Anda di halaman 1dari 2

Apa yang harus diperbaiki dalam proses katekese?

Aku termasuk satu dari sekian umat Katolik yang prihatin dengan keadaan katekese pada calon baptis.
Adanya fenomena indifferentist yang meluas, keluar Gereja dan masuk ke jemaat non-Katolik, hingga
menjual iman, semua ini tentu dapat dirunut berakar pada proses katekese yang buruk. Mohon maaf jika
aku menyinggung diluar topik perihal gerakan Karismatik dalam Gereja Katolik. Gerakan ini memang
tidak dapat dipungkiri berasal dari sekte evangelis / Pentakostal, bukan dari Gereja sendiri. Kini gerakan
ini cukup merambah populer di kota-kota besar seperti Jakarta dan membawa beberapa buah positif juga
dalam hidup beriman. Tetapi karena proses katekese yang sangat jelek terutama pada para pengajar
dalam gerakan tersebut, maka gerakan ini yang masih belum sepenuhnya murni berimankan Katolik, juga
menyumbangkan pembentukan sikap indifferentist pada sementara pengikutnya. Padahal ditinjau dari
semangatnya, gerakan ini jika memiliki kekuatan katekese yang benar sekaligus pemahaman akan Liturgi
yang benar pula dapat menjadi garis depan dalam katekese serta penopang kekuatan Gereja saat ini.
Sekali lagi, yaitu berakar dari proses katekese yang buruk.
Masukan dariku mengenai perihal katekese, terdapat beberapa pokok elemen yang harus ditinjau; yaitu
segi pengajar, materi, dan peserta didik.

1. Segi Pengajar
Sudah tentu pengajar haruslah menguasai materi secara baik, dan tentunya juga semua ini didasarkan
pada peminatan. Materi katekisasi tentu haruslah bersumber dari Katekismus Gereja Katolik dan segala
dokumen Gereja. Tetapi materi ini begitu luas, maka hendaknya dihimpun para pengajar yang menguasai
pada bidang-bidang tertentu tersebut. Hal lain yang perlu ditinjau adalah keselarasan paham dengan
ajaran Gereja. Sudah barang tentu kita tidak mengharapkan hadirnya katekis yang mengajarkan sesat,
heretik, yang bertentangan dengan ajaran Gereja. Terutama yang mengakui adanya Keselamatan di Luar
Gereja atau Kontra Extra Ecclesiam Nulla Salus (Kontra EENS). Maka mungkin akan lebih jika pada level
Tahta Suci dari segala Kongregasi semisal Congregatio Doctrina Fidei, Congregatio de Cultu Divino et
Discplina Sacramentorum (Kongregasi Ibadat dan Tata-tertib Sakramen), dan lain sebagainya bisa
memberikan sebuah butir-butir kompetensi para pengajar sekaligus sertifikasi untuk memastikan
pengajar tersebut tidak mengajarkan yang bertentangan dengan iman dan otomatis, Katekismus.

