Anda di halaman 1dari 18

Bab 1.

PENDAHULUAN
Bab 2. MANAJEMEN RESIKO BANK SYARIAH
Resiko Modal (Capital Risk)
Resiko Pembiayaan
a. Murabahah
b. Salam
c. Istishna
d. Murabahah dan Musyarakah
Mekanisme untuk mengurangi agensi dlam kontrak Mudharabah
Manajemen Resiko Likuiditas
Manajemen Resiko Operasional
Manajemen Resiko Hukum (Legal Risk)
Manajemen Resiko Reputasi
Manajemen Resiko Kepatuhan
Bab 3. PENUTUP
PENDAHULUAN

Bisnis adalah suatu aktivitas yang selalu berhadapan dengan resiko dan return. Bank
Syariah adalah salah satu unit bisnis, yang mana dengan demikian bank syariah juga akan
menghaadapi resiko manajemen bank itu sendiri. Bahkan sebetulnya jika kita cermati lebih
dalam, Bank Syariah merupakan suatu bisnis yang kerap dengan resiko. Karena dalam
menjalankan aktivitasnya banyak berhubungan dengan produk-produk bank yang
mengandung banyak resiko. Seperti produk mudharabah, musyarakah, murabahah, rahn, dan
sebagainya. Oleh karena itu para pejabat bank syariah harus dapat mengendalikan resiko
seminimal mungkin dalam rangka memperoleh keuntungan yang optimum.

Secara spesifik, risiko-risiko yang akan dihadapi oleh perbankan syariah dalam
kegiatannya yaitu meliputi risiko likuiditas (liquidity risk), risiko pembiayaan/kredit (credit
risk), risiko hukum (legal risk), risiko pasar (market risk), risiko operasional (operational
risk), risikop reputasi (reputation risk), dan risiko modal (capital risk). Perbankan syariah
tidak akan berhadapan dengan risiko tingkat suku bunga secara langsung, karena bank
syariah tidak menggunakan instrumen bunga dalam operasionalnya.
PEMBAHASAN

MANAJEMEN RESIKO BANK SYARIAH

Sumber : Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas

Kata risiko berasal dari bahasa inggris “risk”, yang artinya berarti ketidakpastian dari
pada kerugian (uncertainly of loss). Resiko sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang
dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan.1

Beberapa pengertian resiko menurut Silalahi (1997) :

 Resiko adalah kesempatan timbulnya kerugian


 Resiko adalah probabilitas timbulnya kerugian
 Resiko adalah ketidakpastian
 Resiko adalah penyimpangan actual dari yang diharapkan
 Resiko adalah probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan2

Resiko yang dalam ekonomi islam disebut gharar secara etimologi bermakna
kekhawatiran atau resiko, dan gharar berarti juga menghadapi suatu kecelakaan, kerugian,
dan atau kebinasaan. Dan taghrir adalah melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar.

1
Ronny Kountur, Manajemen Resiko Operasional: Memahami Cara Mengelola Resiko Operasional Perusahaan,
PPM, Jakarta, 2004, Hal. 4
2
Umar Hamdan & Andi Wijaya, Analisis Komperatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah, Jurnal
MAnajemen & bisnis Sriwijaya Vol. 4, No. 7 Juni 2006
Manajemen Resiko diartikan sebagai rangkaian prosedur dan metodologi yang
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan resiko yang
timbul dati kegiatan usaha Bank.3

Manajemen resiko adalah suatu cara yang proaktif, terkoordinasi, bernilai efektif, dan
memahami pemrioritasan dalam menanggulangi ancaman terhadap perusahaan. Menurut
Hampel, et.al (1994:88) resiko perbankan dipengaruhi oleh lingkungan, sumberdaya manusia,
layanan keuangan, dan neraca.4

Adapun fungsi dari Manajemen Resiko adalah:

 Menetapkan arah dan risk appetite dengan mengkaji ulang secara berkala dan menyetujui
risk exposure limits yang mengikuti perubahan strategi perusahaan
 Menetapkan limit umumnya mencakup pemberian kredit, penempatan non kredit, asset
liability management, trading dan kegiatan lain seperti derivatif dan lain-lain
 Menetapkan kecukupan prosedur atau prosedur pemeriksaan (audit) untuk memastikan
adanya integrasi pengukuran resiko, kontrol sistem pelaporan, dan kepatuhan terhadap
kebijakan dan prosedur yang berlaku
 Menetapkan metodologi untuk mengelola resiko dengan menggunakan sistem pencatatan
dan pelaporan yang terintegrasi dengan sistem komputerisasi sehingga dapat diukur dan
dipantau sumber resiko utama terhadap organisasi Bank.

