Subarachnoid Hemorragik
Oleh:
Azillatin Ruhul Ma’ani
H1A 014 007
Pembimbing:
dr. Ilsa Hunaifi, Sp.S
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka ini tepat pada
waktunya.Tinjauan pustaka yang berjudul “Stroke Subaraknoid Hemoragik” ini disusun
dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf
RSUD Provinsi NTB.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
1. dr. Ilsa Hunaifi, Sp.S selaku pembimbing
2. dr. Ester Sampe, Sp.S, selaku Ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUP NTB.
3. dr. Wayan Subagiartha, Sp.S, selaku supervisor
4. dr. Herpan Syafii Harahap, M. Biomed, Sp.S, selaku supervisor
5. dr. Muhammad Galvan Sp.N
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan tinjauan pustaka ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan tinjauan pustaka ini.
Semoga tinjauan pustaka ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan karena gangguan
peredaran darah otak yang disertai dengan timbulnya gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah fokal pada otak yang terganggu, baik yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam).1
Data International Classification of Disease yang diambil dari National Vital Statistics
Reports Amerika Serikat untuk tahun 2011 menunjukkan rata-rata kematian akibat stroke
adalah 41,4% dari 100.000 penderita. Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
menunjukkan stroke merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Prevalensi stroke di
Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per 1000 dan yang terdiagnosis
tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per 1000. 2
Secara umum, stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik.
Morbiditas yang lebih parah dan mortalias yang lebih tingi terdapat pada stroke hemoragik
dibandingkan stroke iskemik. Stroke hemoragik biasanya disebabkan karena rupturnya arteri
akibat hipertensi dan abnormalitas vaskuler lainnya. Stroke hemoragik dibedakan menjadi
dua yaitu stroke perdarahan intracerebral (PIS) dan stroke perdarahan subaraknoid (PSA). 3,4
Subaraknoid hemoragik atau perdarahan subaraknoid (PSA/SAH) adalah penyakit stroke
perdarahan yang biasanya paling sering disebabkan oleh aneurisma. Perdarahan subaraknoid
merupakan keadaan akut yaitu terdapatnya atau masuknya darah ke dalam ruang subaraknoid
atau perdarahan yang terjadi di pembuluh darah di luar jaringan otak tetapi masih di daerah
kepala seperti di selaput otak atau bagian bawahnya. Tanda klasik PSA sehubungan dengan
pecahnya aneurisma yang besar, meliputi nyeri kepala yang hebat dan mendadak, hilangnya
kesadaran, fotofobia, meningismus, mual dan muntah.5
Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian stroke hemoragik antara lain
hipertensi, riwayat merokok, konsumsi alkohol berlebih, dan konsumsi obat-obatan.
Pengenalan faktor risiko dan gejala terjadinya stroke sangat penting dilakukan untuk
mengendalikan kejadian stroke dan menurunkan angka kejadian stroke agar dapat dilakukan
tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit stroke secara dini.6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut WHO stroke adalah tanda-tanda klinis yang menyebabkan gangguan fungsi
otak baik secara fokal atau global, dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
atau menyebabkan kematian, yang disebabkan murni karena gangguan vaskular. Sementara
stroke hemoragik sendiri adalah jenis stroke yang terjadi akibat adanya perdarahan ke dalam
jaringan otak (disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau
perdarahan ke dalam ruang subarachnoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subarachnoid). Stroke hemoragik
dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari
lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarachnoid adalah aneurisma sakular
dan malformasi arteriovena (MAV). 1,3,5
2.2 Epidemiologi
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi modifikasi Marshall untuk stroke sebagai berikut.
Klasifikasi stroke berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya dibagi menjadi:
a. Stroke infark
Stroke infark trombotik
Stroke jenis ini terjadi dalam beberapa tahapan dimulai dengan peningkatan bertahap
dari manifestasi klinis selama beberapa jam atau hari. Sering kali dimulai saat istirahat. Hal
ini ditandai dengan adanya lesi aterosklerotik di arteri sisi stroke. TIA sering mendahului
onset stroke. Ukuran stroke bervariasi dari kecil ke besar. Stroke aterotrombotik bersama
dengan emboli arteri-arteri memegang peranan sebesar 47% dari semua kasus stroke.5
a. Aneurisma sakular (“berry”) ditemukan pada titik bifurkasio arteri intracranial. Aneurisma ini
terbentuk berdasarkan lesi sebelumnya pada dinding pembuluh darah, baik akibat kelainan
structural ( biasanya kongenital) atau cedera akibat hipertensi. Lokasi terseing aneurisma
sakular adalah arteri komunikans anterior 40 %, bifurkasio arteri serebri media di fisura
Sylvii (20 %), dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika
atau arteri komunikans posterior, 30 %), dan basilar tip (10%). Aneurisma pada lokasi lain,
seperti pada tempat berasalnya PICA, segmen P2 arteri serebri posterior, atau segmen
perikalosal arteri serebri anterior jarang ditemukan. Aneurisma dapat menimbulkan defisit
neurologis dengan menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture, misalnya
aneurisma pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus okulomotorius,
menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami diplopia). 7
b. Aneurisma fusiforms pembesaran pembuluh darah yang memanjang (“berbentuk spindle”)
disebut aneurisma fusiform. Aneurisma tersebut umumnya melibatkan segmen intracranial
arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri basilaris. Kelainan ini
biasanya disebabkan oleh aterosklerosis dan hipertensi kronis dan hanya sedikit yang menjadi
sumber perdarahan. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan
batang otak. Aliran lambat di dalam aneurisma fusiform dapat mempercepat pembentukan
bekuan intraneurisma, terutama pada sisi-sisinya, mengakibatkan stroke embolik.7
2.4 Patofisiologi
Batas tekanan darah sistemik yang masih dapat dikompensasi oleh otak adalah tekanan
darah sistolik 150-200 mmHg dan tekanan darah diastolik 110-120 mmHg. Ketika tekanan
darah sistemik meningkat, pembuluh serebral akan mengalami vasokonstriksi, namun bila
keadaan ini terjadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun maka akan menyebabkan
degenerasi pada lapisan otot pembuluh serebral yang mengakibatkan diameter lumen
pembuluh darah menjadi sulit berubah. Hal ini berbahaya karena pembuluh serebral tidak
dapat berdilatasi ataupun berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi tekanan
darah tersebut. Selain itu hipertensi krnois juga akan menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan mengalami perubahan degeneratif yang menyebabkan dinding pembuluh darah arteriol
tersebut menjadi lemah sehingga dapat menimbulkan mikroaneurisma yang disebut
aneurisma Charcot-Bouchard. Suatu saat aneurisma ini dapat pecah karena tekanan darah
yang meningkat sehingga terjadi perdarahan menuju ke dalam parenkim otak. Perdarahan ini
dapat menyebabkan terdorongnya struktur otak dan dapat merembes ke sekitarnya bahkan
dapat masuk ke sistem ventrikel ataupun ke ruang subaraknoid yang menyebabkan darah
tersebut bercampur dengan cairan serebrospinal dan dapat merangsang meningens.4
Tanda klasik SAH, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi nyeri
kepala yang hebat dan mendadak, hilangnya kesadaran, fotofobia, meningismus, mual dan
muntah. Sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan mendadak, biasanya
didahului oleh tanda-tanda peringatan yang dapat muncul beberapa jam, hari minggu atau
lebih lama lagi, tanda peringatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan kemudian
hilang denga sendirinya, nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk dan fotofobia. 7,8,9
Aneurisama yang berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan defek medan
penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal. Aneurisma pada arteri
karotis internus dapat menimbulkan paresis okulomotorius, defek medan penglihatan,
penurunan visus, dan nyeri wajah di suatu tempat. Aneurisma pada arteri karotis internus
didalam sinus kavernosus, bila tidak menimbulkan fistula karotika-kavernosus, dapat
menimbulkan sindrom sinus kavernosus. 7
Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia kelemahan lengan fokal,
atau rasa baal. Aneurisma pada bifurkasio basilaris dapat menimbulkan paresis
okulomotorius. Hasil pemeriksaan fisik penderita SAH bergantung pada bagian dan lokasi
perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan SAH saja atau kombinasi dengan
hematom subdural, intraserebral, atau intraventrikular. Dengan demikian tanda klinis dapat
bervariasi mulai dari meningismus ringan, nyeri kepala, sampai deficit neurologi yang berat
dan koma. Reflex Babinski positif bilateral. 7
Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi seperti letargi sampai koma, gangguan memori
biasanya terjadi pada beberapa hari kemudian. Dapat muncul demensia dan labilitas
emosional, khususnya bila lobus frontalis bilateral terkena sebagai akibat dari pecahnya
aneurisma pada arteri komunikan anterior. 7
2.6 Diagnosis
Untuk mengenali apakah seseorang menderita stroke maka dapat mengenali tanda dan
gejala klinis stroke dengan mudah dan cepat menggunakan metode FAST yang meliputi:
F : Face drooping
Facial drooping adalah wajah yang tertarik ke satu sisi atau ke bawah dan sulit untuk
digerakkan. Biasanya akan mudah mengenali gejala ini karena tampak jelas. Misalnya,
daerah wajah terlihat seperti “terjatuh” pada satu bagian.
