OLEH :
PEMBIMBING :
MATARAM 2017
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Tinjauan Pustaka yang berjudul Stroke Hemoragik ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf RSU Provinsi
NTB.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar belakang
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis
(defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih
dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya
pembuluh darah secara spontan (stroke perdarahan).2 Stroke merupakan penyebab
kematian ketiga tertinggi setelah penyakit jantung dan kanker di dunia.Pada tahun 2008,
jumlah prevalensi stroke di United State sekitar 7.000.000 dengan perkiraan satu pasien
akan mengalami kematiansetiap 4 menit.1
Penyebab stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke infark atau iskemi dan stroke
perdarahan atau hemoragik.Munculnya etiologi stroke iskemia maupun hemoragik karena
adanya faktor resiko yang meningkatkan kejadian stroke.Faktor resiko penyebab stroke
berupa hipertensi, diabetes melitus, hiperlipidemia, hiperhomosisteinemia, dan merokok.
Hipertensi merupakan faktor resiko utama penyebab stroke, sehingga penanganan yang
baik pada hipertensi dapat menurunkan insiden dan angka kematian akibat stroke.
Dengan adanya faktor resiko akan memperparah kondisi pasien apabila faktor resiko
tidak dapat diobati atau ditangani dengan baik.4
3
1. 2 Rumusan Masalah
1. 3 Tujuan penulisan
Penulisan tinjauan pustaka ini penting bagi dokter muda sebagai calon dokter umum agar
mampu mengenali, memahami, dan mendiagnosa suatu penyakit dengan tepat dimulai
dari definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala. Sehingga dapat
menentukan, tatalaksana awal, prognosis, informasi, dan edukasi yang tepat kepada
pasien.
1. 4 Manfaat penulisan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tertinggi setelah penyakit jantung
dan kanker di dunia.Pada tahun 2008, jumlah prevalensi stroke di United State sekitar
7.000.000 dengan perkiraan satu pasien akan mengalami kematiansetiap 4 menit.
Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di
33 propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada
usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian).1
Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh
Darussalam dan terendah 0,38% di Papua. Jenis stroke yang paling sering terjadi
adalah stroke iskemia yaitu Sekitar 65-80%, sedangkan sisanya adalah karena stroke
hemoragik.1
2.3 Klasifikasi2
Klasifikasi stroke yaitu berdasarkan:
1. Etiologis :
a. Infark : aterotrombotik, kardioembolik, lakunar
b. Perdarahan : Perdarahan Intra Serebral, Perdarahan Subarahnoid, Perdarahan
Intrakranial et causa AVM
2. Lokasi :
a. Sistem Karotis
5
b. Sistem Vertebrobasiler
2.4 Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:7
- Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
- Ruptur kantung aneurisma
- Ruptur malformasi arteri dan vena
- Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
- Septik embolisme, myotik aneurisma
- Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
- Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
- Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
- Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya stroke hemoragik berupa :
a. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan 10% dari seluruh kasus stroke yang ada.
Perdarahan intraserebral ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat
pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superficial dan
berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman
kapiler.8
Onset perdarahan intraserebral sangat mendadak, seringkali terjadi saat
beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-
kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua
dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai
penyebab lemahnya dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada
6
pasien nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri
adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati
kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor
otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.8,9
Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid
terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri
dan dapat menyebabkan perdarahan.Penyebab lain yang dapat menyebabkan perdarahan
termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah
(vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang
terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko
kematian dari perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil. Pada orang normal terdapat sistem autoregulasi arteri serebral,
dimana bila tekanan darah sistemik meningkat maka pembuluh serebral akan
vasokonstriksi, sebaliknya bila tekanan darah sistemik menurun maka pembuluh serebral
akan vasodilatasi, dengan demikian aliran darah keotak tetap konstan. Batas atas tekanan
darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi adalah tekanan darah sistolik 150-200
mmHg dan diastolic 110-120 mmHg. Ketika tekanan darah sistemik meningkat,
pembuluh serebral akan berkonstriksi, namun bila keadaan ini terjadi selama berbulan-
bulan atau bertahun-tahun, akan menyebabkan degenerasi pada lapisan otot pembuluh
serebral, yang akan menyebabkan diameter lumen pembuluh darah menjadi sulit
berubah. Hal ini berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau
berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi tekanan darah.8
Pada hipertensi kronis, pembuluh darah arteriol akan mengalami perubahan
degeneratif yang menyebabkan dinding pembuluh darah arteriol menjadi lemah sehingga
akan menimbulkan mikroaneurisma dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurisma
Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang
meningkat sehingga terjadilah perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong
struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau
ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan
merangsang meningens.8
7
Jika terjadi peningkatan tekanan darah kronis maka akan menyebabkan kerusakan
spesifik pembuluh darah melalui tiga mekanisme yang saling berhubungan, yaitu
pulsatile flow, endothelial denudation, dan replikasi sel otot polos. Namun yang dapat
menyebabkan perdarahan intraserebral adalah mekanisme pulsatile flow, dimana tekanan
darah yang tinggi akan menyebabkan tekanan pada jaringan kolagen dan elastin dinding
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan kerusakan berupa medionekrosis,
aneurisma, dan perdarahan.8
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga
sepuluh menit. Perdarahan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang
terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang
disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan
pembuluh darah di sekitarnya.8
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan
inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh
tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah
tersebut.9
8
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture
aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi
antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila
aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam
parenkim otak yang letaknya berdekatan.8
2.Patofisiologi berdasarkan lokasi lesi vaskuler
a. Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala
disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga
timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.
