Nama :……..
Nim :…….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang sesuai daerah fokal otak yang
Prevalensi yang paling tinggi terdapat sekitar 3-6 bulan pasca stroke dan
tetap tinggi sampai 1-3 tahun kemudian. Lokasi lesi diduga mempengaruhi
paling sering dipakai. HDRS ini sangat mudah dan relatif cepat.
disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul
beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang
oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
SNH.
penyakit SNH.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit
neurologi yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam
sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD). (Fransisca B Batticaca,
2008).
Stroke istilah awamnya adalah pendarahan otak. Ini bisa terjadi bila aliran
darah yang mengaliri bagian otak terputus, sehingga menyebabkan
hilangnya fungsi bagian tubuh yang diatur oleh daerah otak yang terkena
stroke. (prayogo utomo)
B. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh
darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau
angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan
terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
2. Stroke Hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan
subarachnoid yeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat
terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab
yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
7
Mansjoer, 2000).
darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak atau cepat
(Harsono, 2000).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Stroke Non Hemoragik (SNH) juga disebut
2. Stroke Hemoragik
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu
yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
b. Embolisme cerebral
darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya
ada beberapa etiologi lain yang dapat menyebabkan terjadinya stroke non
a. Aterosklerosis
b. Emboli
tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya benda asing ini berasal dari
c. Infeksi
feksi cacing.
d. Obat-obatan
pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan
a. Hipertensi
darah otak pecah maka timbul perdarahan otak dan apabila pembuluh
darah otak menyempit maka aliran darah ke otak terganggu dan sel-sel
b. Penyakit Kardiovaskuler
aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel-
12
sel /jaringan telah mati ke dalam aliran darah. Kerusakan kerja jantung
c. Kolestrol Tinggi
d. Infeksi
infeksi cacing.
e. Obesitas
kolestrol.
f. Diabetes
g. Merokok
jantung. Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh
h. Usia
Gangguan penglihatan.
Berikut efek stroke pada otak bagian atas dan depan, di antaranya:
Gangguan penglihatan.
D. Patofisiologi
Otak menerima aliran darah dengan fungsi yang normal, serta
membutuhkan oksigen dan glukosa. Secara umum aliran darah sangat penting
untuk pergerakan sampah dari metabolik, karbon dioksida, dan laksit aksid.
Jika aliran darah otak berhenti maka otak dapat tercemar. Segala proses dari
dalam respon perubahan tekanan darah atau perubahan karbon dioksida arteri
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan
dengan jelas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30
detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu,
fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Stroke Non Hemogarik (SNH) dapat berupa iskemia atau emboli dan
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan
glutamat dan asparat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke
fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat.
setelah itu sel membengkak (edema seluler). Akumulasi asam laktat pada
jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat
yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar oksigen darah otak
darah bisa menurun. Darah akan menjadi kental dan alirannya menjadi
Stroke juga dimungkinkan terjadi terkait bekuan darah arteri otak yang
diakibatkan penurunan aliran darah ke otak. Atas dasar berbagai hal di atas,
yang berlebihan dalam jangka panjang bisa bertindak sebagai bahan aktif
darah otak, hal itu bisa menyebabkan stroke. Meski begitu, fibrinogen bukan
diabetes, tekanan darah tinggi, dyslipidemia, rokok, obesitas, dan umur usia
lanjut.
17
E. Pathway
Faktor resiko stoke
Aterosklerosis
Bekuan darah
Okulasi
Total Sebagian
Infark, SNH
Gg. Kesadaran Gg. Sensori Gg. Motorik Gg. Otonomi Gg. Bicara
F. Manifestasi Klinis
18
tempat tersebut. Bergantungnya pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran
4. Kehilangan komunikasi.
5. Mengalami kebingungan.
G. Komplikasi
19
1. Hipoksia Serebral
mempertahankan oksigen.
sendiri telah terkena dari pada serangan stroke yang mengenai struktur
3. Disritmia
4. Pneumonia
pengembangan paru serta batuk yang parah setelah serangan stroke, maka
pnemonia.
