Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

Ny.T DENGAN CVA ICH DI INSTALASI STROKE


RUMAH SAKIT WAVA HUSADA KEPANJEN

Disusun Oleh :

AIDA RAMADHINA PUTRI


INSTALASI STROKE
( 20220088 )

RUMAH SAKIT WAVA HUSADA


KEPANJEN MALANG
2023
2
1. KONSEP STROKE HEMORAGIK
A. Definisi
Stroke hemoragik adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah di sekitar atau di dalam otak, sehingga suplai darah ke jaringan otak
akan tersumbat. Darah yang pecah bisa membanjiri jaringan otak yang ada
disekitarnya, sehingga fungsi otak akan terganggu (Kanggeraldo, Sari, & Zul, 2018).
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau pecahnya
pembuluh darah yang ada di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau menutupi
ruang-ruang jaringan sel di dalam otak (Setiawan, 2021).
B. Klasifikasi
Klasifikasi stroke hemoragik dibagi menjadi 2 yaitu :
• Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan intraserebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke
dalam jaringan otak. Bila perdarahan luas dan secara mendadak sehingga daerah
otak yang rusak cukup luas, maka keadaan ini biasa disebut ensepaloragia (Junaidi,
2018).
Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10%-20% dari semua stroke
dan berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih besar daripada
stroke iskemik (Garg & Biller, 2022). Perdarahan Intraserebral diakibatkan oleh
pecahnya pembuluh darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah
dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak. Penyebab Perdarahan Intraserebral
biasanya karena hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding
pembuluh darah dan salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma. Faktor
pencetus lain adalah stresfisik, emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% Perdarahan Intraserebral
disebabkan oleh hipertensi. Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah
bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal, terutama apabila
perdarahannya luas (masif) (Setiawan, 2021).
• Perdarahan subarachnoid (PSA)
Perdarahan subarachnoid adalah masuknya darah keruang subarachnoid
baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan
berasal dari ronggasubarachnoid itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer).
Penyebab yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma
(51-75%) dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler
congenital, angioma (6-20%), gangguan koagulasi (iatrogenic/obat anti koagulan),
kelainan hematologic (misalnya trombositopenia, leukemia, anemia aplastik),
tumor, infeksi (missal vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes simpleks, mikosis,
3
TBC), serta trauma kepala (Junaidi, 2018)
C. Etiologi

Stroke dapat disebabkan oleh thrombosis vena, faktor risiko penyebab stroke
adalah tekanan darah tinggi, diabetes, atrial fibrilation, kadar kolesterol tinggi,
merokok, alkohol dan penggunaan obat-obatan terlarang. Bahkan studi terbaru
menyebutkan polusi udara muncul sebagai faktor risiko stroke sedunia (Amiman,
Tumboimbela, & Kembuan, 2016).
D. Faktor Resiko
Menurut (Haryono & Sari Utami, 2019) banyak faktor yang dapat
meeningkatkan resiko stroke yaitu :
a) Faktor resiko gaya hidup:
 Kelebihan berat badan atau obesitas
 Ketidakaktifan fisik
 Minum berat atau pesta
 Penggunaan obat-obatan terlarang
b) Faktor medis
 Memiliki tekanan darah lebih tinggi dari 120/80 mmHg
 Merokok atau terpapar asap rokok bekas
 Kolesterol tinggi
 Diabetes
 Apnea tidur obstruktif
 Penyakit kardiovaskular, termasuk gagal jantung, cacat jantuk, infeksi jantung
atau irama jantung yang tidak normal
 Riwayat pribadi atau keluarga terkait stroke, serangan jantung, atau serangan
iskemik transien.
c) Faktor-faktor lain terkait stoke hemoragik adalah;
 Usia. Orang berusia 55 tahun atau lebih memiliki risiko stroke yang lebih tinggi
daripada orang yang lebih muda.
 Hormon. Penggunaan pil KB atau terapi hormone
E. Patofisiolgi
Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah yang disertai
ekstravasasi darah ke parenkim otak akibat penyebab nontraumatis. Stroke perdarahan
sering terjadi pada pembuluh darah yang melemah. Penyebab kelemahan pembuluh
darah tersering pada stroke adalah aneurisma dan malaformasi arteriovenous (AVM).
Ekstravasasi darah ke parenkim otak ini berpotensi merusak jaringan sekitar melalui
kompresi jaringan akibat dari perluasan hematoma.
Faktor predisposisi dari stroke hemoragik yang sering terjadi adalah
4
peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah adalah salah satu faktor
hemodinamika kronis yang menyebabkan pembuluh darah mengalami perubahan
struktur atau kerusakan vaskular. Perubahan struktur yang terjadi meliputi lapisan
elastik eksternal dan lapisan adventisia yang membuat pembuluh darah mendadak
dapat membuat pembuluh darah pecah.
Ekstravasasi darah ke parenkim otak bagian dalam berlangsung selama
beberapa jam dan jika jumlahnya besar akan memengaruhi jaringan sekitarnya melalui
peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan tersebut dapat menyebabkan hilangnya
suplai darah ke jaringan yang terkena dan pada akhirnya dapat menghasilkan infark,
selain itu, darah yang keluar selama ekstravasasi memiliki efek toksik pada jaringan
otak sehingga menyebabkan peradangan jaringan otak. Peradangan jaringan otak ini
berkontribusi terhadap cedera otak sekunder setelahnya. Proses dan onset yang cepat
pada stroke perdarahan yang cepat, penanganan yang cepat dan menjadi hal yang
penting (Haryono & Sari Utami, 2019) .
Stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh darah didalam otak
sehingga darah menutupi atau menggenangi ruang-ruang pada jaringan sel otak,
dengan adanya darah yang menggenangi dan menutupi ruang-ruang pada jaringan sel
otak tersebut maka akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan
fungsi kontrol pada otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar pembuluh
darah yang pecah (intracerebral hemoragie) atau juga dapat terjadi genangan darah
masuk kedalam ruang disekitar otak (subarachnoid hemoragik) dan bila terjadi stroke
bisa sangat luas dan fatal dan bahkan sampai berujung kematian. Biasanya keadaan
yang sering terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah
akibat tertimbun plak atau arteriosclerosis bisa akan lebih parah lagi apabila disertai
dengan gejala tekanan darah tinggi (Setiawan, 2021).
F. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Stroke hemoragik:


• Sakit kepala hebat tiba-tiba
• Kelemahan di lengan atau di kaki
• Penurunan kesadaran
• Kehilangan ketrampilan motorik (gerak) halus
• Kehilangan keseimbangan tubuh
• Kejang tanpa riwayat kejang sebelumnya
• Mual atau muntah
• Gangguan penglihatan
• Kelumpuhan pada wajah atau separuh anggota tubuh (hemiparise) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak.
5
• Kesulitan bicara (Afasia)
• Bicara cadel atau pelo (Disatria)
• Kesulitan menelan (Disfagia). Kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus
cranial IX.

• Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala terjadi karena peningkatantekanan


intrakranial, edema serebri.
G. Pemeriksaan Diagnostik
• Angiografiserebral
Identifikasi penyebab spesifik stroke, seperti pedarahan atau
penyumbatan arteri.
• Computed tomography scan (CT-Scan)
Pemindaian ini menunjukkan lokasi edema, lokasi hematoma, keberadaan
dan lokasi pasti infark atau iskemia di jaringan otak. Pemeriksaan ini harus segera
kurang dari 12 jam dilakukan pada kasus dugaan perdarahan subarachnoid. Bila
hasil CT Scan tidak menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid, maka langsung
dilanjutkan dengan tindakan fungsi lumbal untuk menganalisa hasil cairan
serebrospinal dalam kurun waktu 12 jam. Kemudian dilanjutkan pemeriksaan
spektrofotometri cairan serebrospinal untuk mendeteksi adanya xanthochro
xanthochromia.
• MRI
Hasil yang diperoleh dengan menilai lokasi dan derajat perdarahan otak
menggunakan gelombang magnet adalah lesi dan infark karena perdarahan. MRI
tidak dianjurkan untuk mendeteksi perdarahan dan tidak disarankn untuk mendeteksi
perdarahn subarachnoid.
• Ultrasonography doopler
Mengidentifikasi penyakit ateriovena (masalah system kronis/aliran darah,
muncul plaque/aterosklerosis).
• Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan tanda hipertensikronis pada penderita stroke.
Menggambarkan kelenjar pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas.

• Pemeriksaan labolatorium
H. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non-Farmakologi
Penanganan stroke merupakan salah satu kunci penting dalam mengurangi
kematian dan meminimalkan kerusakan otak yang ditimbulkan oleh stroke adalah
dengan memberikan penanganan yang cepat dan tepat. Jika penanganan stroke
diberikan lebih dari rentang waktu (golden hour) maka kerusakan neorologis yang
6
dialami pasien stroke akan bersifat permanen. Fassbender (2017) menyatakan bahwa
waktu yang paling direkomendasikan pada pasien stroke adalah 3-4,5 jam yang disebut
dengan golden hour.
a) Penatalaksanaan farmakologis sebagai berikut:
• Manajemen tekanan darah
Peningkatan tekanan darah adalah faktor risiko paling umum untuk ICH.
Hipertensi akut adalah pendorong utama ekspansi hematoma dini, sehingga kontrol
tekanan darah yang agresif sangat diperlukan sebagai tindakan untuk mencegah
perluasan perdarahan dan menjadi fokus utama manajemen awal ICH. Kontrol tekanan
darah yang tepat dan tepat diperlukan tanpa menginduksi hipotensi, sehingga agen
titrasi kerja cepat seperti nicardipine digunakan dalam manajemen awal. Pada fase
akut, sebaiknya menghindari obat antihipertensi yang meningkatkan tekanan
intrakranial, terutama hydralazine, nitroprusside, dan nitro-gliserin. Pengobatan
antihipertensi akut untuk pasien dengan ICH bermanfaat dan aman dengan kisaran
target tekanan darah sistolik atau Systolic Blood Pressure (SBP) yang optimal antara
120 dan 160 mm Hg.
• Penatalaksanaan Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
Perawatan awal untuk peningkatan TIK adalah meninggikan kepala tempat
tidur hingga 30 derajat dan agen osmotik (manitol, salin hipertonik). Manitol 20%
diberikan dengan dosis 1,0 hingga 1,5 g/kg. Hiperventilasi setelah intubasi dan sedasi,
hingga pCO 28-32 mmHg akan diperlukan jika TIK meningkat lebih lanjut.
ASA merekomendasikan pemantauan intracranial pressure (ICP) dengan
parenkim atau kateter ventrikel untuk semua pasien dengan GCS <8 atau mereka
dengan herniasi transtentorial atau hidrosefalus. Kateter ventrikel memiliki
keuntungan untuk drainase cairan serebrospinal (CSF) pada kasus hidrosefalus.
Tujuannya adalah untuk menjaga tekanan perfusi serebral (CPP) antara 50 hingga
70mmHg.
• Terapi Antiepilepsi
Sekitar 3- 17% pasien akan mengalami kejang dalam dua minggu pertama, dan
30% pasien akan menunjukkan aktivitas kejang listrik pada pemantauan EEG. Mereka
yang mengalami kejang klinis atau kejang elektrografik harus diobati dengan obat
antiepilepsi. Hematoma lobaris dan pembesaran hematoma menghasilkan kejang,
yang berhubungan dengan perburukan neurologis. Kejang subklinis dan status epilepsi
non-konvulsif juga dapat terjadi.
• Pembedahan
Penatalaksanaan bedah untuk stroke hemoragik adalah kraniotomi, kraniektomi
dekompresi, aspirasi stereotaktik, aspirasi endoskopi, dan aspirasi kateter. Beberapa
7
percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak didapatkan manfaat secara
keseluruhan dari operasi dini untuk perdarahan intraserebral bila dibandingkan dengan
pengobatan konservatif awal. Pasien yang mengalami perdarahan lobaris dalam jarak 1
cm dari permukaan otak dan defisit klinis yang lebih ringan (GCS>9) mendapatkan
manfaat dari pembedahan dini.

Evakuasi bedah darurat diindikasikan pada perdarahan serebral dengan


hidrosefalus atau kompresi batang otak. Pasien dengan perdarahan sereblar dengan
diameter >3 cm akan memiliki hasil yang lebih baik dengan pembedahan. Hematoma
serebelum dievakuasi dengan kraniektomi suboksipital. Evakuasi perdarahan batang
otak tidak dianjurkan.
Kraniektomi dekompresi dan evakuasi hematoma sekarang lebih sering
dilakukan untuk stroke hemoragik. Tindakan ini menunjukkan peningkatan hasil yang
diperoleh dengan menambahkan kraniektomi dekompresi dengan duraplasti ekspansif
untuk evakuasi ICH hemisfer hipertensi. Hemikraniektomi dekompresi dengan
evakuasi hematoma dilakukan pada pasien dengan skor GCS ≤8 dan hematoma besar
dengan volume lebih besar dari 60 ml dapat menghindari kejadian kematian dan dapat
meningkatkan hasil fungsional.
b) Penatalaksanaan terapi non-farmakologis ;
• Posisi tubuh dan kepala pada 15-30 derajat. Gerakan bertahap dapat dimulai
setelah pasien berada di sisinya dengan muntah dan hemodinamik stabil.
• Jaga agar jalan nafas tetap bersih dan ventilasi memadai
• Mempertahankan tanda-tanda vital stabil
• Istirahat di tempat tidur
• Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
• Hindari demam, batuk, sembelit dan minum berlebihan
I. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut (Mutiarasari, 2019) yaitu:
• Hipoksi Serebral
Hipoksia merupakan keadaan dimana saturasi oksigen dalam darah
<96% selama 5 menit., keadaan ini sering muncul setelah stroke. Dalam satu
studi kecil dengan pasien hemiparresis, 63% berkembang hipoksia dalam waktu
48 jam setelah terjadi stroke. Umumnya hipoksia disebabkan obstruksi jalan
napas, hipoventilasi, aspirasi, atelektasis, dan pneumonia. Pasien dengan
penurunan kesadaran atau disfungsi batang otak memiliki peningkatan risiko
hipoksia karena gerakan orofaring yang lemah dan hilangnya refleks
perlindungan. (Guidelines, 2015)
8

• Penurunan aliran darah serebral


Tergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas vascular.
• Emboli Serebral
Dapat terjadi setelah infark atau fibrilasi atrium, atau dapat terjadi akibat katup
jantung buatan
• Disritmia
Dapat menyebabkan fluktasi curah jantung dan henti trombotik lokal.

Sedangkan komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut yaitu:


a. Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan biasanya
terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus, kontraktur,
thrombosis vena dalam, atropi, inkontinensia urine dan bowl.
b. Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktivitas litrik otak.
c. Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri kepala
clauster.
d. Malnutrisi, karena intake yang tidak adekuat.
9

J. Pathway

1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi:
1) Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkin-
kan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu
timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmarnpuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola
10

persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, rnudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres,
klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gang-
guan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola rata nilai dan ke-
percayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku
yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
2) Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesa yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anam-
nesis.
Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-
X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II: Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer dian-
tara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapat-
kan hubungan dua atau lebih objek dalamarea spasial) sering terlihat pada
Mien dengan hemiplegia kiri.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan di sisi yang
sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trige-
nimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah, serta kelumpuhan satu sisi otot
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
11
3) Pengkajian Sistem Motorik
a. Inspeksi Umum.Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi.Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot.Didapatkan meningkat.
4) Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan
untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jarak sensori primer di antara mata dan korteks visual.
12
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
13

2. Nyeri akut
14

3. Gangguan Mobilitas Fisik

4. Resiko Jatuh
15

C. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari
siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali dalam siklus tersebut
mulai dari pengkajian ulang (reassesment) secara umum evaluasi ditunjukan untuk :
Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum (Nugroho, T. (2015)
GAMBARAN KASUS
Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan di atas, telah di
lakukan pengkajian pada Ny.T usia 73 tahun di Instalasi Stroke RS Wava Husada Kepanjen Malang. Pasien
datang ke IGD pada tgl 12-08-2023 jam 13.20 dengan keluhan pusing ±2minggu, nyeri ulu hati mual
muntah dan badan lemas. Didapatkan tanda-tanda vital sebagai berikut kesadaran Composmentis GCS
456 TD 165/99 N 104 S 36,4 RR 20 Spo2 95%. Riwayat penyakit yang di derita sebelumnya adalah HT.
Ny.T mengkonsumsi obat captopril namun tidak rutin diminum setiap hari. Pada saat di IGD di dapatkan
diagnosa awal CVA+Hemiplegi+HT stage II dengan DPJP dr Widodo, Sp.S dan terapi awal di IGD di
dapatkan IVFD NS 14 tpm, Inj. Ranitidin 2x50mg, Inj. citicolin 2x250mg, inj antrain extra1 amp, inj
ondancntron 3x8mg k/p dan di lakukan pemeriksaan penunjang pemgambilan sampel darah lab, ecg, CT
scan dan foto rontgen thorax. Kemudian pasien di pindahkan ke Instalasi Stroke pada tgl 12-08-2023 jam
19.30 oleh Ns.E dengan kondisi Kesadaran Composmentis, GCS 456 Td 140/90 N 98 S 36 RR 20 Sp02
98%, keluhan saat pasien datang di ruang stroke adalah pusing, badan lemas sebelah kiri Kemudian
keluarga meminta untuk pemilihan DPJP menjadi dr.Kiki,Sp.S dan mendapat advice baru inj citicolin
2x250mg selama 3 hari, tidak perlu manitol, inj antrain k/p.

1. Pengkajian

A. Keluhan Utama

Pasien mengeluh pusing dan badan lemas sebelah kiri


B. Keadaan Umum

Tanda-tanda vital 140/90 N 98 S 36 RR 20 Spo2 98%


C. Pemeriksaan Penunjang

Lab, CTscan, ECG dan Rontgen Thorax.


16

2. Triage
17

3. Assessmen IGD
18
19

4. Assesmen Awal Rawat Inap


20
21

5. Perpindahan Antar Unit

6. CPPT
22

7. Hand Over dan RPO


23
24

8. Diagnosa dan Implementasi Keperawatan

Dx 1 Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b.d edema serebral


25

Dx 2 Nyeri akut
26
27
Dx 3 Gangguan Mobilitas Fisik
28
Dx 4 Resiko Jatuh
29
9. Hasil Pemeriksaan Penunjang
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stroke hemoragik adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah di sekitar atau di dalam otak, sehingga suplai darah ke jaringan otak
akan tersumbat. Darah yang pecah bisa membanjiri jaringan otak yang ada
disekitarnya, sehingga fungsi otak akan terganggu (Kanggeraldo, Sari, & Zul, 2018).
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau pecahnya
pembuluh darah yang ada di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau menutupi
ruang-ruang jaringan sel di dalam otak (Setiawan, 2021).

3.2 Saran
Diharapkan perawat dapat mengembangkan kemampuan didalam bidang
kesehatan khususnya terhadap penanganan pasien CVA Intracerebral Hemorrhage
agar lebih cepat dan tepat dalam melakukan tindakan keperawatan terkait dengan
penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Amiman, C.R., Tumboimbela, J.M., Kembuan, M.A.H.N. (2016). Gambaran length of stay
pada pasien stroke rawat inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juli 2015-
Juni 2016. Jurnal e-Clinic (eCl), 4(2)
Garg, R., & Biller, J. (2022). Recent advances in spontaneous intracerebral hemorrhage. F1000
Research , 2-11.
Haryono, R. and Utami, M. P. S. (2019) Keperawatan Medikal Bedah 2. 2nd edn. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
Junaidi, I. (2018). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI
Kanggeraldo, J., Sari, R. P., & Zu, M. I. (2018). Sistem Pakar Untuk Mendiagnosis Penyakit
Stroke Hemoragik dan Iskemik Menggunakan Metode Dempster Shafer. Jurnal RESTI
(Rekayasa Sistem Dan Teknologi Informasi), 2(2), 498– 505.
https://doi.org/10.29207/resti.v2i2.268
Mutiarasari, D. (2019). Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, and Prevention. Medika
Tadulako, Jurnal Ilmiah Kedokteran, 1(2), 36–44
Setiawan, P. A. (2021). Diagnosa dan Tatalaksana Hemoragik. Jurnal Medika Hutama , 1660-
1665.
Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2018) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.1st edn.
Edited by Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Jakarta: PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1st edn. Jakarta:
DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia. 1st edn. Jakarta:
DPP PPNI.
Unnithan, A. K. A. and Mehta, P. (2022) ‘Hemorrhagic Stroke’, National Center for
Biotechnology Information. Available at:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559173/.

Anda mungkin juga menyukai