Disusun Oleh:
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Sholawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, serta kepada keluarga,sahabat,
kerabat beliau sekalian.Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan kami semua kekuatan dan kelancaran dalam menyelesaikan makalah
mata kuliah Agama Islam yang berjudul “Fiqih dan Permasalahan Kontemporer” dapat
selesai sesuai waktu yang telah kami rencanakan. Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari
berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan moril, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
teman saya Yang mana telah memberikan dukungan, bantuan, beserta dorongan semangat
agar makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna tapi penulis tentunya bertujuan untuk
menjelaskan atau memaparkan point-point di makalah ini, sesuai dengan pengetahuan
yang kami peroleh, baik dari buku maupun sumber sumber yang lain. Semoga semuanya
memberikan manfaat bagi kita. Bila ada kesalahan tulisan atau kata-kata didalam makalah ini,
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................2
BAB I PEMBAHASAN..............................................................................3
BAB II PENUTUP......................................................................................9
A. Kesimpulan......................................................................................10
B. Saran................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................12
BAB I
PEMBAHASAN
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ikhtilaf ini diartikan
sebagai perbedaan pendapat atau perselisihan pikiran.1 Sedangkan secara terminologi,
ikhtilaf adalah perbedaan yang terjadi di kalangan para ulama (mujtahid) dalam
memahami sebuah teks syariat (al-Qur’an dan al-Hadits), demi mengafirmasi
kebenaran.2
Di antara sebab mengapa suatu perkara bisa menjadi masalah yang tidak
disepakati hukumnya antara lain:
1. Berbeda pengertian dalam mengartikan kata. Adanya teks yang berbeda satu
dengan lainnya secara zahirnya. Sehingga membutuhkan jalan keluar yang bisa
cocok untuk keduanya. Di titik inilah para ulama terkadang berbeda dalam
mengambil jalan keluar. Ini merupakan bahasan yang luas, terjadi karena adanya
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 574.
2
Terdapat beberapa definisi tentang ikhtilaf yang disampaikan oleh para ulama. Menurut Thaha Jabir, ikhtilaf
berarti kecenderungan seseorang terhadap suatu sikap atau pendapat tertentu. Lihat Thaha Jabir Fayyadh
al-‘Alwani, Adâb al-Ikhtilâf fî al-Islâm, (Jazair: Dâr al-S}ihâb, 1985), 23. Menurut Muhammad ‘Abd al-Ra’uf
Al-Manawi, ikhtilaf berarti sikap atau pendapat yang diambil oleh seseorang yang berbeda dari sebelumnya.
Lihat Muhammad ‘Abd al-Ra’uf al-Manawi, al-Taufîq ‘alâ Muhimmât al-Ta‘ârîf: Mu‘jam Lughawî
Mus}t}alâhiy, (Beirut: Dâr al-Fikr al-Mu‘âs}ir, Cetakan I, 1990), 322. Begitu juga alJurjani, menurutnya ikhtilaf
berarti perbedaan yang terjadi di antara dua orang untuk mengafirmasi suatu kebenaran dan menegasikan
kesalahan. Lihat ‘Ali bin Muhammad al-Jurjani, al-Ta‘rîfât, (Beirut: Dâr al-Kitâb al-Lubnâniy, 1991), 113.
kata-kata yang jarang digunakan, dan kata-kata yang mempunyai arti lebih dari
satu. Juga adanya kiasan (majâz) di samping pengertian hakiki (h}aqîqah) dan
perbedaan huruf mengenai arti kata yang digunakan.
2. Adanya perbedaan penilaian derajat suatu hadis di kalangan ahli hadis. Di mana
seorang ahli hadis menilai suatu hadis sahîh , namun ahli hadis lainnya menilainya
tidak sahîh. Sehingga ketika ditarik kesimpulan hukumnya, sangat bergantung dari
perbedaan ahli hadis dalam menilainya.3
3. Saling berlawanan dalil mengenai suatu kaidah. Sebagaimana ulama ada yang
menerima dalil mengenai suatu kaidah, sebagian lain menolaknya. Maka,
kemudian timbul perbedaan di antara ulama dalam menetapkan mana ayat yang
berlaku
4.
mujmal dan mana yang berlaku muqayyad. Juga dalam menetapkan mana yang
bersifat umum (‘âm) dan mana yang bersifat khusus (khâs).4
Meski demikian, ikhtilaf tidak boleh terjadi dalam semua lingkup. Ia hanya
boleh terjadi pada lingkup yang dibenarkan oleh syariat. Pada hakikatnya, ruang
lingkup ikhtilaf ialah segala hal yang berada dalam ranah ijtihad di dalam Islam.
Menurut al-Ghazali, ranah ijtihad adalah semua permasalahan yang membutuhkan
hokum, namun tidak ada dalil qat}‘i-nya. Tidak jauh berbeda dengan alGhazali, al-
Amidi mengatakan, ranah ijtihad adalah semua hukum Islam yang dalilnya zanniy
(asumtif/belum pasti), sehingga tidak boleh ada ijtihad dalam hal-hal yang pasti.
3
M. Yusuf Amin Nugroho, Fiqh Ikhtilaf NU-Muhammadiyah, (Wonosobo: E-book, 2012), 14-15.
4
‘Abd al-Wahab Abd al-Salam Thawilah, Atsaru al-Lughah fî Ikhtilâf al-Mujtahidîn, (Dâr al-Salâm, 1414 H),
67.
5
‘Abd al-Wahab Khallaf menyatakan bahwa hanya ada enam metode istinbât hukum yang tidak disepakati:
istihsân, masalahah mursalah, istishab, ‘urf, madhhab sahâbiy, dan syar‘ man qablanâ. Lihat ‘Abd al-Wahab
Khallaf, Usûl Fiqh al-Islâmiy , (Mesir: Maktabah al-Da’wah al-Islâmiyyah, T.Th.), 21. Sedangkan bagi
Wahbah al-Zuhaili ada tujuh, dengan menambah satu di antara enam yang disebutkan sebelumnya: saddu al-
dharî‘ah. Lihat Wahbah al-Zuhaili, Ushûl al-Fiqh al-Islâmiy, Juz I, (Damaskus: Dâr al-Fikr, Cetakan I, 1986),
417.
B. Perbedaan Pendapat Adalah Kekayaan Dan Pada Masalah Furui’yah
Adalah Kemestian
Maka, upaya untuk memperkuat persatuan umat Islam harus dimulai dengan
menyadari sebuah kenyataan akan perbedaanperbedaan masalah furû‘. Dengan
menyadari hal ini, dapat diambil sikap yang tepat dan benar dalam merespons
perbedaan-perbedaan masalah furû‘.
“Di antara hal yang seringkali menyeret orang ke dalam kancah perselisihan
dan menjauhkannya dari persatuan ialah kekosongan jiwa mereka dari cita-cita dan
6
Yusuf al-Qaradhawi, al-S}ahwah al-Islâmiyyah bayna al-Ikhtilâf al-Masyrû‘ wa alTafarruq al-Mazmûm, (Kairo:
Dâr al-Syurûq, 1990), 69.
7
Ibid., 82-83.
persoalan-persoalan besar. Bila jiwa kosong dari cita-cita dan persoalan-persoalan
besar, terjadilah pertarungan dalam mempertentangkan masalah-masalah kecil.”8
8
Ibid., hal. 91.
9
Ibid., 91.
Keengganan Nabi tersebut cukup beralasan, karena proteksi yang dilakukan terhadap
pasar tanpa ada kepentingan apapun adalah perbuatan aniaya (kezaliman).
10
Persoalan-persoalan baru yang dikemukakan oleh Yusuf Qardhawi dapat dilihat dalam bukunya Fatwa-fatwa
Kontemporer, yang merupakan kumpulan pertanyaan yang diajukan masyarakat. Baik yang terekam dalam kaset
maupun yang sudah dalam bentuk tulisan, selain itu persoalan baru itu juga dapat dilihat sebagian dalam buku
Halal Haram dalam Islam.
11
Kasus ini berbeda dengan kasus pertama, dimana kasus kedua ini keadaan penderita sudah dalam keadaan
koma dan penderita terserang oleh penyakit otak atau nagian kepala. Dan ia dapat hidup dengan bantuan alat
pernapasan dan dokter berkeyakinan penyakit itu tidak dapat disembuhkan. Jadi, disini persoalan tidak
tergantung orang lain tetapi karena kondisi pasien itu sendiri.
itu tidak termasuk dalam kategori khamar atau “Memabukkan” maka ia tetap
haram, dari segi “melemahkan” (menjadikan seseorang menjadi loyo). 12 Yuusf
Qardhawi
Mengutip hadis riwayat Abu Daud, di mana hadis tersebut bertujuan untuk
mengharamkan segala sesuatu yang menjadikan tubuh menjadi loyo, sedangkan
narkotik dapat membuat sesorang menjadi loyo, maka dengan sendirinya bila
dirangkaikan antara yang memabukkan, maka semakin jelas keharamannya. Ketiga,
kalaupun benda-benda itu (narkotik) tidak termasuk dalam kategori memabukkan atau
melemahkan, Yusuf Qardhawi paling tidak ia termasuk jenis “Khabaits” (sesuatu
yang buruk) dan membahayakan. Sedangkan salah satu ketetapan syara’ adalah Islam
mengharamkan memakan sesuatu yang buruk dan membahayakan.13
Di samping alasan tersebut di atas realitas yang terjadi di seluruh negara di
dunia memerangi narkotik dan menjatuhkan hukuman yang berat kepada pengguna
dan pengedarnya. Serta ditambah lagi narkotik itu menyebabkan sesorang kecanduan
dan memiliki sifat ketergantungan yang sulit untuk ditinggalkan oleh pengidapnya.
Hukuman itu memang tepat dan benar diberikan karena pada hakekatnya pada
pengedar itu ingin membunuh manusia secara perlahan-lahan. Oleh karena itu
menurut Yusuf Qardhawi mereka lebih layak mendapat hukum qishash dibandingkan
dengan orang yang hanya membunuh seorang atau dua orang.14 Selain itu menurut
Yusuf Qardhawi orang-orang yang menggunakan kekayaan dan jabatannya untuk
membantu orang yang terlibat narkotik termasuk orang yang merusak dan memerangi
Allah secara tidak langsung. Bahkan kenyataannya kejahatan dan kerusakan
diakibatkan oleh tindakan mereka melebihi perampok dan penyamun dan sangat wajar
kalau mereka dijatuhi hukum seperti perampok dan penyamun.
Titik tolak formulasi fiqh kontemporer Yusuf Qardhawi adalah bertumpu pada
landaan Rabbani yang kuat, sebagai konsekwensi keyakinan atas Islam sebagai ajaran
universal. Wujud konkrit dari formulasi fiqh dalam menangani berbagai problema
kehidupan kekinian, kaum muslimin harus mampu berinteraksi dengan Islam sebagai
sumber ajaran dan mengembalikan formulasinya sebagai sumber ajaran dan
mengembalikan formulasi fiqhnya, Yusuf Qardhawi mencari setiap akar teologis
sebagai pijakan bagi persoalanpersoalan modern termasuk dalam formulasi fiqhnya.
12
Lihat, Sunan Abu Daud, nomor 3686
13
Sesuatu yang membahayakan seperti dikutip oleh Yusuf Qardhawi ayat al-Qur’an Surat al-A’raf ayat. 157 dan
al-Baqarah 195 serta hadis riwayat Ahmad dan Ibnu Majah
14
Mengenai hukum qishash ini dapat dilihat dalam surat alBaqarah ayat 179.
Yusuf Qardhawi berhasil membongkar situasi dan kondisi keterpisahan dunia
pemikiran dan dunia realitas dengan melakukan dan membuat formulasi fiqh yang
moderat sebagaimana yang selalu ia dengungkan dalam setiap kesempatan. Ia ingin
melakukan pemahaman terhadap kehidupan nyata dengan berbagai sebab yang,
Rumusan formulasi fiqh Yusuf Qardhawi, yang pada dasarnya berisi upaya
merumuskan prinsip realitas dalam penerapan fiqh kontemporer, bukanlah merupakan
pemikiran yusuf Qardhawi yang semata-mata baru. Namun setidak-tidaknya Yusuf
Qardhawi telah berusaha untuk mengembangkan prinsip yang dianut oleh ulama
klasik seperti ulama mazhab empat serta konsep yang dikembangkan oleh al-Syatibi.
Walaupun dalam operasionalnya yang tetap memiliki inovasi-inovasi dalam
penerapan prinsip realitas. Hal ini sangat dimungkinkan, karen a Qardhawi memiliki
kemampuan pemahaman dan komitmen yang kuat terhadap prinsip-prinsip al-Qur’an
dan Sunnah Rasulullah s.a.w sebagai sumber hukum Islam.
dibahas dan muncul pada zaman klasik, sangat memelukan penyelesaian dan
langkah-langkah praktis untuk penyelesainnya dengan tetap menerapkan prinsip-
prinsip metodologi yang dianutnya. Moderat-moderat yang dikmbangkan Yusuf
Qardhawi tidak lain adalah untuk menghimpun dan memadukan seluruh potensi serta
merangkai Informasi- informasinya untuk menuju suatu sasaran tertentu, sehingga
menjadi efektif dan fungsional bagi pembaharuan, kreatifitas dan penciptaan fiqh
kontemporer.
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Teks Al-Qur’an tentunya tidak mengalai perubahan, tetapi pemahaman
dan penerapannya dapat disesuaikan dengan konteks perkembangan
zaman.Karena perubanhan sosial merupakan suatu proses kemasyarakatan yang
berjalan secara terus menerus, maka perubahan penerapan dan pemahaman ajaran
islam juga harus bersifat kontinu sepanjang zaman. Dengan demikian islam akan
tetap relevan dan aktual, serta mampu menjawab tantangan modernitas.
Ruang lingkup fiqh kontemporer meliputi aspek hukum keluarg, aspek
ekonomi, aspek pidana, aspek kewanitaan, aspek medis, aspek teknologi,
aspek politik (kenegaraan), dan aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah.
Sifat dinamis dan terbuka terhadap perubahan ini sebagai konsekuensi logis
daritugas fiqh, yang harus selalu berusaha menyelaraskan problema kemanusiaan
yang terus berkembang dengan pesat dan akseleratif dengan dua sumber rujukan
utamanya yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Kompleksitas persoalan-persolan baru yang muncul di masa kini tentunya
akan membutuhkan pemecahan masalah berdasarkan nilai-nilai agama. Di sinilah
letak betapa pentingnya rumusan ideal moral maupun formal dari fiqh
kontemporer tersebut
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang maka
lah di atasdengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Thowilah, Abd al-Wahab Abd al-Salam. 1414 H. Atsâr al-Lughah fî Ikhtilâf al-Mujtahidîn.
Dâr al-Salâm.
Khallaf, ‘Abd al-Wahab. T.Th. Us}ûl al-Fiqh al-Islâmiy. Mesir: Maktabah al-Da‘wah al-
Islâmiyyah.