Anda di halaman 1dari 37

LEMBAR PENGESAHAN

Nama

: Melissa Mauli Sibarani

NIM

: 030.10.176

Judul Referat

: Stroke

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing Dr. Ananda Setiabudi, Sp.S pada:
Hari

: Kamis

Tanggal: 15 Januari 2015

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih

Jakarta,

Dr. Ananda Setiabudi, Sp. S

KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya referat
dengan judul Stroke. Ucapan terima kasih selayaknya penulis berikan kepada dr. Ananda
Setiabudi, Sp. S selaku pembimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan referat ini.
Referat ini dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih. Penulis jelas berharap semoga penulisan refereat ini
dapat berguna bagi siapa saja yang membacanya dalam penambahan wawasan dan pengetahuan
tentang Penanganan Stroke Masa Kini. Penulis juga mohon maaf sebesar-besarnya apabila dalam
penulisan ini masih ditemukan kesalahan dalam penulisan atau pengertian, sekiranya dapat
dimaklumi. Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya dan selamat
membaca.

Jakarta, Januari 2015


Penulis

PENDAHULUAN
Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu atau sekelompok gangguan
cerebro vasculer, termasuk infark cerebral, perdarahan intracerebral dan perdarahan subarahnoid.
Menurut Caplan, stroke adalah segala bentuk kelainan otak atau susunan saraf pusat yang
disebabkan kelainan aliran darah, istilah stroke digunakan bila gejala yang timbul akut.
Klasifikasi stroke dibagi ke dalam stroke iskemik dan stroke hemoragik. Dimana
stroke iskemik memliki angka kejadian 85% terhadap seluruh stroke dan terdiri dari 80%
stroke aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli. Stroke hemoragik memiliki angka
kejadian sebanyak

15% dari

perdarahan intraserebral

dan

seluruh stroke, terbagi merata antara jenis

stroke

stroke perdarahan subaraknoid. Stroke adalah salah satu

penyebab kematian tertinggi, yang berdasarkanlaporan tahunan 2006 di RS dr. Saiful Anwar,
Malang, angka kematian iniberkisar antara 16,31% (462/2832) dan menyebabkan 4,41%
(1356/30096) pasien dirawatinapkan. Angka-angka tersebut tidak membedakan antara stroke
iskemik dan hemoragik.

PEMBAHASAN
DEFINISI
Stroke menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah suatu tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
3

EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan.
Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan
penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non
hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka
kematian stroke trombotik 37%, dan stroke embolik 60%. Presentase stroke non hemoragik
hanya sebanyk 15-35%. 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan
5-15% perdarahan subarachnoid.Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum
ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.
ETIOLOGI
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi
yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya
disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak
dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.

KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
2) Perdarahan ekstraserebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
1) Stroke akibat thrombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
4) Completed stroke
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
1) Sistem karotis
a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
4

2)

b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia


c. Gangguan visual : hemianopsia homonym kontralateral, amaurosisfugaks
d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
Sistem vertebrobasiler
a. Motorik : hemiparese alternans, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

Stroke hemoragik
Stroke hemoragik merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke yang dapat
terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan
ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi
vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma
sakular (Berry) dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke
hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat
menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intrasererum atau subaraknoid.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases Related Health
Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
Perdarahan intraserebral (PIS)
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan suatu aneurisma yang pecah ataupun
karena suatu penyakit yang menyebabkan dinding arteri menipis dan rapuh seperti
pada hipertensi dan angiopati amiloid. Pada perdarahan intraserebral, perdarahan
terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Adapun penyebab perdarahan intraserebral :
Hipertensi (80%)
Aneurisma
Malformasi arteriovenous
Neoplasma
Gangguan koagulasi seperti hemofilia
Antikoagulan
Vaskulitis
Trauma
Idiopatik
Stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebrum paling sering terjadi saat
pasien terjaga, sehingga kejadiannya sering disaksikan oleh orang lain. Karena
lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal ganglia dan kapsula interna
5

sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang disebabkan oleh stroke tipe
ini. Dengan mengingat bahwa ganglia basal memodulasi fungsi motorik volunter dan
bahwa semua serat saraf aferen dan eferen di separuh korteks mengalami pemadatan
untuk masuk dan keluar dari kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa stroke di salah
satu bagian ini diperkirakan menimbulkan defisit yang sangat merugikan. Biasanya
perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang
cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam.
Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas
pertama pada keterlibatan kapsula interna. Angka kematian untuk perdarahan
intraserebrum hipertensif sangat tinggi, mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi di
ruang supratentorium memiliki prognosis baik apabila volume darah sedikit. Namun,
perdarahan ke dalam ruang infratentorium di daerah pons atau serebelum memiliki
prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan pada struktur-struktur
vital di batang otak. Terapi utama untuk stroke hemoragik adalah menurunkan tekanan
darah apabila hipertensi adalah kasusnya dan melawan antikoagulasi apabila kasusnya
adalah gangguan perdarahan endogen atau akibat obat. Tidak banyak yang dapat
dilakukan setelah perdarahan terjadi. Perdarahan yang terjadi langsung ke dalam
ventrikel otak jarang dijumpai. Yang lebih sering adalah perdarahan di dalam parenkim
otak yang menembus ke dalam sistem ventrikel, sehingga bukti asal perdarahan
menjadi kabur. Seperti pada iskemia, defisit neurologik utama mencerminkan
kerusakan bagian otak tertentu. Dengan demikian, gangguan lapang pandang terjadi
pada perdarahan oksipitalis dan kelemahan atau paralisis pada kerusakan korteks
motorik di lobus frontalis.
Perdarahan subarachnoid (PSA)
Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga subarachnoid.
Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat pecahnya suatu
aneurisma pembuluh darah serebral atau AVM yang ruptur di samping juga sebabsebab yang lain. Perdarahan subarachnoid terdiri dari 5% dari semua kejadian
stroke.Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga ke
ruang

subarachnoid

dan

ruang

cairan

subarachnoid :
6

serebrospinal.Penyebab

perdarahan

o
o
o
o
o
o

Aneurisma (70-75%)
Malformasi arterivenous (5%)
Antikoagulan ( < 5%)
Tumor ( < 5% )
Vaskulitis (<5%)
Tidak di ketahui (15%)

PSA memiliki dua kausa utama: ruptur suatu aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena
perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke dalam ruangan subaraknoid lapisan meningen
dapat berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi, sekitar 50% pada bulan pertama
setelah perdarahan. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat penyulit utama
dpat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan mortalitas tipe lambat yang dapat terjadi
lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah (1) vasospasme reaktif
disertai infark, (2) ruptur ulang, (3) hiponatremia dan (4) hidrosefalus. Yang sering digunakan
untuk mengklasifikasikan keparahan PSA adalah Hunt dan Hess Classification Grading Scale,
skala ini digunakan untuk menilai derajat disfungsi dini. Ada juga modifikasi skala dari Hunt dan
Hess ini yang mencakup tujuh tingkat keparahan, skala ini digunakan untuk mengevaluasi pasien
stroke.
Skala Hunt dan Hess untuk penentuan derajat PSA
Derajat

Status Neurologik

I
II

Asimtomatikm atau nyeri kepala minimal dan kaku kuduk ringan


Nyeri kepala sedang sampai parah, kaku kuduk, tidak ada defisit neurologik

III
IV

kecuali kelumpuhan saraf kranialis


Mengantuk, defisit neurologik minimal
Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, mungkin rigiditas desebrasi dini dan

gangguan vegetatif
Koma dalam, rigiditas desebrasi, penampakan parah

Malformasi arteriovena (MAV) adalah jaringan kapiler yang mengalami malformasi kongenital
dan merupakan penyebab PSA yang lebih jarang dijumpai. Pada MAV, pembuluh melebar

sehingga darah mengalir di antara arteri bertekanan-tinggi dan sistem vena bertekanan rendah.
Akhirnya, dinding venula melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan otak.

Stroke non hemoragik/infarct/ischaemic


Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau

bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Umumnya disebabkan oleh
trombus yang menyebabkan oklusi menetap, mencegah adanya reperfusi pada organ yang infark
sehingga menyebabkan terjadinya iskemik. Hampir 85% stroke nonhemoragik disebabkan oleh
sumbatan bekuan darah, penyempitan arteri / beberapa arteri yang mengarah ke otak, embolus
(kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranium yang menyebabkan sumbatan di
satu atau beberapa arteri ekstrakranium. Pada usia lebih dari 65 tahun penyumbatan atau
penyempitan dapat disebabkan oleh aterosklerosis.
Obstruksi yang disebabkan oleh bekuan (thrombus) terbentuk di dalam suatu pembuluh
otak atau mungkin dapat terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa
melalui system arteri ke otak sebagai suatu embolus. Terdapat beragam penyebab stroke
trombotik dan embolik primer, termasuk aterosklerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi dan
penyakit jantung structural. Namun, trombosis yang menjadi penyulit arterosklerosis merupakan
penyebab pada sebagian besar kasus stroke trombotik dan embolus dari pembuluh besar atau
jantung merupakan penyebab tersering stroke embolik.
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang
berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah
sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis
komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering
terbentuknya aterosklerosis, aterosklerosis arteri serebri media atau anterior lebih jarang menjadi
tempat pembentukan aterosklerosis.
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupakan respons
vascular reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruangan antara lapisan araknoid dan piamater
meningen. Sebagian besar stroke iskemik tidak menimbulkan nyeri, karena jaringan otak tidak
peka terhadap nyeri. Namun, pembuluh besar di leher dan batang otak memiliki banyak reseptor
nyeri dan cedera pada pembuluh-pembuluh ini saat serangan iskemik dapat menimbulkan nyeri
8