9
Stroke hemoragik yang disebabkan perdarahan intraserebral (PIS) dapat terjadi di
berbagai sturktur dalam otak, dimana 70% kasus PIS terjadi di kapsula interna, 20%
terjadi di fosa posterior (batang otak dan serebelum) dan 10% di hemisfer (di luar
kapsula interna).10
2.7 Diagnosis
2. 2. 7. 2 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
10
Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis, trombosit, masa
perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap Darah (LED)
Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
Fungsi hati (SGOT/SGPT)
Urine Lengkap
Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)
b. CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke
infark dengan stroke perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya
secara umum adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke
perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.
c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis
atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma
pada pembuluh darah.10
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial ,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.10
f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada stroke PIS
didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan. Pada
PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan
perdarahan (jernih).
11
Faktor resiko pada stroke yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan faktor
resiko yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
contohnya adalah hipertensi, penyakit jantung, obesitas, resistensi insulin, sindroma
metabolic, diabetes, merokok, peningkatan kadar lemak darah, penderita penyakit
vaskuler lain. faktor resiko yang tidak dapat dirubah antara lain usia, ras, jenis
kelamin, dan riwayat keluarga menderita salah satu faktor resiko vaskuler.6
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
Terapi Umum
12
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
- Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan defisit neurologis yang nyata
- Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95%.
- Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas.
- Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia.
- Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
oksigen.
- Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
- Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
b. Stabilisasi Hemodinamik
- Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
- Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan
untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan
cairan dan nutrisi.
- Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
- Optimalisasi tekanan darah.
- Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin
dosis sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan
darah sistolik berkisar 140 mmHg.
- Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam
pertama setelah serangan stroke iskernik.
13
- Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
- Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia
harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang
mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi.
c. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
- Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan stroke.
- Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita
yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK.
- Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
- Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi:
i. Tinggikan posisi kepala 200 300
ii. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
iii. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
iv. Hindari hipertermia
v. Jaga normovolernia
vi. Osmoterapi atas indikasi:
o Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi
setiap 4 - 6 jam dengan target 310 mOsrn/L.Osmolalitas
sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian
osmoterapi.
o Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB i.v.
vii. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif.
viii. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang
adekuat dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi
14
naiknya tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk,
suction, bucking ventilator. Agen nondepolarized seperti
vencuronium atau pancuronium yang sedikit berefek pada
histamine dan blok pada ganglion lebih baik digunakan. Pasien
dengan kenaikan krtitis TIK sebaiknya diberikan relaksan otot
sebelum suctioning atau lidokain sebagai alternative.
ix. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema
otak dan tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi
dapat diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi.
x. Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar.
xi. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal
yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik.
d. Penanganan Transformasi Hemoragik
Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan
asimptomatik. Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan
terapi stroke perdarahan, antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral
dengan mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati.
e. Pengendalian Kejang
- Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
- Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
- Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan.
- Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak
ada kejang selama pengobatan.
f. Pengendalian Suhu Tubuh
15
- Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya.
- Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC (AHA/ASA
Guideline) atau 37,5 oC (ESO Guideline).3
- Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai
kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis.
- Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic.
16
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan,
nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi:
Karbohidrat 30-40 % dari total kalori
Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %)
Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
d. Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6
minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
f. Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung
vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.
17
antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin
direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam.
4. Penatalaksanaan Medis Lain
a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar
glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
insulin. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia
berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau
infuse glukosa 10-20%.
b. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan
mayor tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bisa
digunakan.
c. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.
d. Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau memandikan
pasien karena dapat mempengaruhi TIK.
f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasiintermiten.
h. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan laboratorium, MRI,
DupleksCarotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE, dan lain-
lain sesuai denganindikasi.
i. Rehabilitasi.
j. Edukasi.
k. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit).
a. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200 mmHg atau
MAP > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan secara kontinyu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit
b. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan TIK, lakukan pemantauan TIK. Tekanan darah dapat
18
diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinyu
atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral 60 mmHg
c. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan secara hati hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan
darah 160/90 mmHg.
d. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral dengan TDS 150 220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke pendarahan intraserebral
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta blocker (labetalol dan
esmolol), calcium channel blocker (nikardipin dan diltiazem) intravena
digunakan dalam upaya diatas. Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak
digunakan karena mengakibatkan peningkatan TIK
g. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ
lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal
akut, dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15 25 %
pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg pada 6 jam pertama.
o Vitamin K 10 mg IV
19
o FFP 2 6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi faktor
pembekuan darah
20
DAFTAR PUSTAKA
21