Kelompok 2 :
Fariza Ilham
KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penderita stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada
hamper semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain
menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, stroke juga menjadi beban
bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, stroke masih merupakan
masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi
masalah krusial ini diperlukan strategi pengulangan stroke yang mencakup aspek preventif,
terapi rehabilitasi dan promotif.
Keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekedar pelengkap, tetapi sudah
menjadi keharusan, terlebih bila melihat angkapenderita stroke yang terus meningkat dari
tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat, tepat, dan akuratakan
meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itilah penulis menyusun makalah
mengenai strokeyang menunjukkan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang ditemukan sebelumnya maka beberapa masalah yang
akan dirumuskan dalam makalah ini adalah :
1. Apa definisi stroke?
2. Apa saja etiologi stroke?
3. Apa saja klasifikasi stroke?
4. Apa saja tanda dan gejala dari stroke?
5. Apa saja factor resiko stroke?
6. Bagaimana patofisiologi dan pathway dari stroke?
7. Bagaimana cara pencegahan stroke?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Dapat mengetahui definisi stroke
2. Dapat mengetahui etiologi stroke
3. Dapat mengetahui klasifikasi stroke
4. Dapat mengetahui tanda dan gejala stroke
5. Apa saja factor resiko stroke?
6. Dapat memahami patofisiologi dan pathway stroke
7. Dapat memahami cara pencegahan stroke
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
WHO mendefinisikan stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal
maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat
gangguan aliran darah otak. Stroke sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan
anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk
kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak.
Black dan Hawks (2005) mengatakan bahwa stroke adalah perubahan
neorulogis yang diakibatkan oleh interupsi aliran darah menuju kebagian – bagian otak
tertentu. Stroke adalah gangguan aliran darah ke otak secara tiba-tiba atau mendadak
(Stroke, center, 2017).
Menurut Smeltezer & Bare 2008, stroke atau cedera Serebrovaskuler (CVA)
adalah ketidaknormalan fungsi Sistem Saraf Pusat (SSP) yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah serebral. Stroke adalah defisit nuerologi yang menpunyai awitan
mendadak dan berlangsung dalam waktu 24 jam sebagai sebab dari Sereberal
VaskulerDisease (CVD) (Hudak, 1996). Dari semua defenisi di atas secara singkat
dapat disimpulkan bahwa stroke adalah terjadi perubahan pada beberapa fungsi
neurologis yang ringan sampai berat yang diakibatkan oleh gangguan pembuluh darah
otak. Gangguan diluar penyebab ini tidak dapat diklasifikasikan sebagai stroke.
B. Etiologi
1. Trombosis serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti
di sekitarnya. Trombosis dapat terjadi akibat aterosklerosis, hiperkoagulasi pada
polisitemia, arteristis (radang pada arteri) dan emboli.
2. Hemoragi (perdarahan)
Pendarahan intrakraminal atau intraserebral temasuk perdarahan dalam ruang
subaraknoid atau kedalam jaringan otak sendiri sebagai akibat dari pecahnya
pembuluh darah. Pecahnya pembuluh darah diakibatkan oleh adanya aterosklerosis
dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan
penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, edema
dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia umum
Hipoksia umum disebabkan oleh hipertensi yang parah, henti jantung paru, dan
curah jantung turun akibat aritmia yang mengakibatkan aliran darah ke otak
terganggu.
4. Hipoksia setempat
Hipoksia setempat diakibatkan oleh spasme arteri serebral yang disertai perdarahan
subaraknoid dan vasokonstriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
C. Klasifikasi
E. Factor Resiko
Utami (2009) mengemukakan factor resiko stroke yang tidak dapat diubah adalah
sebagai berikut:
1. Keturunan
Para ahli kesehatan meyakini terdapat hubungan antar resiko stroke dengan faktor
keturunan, walaupun secara tidak langsung. Risiko stroke meningkat pada seseorang
dengan riwayat keluarga stroke. Seseorang dengan riwayat keluarga stroke lebih
cenderung menderita diabetes dan hipertensi (Hertzberg, dkk, 2006). Hal ini
mendukung hipotesa bahwa peningkatan kejadian stroke pada keluarga penyandang
stroke adalah akibat diturunkannya factor risiko stroke.
2. Jenis kelamin
Menurut studi kasus yang sering ditemukan, laki-laki lebih berisiko terkena stroke tiga
kali lipat dibanding dengan wanita. Namun, menurut laporan American Heart
Association Statistics Subcommittee and Stroke Statistics Subcommittee (2007)
menyebutkan bahwa kematian akibat stroke lebih banyak dijumpai pada wanita dari
pada laki-laki. Hal ini diduga akibat pengaruh hormone pasca monopouse didukung
oleh penelitian dari Women’s Health Initiative (2004) yang mengemukakan bahwa
pemakaian hormone esterogen dan progesterone pada wanita pasca monopouse
meningkatkan risiko terjadinya stroke tipe iskemik sebesar 44%.
3. Umur
Mayoritas stroke menyerang semua orang berusia diatas 50 tahun. Namun, dengan
pola makan dan jenis makanan yang ada sekarang ini tidak menutup kemungkinan
stroke bisa menyerang mereka yang berusia muda.
Faktor risiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes, merokok, dislipidemia dan
obesitas:
1. Hipertensi
Hipertensi didefinisikan tekanan darah persistem dimana tekanan darah sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Sedangkan pada lansia
dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan darahnya 160/90 mmHg. Hipertensi
dapat mengakibatkan stroke khususnya stroke hemogarik (perdarahan) akibat
tekanan yang kuat kepembuluh darah. Tekanan darah yang tinggi bisa diakibatkan
oleh diameter pembuluh darah yang kurang elastis atau adanya sumbatan berupa
thrombus dan emboli (Brunner & Suddarth 2002).