Adapun manajemen resiko dalam bank syariah meliputi :

A. Manajemen resiko modal (Capital risk)


B. Manajemen resiko pembiayaan
C. Manajemen resiko likuiditas
D. Manajemen resiko operasional
E. Manajemen resiko hukum ( legal risk)
F. Manajemen resiko reputasi
G. Manajemen resiko strategis
H. Manajemen resiko kepatuhan
Yang mana masing-masing akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut.
A. Manajemen resiko modal (Capital Risk)
3
Rahmani Timorita Yulianti, MAnajemen Resiko Perbankan Syariah, http://master-islamic.ac.id, dikutip pada
24/05/2012
4
Umar Hamdan & Andi Wijaya, Analisis Komperatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah, Jurnal
MAnajemen & bisnis Sriwijaya Vol. 4, No. 7 Juni 2006
Resiko yang berhubungan dengan perbankan adalah risiko modal (capital risk) yang
merefleksikan tingkat leverage  yang dipakai oleh bank. Salah satu fungsi modal adalah
melindungi para penyimpan dana terhadap kerugian yang terjadi pada bank.

Untuk menghindari adanya resik-resiko yang akan terjadi dari segi kecukupan modal
bank syariah, maka perlu diadakan manajemen resiko modal.

Manajemen risiko bertujuan agar bank dapat mengoptimalkan hasil usaha dan
mempertahankan modal agar selalu berada pada tingkat aman, baik dari segi praktek
perbankan yang sehat maupun dari sudut pandang regulator.

Kualitas hasil usaha mengacu pada komposisi tingkat, kecenderungan dan stabilitas
laba. Laba merupakan ukuran keberhasilan manajemen dan disisi lain memberikan rasa aman
bagi pemasok dana. Hasil usaha ditentukan oleh faktor ekstern dan faktor intern bank.
Sebagian besar faktor eksternal diluar kendali manajemen maka faktor internal menjadi lebih
penting. Salah satu alat ukur kinerja bank adalah Return On Average Assets (ROAA) yaitu
net income dibagi average assets. Modal bank memberi keyakinan kepada kreditur yang akan
menempatkan / meminjamkan dananya bahwa dana tersebut akan dibayar sesuai dengan
perjanjian.

Risiko modal berkaitan dengan kualitas aset. Bank yang menggunakan sebagian besar
dananya untuk mendanai aset yang berisiko perlu memiliki modal penyangga yang besar
untuk sandaran bila kinerja aset-aset itu tidak baik.5

5
Muhammad, manajemen Bank Syariah, Unit Penerbit dan Percetakan (UPP), Yogyakarta, 2005, hal 358
Primary
Reserve

Modal
bank
Secondary
reserve

Modal Bank adalah Modal inti (Primary reserve) dan Modal Cadangan/penyangga
(Secondary reserve). Yang mana modal inti yaitu Saham umum dan saham preferen,
sedangkan modal cadangan yaitu cadangan untuk kredit macet dan untuk pinjaman
subordinasi.

Sejak Desember 2001 regulator menetapkan bank wajib menyediakan total modal
sebesar 8% dari Asset Tertimbang Menurut Risiko untuk kredit.

ATMR kredit ditetapkan:

 20% untuk kredit kurang lancar


 50% untuk kredit diragukan
 100% untuk kredit macet

Misal: ATMR kredit 50% dari ATMR bank maka modal bank yang harus dialokasikan
untuk ATMR kredit adalah 4% dari total ATMR

Kecukupan modal merupakan alat kontrol bagi otoritas dan merupakan alat ukur
keamanan sebuah bank yang ingin menjadi bank papan atas. Bila ATMR sebuah bank diatas
standar yang ditetapkan berarti bank tersebut memiliki kemampuan / kinerja di atas rata rata
bank.