2. Segi Materi
Materi bisa dimulai dari;
• Proses pengenalan Allah
Yaitu alasan-alasan mengapa sebagai umat beriman harus percaya akan adanya Allah. Bagaimana Allah
menyongsong manusia dan manusia menanggapi segenap sapaanNya. Tak kalah penting lagi ialah pada
misteri penyelamatan dalam penyelenggaraan Ilahi yang bertahap hingga menuju kesempurnaannya. Hal
ini harus diberikan, karena untuk menangkal bahaya atheisme sebagai buah rasionalisme dan tentunya
juga, filsafat modernisme di era modern dan sains saat ini. Juga katekese sebagai langkah penerimaan
baptisan, sudah barang tentu harus menerima tanpa keraguan akan Allah, sebagai asal dan tujuan
semuanya.
• Wahyu Ilahi
Yaitu proses pewahyuan Ilahi, di sini ditekankan adanya Tradisi dan Kitab Suci sebagai sumber iman
Katolik. Mempelajari beberapa dokumen-dokumen penting konsili dari abad permulaan, hingga yang
termutakhir yaitu Konsili Vatikan II secara garis besar dengan penekanan doktriner. Lebih lanjut baru
akan melangkah pada sifat-sifat Gereja, yang harus dijelaskan perlahan satu demi satu akan keempat
sifat Gereja. Juga menyadarkan akan pentingnya sebagai umat Katolik secara kritis membaca dan
mempelajari surat Ensiklik, Surat Gembala Keuskupan, juga hasil-hasil Sinode para Uskup sebagai
bagian dari pengajaran Magisterium yang di dalamnya terdapat ajaran-ajaran moral dan sosial Gereja.
• Gereja
Di sini dijelaskan tentang sifat Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik, keempat sifat tak
terpisahkan. Adanya ritus-ritus di luar ritus Romawi yang ada dalam kesatuan penuh dengan Gereja
Katolik. Dalam bab ini akan ditekankan tradisi Apostolik Gereja, wewenang secara hirarkis, dsb.
• Misteri Keselamatan
Pada bab ini dijelaskan karya keselamatan oleh Yesus Kristus, karya penebusan dosa. Misteri sengsara,
wafat dan kebangkitan sebagai sumber iman Kristen.
• Tujuh Sakramen
Penjelasan secara jelas arti sakramen, pentingnya sebagai sarana keselamatan satu per satu, di
dalamnya terdapat Sakramen Perkawinan, suatu bab yang akan dijelaskan secara khusus. Dosa berat
dan dosa ringan, perannya dalam keselamatan, harus dijelaskan secara lugas. Hendaknya katekisasi
janganlah mengajarkan hal-hal profan yang terjebak dalam ranah humanisme praktis seperti lingkungan
hidup, dsb. Sebab seluruh penderitaan, bahkan kerusakan lingkungan hidup, semua itu adalah akibat
dosa. Jika umat sudah menyadari pertama kali akan hal ini, sudah barang tentu dengan sendirinya akan
mencari dan berperan dalam pelestarian lingkungan hidup. Jadi Gereja sekali lagi kembali pada
hakikatnya sebagai sarana dan pewartaan keselamatan kekal, menuju kemuliaan surgawi Allah sebagai
tujuan akhir penyelenggaraan Ilahi sebagaimana dijanjikan pertama kali sejak manusia pertama jatuh ke
dalam dosa. Bukan sebaliknya mengesampingkan peran utama tersebut dengan mengambil peran-peran
duniawi yang hanya bersifat temporer belaka. Maka dari itu sungguh amat menggelikan jika seorang
anggota Gereja lebih berat dengan kegiatan sosial jika di saat yang sama adalah jadwalnya memberikan
pengajaran katekisasi, sebab sudah menjadi tugasnyalah menggembalakan domba-dombanya bersama
jajaran hirarkis menuju tanah surgawi dengan pemahaman perintah-perintah Allah yang tertuang dalam
doktrin Gereja, bukan meninggalkan atau membawa kawanan domba tersebut berjalan-jalan mengelilingi
padang rumput duniawi yang akan tiada juga pada akhirnya. Misi sosial hendaknya tidak
mengesampingkan segi-segi doktriner iman Kristiani, melainkan harus bersumber padanya.
• Liturgi
Penjelasan perihal liturgi, arti dan makna setiap bagian dalam liturgi Ekaristi sekaligus sosialisasi norma-
norma liturgi yang benar dari pokok-pokok PUMR (Pedoman Umum Missale Romawi). Hal ini penting
mengingat banyaknya kebobrokan pelaksanaan liturgi Ekaristi yang sangat memprihatinkan karena
minimnya pengetahuan umat akan liturgi, atau menganggap liturgi adalah sebuah rutinitas kaku dan kuno
belaka.
• Syahadat dan Doa
Rumusan syahadat Nicea-Konstantinopel dijelaskan satu per satu, sebagai keseluruhan doktrin dan
iman, dengan demikian para calon baptis siap menerima baptisannya secara penuh makna.
• Ujian Kompetensi
Seluruh materi yang telah diajarkan hendaknya dijadikan menjadi ujian tertulis dan lisan bagi para calon
baptis agar menjadi umat Katolik yang berkualitas, tidak hanya mengejar kuantitas. Ujian ini tentu
haruslah bersifat mutlak bagi calon baptis usia pelajar terutama pelajar. Sedangkan kelompok lain yang
dianggap kurang memenuhi syarat untuk ujian tertulis dapat digantikan dengan cara lain yang secara
bijak dapat dianggap sepadan dan pantas.

3. Peserta Didik
Hendaknya peserta didik digolongkan berdasarkan usia dan pendidikan, sehingga pemberian materi
dapat disesuaikan caranya, dan penyampaiannya.
Sekian masukan dari saya perihal proses katekisasi. Mari kita wujudkan umat katolik yang “katekis”, tidak
hanya sebatas identitas KTP saja, tetapi identitas yang sesungguhnya.
Pax Christe
Julius Paulo

(diambil dari www.katolisitas.org)

Anda mungkin juga menyukai