H. Penatalaksanaan
20
1. Fase akut
dan sirkulasi.
dexamethason.
b. Program fisioterapi.
I. Pemeriksaan Penunjang
21
1. CT Scan
Untuk menunjukan adanya hematoma, infark, dan perdarahan : sub
dural, sub aracnoid, intra cerebral, edema, dan iskemia.
2. EEG (elektro Ensofalogram)
Mengidentifikasi area lesi dan gelombang listrik dan dapat
membantu dalam menentukan lokasi gelombang delta lebih lambat di
daerah yang mengalami gangguan.
3. Scan reason magnetic (MRI)
Lebih sensitve dari CT Scan dalam mendeteksi infark serebri dini
dan infark batang otak,kelainan arteri venous.
4. Pemeriksaan mata (Obtalmuskopi)
Menunjukkan tanda-tanda tekanan darah tinggi dan pengapuran
arteri yang menuju arteri.
5. Angiografi atau foto sinar X
Dari pembuluh darah otak menunjukkan pembuluh yang
melokalisasi tempat yang mengalami penyempitan atau rusak, membantu
menemukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksiarteri.
J. Pemeriksaan Laboratorium
22
penyebab stroke.
BAB III
Asuhan Keperawatan Teori dan Kasus
23
1. Pengkajian
a) Aktivitas/ Istirahat
kesadaran.
b) Sirkulasi
postural.
c) Integritas Ego
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan
d) Eliminasi
24
e) Makanan/ Cairan.
f) Neurosensori
g) Kenyamanan / Nyeri.
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
h) Pernapasan.
Gejala: merokok.
i) Keamanan
25
j) Interaksi Sosial.
k) Penyuluhan/ Pembelajaran.
2. Diagnosa Keperawatan
Sekret.
visul.
DAFTAR PUSTAKA
26
Tuti, Pahira dkk. 2004. Asuhan Kperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: EGC
27
A. Kasus
pukul 23.45 WIB sebelum dibawa ke UGD RS Medika BSD Tn. S sudah di
untuk datang dan diperiksa lebih lanjut ke RS. Tn. S datang bersama anak
laki-laki dan perempuannya ke UGD lalu dibawa ke ruang rawat inap lantai 3
pengkajian kepada Tn. S dan keluarga pada tanggal 24 September 2019 pukul
Tn.S jatuh terduduk lalu ditemukan dalam keadaan pingsan. Tn. S mengeluh
tiba-tiba bicara pelo, tubuh sebelah kanan sulit untuk digerakan. Klien tampak
sulit untuk bergerak dan tidak dapat beraktivitas sendiri. Setelah dilakukan
dengan nafas dada dan bunyi nafas vesikuler, sesak (-), batuk (-). Klien
B. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. S
MRN : 101159
Umur : 61 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan :-
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Status : Kawin
Nama : Ny. S
a. Keluhan Utama
TB Paru 25 tahun yang lalu, perokok aktif dan sudah berhenti 5 tahun
yang lalu
(-)
e. Riwayat Alergi
(-)
4. Pemeriksaan Fisik
a. TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 53 x/mnt
S : 35,4°C
RR : 20 x/mnt
Keadaan umum : Sedang
30
b. Pernafasan
Batuk : (-)
c. Kardiovaskuler
Akral : Hangat
d. Persyarafan
e. Pengindraan
1) Penglihatan (mata)
Pupil : Isokor
Sclera/konjungtiva : Anemis
2) Pendengaran (telinga)
3) Penciuman (hidung)
Bentuk : Normal
f. Perkemihan
Kebersihan : Bersih
Kandung kencing
a. Membesar : (-)
g. Pencernan
Minum : 300cc
Mulut : Berbau
Mukosa : Kering
Abdomen :
h. Muskuloskeletal/Integument
Kekuatan otot : 2 2
2 2
Tugor : Sedang
Odema : (-)
Luka : (-)
i. Endokrin
Hipoglikemia : (-)
Hiperglikemia : (-)
Pus : (-)
j. Personal Hygien
Mandi : (-)
Keramas : (-)
k. Psiko-sosio-spiritual
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Diasnotik
EKG (+)
CT Scan (+)
b. Pemeriksaan Laboratorium
Di halaman selanjutnya
34
Hematology
- Hemoglobin 11, 7 g/dl 13 - 18
- Haemotocit (PCV) 36,3 % 41 – 53
White blood cell count 6,6 103/ul 4,3 – 10,5
Platelet count 227 103/ul 150 – 450
Biochemistry
Random blood glucose (RBG) 83 mg/dl
Klasifikasi Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu < 100 100 – 199 ≥ 200
Kadar glukosa darah puasa < 100 100 – 125 ≥126
Coagulation Test
INR PT 0,89
Lipid Profile
- Cholestrol total 138 mg/dL < 200
- Trigliserid 60 mg/dL < 150
- HDL cholestrol 53 mg/dL > 40
- LDL cholestrol 74 mg/dL < 100
C. Analisa Data
.