Apabila bank memiliki tingkat kredit bermasalah (macet) yang tinggi maka dibutuhkan
modal yang memadai untuk menyerap kemungkinan rugi yang timbul atau bank berencana
meningkatkan aktifitasnya melalui akuisisi maka diperlukan tambahan modal untuk
mendukung semuanya itu.

Adapun strategi untuk mendapatkan tambahan modal:

 Mendapatkan sumber dana dari luar; menjual saham


 Mendapatkan sumber dana dari dalam; menahan laba untuk kepentingan ekspansi
 Menjual asset dalam rangka mengurangi aset berisiko tinggi

B. Manajemen Resiko Pembiayaan


Risiko pembiayaan muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan
yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama terjadinya
risiko pembiayaan adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan
investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian
kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang
dibiayainya.

Resiko menjadi semakin terlihat manakala perekonomian mengalami krisis atau resesi.
Kelesuan ekonomi akan berdampak langsung pada menurunnya omzet penjualan perusahaan,
sehingga perusahaan akan mengalami kesulitan untuk dapat memenuhi kewajiban membayar
utang-utangnya. Demikian pula jika terjadi kenaikan tingkat bunga.

Kerugian bagi bank semakin bertambah apabila ternyata jaminan bagi pemberian kredit
tidaklah memadai atau meng-cover pinjaman yang diberikan. Bank akan mengalami kesulitan
yang berat jika ia terbelit dengan masalah kredit macet yang terlampau besar.6

Bisnis adalah suatu aktifitas yang selalu berhadapan dengan risiko dan return. Bank
syari’ah adalah salah satu unit bisnis. Dengan demikian, bank syari’ah juga akan menghadapi
risiko manajemen itu sendiri. Salah satu risiko dari manajemen bank itu sendiri adalah risiko
pembiayaan.
Risiko pembiayaan muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok,
bagi hasil, margin ataupun dari pendapatan sewa dari pembiayaan yang diberikan. Salah satu
penyebab terjadinya risiko pembiayaan adalah bank terlalu mudah memberikan pembiayaan
atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan liquiditas,
sehingga penilaian pembiayaan kurang cermat terhadap kemungkinan risiko usahanya.
6
Zainul Arifin, Dasar-dasar manajemen Bank Syariah, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2005, hal 210
Resiko ini dapat ditekan dengan cara memberikan batas wewenang keputusan
pembiayaan bagi setiap aparat pembiayaan. Berdasarkan kapasitasnya (authorize limit) dan
batas jumlah pembiayaan yang dapat diberikan pada usaha atau perusahaan tertentu
(financing line limit), serta melakukan diversifikasi.

a. Risiko Pembiayaan Murabahah


Murabahah adalah transaksi penjualan dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan yang disepakati.7 Sumber hukum murabahah :
         
  
8
            

Murobahah adalah akad yang paling dominan dalam lembaga keuangan Islam. Karena
murabahah telah terstandardisasi maka karekteristik resikonya dapat diibaratkan dengan
pembiayaan berbasis bunga. murabahah telah disetujui sebagai model pembiayaan
dibeberapa negara. Namun demikian, banyak jenis akad yang tidak disetujui oleh ulama fiqh.
Perbedaan sudut pandang ini dapat memicu risiko pihak ketiga (counterparty risk) sebagai
hasil dari tidak efektifnya sistem peradilan.
Murabahah merupakan jenis akad kontemporer. Murabahah didesain melalui
kombinasi berbagai jenis akad. Terdapat kesepakatan dari para ulama fiqh bahwa jenis akad
ini disepakati sebagai salah satu jenis jual beli tangguh, kondisi atas validitasnya didasarkan
pada adanya kenyataan bahwa lembaga keuangan khususnya bank harus memberi objek
transaksi terlebih dahulu, baru kemudian mentransfer hak kepemilikan kepada nasabah.
Pemesanan oleh nasabah bukanlah akad jual beli, namun lebih kepada sebuah janji
untuk membeli. Menurut keputusan OIC fiqh academy, sebuah janji dapat diikat oleh satu
pihak saja. Lembaga keuangan syari’ah memperlakukan janji untuk membeli sebagai sesuatu
yang mengikat nasabah. Namun ulama lain berpendapat bahwa janji tidak hanya mengikat
salah satu pihak saja, meskipun nasabah sudah memesan dam membayar atas komitmen, bisa
saja membatalkan akad tersebut.
Counterparty risk yang paling penting bagi lembaga keuangan islam khususnya bank
syari’ah pembiayaan murabahahnya muncul akibat tidak terpenuhinya karakteristik akad,
yang dapat memicu perkara peradilan.

