Anda di halaman 1dari 44

1

Laporan Pendahuluan dan Asuhan


Keperawatan STROKE NON
HEMORAGIC PADA Tn… di RSUD
BALARAJA

Nama :……..
Nim :…….

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


MAHASISWA PROGRAM B BALARAJA
S1 KEPERAWATAN
2

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


Jl. Pajajaran, No 1. Pamulang Barat, Tangerang Selatan – Banten
Telp. (021) 74716128

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh

gangguan peredaran darah otak. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul

secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam

beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang sesuai daerah fokal otak yang

terganggu. Oleh karena itu manifestasi klinis stroke dapat berupa

hemiparesis, hemiplegi, kebutaan mendadak pada satu mata, afasia atau

gejala lain sesuai daerah otak yang terganggu

Dari seluruh penderita stroke di dunia yang terdata, sekitar 80%

merupakan jenis stroke non-hemoragik. Terdapat beberapa faktor yang

menentukan prognosis dari stroke non-hemoragik, salah satunya ialah

lokasi lesi (lokasi infark).Depresi seringkali dikaitkan dengan penyakit

kronik seperti stroke. Depresi yang berkaitan dengan stroke disebut

sebagai depresi pasca stroke. Depresi pasca stroke dapat memperparah

kondisi pasien stroke sehingga memperlambat proses pemulihan.

Prevalensi yang paling tinggi terdapat sekitar 3-6 bulan pasca stroke dan

tetap tinggi sampai 1-3 tahun kemudian. Lokasi lesi diduga mempengaruhi

tingkat depresi pasca stroke.Salah satu pemeriksaan depresi adalah dengan


3

HDRS dimana pemeriksaan ini merupakan skrining penilaian depresi yang

paling sering dipakai. HDRS ini sangat mudah dan relatif cepat.

Pengertian Stroke Non Hemoragik (SNH) atau dikenal dengan

CVA (Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang

disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul

secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam

beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang

terganggu. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi

otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke . Etiologi Pada

tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan

oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non

hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada

tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju

otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada

terjadinya kematian neuron dan infark serebri.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimakhsud dengan penyakit Stroke Non Hemoragik ?

2. Apa etiologi dari penyakit Stroke Non Hemoragik ?

3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Stroke Non Hemoragik?

4. Apa saja manifestasi klinik dari penyakit Stroke Non Hemoragik ?

5. Apa saja komplikasi dari penyakit Stroke Non Hemoragik?

6. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit Stroke Non Hemoragik?


4

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Stroke Non


Hemoragik.

b. Tujuan Khusus

1. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi dari

SNH.

2. Agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui apa saja

etiologi dari SNH.

3. Agar mahasiswa mengerti dan memahami bagaimana patofisiologi

dari penyakit SNH.

4. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa saja

manifestasi dari SNH.

5. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa saja

komplikasi dari penyakit SNH.

6. Agar mahasiswa mampu dan memahami apa saja penatalaksanaan

dari penyakit SNH.

7. Agar mahasiswa mampu dan memahami pemeriksaan penunjang

dari penyakit SNH.


5

8. Agar mahasiswa mampu dan memahami asuhan keperawatan pada

penyakit SNH.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit
neurologi yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam
sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD). (Fransisca B Batticaca,
2008).

Stroke istilah awamnya adalah pendarahan otak. Ini bisa terjadi bila aliran
darah yang mengaliri bagian otak terputus, sehingga menyebabkan
hilangnya fungsi bagian tubuh yang diatur oleh daerah otak yang terkena
stroke. (prayogo utomo)

Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang


cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. (Arif Muttaqin,
2008).

Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan


disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan olek karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (UPF, 1994).
6

Jadi Kesimpulannya Stroke, atau cedera serebravaskular (CVA) adalah


kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah
kebagian otak. (Brunner & suddarth).

B. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh
darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau
angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan
terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.

2. Stroke Hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan
subarachnoid yeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat
terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab
yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
7

1. Stroke Non Hemoragik

Beberapa pengertian stroke non hemoragik, diantaranya:

a) Stroke didefinisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan

peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis

sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. (Arif

Mansjoer, 2000).

b) SNH sering juga disebut cerebro vaskuler accident (CVA) yaitu

gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran

darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak atau cepat

dengan tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.

(Harsono, 2000).

c) Stroke Non Hemoragik juga didefinisikan sebagai defisit

neurogolis fokal yang mempunyai awitan mendadak dan

berlangsung 24 jam dimana diakibatkan oleh gangguan aliran

darah di otak (Hudak & Gallo, 1997).

d) Stroke Non Hemoragik (SNH) adalah cedera otak yang berkaitan

dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan

trombus di arteri cerembrum atau embolis yang mengalir ke otak

dan tempat lain di tubuh. (Pahira, 2004).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Stroke Non Hemoragik (SNH) juga disebut

stroke iskemik yaitu penyumbatan yang dapat terjadi di sepanjang jalur

pembuluh darah arteri menuju ke otak.


8

2. Stroke Hemoragik

Beberapa pengertian stroke non hemoragik, diantaranya:

a) Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah

di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir.

Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya

aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat

melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat

istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).

b) Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga

menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam

suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).

c) Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang

berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan

gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang

menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain

vaskular (Muttaqin, 2008).

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu

jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak

sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang

menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.


9

C. Etiologi dan Faktor Resiko.


1. Etiologi Stroke

Menurut Smeltzer (2002) penyebab stroke non hemoragik yaitu :

a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).

Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah,

menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh

pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini

terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga

menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema

dan kongesti sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua

yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena

penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat

meyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali

memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

b. Embolisme cerebral

Emboli serebral (bekuan darah atau meterial lain yang dibawa ke

otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh

darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya

emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat

sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala

timbul kurang dari 10-30 detik.


10

c. Iskemia (penurunan aliran darah ke otak )

Pendapat lain dikemukakan oleh Kushariyadi (2010) yang menyakatan

ada beberapa etiologi lain yang dapat menyebabkan terjadinya stroke non

hemoragik, antara lain:

a. Aterosklerosis

Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan eteroma

(endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.

Endapan yang terbentuk menyebabkan penyempitan lumen pembuluh

darah sehingga mengganggu aliran darah.

b. Emboli

Emboli merupakan benda asing yang tersangkut pada suatu

tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya benda asing ini berasal dari

trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam pembuluh darah

jantung ateri atau vena.

c. Infeksi

Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh

darah, terutama yang menuju otak. Yang mampu berperan sebagai

faktor resiko stroke adalah tuberkolosis, malaria, leptospirosis, dan

feksi cacing.

d. Obat-obatan

Ada beberapa obat-obatan yangh justru menyebabkan stroke

seperti amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen

pembuluh darah otak.


11

e. Hipotensi atau Hipertensi

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan

berkurangnya alirah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang

pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan

menahun. Sedangkan, hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya

maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh

darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila

pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan

terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.

2. Faktor Resiko pada Stroke

a. Hipertensi

Merupakan faktor utama resiko. Pengendalian hipertensi adalah

kunci utama pencegahan stroke. Hipertensi dapat mengakibatkan

pecahnya maupun menyempitnya pembuluh otak. Apabila pembuluh

darah otak pecah maka timbul perdarahan otak dan apabila pembuluh

darah otak menyempit maka aliran darah ke otak terganggu dan sel-sel

otak akan mengalami kematian.

b. Penyakit Kardiovaskuler

Embolisme serebral berasal dari jantung, penyakit ateri koronaria,

gagal jantung konghesif, hipertrofi ventrikel kiri, dan berbagai

penyakit jantung lainnya berpotensi untuk menimbulkan stroke.

Faktor resiko ini akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran

aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel-
12

sel /jaringan telah mati ke dalam aliran darah. Kerusakan kerja jantung

akan menurunkan kardiac ouput dan penurunan aliran darah ke otak.

Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada

kelainan jatung dan pembuluh darah.

c. Kolestrol Tinggi

Meningginya angka kolestrol dalam darah, terutama low density

lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya

ateriosklerosis. Peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL

merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.

d. Infeksi

Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitan pembuluh

darah, terutama yang menuju otak. Yang mampu berperan sebagai

faktor risiko stroke adalah tuberkolosis, malaria, leptospirosis, dan

infeksi cacing.

e. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.

Pada obesitas ini dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar

kolestrol.

f. Diabetes

Diabetes dapat menyebabkan peningkatan viskositas darah

sehingga memperlambat aliran darah dan diabetes mampu

menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar.


13

g. Merokok

Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark

jantung. Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh

nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.

h. Usia

Usia merupakan faktor resiko independen terjadi stroke, dimana

refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi.

 Bagian Otak Yang Mengalami Kerusakan:

1. Serebrum (otak kanan dan kiri)

Berikut efek stroke pada otak kanan dan kiri, di antaranya:

 Memiliki masalah dalam menggerakkan tubuh.

 Gangguan kognitif seperti pada proses berpikir dan ingatan.

 Memiliki masalah pada kemampuan bahasa.

 Kesulitan makan dan menelan.

 Gangguan penglihatan.

 Gangguan pada kemampuan seksual.

 Masalah pada kendali usus dan kandung kemih.

2. Serebelum (otak atas dan depan)

Berikut efek stroke pada otak bagian atas dan depan, di antaranya:

 Masalah koordinasi dan keseimbangan.

 Pusing dan Sakit Kepala.

 Mual dan muntah


14

3. Brainstem (batang otak)

Berikut efek stroke pada batang otak, di antaranya:

 Masalah pada pernapasan dan fungsi jantung.

 Ketidakmampuan tubuh untuk mengendalikan suhu.

 Masalah pada keseimbangan dan koordinasi.

 Kesulitan mengunyah, menelan, dan berbicara.

 Gangguan penglihatan.

D. Patofisiologi
Otak menerima aliran darah dengan fungsi yang normal, serta

membutuhkan oksigen dan glukosa. Secara umum aliran darah sangat penting

untuk pergerakan sampah dari metabolik, karbon dioksida, dan laksit aksid.