2. Diabetes
Diabetes merupakan salah satu factor resiko stroke iskemik. Diabetes akan
meningkatkan resiko stroke karena mengakibatkan peningkatan fiskositas darah
sehingga mempermudah terbentuknya emboli. Peningkatan kadar gula darah
berbanding lurus dengan resiko stroke artinya semakin tinggi kadar gula darah
seseorang maka semakin mudah terkena stroke.
3. Merokok
Berbagai penelitian menghubungkan kebiasaan merokok dengan peningkatan resiko
penyakit pembuluh darah (termasuk stroke). Merokok memacu peningkatan
kekentalan darah, pengerasan dinding pembuluh darah, dan penimbunan plak di
dinding pembuluh darah.
4. Dislipidemia
Banyak penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa kolestrol darah yang tinggi
dapat meningkatkan resiko stroke. Penelitian Amerenco, dkk (2006) pada 492 pasien
stroke iskemik (sumbatan) menunjukkan bahwa kadar kolestrol LDL (kolestrol jahat)
dan kolestrol total yang tinggi meningkatkan resiko stroke sampai dua kali lipat.
5. Obesitas
Seseorang dengan berat badan berlebih memiliki resiko yang tinggi untuk menderita
stroke. Kurukulasuriya, atal (2006) mengatakan bahwa seseorang disebut mengalami
obesitas jika indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 30 kg/m2. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa seseorang dengan indeks massa tubuh ≥ 30 kg/m2 memiliki
resiko stroke 2,4 kali dibanding yang memiliki indeks massa tubuh < 30 kg/m2.
Seseorang yang mengalami obesitas akan memicu terjadinya thrombosis, penyakit
arteri koroner, dan meningkatkan resiko stroke.
Pathway :
G. Pencegahan
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primodial dilakukan untuk mempertahankan keadaan risiko
rendah terhadap penyakit stroke atau mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi
individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat
dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang
bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat
menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat
dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik
dan billboard.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan untuk mengontrol factor-faktor risiko yang
dimiliki individu, tetapi belum terkena stroke dengan cara melaksanakan gaya
hidup sehat bebas stroke, antara lain:
a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,
obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium,
infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular
aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran,
buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan
beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu
rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder diberikan kepada penderita yang baru terkena atau
terancam akan menderita stroke melalui diagnosis dini serta pemberian pengobatan
yang cepat dan tepat untuk mencegah stroke berulang atau agar stroke tidak
berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai
obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-
320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko
penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan
kondisi koagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi
obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti
mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak
4. Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke
agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat, memperkecil penderitaan,
dan membantu penderita stroke untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian
terhadap kondisi-kondisi yang tidak dapat diobati lagi (mengurangi ketergantungan
pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari). Pencegahan
tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial.
Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli
fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran
serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu
proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang
pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan
sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan,
koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua
adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk
melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti
mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi
wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam
menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi
dengan orang lain.
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat
mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak
bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan
mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses
rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan
melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke
menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup,
hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas
sosial akan memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan
badan-badan bantuan sosial.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. WHO mendefinisikan stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal
maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam
akibat gangguan aliran darah otak. Stroke sering menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak.
2. Etiologi stroke antara lain thrombosis serebral, hemoragi, hipoksia umum, hipoksia
setempat. Stroke diklasifikasikan atas stroke iskemik dan stroke hemoragik.
3. Tanda dan gejala stroke antara lain :
Bagian sistem saraf pusat: Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi
sensorik Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan
membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks
menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah
lemah.
Cerebral corteks: aphasia (kehilangan kemampuan memakai atau memahami kata-
kata), aproksia (tidak mampu melaksanakan instruksi-instruksi), daya ingat
menurun, kebingungan. Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24
jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack(TIA), dimana merupakan
serangan kecil atau serangan awal stroke.
4. Factor resiko stroke yang dapat diubah adalah keturunan, jenis kelamin, dan umur.
Sedangkan factor resiko stroke yang tidak dapat diubah adalah hipertensi, diabetes,
merokok, dyslipidemia, dan obesitas.
5. Pencegahan stroke dibagi menjadi beberapa yaitu :
a. Pencegahan primodial dilakukan untuk mempertahankan keadaan risiko rendah
terhadap penyakit stroke atau mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi
individu yang belum mempunyai faktor risiko.
b. Pencegahan primer dilakukan untuk mengontrol factor-faktor risiko yang
dimiliki individu, tetapi belum terkena stroke dengan cara melaksanakan gaya
hidup sehat bebas stroke.
c. Pencegahan sekunder diberikan kepada penderita yang baru terkena atau
terancam akan menderita stroke melalui diagnosis dini serta pemberian
pengobatan yang cepat dan tepat untuk mencegah stroke berulang atau agar
stroke tidak berlanjut menjadi kronis.
d. Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke
agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat, memperkecil
penderitaan, dan membantu penderita stroke untuk melakukan penyesuaian-
penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak dapat diobati lagi
(mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari).
B. Saran
1. Penulis mengharapkan kritikan apabila didalam penulisan makalah ini ada
kekurangan, supaya kedepan lebih baik.
2. Dengan adanya penulisan makalah tentang stroke ini dapat menambah pengetahuan
mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA