Anda di halaman 1dari 31

MANAJEMEN RISIKO K3

DALAM KEPERAWATAN
Della ramadhani (1811312042) Nada Dwi Ranita (1911311043) Fuja Rahimna (1911311001)
Rere jessica (1911311046) Nina Nisrina Zahro (1911311004) Nesya Dwiana Noferly (1911311049)
Febrina Nurul Aini (1911311007) Ilna Armenia Putri (1911312001) Pebryanti Putri Yamani (1911311010)
Zahratul 'Alini (1911312004) Dea Anggun Safitri (1911311016) Meri Febriyanti (1911312007)
Dhea Irma Putri (1911311019) Rahmi Vidya (1911312010) Tazkia Alyaa (1911311022)
Sonia Enjelina Silaban (1911312013) Tazkya Cahaya Ramadhani (1911311025) Annisa Listyanti (1911312016)
Nerianti (1911311028) Rahmatul Husna (1911312019) Vina Panduwinata (1911311031)
Yolanda Nadisti (1911312022) Sarah Assyifa Candera (1911311040) Rania Nurazizah (1911312025)
PERAN MANAJEMEN RISIKO
DALAM KESELAMATAN
PASIEN
Keselamatan pasien menurut Permenkes RI No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
adalah sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Manajemen Risiko merupakan suatu bentuk tata kelola manajemen yang rancang untuk
membantu setiap aktivitas pelayanan kesehatan, maka sudah menjadi kewajiban bagi rumah
sakit untuk dapat menerapkan penerapan manajemen risiko, dan merupakan aturan wajib yang
sudah diatur dalam Undang-undang tentang rumah sakit.
Terdapat peran dalam pengaturan manajemen risiko dan keselamatan pasien di Rumah
Sakit, salah satunya adalah peran serta dari tenaga kesehatan yang bekerja di ruangan perawatan
yang tugasnya keterlibatan dalam menjalankan fungsinya sebagai satuan perangkat fungsional
yang membidangi bidang pelayanan keperawatan pasien rawat inap, sebab tugas tersebut
merupakan peran yang besar dalam pengawasan keselamatan pasien di ruangan perawatan.

 Tujuan manajemen risiko secara umum yaitu untuk mengurangi risiko dan mencegah risiko.

1. Cegah cedera pada Pasien, Pengunjung, Karyawan & Properti Secara berkesinambungan
2. Proteksi Terhadap Aset Finansial RS
3. Proteksi terhadap Reputasi RS
 Manfaat Manajemen Risiko

1. Pengendalian timbulnya adverse event.


2. Meningkatkan perilaku untuk mencari peluang perbaikan sebelum suatu masalah terjadi.
3. Meningkatkan perencanaan, kinerja, dan efektivitas.
4. Efisiensi.
5. Mempererat hubungan stakeholders.
6. Meningkatkan tersedianya informasi yang akurat untuk pengambilan keputusan.
7. Memperbaiki citra.
8. Proteksi terhadap tuntutan.
9. Akuntabilitas, jaminan, dan governance.
10. Meningkatkan personal health and well being.
PENTINGNYA MANAJEMEN
RISIKO K3 DALAM
KEPERAWATAN
 Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi risiko dari setiap kegiatan yang
mengandung bahaya.
 Menekan biaya untuk penanggulangan kejadian yang tidak diinginkan.
 Menimbulkan rasa aman dikalangan pemegang saham mengenaikelangsungan dan keamanan
investasinya.
 Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai risiko operasi bagi setiapunsur dalam
organisasi/perusahaan.
 Memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku.
Tujuan utama dari manajemen risiko adalah melakukan pengkajian dan mencari pemecahan
masalah terhadap masalah potensial sebelum masalah itu benar benar terjadi, misalnya luka.
Walaupun demikian, keberhasilan manajemen risiko akan sangat tergantung pada perawat dan
para profesi kesehatan lainnya.Hal ini disebabkan karena merekalah yang melakukan kegiatan
dan bertanggungjawab secara profesional melalui pembuatan dokumentasi tentang semua
aktivitas aktivitas dan hasil observasinya.
Pencatatan yang tepat dan benar dapat menghasilkan dokumen yangmenggambarkan situasi
situasi risiko tinggi, yang meliputi kejadian-kejadian yangtidak diharapkan untuk terjadi
maupun praktek-praktek lainnya yang menjaminkeselamatan dan kesehatan pasien. Selain itu
pencatatan yang layak dapat memberikan perlindungan baik kepada pasien institusi
penyelenggara pelayanan kesehatan.
PROSES MANAJEMEN
RISIKO
Langkah 1 : Menetapkan konteks
Konteks merupakan dasar/pijakan bagi proses manajemen risiko selanjutnya. Indikator yang bisa dijadikan
dasar penilaian di area keperawatan kritis antara lain :
 Adanya konteks manajemen risiko pada area kritis.