1. DS Gangguan Penurunan
1. Klien mengatakan tubuh bagian mobilitas kekuatan otot
kanan sulit untuk bergerak dan lemas fisik
2. Keluaga klien mengatakan klien diam (D.0054)
saja karna sulit bergerak
DO
1. Klien tampak sulit untuk bergerak
Pemeriksaan Fisik
1. Motorik Hemiparase Dextra
2. Kekuataan otot 2 2
2 2
3. Terpasang katerisasi urine
Pemeriksaan Penunjung
1. Pemeriksaan Lab
Hasil Cloride 170 mmol/L
2. Pemeriksaan diagnostik
CT Scan (+)
EKG (+)
Rontgen dada (+)
2. DO Ganggun Penurunan
1. Klien tampak sulit saat berbicara komunikas sirkulasi serebral
2. Klien tampak tidak jelas saat i verbal
berbicara (disorientasi) (D.0119)
3. Klien tampak memberikan isyarat
saat berkomunikasi
4. Tidak ada kontak mata (apatis)
Pemeriksaan Fisik
1. Motorik Hemiparase Dextra
2. Kekuataan otot 2 2
2 2
Pemeriksaan Penunjung
1. Pemeriksaan Lab
Hasil Cloride 170 mmol/L
2. Pemeriksaan diagnostik
CT Scan (+)
EKG (+)
Rontgen dada (+)
36
3. DS Resiko Aterosklerosis
1. Klien mengatakan kepalanya pusing perfusi
2. Klien mengatakan badannya lemas serebral
DO tidak
1. Klien tampak gelisah efektif
2. Klien tampak tidak jelas saat (D.0017)
berbibaca (pelo)
3. Bibir klien tampak sedikit miring
kekanan
Pemeriksaan Fisik
1. Hasil TTV
TD = 130/90 mmHg
N = 53x/mnt
RR = 22x/mnt
S = 35,4°C
2. GCS = 13
(E=4, V=4, M=5)
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Lab
Hasil Chloride 170mmol/L
2. Pemeriksaan Diagnostik
CT Scan (+)
EKG (+)
4. DS Resiko Ketidakmampua
1. Klien mengatakan nafsu makan defisit n menelan
menurun nutrisi makanan
2. Klien mengatakan tidak enak saat (D.0032)
menelan
3. Klien mengeluh mual mual
DO
1. Klien tampak kesulitan menelan
2. Klien hanya makan sebanyak 3
sendok saat tiap makan di RS
3. Klien tampak mual
4. Bibir klien tampak sedikit miring
kekanan
Pemeriksaan Fisik
1. Terdapat hemipaarase dextra
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan lab
Hasil HB 11,7 g/dl
37
D. Diagnosa Keperawatan
hemiparase dextra
disorientasi
E. Intervensi Keperawatan
Terapeutik
- Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik
Edukasi
- Anjurkan melakukan
ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan
2. 24 Gangguan Setelah dilakukan Promosi komunikasi:
September komunikasi tindakan selama 2x defisit bicara
38
Edukasi
- Anjurkan berbicara
perlahan
3. 24 Risiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen
September serebral tidak tindakan selama 2x peningkatan tekanan
2019 efektif d.d 24 jam diharapkan intrakranial
aterosklerosis klien mampu:
1. Observasi
- Monitor tanda/gejala
peningkatan TIK
Terapeutik
- Berikan posisi semi
fowler
- Cegah terjadinya
kejang