7
Sri Nur Hayati, Akuntasnsi Syari’ah Di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2014, h. 174.
8
Q. S. An-Nisa : 29
Masalah lain dalam murobahah adalah terlambatnya pembiayaan oleh pihak ketiga,
sedangkan pihak bank tidak dapat menuntut kompensasi yang melebihi harga atas apa yang
telah disepakati, gagalnya pembayaran sesuai waktu alan mengakibatkan bank mengalami
kerugian.

b. Risiko Pembiayaan Salam


Salam berasal dari kata As Salaf artinya pendahuluan , karena pemesanan barang
menyerahkan uangya dimuka. Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual
beli, dimana barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi, dan pembeli
melakukan pembayaran dimuka, sedangkan penyerahan akan diberikan dikemudian hari.
Dalam akad salam terdapat dua counterparty risk yang sering terjadi, yaitu :
1. Counterparty risk dapat muncul dari kegagalan supply pada waktu yang telah
disepakati, atau kegagalan supply pada kualitas dan kuantitas yang sama dalam
kesepakatan. Ketika salam adalah kad untuk pembiayaan sector pertanian misalnya,
counterparty risk mungkin terjadi karena factor-faktor yang berada diluar kualitas
kredit nasabah secara noemal. Misalnya, kualitas kredit nasabah mungkin sangat
bagus, namun supply barang tidak sesuai dengan waktu yang telah disepakati karena
bencana alam.9
2. Akad salam bisa dilakukan melalui pertukaran resmi dan dapat dilakukan tanpa tempat
yang khusus. Akad ini harus tertulis antara kedua belah pihak. Dengan demikian akad
salam diakhiri dengan pengiriman secara fisik dan kepemilikan. Komoditas ini
tentunya memerlukan inventori, yang mengharuskan bank syari’ah dan lembaga
keuangan Islam untuk menanggung biaya penyimpanan dan harga risiko lainnya,
dimana biaya tersebut merupakan suatu yang unik bagi bank syari’ah atau lembaga
keuangan islam lainnya.

c. Risiko Pembiayaan Istishna’

Dalam pembiayaan istishna’, counterparty risk memiliki sifat yang spesifik dalam
lembaga keuangan islam. Dan hal yang mendominasi didalamnya adalah dari sisi suplier,
sebagaimana yang terjadi dalam akad salam. Dari pihak suplier memiliki wewenang atas atas
berjalannya kontrak secara operasional. Terlebih lagi, pihak ini yang juga menentukan wujud
tidaknya suatu counterparty risk melalui pembatalan kontrak. Selain itu, risiko kegagalan
9
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, Jakarta : Rajawali press, 2014. H. 222.
yang terjadi adalah berkaitan dengan kualitas dan waktu pengiriman. Namun, objek dari
istishna’ lebih mendapatkan kontrol dari pihak ketiga dan kurang dihadapkan pada bencana
alam jika dibandingkan dengan akad salam. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa
counterparty risk dari subkontraktor istishna walaupun besar, akan tetapi lebih rendah apabila
dibandingkan dengan akad salam.

Kemudian risiko kegagalan ( default risk ) yang muncul adalah melalui sisi pembeli,
ini yang menjadikan sifat alamiah atau dapat dikatakan kegagalan untuk membayar secara
penuh dan tepat waktu. Perihal yang demikian tidak jauh bedanya dari akad murabahah.
Pembatalan kontrak yang dilakukan nasabah serta gagal menunda waktu pengiriman, ini akan
menjadikan risiko tambahan yang harus ditanggung oleh lembaga keuangan tersebut. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa risiko-risiko ini muncul dari ketergantungan lembaga
keuangan terhadap para pengembang, kontraktor, perusahaan manufaktur, dan suplier,
kecuali apabila lembaga keuangan tersebut telah memiliki spesialisasi.10

d. Risiko Pembiayaan Mudaharabah

Kontrak mudharabah yang dijalankan oleh lembaga keuangan islam, merupakan suatu
peluang investasi yang mengandung risiko tinggi. Sebab model kontrak tersebut sarat dengan
assymetric information. Asimetrik informasi adalah kondisis yang menunjukkan sebagian
investor mempunyai informasi dan lannya tidak memilikinya. Asimetrik informasi yang
dilakukan agen dalam kontrak keuangan biasanya berbentuk moral hazard dan adverse
selection. Sadr dan Iqbal mengatakan: adverse selection terjadi pada kontrak uang ketika
ketika peminjam memiliki kualitas yang tidak baik atas kredit di luar batas ketentuan tingkat
keuntungan tertentu dan moral hazard terjadi ketika melakukan peyimpangan atau
menimbulkan risiko yang lebih besar dalam kontrak.11

Dalam kontrak mudharabah, keika proses produksi dimulai, amaka agen akam
menunjukkan etika baiknya atas tindakan yang telah disepakati bersama. Namaun, setelah
berjalan, muncul tindakan yang tidak terkedali, yaitu moral hazard dan adverse selection
(etika pengusaha yang secara melekat tidak diketahui oleh pemilik modal). Dari uraian diatas,

10
Dr. Muhammad ,M.Ag, Manajemen Bank Syariah, UPP STIM YKPN, Yogakarta, 2002, hlm 368.
Sadr, Kazem ang Zamir Iqbal. “Choice of Debt or Equity Contract and Assymetrical Information: An
11

Empirical Evidence. “Conference Ppers, Fourth International Conference on Islamic Economics and Banking
Loughborough University, UK, 2000, pp. 487-499.
terlihat bahwa masalah asimetrik informasi adalah sangat berhubungan dengan masalah
keuangan atau investasi. Terlebih lagi apabila dikaitkan dengan kontrak keuangan
mudharabah.

Hal ini juga diargumenkan bahwa mudharabah menunjukkan suatu kekuatan kontrak
untuk memilih (investasi), ketika pada awalnya agen mengontrol proyek dan menikmati hak
untuk membuat keputusan berkenaan dengan investasi dan distribusi berdasarkan arus kas.
Ini memberikan kebebasan dengan penuh kepada pengusaha atas aset, untuk dikelola sendiri
tanpa menanggung risiko kerugian yang diakibatkan karena kerugian keuangan. Dengan
kondisi yang demikian, menunjukkan bahwa pengusaha sebagai agen bebas dan dapat
betindak sendirinya. Oleh karena itu, kualitas dan karakteristik personal mudharib diharapkan
menjadi kriteria penting untuk kontrak mudharabah.12

C. Manajemen Resiko Likuiditas


Risiko antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh
tempo. Bank memiliki dua sumber utama bagi likuiditasnya, yaitu aset dan liabilitas.13

Likuiditas penting bagi bank untuk menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari,


mengatasi kebutuhan dana yang mendesak, memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman
dan memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi menarik dan
menguntungkan.

Likuiditas yang tersedia harus cukup, tidak boleh terlalu kecil sehingga menganggu
kebutuhan operasional sehari-hari, tetapi juga tidak boleh terlalu besar karena akan
menurunkan efisiensi dan berdampak pada rendahnya profitabilitas.

Pemicu utama kebangkrutan bank, baik besar maupun kecil bukan karena kerugian
yang dideritanya, melainkan ketidakmampuan bank untuk memenuhi kebutuhan
likuiditasnya. Likuiditas secara luas dapat didefiisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan dana yang sesuai. Karena ini
merupakan unsur untuk melakukan transaksi transaksi sehari-harinya, mengatasi kebututuhan
dana yang mendesak, memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan
fleksibilitas dan meraih kesempatan invesrasi yang menarik dan menguntungkan.