Jika aliran darah otak berhenti maka otak dapat tercemar. Segala proses dari

autoregulasi serebral aliran darah memenuhi angka rata-rata 750 ml/menit

dalam respon perubahan tekanan darah atau perubahan karbon dioksida arteri

serebral menjadi dilatasi atau kontriksi.

Infark serebri diawali dengan terjadinya perunan Cerebral Blood Flow

(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan

durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan

dengan jelas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30

detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu,

fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.

Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat,

kerusakan kemungkinan bersifatreversibel.


15

Stroke Non Hemogarik (SNH) dapat berupa iskemia atau emboli dan

trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru

bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia

yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.

Kesadaran umumnya baik. Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan

meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan

masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal.

Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan

pembengkakan sel astroglia, sehingga menganggu transport oksigen dan

bahan makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia akan melapaskan

glutamat dan asparat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke

dalam sel. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran

fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat.

Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboskan A2.

Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat mencegah agregasi trombosit,

sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agrerasi trombosit.

Pada keadan normal, prostasiklim dan tromboksan A2 berada dalam

keseimbngan sehingga agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan

radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi,

setelah itu sel membengkak (edema seluler). Akumulasi asam laktat pada

jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat

yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar oksigen darah otak

tinggi sehingga terjadi peningkatan glikosis dalam keadaan iskemia.


16

Fibrinogen merupakan molekul protein yang penting untuk tubuh

manusia. Ia memiliki fungsi untuk pembekuan darah. Nilai fibrinogen darah

dalam tubuh normalnya antara 200-400 mg/dl. Fibrinogen berlebihan bisa

mempengaruhi aliran darah sehingga kemampuan penyediaan oksigen dalam

darah bisa menurun. Darah akan menjadi kental dan alirannya menjadi

lambat. Fibrinogen, jika menyatu dengan rombosit, bisa mencetuskan formasi

bekuan darah pada pembuluh darah arteri. Selanjutnya ia bisa berubah

menjadi fibrin dan hasil akhirnya terjadi pembekuan darah. Fibrinogen

bersamaan dengan kolestrol LDL bisa pula membentuk endapan

aterosklerosis yang akhirnya menyumbat pembuluh darah ateri. Misalnya,

pada pembuluh darah koroner jantung.

Stroke juga dimungkinkan terjadi terkait bekuan darah arteri otak yang

diakibatkan penurunan aliran darah ke otak. Atas dasar berbagai hal di atas,

sangat penting menurunkan kkasar fibrinogen supaya risko bekuan darah

yang berlebihan dalam jangka panjang bisa bertindak sebagai bahan aktif

untuk terbentuknya pengapuran pembuluh darah. Jika terjadi pada pembuluh

darah otak, hal itu bisa menyebabkan stroke. Meski begitu, fibrinogen bukan

satu-satunya penyebab stroke. Banyak pula faktor pencetus lainnya seperti

diabetes, tekanan darah tinggi, dyslipidemia, rokok, obesitas, dan umur usia

lanjut.
17

E. Pathway
Faktor resiko stoke

Aterosklerosis

Bekuan darah

Okulasi

Total Sebagian

Infark, SNH

tergantung pusat terkena

Gg. Kesadaran Gg. Sensori Gg. Motorik Gg. Otonomi Gg. Bicara

Perfusi Resiko Defisit Kerusakan


serebral tidak Imobilitas perawatan komunikkasi
cidera
adekuat fisik diri verbal

F. Manifestasi Klinis
18

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, gejala muncul akibat

daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke

tempat tersebut. Bergantungnya pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang

tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran

darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain:

1. Nyeri kepala, umumnya terjadi secara mendadak.

2. Parasthesia, paresis, plagia sebagian badan.

3. Dysphagia / Susah Menelan.

4. Kehilangan komunikasi.

5. Mengalami kebingungan.

G. Komplikasi
19

1. Hipoksia Serebral

Diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang adekuat

ke otak, pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin

dan hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam

mempertahankan oksigen.

2. Kejang atau Konvulsi

Serangan ini lebih besar kemungkinan terjadi bila korteks serebri

sendiri telah terkena dari pada serangan stroke yang mengenai struktur

otak yang lebih dalam.

3. Disritmia

Karena darah dalam CSS yang membasahi batang otak mengiritasi

area tersebut. Batang otak mempengaruhi frekuensi jantung sehingga

adanya iritasi kimia, dapat mengakibatkan ketidakaturan ritme jantung.

4. Pneumonia

Dalam terjadi akibat gangguan pada gerakan menelan. Mobilitas dan

pengembangan paru serta batuk yang parah setelah serangan stroke, maka

dapat terjadi peradangan di dalam rongga dada dan kadang-kadang

pnemonia.

H. Penatalaksanaan
20

1. Fase akut

a. Pertahankan fungsi vital seperti: jalan nafas, pernafasan, oksigenasi,

dan sirkulasi.

b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilatasi : Pemberian ini

diharapkan mencegah peristiwa trombolitik atau emobolik.

c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30

menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian

dexamethason.

d. Diuretika: Untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat


maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
e. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi dari
tempat lain dalam kardiovaskuler.
f. Anti trombosit: dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran
sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.

2. Post fase akut

a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik.

b. Program fisioterapi.

c. Penanganan masalah psikologis.

