanya Penyisihan Penurunan Nilai Persediaan yang naik turun setiap tahun,
hal ini mengakibatkan jumlah persediaan PT. Polychem Indonesia memiliki nilai pengurang
yang tidak menentu setiap tahunnya (Rasio selalu berubah dari tahun ke tahun), sehingga di
dalam laporan keuangan, tidak dapat ditentukan secara pasti, berapakah jumlah cadangan /
Penyisihan Penurunan Nilai Persediaan yang harus dicantumkan dalam Neraca PT. Polychem
Indonesia.
Pengaruh Penyisihan Penurunan Nilai Persediaan tidak hanya berhenti sampai di situ
saja. Cadangan persediaan yang diestimasikan oleh perusahaan harus dicatat dengan jurnal
agar Nilai Persediaan perusahaan dapat dikurangi dengan Penyisihan Penurunan Nilai
Persediaan. Ada 2 metode yang dapat digunakan oleh perusahaan (Menurut Kieso-Chapter
9,Inventories: Additional Valuation Issues, hlm 402), yaitu :
a. Cost-of-Goods-Sold Method
Cost of Goods Sold xxx
Inventory xxx
b. Loss Method
Loss Due to Decline of Inventory to Net Realizable Value xxx
Inventory xxx
-4.75% -4.81%