12
Ibid, hlm 370
13
Zainul Arifin, Dasar-dasar manajemen Bank Syariah, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2005, hal 60
Likuiditas harus cukup, tidak boleh lebih sehingga mengurangi efisiensi dan
profitabilitas dan lebih kecil atau kurang sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan nasabah
atau mengganggu operasional bank. Dan risiko ini muncul ketika bank tidak bisa memenuhi
likuiditas dengan segera, biaya yang sesuai baik untuk traansaksi sehari-hari atau untuk
memenuhi kebutuhan dana yang mendesak.Besar kecilnya risiko dipengaruhi oleh:
1. Kecermatan perencanaan arus kas (cash flow) atau arus dana (fund flow) berdasarkan
prediksi pembiayaan dan prediksi pertumuhan dana-dana. Termasuk mencermati tingkat
fluktuasi dana (volatili of funds)
2. Ketepatan mengatur struktur dana-dana termasuk kecukupan dana-dana non bagi hasil
3. Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi dana segar

D. Manajemen Resiko Operasional


Resiko operasional adalah resiko akibat kurangnya (deficiencies) sistem informasi atau
sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan. Resiko
ini mencakup kesalahan manusia (human error), kegagalan sistem, dan ketidakcukupan
prosedur dan kontrol yang akan berpengaruh pada opersional bank.

Dalam manajemen risiko ada beberapa komponen yang relevan dengan risiko
operasional yaitu sistem informasi, pengawasan internal, kesalahan manusiawi (human error),
kegagalan sistem, dan ketidakcakupan prosedur dan control.

Menurut definisi Basle Connittee, risiko operasional adalah risiko akibat darikurangnya
(deficiencies) system informasi atau system pengawasan internal yang akan mengahsilkan
kerugian tidak diharapkan. Risiko ini berkaitan dengan kesalahan manusiawi (human errori),
kegagalansistem, ketidakcukupan prosedur dan kontrol.14 Penerapan management risiko tidak
mudah. Tapi dengan metode pengolahan risiko operasional yang mapan seperti industry
penerbangan, industry petrokimia, industry militer adalah contoh eksponen15 ahli dalam
management risiko operasional. Oleh karena itu Zainul Arifin menyarankan lembaga
keuangan dapat mengadopsi model ini untuk memenuhi kebutuhannya.16

Muhammed al Faisal menyatakan khususnya bagi Bank Islam, yang sangat diperlukan
adalah: good governancee, transparancy, and accounting standard. Dan istilah yang sering
digunakan dalam manajemen risiko:
14
Dr. Muhammad M.Ag, Management Bank Syariah, Edisi revisi kedua, Yogjakarta: PT. UPPM YKPN,
2011, p: 360
15
eks·po·nen/éksponén/ badan terkemuka dalam suatu gerakan atau bidang kehidupan
16
Zaenul Arifin, Dasar-dasar Management Bank Syariah, Jakarta: Alvabeta, 2002, h: 251
1. Hazard: kondisi yang potensialmenyebabkanterjadinyakerugiandankerusakan
2. Exposure: sumber-sumber yang besar kemungkinannya diakibatkan oleh
kejadian yang sudah terjadi, lembur, atau pengulangan kejadian yang sama
3. Probability: kemungkinan bahwa suatu even akan terjadi
4. Risk: kemungkinan kerugian dari hazard, diperhitungkan dari kemungkinan dan
kehebatan kerugian selama periode tertentu
5. Risk control: tindakan yang dirancang untuk mengurangi risiko, seperti
perubahan prosedur, perbaikan fasilitas, supervise ekstra dan sebagainya.
6. Risk management: pengambilan keputusan yang rasional dalam keseluruhan
proses penanganan risiko
7. Gambling: pengambilan keputusan risiko tanpa assessment yang rasional atau
prudent atau keterlibatan manajemen risiko

Sebagai perbandingan, US Air Force menggunakan 6 tahap proses, yaitu:17

a. Mengidentifikasi hazard
Mempertimbangkan semua aspek dari situasi saat ini dan yang akan datang,
lingkungan dan masalah yang diketahui. Dan pengidentifikasian ini harus dengan
cepat dan bersama, “Pikirkanlah kesalahan yang dapat terjadi, sekecil apapun
kemungkinannya”
b. Menaksir risiko
Setelah mengidentifikasi hazard tahap berikutnya adalah menganalisis risiko yang
terkait, bagaimana dan seberapa besar. Dan ini adalah intinya, tergantung kualitas
analisis risiko dan biaya
 Apa hasil terbaik?
 Apa hasil yang paling mungkin?
 Bagaimana kemungkinannya?
c. Manganalisis kadar pengawasan risiko
Ini menggunakan matrix dengan mengkomendasikan berat ringannya beban risiko dan
kemingkinan hazard sampai tingkat lima.
1. Sangat tinggi (extremely high): kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan
operasi
2. Tinggi (high): kehilangan kemampuan untuk memenuhi persyaratan standar
operasi
17
Ibid, h: 252
3. Sedang (medium): turunnya kemampuan dalam pemenuhan persyaratan
standar operasi
4. Rendah (low): sedikit berdampak pada penyelesaian operasi
5. Sangatrendah (residual risk): risiko tersisa setelah dilakukan usaha
pengurangan risiko
d. Membuat keputusan pengawasan risiko
Hal ini harus dibuat secara dini, agar lebih mudah untuk diintegrasikan dalam operasi
daripada harus diselipkan diakhir. Dan ini harus dilakukan dengan logis dan
dikonsultasikan dengan semua unsur manajemen
e. Menerapkan pengawasan
Dalam menerapkan pengawasan harus ditemukan kebutuhan mutlak untuk
mendapatkan satu pendekatan menyeluruh terhadap risiko operasional, dan kebijakan
umum harus dipertahankan dengan ketat untuk memastikan integritas
f. Supervisi dan evaluasi
Tanggungjawab management untuk memastikan bahwa standar minimum telah diikuti
dan standar maximum dicapai semaksimal mungkin. Bila menemukan sesuatu yang
tidak direncanakan, maka program tersebut harus dihentikan dan dievaluasi. Karena
percayalah bahwa bagaimanapun proses dipilih untuk menerapkan strategi
pengelolaan risiko, dimana dibagi menjadi 3 elemen yang merupakan kunci sukses
penciptaan dan penerapannya, yaitu:18
Budaya (culture)
Apakah Pengurus (the board of director) dan management senior dari lembaga
keuangan menerima secara aktif memelihara tanggungjawab dalam manajemen risiko.
Apakah mereka sebagai tim bekerjasama secara aktif dalam mendemonstrasikan
peran tersebut
Informasi
Apakah institusi keuangan telah memformulasikan prosedur untuk memperoleh
informasi secara sentral, terkoordinasi, dan mengambil keputusan secara baik tentang
bagaimana mengelola manajemen risiko tersebut.
Tindakan
Apakah keputusan yang diambil sudah tepat dan secara meyakinkan, dan
penerapannya diawasi dengan ketat dan tertib.

18
Ibid, h: 256
Tidak ada satu pun dapat membantu menciptakan ketiga factor tersebut, hal ini harus
diputuskan atau diciptakan oleh management dari masing-masing institusi.

E. Manajemen Resiko Hukum


Resiko hukum adalah terkait dengan resiko bank yang menanggung kerugian sebagai
akibat adanya tuntutan hukum, kelemahan dalam aspek legal atau yuridis. Kelemahan ini
diakibatkan antara lain oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau
kelemahan perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat-syarat syahnya kontrak dan pengikatan
agunan yang tidak sempurna.19

Perbedaan akad atau kontrak keuangan memunculkan resiko proses dikumentasi dan
pelaksanaan hukum. Belum adanya syandarisasi kontrak dan tidak adanya system peradilan
untuk menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan pelaksanaan kontrak akan
meningkatkan resiko hukum.20

F. Manajemen Resiko Reputasi


Resiko reputasi adalah resiko yang timbul akibat adanya publikasi negatif yang terkait
dengan kegiatan usaha bank atau karena adanya persepsi negatif terhadap bank. Hal-hal yang
sangat berpengaruh pada reputasi bank antara lain adalah; manajemen, pelayanan, ketaatan
pada aturan, kompetensi, fraud dan sebagainya21

G. Manajemen Resiko Strategis

risiko yang timbul karena adanya penetapan dan pelaksanaan strategi usaha bank yang
tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank
terhadap perubahan-perubahan eksternal. Indikasi dari risiko strategis ini dapat dilihat dari
kegagalan bank dalam mencapai target bisnis yang telah ditetapkan.

H. Manajemen Resiko Kepatuhan

19
Hendro Wibowo, MAnajemen Resiko Bank Syariah, http://hndwibowo.blogspot.com/2008/06/manajemen
resiko bank syariah.html, dikutip pada 24/05/2012
20
http://www.blogspot.com//Manajemen resiko perbankan syariah,ppt/dikutip pada 24/05/2012
21
Rahmani Timorita Yulianti, MAnajemen Resiko Perbankan Syariah, http://master-islamic.ac.id, dikutip pada
24/05/2012
Adalah: risiko yang timbul akibat tidak dipatuhinya atau tidak dilaksanakannya
peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku atau yang telah ditetapkan baik
ketentuan internal maupun eksternal.
Ketentuan intern berkaitan dengan aturan-aturan tertentu yang merupakan kebijakan
yang ditetapkan manajemen, sedangkan ketentuan eksternal adalah ketentuan yang ditetapkan
pemerintah, Otoritas Moneter (Bank Indonesia) dan Dewan Syariah Nasional Mui.
Kajian Bank Indonesia (2003) menyimpulkan di samping risiko perbankan secara
umum perbankan syariah memiliki keunikan dalam hal:
1) Potensi adanya risiko investasi
2) Risiko likuiditas yang spesifik terkait dengan perbedaan return
3) Market risk yang spesifik dari perubahan harga persediaan
4) Legal risk yang spesifik terkait dengan transaksi menggunakan prinsip syariah
5) Risioko reputasi yang dikaitkan juga dengan pemenuhan prinsip syariah dalam
operasional bank

PENUTUP

Kata risiko berasal dari bahasa inggris “risk”, yang artinya berarti ketidakpastian dari
pada kerugian (uncertainly of loss). Resiko sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang
dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan.

Adapun manajemen resiko dalam bank syariah meliputi :


A. Manajemen resiko modal (Capital risk)
B. Manajemen resiko pembiayaan
C. Manajemen resiko likuiditas
D. Manajemen resiko operasional
E. Manajemen resiko hukum ( legal risk)
F. Manajemen resiko reputasi
G. Manajemen resiko strategis
H. Manajemen resiko kepatuhan

DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qur’an Al-Karim
2. Kountur Ronny, Manajemen Resiko Operasional: Memahami Cara Mengelola Resiko
Operasional Perusahaan, PPM, Jakarta, 2004
3. Hamdan Umar & Wijaya Andi, Analisis Komperatif Resiko Keuangan BPR
Konvensional dan BPR Syariah, Jurnal MAnajemen & bisnis Sriwijaya Vol. 4, No. 7
Juni 2006
4. Yulianti Rahmani Timorita, MAnajemen Resiko Perbankan Syariah, http://master-
islamic.ac.id, dikutip pada 24/05/2012
5. Muhammad, manajemen Bank Syariah, Unit Penerbit dan Percetakan (UPP),
Yogyakarta, 2005
6. Arifin Zainul, Dasar-dasar manajemen Bank Syariah, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2005

7. Hayati Sri Nur, Akuntasnsi Syari’ah Di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2014

8. Sadr, Kazem ang Zamir Iqbal. “Choice of Debt or Equity Contract and Assymetrical
Information: An Empirical Evidence. “Conference Ppers, Fourth International
Conference on Islamic Economics and Banking Loughborough University, UK, 2000

9. Wibowo Hendro, MAnajemen Resiko Bank Syariah,


http://hndwibowo.blogspot.com/2008/06/manajemen resiko bank syariah.html, dikutip
pada 24/05/2012
10. http://www.blogspot.com//Manajemen resiko perbankan syariah,ppt/dikutip pada
24/05/2012

Anda mungkin juga menyukai