I. Pemeriksaan Penunjang
21

1. CT Scan
Untuk menunjukan adanya hematoma, infark, dan perdarahan : sub
dural, sub aracnoid, intra cerebral, edema, dan iskemia.
2. EEG (elektro Ensofalogram)
Mengidentifikasi area lesi dan gelombang listrik dan dapat
membantu dalam menentukan lokasi gelombang delta lebih lambat di
daerah yang mengalami gangguan.
3. Scan reason magnetic (MRI)
Lebih sensitve dari CT Scan dalam mendeteksi infark serebri dini
dan infark batang otak,kelainan arteri venous.
4. Pemeriksaan mata (Obtalmuskopi)
Menunjukkan tanda-tanda tekanan darah tinggi dan pengapuran
arteri yang menuju arteri.
5. Angiografi atau foto sinar X
Dari pembuluh darah otak menunjukkan pembuluh yang
melokalisasi tempat yang mengalami penyempitan atau rusak, membantu
menemukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksiarteri.

J. Pemeriksaan Laboratorium
22

Pemeriksaan laboratorium pada penderita stroke meliputi :


1. Hitung darah tepi lengkap : diskrasia darah, polisitemia, trombositopenia

atau trombositosis atau infeksi sebagai faktor risiko stroke.

2. Waktu protrombin, waktu protrombin parsial: ditujukan kepada penderita

dengan antibodi antifosfolipid (waktu protrombin parsial memanjang).

3. Analisa urin: hematuria terjadi pada endokarditis bakterialis subakut

(SBE) dengan stroke iskemik oleh karena emboli.

4. Kecepatan sedimentasi (LED): peningkatan LED menunjukkan

kemungkinan adanya vaskulitis, hiperviskositas atau (SBE) sebagai

penyebab stroke.

5. Kimia darah: peningkatan kadar glukosa, kolesterol atau trigliserida


dalam darah.

BAB III
Asuhan Keperawatan Teori dan Kasus
23

A. Asuhan Keperawatan Teori

1. Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 1999) adalah :

a) Aktivitas/ Istirahat

Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena

kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa

mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).

Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi

kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat

kesadaran.

b) Sirkulasi

Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi

postural.

Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/

malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.

c) Integritas Ego

Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.

Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan

gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.

d) Eliminasi
24

Gejala: perubahan pola berkemih.

Tanda: distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.

e) Makanan/ Cairan.

Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut,

kehilangan sensasi pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya

riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.

Tanda: kesulitan menelan, obesitas.

f) Neurosensori

Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang

sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun,

gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada

tahap awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi

paralisis, afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.

g) Kenyamanan / Nyeri.

Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda.

Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot

h) Pernapasan.

Gejala: merokok.

Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas,

timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.

i) Keamanan
25

Tanda: masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi

terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek,

gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam

menelan, gangguan dalam memutuskan.

j) Interaksi Sosial.

Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

k) Penyuluhan/ Pembelajaran.

Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian

kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke meliputi :

1. Peningkatan Tekanan Intrakranial b/d Edema Cerebral.

2. Gangguan Mobilitas Fisik b/d Penurunan Kekuatan Otot.

3. Gangguan Komunikasi Verbal b/d Penurunan Sirkulasi Cerebral.

4. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas b/d Peningkatan Produksi

Sekret.

5. Perubahan Persepsi Sensori ( Penglihatan ) b/d disfungsi persepsi

visul.

6. Defisit Perawat Diri b/d Kelemahan Fisik.

7. Harga Diri Rendah b/d Perubahan Biofisik.

DAFTAR PUSTAKA
26

Harsono. 2000. Buku Ajar: Neurologi Kinis. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press

Hudak, C. M & Gallo, B. M. 1997. Keperwawatan Kritis, Pendekatan


Holistik. Jakarta: EGC

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta:


Salemba Medika

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Jakarta :


DPP PPNI.

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Jakarta :


DPP PPNI.

Suddarth Edisi 8 Volume 3. Penerjemah Agung Waluyo dkk. Jakarta: EGC

Smeltzer, C Suzanne Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Tuti, Pahira dkk. 2004. Asuhan Kperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: EGC
27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN


STROKE NON HEMORAGIK (SNH) DI RUANG
RANAP INAP LANTAI 3

A. Kasus

Tn. S datang ke UGD RS Medika BSD pada tanggal 23 September 2019

pukul 23.45 WIB sebelum dibawa ke UGD RS Medika BSD Tn. S sudah di

bawa ke klinik dekat rumahnya terlebih dahulu namun klinik menyarankan

untuk datang dan diperiksa lebih lanjut ke RS. Tn. S datang bersama anak

laki-laki dan perempuannya ke UGD lalu dibawa ke ruang rawat inap lantai 3

menggunakan brangkar. Sesampai dirawat inap perawat melakukan

pengkajian kepada Tn. S dan keluarga pada tanggal 24 September 2019 pukul

06.28 WIB. Keluarga Tn.S menceritakan kronologi kejadian Tn.S, mulanya

Tn.S jatuh terduduk lalu ditemukan dalam keadaan pingsan. Tn. S mengeluh

tiba-tiba bicara pelo, tubuh sebelah kanan sulit untuk digerakan. Klien tampak

sulit untuk bergerak dan tidak dapat beraktivitas sendiri. Setelah dilakukan

pemeriksaan fisik didapatkan hasil TTV: TD = 130/90 mmHg, N = 53x/mnt,

S = 35,4°C, RR = 20x/mnt. Nilai GCS = 13 (E=4, V=4, M=5) reflek

patologis hemiparase dextra. Keadaan umum sedang, pola nafas terartur

dengan nafas dada dan bunyi nafas vesikuler, sesak (-), batuk (-). Klien

terpasang katerisasi urine. Pemeriksaan diagnostik = EKG (+), CT Scan (+).

