Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rofifah Fadilah Bakris

Npm : 195210529

Matkul : Agama Islam

HUKUM JUAL BELI DENGAN NEGARA PENDEMIK COVID 19

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menggelar


kajian melalui teleconference membahas penanganan wabah COVID-19 dan
dampak ekonominya. Sebagai pembicara masing-masing Eko Listiyanto Wadirut
Indef, M Rizal Taufikurahman Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan
INDEF, Andry Satrio peneliti INDEF dan Abra El Talattov peneliti INDEF.

Dalam teleconference ini didampingi juga oleh ekonom senior Indef yakni
Dradjad Wibowo dan Didik J Rachbini. Berikut ini hasil rangkuman kajian itu:

Pandemi virus COVID-19 atau yang umum disebut virus Korona di


masyarakat kian hari semakin menjangkiti perekonomian Indonesia. Dampak
ekonomi akibat virus ini semula hanya menggerus sisi eksternal
perekonomianIndonesia melalui kenaikan sejumlah komoditas impor dari China.

Namun, seiring penyebaran virus yang sangat cepat. [Sampai dengan 23


Maret 2020, sebanyak 579 orang di Indonesia positif Korona, sembuh 30 orang,
dan 49 meninggal dunia (Pusat Informasi COVID-19, 2020)], stabilitas
perekonomian pun terkena dampak.

Nilai tukar rupiah terus melemah tajam, sementara pasar bursa pun
meradang seiring laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terkoreksi
dalam. Pertumbuhan ekonomi pun diperkirakan akanmelambat drastis, terkikis
oleh penjalaran dampak virus ke berbagai sektor di perekonomian.

Pandemi memang akan menurunkan pertumbuhan ekonomi, namun tanpa


upaya sigap dari pemangku kebijakan untuk selamatkan nyawa penduduk
Indonesia, maka optimisme perekonomian tidak akan pernah datang. Optimisme
dan sentimen positif ekonomi baru akan terjadi jika pandemi COVID-19 dapat
diatasi, setidaknya menunjukkan tanda-tanda terkendali dan akhirnya dapat
diselesaikan.

Jadi, kemampuan Pemerintah dan para pemangku kepentingan ekonomi


untuk secara bersama-sama mengalokasikan sumber daya secara optimal
menangani masalah kesehatan ini akan sangat menentukan jalannya roda
perekonomian ke depan. Tanpa ini sepertinya puluhan jurus stimulus
perekonomian pun tidak akan mempan menggeliatkan perekonomian.

INDEF melakukan analisis dampak ekonomi atas pandemi COVID-19 ini,


serta mengusulkan sejumlah rekomendasi kebijakan sebagai berikut:

Urgensi Karantina Wilayah


1. Mencegah penyebaran Covid-19 dalam kelurahan/desa yang banyak
kasus positif/ODP/PDP dan ke kelurahan sekelilingnya setidaknya
untuk 2 (dua) minggu ke depan. Penentuan kelurahan yang dikarantina
berdasar batas jumlah positif per penduduk (densitas) berdasar
konsensus ahli epidimologi.

Warga dalam kelurahan yang di karantina dapat keluar rumah setiap 2-3 hari
hanya untuk membeli makanan, obat-obatan dan keperluan dasar
lainnya Pemerintah pusat dan daerah perlu melakukan unconditional
cash transfer (bantuan dana tanpa syarat) pada masyarakat yang
pekerja harian/informal/rentan (khususnya yang belum mendapat
bantuan sosial) dengan menggunakan teknologi (mobile banking,
digital money, dll) yang memudahkan pencairan.

2. Memastikan sosialisasi pada tingkatan paling bawah berdasarkan data


dan informasi akurat. Pihak kelurahan/desa, RT/RW, tokoh
masyarakat harus dilibatkan secara masif oleh pemerintah
Kota/Kabupaten. Pelibatan organisasi pemuda, organisasi masyarakat,
organisasi keagamaan maupun organisasi lainnya menjadi sangat
penting.
3. Pentingnya meningkatkan pengawasan social distancing mulai dari
diri sendiri, keluarga hingga lingkungan sekitar. Pelibatan aparat
pemerintah, baik sipil, tentara dan kepolisian sangat penting
mengingat himbauan saja tidak cukup. Untuk itu, penegakan hukum
penting dilakukan yang dimulai dengan peningkatan kesadaran
masyarakat.