Contoh : Dengan data banyaknya kejadian VAP (Ventilator Associated Pneumonia) di area kritis, maka
perlu dibuat protab untuk menekan angka kejadian VAP bagi pasien yang terpasang ventilator.
 Adanya risk kriteria pada area kritis.

Contoh : dengan membuat peta 10 besar penyakit yang sering dirawat di area keperawatan kritis.
 Adanya peta risiko korporat di area kepereawatan kritis (gunakan pendekatan masukan, proses,
keluaran).
Contoh : ada laporan tentang kondisi pasien mulai dari masuk ruangan, proses perawatan, sampai akhir
proses perawatan dan pasien meninggalkan ruangan tersebut
Langkah 2 : Identifikasi bahaya
Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan kritis antara lain :
 Adanya risiko K3 pada area keperawatan kritis.

Contoh : jika suatu rumah sakit belum memiliki oksigen sentral, maka perlu diantisipasi adanya
tabung oksigen yang jatuh dan bisa menimpa pasien.
 Adanya registrasi risiko yang ada pada area keperawatan kritis

Risk register mencatat semua sumber bahaya, lokasi, tingkat risiko dan rencana
pengendaliannya. Contoh : pada kasus VAP, sumber bahaya bisa dari pemakaian ventilator
dalam jangka waktu lama, petugas kesehatan yang tidak melakukan prosedur cuci tangan saat
dan setelah melakukan intervensi ke pasien, serta aktivitas lain yang bisa menjadi faktor risiko
VAP, serta rencana pengendaliannya harus dicatat dan perlu dijadikan suatu protab yang harus
dipatuhi oleh seluruh tenaga kesehatan yang ada pada area keperawatan kritis.
Langkah 3 : Penilaian risiko
Penilaian risiko merupakan proses menganalisa tingkat risiko, pertimbangan tingkat bahaya, dan
mengevaluasi apakah sumber bahaya dapat dikendalikan atau tidak, dengan memperhitungkan segala
kemungkinan yang terjadi. Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan kritis
antara lain :
 Adanya penilaian risiko untuk setiap bahaya yang ada.
 Terdapat risk matrix.