kepala. Dengan demikian, pada pasien dengan stroke iskemik disertai gambaran klinis berupa
nyeri kepala perlu dilakuakan uji-uji diagnostik yang dapat mendeteksi cedera seperti aneurisma
di pembuluh darah leher dan batang otak.
Menurut perjalanan klinisnya, stroke dibagi menjadi :
Transient Ischaemic Attacks (TIAs)
TIAs merupakan gejala neurologik fokal yang berhubungan dengan tidak cukupnya aliran
darah ke otak. Serangannya muncul tiba-tiba, terjadi dalam 24 jam atau kurang dan tidak
menyisakan defisit neurologis.Serangan ini sangat penting sebagai peringatan atau precursor
infark serebral. Gejala-gejala TIA bergantung kepada lokasi fokal iskemia pada otak. Ada dua
kategori TIA, yaitu :
Terjadi sebagai respon terhadap iskemia pada system arteri karotis
1. Gejala visual yaitu menurunnya visual penglihatan pada sisi yang mengalami insufisiensi
karotis karena terlibatnya system arteri ophthalmica. Hemianopia homonym bisa terjadi
ketika ada iskemia hemisfer serebri.
2. Disfungsi bahasa. Terjadi disfasia atau afasia bila iskemia pada hemisfer yang dominan.
3. Gejala motorik. Terjadi hemiparesis atau hemiplegic kontralateral pada iskemia
hemisferik.
4. Gejala sensorik. Kebal, dingin atau prestesi kontra lateral pada tangan, lengan atas atau
tungkai bawah bila iskemia pada lobus parietal.
Dihasilkan dari terganggunya aliran darah pada system vertebrobasilar.
1. Gejala visual. Menurunnya visus, hemianopia, aleksia tanpa agrafia, anomia warna,
halusinasi visual simple atau kompleks, prosopagnosia pada iskemia lobus frontal.
2. Gangguan gerakan mata. Termasuk sindrom Parinaud (tidak selaras bila melihat ke atas),
pare sisi melirik atas, paralisis melihat bawah, ptosis bilateral, blepharospasme,
abnormalitas pupil, nystagmus, penurunan saat berkedip dan ophthalmoplegia
internuclear.
3. Defisit nervuskraniialis. Diplopia, kebal pada wajah, tinnitus, vertigo, disartria atau
disfagia didapatkan pada iskemia batang otak. Vertigo terisolasi terjadi lebih sering pada
orang lanjut usia.

4. Gejala motorik. Parese atau paralisis pada satu atau kedua tungkai. Sindrom Horner
parsial dengan asimetri pupil dan ptosis ringan terjadi pada banyak kasus.
5. Gangguan koordinasi. Ataksia atau kekakuan pada tungkai atas atau bawah atau
keduanya, pada satu atau kedua sisi, tremor rubral, hemibalismus atau koreoatetosis
didapatkan pada iskemia serebellar.
6. Gejala sensorik. Parestesi pada satu atau kedua sisi wajah dan tungkai atas atau bawah,
nyeri talamik didapatkan pada iskemia di daerah yang disuplai oleh arteri serebri
posterior.
7. Jatuh tiba-tiba. Hilangnya tonus secara tiba-tiba pada tungkai bawah didapatkan pada
iskemia piramida medullaris.
Patogenesis
Berkurangnya aliran darah otak dibawah 20-30 ml/100gr/min menyebabkan terjadinya
gejala neurologis. Proses perkembangan infark ini merupakan konsekuensi besarnya derajat
menurunnya aliran darah dan durasinya. Jika alirannya tersimpan pada suatu daerah di otak
selama periode kritis, gejala iskemik bisa berkurang dengan sendirinya. TIAs bisa disebabkan
oleh ;berkurangnya aliran melalui pembuluh darah, blockade aliran darah karena emboli. TIAs
sembuh tanpa ada gejala sisa dan reversible
Residual Ischemic Neurological Deficit (RIND)
seperti TIA , tetapi> 24 jam
sembuh sempurna dalam waktu 3 minggu
sifatnya reversible
Completed Stroke
defisit neurologi berat dan menetap
irreversible, memerlukan rehabilitasi medik
Progressive Stroke
Defisit neurologifokal ,
Terjadi bertahap dan mencapai puncaknya 24 48 jam ( system carotis ) atau 96 jam
Penyembuhan biasanya tidak sempurna

FAKTOR RESIKO
10

1. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke
sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarahan otak
yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arteriosklerosis sehingga
mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi secara langsung
dapat

menyebabkan

arteriosklerosis

obstruktif,

lalu

terjadi

infark

lakuner

dan

mikroaneurisma. Hal ini dapat menjadi penyebab utama PIS. Baik hipertensi sistolik maupun
diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.
2. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara
bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan
darah.
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:
- Penyakit katup jantung
- Atrial fibrilasi
- Aritmia
- Hipertrofi jantung kiri (LVH)
- Kelainan EKG
3. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak, sedangkan
peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM mempercepat terjadinya proses
arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih
dini.
Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria dan 4 kali lebih banyak
pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak menderita DM pada umur dan jenis
kelamin yang sama.
4. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk
semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke

terutama

perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok mendorong terjadinya atherosclerosis


yang selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.
5. Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen sangat
berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung,
diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua
atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.
11

6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin) dan obat-obatan
kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama pada wanita perokok atau dengan
hipertensi.
7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia, kelainan
koagulopati, dan kelainan darah lainnya.
8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat merupakan faktor
resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.
Faktor predisposisi stroke hemoragik
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan dinding
arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :

Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat

pecah.
Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.
Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara,

kulit, dan tiroid.


Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri

di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.


Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
Overdosis narkoba, seperti kokain.

Patofisiologi Stroke
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri
karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat
terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal
dari metabolisme glukosa
Dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1
menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih
dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak
dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal. Bila aliran darah jaringan otak
12

berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun,
akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah
ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan
permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi.Saat awal
depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang
menyebabkan kematian jaringan otak.
Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan,
yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram /menit. Akibat kekurangan
oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi
enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang
ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh
karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi
sehingga terjadi perluasan daerah iskemik.
Perubahan Fisiologi Pada Aliran Darah Otak
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan menyebabkan iskemia di suatu
daerah otak. Terdapatnya kolateral di sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokal berupa
vasodilatasi, memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini:
1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dikompensasi
dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis gejala yang timbul
adalah transient ischemic attack (TIA) yang timbul dapat berupa hemiparesis yang
menghilang sebelum 24 jam atau amnesia umum sepintas.
2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional lebihbesar,
tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi neurologik
dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik
ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND (Reversible Ischemic
Neurologic Deficit).
3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehinggamekanisme
kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini timbul defisit
neurologi yang berlanjut.

13

Pada iskemia yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan tingkat
iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda:
a. Lapisan inti yang sangat iskemia (ischemic core) terlihat sangat pucat karena CBF-nya
paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa aliran
darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan
mengalami nekrosis
b. Daerah di sekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih lebih tinggi
daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel
terhenti dan menjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi
dan asam laktat meningkat. Tentu saja terdapat kerusakan neuron dalam berbagai
tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan
jaringan berwarna pucat. Keadaan ini disebut ischemic penumbra. Daerah ini masih
mungkin diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.
c. Daerah di sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh
darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi, dan kolateral maksimal.
Pada daerah ini CBF sangat tinggi sehingga disebut sebagai daerah dengan perfusi
berlebihan (luxury perfusion).
Konsep penumbra iskemia merupakan sandaran dasar pada pengobatan stroke, karena masih
terdapatnya strukturselular neuron yang masih hidup dan reversibel apabila dilakukan
pengobatan yang cepat. Usaha pemulihan daerah penumbra dilakukan dengan reperfusi yang
harus tepat waktu supaya aliran darah kembali ke daerah iskemia tidak terlambat. Komponen
waktu ini disebut sebagai jendela terapeutik (therapeutic window) yaitu jendela waktu
reversibilitas sel-sel neuron penumbra.
Perubahan Pada Tingkat Seluler dan Mikrosirkulasi
Perubahan yang kompleks terjadi di tingkat seluler dan mikrosirkulasi yang saling berkaitan.
Pengaruh iskemia terhadap integritas dan struktur otak pada daerah penumbra terletak antara
batas kegagalan elektrik otak (electrical failure) dengan batas bawah kegagalan ionik (ion pump
failure). Selanjutnya dikatakan bahwa aliran darah otak di bawah 17 cc/100 gram otak/menit,
menyebabkan aktifitas otak listrik berhenti walaupun kegiatan pompa ion masih berlangsung.

14

Neuron penumbra masih hidup jika CBF berkurang di bawah 20 cc/100 gram otak/menit dan
kematian neuron akan terjadi apabila CBF di bawah 10 cc/100 gram otak/menit.
Daerah ischemic core kematian sudah terjadi sehingga mengalami nekrosis akibat kegagalan
energi (energy failure) yang akan merusak dinding sel beserta isinya sehingga mengalami lisis
(sitolisis). Sementara pada daerah penumbra jika terjadi iskemia berkepanjangan, sel tidak dapat
lagi mempertahankan intergritasnya sehingga terjadi kematian sel, yang secara akut timbul
melalui proses apoptosis, yaitu disintergrasi elemen-elemen seluler secara bertahap dengan
kerusakan dinding sel yang disebut juga programmed cell death.
Iskemia menyebabkan aktifitas intraseluler Ca2+ meningkat hingga peningkatan ini akan
menyebabkan juga aktifitas Ca2+

di celah sinaps bertambah sehingga terjadi sekresi

neurotransmitter yang berlebihan, yaitu glutamat, asparat, dan kainat yang bersifat eksitotoksik.
Akibat lamanya stimulasi reseptor metabolik oleh zat-zat yang dikeluarkan oleh sel,
menyebabkan juga aktifitas reseptor neurotropik yang merangsang pembukaan kanal Ca2+ yang
tidak tergantung pada kondisi tegangan
potensial membran seluler (receptor-operated gate opening), di samping terbukanya kanal Ca 2+
akibat aktifitas NMDA reseptor voltage operated gate opening yang telah terjadi sebelumnya.
Kedua proses tersebut mengakibatkan masuknya Ca2+ ion eksteaseluler ke dalam ruang
intraseluler. Jika proses berlanjut, pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan membran sel dan
rangka sel (sitoskeleton) melalui terganggunya proses fosforilasi dari regulator sekunder sintesa
protein, proses proteolisis dan lipolisis yang akan menyebabkan ruptur atau nekrosis.
Pada infark serebri yang cukup luas, edema serebri timbul akibat kegagalan energi
dari sel-sel otak dengan akibat perpindahan elektrolit (Na+, K+) dan perubahan permeabilitas
membran serta gradasi osmotik. Akibatnya terjadinya pembengkak
an sel /edema sitotoksik. Keadaan ini terjadi pada iskemia berat dan akut seperti hipoksia dan
henti jantung. Selain itu edema serebri dapat juga timbul akibat kerusakan sawar otak yang
mengakibatkan permeabilitas kapiler rusak, sehingga cairan dan protein bertambah mudah
memasuki ruangan ekstraseluler sehingga menyebabkan edema vasogenik. Efek edema jelas
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan akan memperburuk iskemia otak.
Selanjutnya terjadi efek massa yang berbahaya dengan akibat herniasi otak.

15

Biomolekular Stroke
Kerusakan seluler pada stroke akibat iskemik terjadi karena nekrosis pada neuron terutama
akibat disintegrasi struktur sitoskeleton karena zat-zat neurotransmitter eksitotoksik yang bocor
pada hipoksia akut. Selain itu, pada stroke iskemik, kerusakan yang terjadi lebih lambat, akibat
berkurangnya energi yang berkepanjangan pada sel-sel otak yang menyebabkan apoptosis, yaitu
kematian sel secara perlahan karena kehabisan energi pendukungnya. Energi dibutuhkan untuk
mempertahankan keseimbangan ion-ion yang berada di intra seluler seperti kalium (K +) dan
ekstraseluler seperti natrium (Na+), kalsium (Ca++) dan klorida (Cl-). Keseimbangan ini
dipertahankan melalui pompa ion yang aktif yang bergantung pada keberadaan energi tinggi,
adenosine triphospate (ATP), dan adenosine diphosphate (ADP). Pada kondisi iskemik dibedakan
dua daerah, yakni infark (core) dan daerah di sekitar infark tadi yang disebut sebagai
penumbra.Daerah yang infark dan penumbra mempunyai karakteristik kematian sel yang berbeda
yakni nekrosis dan apoptosis.Pada penumbra beberapa residu perfusi masih berfungsi melalui
sirkulasi kolateral, namun tidak dapat mempertahankan metabolisme secara penuh.
Dalam keadaan iskemik, pompa ion tidak akan bekerja karena pompa ini tergantung
pada aktifitas metabolisme sel, yakni energi dan oksigen. Akibatnya terjadi akumulasi
intraseluler ion Na+ dan Cl- disertai oleh masuknya H2O. Hal ini akan menyebabkan edema sel,
baik neuron maupun glia. Keadaan ini bisa terjadi dalam jangka waktu singkat, sekitar 5 menit
setelah terjadinya iskemia.
Iskemia dan Proses Eksitatorik
Neurotransmiter eksitatorik seperti glutamat dan aspartat akan menstimulasi sel post-sinapsis,
sementara gamma-aminobutiric acid (GABA) akan bekerja sebaliknya. Keadaan defisit energi
lokal seperti pada iskemik akan menyebabkan depolarisasi neuron dan glia yang kemudian
memicu aktivasi dari kanal Ca2+ serta sekresi asam amino eksitatorik glutamat di ekstrasel. Selain
itu, sel yang iskemik tidak mempunyai kesanggupan untuk memetabolisme atau memecah
neurotransmiter eksitatorik tersebut akibat terganggunya enzim pemercah pada iskemik, sehingga
terjadi penumpukan glutamat di sinaps.
Glutamat yang berlebih akan berikatan dengan 3 reseptor glutamat, yaitu N-methyl-D-aspartate
(NMDA),-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionic acid (AMPA), dan reseptor
metabotropik. Ikatan dengan reseptor NMDA menyebabkan masuknya ion N + dan Ca2+ juga
16

berakibat pada masuknya cairan H2O yang berlebihan. Aktivasi reseptor AMPA yang berlebihan
juga menyebabkan gangguan homeostasis, dengan dibarengi masuknya cairan H2O ke dalam sel
merupakan penyebab edema toksik, serta merupakan faktor penyebab sel lisis (nekrosis).
Selanjutnya, reseptor metabotropik glutamat menjadi aktif dengan memblok induksi fosfolipase
C dan insitol trifosfat serta diiringi oleh mobilisasi Ca2+ yang tersimpan di dalam sel. Kondisi lain
adalah masuknya Ca2+ melalui kanal ion akibat ikatan neurotransmiter eksitatorik dengan reseptor
NMDA. Keadaan ini diperburuk oleh kejadian iskemia, yaitu Ca2+ akan keluar dari mitokondria
dan retikulum endoplasmik sehingga secara substansial terjadi penumpukan kalsium di
intraseluler yang menyebabkan kerusakan neuron yang reversibel.
Kalsium dan Kematian Sel
Kalsium berperan mengaktifasi enzim perusak asam nukleus, protein, dan lipid dengan target
utama membran fosfolipid yang sangat sensitif. Seperti diketahui , konsentrasi Ca2+ di ekstra sel
ditemukan sekitar 10.000 kali lebih beasar dibanding intrasel. Keseimbangan ini dipertahankan
melalui 4 mekanisme untuk menjaga tidak masuknya Ca2+ ke intrasel, yaitu melalui pompa ATP
yang aktif; intaknya pertukaran Ca2+ dan Na+ di membran oleh adanya pompa Na+ - K+;
pemisahan Ca2+ intraseluler di retikulum endoplasmik melalui proses penggunaan ATP yang aktif,
serta akumulasi dari Ca++ intraseluler melalui pemisahan Ca2+ di mitokondria secara oksidatif.
Keadaan iskemia mengakibatkan kehilangan keseimbangan gradien antara Na+ dan K+ yang
secara beruntun mengakibatkan gangguan keseimbangan Ca2+. Hal ini akan menyebabkan
masuknya Ca2+ ke dalam sel secara masif yang selanjutnya mengakibatkan beban mitokondria
berlebihan. Kalsium akan mengaktifkan fosforilase ,membran dan protein kinase. Akibatnya
terbentuk asam lemak bebas (FFA) yang berpotensi mengindukasi prostaglandin dan asam
arakidonat. Metabolisme asam arakidonat ini akan membentuk radikal bebas seperti toxic oxygen
intermediates, eikosanoid, dan leukotrin yang akan memacu agregasi platelet dan vasokontriksi
vaskuler. Selain itu, keberasaan Ca2+ yang berlebihan dalam sel akan merusak beberapa jenis
enzim termasuk protein kinase C, kalmodulin protein kinase II, protease dan nitrik okside
sintesase. Ca2+ juga mengaktivasi enzim sitosolik dan denukleasi yang mengakibatkan terjadinya
apoptosis.
Iskemia dan Angiogenesis

17

Pengaruh sistemik akut yang disebabkan oleh penurunan suplai sirkulasi ke otak akan berakibat
pada perubahan tatanan biokimiawi otak. Hal ini yang merupakan penyebab kematian dari
jaringan otak. Dalam pengamatan neovaskularisasi di daerah infark dan peri-infark berkaitan
dengan survival penderita stroke membuktikan bahwa angiogenesis merupakan proses
kompensasi atau proteksi yang sekaligus merupakan target terapi stroke. Neovaskularisasi yang
akan terjadi bersamaan dengan meningkatnya ekspresi dari neuron, sel mikroglia, astrosit, dan
molekul angiogenik, vascular endothel growth factor (VEGF). VEGF merupakan faktor
angiogenesis yang berperan lewat reseptor VEGF tirosin kinase, VEGFR1 dan 2, serta
neurophilin-1 dan 2 (NP-1 dan NP-2)
Iskemia dan Radikal Bebas
Konsekuensi iskemia dan reperfusi adalah terbentuknya radikal bebas seperti superoksida,
hidrogen peroksida, dan radikal hiroksil. Keberadaan nitric oxide
(NO) sendiri adalah melalui aktifitas inducible nitric oxide synthase (iNOS). Sumber lain akibat
pemecahan produksi ADP melalui oksidasi xantine dan reaksi iron -catalysed. Radikal bebas
yang bermacam-macam ini akan bereaksi dengan komponen seluler seperti karbohidrat, asam
amino, DNA,
dan fosfolipid sebagai korbannya sendiri.
Iskemia dan Inflamasi
Tingkat awal dari inflamasi dimulai beberapa jam sesudah onset iskemia dengan karakteristik
munculnya ekspresi adhesi molekul di endotel pembuluh darah dan leukosit di sirkulasi.
Leukosit bergerak melewati endotel keluar dari sirkulasi dan penetrasi ke jaringan parenkim otak
yang mengakibatkan reaksi inflamasi. Bagian mayoritas dari inflamasi ditentukan oleh populasi
dari sel mikroglia yang disebut juga efektor imun dari sususan saraf pusat (SSP). Mikroglia
adalah fagosit aktif dan merupakan target utama yang sanggup menghasilkan sitokin dan enzim
pro-inflamasi. Kelompok sitokin anti-inflamasi seperti tumor growth factor-1 beta (TGF-1 beta)
dan IL-10 yang bersifat sebagai neuroprotektif juga menjadi aktif terhadap stimulasi mikroglia.
Secara klinis, kelompok sitokin yang domainnya terdiri dari 2
kelompok protein adalah iNOS dan kelompok cyclo-oxygenase 2 (COX-2).

18

DIAGNOSIS
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama. Pada saat
dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, perawat akan mulai
memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG
(elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan skala stroke. The
American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem saraf
untuk membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi
agresif mungkin diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan
penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah
menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non
hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti
mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti
tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara
keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.

19

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :
3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

3.b.

Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada


Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score

Tabel 3. Djoenaedi Stroke Score


20

Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke nonhemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke hemoragik,
sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik seluruhnya 87.5%

21

Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut dengan
obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien memerlukan
evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan darah apapun dapat
digunakan.

3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score


Tabel 4. Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan

: 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab seorang
terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan.
Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang
sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan
berguna untuk menentukan:

jenis patologi

lokasi lesi

ukuran lesi
22

menyingkirkan lesi non vaskuler


MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik

untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan
dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat
selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan
kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan
keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau
metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara spesifik
melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi), suatu
prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance angiogram). Metode MRI lain disebut dengan
diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat
mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti,
dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam dari saat
terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali
lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien stroke.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang
disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan
informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran darah
otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser
angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang
digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam
arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara
bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang
paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benarbenar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan
perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang
akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah
dipertimbangkan untuk dilakukan.

23

Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau
penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan dan
penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada
pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang
suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun melalui
esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama
dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam
atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan
untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami
peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena
pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang
dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening
mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu
dipertimbangkan.
Tabel 5. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Tabel 6. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

24

Tabel 7. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

PENATALAKSANAAN
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)

25

Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati,
dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi otak.
Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah
darah dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah yang tinggi
tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam basa harus terus
dipantau.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi
kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat
mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke
akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1.
Pengelolaan umum, pedoman 5 B
- Breathing
- Blood
- Brain
- Bladder
- Bowel
2.

Pengelolaan berdasarkan penyebabnya


Stroke iskemik
Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Proteksi neuronal/sitoproteksi
Stroke Hemoragik
Pengelolaan konservatif
Perdarahan intra serebral
Perdarahan Sub Arachnoid
Pengelolaan operatif
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
1.a Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk mencegah
kekurang oksigen dengan segala akibat buruknya.

Dijaga agar oksigenasi dan

ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka).Intubasi pada pasien
dengan GCS < 8. Pada kira-kira 10% penderita pneumonia (radang paru) merupakan
merupakan penyebab kematian utama pada minggu ke 2 4 setelah serangan
otak.Penderita sebaiknya berbaring dalam posisi miring kiri-kanan bergantian setiap
2 jam. Dan bila ada radang atau asma cepat diatasi.

26

1.b. Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena dapat
memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan atau
diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik >
100 mmHg (stroke hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20 %.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 6 mcg/kg/menit infus
kontinyu), Diltiazem (5 40 g/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 10 g/Kg/menit
infus kontinyu), nitrogliserin (5 10 g/menit infus kontinyu), labetolol 20 80 mg
IV bolus tiap 10 menit, kaptopril 6,25 25 mg oral / sub lingual.
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi
Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien
stroke, pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 200
mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan
kadar GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.
1.c. Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri kepala,
muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas, obat yang biasa dipakai
adalah manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB),
dalam 15 20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300 320 mOsm,
keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal bebas.
Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak pelepasan
neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan
metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia
ringan 30C atau 33C mempunyai efek neuroprotektif.
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan memperburuk perfusi
darah kejaringan otak
1.d Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya dipasang
kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki pasang kondom
kateter, pada wanita pasang kateter.
1.e Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga
supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan.
Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema otak
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
2.a. Stroke iskemik
27

Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)


Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang
paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA
(recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal
90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit).
Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian
haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit
dengan onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala
dan inform consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki
hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah
dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15
mg/kgBB/hari.

Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril

dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari
selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.
-

Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)


Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas
pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk
terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non
valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup
jantung buatan.

Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal

1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 2,5 kali kontrol hari
ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x
0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak
diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III
penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi
trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000
unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin
dosis 80 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur
28

siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg +


dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase,
fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg
mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x
250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan
clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan
-

thyenopyridine.
Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena
diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah
kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara
menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal
bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk
fungsi kognitif.

Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group

Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan


perdarahan, dosis 500 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan
penurunan angka kematian dan kecacatan yang bermakna.

Therapeutic

Windows 2 14 hari.
o Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan
menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr
iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai
minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4
gr per oral,. Therapeutic Windows 7 12 jam.
o Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif
untuk iskemia otak dan stroke.
downstream dan upstream.

Mempunyai efek anti oksidan


Efek downstream adalah stabilisasi

atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari


arteri ke arteri. Efek upstream adalah memperbaiki pengaturan eNOS
(endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,
vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric

29

Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan


anti oksidan.
o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain,
penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 50 cc selama 21
hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.
2.b. Stroke Hemoragik
-

Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral


Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam
Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah
terbentuk oleh tissue plasminogen.

Evaluasi status koagulasi seperti

pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg


& 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin dengan
prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom
-

dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.


Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
o Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada pasien
yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya diperlukan
untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.
o Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium Channel
Blockers dengan dosis 60 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15
30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari
selama 14 hari, efektif untuk mencegah terjadinya vasospasme yang
biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut sampai
minggu ke dua setelah iktus.

Bila terjadi vasospasme dapat dilakukan

balance positif cairan 1 2 Liter diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18


20 mmHg dan Central venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga dapat
diusahakan peningkatan tekanan sistolik sampai 180 220 mmHg
menggunakan dopamin.
-

Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran bekuan darah, Penyaluran
cairan serebrospinal & Pembedahan mikro pada pembuluh darah.
30

Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah


keadaan/kondisi pasien itu sendiri :
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
Lebih 70 th tidak ada tindakan operasi
60 70 th
pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor
tak dioperasi
Sadar/somnolen
tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan
neurologiknya menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun
kesadarannya koma
3. Topis lesi
Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun)

operasi
Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang
Bila hematoma lebih dari 3 cm

tak dioperasi
tak dioperasi, kecuali

kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk


Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan

pada

hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt bila

memungkinkan.
Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka
operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal
dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang
otak operasi

4. Penampang volume hematoma

Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc


------------- operasi

31

Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan


neurologiknya menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka
---------- operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan

Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 7 jam setelah serangan


sebelum timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya
ditunda sampai 5 15 hari kemudian.
Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt &
Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau
lambat (setelah 14 hari).

Pembedahan pasien PSA dengan Hunt &Hest

Scale 4 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).


2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan
jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke:
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin

Menghindari rokok, obesitas, stres


Berolahraga teratur

Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang
paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik
dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi
menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada
pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi
atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:

32

1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan


2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang
mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.
Tabel 8. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke
Hari 1-3 (di sisi tempat tidur)

Kurangi penekanan pada daerah yang


sering tertekan (sakrum, tumit)

Hari 3-5

Modifikasi diet, bed side, positioning

Mulai PROM dan AROM


Evaluasi ambulasi

Beri sling bila terjadi subluksasi bahu


Aktifitas berpindah

Latihan ADL: perawatan pagi hari

Komunikasi, menelan
Team/family planing

Hari 7-10

2-3 minggu

3-6 minggu

Independent ADL, tranfer, mobility


Follow up

Review functional abilities

10-12 minggu

Therapeuthic home evaluation


Home program

Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat
sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan

33

merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan
di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang
menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien stroke di
rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas
bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan yang
sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9.

Latihan berpakaian

10. Latihan membaca


11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi semakin
memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah agar tidak
semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai.1 Komplikasi pada stroke yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):

34

1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan


defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial,
herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul
bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita gangguan
ritme jantung.
3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan
pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.
4. Nyeri kepala
5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama. 2 merupakan salah satu komplikasi
stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih pada 5% pasien
dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan pipa nasogastrik.
2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat
merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan
untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.
4. Stroke rekuren
5. Abnormalitas jantung
Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
- Edema pulmonal neurogenik
- Penurunan curah jantung
- Aritmia dan gangguan repolarisasi
6. Deep vein Thrombosis (DVT)
7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin
3. Komplikasi jangka panjang
1. Stroke rekuren
2. Abnormalitas jantung
3. Kelainan metabolik dan nutrisi
4. Depresi
5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.
35

PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna
asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita
tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya
pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah
terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan
pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan
keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan
secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien
membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini
membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.

36

DAFTAR PUSTAKA
1. Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan Peredaran Darah
Otak (GPDO) Dalam Harsono ed. Buku Ajar NeurologiKlinis. Edisi 1. Yogyakarta:
GadjahMadya University Press; 1999. hal. 59-107
2. Price SA. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC;
2005
3. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOS
4. SI : Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.
5. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000
Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
6. National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of cerebrovascular
disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
7. World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke prevention,
diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.
8. Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.
9. Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-6.
10. Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke. Lancet
1992, 339: 537-9.
11. CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH

Bamford,

Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute ischaemic


stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 429.,
12. Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan,
Surabaya 2002.
13. Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225 -306
14. Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth Edition.
Litle Brown and Company Ney York 1995 ; 207 24.
15. Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke
(terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
16. Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2 nd Ed, Professional
communications inc New York, 2002

Anda mungkin juga menyukai