Realokasi Anggaran Berfokus Pada Penanganan Pandemi COVID-19

1. Pemerintah berencana akan melakukan realokasi anggaran K/L


sebesar Rp 10 Triliun. Jumlah realokasi anggaran K/L tersebut masih
terlampau kecil dibandingkan dengan kebutuhan penanganan COVID-
19 secara nasional. Kebutuhan realokasi anggaran tersebut harus
diprioritaskan pada upaya pengadaan untuk alat Rapid Test,
pelaksanaan Test Massal Corona, Alat Pelindung Diri (APD) untuk
petugas medis, pengadaan tempat tidur dan kamar rumah sakit,
tambahan petugas medis, obat-obatan, masker dan lain sebagainya.
2. Perlunya pengadaan infrastruktur kesehatan yang lebih besar, tidak
hanya rumah sakit di Pulau Galang dan Wisma Atlet Kemayoran saja,
namun rumah sakit-rumah sakit daerah yang kapasitasnya terbatas
menangani virus Covid-19. Ini penting mengingat rumah sakit daerah
tidak dapat menampung pasien maupun suspect COVID-19 yang
cenderung meningkat akhir-akhir ini.

Guncangan (Shock) yang Terjadi Akibat COVID-19 Tidak Hanya Dari Sisi
Konsumsi (Demand) Tetapi Juga Produksi (Supply)

1. Praktik social distancing membuat shock pada sisi produksi (supply)


yang terlihat dari penutupan pabrik dan kegiatan produksi. PHK tidak
terelakan dan akan menurunkan daya beli masyarakat, akibatnya
konsumsi barang menurun.
2. Jika shock berasal dari sisi konsumsi (demand) maka praktik social
distancing membuat keleluasaan untuk mengonsumsi barang akan
menurun yang berimplikasi pada menurunnya permintaan barang
tersebut. Akibatnya, perusahaan tidak mendapatkan pendapatan yang
maksimal dan cenderung menurun. Akibatnya, perusahaan
menurunkan biaya produksinya dan gelombang PHK terjadi.

Sektor Jasa yang Akan Paling Terdampak Akibat Pandemi Ini, Terutama
Jasa pariwisata dan Maskapai

1. Sektor pariwisata memiliki rantai produksi yang panjang dan


melibatkan manusia. Satu destinasi wisata mampu mengerakkan
sektor lain seperti restoran, hotel, transportasi domestik, jasa pemandu
wisata, hingga maskapai penerbangan. Jika destinasi wisata ditutup,
maka sektor-sektor ini yang akan terkena dampak lanjutan.
2. Pemerintah perlu waspada untuk melihat daerah yang memiliki
kontribusi pendapatan daerah yang berasal dari sektor jasa pariwisata
seperti Bali dan destinasi wisata lainnya karena akan menjadi
penyumbang terbesar angka kemiskinan dan pengangguran nasional.

Ekonomi China Kembali Bangkit Setelah Gelombang Epidemi Berlalu.


Namun Hal Ini Masih Belum Menjadi Angin Segar Bagi Industri Domestik

1. Perdagangan Indonesia (ekspor dan impor non-migas) memang


bergantung pada China sehingga perlambatan ekonomi di China akan
berdampak pada Indonesia. Namun demikian, akibat COVID-19 di
Indonesia baru terdeteksi setelah gelombang pandemi ini berakhir di
China, maka Indonesia tetap akan terdampak meski perekonomian
China sudah stabil.
2. Setidaknya industri domestik yang akan masih bertahan adalah
industri padat modal yang memang tidak bergantung pada tenaga
kerja.

Selamatkan Manusia dan Korbankan Ekonomi Dalam Jangka Pendek Agar


Dampak Tidak Terasa Pada Jangka Panjang

1. Upaya utama yang perlu dilakukan adalah menanggulangi pandemi.


Maka demikian fasilitas dan alat kesehatan perlu menjadi prioritas
utama dari stimulus industri yang diberikan. Industri penyedia di
dalam negeri perlu didukung melalui instrumen stimulus bagi industri
ini.