Pemeriksaan lab (+)


28

B. Pengkajian

1. Identitas Klien

Nama : Tn. S

MRN : 101159

Umur : 61 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan :-

Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia

Alamat : Kp. Cibelut-Bogor

Status : Kawin

Penanggung Biaya : BPJS

Dokter yang merawat: Dr. Patricia, Sp.S

Diagnosa medis : Stroke Non Hemoragik (SNH)

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. S

Hubungan dengan klien : Anak

Alamat : Kp. Cilebut-Bogor


29

3. Riwayat Sakit dan Kesehatan

a. Keluhan Utama

Klien mengatakan tiba-tiba berbicara pelo, jatuh dengan posisi

terduduk dan ditemukan pingsan oleh keluarga, lemas, mual-mual,

muntah 5x saat dirumah, pusing dan gelisah.

b. Riwayat Penyakit Saat Ini

Stroke Non Hemogarik

c. Riwayat Penyakit Terdahulu

TB Paru 25 tahun yang lalu, perokok aktif dan sudah berhenti 5 tahun

yang lalu

d. Riwayat Penyakit Keluarga

(-)

e. Riwayat Alergi

(-)

4. Pemeriksaan Fisik

a. TTV

TD : 130/90 mmHg
N : 53 x/mnt
S : 35,4°C
RR : 20 x/mnt
Keadaan umum : Sedang
30

b. Pernafasan

Pola nafas : Teratur

Jenis nafas : Nafas dada

Suara nafas : Vesikular

Sesak nafas : (-)

Batuk : (-)

c. Kardiovaskuler

Irama Jantung : Reguler

Nyeri dada : (-)

Bunyi jantung : Normal

CRT : < 3dtk

Akral : Hangat

d. Persyarafan

GCS : 13 (E=4, V=4, M=5)

Refleks Patologis : Motorik hemiparase dextra

e. Pengindraan

1) Penglihatan (mata)

Pupil : Isokor

Sclera/konjungtiva : Anemis

2) Pendengaran (telinga)

Gangguan pendengaran : Normal


31

3) Penciuman (hidung)

Bentuk : Normal

Gangguan pneciuman : Normal

f. Perkemihan

Kebersihan : Bersih

Jumlah urine : 450 cc

Warna urine : Kuning pekat

Bau urine : Khas

Alat bantu : Katerisasi urine

Kandung kencing

a. Membesar : (-)

b. Nyeri tekan : (-)

g. Pencernan

Nafsu makan : Menurun

Porsi makan : 3xsehari / 3 sendok tiap makan

Minum : 300cc

Mulut : Berbau

Mukosa : Kering

Tanggorokan : Sulit untuk menelan

Abdomen :

Pembesaran hepar: (-)


32

h. Muskuloskeletal/Integument

Kemampuan pergerakan sendi : Terbatas

Kekuatan otot : 2 2

2 2

Warna kulit : Pucat

Tugor : Sedang

Odema : (-)

Luka : (-)

Tanda infeksi luka : (-)

i. Endokrin

Pembesaran toroid : (-)

Hipoglikemia : (-)

Hiperglikemia : (-)

Luka ganggren : (-)

Pus : (-)

j. Personal Hygien

Mandi : (-)

Keramas : (-)

Sikat gigi : (-)

Ganti pakaian : Di bantu


33

k. Psiko-sosio-spiritual

Orang terdekat : keluarga

Hubungan dengan teman dan lingkungan : baik

Kegiatan ibadah : (-)

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Diasnotik

EKG (+)

CT Scan (+)

b. Pemeriksaan Laboratorium

Di halaman selanjutnya
34

Routine Hematology (GP1U) result unit reference


range

Hematology
- Hemoglobin 11, 7 g/dl 13 - 18
- Haemotocit (PCV) 36,3 % 41 – 53
White blood cell count 6,6 103/ul 4,3 – 10,5
Platelet count 227 103/ul 150 – 450

Biochemistry
Random blood glucose (RBG) 83 mg/dl
Klasifikasi Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu < 100 100 – 199 ≥ 200
Kadar glukosa darah puasa < 100 100 – 125 ≥126

Serum Electrolyt & Other (SE)


- Serum elektrolyte
Natrium / Sodium 140 mmol/L 135 – 155
Kalium / Potassium 3,5 mmol/L 3,5 – 5,5
Chloride 170 mmol/L 95 – 111

Coagulation Test
INR PT 0,89

Renal Function Test


Asam urat 4 mg/dL 3,4 – 7,0

Lipid Profile
- Cholestrol total 138 mg/dL < 200
- Trigliserid 60 mg/dL < 150
- HDL cholestrol 53 mg/dL > 40
- LDL cholestrol 74 mg/dL < 100

6. Terapi Yang Di berikan

a. Citicholin (IV) 200 mg 2x sehari

b. Ranitidhin (IV) 50 mg 2x sehari

c. Clopidogrel (PO) 75 mg 1x sehari

d. Lonovex (SC) 0,4 mg 2x sehari

e. Infus: RL 500 cc/12 jam


35

C. Analisa Data

No Data Fokus Problem Etiologi

.
1. DS Gangguan Penurunan
1. Klien mengatakan tubuh bagian mobilitas kekuatan otot
kanan sulit untuk bergerak dan lemas fisik
2. Keluaga klien mengatakan klien diam (D.0054)
saja karna sulit bergerak
DO
1. Klien tampak sulit untuk bergerak

Pemeriksaan Fisik
1. Motorik Hemiparase Dextra
2. Kekuataan otot 2 2
2 2
3. Terpasang katerisasi urine

Pemeriksaan Penunjung
1. Pemeriksaan Lab
Hasil Cloride 170 mmol/L
2. Pemeriksaan diagnostik
CT Scan (+)
EKG (+)
Rontgen dada (+)
2. DO Ganggun Penurunan
1. Klien tampak sulit saat berbicara komunikas sirkulasi serebral
2. Klien tampak tidak jelas saat i verbal
berbicara (disorientasi) (D.0119)
3. Klien tampak memberikan isyarat
saat berkomunikasi
4. Tidak ada kontak mata (apatis)

Pemeriksaan Fisik
1. Motorik Hemiparase Dextra
2. Kekuataan otot 2 2
2 2
Pemeriksaan Penunjung
1. Pemeriksaan Lab
Hasil Cloride 170 mmol/L
2. Pemeriksaan diagnostik
CT Scan (+)
EKG (+)
Rontgen dada (+)
36

3. DS Resiko Aterosklerosis
1. Klien mengatakan kepalanya pusing perfusi
2. Klien mengatakan badannya lemas serebral
DO tidak
1. Klien tampak gelisah efektif
2. Klien tampak tidak jelas saat (D.0017)
berbibaca (pelo)
3. Bibir klien tampak sedikit miring
kekanan

Pemeriksaan Fisik
1. Hasil TTV
TD = 130/90 mmHg
N = 53x/mnt
RR = 22x/mnt
S = 35,4°C
2. GCS = 13
(E=4, V=4, M=5)

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Lab
Hasil Chloride 170mmol/L
2. Pemeriksaan Diagnostik
CT Scan (+)
EKG (+)
4. DS Resiko Ketidakmampua
1. Klien mengatakan nafsu makan defisit n menelan
menurun nutrisi makanan
2. Klien mengatakan tidak enak saat (D.0032)
menelan
3. Klien mengeluh mual mual

DO
1. Klien tampak kesulitan menelan
2. Klien hanya makan sebanyak 3
sendok saat tiap makan di RS
3. Klien tampak mual
4. Bibir klien tampak sedikit miring
kekanan
Pemeriksaan Fisik
1. Terdapat hemipaarase dextra

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan lab
Hasil HB 11,7 g/dl
37

D. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan mobilitas fisik b.d penuruan kekuatan otot d.d motorik

hemiparase dextra

2. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral d.d

disorientasi

3. Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d aterosklerosis

4. Risiko defisit nutrisi d.d ketidakmampuan menelan makanan

E. Intervensi Keperawatan

No. Tanggal/ Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Jam Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
1. 24 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan ambulasi:
September mobilitas fisik tindakan selama 2x
2019 b.d penuruan 24 jam diharapkan Observasi
kekuatan otot klien mampu :
d.d motorik 1. - Identifikasi adanya
hemiparase nyeri atau keluhan
dextra fisik lainnya
- Monitor frekuensi
jantung dan TD
sebelum memulai
ambulasi

Terapeutik
- Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik

Edukasi
- Anjurkan melakukan
ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan
2. 24 Gangguan Setelah dilakukan Promosi komunikasi:
September komunikasi tindakan selama 2x defisit bicara
38

2019 verbal b.d 24 jam diharapkan


penurunan klien mampu : Teraupetik
sirkulasi serebral 1. - Gunakan metode
d.d disorientasi komunikasi alternatif

Edukasi
- Anjurkan berbicara
perlahan
3. 24 Risiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen
September serebral tidak tindakan selama 2x peningkatan tekanan
2019 efektif d.d 24 jam diharapkan intrakranial
aterosklerosis klien mampu:
1. Observasi
- Monitor tanda/gejala
peningkatan TIK

Terapeutik
- Berikan posisi semi
fowler
- Cegah terjadinya
kejang

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat anti konvulsan
4. 24 Risiko defisit Setelah dilakukan Manajemen gangguan
September nutrisi d.d tindakan selama 2x makan
2019 ketidakmampuan 24 jam diharapkan
menelan klien mampu: Edukasi
makanan 1. - Ajarkan pengaturan
diet yang tepat
(makanan lunak)

Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang target
BB, kebutuhan kalori
dan pilihan makanan

F. Implementasi dan Evaluasi

Tanggal Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi Keperawatan


Keperawatan Keperawatan
24 Gangguan - Mengidentifikasi S=
39

September 08.00 mobilitas fisik adanya nyeri atau -klien mengatakan


2019 b.d penuruan keluhan fisik lainnya tubuh sebelah kanan
kekuatan otot - Memonitor TTV masih sulit untuk
11.00 d.d motorik TD = 164/89 mmHg digerakan
hemiparase N = 58x/mnt O=
dextra S = 35,1°C - Hasil TTV (TD =
RR =21x/mnt 164/89 mmHg, N=
58x/mnt, S =
35,1°C, RR =
- Mengidentifikasi 21x/mnt
adanya nyeri saat - Motorik Hemiparase
14.00 bergerak atau keluhan Dextra
fisik lainnya A = Diagnosa gg.
- Melakukan ROM Mobilitas fisik belum
pasif teratasi
15.15 - Memonitor TTV P = Intervensi
18.00 TD = 138/87 mmHg dilanjutkan
N = 55x/mnt - Monitor frekuensi
S = 35°C jantung dan TD
RR = 16x/mnt sebelum memulai
ambulasi.
- Fasilitasi melakukan
- Mengidentifikasi mobilisasi fisik.
adanya nyeri saat - Anjurkan melakukan
21.00 bergerak atau ambulasi dini
keluhan fisik lainnya
- Memonitor TTV
TD = 140/80 mmHg
N = 51x/mnt
S = 34,3°C
RR = 20x/mnt
- Menanyakan
keluhan klien
24 Gangguan S = Keluarga Klien
September 08.10 komunikasi - Menanyakan keluhan mengatakan masih sulit
2019 verbal b.d klien bicara dan bicara pelo.
penurunan O=
sirkulasi serebral - Menganjurkan klien -Klien tampak sulit saat
d.d disorientasi berbicara perlahan. berbicara
-Klien tampak Tidak
16.00 - Memonitor TTV ada kontak mata
TD = 138/87 mmHg (apatis)
N = 55x/mnt A = Diagnosa gg.
S = 35°C Komunikasi Verbal
RR = 16x/mnt belum teratasi.
P = Intervensi
40

dilanjutkan
21.15 - Memonitor TTV - Gunakan metode
TD = 140/80 mmHg komunikasi alternatif
N = 51x/mnt - Anjurkan berbicara
S = 34,3°C perlahan
RR = 20x/mnt
- Menanyakan keluhan
klien

24 Risiko perfusi - Pemberian obat S = -Klien mengatakan


September 08.00 serebral tidak melalui IV: kepalanya masih
2019 efektif d.d 1. Citicholin (IV) pusing.
aterosklerosis 200 mg - Klien mengatakan
2. Clopidogrel (PO) badannya lemas
75 mg O=
3. Lonovex (SC) 0,4 - Klien tampak
mg gelisah
- Monitor TTV - Hasil TTV
11.00 TD = 164/89 mmHg TD = 164/89 mmHg,
N = 58x/mnt N= 58x/mnt.
S = 35,1°C - GCS = 13
RR =21 (E=4, V=4, M=5)
- Berikan posisi semi A = Diagnosa Resiko
11.20 fowler perfusi serebral tidak
- Memberikan cairan efektif belum teratasi.
12.00 infus RL/12 jam P = Intervensi
dilanjutkan
- Pemberian obat - Monitor tanda/gejala
melalui IV: peningkatan TIK.
1. Citicholin (IV) - Berikan posisi semi
16.00 200 mg fowler
2. Clopidogrel (PO) - Cegah terjadinya
75 mg kejang
3. Lonovex (SC) 0,4 - Kolaborasi pemberian
mg obat anti konvulsan
- Memonitor TTV
TD = 138/87 mmHg
N = 55x/mnt
17.00 S = 35°C
RR = 16x/mnt

- Mengganti cairan
infus
20.00 - Memonitor TTV
05.00 TD = 140/80 mmHg
N = 51x/mnt
41

S = 34,3°C
RR = 20x/mnt
24 Risiko defisit
September 08.00 nutrisi d.d - Memberikan obat S = keluarga Klien
2019 ketidakmampua melalui IV mengatakan nafsu
n menelan :Ranitidhin 50mg makan menurun.
12.00 makanan - Memberikan makan -klien mengatakan
siang oleh petugas masih tidak enak saat
gizi menelan.
O=
- Klien tampak
kesulitan
16.00 - Memberikan obat menelan.
melalui IV: - Pemeriksaan lab
Ranitidhin 50mg (HB 11,7 g/dl)
17.00 - Memberikan makan -
malam oleh petugas A = Diagnosa Risiko
gizi defisit nutrisi belum
05.00 teratasi.
- Memberikan sarapan P = Intervensi
oleh petugas gizi. dilanjutkan
- Ajarkan pengaturan
diet yang tepat
(makanan lunak)
- Kolaborasi dengan
ahli gizi dan dokter
tentang target BB,
kebutuhan kalori,
pilihan makanan dan
obat mual.
25 Gangguan - Mengidentifikasi S = klien mengatakan
September 08.00 mobilitas fisik adanya nyeri atau lemah anggota gerak
2019 b.d penuruan keluhan fisik lainnya kanan.
11.00 kekuatan otot - Memonitor TTV - Klien mengatakan
d.d motorik TD = 146/97 mmHg tubuh sebelah kanannya
hemiparase N = 53x/mnt sudah mulai bisa
dextra S = 36,2°C bergerak sedikit sedikit
RR = 20x/mnt O=
- Melakukan ROM - Hasil TTV (TD =
pasif 146/97 mmHg,
- N= 58x/mnt,
- S = 35,1°C, RR =
14.00 21x/mnt
- Mengidentifikasi - Motorik Hemiparase
adanya nyeri saat Dextra
bergerak atau keluhan A = Diagnosa gg.
42