Untuk mengidetifikasi potensi kerugian gunakan tabel matriks kualitatif. Menentukan Nilai
probabilitas kerugian menggunakan 3 kategori : Critical, Very Serious and Less Serious. Analisa
matrik grading risiko (KKP-RS, 2008) : Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa
kualitatif untuk menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan probabilitasnya.
 Dampak (Consequences) : Penilaian dampak/akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat
yang dialami pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal.
 Probabilitas (Frekuensi /Likelihood): Penilaian tingkat probabilitas/frekuensi risiko adalah
seberapa seringnya insiden tersebut terjadi.
 Adanya risk profile atau risk mapping : Misalnya di ruang ICU harus ada pemetaan jenis kuman
yang berkembang.
Langkah 4 : Analisa risiko
Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan kritis antara lain adanya analisa
secara kualitatif atau kuantitatif terhadap setiap risiko di area keperawatan kritis.
Langkah 5 : Pengendalian risiko
Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan kritis, yaitu adanya langkah
pengendalian sampai risiko mencapai batas yang dapat diterima. Langkah pengendalian risiko
merupakan eliminasi bahaya dengan desain dan metode penilaian resiko yang sesuai. Semua risiko
harus dikurangi ke arah tingkat As Low As Reasonable Practical (ALARP).
Berikut ini langkah pengendalian risiko yang bisa diterapkan dalam area keperawatan kritis :
1. Pencegahan pada sumbernya. Misalnya : pada kasus VAP, angka kejadian VAP bisa ditekan
dengan melakukan tindakan pencegahan terhadap semua faktor risiko yang bisa menyebabkan
VAP, diantaranya : membuat protab cuci tangan yang benar, teknik suctioning yang tepat, dll.
2. Proteksi akibat dari bahaya.
3. Tanggap darurat.
4. Belajar dari kasus sebelumnya
Langkah 6 : Komunikasi risiko
Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan kritis antara lain :
 Adanya pola komunikasi semua risiko kepada pihak terkait.
 Adanya media untuk menyebarkan hasil ke seluruh pihak terkait dengan kegiatan

Langkah 7 : Dokumentasi manajemen risiko


Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan kritis antara lain :
 Adanya dokumen semua program manajemen risiko. Misalnya : adanya pelaporan untuk setiap angka
kejadian VAP.
 Adanya dokumen hasil identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian yang dilakukan.

Langkah 8 : Implementasi manajemen risiko


Contoh program yang bisa dilakukan di area keperawatan kritis antara lain :
 Implementasikan semua hasil pengendalian risiko dalam setiap tahapan aktivitas.
 Adanya program pengendalian risiko dalam rencana kerja
HIRARKI PENGENDALIAN
RISIKO
Pada kegiatan pengkajian risiko (risk assesment), hirarki pengendalian (hierarchy of
control) merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan. Pemilihan hirarki pengendalian
memberikan manfaat secara efektifitas dan efisiensi sehingga risiko menurun dan menjadi risiko
yang bisa diterima (acceptable risk) bagi suatu organisasi.
Pada ANSI Z10: 2005, hierarki pengendalian dalam sistem manajemen keselamatan,kesehatan
kerja antara lain :
 Eliminasi : Hierarki teratas yaitu eliminasi/ menghilangkan bahaya dilakukan pada saat desain,
tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan
suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya merupakan metode
yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan perilaku pekerja dalam menghindari
risiko, namun demikian, penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan
ekonomis.
 Substitusi : Metide pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun
peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini
menurunkan bahaya dan risiko minimal melalui desain sistem ataupun desain ulang.
 Pengendalian teknik ( engineering control): Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk
memisahkan bahaya dengan pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia.
Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan.
 Pengendalian administratif (administrative control): Kontrol administratif ditujukan
pengendalian dari sisi orang yang akan melakukan pekerjaan, dengan dikendalikan metode
ketja diharapkan orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk
menyelesaikan pekerjaan secara aman. Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan,
adanya standar operasi baku (SOP) , pelatihan, pengawasan, modifikasi perilaku, jadwal kerja,
rotasi kerja, pemeliharaan, manajeman perubahan, jadwal istirahat, investigasi dll.
 Alat pelindung diri (personal protective equipment)

Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan hal yang paling tidak efektif dalam
pengendalian bahaya dan APD hanya berfungsi untuk mengurangi risiko dari dampak. Karena
sifatnya hanya mengurangi, perlu dihindari ketergantungan hanya mengandalkan alat pelindung
diri dalam menyelesaikan setiap pekerjaan.
Alat pelindung diri Mandatory adalah anta lain : Topi keselamatan(helmet), kacamata
keselamatan, masker, sarung tangan, earplug, pakaian(uniform) dan sepatu keselamatan. Dan
APD yang lain yang dibutuhkan untuk kondisi khusus, yang membutuhkan perlindungan lebih
misalnya : faceshield, respirator, SCBA( self content breathing aparatus), dll.
MANAJEMEN RISIKO K3 DI
DALAM GEDUNG
Untuk mewujudkan pelaksanaan dari rencana program K3 harus adanya upaya-upaya dalam
tindakan pada proses pelaksanaan yang berkelanjutan (Khurnia,2012). Upaya-upaya tersebut
seperti :

 Alat Pelindung Diri (APD)

Mempersiapkan peralatan/alat pelindung diri guna mengurangi cideradan mencegah timbulnya


penyakit akibat kerja.2.
 Peralatan K3

Atas dasar memperhitungkan kekuatan dari metode kerja dankebutuhan peralatan yang akan
digunakan untuk mencegah terjadinyakecelakaan agar dipersiapkan.
 Peninjauan ulang kontrak

Pemilihan saat menerima atau membeli barang dan jasa, mitra kerja perusahaan harus terjamin
dalam artian memenuhi persyaratan K3 agardipastikan pada saat menggunakan barang dan jasa
dapat dijelaskan kepadasemua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut
mengenairisiko-risiko kecelakaan kerja yang dapat terjadi .
 Komunikasi K3

Komunikasi lewat dua arah yang efektif dan pelaporan secara rutinmerupakan sumber penting
pelaksanaan K3, semua kegiatan ini harusdidokumentasikan, prosedur yang ada harus dapat
menjamin pemenuhankebutuhan tersebut seperti hasil pelaksanaan K3.
 Training & Pelatihan

Organisasi harus menyediakan Sumber Daya Manusia (SDM), saranadan dana yang memadai
untuk menjamin pelaksanaan K3 sesuai dengan persyaratan sistem K3 yang ditetapkan. Dalam
memenuhi ketentuan tersebut,organisasi harus membuat prosedur.
 Inspeksi dan Perbaikan K3

Personel yang terlibat mempunyai kompetensi cukup pengalaman,catatan, rekaman hasil


inspeksi, pengujian, dan pemantauan dipelihara dantersedia dengan baik bagi tenaga kerja,
kontraktor yang terkait danmanajemen.
 Prosedur Pemeriksaan

Pemeriksaan yang bersifat inspeksi dapat dilaksanakan secara harian (daily), mingguan
(weekly), bulanan (monthly), yang harus dijalankan secaratetap dan kontinyu untuk
mempertahankan hasil yang telah dicapai.
 Tindakan Perbaikan

Tindakan perbaikan lebih ditujukan dan bersifat memperbaiki keadaansituasi terhadap bahaya
yang akan timbul. Tindakan perbaikan yang dilaksanakan dilapangan secara umum menjadi
tanggung jawab pimpinan unitkerjanya, dan perbaikan dapat dilakukan dengan temuan
menyimpang dariketentuan/strandar yang ditentukan dalam sasaran dan program Kerja K3
 Prosedur Pengendalian

Pengendalian disini maksudnya adalah untuk memantau danmengukur pencapaian kinerja K3,
yang meliputi proses K3 didasarkan denganadanya kinerja masing-masing proses kegiatan dan
sasaran.
 Pengendalian Administratif

Prosedur dan instruksi kerja yang dibuat harus mempertimbangkansegala aspek K3 pada setiap
tahapan, rancangan tinjauan ulang prosedur daninstruksi kerja harus dibuat oleh personel yang
mempunyai kompetensi kerjadengan melibatkan pelaksana yang terkait.
 Fasilitas Kesehatan dan Testing Perobatan

Diperlukan pengaturan terhadap Rumah Sakit terdekat dan Dokteruntuk membantu bila terjadi
kecelakaan setelah dilakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) di lapangan, seperti
halnya menetapkan danmenyiapkan peralatan P3K sendiri .
MANAJEMEN RISIKO K3 DI
LUAR GEDUNG
 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga dan dikehendaki yang mengacaukan
proses yang telah diatur dari suatu aktifitas dan dapat menimbulkan kerugian bagi korban
manusia dan atau harta benda (Depnaker,1999:4).
 Macam macam kecelakaan kerja

1. Berdasarkan selang waktu akibat:


 Kecelakaan langsung: Kecelakaan yang terjadi berakibat langsung/terdeteksi, contohnya
korban manusia, mesin yang rusak atau kegagalan produksi.
 Kecelakaan tak langsung : Kecelakaan yang terdeteksi setelah selang waktu dari kejadian,
contohnya mesin cepat rusak, lingkungan tercemar.
2. Berdasarkan korban :
 Kecelakaan dengan korban manusia
 Kecelakaan ringan Kecelakaan ringan biasanya diobati dengan persediaan PPPK atau paling
jauh dibawa ke Poliklinik.
 Kecelakaan sedang
 Korban biasanya dibawa ke Poliklinik setelah itu jika perlu diberiwaktu untuk istirahat.
 Kecelakaan berat
 Korban dibawa ke Rumah Sakit yang telah bekerja sama dan paling dekat dengan perusahaan.
 Kecelakaan tanpa korban manusia. Kecelakaan tanpa korban manusia diukur dengan
berdasarkan besar kecilnya kerugian material, kekacauan organisasi kerja maupun dampak
dampak yang diakibatkannya.
 Faktor Terjadinya Kecelakaan Kerja

Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia. Kecelakaan
kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni:
 Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan (PAK)

 Terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (PAHK)

 Dampak Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi pekerja dan kontraktor. Dampak bagi
pekerja antara lain:
 Cedera fatal

 Meninggal

 Cedera (major injury)

 Patah tulang

 Amputasi

 Kehilangan penglihatan

 Cedera lainnya yang orang tersebut dirawat di RS lebih dari 24 jam.


 Penyakit
 Mata
 Kepala
 Otak dan sistem saraf
 Telinga
 Hidung dan tenggorakan
 Dada dan paru-paru
 Otot dan punggung
 Hati
 Ginjal dan kantong kemih
 Sistem reproduksi
 Kulit
 Bagi pekerja yang mengalami cedera fatal maupun cedera (major injury), wajib melaporkan
hal tersebut kepada atasan mereka. Begitu pula halnya bagi pekerja yang terkena penyakit
akibat kerja dan dirawat di rumah sakit lebih dari 24 jam hal ini dapat digolongkan juga
sebagai major injury.
 Sedangkan bagi kontraktor, kecelakaan yang terjadi dapat menimbulkan kerugian berupa biaya
langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung tersebut terdiri dari premi asuransi
kecelakaan, tunjangan karyawan, biaya melatih karyawan baru, biaya perbaikan peralatan
yang rusak akibat kecelakaan.
 Pencegahan Kecelakaan Kerja