Satu-satunya Stimulus yang Utama Diberikan Bagi Industri adalah Menjaga


Agar Gelombang PHK Tidak Besar

1. Setidaknya ada empat biaya besar bagi dunia bisnis dan industri yang
perlu diperhatikan agar industri tidak cepat kolaps: (1) tenaga kerja,
(2) utilitas dan sewa, (3) pajak dan retribusi daerah, dan (4) utang dan
bunga pinjaman.
2. Pemerintah perlu mengeluarkan stimulus bagi industri dengan tujuan
agar likuiditas pekerja tetap terjaga, diantaranya:

a) Relaksasi PPh21, PPh22, PPh25 dan pembebasan PPN (dalam


kurun 6 bulan). Instrumen diberikan terbatas, bergantung pada
sektor yang paling terdampak dan sasaran pada sektor padat
karya khususnya umkm manufaktur dan umkm pariwisata;
b) Pembebasan iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan
(dalam kurun 6 bulan);
c) Insentif bagi industri yang merubah lini produksinya menjadi
pemenuhan kebutuhan medis. Insentif ini bisa diberikan
terbatas seperti kepada industri perusahaan farmasi, elektronik
dan tekstil;
d) Kelonggaran utang dan bunga kredit. Kelonggaran kredit
konsumsi khususnya bagi driver transportasi online akan
sangat membantu mengatasi penurunan permintaan di sektor
ini.

Memastikan Kecukupan dan Keterjangkauan Pasokan Pangan

1. Merebaknya pandemi COVID-19 turut berimplikasi terhadap lonjakan


permintaan akan bahan kebutuhan pokok. Anjuran pemerintah agar
masyarakat melakukan kegiatan bekerja, belajar dan beribadah dari
rumah mendorong masyarakat untuk melakukan pembelian sembako
secara masif guna memenuhi persediaan hingga beberapa waktu
mendatang.

Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional


(PIHPS) per 23 Maret 2020, beberapa komoditas bahan pokok
mengalami kenaikan harga (rata-rata harga nasional) yang signifikan
dalam sebulan terakhir dan kenaikan sejak awal tahun (year to
date/ytd) antara lain gula pasir lokal 18,71% (ytd 31,2%), gula pasir
kualitas premium 10,68% (ytd 15,54%), bawang putih naik 36% (ytd),
bawang merah 5,56% (ytd 4,57%), cabai rawit merah 18,11% (ytd
2,74%). Sementara itu, harga kebutuhan pokok lainnya seperti beras,
daging ayam, daging sapi, telur ayam, dan minyak goreng relatif
stabil.

2. Guna meredam lonjakan harga pangan, langkah pertama yang harus


ditempuh pemerintah adalah memetakan secara akurat stok pangan
nasional secara real time. Pemetaan stok dan harga pangan harus lebih
intensif lagi sehingga dapat mendeteksi dini wilayah di mana saja
yang beresiko terjadi rawan/krisis pangan.

Selain itu, pemerintah juga harus lebih transparan dalam


menginformasikan kepada publik terkait stok pangan dan strategi apa
saja yang akan dilakukan guna menjaga stok pangan tetap terjaga
dalam batas aman. Pemerintah juga harus mencermati pelemahan nilai
tukar rupiah yang akan berimbas terhadap kenaikan harga pangan
yang bersumber dari impor.

3. Perhatian khusus berupa penyiapan stok pangan terhadap wilayah


yang menjadi episentrum penyebaran Covid-19 yang berpotensi
dilakukan penutupan wilayah tersebut (lockdown terbatas). Disamping
itu, pemerintah juga harus menjamin kelancaran sistem logistik
pangan dari dan ke wilayah tersebut serta kesiapan distribusi ke level
konsumen. Ketersediaan pasokan pangan di tengah wabah Covid-19
semakin urgen karena sebulan lagi akan menghadapi bulan Ramadan.

Fenomena panic buying yang sempat terjadi di beberapa daerah red


zonepersebaran Covid-19 berdampak pada keterbatasan akses
kelompok rumah tangga kelas menengah ke bawah yang tidak mampu
“menyetok” bahan makanan. Untuk meredam shock kenaikan
permintaan dan potensi penimbunan kebutuhan pokok, pemerintah
dapat mengoptimalkan pengawasan terhadap aturan pembatasan
pembelian kebutuhan pokok baik di pasar tradisional maupun pasar
ritel modern.

4. Selain menjamin stok bahan pangan, cara distribusi bantuan sosial


dalam hal ini adalah sembako, memerlukan teknis baru untuk
mencegah adanya perkumpulan warga yang menumpuk di suatu
lokasi. Pendistribusian sembako dapat dilakukan dengan door to door
service oleh pejabat yang berwenang di setiap daerah, atau dilakukan
di kantor desa/kecamatan/kelurahan dengan pengaturan jadwal yang
menyesuaikan kebutuhan lapangan.

Selain itu, agar penyaluran bantuan sembako berjalan efektif dan


efisien dapat juga bekerja sama dengan perusahaan e-commerce yang
saat ini sudah memiliki sistem online serta distribusi penyaluran yang
cukup baik. Ini sekaligus juga bisa mengurangi intensitas masyarakat
untuk keluar rumah dan antri sembako.

Mempercepat dan Memperluas Bantuan Sosial

1. Lumpuhnya sebagian besar aktivitas ekonomi terutama di wilayah


terpapar COVID-19 meningkatkan resiko PHK di berbagai sektor
(pariwisata, hotel, restoran, travel agent, tempat hiburan, industri
manufaktur, dan lainnya). Selain itu, pekerja informal yang mencapai
70,5 juta orang (55,72% dari total tenaga kerja Indonesia) juga akan
mengalami tekanan ekonomi yang berat.

Pemerintah memiliki tanggungjawab yang sangat besar untuk


memastikan keselamatan warga serta jaminan kebutuhan dasar warga
terutama kelompok miskin dan rentan miskin, ditambah pekerja
informal yang terputus dari sumber penghasilan harian. Selain itu,
dengan terus bertambahnya jumlah korban yang terpapar Covid-19
(PDP, OPD, dan Positif) memaksa mereka untuk tidak bisa
melangsungkan pekerjaannya.

Sehingga, bagi penderita Covid-19 yang masuk kategori pekerja


informal (terutama kepala rumah tangga) maka sudah pasti mereka
tidak lagi bisa menafkahi keluarganya. Untuk itu, pemerintah juga
harus mengalokasikan jaminan perlindungan sosial kepada para
kelompok pekerja yang tengah masuk proses karantina ataupun
penyembuhan.

2. Saat ini terdapat 29,3 juta keluarga atau 99,3 juta jiwa yang masuk
dalam daftar Data Terpadu TNP2K. Data tersebut merupakan
kelompok masyarakat 40% status sosial ekonomi terendah. Melalui
basis data terpadu tersebut, pemerintah melakukan pemetaan untuk
penyaluran berbagai jenis bantuan sosial seperti Program PKH, KPS,
KKS, KIP, Rastra, PBI BPJS Kesehatan.

Dengan melihat potensi bertambahnya kelompok rumah tangga


(terutama pekerja informal) masuk dalam kategori rentan miskin,
maka pemerintah patut mempertimbangkan perluasan bantuan sosial
kepada kelompok tersebut.

3. Pembagian bantuan sosial tersebut harus difokuskan kepada:

a) Kelompok rumah tangga yang selama ini tercatat menerima


bantuan sosial (dapat menggunakan data penerima raskin, data
penerima Kartu Indonesia Sehat, data penduduk miskin di
daerah),
b) Kelompok rumah tangga dengan KK yang sudah pensiun (dapat
menggunakan data penerima gaji pensiun tetapi hal ini sangat
tidak merata),
c) c. Kelompok rumah tangga berpendapatan rendah yang
memiliki anak usia <15 tahun,
d) d. Kelompok wanita berpendapatan rendah yang sedang hamil
dan perlu dicukupkan nutrisinya,
e) Kelompok lansia yang perlu dicukupkan nutrisinya,
f) Kelompok pekerja harian/informal. 

Anda mungkin juga menyukai