Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TUBERKOLUSIS PARU

Disusun oleh :
Kelompok 4

1. Salma Deviyana (S16179) 7. Titin Purnmasari (S16185)


2. Selvita Berlian D (S16180) 8. Ulfi Asmaroh (S16186)
3. Septian Bagus M (S16181) 9. Verily Endah J W (S16187)
4. Sindhi Maipuri (S16182) 10. Yoanita Putri (S16188)
5. Siti Ning Intan L (S16183) 11. Yudi Prabowo (S16189)
6. Tatik Widyastuti (S16184) 12. Dita Noviati (S14015)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penyakit TB Paru adalah penyakit infeksi dan menular yang
menyerang paru-paru yang disebabkan oleh kuman Micobacterium
Tuberkulosis.
Saat ini secara epidemilogi menurut WHO terdapat 10 – 12 juta
penderita TB Paru dan mempunyai kemampuan untuk menular, dengan
angka kematian 3 juta penderita tiap tahun, dan keadaan tersesebut 75 %
terdapat di Negara yang sedang berkembang dengan sosial ekonomi rendah
seperti Indonesia. Di Indonesia penyakit TB Paru merupakan penyakit
rakyat nomor satu dan penyebab kematian nomor tiga.Prevalensi BTA
positif adalah 0,3 % (1982).Prevalensi pasien di dunia saat ini adalah sekitar
20 juta orang dan terdapat 3 juta pasien yang meninggal setiap tahunnya
karena TB Paru, dan pada survey kesehatan rumah tangga (SKRT) Depkes
RI 1986TB Paru menduduki urutan 10 morbiditas dan urutan ke-4
mortalitas. Pada SKRT tahun 1992 mortalitas ini meningkat ke urutan ke-2.
Berdasarkan informasi dari WHO tahun 1998, program TB Paru di
Indonesia masih menempati rangking ke-3 di dunia setelah India dan RRC.
Hal ini bisa dilihat dari angka kematian yang masih cukup tinggi yaitu
sekitar 2,2 per-1000 penduduk. Dari angka tersebut setiap tahun di
Indonesia muncul sejumlah kasus baru sekitar 436.000 kasus.
Jika hal ini tidak mendapat perhatian dan penanganan yang
tepat,cepat,segera dan intensif, maka prevalensi penyakit ini akan terus
meningkat serta resiko penularan pun semakin tinggi. Oleh karena itu,
diperlukan adanya asuhan keperawatan yang komprehensif untuk
mempercepat proses penyembuhan penyakit TB paru.

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan TB
Paru di Ruang Kenanga RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata,
Purbalingga.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengertian TB paru
2) Mengetahui etiologi TB paru
3) Mengetahui faktor predisposisi TB paru
4) Mengetahui patofisiologi TB paru
5) Mengetahui tanda gejala TB paru
6) Mengetahui pemeriksaan penunjang TB paru
7) Mengetahui pathway TB paru
8) Mengetahui pengkajian pada klien dengan TB paru
9) Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan TB paru
10) Mengetahui rencana asuhan keperawatan pada klien dengan TB
paru

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis
masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection.
2. Etiologi
Bakteri Myobakterium tuberculosis, dengan ukuran panjang 1-4 µm
dan tebal 1,3-0,6 µm, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta
tahan asam atau basil tahan asam.
3. Faktor Predisposisi/Faktor Pencetus
a. Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran
dari Asia Tenggara.
b. Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang
menimbulkan penurunan status kesehatan.
c. Bayi dan anak di bawah 5 tahun.
d. Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid &
kemoterapi kanker.
4. Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui
tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka
yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara
(airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman
dari orang yang terinfeksi sebelumnya .(Sylvia.A.Price.1995.hal 754 )
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang
ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan
keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini
mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin
dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh
manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-
paru. ( dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 )
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan
yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar
melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan
kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah
kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil
tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang
mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau
dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi
peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan
oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan
menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat
menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional,
sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang
dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang
dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari.
Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan
bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran
ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian
selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga
tengah atau usus.(Sylvia.A Price:1995;754).
5. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,
radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting
karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi
terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi
sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
- Dengan atau tanpa gejala klinik
- BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
- Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
- Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
- BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
- Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
- Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
- Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan
serial foto yang tidak berubah.
- Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
6. Tanda dan Gejala
a. Batuk lama lebih dari 3 minggu
b. Demam
c. Berat badan menurun
d. Keringat malam
e. Mudah lelah
f. Nafsu makan hilang
g. Nyeri dada
h. Batuk darah
7. Gambaran Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit
yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-
kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala


respiratorik dan gejala sistemik:
a. Gejala respiratorik, meliputi:
i. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
ii. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung
dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
iii. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia dan lain-lain.
iv. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
b. Gejala sistemik, meliputi:
i. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan makin
lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.
ii. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan,
akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun
jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik :
- Pada tahap dini sulit diketahui.
- Ronchi basah, kasar dan nyaring.
- Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberi suara umforik.
- Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
- Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak)
b. Pemeriksaan Radiologi :
- Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan
batas tidak jelas.
- Pada kavitas bayangan berupa cincin.
- Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi.
c. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
d. Laboratorium :
- Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
- Sputum : pada kultur ditemukan BTA
e. Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
9. Pathway

Mycobacterium
TB

Masuk ke jalan
nafas

Tinggal di alveolus

Reaksi inflamasi
Ketidaknyamanan
pada rongga dada
dan diafragma
Alveolus mengalami
peradanagan

Nyeri Anoreksia

Bersihan jalan
nafas tidak efektif

Masukan
peroral
menurun

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
10. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Dengan tujuan :
1. Mencegah asfeksia
2. Melokalisasi asal perdarahan
3. Menghentikan perdarahan
4. Mendapattkan diagnosis dan tatalaksana penyakit dasar
5. Mencegah distress napas

A. Pembersihan jalan nafas (Airway)


Menjaga agar jalan napas tetap terbuka bila perlu lakuakan suction

B. Pengaturan pernapasan (Breathing)


Memeberikan bantuan pernapasan ventilasi buatan dan berikan
terapi oksigen

C. Sirkulasi (Circulation)
Lakukan resusitasi cairan atau darah untuk mengganti kehilangan
darah

11. Langkah-Langkah Penatalaksanaan pasien untuk mencegah infeksi TB


pada pasien Fasilitas pelayanan kesehatan, menurut KEMENKES 2013
1. Triase :
Pengenalan segera pasien suspect atau terkonfirmasi TB sebagai langkah
pertama. Hal ini dilakukan dengan menempatkan petugas untuk menyaring
pasien dengan batuk lama segera saat dating kefasyankes. Pasien dengan
batuk lebih 2 minggu atau dalam investigasi TB tidak boleh mengantri
dengan pasien lain untuk mendaftar atau mendapatkan kartu. Mereka harus
segera dilayani,
2. Penyuluhan :
Menginstruksikan pasien yang tersaring penyakit Tb untuk melakukan
etika batuk yaitu meneutup hidung dan mulut ketika batuk atau bersin
menggunakan tangan atau bagian lengan, jika perlu berikan masker atau
tissue untuk menutup mulut
3. Pemisahan
Pasien suspect atau kasusu TB melalui pertanyaan penyaringan harus
dipisahkan dari pasien lain dan diminta menunggu diruang terpisah dengan
ventilasi yang baik serta diberi masker bedah atau tissue untuk menutup
mulut dan hidung saat menunggu
4. Pemberian pelayanan segera
Pada tempat pelayananan terpadu, pasien dengna gejala triase kebaris
depan untuk mendapatkan pelayanan segera, agar segaera dapat terlayani
di tempat layanan terpadu
5. Rujuk untuk investigasi atau pengobatan TB
Pemeeriksaan diagnostic TB sebaiknya dilakukan ditempat pelayanan
yang bersifat isolasi tetapi bila pelayanan tidak tersedia fasilitas perlu
membinan kerjasama baik dengan sentra dianostik TB untuk merujuk
pasien dengan gejala TB selain itu, Fasilitas perlu mempunyai kerjasama
dengan sentra pengobatan TB untuk menerima rujukan pengobatan bagi
pasien terdiagnosis TB