A : Arm weakness
Arm weakness adalah ketika seseorang mengalami kesulitan untuk menggerakan
lengan tangannya. Cara mengetahuinya dengan meminta penderita untuk mengangkat kedua
tangan ke atas kemudian amati apakah salah satu tangan jatuh atau tidak terangkat secara
sempurna. Pada beberapa kejadian penderita mengalamai mati rasa atau sensasi kebas
meskipun masih bisa menggerakkan tangan.
S : Speech difficulties
Speech difficulties artinya kesulitan berbicara. Pada bagian ini, penderita berbicara
dengan tidak jelas dan cenderung sulit dipahami (bicara pelo). Cara mengetahuinya dengan
meminta pasien tersebut atau dengan mengajaknya berbicara.
T : Time
Time disini maksudnya adalah dianjurkan untuk segera memanggil bantuan medis dan
membawa penderita ke rumah sakit. Pada pasien dengan stroke, waktu amatlah penting.
Semakin cepat memperoleh pertolongan, maka akan semakin banyak sel otak yang dapat
terselamatkan.8,9,10
Dalam menegakkan diagnosis, penting membedakan jenis stroke berdasarkan hasil
anamnesis, tanda dan gejala klinis yang didapatkan dari pasien maupun pemeriksaan
penunjang penting yang perlu dilakukan agar dapat dilakukan tatalaksana dengan tepat.
a. Anamnesis
Pada anamnesis, perlu menanyakan tentang gejala awal, onset, aktivitas penderita saat
serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, gangguan visual,
penurunan kesadaran, dan faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit yang dialami.6
b. Pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis
Pada pemeriksaan fisik, perlu dilakukan penilaian terhadap tekanan darah, nadi,
respirasi, dan suhu tubuh. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan kepala dan leher untuk
menilai adanya tanda-tanda cedera maupun kelainan lainnya serta pemeriksaan thoraks,
abdomen dan ekstremitas.9,10
Selaian pemeriksaan fisik umum, perlu juga dilakukan pemeriksaan neurologis
terutama pemeriksaan saraf-saraf kranialis, rangsang selaput otak (meningens), sistem
motorik, sensorik, koordinasi, fungsi kognitif, serta refleks fisiologis dan patologis untuk
mendeteksi adanya kelainan.11,12
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik (infark)12
2 Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat seumur hidup),
meningismus, defisit saraf kranial (paresis nervus abdusen sering
ditemukan )
5 Koma, deserbrasi
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien dengan stroke perlu dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk melihat
adanya anemia, leukositosis, dan jumlah platelet. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan
gula darah sewaktu (GDS), fungsi koagulasi, fungsi hepar dan ginjal serta pemeriksaan enzim
jantung (untuk mengeklusi gangguan jantung). 12
Pemeriksaan Imaging
Pada kasus stroke, CT scan kepala menjadi pemeriksaan baku emas (gold standar)
karena dapat membedakan stroke hemoragik dan stroke infark. Selain itu sensitivitas CT
terhadap adanya darah subaraknoid sangat dipengaruhi oleh jumlah darah dan waktu sejak
perdarahan. Diagnosis SAH ditegakkan apabila terdapat warna hiperdens yang mengisi
rongga subaraknoid. Biasanya paling sering ditemukan di sekitar lingkaran Willis, pada
pembuluh darah besar yaitu aneurisma berry sekitar 65 % dan pada fisura Sylvian sekitar
35%. Perdarahan subaraknoid dibagi kedalam beberapa grup dengan 4 kategori berdasarkan
perdarahan oleh Fischer scale. Skala ini sudah di perbarui menjadi modified Fischer Scale. 13
- Grade 0
tidak ada pendarahan subarachnoid (SAH)
tidak ada perdarahan intraventrikular (IVH)
kejadian vasospasme simtomatik: 0%
- Grade 1
SAH tipis atau fokus
tidak ada IVH
kejadian vasospasme simtomatik: 24%
- Grade 2
SAH fokal atau difus tipis
Terdapat IVH
kejadian vasospasme simtomatik: 33%
- Grade 3
SAH tebal fokus atau difus
tidak ada IVH
kejadian vasospasme simtomatik: 33%
- Grade 4
SAH tebal fokus atau difus
Terdapat IVH
kejadian vasospasme simtomatik: 40%
Catatan: SAH tipis tebal <1 mm dan tebal SAH tebal> 1 mm 4
Angiografi, digital substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk deteksi
aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena non-invasif serta
sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti seluruh pembuluh darah harus
dilakukan karena dekitar 15 % pasien memiliki aneurisma multiple. Foto radiologi yang
negative harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak melihat
kemungkinan adanya malformasi vascular di otak maupun batang otak. 12
2.7 Tatalaksana
b. Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan hipotonik seperti
glukosa).
Dianjurkan pemasangan CVC (central venous catheter), dengan tujuan untuk memantau
kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi. Usahakan CVC
5-12 mmHg.
Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah
mencukupi, maka obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis
sedang/tinggi, norepinefrin/epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140
mmHg.
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera diatasi (konsultasi kardiologi).
Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi
dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah
jantung sekuncup harus dikoreksi.14,15
f. Pengendalian kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti oleh fenitoin,
loading dose 15-20 mg/kgBB bolus dengan kecepatan maksimal 50 mg/menit.
Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa kejang tidak
dianjurkan.
Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat diberikan selama 1
bulan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan.
h. Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis, kadar gula darah,
analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit)
Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan pungsi lumbal untuk
pemeriksaan cairan serebrospinal
Pemeriksaan radiologi
o Foto rontgen dada
o CT Scan
Pemilihan Algoritma
o Algoritma 1: mulai untuk kebanyakan penderita
o Algoritma 2: untuk penderita yang tak dapat dikontrol dengan algoritma 1, atau untuk
penderita dengan DM yang menerima insulin >80 U/hari sebagai outpatieant
o Algoritma 3: untuk penderita yang tak dapat dikontrol dengan algoritma 2.
o Algoritma 4: untuk penderita yang tak dapat dikontrol dengan algoritma 3.
Memantau penderita
o Periksa gula darah kapiler tiap jam sampai pada sasaran glukosa (glucose goal range) selama
4 jam kemudian diturunkan tiap 2 jam.
o Bila gula darah tetap stabil, infus insulin dapat dikurangi tiap 4 jam. Pemantauan tiap jam
untuk penderita sakit kritis walaupun gula darah stabil.
1. Tatalaksana pasien PSA derajat I atau II berdasarkan Hunt & Hess (H&H) adalah sebagai
berikut : (Lampiran 1)
a. Pencegahan nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke 3 atau secara oral
60 mg setiap 6 jam setiap 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti meperbaiki defisit
neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. (AHA/ASA, Class I, Level of evidance A).
Calsium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna
(AHA/ASA, Class I, Level of evidance ).
b. Pengobatan vasospasme serebral dimulai dengan penanganan aneurisma yang ruptur, dengan
mepertahankan volume darah sirkulasi yang normal (euvolemia) dan menghindari terjadinya
hipovolemia (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B).
c. Terutama pada pasien PSA dengan tanda-tanda vasospasme, terapi hiperdinamik yang
dikenal dengan triple H (Hypervolemic-Hypertensive-Hemodilution) perlu dipertimbangkan
dengan tujuan mepertahankan tekanan perfusi serebral. Dengan demikian, angka kejadian
iskemik serebral akibat vasospasme dapat dikurangi (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance
B) . Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak
dilakukan embolisasi atau Clipping(AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidance C)
e. Pada pasien yang gagal dengan terapi konvensional , angioplasti transluminal dianjurkan
untuk pengobatan vasospasme (AHA/ASA, Class IV-V, Level of evidance C)
f. Cara lain untuk penatalaksanaan vasospasme adalah sebagai berikut. 14,15
Pencegahan vasospasme
Delayed vasospasm
2.8 Prognosis
Penyebab utama kematian pada penderita yang bertahan hidup selama 6 bulan adalah
perdarahan berulang. Rata –rata waktu antara perdarahan pertama dan perdarahan ulang
adalah 5 tahun. Terjadinya perdarahan ulang, secara rata-rata adalah 3,5 % per tahun selama
satu daswarsa pertama, dan tingkat kematian dengan perdarahan berulang di kemudian hari
67 %. 7
2.9 Komplikasi
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang menyebabkan gangguan fungsi otak baik secara
fokal atau global, dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, yang disebabkan murni karena gangguan vaskular. Sementara stroke
hemoragik sendiri adalah jenis stroke yang terjadi akibat adanya perdarahan ke dalam
jaringan otak (disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau
perdarahan ke dalam ruang subarachnoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subarachnoid).
Faktor risiko stroke hemoragik terdiri atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan
tidak dapat dimodifikasi. Dalam menegakkan diagnosis stroke hemoragik dan membedakan
dengan jenis stroke lain, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologis yang
cermat, serta pemeriksaan penunjang berupa CT Scan sebagai gold standar untuk
membedakan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik. Tatalaksana stroke
hemoragik dibagi menjadi tatalaksana di ruang gawat darurat dan tatalaksana di ruang rawat
inap.
DAFTAR PUSTAKA
1. Truelsen et al, The Global burden of cerebrovascular disease. WHO Geneva. 2000; 67: 1-5.
2. Depkes. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2007. Epi., Info. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI. 2013
3. Harsono, et al. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
2011.
4. Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2 Ed
6. Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editor. Jakarta: EGC; 2012. BAB 53,
Penyakit Serebrovaskular; hal. 1106-1129
5. Machfoed, Hasan et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga University Pers.
2011
6. Etminan et al. Worldwide Incidance of Aneurysmal Subarachnoid Hemmorrage According to
Region, Time Period, Blood Pressure, and Smoking Prevalence in the Population. JAMA
Neurol. 2019;76(5):588-597.
7. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala
Ed.5. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Yueniwati, Y. Pencitraan pada Stroke. Jakarta: UB Press. 2016
9. Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. 2011 CDK 185. Vol. 38 (4).
10. Chung J.W, dkk. Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST) Classification and
Vascular Territory of Ischemic Stroke Lesions Diagnosed by Diffusion-Weighted Imaging.
Journal of the American Heart Association. 2014 Aug 15;3:4
11. Hemphill JC 3rd, Greenberg SM, Anderson CS, Becker K, Bendok BR, Cushman M, et al.
Guidelines for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage: a guideline for
healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke Association.
Stroke 2015;46:2032-2060.
12. Dewanto G, Suwini WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana
Penyakit Saraf. 2011. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
13. Warner et al. Subarachnoid Hemmorrhage. Radiopedia. [Internet]. 2019 [cited 20 July 2019]
Available from : https://radiopaedia.org/articles/subarachnoid-haemorrhage
14. Munro et al. A Pilot Study Evaluating the Use of ABCD2 Score in Pre-Hospital Assessment
of Patients with Suspected Transient Ischaemic Attack: Experience and Lessons Learned.
Experimental and Translational Stroke Medicine. Exp Transi Stroke Med. 2016 Aug 20; 8: 6
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke. 2011 Juli.