17.00 fisik lainnya Mobilitas fisik teratasi


- Memonitor TTV sebagian.
TD = 126/80 mmHg P = Intervensi
N = 56x/mnt dilanjutkan sebagian
S = 36°C - Monitor TD sebelum
19.00 RR = 20x/mnt memulai ambulasi.
- Melakukan ROM - Fasilitasi melakukan
pasif mobilisasi fisik.
- Anjurkan melakukan
ambulasi dini
- Mengidentifikasi
21.00 adanya nyeri saat
bergerak atau keluhan
fisik lainnya
- Memonitor TTV
05.00 TD =126/87 mmHg
N = 56x/mnt
S = 36°C
RR = 20x/mnt
- Menanyakan keluhan
klien
25 Gangguan S=
September 08.00 komunikasi - Menanyakan keluhan -Keluarga Klien
2019 verbal b.d klien mengatakan dengan
08.00 penurunan - Memonitor TTV gerakan isyarat saat
sirkulasi serebral TD = 146/97 mmHg komunikasi.
d.d disorientasi N = 53x/mnt -Klien mengatakan
S = 36,2°C masih sulit berbicara
RR = 20x/mnt dan hanya dengan
- Menganjurkan klien isyarat.
berbicara perlahan
O=
TD = 126/80 mmHg -Klien tampak masih
14.00 N = 56x/mnt sulit saat berbicara.
S = 36°C Klien tampak
15.00 RR = 20x/mnt
menggunakan kontak
- Melakukan ROM
pasif mata saat komunikasi.
-Klien tampak bisa
- Mengidentifikasi diajak komunikasi
21.00 adanya nyeri saat dengan isyarat.
bergerak atau keluhan A = Diagnosa gg.
fisik lainnya Komunikasi Verbal
- Memonitor TTV teratasi sebagian.
TD =126/87 mmHg P = Intervensi
N = 56x/mnt dilanjutkan
43

S = 36°C - Gunakan metode


RR = 20x/mnt komunikasi alternatif
Menanyakan keluhan - Anjurkan berbicara
klien perlahan

25 Risiko perfusi S = Klien mengatakan


September 08.00 serebral tidak - Pemberian obat sudah tidak pusing lagi.
2019 efektif d.d melalui IV:
aterosklerosis 1. Citicholin (IV) O=
200 mg Hasil TTV (TD =
2. Clopidogrel (PO) 120/87 mmHg
75 mg N = 53x/mnt,
3. Lonovex (SC) - GCS = 13
0,4 mg (E=4, V=4, M=5)
11.00 - Monitor TTV
TD = 146/97 mmHg A = Diagnosa Resiko
N = 53x/mnt perfusi serebral tidak
S = 36,2°C efektif teratasi.
RR = 20x/mnt
14.00 - Berikan posisi semi P = intervensi
fowler dihentikan.
- Memberikan cairan
infus RL/12 jam
17.00
- Pemberian obat
melalui IV:
4. Citicholin (IV)
200 mg
19.00 5. Clopidogrel (PO)
75 mg
6. Lonovex (SC) 0,4
mg

21.00 - Memonitor TTV


TD = 126/80 mmHg
N = 56x/mnt
S = 36°C
05.00 RR = 20x/mnt

- Mengganti cairan
infus
- Memonitor TTV
TD = 120/87 mmHg
N = 53x/mnt
S = 36°C
RR = 20x/mnt
44

25 Risiko defisit - Menanyakan keluhan S = Klien mengatakan


September 08.00 nutrisi d.d klien mulai sedikit mau
2019 ketidakmampua - Memberikan obat makan.
08.00 n menelan melalui IV -Klien mengatakan
makanan. :Ranitidhin 50mg makan yang lembut.
- Memberikan makan -keluarga klien
11.00 siang oleh petugas mengatakan kadang
gizi klien masih mual.

O=
Dines Sore - Klien tampak
- Memberikan obat ingin makan
16.00 melalui IV: sedikit.
Ranitidhin 50mg - Klien tampak
17.00 - Memberikan makan kesulitan
malam oleh petugas menelan.
gizi - Klien tampak
04.30 - Memberikan sarapan mual.
oleh petugas gizi A = Diagnosa Risiko
07.00 - Menanyakan keadaan defisit nutrisi teratasi
umum klien sebagian.
P = Intervensi
dilanjutkan sebagian.
18.00 - Memberikan makan - Ajarkan pengaturan
malam oleh petugas diet yang tepat
gizi. (makanan lunak)
- Memberikan sarapan
oleh petugas gizi

Anda mungkin juga menyukai