Pengkajian

a. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelelelahan umum dan kelemahan
- Dispnea saat kerja maupun istirahat
- Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari,
menggigil dan atau berkeringat
- Mimpi buruk
Tanda:
- Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja
- Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut)
b. Sirkulasi
Gejala:
- Palpitasi
Tanda:
- Takikardia, disritmia
- Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)
- Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan
mediastinal
- Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara
dalam mediatinum)
- TD: hipertensi/hipotensi
- Distensi vena jugularis
c. Integritas ego:
Gejala:
- Gejala-gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit,
masalah keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa, menurunnya
produktivitas.
Tanda:
- Menyangkal (khususnya pada tahap dini)
- Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel.
- Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut)
-
d. Makanan dan cairan:
Gejala:
- Kehilangan napsu makan
- Penurunan berat badan
Tanda:
- Turgor kulit buruk, kering, bersisik
- Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan
e. Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala:
- Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang
- Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin
menyebar ke bahu, leher atau abdomen.
Tanda:
- Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
f. Pernapasan:
Gejala:
- Batuk (produktif atau tidak produktif)
- Napas pendek
- Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi
Tanda:
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan
pada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat
- Pengembangan dada tidak simetris
- Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi
hiperresonan di atas area yang telibat.
- Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral
- Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi
- Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (crackels posttussive)
- Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak
darah
- Deviasi trakeal
g. Keamanan:
Gejala:
- Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi
sekunder.
Tanda:
- Demam ringan atau demam akut.
h. Interaksi Sosial:
Gejala:
- Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular
- Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran
i. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat keluarga TB
- Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
- Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
- Tidak berpartisipasi dalam terapi.
12. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat di
alveolus.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmempuan memasukkan makanan karena faktor biologi
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi.
13. Rencana Asuhan Keperawatan

No
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
.
1. Bersihan jalan nafas NOC: 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
tidak efektif b.d. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, thrust bila perlu
adanya eksudat di diharapkan bersihan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil: 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
alveolus 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat bantu
No Indikator Awal Target
1. Tidak didapatkan demam pernafasan
2. Tidak didapatkan 4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
kecemasan 5. keluarkan sekret dengan batuk atau suction
3. Frekuensi pernafasan
6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
sesuai dengan yang
7. Berikan pelembab udara
diharapkan
8. Atur intake untuk cairan mengoptimlkan
4. Pengeluaran sputum pada
keseimbangan
jalan nafas
5. Bebas dari suara nafas 9. Monitor respirasi dan status O2
tambahan
Keterangan:
1=Keluhan ekstrim
2= Keluhan berat
3= Keluhan sedang
4= Keluhan ringan
5= Tidak ada keluhan
2. Ketidakseimbangan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 1. Kaji pola makan, kebiasaan makan dan makanan
nutrisi: kurang dari jam diharapkan kebutuhan nutrisi menjadi seimbang, dengan yang disukai
kebutuhan tubuh b.d N Targe kriteria: 2. Berikan makanan sesuai diet dan berikan selagi
Indikator Awal
ketidaakmampuan o t hangat
mencerna, 1. Masukan peroral 3. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
memasukkan, meningkat 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan nutrisi yang
2. Porsi makan yang
mengasorbsi makanan adekuat
disediakan habis
karena faktor biologi. 3. Tidak terjadi penurunan 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet

berat badan sesuai indikasi


4. Dapat mengidentifikasi 6. Ukur berat badan pasien
kebutuhan nutrisi

Ket:
1=Keluhan ekstrim
2= Keluhan berat
3= Keluhan sedang
4= Keluhan ringan
5= Tidak ada keluhan

3. Nyeri (akut) NOC : 1. Kaji nyeri secara komprehensif (skala, kualitas,


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan , diharapkan nyeri lokasi dan intensitas)
2. Observasi reaksi pasien terhadap nyeri
agen injury biologi hilang/terkendali dengan skala :
3. Jelaskan faktor penyebab nyeri
1 = Tidak pernah 4. Gunakan komunikasi terapeutik
5. Kaji TTV
2 = Jarang
6. Berikan posisi yang nyaman
3 = Kadang-kadang 7. Ajarkan teknik relaksasi (misal : nafas dalam, pijat
4 = Sering punggung )
8. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
5 = Konsisten menunjukkan
yang dibuktikan dengan indikator :
N Awa
Indikator Target
o l
1. Mengenali faktor
penyebab
2. Mengenali lamanya
(onset) sakit (skala,
intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
3. Menggunakan metode
non-analgetik untuk
mengurangi nyeri
4. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
5. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
6. Tanda vital dalam
rentang normal
Daftar Pustaka

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis di Rumah Sakit


2010

World Health Organization Global Tuberculosi Report 2012, WHO 2012

Anda mungkin juga menyukai