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
obat anti konvulsan
4. 24 Risiko defisit Setelah dilakukan Manajemen gangguan
September nutrisi d.d tindakan selama 2x makan
2019 ketidakmampuan 24 jam diharapkan
menelan klien mampu: Edukasi
makanan 1. - Ajarkan pengaturan
diet yang tepat
(makanan lunak)
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang target
BB, kebutuhan kalori
dan pilihan makanan
dilanjutkan
21.15 - Memonitor TTV - Gunakan metode
TD = 140/80 mmHg komunikasi alternatif
N = 51x/mnt - Anjurkan berbicara
S = 34,3°C perlahan
RR = 20x/mnt
- Menanyakan keluhan
klien
- Mengganti cairan
infus
20.00 - Memonitor TTV
05.00 TD = 140/80 mmHg
N = 51x/mnt
41
S = 34,3°C
RR = 20x/mnt
24 Risiko defisit
September 08.00 nutrisi d.d - Memberikan obat S = keluarga Klien
2019 ketidakmampua melalui IV mengatakan nafsu
n menelan :Ranitidhin 50mg makan menurun.
12.00 makanan - Memberikan makan -klien mengatakan
siang oleh petugas masih tidak enak saat
gizi menelan.
O=
- Klien tampak
kesulitan
16.00 - Memberikan obat menelan.
melalui IV: - Pemeriksaan lab
Ranitidhin 50mg (HB 11,7 g/dl)
17.00 - Memberikan makan -
malam oleh petugas A = Diagnosa Risiko
gizi defisit nutrisi belum
05.00 teratasi.
- Memberikan sarapan P = Intervensi
oleh petugas gizi. dilanjutkan
- Ajarkan pengaturan
diet yang tepat
(makanan lunak)
- Kolaborasi dengan
ahli gizi dan dokter
tentang target BB,
kebutuhan kalori,
pilihan makanan dan
obat mual.
25 Gangguan - Mengidentifikasi S = klien mengatakan
September 08.00 mobilitas fisik adanya nyeri atau lemah anggota gerak
2019 b.d penuruan keluhan fisik lainnya kanan.
11.00 kekuatan otot - Memonitor TTV - Klien mengatakan
d.d motorik TD = 146/97 mmHg tubuh sebelah kanannya
hemiparase N = 53x/mnt sudah mulai bisa
dextra S = 36,2°C bergerak sedikit sedikit
RR = 20x/mnt O=
- Melakukan ROM - Hasil TTV (TD =
pasif 146/97 mmHg,
- N= 58x/mnt,
- S = 35,1°C, RR =
14.00 21x/mnt
- Mengidentifikasi - Motorik Hemiparase
adanya nyeri saat Dextra
bergerak atau keluhan A = Diagnosa gg.
42
- Mengganti cairan
infus
- Memonitor TTV
TD = 120/87 mmHg
N = 53x/mnt
S = 36°C
RR = 20x/mnt
44
O=
Dines Sore - Klien tampak
- Memberikan obat ingin makan
16.00 melalui IV: sedikit.
Ranitidhin 50mg - Klien tampak
17.00 - Memberikan makan kesulitan
malam oleh petugas menelan.
gizi - Klien tampak
04.30 - Memberikan sarapan mual.
oleh petugas gizi A = Diagnosa Risiko
07.00 - Menanyakan keadaan defisit nutrisi teratasi
umum klien sebagian.
P = Intervensi
dilanjutkan sebagian.
18.00 - Memberikan makan - Ajarkan pengaturan
malam oleh petugas diet yang tepat
gizi. (makanan lunak)
- Memberikan sarapan
oleh petugas gizi