Mencegah kecelakaan kerja, merupakan upaya yang paling baik, bila dibandingkan dengan
upaya lainnya. Kecelakaan akibat kerja dapat dicegah:
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi kerja
umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan dan sebagainya.
2. Standarisasi, yaitu penetapan standar yang memenuhi syarat keselamatan pada berbagai jenis
industri atau alat pelindung diri.
3. Pengawasan, yakni tentang di patuhinya ketentuan perundang-undangan
4. Riset medis, tentang pengaruh fisiologis dan patologis lingkungan, dan keadaan fisik lain
mengakibatkan kecelakaan.
5. Penelitian psikologis, penyelidikan tentang pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan.
6. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis, frekuensi, sebab kecelakaan, mengenai
siapa saja dan lain-lain.
7. Pendidikan, khususnya di bidang keselamatan kerja.
8. Penelitian bersifat teknik, meliputi sifat dan ciri bahan berbahaya, pengujian alat
pelindung,penelitian tentang peledakan, desain peralatan dan sebagainya.
9. Pelatihan, untuk meningkatkan keterampilan keselamatan dalam bekerja, antara lain bagi
pekerja baru.
10. Penggairahan, yakni penggunaan berbagai cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk
menumbuhkan sikap selamat.
11. Asuransi, berupa insentif finansial, dalam bentuk pengurangan biaya premi, jika keselamatan
kerjanya baik.
12. Upaya lain di tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif atau tidaknya
penerapan keselamatan kerja. Upaya pencegahan perlu dilakukan pula dalam mencegah
terjadinya penyakit akibat kerja, antara lain berupa :
 Identifikasi bahaya kesehatan di tempat kerja, yakni untuk mendeteksi kemungkinan
terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit.
 Evaluasi bahaya kesehatan, melalui pemantulan lingkungan kerja dan pengujian biomedis,
antara lain melalui pengambilan contoh udara di ruang kerja, pemeriksaan darah dan
sebagainya
 Pengendalian bahaya kesehatan, baik pada sumber bahaya, media perantara, maupun pada
pekerjanya sendiri.
 Pemeriksaan kesehatan awal, berkala maupun khusus, untuk mengetahui kondisi kesehatan
pekerja dan menilai pengaruh pekerjaan pada kesehatannya.
 Tindakan teknis, berupa perbaikan ventilasi, penerapan isolasi substitusi dan sebagainya.
f.Penggunaan alat pelindung diri, misalnya masker, sarung tangan, tutup telinga, kaca mata
dan sebagainya.
 Penerangan, pendidikan, tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
 Identifikasi Risiko : Proses ini meliputi identifikasi resiko yang mungkin terjadi dalam suatu
aktivitas usaha. Identifikasi resiko secara akurat dan komplit sangatlah vital dalam manajemen
resiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi resiko adalah mendaftar resiko yang
mungkin terjadi sebanyak mungkin. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi
resiko antara lain:
 Brainstorming
 Survei
 Wawancara
 Informasi histori
 Kelompok kerja
 Analisa Risiko

Setelah melakukan identifikasi resiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran resiko
dengan cara melihat potensial terjadinya seberapa besar severity (kerusakan) dan probabilitas
terjadinya risiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event sangatlah subyektif
dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa risiko memang mudah untuk diukur,
namun sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi.
Sehingga,pada tahap ini sangtalah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya
nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen
risiko. Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah menentukan kemungkinan terjadi suatu risiko
karena informasi statistik tidak selalu tersedia untuk beberapa risiko tertentu. Selain itu,
mengevaluasi dampak severity (kerusakan) seringkali cukup sulit untuk asset immateriil.
Dampak adalah efek biaya, waktu dan kualitas yang dihasilkan suatu risiko (Soeharto, 2001).
Setelah risiko yang dapat mempengaruhi pengembangan teridentifikasi maka diperlukan
cara untuk menentukan tingkat kepentingan dari masing-masing resiko. Beberapa resiko secara
relatif tidak terlalu fatal , sedangkan beberapa resiko lainnya berdampak besar, beberapa resiko
sering terjadi. Sementara itu resiko lainnya jarang terjadi.
Probabilitas terjadinya resiko sering disebut dengan risk likelihood; sedangkan dampak
yang akan terjadi jika resiko tersebut terjadi dikenal dengan risk impactdan tingkat kepentingan
resiko disebut dengan risk value atau risk exposure.Risk value dapat dihitung dengan formula :
Risk exposure = risk likelihood (probability)x risk impact (impact). Idealnya risk impact
diestimasi dalam batas moneter dan likelihood dievaluasi sebagai sebuah probabilitas.
Dalam hal ini risk exposure akan menyatakan besarnya biaya yang
diperlukanberdasarkan perhitungan analisis biaya manfaat. Risk exposure untuk berbagai resiko
dapat dibandingkan antara satu dengan lainnya untuk mengetahui tingkat kepentingan masing-
masing risiko.
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai